case dr femiko tahap 2

25
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama :Ny E Usia : 47 Tahun Jenis Kelamin : Wanita Alamat : Jl. Gandaria 3/62, Jatibening, Bekasi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Status Pendidikan : SMA Suku : Jawa Nomor Rekam Medik : 03476446 ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Desember 2014 di Ruang Anggrek Kamar A14 pukul 19.00 WIB. KELUHAN UTAMA Sesak napas sejak 3 hari SMRS. KELUHAN TAMBAHAN - Bengkak pada kedua kaki - Batuk kering - Tubuh terasa lemas - Jarang BAK dan sulit BAB RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Upload: vanessa-modi-alverina

Post on 07-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Dr Femiko Tahap 2

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama :Ny E

Usia : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Jl. Gandaria 3/62, Jatibening, Bekasi

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status Pendidikan : SMA

Suku : Jawa

Nomor Rekam Medik : 03476446

ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Desember 2014 di Ruang Anggrek Kamar A14 pukul

19.00 WIB.

KELUHAN UTAMA

Sesak napas sejak 3 hari SMRS.

KELUHAN TAMBAHAN

- Bengkak pada kedua kaki

- Batuk kering

- Tubuh terasa lemas

- Jarang BAK dan sulit BAB

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Seorang wanita, 47 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS.Sesak napas

tersebut muncul sejak 3 bulan yang lalu, terjadinya hilang timbul namun semakin lama semakin

memberat.Pasien mengatakan sesak biasanya muncul terutama ketika tidur berbaring dan biasanya sesak

menjadi berkurang dalam posisi duduk.Pasien sering bangun pada malam hari karena sesak tersebut dan

Page 2: Case Dr Femiko Tahap 2

ketika tidur harus memakai 4 bantal.Pasien mengatakan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga menjadi

berkurang akibat frekuensi sesak yang semakin sering terjadi dan aktivitasnya saat ini hanya tiduran saja.

Pasien juga mengatakan terdapat bengkak pada kedua kakinya. Bengkak tersebut timbul bila

pasien melakukan aktivitas seperti berjalan lama, namun akan menghilang dengan istirahat.Nyeri

pinggang kadang dirasakan oleh pasien namun hal tersebut tidak memberat.Pasien juga mengeluh adanya

lemas pada tubuh serta ada batuk kering yang tidak kunjung hilang.

Pasien mengeluh jarang BAK, hanya 1-2 kali dalam sehari, volume urin sangat sedikit dan warna

urin yaitu kuning pekat.Pasien mengatakan sering ingin berkemih pada malam hari.Pasien mengatakan

belum dapat BAB dalam 5 hari ini.Nafsu makan pasien akhir-akhir ini sangat berkurang namun tidak ada

keluhan terhadap nafsu minum pasien.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit gula sejak 3 tahun yang lalu dan berobat kontrol

secara teratur dengan diberikan metformin 2x1.Pasien memiliki riwayat darah tinggi namun tidak

meminum obat secara teratur. Riwayat penyakit jantung, paru ataupun penyakit lain disangkal oleh

pasien. Pasien memiliki riwayat asam urat dan kolesterol yang tinggi.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tante pasien memiliki riwayat penyakit gula.

RIWAYAT KEBIASAAN

Pasien memiliki riwayat kebiasaan makan yaitu 3 kali sehari, namun pasien sering mengkonsumsi

cemilan manis dan buah seperti manga. Riwayat kebiasaan minum minuman seperti teh botol dan sirup

yang manis yaitu 1 botol/hari. Pasien mengaku tidak pernah berolahraga, tidak memiliki kebiasaan

merokok dan minum alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, compos mentis, aktivitas aktif

Status Gizi : BB = 45 kg, TB = 160 cm, BMI = 17,57

Tanda Vital : Tekanan Darah : 140/80 mmHg, Nadi : _____, Laju Napas : 26x/menit , Suhu : 36oC

Kepala : Normosefali

Rambut : Warna hitam beruban dengan distribusi merata

Mata : Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Pupil Bulat Isokor (+/+), Refleks

Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)

Page 3: Case Dr Femiko Tahap 2

Leher : JVP 5+2 cm, KGB tidak teraba adanya pembesaran

Paru

- Inspeksi : Pergerakan napas simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi, pernapasan

thorakoabdominal

- Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama kuatnya

- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (+/-), wheezing (-/-)

- Perkusi : Suara sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan hepar setinggi ICS 5 linea

midklavikula kanan dengan suara redup

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis di ICS 5±1 cm medial dari garis midklavikula kiri.

- Palpasi : Tidak teraba thrill pada ke 4 area katup jantung

- Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, BJ III dan BJ IV (-), murmur (-/-), gallop (-/-)

- Perkusi : Batas jantung kanan berada setinggi ICS 3 hingga ICS 5 garis sternalis kanan

dengan suara redup, batas jantung kiri setinggi ICS 5±1 cm medial linea midklavikularis kiri

dengan suara redup.

Abdomen

- Inspeksi : Cembung dan supel

- Palpasi : Shifting dullness (+), nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)

- Perkusi : Redup

- Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit

Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas dan oedem pada kedua tungkai (pitting oedem),

CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

JENIS

PEMERIKSAANHASIL

NILAI

NORMAL

HEMATOLOGI

DARAH LENGKAP

Laju Endap Darah 140 mm 0-15 MENINGKAT

Leukosit 13,5 11,6 5-10 MENINGKAT

Page 4: Case Dr Femiko Tahap 2

ribu/ul

Eritrosit2,24 2,15

juta/ul4-5 MENURUN

Hemoglobin 7,1 6,7 g/dl 12-14 MENURUN

Hematokrit 18,7 18% 37-47 MENURUN

Index Eritrosit

- MCV

- MCH

- MCHC

83,4 83,6 fl

31,7 31,1 pg

38 37,3 %

82-92

27-32

32-37 MENINGKAT

Trombosit 311 282 ribu/ul 150-450

KIMIA KLINIK

TP, ALB, GLOB

Protein Total 5,9 g/dl 6,6-8,0 MENURUN

Albumin 2,86 g/dl 3,5-4,5 MENURUN

Globulin 3,04 g/dl 1,5-3 MENINGKAT

FUNGSI HATI

AST (SGOT) 27 u/l < 37

ALT (SGPT) 34 u/l < 41

Alkali Phosphat 223 u/l 40-190 MENINGKAT

BILI Total, Direk,

Indirek

Bilirubin Total 0,6 mg/dl < 1,2

Bilirubin Direk 0,34 mg/dl < 0,6

Bilirubin Indirek 0,26 mg/dl < 0,8

FUNGSI GINJAL

Ureum 385 mg/dl 20-40 MENINGKAT

Kreatinin 9,52 mg/dl 0,5-1,5 MENINGKAT

DIABETES

Gula Darah Sewaktu 20 mg/dl 60-110 MENURUN

PROFIL LIPID

Kolesterol Total 201mg/dl < 200 MENINGKAT

Trigliserida 326 mg/dl < 160 MENINGKAT

Asam Urat 7,8 mg/dl 2,4-5,7 MENINGKAT

Page 5: Case Dr Femiko Tahap 2

ELEKTROLIT

Natrium (Na) 127 mmol/L 135-145 MENURUN

Kalium (K) 3,9 mmol/L 3,5-5

Clorida (Cl) 87 mmol/L 94-111

ASSESMENT

CKD Stage V, Efusi Pleura, Diabetes Mellitus tipe II, Dislipidemia, Anemia, Hipoglikemia

PLANNING

- O2 nasal 4 liter/menit

- Kidmin 200cc/24 jam IVFD

- Lasix 2x2 amp IV

- Ceftazidine 1x1 gram IV

- Lypanthil 1x100 mg p.o

- Alopurinol 1x100 mg p.o

- Ondansentron 1x4 mg p.o

- Ranitidine 2x50 mg IV

- Amlodipine 1x10 mg p.o

- Transfusi PRC 1 unit 250 cc/hari (selama 2 hari)

BAB II

PENGKAJIAN KASUS

Nama : Ny E

Usia : 47 tahun

Tanggal 16 Desember 2014

SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING

Sesak napas sejak 3

hari SMRS, terdapat

lemas pada tubuh

batuk kering, bengkak

pada kedua tungkai.

KU : TSS, compos mentis

TD : 120/70 mmHg

N : 96 x/menit

S : 36o

CKD stage V

DM tipe II

Efusi Pleura

Dextra

- Dextrose 10 %

500 cc/24 jam

- Ambroxol 3xCI

- Kidmin 200cc/24

Page 6: Case Dr Femiko Tahap 2

Keluhan jarang bak

yaitu hanya 1-2x

dengan volume urin

yang sedikit

RR : 24 x/menit

Mata : CA +/+, SI -/-

Leher : JVP 5+2 cm, KGB tidak

ada pembesaran

Paru : Suara Napas Vesikuler

+/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : BJ I dan II regular,

murmur -, gallop -,

Abdomen : cembung, BU +,

supel, NT epigastrium -,

undulasi –, shifting dullness +

Ekstremitas : akral hangat,

oedem pitting pada kedua

tungkai

PEMERIKSAAN LAB

06.09 GDS : 23 mg/dl

07.27 GDS : 106 mg/dl

18.52 GDS : 64 mg/dl

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Terdapat gambaran

kardiomegali dengan oedem

paru dan efusi pleura dextra

Dislipidemia

Anemia

Hipoglikemia

jam IVFD

- Lasix 2x2 amp IV

- Ceftazidine 1x1

gram IV

- Lypanthil 1x100

mg p.o

- Alopurinol 1x100

mg p.o

- Ondansentron

1x4 mg p.o

- Ranitidine 2x50

mg IV

- Amlodipine 1x10

mg p.o

- Transfusi PRC 1

unit 250 cc/hari

Penegakan Diagnosis CKD

Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang ireversibel, dimana pada suatu tingkat membutuhkan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa

dialisis ataupun transplantasi ginjal. (IPD)

Tabel XX. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (CKD)

KRITERIA PENYAKIT GINJAL KRONIK

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi :

Page 7: Case Dr Femiko Tahap 2

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan

dalam tes pencitraan (imaging test)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal

Gambaran Klinis

Pada pasien ginjal kronik terdapat gambaran klinis seperti :

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, batu traktus urinarius,

hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik, dan lain-lain.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari kumpulan gejala seperti lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma

c. Gejala komplikasinya seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis

metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (natrium, kalium, klorida)

Gambaran Laboratoris

Pada pasien ginjal kronik terdapat gambaran laboratoris seperti :

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari

b. Terdapat penurunan fungsi ginjal yang dilihat melalui peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum serta penurunan LFG berdasarkan perhitungan melalui rumus Kockcroft-Gault.

c. Kelainan dari biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, hiperurisemia, hiper atau

hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis

metabolic

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isotenuria

Klasifikasi

Penyakit ginjal kronik diklasifikasikan atas dua hal yaitu derajat (stage) serta atas dasar diagnosis etiologi.

LFG dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :

Rumus Kockcroft-Gault

LFG (ml /menit /1,73 m 2¿¿=(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin plasma¿¿¿

Page 8: Case Dr Femiko Tahap 2

*Pada wanita dikalikan hasil LFG dengan 0,85

Tabel XX. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Derajatnya

DERAJAT PENJELASAN LFG (ml/menit/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel XX. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Etiologinya

PENYAKIT TIPE MAYOR (CONTOH)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,

neoplasia)

Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,

makroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

Penyakit reccurent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Pada kasus Ny. E, 47 tahun, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa adanya sesak

napas sejak 3 hari SMRS, bengkak pada kedua tungkai, lemas pada tubuh, serta keluhan terhadap jarang

BAK yang merupakan beberapa dari gejala klinis pada pasien penyakit ginjal kronik baik dalam gejala

dari sindrom uremia maupun gejala komplikasi seperti terjadinya anemia maupun payah jantung.Pasien

juga memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi tidak terkontrol, asam urat serta kolesterol yang tinggi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya gambaran konjungtiva anemis pada kedua matayang ditunjang

dengan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu nilai hemoglobin 7,1 g/dl sehingga dapat disimpulkan

adanya anemia. Pada pemeriksaan abdomen terdapat juga tanda shifting dullness (+) serta adanya oedem

Page 9: Case Dr Femiko Tahap 2

pitting pada kedua tungkai pasien, ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium berupa penurunan

kadar albumin pada pasien yaitu 2,86 g/dl.Hal ini menunjukan penurunan dari laju filtrasi glomerulus

yang mengakibatkan adanya retensi dari natrium serta retensi cairan sehingga terdapat peningkatan

jumlah cairan pada ruang ekstraseluler akibat peningkatan dari tekanan hidrostatik yang dapat

menyebabkan terjadinya oedem pitting.Hipoalbuminemia juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan

dari tekanan onkotik sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang memicu perpindahan cairan

ke ruang ekstraseluler dan terjadi oedem pada kedua tungkai.

Untuk nilai dari LFG Ny E, 47 tahun, penghitungan dengan menggunakan rumus Kockroft Gault

sebagai berikut :

Ny E berusia 47 tahun, berat badan 45 kg, dengan kreatinin 9,52 mg/dl

LFG (ml /menit /1,73 m 2¿¿=(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin plasma¿¿¿

LFG (ml /menit /1,73m 2¿¿=(140−47 ) x 4572 x 9,52¿¿¿

= 6,1 ml/menit

Menurut hasil penghitungan ini dengan hasil 6,1 ml/menit maka dapat disimpulkan pasien mengalami

penyakit ginjal kronik (CKD) stage 5.

Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik

Proses terjadinya penyakit ginjal kronik mulanya tergantung pada penyakit yang mendasari pada

pasien. Adanya pengurangan massa pada ginjal mengakibatkan adanya hipertrofi struktural dan

fungsional dari nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi serta adanya

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah pada glomerulus. Proses ini berlangsung singkat namun

akan terjadi suatu proses maladaptasi yaitu sclerosis nefron yang diikuti oleh penurunan fungsi nefron

yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak ada lagi. Terdapat peningkatan dari renin-

angiotensin-aldosteron intrarenal yang mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas

tersebut.Aktivasi jangka panjangaksis renin-angiotensin-aldosteron, diperantarai oleh growth factor

seperti transforming growth factor β (TGF-β).Hal yang dianggap berperan pada progresivitas penyakit

ginjal kronik yaitu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.Sklerosis dan fibrosis dapat

terjadi baik di glomerulus maupun di tubulointerstitial.

Page 10: Case Dr Femiko Tahap 2

Pada stadium yang paling dini dari penyakit ginjal kronik, dapat terjadi kehilangan daya cadang

dari ginjal pada keadaan membran basal LFG yang masih normal atau malah meningkat. Lalu dapat

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif secara perlahan

- ETIOLOGI PENYAKIT GINJAL KRONIK

- HUBUNGAN HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK

- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN DIABETES MELLITUS

Pada pasien DM terdapat berbagai gangguan pada ginjal, seperti terjadi batu saluran kemih, infeksi

saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis yang disebut

sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. Sekitar 40% pasien DM mengalami

keterlibatan ginjal sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik mengalami peningkatan.

PATOGENESIS

Patogenesis pada penyakit ginjal diabetik dimulai dari adanya kerusakan pada pembuluh

darah kecil. Patofisiologi penyakit ini sangat kompleks, termasuk adanya glikosilasi dari protein,

pengaruh dari pengeluaran sitokin secara hormonal (yaitu Transforming Growth Factor – β),

perubahan dari matriks mesangial, dan perubahan hemodinamik dari glomerulus. Hiperfiltrasi

merupakan perubahan fungsi yang abnormal, dan akan menjadi predictor untuk mengetahui dari

perkembangan penyakit ginjal kronik. Hiperglikemia menyebabkan glikosilasi dari protein

Page 11: Case Dr Femiko Tahap 2

glomerular yang bertanggung jawab untuk proliferasi dari sel mesangial dan ekspansi matriks

serta kerusakan vaskular endothelial. Membran basalis glomerulus akan menjadi menebal.

Lesi yang difus maupun nodular dari glomerulosklerosis interkapiler adalah sesuatu yang

khas, area dari glomerulosklerosis noduler dinamakan lesi Kimmelstiel Wilson. Hal ini ditandai

dengan hialinosis dari arteriol aferen dan eferen sama dengan arteriosklerosis, fibrosis interstitial

dan atrofi tubular juga dapat ditemukan. Hanya adanya ekspansi dari matriks mesangial yang

berhubungan dengan progresivitas pada penyakit ginjal kronik (stadium akhir).

Nefropati diabetikum dimulai dari adanya hiperfiltrasi glomerular (peningkatan Laju

Filtrasi Glomerulus / LFG). LFG normal masih dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit

ginjal dini dan hipertensi stadium ringan yang akan semakin memberat bila tidak ditangani.

Mikroalbuminuria yaitu adanya eksresi albumin pada nilai 30 – 300 mg albumin/hari pada urin.

Mikroalbuminuria akan mengalami perkembangan menjadi makroalbuminuria (proteinuria > 300

mg/hari dengan lama waktu yang bervariasi. Sindrom nefrotik (proteinuria ≥ 3 g/hari)

mendahului dari penyakit ginjal kronik stadium akhir, biasanya 3-5 tahun, namun waktu ini juga

bervariasi. Abnormalitas pada saluran kemih biasanya terjadi pada diabetes nefropati yang dapat

mempercepat penurunan fungsi ginjal termasuk nekrosis papilar, Asidosis tubular renalis tipe IV,

dan infeksi saluran kemih. Pada nefropati diabetik, ukuran ginjal biasanya normal atau

membesar.

DIAGNOSIS DAN MANIFETASI KLINIS

- HUBUNGAN TERAPI PADA DIABETES MELLITUS PADA PASIEN PENYAKIT

GINJAL KRONIK DENGAN TERJADINYA HIPOGLIKEMIA

- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN ANEMIA

Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi sel darah merah yang cukup. Anemia dapat terjadi pada 80-90% pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh karena 1) Defisiensi eritropoetin (paling sering) 2) Defisiensi besi 3) Kehilangan darah (akibat flebotomi berulang untuk pemeriksaan laboratorium, retensi darah pada dializyer atau tubing, perdarahan gastrointestinal, atau hematuria) 4) Hiperparatiroid berat 5) Inflamasi akut atau kronik 6) Penekanan pada sumsum tulang 7) Defisiensi asam folat 8) Masa hidup sel darah merah pendek 9) Hipotiroid 10) Hemoglobinopati.

Page 12: Case Dr Femiko Tahap 2

Hal ini dapat dievaluasi yaitu bila Hb ≤ 10 g/dl, Ht ≤ 30%. Diagnosis laboratorium anemia dengan melihat nilai hemoglobin dan hematokrit, morfologi eritrosit (kadar MCV, MCH (sediaan apus)), hitung retikulosit, serta status besi melalui nilai saturasi transferrin dan serum feritin. Evaluasi penyebab anemia lainnya bila ada kecurigaan klinis, contohnya dengan uji darah samar feses bila curiga perdarahan gastrointestinal. Coombs test bila curiga anemia hemolitik autoimun. Serta periu dilakukan evaluasi terhadap penyakit kardioserebrovaskular seperti angina pektoris, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan stroke.

Pengkajian Status Besi dan Terapi BesiAwalnya dilakukan pengkajian status besi terlebih dahulu pada penderita anemia dalam

kondisi penyakit ginjal kronik apakah status besi yang dimilikinya cukup atau mengalami defisiensi besi.Bila mengalami defisiensi besi maka hal tersebut diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu anemia defisiensi besi absolut (serum feritin < 100 µg/L dan saturasi transferin < 20%) dan anemia defisiensi besi fungsional (serum feritin ≥ 100 µg/L dan saturasi transferrin < 20%).Kedua hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya terapi besi.Selain itu, terdapat juga kontraindikasi terhadap terapi besi diantaranya hipersensitivitas terhadap besi, gangguan fungsi hati berat, dan kandungan besi tubuh yang berlebih (overload). Terdapat berbagai sediaan besi diantaranya 1) Bila dilakukan pemberian secara parenteral atau intravena yaitu iron dextran, iron sucrose, iron gluconate, dan iron dextrin 2) Bila dilakukan pemberian secara intramuscular (allternatif) yaitu dengan sediaan iron dextran 3) Bila dilakukan pemberian secara oral, hal ini kurang efektif, apalagi bila pasien mendapat eritopoetin (EPO). Apabila preparat suntikan tidak tersedia, dapat diberikan preparat besi oral.Dilakukan terapi besi fase koreksi agat dapat dilakukan koreksi besi terhadap penderita anemia defisiensi besi absolut dan fungsional, sampai status besi cukup yaitu Feritin Serum mencapai > 100 µg/L dan Saturasi Transferrin > 20%. Sebelumnya dapat dilakukan dulu test dose atau dosis uji coba sebelum memulai terapi besi.

Terapi besi fase koreksi dapat dilakukan dengan 3 cara :1. Iron sucrose : bila dapat ditoleransi 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl 0,9%

drip IV dalam waktu paling cepat 15 menit. Cara lain dapat disuntikan IV atau melalui venous blood line tanpa diencerkan secara pelan-pelan paling cepat dalam waktu 15 menit.

2. Iron dextran : 100 mg iron dextran diencerkan dengan 50 ml NaCl 0,9% diberikan 1-2 jam, pertama HD melalui venous line. Cara ini diulang setiap HD (2x seminggu) sampai 10 kali atau dosis mencapai 1000 mg.

3. Iron gluconate : 125 mg setiap HD (2x seminggu) sampai 8x atau dosis mencapai 1000 mg. Cara pemberian sama dengan iron dextran.

Kemudian akan dilakukan evaluasi dari status besi 1 minggu pasca terapi besi fase korektif. Bila status besi cukup lanjutkan dengan terapi besi fase pemeliharaan.Bila belum cukup ulangi terapi besi fase koreksi. Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb >

Page 13: Case Dr Femiko Tahap 2

10 g/dl dan Ht > 30% baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi konservatif target Hb dan Ht belum tercapai maka dilanjutkan dengan terapi EPO.

TERAPI Eritropoetin (EPO)Hal ini dapat dilakukan dengan syarat status besi pada pasien cukup.

a. Terapi EPO Fase KoreksiUntuk mengoreksi anemia karena penyakit ginjal sampai target Hb atau Ht tercapai :- Pada umumnya mulai dengan 2000-4000 IU subkutan, 2-3x seminggu selama 4

minggu- Target respon yang diharapkan yaitu Hb naik 1-2 g/dl dalam 4 minggu atau Ht naik 2-

4% dalam 2-4 minggu- Pantau Hb dan Ht setiap 4 minggu- Bila target respon belum tercapai naikan dosis 50%- Bila Hb naik > 2,5 g/dl atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25%- Pemantauan status besi yaitu berikan suplemen untuk terapi besi yang sesuai

b. Terapi EPO Fase Pemeliharaan- Dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>10 g/dl), dengan dosis 1-2 kali dengan

2000 IU/minggu. Pantau Hb dan Ht setiap bulan serta periksa status besi setiap 3 bulan.

- Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dl (dan status besi cukup) maka dosis EPO diturunkan 25%

c. Terapi Besi Fase PemeliharaanHal ini bertujuan untuk menjaga persediaan besi untuk proses eritropoesis selama terapi EPO.Target terapi yaitu Feritin Serum mencapai > 100 µg/L dan Saturasi Transferrin > 20% - < 40%.

d. Terapi Penunjang (untuk meningkatkan optimalisasi terapi EPO) dengan 1) Asam Folat 5mg/hari 2) Vitamin B6 100-150 mg 3) Vitamin B12 0,25 mg/bulan 4) Vitamin C 300 mg pasca HD atau pada anemia defisiensi besi fungsional yang mendapat terapi EPO 5) Vitamin D yang mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritroid 6) Vitamin E 1200 IU, untuk mencegah efek stress oksidatif akibat terapi besi intravena 7) Preparat androgen

Terapi lain untuk mengatasi anemia pada penyakit ginjal kronis adalah transfusi darah. Namun hal ini tidak dianjurkan karena harus dilakukan secara berulang kali, memiliki resiko tertular penyakit lain seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis, dapat terjadi pembentukan antibodi yang mengganggu keberhasilan dari transplantasi ginjal, dan dapat mengakibatkan kelebihan

Page 14: Case Dr Femiko Tahap 2

volume cairan atau hiperkalemia yang dapat mengakibatkan gangguan pada jantung bila tidak dilakukan secara cermat.

- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN EFUSI PLEURA

- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN DISLIPIDEMIA

- TERAPI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK HEMODIALISA DAN

TRANSPLANTASI GINJAL

Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus

DEFINISI

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Tabel XX. Klasifikasi Etiologi DM

Tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut karena autoimun atau

idiopatik

Tipe II Bervariasi, mulai yang dominan yaitu resistensi

insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai

yang dominan defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pancreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab Imunologi yang jarang

Sindrom genetic lain yang berkaitan

dengan DM

Diabetes Mellitus Gestasional

Untuk mendiagnosa DM dapat dilakukan anamnesa terhadap keluhan atau gejala klasik seperti poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.Serta adanya

Page 15: Case Dr Femiko Tahap 2

keluhan lain berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta

pruritus vulvae pada wanita.

Tabel XX. Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala Klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa Plasma Sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa pemeriksaan

pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

ATAU

2. Gejala Klasik DM

+

Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

ATAU

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa, yang setara dengan

75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Pemeriksaan HbA1c (≥ 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukan menjadi salah satu kriteria

diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

PENATALAKSANAAN DM

Pengelolaan terhadap DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu

(2-4 minggu). Bila kadar glukosa belum dapat mencapai sasaran maka akan dilakukan intervensi

farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,

OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi sesuai dengan indikasi.Dalam

keadaan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, stres berat, berat badan menurun dengan

cepat, dan adanya ketonuria maka insulin dapat segera diberikan.

PILAR PENATALAKSANAAN DM

1. Edukasi

DM 2 terjadi karena pola gaya hidup dan perilaku yang telah terbentuk pada pasien sehingga

untuk mengatasi hal ini diperlukan partisipasi aktif dari pasien untuk menuju perubahan perilaku

hidup sehat. Maka dari itu dibutuhkan edukasi yang komprehensif serta upaya peningkatan

motivasi untuk perilaku hidup sehat.

Page 16: Case Dr Femiko Tahap 2

2. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makanan pada penderita diabetes yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas:

- Karbohidrat : sebesar 45-65% total asupan energy, makanan harus mengandung karbohidrat

berserat tinggi, dan makan 3 kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat serta dapat

diberikan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

- Lemak : sekitar 20-25% kebutuhan kalori, lemak jenuh (seperti daging berlemak dan susu penuh)

<7% kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda <10%, dan anjuran konsumsi kolesterol <200

mg/hari

- Protein : sebesar 10-20% total asupan energi dan pada pasien dengan nefropati perlu penurunan

asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

- Natrium :<3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh garam dapur) dan pada penderita

hipertensi pembatasan natrium sampai 2400 mg.

- Serat :yang berasal dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang

tinggi serat dan anjuran untuk mengkonsumsi serat adalah +/- 25 g/hari

- Pemanis alternatif : aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

Kebutuhan kalori juga perlu diperhitungkan untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

pada penderita diabetes. Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya

25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada faktor seperti jenis kelamin, umur,

aktivitas, berat badan, dan lain-lain.

Perhitungan Berat Badan Ideal dengan Rumus Broca

- Berat badan ideal (BBI) = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg

- Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus dimodifikasi

menjadi

BBI = (TB dalam cm – 100) x 1 kg (BB normal bila BBI +/- 10%, BB kurus bila dibawah BBI -

10%, dan BB gemuk bila diatas BBI + 10%)

Perhitungan Berat Badan Ideal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Page 17: Case Dr Femiko Tahap 2

- IMT = BB(kg) / TB(m2) (BB kurang bila < 18,5, BB normal bila 18,5 – 22,9, BB lebih bila ≥

23,0, dengan resiko bila 23,0 - 24,9, obes I bila 25,0 – 29,9, dan obes II bila > 30)

Makanan sejumlah kalori yang telah terhitung dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi

(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.

3. Latihan Jasmani

Hal ini dapat dilakukan secara teratur yaitu 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30

menit.Tujuan dari kegiatan dan latihan jasmani yaitu untuk menjaga kebugaran serta untuk

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga terjadi perbaikan

terhadap kendali glukosa darah.Latihan jasmani dapat berupa latihan yang bersifat aerobic seperti

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.Hal ini sebaiknya disesuaikan dengan umur

dan status kebugaran jasmani.Hindari kebiasaan hidup yang kurang gerak dan bermalas-malasan.

4. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis dapat diberikan bersama dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani

atau gaya hidup sehat. Terapi ini terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

a) Obat Hipoglikemik Oral

- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue

b) Suntikan

LED 140 mm, leukosit 13500/ul, hemoglobin 7,1 g/dl, hematokrit 18,7%, eritrosit 2,24 juta/ul, protein 5,9

g/dl, albumin 2,86 g/dl, globulin 3,04 g/dl, ureum 385 mg/dl, kreatinin 9,52 mg/dl, gula darah sewaktu 20

mg/dl, kolesterol total 201 mg/dl, trigliserida 326 mg/dl, dan asam urat 7,8 mg/dl.