case gawat janin decomp

53
CASE REPORT Anesthesi pada Pasien Obstetri dengan Decompensatio Cordis Fc III- IV Disusun Oleh: Henri Aprilio Purnomo (1102010120) Nawar Najla Mastura (1102010204) Pembimbing: dr. Hj. Hayati Usman, SpAn dr. Dhadi Ginanjar, SpAn

Upload: annisa-chaerani-burhanuddin

Post on 16-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

dekom

TRANSCRIPT

Page 1: Case Gawat Janin Decomp

CASE REPORT

Anesthesi pada Pasien Obstetri dengan Decompensatio Cordis Fc III-IV

Disusun Oleh:

Henri Aprilio Purnomo (1102010120)

Nawar Najla Mastura (1102010204)

Pembimbing:

dr. Hj. Hayati Usman, SpAn

dr. Dhadi Ginanjar, SpAn

Kepaniteraan Klinik Bagian Anesthesi

Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

2015

KATA PENGANTAR

Page 2: Case Gawat Janin Decomp

Assalamualaikum Wr Wb

Segala puji bagi dan syukur kita panjatkan kepada allah SWT. Yang telah memberikan kesehatan kepada kami,sehingga kami dapat menyusun laporan kasus Anesthesi dengan judul “Anesthesia Pada Pasien Obstetri dengan Decompensatio Cordis Fc III-IV“. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti kepanitraan klinik ilmu Anesthesiology di RSUD dr. Slamet Garut. Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar – besar nya kepada :

1. dr. Hj. Hayati Usman, SpAn selaku kepala SMF dan Konsulen Anesthesi RSU

dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu

kepada penyusun.

2. dr. Dhadi Ginanjar, SpAn selaku Konsulen Anesthesi RSU dr. Slamet Garut

yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.

3. Para penata dan perawat Anesthesia di bagian bedah sentral RSUD dr. Slamet Garut

4. Teman – teman sejawat dokter muda di lingkungan RSU dr. Slamet Garut

Kami menyadari bahwa laporan kasus yang kami kerjakan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dan hargai. Akhir kata kami mengharapkan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Garut, Januari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

2

Page 3: Case Gawat Janin Decomp

Kata Pengantar.............................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................3

Bab I

Pendahuluan.................................................................................................................4

Bab II

Status Pasien Anesthesi.................................................................................................6

Bab III

Pembahasan Gawat Janin dan Decompensatio Cordis .............................................. 15

Bab IV

Pembahasan Anesthesia pada pasien Decompensatio Cordis ....................................25

Bab V

Kesimpulan.................................................................................................................35

Daftar Pustaka............................................................................................................36

BAB I

PENDAHULUAN

3

Page 4: Case Gawat Janin Decomp

Anesthesia merupakan hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh, nyeri dan biasanya dihubungkan dengan orang yang hilang kesadarannya.

Anesthesiology adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian Anesthesi maupun analgesia; Penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindaka lainnya, bantuan resusitasi dan penmgobatan internsive pasien yang gawat, pemberian terapi inhalasi dan penenang nyeri menahun. Dalam dunia anesthesia dikenal”Trias Anesthesia” yang terdiri dari analghesia, hypnotic sedative dan muscle relaxan.

Faktor yang mempengaruhi pilihan cara Anesthesi adalah selalu mementingkan segi – segi keamanan pasien. Tergantung statu fisik, posisi pembedahan, keterampilan dan kebutuhan dokter pembedahan, keterampilan dan kenyamanan dokter anesthesi, keinginan pasien, bahaya kebakaran, peralatan anesthesi, lokasi operasi dan jenis operasi.

Kasus ini berawal dari pembedahan ibu hamil secara sectio cesaria yang mana janin berada dalam keadaan gawat janin karena ketuban pecah dini. Gawat janin (fetal distress) merupakan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang secara serius, yang mengancam kesehatan janin. Gawat janin juga umum digunakan untuk menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia ialah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulasi asam.

Pasien ibu hamil ini juga menderita gagal jantung atau dalam istilah medis dikenal

dengan decompensatio cordis. Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu

sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard

dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan

berlebih yang tengah dihadapinya, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Kemampuan jantung sebagai

pompa sesungguhnya sangat bergantung pada kontraktilitas otot jantung. Dan

kemampuan kontraksi ini, ternyata tidak hanya ditentukan oleh kontraktilitas

sarkomer miokard itu sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh besarnya preload

(beban volume), afterload (beban tekanan), dan heart rate (frekuensi denyut jantung).

4

Page 5: Case Gawat Janin Decomp

Yang perlu diperhatikan pada pasien ini adalah terapi cairan dan perdarahan selama

operasi serta pasca operasi.

Dari segi Anesthesi penanggulangan yang dilakukan adalah dengan menjaga keseimbangan cairan yang dibutuhkan ibu dan monitoring yang tepat saat berjalannya operasi.

BAB II

STATUS PASIEN ANESTHESIA

5

Page 6: Case Gawat Janin Decomp

A. RESUME

Seorang wanita berusia 31 tahun usia kehamilan 8 bulan G2P1A0

datang ke bagian obgyn atas rujukan dari dokter di rumah bersalin. Pada saat

ke rumah bersalin ibu mengeluh keluar cairan jernih dari vagina. Dokter

mengatakan pasien mengalami ketuban pecah dini. Setelah itu langsung

dirujuk ke bagian obgyn di RSU dr. Slamet Garut. Kemudian bagian obgyn

memutuskan untuk melakukan sectio caesaria. Riwayat caesar sebelumnya

tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes diderita pasien sejak 12 tahun

terkontrol. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung sejak 7 tahun yang

lalu.

B. DATA UMUM

Nama : Ny. Herni

Umur : 31 tahun

Alamat : Banyuresmi, Garut kota

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

No.RM : 73-88-66

MRS : 26 Januari 2015

Tgl Operasi : 26 Januari 2015

Diagnosa : G2P1A0 dengan gawat janin dan Decompensatio

Cordis Fc III-IV

Tindakan : Sectio Caesaria

Operator : dr. Dadan Susandi, SpOG

Bagian : Obgyn

Anesthesi : dr. Dhadi Ginanjar, SpAn

C. PEMERIKSAAN PRA BEDAH

1. Anamnesa

Keluhan Utama : keluar cairan jernih dari vagina

6

Page 7: Case Gawat Janin Decomp

Anamnesa Khusus :

Seorang wanita berusia 31 tahun usia kehamilan 8 bulan G2P1A0

datang ke bagian obgyn atas rujukan dari dokter di rumah bersalin. Pada saat

ke rumah bersalin ibu mengeluh keluar cairan jernih dari vagina. Dokter

mengatakan pasien mengalami ketuban pecah dini. Setelah itu langsung

dirujuk ke bagian obgyn di RSU dr. Slamet Garut. Kemudian bagian obgyn

memutuskan untuk melakukan sectio caesaria. Riwayat caesar sebelumnya

tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes diderita pasien sejak 12 tahun

terkontrol. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung sejak 7 tahun yang

lalu.

2. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15

Airway : Tidak terintubasi

Tekanan darah : 190/110 mmHg

Nadi : 78 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,6 °C

SpO2 : 99%

Kepala :

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sclera : Ikterik (-)

Mallampati score : 1

Buka mulut : > 4 cm

Tiromental distance : >6 cm

Leher

7

Page 8: Case Gawat Janin Decomp

JVP : meningkat

Pergerakan dan ekstensi tidak terbatas

Thorax

Paru

- Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris

- Auskultasi : VBS kanan sama dengan kiri, tidak ada suara

tambahan seperti ronki dan wheezing

Jantung

Bunyi jantung I dan II regular, gallop S3 ( + ), murmur ( - )

Abdomen

Cembung lembut

Ekstremitas

Tidak terdapat edema pada ekstremitas bawah

3. Hasil Laboratorium

Hematologi

Darah Rutin Hasil Normal

Haemoglobin 12,4 g/dl 12 – 16 g/dlHematokrit 36% 35 – 47%Leukosit 10.100 mm3 3.800 – 10.600 mm3Trombosit 330.000 mm3 150.000-450.000

mm3Eritrosit 4,42 jut/mm3 3,6- 5,8 juta/mm3

Kimia Klinik

Hasil Normal

Glukosa Darah Sewaktu

86 g/dl 70 –100 mg/dl

8

Page 9: Case Gawat Janin Decomp

Urinalisa

Urin Rutin Hasil Normal

MAKROSKOPIS

Warna KuningKejernihan JernihKIMIABerat Jenis 1.005 1.003 – 1.035pH 7.0 4.5-8.0Leukosit Esterase Negatif Negatif /µLNitrit Negatif NegatifAlbumin Negatif NegatifGlukosa Negatif NegatifKeton Negatif NegatifUrobilinogen Normal Normal (≤1)Bilirubin Negatif NegatifDarah Negatif Negatif /µLMIKROSKOPISEritrosit 0 - 1 0 – 2 / LPBLeukosit 0 - 1 0 – 5 / LPBSilinder Hialin Negatif 0 – 2 / LPKSilinder Lain-lain Negatif Negatif / LPKEpithel Squamous 0 - 1 < 10 / LPKEpithel Transisional Negatif < 10 / LPBEpithel Renal Tubular Negatif < 10 / LPBBakteri Negatif Negatif / LPBKristal NegatifKristal Abnormal Negatif Negatif / LPBLain-lain Negatif

Informed concent

Tindakan Anesthesi dilakukan setelah dijelaskan dan disetujui oleh keluaraga

pasien dan keluarga, ditandatangani oleh keluarga pasien.

9

Page 10: Case Gawat Janin Decomp

Permasalahan :

Seorang wanita berusia 31 tahun usia kehamilan 8 bulan G2P1A0

datang ke bagian obgyn atas rujukan dari rumah bersalin. Pada saat ke rumah

bersalin ibu mengeluh keluar cairan jernih dari vagina. Setelah itu langsung

dirujuk ke bagian obgyn di RSU dr. Slamet Garut. Kemudian bagian obgyn

memutuskan untuk melakukan sectio caesaria. Riwayat sesar sebelumnya

disangkal oleh pasien. Riwayat hipertensi, diabetes, dan jantung diakui pasien.

Kemudian bagian obgyn memutuskan untuk melakukan sectio caesaria.

Operasi menggunakan teknik Anesthesi umum dengan status ASA IV E,

disebabkan pasien mengalami decompensatio cordis, diabetes mellitus, dan

hipertensi. Operasi dan tindakan Anesthesi telah dipahami dan disetujui oleh

pasien dan keluarga.

D. PROSEDUR ANESTHESI

STATUS FISIK : ASA IV Emergency

PREMIDIKASI : IV

Jam : 12.45 WIB

Obat : Ondansetron 4 mg

Hasil : Memuaskan

JENIS ANESTHESI : Umum

ANESTHESI UMUM

Induksi : Sempurna

Teknik : Semi close

Pengaturan nafas : Assist / kontrol

Posisi : Supine

10

Page 11: Case Gawat Janin Decomp

1. Persiapan pra Anesthesi

Persiapan Alat :

S ( scope) : Stethoscope dan laryngoscope

T (tube) : Pipa trakea no 7

A (airway) : Orofaringeal airway (OPA)

T (tape) : Plester

I (introducer) : Stylet C

C (connector) : Penyambung pipa

S (suction) : Penghisap

Tensimeter dan monitor EKG

Tabung gas N2O dan O2

Spuit

Medikasi : 1. Rocuronium 2 mg

2. Propofol 150 mg

3. Fentanyl 200 mg

4. Rocuronium 48 mg

5. Fentanyl 150 mg

6. Induksin 10 IU

7. Ketorolac 30 mg

8. Sulfat Atropin 0,25 mg

9. Neostigmin 5 mg

Intubasi : dilakukan dengan menggunakan tube no.7 dengan balon dan tidak terdapat

kesulitan pasa saat intubasi.

Pemberian Cairan : 1. Gelatin

2. Gelatin

11

Page 12: Case Gawat Janin Decomp

Saturasi oksigen

Saat dan pasca intubasi

HR : 78

SpO2 : 99%

Rumatan : N2O + O2+ Isofluran + Fentanyl 150 mg

E. MONITORING

Monitoring selama operasi ( 25 menit )

Tekanan darah : Tertinggi (saat masuk ruang OK : 200/120

mmHg)

Terendah (Saat operasi berlangsung : 120/60

mmHg)

Nadi : Tertinggi 90

Terendah 70

Saturasi oksigen : 94 – 99 %

PERHITUNGAN RENCANA PEMBERIAN CAIRANBB : 101 KgLama operasi : 25 menitPerdarahan : 1000 ccCairan yang diberikan : Gelatin 2 labu

Kebutuhan cairan maintenance untuk pasien dengan berat badan 101 kg :

4 x 10 = 402 x 10 = 201 x 81 = 81 +

141 cc

Puasa = (pasien dianggap tidak puasa)

12

Page 13: Case Gawat Janin Decomp

Jumlah cairan selama operasi besar :6 x 101 x 1jam = 606 cc/jam

Perdarahan selama operasi :Darah yang disuccion = 700 ccCuci NaCl = 5 00 cc –

1.200 ccKassa besar = 8 kassa x 60 cc = 480 ccKassa kecil = 100 ccDarah yang berceceran = 2 0 cc +

Jumlah perdarahan = 1.600 cc

Perdarahan = 1.600 ccEBV ( +- 70 x BB ) = 70x 101 = 7070 ccGrade Perdarahan ;1600 x 100% = 25% (kurang dari 50%---SEDANG)7070

Total cairan yang dibutuhkan :

Cairan selama operasi = 606 ccPerdarahan = 1.600 cc

(606 cc + 1.600 cc = 2.206 cc)

Cairan yang diberikanPerdarahan = 2.206 ccKoloid = 2 x 500 = 1.000 cc –

1206 cc

Pemberian kristaloid seharusnya = 1206 x 3 = 3.618 ccPemberian RL (kristaloid) = 500 x 0 = 0 cc - Cairan yang belum diganti 3.618 `cc

Cairan Post Operasi141 x (24-0,5) = 3.313,5 cc

13

Page 14: Case Gawat Janin Decomp

Kebutuhan cairan post operasi :Cairan sisa + cairan post op = 3.618 + 3.313,5 = 295 cc/jam = 74 gtt/menit

Sisa waktu 23,5

KEADAAN PASCA BEDAH

Pasien masuk recovery room dengan keadaan : Keadaan umum : Compos Mentis masih dalam pengaruh obat

Anesthesi Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi : 90 x/menit Respirasi : 30 x/menit Dipasang O2 : 3 L/menit

BAB III

PEMBAHASAN GAWAT JANIN

Gawat janin adalah suatu keadaan dimana janin tidak menerima O2 cukup, sehingga mengalami sesak.

14

Page 15: Case Gawat Janin Decomp

Gawat janin adalah suatu keadaan bahaya dari janin yang secara serius dapat mengancam kesehatan janin.

FAKTOR PENYEBAB

Persalinan lama Obat perangsang kontraksi rahim Perdarahan Infeksi Kejang Kehamilan prematur dan post matur Tali pusat menumbung Ketuban pecah lama

TANDA-TANDA

Frekuensi denyut janin kurang dari 120x/menit atau lebih dari 160x/menit. Berkurangnya gerakan janin (Janin normal bergerak lebih dari 10x/hari) Ada air ketuban berwarna kehijauan atau berbau

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan menggunakan kardiotokografi Pemeriksaan sampel darah janin

PENANGANAN

15

Page 16: Case Gawat Janin Decomp

Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat janin, maka harus segera dikeluarkan. Cara persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum ekstraksi bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC).

AKIBAT BAGI JANIN

Asfiksia yaitu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, apabila tidak segera ditolong berakibat cacat bahkan kematian akibat kekurangan oksigen.

PENCEGAHAN

Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care yang baik dan teratur bertujuan meminimalkan segala risiko yang mungkin muncul sebagai penyebab gawat janin.

PEMBAHASAN DECOMPENSATIO CORDIS

16

Page 17: Case Gawat Janin Decomp

Berdasarkan definisi patofisiologik, gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidak mampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas.

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.

Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.

Definisi Klinik Gagal Jantung

Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung.

Klasifikasi Fungsional (NYHA)

1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat ringan dan pada waktu istirahat.

Etiologi

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif.

17

Page 18: Case Gawat Janin Decomp

Patofisiologi

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif.

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite.

Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung.

Gambaran Klinik

Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan.

Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan.

Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis

18

Page 19: Case Gawat Janin Decomp

(efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema.

Pemeriksaan

Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif.

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND), kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular, ronkhi. Kriteria tambahan : edema pergelangan kaki, batuk malam hari, dispnea waktu aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, takikardi. Diagnosis ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2 kriteria tambahan.

Penatalaksanaan

Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur. Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACE-inhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin.

KEHAMILAN DAN DECOMPENSATIO CORDIS

Kehamilan dapat menimbulkan perubahan pada sistem kardiovaskuler. Penyakit

kardiovaskuler dapat dijumpai pada wanita hamil atau tidak hamil. Pada kehamilan

dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan-

perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut disebabkan oleh :

19

Page 20: Case Gawat Janin Decomp

a. Hipervolemia: dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya

pada 28-32 minggu lalu menetap.

b. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim.

Pada kehamilan terjadi peningkatan denyut nadi, stroke volume, volume darah dan

tekanan darah. Kehamilan dapat menyebabkan payah jantung (decompensatio

cordis). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1-4 %.

Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung

Saat-saat yang berbahaya bagi penderita adalah :

a. Pada kehamilan 32-36 minggu, yaitu volume darah mencapai puncak nya

(hipervolumia).

b. Pada kala II, yaitu wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan

memerlukan kerja jantung yang berat.

c. Pada pasca persalinan yaitu darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah

lahir, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.

d. Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi.

Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan

a. Dapat terjadi abortus

b. Prematur : lahir tidak cukup bulan

c. Dismatur : lahir cukup bulan tetapi berat badan lahir rendah

d. Lahir dengan skor APGAR rendah atau lahir mati

e. Kematian janin dalam rahim (IUFD)

Klasifikasi Penyakit Jantung dalam Kehamilan

a. Kelas 1 : tanpa ada pembatasan kegiatan fisik dan tanpa gejala pada kegiatan

biasa

b. Kelas II : sedikit dibatasi kegiatan fisiknya, saat istirahat tidak ada keluhan,

20

Page 21: Case Gawat Janin Decomp

kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung. Gejalanya adalah lelah,

palpitasi, sesak napas, dan nyeri dada (angina pectoris)

c. Kelas III : kegiatan fisik sangat dibatasi, waktu istirahat tidak ada keluhan,

dan sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung.

d. Kelas IV : saat istirahat dapat timbul keluhan insufisiensi jantung, apalagi

kerja fisik yang tidak berat.

Kira-kira 80 % penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat meningkatkan

kelas tersebut menjadi II, III, dan IV. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adalah

umur, anemia, adanya aritmia jantung, hipertrofi ventrikuler, dan pernah sakit

jantung.

Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis dapat melalui beberapa langkah di antaranya yaitu :

a. Anamnesis

1) pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnya

2) pernah demam rematik

b. Pemeriksaan : auskultasi atau palpasi terdapat empat kriteria (Burwell

danMetcalfe)

1) adanya bising sistolik, presistolik, atau bising terus-terusan

2) pembesaran jantung yang jelas

3) adanya bising jantung yang jelas disertai thrill

4) aritmia yang berat

c. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

Apabila wanita hamil disangka menderita penyakit jantung sebaiknya dikonsultasikan

kepada ahli jantung. Keluhan dan gejala yang dapat muncul pada ibu hamil dengan

penyakit jantung antara lain mudah lelah, dispneu, nadi tidak teratur, dan sianosis.

Penanganan

1) Dalam kehamilan

21

Page 22: Case Gawat Janin Decomp

a. memberikan pengertian kepada ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan

antenatal yang teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

b. Kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau kardiolog untuk penyakit

jantungnya, sehingga dapat dibina sedini mungkin.

c. Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan.

Apabila terdapat anemia harus segera diatasi.

d. Timbulnya hipotensi atau hipertensi dapat memperberat kerja jantung

sehingga apabila muncul hal tersebut harus segera ditangani.

e. Apabila muncul keluhan yang agak berat seperti sesak napas, infeksi saluran

pernafasan, dan sianosis, maka pasien harus dirawat di rumah sakit untuk pengawasan

dan pengobatan yang lebih intensif.

f. Wanita hamil dengan penyakit jantung harus cukup istirahat, cukup tidur, diet

rendah garam, dan pembatasan jumlah cairan.

g. Sebaiknya pasien dirawat 1 minggu sebelum taksiran persalinan.

h. Pengobatan khusus berkaitan dengan kelas penyakit :

(1) Kelas I : tidak memerlukan pengobatan tambahan

(2) Kelas II : biasanya tidak memerlukan pengobatan tambahan. Pasien sebaiknya

mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 minggu.

(3) Kelas III : memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Pasien sebaiknya

dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 minggu.

(4) Kelas IV : pasien harus dirawat di rumah sakit dan diberikan pengobatan.

Pada kelas IV ini penanganan pasien melibatkan kardiolog.

2) Dalam persalinan

Pasien dengan penyakit jantung kelas I dan II biasanya dapat meneruskan kehamilan

dan bersalin pervaginaan dengan pengawasan yang baik dan bekerja sama dengan

ahli penyakit dalam (kardiolog).

22

Page 23: Case Gawat Janin Decomp

a. Membuat daftar his, daftar nadi, pernafasan, tekanan darah, yang diawasi dan

dicatat setiap 15 menit dalam kala I dan setiap 10 menit dalam kala II. Apabila

terdapat gejala decompensatio cordis maka diobati dengan digitalis. Dapat diberikan

sedilanid dosis awal 0,8 mg dan ditambahkan sampai dosis 1,2-1,6 mg intravena

secara perlahan-lahan. Apabila diperlukan, suntikan dapat diulang 1-2 kali dalam dua

jam.

b. Kala II merupakan kala yang kritis bagi penderita. Apabila tidak timbul tanda-

tanda decompensatio cordis, persalinan dapat ditunggu, diawasi,dan ditolong secara

spontan. Apabila janin dalam 20-30 menit belum lahir, kala II dapat diperpendek

dengan ekstraksi vakum atau forceps. Apabila dijumpai cephalopelvic disproportion

maka dilakukan sectio caesaria dengan lokal Anesthesi atau lumbal atau kaudal

dengan pengawasan yang baik.

c. Untuk menghilangkan rasa sakit dapat diberikan obat analgesik seperti

petidin.

d. Kala II biasanya berjalan seperti biasa. Pemberian ergometrin dengan hati-hati

dinilai aman selama persalinan.

3) Pada Pasca Persalinan dan Nifas

Setelah bayi lahir, pasien dapat secara tiba-tiba jatuh kolaps karena darah tiba-tiba

membanjiri tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat bertambah. Hal ini harus

dipahami dan diawasi oleh penolong. Selain itu, perdarahan merupakan komplikasi

yang cukup berbahaya. Oleh karena itu, pasien harus tetap diawasi dan dirawat

minimal 2 minggu setelah bersalin.

4) Penanganan Secara Umum

a. Pasien dengan penyakit jantung kelas III dan IV disarankan tidak hamil

karena kehamilan sangat membahayakan jiwanya.

b. Apabila hamil, sedini mungkin dipertimbangkan untuk dilakukan abortus

provokatus medisinalis.

c. Pada kasus tertentu, sangat dianjurkan untuk tidak hamil lagi dengan

melakukan tubektomi, setelah pasien dalam keadaan afebris dan tidak anemis.

23

Page 24: Case Gawat Janin Decomp

d. Apabila pasien tidak berkenan disterilisasi, dianjurkan memakai kontrasepsi

berupa IUD (Intra Uterine Device).

Penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada masa kehamilan tidak banyak berbeda

dengan keadaan gagal jantung lainnya. Masukan garam harus dikurangi dan aktivitas

fisik dibatasi sampai di bawah tingkatan yang menimbulkan gejala gagal jantung.

Pada wanita dengan gejala gagal jantung yang signifikan atau edema paru, terapi

standar dapat digunakan dengan menggunakan obat-obatan yang diberikan pada

wanita dengan kehamilan. Penggunaan obat ACE inhibitor harus dihindarkan. Gagal

jantung kongestif pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana posisi supinasi sangat

bermanfaat karena akan mengurangi beban preload dengan obstruksi aliran darah dari

vena cava inferior.

BAB IV

PEMBAHASAN

ANESTHESIA PADA PASIEN OBSTETRI DENGAN DECOMPENSATIO CORDIS

24

Page 25: Case Gawat Janin Decomp

Penatalaksanaan Anesthesia pada obstetri dengan decompensatio cordis berpedoman pada beberapa faktor, yang merupakan prinsip dasar :

Secara umum:

1. Mengenali pasien yang kritis dan/ atau pasien yang tidak sadar2. Memelihara jalan nafas3. Memelihara pasien yang pernapasannya tidak adekuat 4. Mengawasi sirkulasi5. Mengenali efek pengobatan6. Melakukan transportasi pasien yang kritis

Prinsip penatalaksanaan Anesthesi :

1. Penilaian pra bedah :A. Riwayat perjalanan penyakit dan penyebabnyaB. Data mengenai obat-obat yang dikonsumsi saat kehamilanC. Pemeriksaan laboratorium, EKG, foto thoraks

2. PremedikasiOndansentron 4 mg

3. AnesthesiaPrinsip umum anesthesia pada obstetri :

1) Oksigen harus di pertahankan dengan cukup

2) Pasanglah infus pada vena besar dan lakukan pre-oksigenasi

3) Berikan oksitosin dan ergometrin intravena jika diperlukan

4) Berikan cairan pengganti yang sesuai kebutuhan

5) Selain menjaga ibu, harus juga melakukan resusitasi bayi

6) Terapi cairan kristaloid dan koloid pada saat perdarahan

PEMBAHASAN KASUS :

Pada kasus ini, pasien mengalami ketuban pecah dini sehingga mengakibatkan gawat janin. Gawat janin menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Pasien ini juga menderita gagal jantung atau dalam istilah medis dikenal dengan decompensatio cordis. Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan berlebih yang tengah dihadapinya, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

25

Page 26: Case Gawat Janin Decomp

Anesthesi pada operasi secsio caesaria dengan penyulit gagal jantung

Tekhnik Anesthesi yang digunakan pada operasi Caesar dengan penyulit berupa

penyakit decompensatio cordis, sebenarnya dapat dilakukan dengan General

Anesthesi dan regional Anesthesi. Kedua cara tersebut, memiliki resiko yang cukup

besar bagi penderita. Hal ini disebabkan pada penderita mengalami gangguan

hemodinamik yang cukup berat.

Pada prinsipnya tekhnik Anesthesi yang dipergunakan, seminimal mungkin dicegah

untuk terjadi komplikasi yang berat. Tidak ada satupun jenis Anesthesi yang benar-

benar aman digunakan pada operasi bedah Caesar dengan penyulit gagal jantung.

Dibawah ini akan dijabarkan mengenai Anesthesi umum dan Anesthesi regional

beserta keuntungan dan kerugian, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat

untuk menentukan jenis Anesthesi.

Anesthesi Umum (General Anesthesi)

Tindakan Anesthesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias Anesthesi

yaitu : hipnotik, analgesik, relaksasi. Persiapan prabedah yang kurang memadai

merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam Anesthesia. Sebelum pasien dibedah

sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien

dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra Anesthesi adalah untuk

mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan. Sebelum pasien diberi obat Anesthesi, langkah

selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi

Anesthesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari

Anesthesi diantranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

4. Mengurangi isi cairan lambung

26

Page 27: Case Gawat Janin Decomp

5. Membuat amnesia

6. Memperlancar induksi Anesthesi

7. Meminimalkan jumlah obat Anesthesi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan

OBAT PREMEDIKASI

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk

mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis,

baik akibat obat atau Anesthesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping

itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan

spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya

laringospame yang berkaitan dengan Anesthesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan

kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak

digunakan untuk Anesthesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada

penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung

khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1

mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Midazolam 2 mg: obat penenang(transquilaizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan

pemeliharaan Anesthesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat

karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang

tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan,

dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah

27

Page 28: Case Gawat Janin Decomp

penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan

umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah

dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah

arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit.

c. Ondansetron 4 mg

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme,

konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.

OBAT INDUKSI

a. Atracurium 20 mg: nondepolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan

reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya

menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45

menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek

kerjanya 1-2 menit.

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot

mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.

Antikolinesterase yang paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-

0,08 mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat

muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus,

hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat

vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01

mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa.

b. Propofol 80 mg

Propofol adalah obat Anesthesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter

recovery Anesthesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan

cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan

28

Page 29: Case Gawat Janin Decomp

kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat

transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat Anesthesi

umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi

25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk

induksi maupun maintanance Anesthesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan

untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan

bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus

lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun.

Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga

lebih lambat.

MAINTAINANCE

a. N2O

N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh

dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3 2H2O + N2O).

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar,

dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian Anesthesi dengan N2O harus disertai

O2 minimal 25%. Gas ini bersifat Anesthesik lemah, tetapi analgesinya kuat,

sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada

Anesthesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu

Anesthesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir Anesthesi setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya

hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam Anesthesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu

60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan

perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.

N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak,

pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

29

Page 30: Case Gawat Janin Decomp

b. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat Anesthesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana

yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama

dengan oksigen atau nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan

vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu

akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas spontan rumatan Anesthesi sekitar 1-2

vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan

respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi pernafasan, menurunnya

tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,

depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering

menyebabkan pasien menggigi.

INTUBASI

Setelah dilakukan induksi Anesthesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya Anesthesia dan pembedahan.

Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum

dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan

yang diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope

T = Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang

digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat

jalan napas

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connect Penyambung pipa dan perlatan Anesthesia

S = Suction Penyedot lendir dan ludah.

30

Page 31: Case Gawat Janin Decomp

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan

saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah

aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.

Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian Anesthesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

g. Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara

lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen

arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen

melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan

karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau

pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

31

Page 32: Case Gawat Janin Decomp

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak

memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah

cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al.,

2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara

mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi

rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi

kepala pada leher di sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi

leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah

ditetapkan antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput

diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup

keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea

dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan Anesthesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan

oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.

Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

32

Page 33: Case Gawat Janin Decomp

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan

lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.

Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga

tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui

sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum

memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita

suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut.

Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan

kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan

selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.

Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara

nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa

endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa

suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara

wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada

ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama.

Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau

gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-

kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin

membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah

diberikan oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi.

33

Page 34: Case Gawat Janin Decomp

BAB V

KESIMPULAN

Seorang wanita berusia 31 tahun usia kehamilan 8 bulan G2P1A0 datang ke bagian

obgyn atas rujukan dari dokter di rumah bersalin. Pada saat ke rumah bersalin ibu

mengeluh keluar cairan jernih dari vagina. Setelah itu langsung dirujuk ke bagian

34

Page 35: Case Gawat Janin Decomp

obgyn di RSU dr. Slamet Garut. Kemudian bagian obgyn memutuskan untuk

melakukan sectio caesaria.

Prosedur Anesthesi dilakukan dengan Anesthesi umum. Premedikasi menggunakan

Ondansentron 4 mg, Induksi menggunakan Propofol 50 mg & sebagai muscle

relaksan pada tahap awal digunakan Rocuronium 2 mg, kemudian diberikan lagi 48

mg. Untuk Analgesik diberikan Fentanyl 350 mg. Intubasi dilakukan dengan

menggunakan tube no.7 dengan balon & tidak terdapat kesulitan pasa saat intubasi.

Rumatan menggunakan N2O + O2+ isofluran + fentanyl. Respirasi dengan tekhnik

Semi Closed. Posisi pasien Supine. Trias Anesthesi dapat tercapai. Dari hasil

monitoring didapatkan tekanan darah paling tinggi saat masuk kamar OK yaitu

200/120mmHg & terrendah yaitu 120/60 mmHg pada saat operasi berlangsung. Nadi

tertinggi saat masuk yaitu 98x/menit & terendah 78x/menit. Pemberian cairan

menggunakan Gelatin.

Ibu mengalami ketuban pecah dini, sedangkan bayi mengalami Gawat Janin. Ibu juga

memiliki riwayat gagal jantung sejak 7 tahun yang lalu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham WT, Scarpinato L. Higher expectations for management of heart

failure: current recommendations. J Am Board Fam Pract 2002;15:39-49.

2. Cooper GM. Anesthesia and Analgesia for obstetric care. In: Cohen PJed. A

practice of Anaesthesia 6 edition.Boston: Edward Arnold,1995:1292-3.

35

Page 36: Case Gawat Janin Decomp

3. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and

epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

4. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management: diuretics,

ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31

5. Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure Management: digoxin

and other inotropes, _ blockers, and antiarrhythmic and antithrombotic treatment.

BMJ 2000;320:495-8.

6. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug management.

BMJ 2000;320:366-9.

7. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the older

patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.

8. Glosten B. Anaesthesia for Obstetric. In: Miller RD, ed. Anaesthesia. 5 th ed. .

Philadelphia Churchill Livingstone.2000:2024-67.

9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure in general

practice. BMJ 2000;320:626-9.

10. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:

pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.McNamara DM. Neurohormonal and

cytokine activation in heart failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a

comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;

2005.p.117-36.

11. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors.

Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York:

Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

12. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological

management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements

2005;7 (Supplement J):J15-J20.

13. Mikhael MS. Obstetric Anaesthesia. In: Morgan GE ed. Clinical Anesthesiology

1st edition. Los Angles: Prentice Hall International,1992:622.

14. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acute and

chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.

36

Page 37: Case Gawat Janin Decomp

15. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure –

full text the task force on acute heart failure of the european society of

cardiology. Eur Heart J 2005.

16. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and

restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis

and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

17. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM, Bailey KR,

Redfield NM. Congestive heart failure in the community trends in incidence and

survival in 10-year period. Arch Intern Med 1999;159:29- 34.

18. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical features and

complications. BMJ 2000;320:236-9.

19. Williams Obstetrics. Edisi ke-14. Appleton Century-Crofts, New York, 1971,

halaman 1163-1190.

37