case dr femiko tahap 2
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny E
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Jl. Gandaria 3/62, Jatibening, Bekasi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Pendidikan : SMA
Suku : Jawa
Nomor Rekam Medik : 03476446
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Desember 2014 di Ruang Anggrek Kamar A14 pukul
19.00 WIB.
KELUHAN UTAMA
Sesak napas sejak 3 hari SMRS.
KELUHAN TAMBAHAN
- Bengkak pada kedua kaki
- Batuk kering
- Tubuh terasa lemas
- Jarang BAK dan sulit BAB
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang wanita, 47 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS.Sesak napas
tersebut muncul sejak 3 bulan yang lalu, terjadinya hilang timbul namun semakin lama semakin
memberat.Pasien mengatakan sesak biasanya muncul terutama ketika tidur berbaring dan biasanya sesak
menjadi berkurang dalam posisi duduk.Pasien sering bangun pada malam hari karena sesak tersebut dan
ketika tidur harus memakai 4 bantal.Pasien mengatakan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga menjadi
berkurang akibat frekuensi sesak yang semakin sering terjadi dan aktivitasnya saat ini hanya tiduran saja.
Pasien juga mengatakan terdapat bengkak pada kedua kakinya. Bengkak tersebut timbul bila
pasien melakukan aktivitas seperti berjalan lama, namun akan menghilang dengan istirahat.Nyeri
pinggang kadang dirasakan oleh pasien namun hal tersebut tidak memberat.Pasien juga mengeluh adanya
lemas pada tubuh serta ada batuk kering yang tidak kunjung hilang.
Pasien mengeluh jarang BAK, hanya 1-2 kali dalam sehari, volume urin sangat sedikit dan warna
urin yaitu kuning pekat.Pasien mengatakan sering ingin berkemih pada malam hari.Pasien mengatakan
belum dapat BAB dalam 5 hari ini.Nafsu makan pasien akhir-akhir ini sangat berkurang namun tidak ada
keluhan terhadap nafsu minum pasien.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit gula sejak 3 tahun yang lalu dan berobat kontrol
secara teratur dengan diberikan metformin 2x1.Pasien memiliki riwayat darah tinggi namun tidak
meminum obat secara teratur. Riwayat penyakit jantung, paru ataupun penyakit lain disangkal oleh
pasien. Pasien memiliki riwayat asam urat dan kolesterol yang tinggi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tante pasien memiliki riwayat penyakit gula.
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien memiliki riwayat kebiasaan makan yaitu 3 kali sehari, namun pasien sering mengkonsumsi
cemilan manis dan buah seperti manga. Riwayat kebiasaan minum minuman seperti teh botol dan sirup
yang manis yaitu 1 botol/hari. Pasien mengaku tidak pernah berolahraga, tidak memiliki kebiasaan
merokok dan minum alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, compos mentis, aktivitas aktif
Status Gizi : BB = 45 kg, TB = 160 cm, BMI = 17,57
Tanda Vital : Tekanan Darah : 140/80 mmHg, Nadi : _____, Laju Napas : 26x/menit , Suhu : 36oC
Kepala : Normosefali
Rambut : Warna hitam beruban dengan distribusi merata
Mata : Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), Pupil Bulat Isokor (+/+), Refleks
Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)
Leher : JVP 5+2 cm, KGB tidak teraba adanya pembesaran
Paru
- Inspeksi : Pergerakan napas simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi, pernapasan
thorakoabdominal
- Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama kuatnya
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (+/-), wheezing (-/-)
- Perkusi : Suara sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan hepar setinggi ICS 5 linea
midklavikula kanan dengan suara redup
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis di ICS 5±1 cm medial dari garis midklavikula kiri.
- Palpasi : Tidak teraba thrill pada ke 4 area katup jantung
- Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, BJ III dan BJ IV (-), murmur (-/-), gallop (-/-)
- Perkusi : Batas jantung kanan berada setinggi ICS 3 hingga ICS 5 garis sternalis kanan
dengan suara redup, batas jantung kiri setinggi ICS 5±1 cm medial linea midklavikularis kiri
dengan suara redup.
Abdomen
- Inspeksi : Cembung dan supel
- Palpasi : Shifting dullness (+), nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)
- Perkusi : Redup
- Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas dan oedem pada kedua tungkai (pitting oedem),
CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
JENIS
PEMERIKSAANHASIL
NILAI
NORMAL
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
Laju Endap Darah 140 mm 0-15 MENINGKAT
Leukosit 13,5 11,6 5-10 MENINGKAT
ribu/ul
Eritrosit2,24 2,15
juta/ul4-5 MENURUN
Hemoglobin 7,1 6,7 g/dl 12-14 MENURUN
Hematokrit 18,7 18% 37-47 MENURUN
Index Eritrosit
- MCV
- MCH
- MCHC
83,4 83,6 fl
31,7 31,1 pg
38 37,3 %
82-92
27-32
32-37 MENINGKAT
Trombosit 311 282 ribu/ul 150-450
KIMIA KLINIK
TP, ALB, GLOB
Protein Total 5,9 g/dl 6,6-8,0 MENURUN
Albumin 2,86 g/dl 3,5-4,5 MENURUN
Globulin 3,04 g/dl 1,5-3 MENINGKAT
FUNGSI HATI
AST (SGOT) 27 u/l < 37
ALT (SGPT) 34 u/l < 41
Alkali Phosphat 223 u/l 40-190 MENINGKAT
BILI Total, Direk,
Indirek
Bilirubin Total 0,6 mg/dl < 1,2
Bilirubin Direk 0,34 mg/dl < 0,6
Bilirubin Indirek 0,26 mg/dl < 0,8
FUNGSI GINJAL
Ureum 385 mg/dl 20-40 MENINGKAT
Kreatinin 9,52 mg/dl 0,5-1,5 MENINGKAT
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 20 mg/dl 60-110 MENURUN
PROFIL LIPID
Kolesterol Total 201mg/dl < 200 MENINGKAT
Trigliserida 326 mg/dl < 160 MENINGKAT
Asam Urat 7,8 mg/dl 2,4-5,7 MENINGKAT
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 127 mmol/L 135-145 MENURUN
Kalium (K) 3,9 mmol/L 3,5-5
Clorida (Cl) 87 mmol/L 94-111
ASSESMENT
CKD Stage V, Efusi Pleura, Diabetes Mellitus tipe II, Dislipidemia, Anemia, Hipoglikemia
PLANNING
- O2 nasal 4 liter/menit
- Kidmin 200cc/24 jam IVFD
- Lasix 2x2 amp IV
- Ceftazidine 1x1 gram IV
- Lypanthil 1x100 mg p.o
- Alopurinol 1x100 mg p.o
- Ondansentron 1x4 mg p.o
- Ranitidine 2x50 mg IV
- Amlodipine 1x10 mg p.o
- Transfusi PRC 1 unit 250 cc/hari (selama 2 hari)
BAB II
PENGKAJIAN KASUS
Nama : Ny E
Usia : 47 tahun
Tanggal 16 Desember 2014
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
Sesak napas sejak 3
hari SMRS, terdapat
lemas pada tubuh
batuk kering, bengkak
pada kedua tungkai.
KU : TSS, compos mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 96 x/menit
S : 36o
CKD stage V
DM tipe II
Efusi Pleura
Dextra
- Dextrose 10 %
500 cc/24 jam
- Ambroxol 3xCI
- Kidmin 200cc/24
Keluhan jarang bak
yaitu hanya 1-2x
dengan volume urin
yang sedikit
RR : 24 x/menit
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : JVP 5+2 cm, KGB tidak
ada pembesaran
Paru : Suara Napas Vesikuler
+/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I dan II regular,
murmur -, gallop -,
Abdomen : cembung, BU +,
supel, NT epigastrium -,
undulasi –, shifting dullness +
Ekstremitas : akral hangat,
oedem pitting pada kedua
tungkai
PEMERIKSAAN LAB
06.09 GDS : 23 mg/dl
07.27 GDS : 106 mg/dl
18.52 GDS : 64 mg/dl
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Terdapat gambaran
kardiomegali dengan oedem
paru dan efusi pleura dextra
Dislipidemia
Anemia
Hipoglikemia
jam IVFD
- Lasix 2x2 amp IV
- Ceftazidine 1x1
gram IV
- Lypanthil 1x100
mg p.o
- Alopurinol 1x100
mg p.o
- Ondansentron
1x4 mg p.o
- Ranitidine 2x50
mg IV
- Amlodipine 1x10
mg p.o
- Transfusi PRC 1
unit 250 cc/hari
Penegakan Diagnosis CKD
Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang ireversibel, dimana pada suatu tingkat membutuhkan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa
dialisis ataupun transplantasi ginjal. (IPD)
Tabel XX. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (CKD)
KRITERIA PENYAKIT GINJAL KRONIK
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan
dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Gambaran Klinis
Pada pasien ginjal kronik terdapat gambaran klinis seperti :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, batu traktus urinarius,
hipertensi, hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik, dan lain-lain.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari kumpulan gejala seperti lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma
c. Gejala komplikasinya seperti hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (natrium, kalium, klorida)
Gambaran Laboratoris
Pada pasien ginjal kronik terdapat gambaran laboratoris seperti :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari
b. Terdapat penurunan fungsi ginjal yang dilihat melalui peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum serta penurunan LFG berdasarkan perhitungan melalui rumus Kockcroft-Gault.
c. Kelainan dari biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, hiperurisemia, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolic
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isotenuria
Klasifikasi
Penyakit ginjal kronik diklasifikasikan atas dua hal yaitu derajat (stage) serta atas dasar diagnosis etiologi.
LFG dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
Rumus Kockcroft-Gault
LFG (ml /menit /1,73 m 2¿¿=(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin plasma¿¿¿
*Pada wanita dikalikan hasil LFG dengan 0,85
Tabel XX. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Derajatnya
DERAJAT PENJELASAN LFG (ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Tabel XX. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Etiologinya
PENYAKIT TIPE MAYOR (CONTOH)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
makroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit reccurent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Pada kasus Ny. E, 47 tahun, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa adanya sesak
napas sejak 3 hari SMRS, bengkak pada kedua tungkai, lemas pada tubuh, serta keluhan terhadap jarang
BAK yang merupakan beberapa dari gejala klinis pada pasien penyakit ginjal kronik baik dalam gejala
dari sindrom uremia maupun gejala komplikasi seperti terjadinya anemia maupun payah jantung.Pasien
juga memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi tidak terkontrol, asam urat serta kolesterol yang tinggi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya gambaran konjungtiva anemis pada kedua matayang ditunjang
dengan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu nilai hemoglobin 7,1 g/dl sehingga dapat disimpulkan
adanya anemia. Pada pemeriksaan abdomen terdapat juga tanda shifting dullness (+) serta adanya oedem
pitting pada kedua tungkai pasien, ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium berupa penurunan
kadar albumin pada pasien yaitu 2,86 g/dl.Hal ini menunjukan penurunan dari laju filtrasi glomerulus
yang mengakibatkan adanya retensi dari natrium serta retensi cairan sehingga terdapat peningkatan
jumlah cairan pada ruang ekstraseluler akibat peningkatan dari tekanan hidrostatik yang dapat
menyebabkan terjadinya oedem pitting.Hipoalbuminemia juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
dari tekanan onkotik sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang memicu perpindahan cairan
ke ruang ekstraseluler dan terjadi oedem pada kedua tungkai.
Untuk nilai dari LFG Ny E, 47 tahun, penghitungan dengan menggunakan rumus Kockroft Gault
sebagai berikut :
Ny E berusia 47 tahun, berat badan 45 kg, dengan kreatinin 9,52 mg/dl
LFG (ml /menit /1,73 m 2¿¿=(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin plasma¿¿¿
LFG (ml /menit /1,73m 2¿¿=(140−47 ) x 4572 x 9,52¿¿¿
= 6,1 ml/menit
Menurut hasil penghitungan ini dengan hasil 6,1 ml/menit maka dapat disimpulkan pasien mengalami
penyakit ginjal kronik (CKD) stage 5.
Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik
Proses terjadinya penyakit ginjal kronik mulanya tergantung pada penyakit yang mendasari pada
pasien. Adanya pengurangan massa pada ginjal mengakibatkan adanya hipertrofi struktural dan
fungsional dari nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi serta adanya
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah pada glomerulus. Proses ini berlangsung singkat namun
akan terjadi suatu proses maladaptasi yaitu sclerosis nefron yang diikuti oleh penurunan fungsi nefron
yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak ada lagi. Terdapat peningkatan dari renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal yang mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas
tersebut.Aktivasi jangka panjangaksis renin-angiotensin-aldosteron, diperantarai oleh growth factor
seperti transforming growth factor β (TGF-β).Hal yang dianggap berperan pada progresivitas penyakit
ginjal kronik yaitu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.Sklerosis dan fibrosis dapat
terjadi baik di glomerulus maupun di tubulointerstitial.
Pada stadium yang paling dini dari penyakit ginjal kronik, dapat terjadi kehilangan daya cadang
dari ginjal pada keadaan membran basal LFG yang masih normal atau malah meningkat. Lalu dapat
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif secara perlahan
- ETIOLOGI PENYAKIT GINJAL KRONIK
- HUBUNGAN HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN DIABETES MELLITUS
Pada pasien DM terdapat berbagai gangguan pada ginjal, seperti terjadi batu saluran kemih, infeksi
saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis yang disebut
sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. Sekitar 40% pasien DM mengalami
keterlibatan ginjal sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik mengalami peningkatan.
PATOGENESIS
Patogenesis pada penyakit ginjal diabetik dimulai dari adanya kerusakan pada pembuluh
darah kecil. Patofisiologi penyakit ini sangat kompleks, termasuk adanya glikosilasi dari protein,
pengaruh dari pengeluaran sitokin secara hormonal (yaitu Transforming Growth Factor – β),
perubahan dari matriks mesangial, dan perubahan hemodinamik dari glomerulus. Hiperfiltrasi
merupakan perubahan fungsi yang abnormal, dan akan menjadi predictor untuk mengetahui dari
perkembangan penyakit ginjal kronik. Hiperglikemia menyebabkan glikosilasi dari protein
glomerular yang bertanggung jawab untuk proliferasi dari sel mesangial dan ekspansi matriks
serta kerusakan vaskular endothelial. Membran basalis glomerulus akan menjadi menebal.
Lesi yang difus maupun nodular dari glomerulosklerosis interkapiler adalah sesuatu yang
khas, area dari glomerulosklerosis noduler dinamakan lesi Kimmelstiel Wilson. Hal ini ditandai
dengan hialinosis dari arteriol aferen dan eferen sama dengan arteriosklerosis, fibrosis interstitial
dan atrofi tubular juga dapat ditemukan. Hanya adanya ekspansi dari matriks mesangial yang
berhubungan dengan progresivitas pada penyakit ginjal kronik (stadium akhir).
Nefropati diabetikum dimulai dari adanya hiperfiltrasi glomerular (peningkatan Laju
Filtrasi Glomerulus / LFG). LFG normal masih dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit
ginjal dini dan hipertensi stadium ringan yang akan semakin memberat bila tidak ditangani.
Mikroalbuminuria yaitu adanya eksresi albumin pada nilai 30 – 300 mg albumin/hari pada urin.
Mikroalbuminuria akan mengalami perkembangan menjadi makroalbuminuria (proteinuria > 300
mg/hari dengan lama waktu yang bervariasi. Sindrom nefrotik (proteinuria ≥ 3 g/hari)
mendahului dari penyakit ginjal kronik stadium akhir, biasanya 3-5 tahun, namun waktu ini juga
bervariasi. Abnormalitas pada saluran kemih biasanya terjadi pada diabetes nefropati yang dapat
mempercepat penurunan fungsi ginjal termasuk nekrosis papilar, Asidosis tubular renalis tipe IV,
dan infeksi saluran kemih. Pada nefropati diabetik, ukuran ginjal biasanya normal atau
membesar.
DIAGNOSIS DAN MANIFETASI KLINIS
- HUBUNGAN TERAPI PADA DIABETES MELLITUS PADA PASIEN PENYAKIT
GINJAL KRONIK DENGAN TERJADINYA HIPOGLIKEMIA
- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN ANEMIA
Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi sel darah merah yang cukup. Anemia dapat terjadi pada 80-90% pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh karena 1) Defisiensi eritropoetin (paling sering) 2) Defisiensi besi 3) Kehilangan darah (akibat flebotomi berulang untuk pemeriksaan laboratorium, retensi darah pada dializyer atau tubing, perdarahan gastrointestinal, atau hematuria) 4) Hiperparatiroid berat 5) Inflamasi akut atau kronik 6) Penekanan pada sumsum tulang 7) Defisiensi asam folat 8) Masa hidup sel darah merah pendek 9) Hipotiroid 10) Hemoglobinopati.
Hal ini dapat dievaluasi yaitu bila Hb ≤ 10 g/dl, Ht ≤ 30%. Diagnosis laboratorium anemia dengan melihat nilai hemoglobin dan hematokrit, morfologi eritrosit (kadar MCV, MCH (sediaan apus)), hitung retikulosit, serta status besi melalui nilai saturasi transferrin dan serum feritin. Evaluasi penyebab anemia lainnya bila ada kecurigaan klinis, contohnya dengan uji darah samar feses bila curiga perdarahan gastrointestinal. Coombs test bila curiga anemia hemolitik autoimun. Serta periu dilakukan evaluasi terhadap penyakit kardioserebrovaskular seperti angina pektoris, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan stroke.
Pengkajian Status Besi dan Terapi BesiAwalnya dilakukan pengkajian status besi terlebih dahulu pada penderita anemia dalam
kondisi penyakit ginjal kronik apakah status besi yang dimilikinya cukup atau mengalami defisiensi besi.Bila mengalami defisiensi besi maka hal tersebut diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu anemia defisiensi besi absolut (serum feritin < 100 µg/L dan saturasi transferin < 20%) dan anemia defisiensi besi fungsional (serum feritin ≥ 100 µg/L dan saturasi transferrin < 20%).Kedua hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya terapi besi.Selain itu, terdapat juga kontraindikasi terhadap terapi besi diantaranya hipersensitivitas terhadap besi, gangguan fungsi hati berat, dan kandungan besi tubuh yang berlebih (overload). Terdapat berbagai sediaan besi diantaranya 1) Bila dilakukan pemberian secara parenteral atau intravena yaitu iron dextran, iron sucrose, iron gluconate, dan iron dextrin 2) Bila dilakukan pemberian secara intramuscular (allternatif) yaitu dengan sediaan iron dextran 3) Bila dilakukan pemberian secara oral, hal ini kurang efektif, apalagi bila pasien mendapat eritopoetin (EPO). Apabila preparat suntikan tidak tersedia, dapat diberikan preparat besi oral.Dilakukan terapi besi fase koreksi agat dapat dilakukan koreksi besi terhadap penderita anemia defisiensi besi absolut dan fungsional, sampai status besi cukup yaitu Feritin Serum mencapai > 100 µg/L dan Saturasi Transferrin > 20%. Sebelumnya dapat dilakukan dulu test dose atau dosis uji coba sebelum memulai terapi besi.
Terapi besi fase koreksi dapat dilakukan dengan 3 cara :1. Iron sucrose : bila dapat ditoleransi 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl 0,9%
drip IV dalam waktu paling cepat 15 menit. Cara lain dapat disuntikan IV atau melalui venous blood line tanpa diencerkan secara pelan-pelan paling cepat dalam waktu 15 menit.
2. Iron dextran : 100 mg iron dextran diencerkan dengan 50 ml NaCl 0,9% diberikan 1-2 jam, pertama HD melalui venous line. Cara ini diulang setiap HD (2x seminggu) sampai 10 kali atau dosis mencapai 1000 mg.
3. Iron gluconate : 125 mg setiap HD (2x seminggu) sampai 8x atau dosis mencapai 1000 mg. Cara pemberian sama dengan iron dextran.
Kemudian akan dilakukan evaluasi dari status besi 1 minggu pasca terapi besi fase korektif. Bila status besi cukup lanjutkan dengan terapi besi fase pemeliharaan.Bila belum cukup ulangi terapi besi fase koreksi. Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb >
10 g/dl dan Ht > 30% baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi konservatif target Hb dan Ht belum tercapai maka dilanjutkan dengan terapi EPO.
TERAPI Eritropoetin (EPO)Hal ini dapat dilakukan dengan syarat status besi pada pasien cukup.
a. Terapi EPO Fase KoreksiUntuk mengoreksi anemia karena penyakit ginjal sampai target Hb atau Ht tercapai :- Pada umumnya mulai dengan 2000-4000 IU subkutan, 2-3x seminggu selama 4
minggu- Target respon yang diharapkan yaitu Hb naik 1-2 g/dl dalam 4 minggu atau Ht naik 2-
4% dalam 2-4 minggu- Pantau Hb dan Ht setiap 4 minggu- Bila target respon belum tercapai naikan dosis 50%- Bila Hb naik > 2,5 g/dl atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25%- Pemantauan status besi yaitu berikan suplemen untuk terapi besi yang sesuai
b. Terapi EPO Fase Pemeliharaan- Dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>10 g/dl), dengan dosis 1-2 kali dengan
2000 IU/minggu. Pantau Hb dan Ht setiap bulan serta periksa status besi setiap 3 bulan.
- Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dl (dan status besi cukup) maka dosis EPO diturunkan 25%
c. Terapi Besi Fase PemeliharaanHal ini bertujuan untuk menjaga persediaan besi untuk proses eritropoesis selama terapi EPO.Target terapi yaitu Feritin Serum mencapai > 100 µg/L dan Saturasi Transferrin > 20% - < 40%.
d. Terapi Penunjang (untuk meningkatkan optimalisasi terapi EPO) dengan 1) Asam Folat 5mg/hari 2) Vitamin B6 100-150 mg 3) Vitamin B12 0,25 mg/bulan 4) Vitamin C 300 mg pasca HD atau pada anemia defisiensi besi fungsional yang mendapat terapi EPO 5) Vitamin D yang mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritroid 6) Vitamin E 1200 IU, untuk mencegah efek stress oksidatif akibat terapi besi intravena 7) Preparat androgen
Terapi lain untuk mengatasi anemia pada penyakit ginjal kronis adalah transfusi darah. Namun hal ini tidak dianjurkan karena harus dilakukan secara berulang kali, memiliki resiko tertular penyakit lain seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis, dapat terjadi pembentukan antibodi yang mengganggu keberhasilan dari transplantasi ginjal, dan dapat mengakibatkan kelebihan
volume cairan atau hiperkalemia yang dapat mengakibatkan gangguan pada jantung bila tidak dilakukan secara cermat.
- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN EFUSI PLEURA
- HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN DISLIPIDEMIA
- TERAPI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK HEMODIALISA DAN
TRANSPLANTASI GINJAL
Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus
DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Tabel XX. Klasifikasi Etiologi DM
Tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut karena autoimun atau
idiopatik
Tipe II Bervariasi, mulai yang dominan yaitu resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab Imunologi yang jarang
Sindrom genetic lain yang berkaitan
dengan DM
Diabetes Mellitus Gestasional
Untuk mendiagnosa DM dapat dilakukan anamnesa terhadap keluhan atau gejala klasik seperti poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.Serta adanya
keluhan lain berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta
pruritus vulvae pada wanita.
Tabel XX. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala Klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa Plasma Sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa pemeriksaan
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
ATAU
2. Gejala Klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
ATAU
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa, yang setara dengan
75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Pemeriksaan HbA1c (≥ 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukan menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.
PENATALAKSANAAN DM
Pengelolaan terhadap DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu
(2-4 minggu). Bila kadar glukosa belum dapat mencapai sasaran maka akan dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi sesuai dengan indikasi.Dalam
keadaan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis, stres berat, berat badan menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria maka insulin dapat segera diberikan.
PILAR PENATALAKSANAAN DM
1. Edukasi
DM 2 terjadi karena pola gaya hidup dan perilaku yang telah terbentuk pada pasien sehingga
untuk mengatasi hal ini diperlukan partisipasi aktif dari pasien untuk menuju perubahan perilaku
hidup sehat. Maka dari itu dibutuhkan edukasi yang komprehensif serta upaya peningkatan
motivasi untuk perilaku hidup sehat.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makanan pada penderita diabetes yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas:
- Karbohidrat : sebesar 45-65% total asupan energy, makanan harus mengandung karbohidrat
berserat tinggi, dan makan 3 kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat serta dapat
diberikan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Lemak : sekitar 20-25% kebutuhan kalori, lemak jenuh (seperti daging berlemak dan susu penuh)
<7% kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda <10%, dan anjuran konsumsi kolesterol <200
mg/hari
- Protein : sebesar 10-20% total asupan energi dan pada pasien dengan nefropati perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
- Natrium :<3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh garam dapur) dan pada penderita
hipertensi pembatasan natrium sampai 2400 mg.
- Serat :yang berasal dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat dan anjuran untuk mengkonsumsi serat adalah +/- 25 g/hari
- Pemanis alternatif : aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
Kebutuhan kalori juga perlu diperhitungkan untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
pada penderita diabetes. Diantaranya dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada faktor seperti jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Perhitungan Berat Badan Ideal dengan Rumus Broca
- Berat badan ideal (BBI) = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
- Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi
BBI = (TB dalam cm – 100) x 1 kg (BB normal bila BBI +/- 10%, BB kurus bila dibawah BBI -
10%, dan BB gemuk bila diatas BBI + 10%)
Perhitungan Berat Badan Ideal dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
- IMT = BB(kg) / TB(m2) (BB kurang bila < 18,5, BB normal bila 18,5 – 22,9, BB lebih bila ≥
23,0, dengan resiko bila 23,0 - 24,9, obes I bila 25,0 – 29,9, dan obes II bila > 30)
Makanan sejumlah kalori yang telah terhitung dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi
(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.
3. Latihan Jasmani
Hal ini dapat dilakukan secara teratur yaitu 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit.Tujuan dari kegiatan dan latihan jasmani yaitu untuk menjaga kebugaran serta untuk
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga terjadi perbaikan
terhadap kendali glukosa darah.Latihan jasmani dapat berupa latihan yang bersifat aerobic seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.Hal ini sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kebugaran jasmani.Hindari kebiasaan hidup yang kurang gerak dan bermalas-malasan.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis dapat diberikan bersama dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani
atau gaya hidup sehat. Terapi ini terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
a) Obat Hipoglikemik Oral
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue
b) Suntikan
LED 140 mm, leukosit 13500/ul, hemoglobin 7,1 g/dl, hematokrit 18,7%, eritrosit 2,24 juta/ul, protein 5,9
g/dl, albumin 2,86 g/dl, globulin 3,04 g/dl, ureum 385 mg/dl, kreatinin 9,52 mg/dl, gula darah sewaktu 20
mg/dl, kolesterol total 201 mg/dl, trigliserida 326 mg/dl, dan asam urat 7,8 mg/dl.