case fitri dr jaya

48
LAPORAN PRESENTASI KASUS ASUHAN NUTRISI PADA PASIEN GIZI BURUK Oleh: Fitri Fatimatuzzahra 1110103000023 Pembimbing: dr. Jaya Ariheryanto Effendi, SpA. MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: fitri-fatimatuzzahra

Post on 06-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

salah :(

TRANSCRIPT

Page 1: Case Fitri Dr Jaya

LAPORAN PRESENTASI KASUS

ASUHAN NUTRISI PADA PASIEN GIZI BURUK

Oleh:

Fitri Fatimatuzzahra

1110103000023

Pembimbing:

dr. Jaya Ariheryanto Effendi, SpA.

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: Case Fitri Dr Jaya

BAB 1

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identifikasi

Identitas Pasien

• Nomor Rekam Medik : 01371220

• Nama : An. RA

• Tanggal lahir : 14/01/2015

• Jenis kelamin : Perempuan

• Usia : 5 bulan

• Agama : Islam

• Alamat : Jalan H Meang VII Pondok Rajek, Ciledug,

Tangerang

• Masuk rawat : 08/07/2015

Page 3: Case Fitri Dr Jaya

1.2 Hari Masuk Rumah Sakit (08/07/2015)

1.2.1 Anamnesis (22 Juli 2015)

Data didapatkan dari data sekunder rekam medis pada tanggal 25 Juli 2015

Keluhan Utama

Berat badan sulit naik sejak lahir.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien, seorang anak perempuan berusia 6 bulan datang dibawa orang tuanya

dengan keluhan berat badan sulit naik sejak lahir. Ibu pasien merasa berat badan

pasien tidak sesuai dengan anak-anak lain seusianya. Pasien lahir spontan dengan

berat lahir 2500 gr, pasien lahir kurang bulan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien

hanya mengalami pertambahan berat badan sebanyak 500 gr sampai usia 6 bulan.

Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi, sehingga ibu pasien kesulitan memberikan

makanan kepada pasien.

Pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 2 minggu

sebelum masuk RS, sesak terasa sepanjang hari. Tidak berhubungan dengan posisi.

Saat sesak pasien tidak biru. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam yang

hilang timbul sejak 3 bulan sebelum masuk RS, batuk berkurang bila diberikan obat.

Saat pasien tidur sering terdengar bunyi suara grok-grok. Pasien mengalami demam

sejak 1 hari sebelum masuk RS, ketika demam diberikan obat dari puskesmas dan

Page 4: Case Fitri Dr Jaya

demam berkurang. Pasien mengalami keringat berlebih pada malam hari. Mual dan

muntah disangkal.

Selain itu, pasien menderita diare sejak 1 hari SMRS. Diare sebanyak 3-4 kali

perhari dengan konsistensi cair, berwarna kecoklatan, tidak berbau dan tidak ada

ampas. Setiap hari mengganti popok sebanyak 2-3 kali. Pasien tidak muntah, tidak

kejang. BAK tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan batuk, demam dan sesak nafas sudah

sering dialami pasien sejak pasien berusia 3 bulan. Pasien sering bolak-balik ke

puskesmas karena keluhan tersebut, sehingga disarankan untuk dirujuk ke RSF. Pada

akhir usia 4 bulan, keluhan batuk pada pasien semakin memberat, kemudian pasien

didiagnosis menderita Tb paru dan telah memulai pengobata Tb selama 2 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sesak seperti pasien. Ibu pasien

memiliki riwayat alergi. Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit TB

ataupun batuk lama.

Riwayat Riwayat Kehamilan

Selama hamil, ibu pasien rajin untuk kontrol kehamilan di puskesmas. Ibu

pasien juga sering meminum suplemen besi saat hamil. Saat hamil, ibu pasien tidak

pernah mengalami demam ataupun infeksi.

Page 5: Case Fitri Dr Jaya

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir normal pada usia 8 bulan ditolong bidan, dengan berat lahir 2500

gr dan panjang 47 cm, langsung menangis, tidak biru dan tidak kuning, tidak ada

kelainan bawaan

Riwayat Imunisasi

DPT 3

Polio 3

Riwayat Nutrisi

Pasien diberikan ASI sampai usia 1 bulan. Selanjutnya pasien diberikan susu

soya karena pasien alergi susu sapi. Pasien mendapatkan bubur susu sejak usia 6

bulan. Saat ini pasien minum susu soya 6x sehari sebanyak 90 cc dan makan bubur

susu 3x/hari. Semua minuman dan makanan tersebut dapat dihabiskan oleh pasien.

Namun, ibu pasien mengeluh berat badannya sulit naik

• Berat badan lahir : 2,5 kg

• Berat badan bulan ke-2 : 3,0 kg

• Berat badan bulan ke-4 : 3,2kg

• Berat badan bulan ke-6 : 3,5 kg

Riwayat Tumbuh Kembang

Page 6: Case Fitri Dr Jaya

Saat ini pasien berusia 6 bulan, belum bisa tengkurap, menunjuk jari ke garis

tengah dan hanya menggerakkan kaki dan tangan serta merengek.

Status Nutrisi

Dilakukan pada tanggal 22 Juli 2015 di Gedung Teratai Lantai 3 Selatan ruang isolasi

RSUP Fatmawati.

An. R, perempuan, 6 bulan

BB = 3,9 kg

TB = 58 cm

LLA = 9,5 cm

L kepala = 39 cm

BB/U = Zo < -3

TB/U = -3 < Zo < -2

BB/TB = Zo < -3

Kesan gizi buruk tipe marasmik

Height age 1,5 bulan

RDA 108 kkal/kg

BB ideal 5 kg

Kalori untuk gizi buruk

360-540 kkal

1.3.3 Diagnosis

• Failure to thrive

• Pneumonia komunitas dd PCP

• Gizi buruk tipe marasmic

• TB paru on OAT bulan ke 2

• Diare akut dehidrasi ringan-sedang

Page 7: Case Fitri Dr Jaya

• Alergi susu sapi

1.2.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Tanda vital : Nadi : 100x/menit

Napas : 60x/menit, tidak teratur

Suhu : 37,4oC

Antropometri : BB : 3,9 kg; TB: 58 cm, lila 9,5 cm

Kepala : Mikrosefal, tidak ada deformitas, head lag (+)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : tidak ada sekret, terdapat napas cuping hidung

Mulut : tidak tampak sianosis, mukosa bibir dan mulut lembab

Telinga : tidak ada sekret

Leher : KGB tidak membesar

Dada : Paru : simetris, terdapat retraksi interkostal dan substernal,

suara nafas vesikuler, terdapat ronkhi, tidak ada wheezing

Jantung: bunyi jantung S1S2 normal, tidak ada murmur dan

gallop

Abdomen : simetris, lemas

Ekstremitas : akral hangat, tidak edema, tidak sianosis, capillary refill time

< 3 detik

Page 8: Case Fitri Dr Jaya

1.2.3 Pemeriksaan Penunjang (10 Juli 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal InterpretasiHematologi

- Hb- Hematokrit- Leukosit- Trombosit- Eritrosit- LED- VER- HER- KHER- RDW

10.0 g/dL34 % ribu/uL10.600 ribu/uL292 juta/uL4.94 fl16.0 mm67.9 pg20.2 g/dl20.817.1 %

10,8-15,6 g/dl35-43%6,0-17,0 ribu/uL217-497 ribu/uL3,60-5,20 juta/uL0.0-20.00 mm73-101 fl23-31g28-32 g/dL11,5-14,5 %

Normal Normal MeningkatNormalMeningkatNormal Normal MenurunNormal Meningkat

GDS 192 mg/dL 40-60 mg/dL Meningkat- Natrium- Kalium- Klorida

130 mmol/L4,93 mmol/L96 mmol/L

135-147 mmol/L3,10-5,10 mmol/L95-108 mmol/L

MenurunNormalNormal

CRP kuatintatif 3.7 mg/dl

Foto polos dada : corakan bronkovaskular kasar, infiltrat perihiler, suprahiler

paracardial, kell hilus prominen (Tb Dupleks)

1.2.5 Tatalaksana (22 Juli 2015)

Tatalaksana KeteranganPasien dirawat di ruang isolasiO2 nasal 2 liter/menitF 100 = 8 x 120 ccCefotaxime 2x150 mg H 13 (IV)Dexamethasone 3x0.5 mg (IV)KDT intensif 1 x 1 tab (PO)Asam folat 1x1 mg (PO)Zink 1x20 mg

Page 9: Case Fitri Dr Jaya

LB10 1x1 sachParasetamol 3x40 mgNystatin 1x1 ml

1.3.4 Tatalaksana

Tatalaksana KeteranganTB Paru KDT intensif 1 x 1 tab

Dexamethasone 3x0,5 mg Pemberian sejak Juni 2015

Gizi Buruk F100 bahan dasar soya 8x120ccAsam folat 1x1mgAsam folat 1x1mgZink 1x20mgKlaritomisin 3x20 mg

Page 10: Case Fitri Dr Jaya

1.4 Follow Up

23 Juli 2015 24 Juli 2015 25 Juli 2015S : demam naik turun, saat demam pasien sesak, diare 7x/hari cair, ampas ada, lendir darah (-) sebanyak 1 sdm.

S : demam naik turun, batuk berdahak (+), diare 5kali/hari ampas ada, lendir darah (-). Asupan susu formula oral 10-20 cc dan sisanya melalui NGT

S : masih demam naik turun, diare 4 kali perhari, cair dan ampas ada. Sesak berkurang. Minum sus baik dengan susu formula

O : Composmentis, Suhu 36,6oC, Nadi 100x/menit, nafas 28x/menitMata tidak anemis, tidak ikterikTerdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat

Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 3,9 kg, TB =585 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal

O : Terdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat

Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 4 kg, TB =58 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal Diet F100 = 4(100-150)400-600 kal = 8(66,6-100)F100 8x120 cc

O : Composmentis, Suhu 36,8oC, Nadi 100x/menit, nafas 26x/menitMata tidak anemis, tidak ikterikTerdapat napas cuping hidungLeher tidak teraba pembesaran Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-Jantung BJ I,II normal, murmur -, gallop –Abdomen supel, ekstremitas akral hangat

Status NutrisiAn. A, perempuan, 6 bulanTerdapat wasting, iga gambang, dan baggy pants BB = 4,1 kg, TB =58 cm, LLA = 9,5 cmBB/U = Zo < -3TB/U = -2 < Zo < 0 BB/TB = Zo < -3Kesan gizi burukHeight age 5 bulanRDA 108 kkal/kgBB ideal 5 kgKalori untuk gizi buruk360-540 kkal

A :Failure to thrive, Gizi A : Failure to thrive, Gizi A : Failure to thrive, Gizi

Page 11: Case Fitri Dr Jaya

buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi

buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi

buruk tipe marasmic, , TB paru on OAT, Pneumonia, Alergi susu sapi

P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg

P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg

P : F100 bahan dasar soya 8x120cc Asam folat 1x1mg Zink 1x10mg KDT intensif 1 x 1 tab (bulan ke 2) LB10 1x1 sachetParacetamol 3x40 mgKotrimoksazol 3x75 mg

Page 12: Case Fitri Dr Jaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malnutrisi

Terminologi malnutrisi biasanya dihubungkan dengan keadaan kurang dan

berlebih. Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya malnutrisi, hampir

semuanya berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi, dier, atau penyakit infeksi

kronik yang menyerang populasi umum.1 Masukan makanan yang tidak sesuai atau

tidak cukup dan penyerapan makanan yang tidak baik dapat mengkibatkan malnutrisi.

Hal yang dapat membatasi asupan makanan diantaranya adalah penyediaan makanan

yang tidak cukup, kebiasaan diet jelek, dan faktor emosi. Malnutrisi juga dapat

diakibatkan kelainan metabolik tertentu. Malnutrisi dapat akut atau kronik, reversible

atau tidak.2

Malnutisi adalah masalah kesehatan yang serius karena dapat menjadi salah

satu faktor risiko penyakit yang lainnya, serta dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Walaupun jarang sekali secara langsung menyebabkan kematian, namun

malnutrisi pada anak berhubungan dengan kematian 54% anak di negara

berkembang.1

Page 13: Case Fitri Dr Jaya

Gambar 2.1 Pengaruh malnutrisi pada anak1

Diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan berdasarkan riwayat asupan makanan,

penurunan berat badan, penurunan tinggi badan, pengukuran lingkar kepala rata-rata

dan kecepatan pertumbuhan, pengukuran komparatif lingkaran dan ketebalan kulit di

tengah-tengah lengan atas. Penurunan ketebalan lipatan kulit memberi kesan

malnutrisi protein kalori, sementara ketebalan yang lebih menunjukkan kegemukan.

Massa otot dapat dihitung dengan mengurangi lingkaran lengan atas dengan ukuran

lipatan kulit. Berat badan tanpa lemak dapat diperkirakan dari ekskresi kreatinin 24

jam.2

Page 14: Case Fitri Dr Jaya

Kadar nutrien atau metabolitnya yang rendah dalam darah dapat menunjukkan

adanya defisiensi pada nutrien-nutrien tersebut. Cadangan protein dapat dinilai dari

albumins erum dan kecepatan penggantian protein.2

Gangguan nutrisi yang paling akut adalah gangguan yang melibatkan air dan

elektrolit, terutama ion natrium, kalium, klorida dan hydrogen. Malnutrisi kronik

biasanya melibatkan defisit beberapa nutrient. Insufisiensi imunologis sering ada

pada malnutrisi dan ditunjukkan oleh angka limfosit total yang kuramg dari

1500/mm3 dan anergi terhadap uji antigen kulit, seperti streptokinase-streptodornase,

candida, parotitis, atau tuberculin pada orang yang terpajan.2

2.1.1 Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup

karena diet yang tidak adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan

metabolic, malformasi kongenital. Terjadinya gangguan berat yang ada dalam tubuh

hampir dapat menyebabkan malnutrisi.2

Pada awalnya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai kehilangan

berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi

kerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari

bantalan pipi, muka bayi dapat tetap terlihat normal walaupun akhirnya menjadi

menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar , dan gambaran usus

dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.2

Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme

basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudia menjadi

Page 15: Case Fitri Dr Jaya

lesu, dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat terjadi juga diare

tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus, dan sedikit.2

2.1.2 Malnutrisi Protein/ Kwashiorkor

Gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak

cukup bernilai biologis. Gejala juga dapat timbul akibat penyerapan protein

terganggu, seperti pada keadaaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada

proteinuria, infeksi, perdarahan, atau luka bakar.2

Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat

dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang

berlebihan atau kenaikan angka metabolic yang disebabkan oleh infeksi kronik,

akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan gejala dan tanda

tersebut. 2

Manifestasi awal dapat berupa letargi, apatis, atau iritabilitas. Bila terus

berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, stamina kurang, kehilangan

jaringan muskuler, bertambah kerentanan terhadap infeksi, dan oedem.

Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang palings erius

dan konstan. Misalnya, campak, penyakit yang relative benigna pada anak gizi baik,

dapat menjadi memburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat

terjadi anoreksia, kenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot.

Hepatomegali juga dapat terjadi , sering ada infiltasi lemak. Oedem biasanya terjadi

di awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oelh oedem, yang sering ada dalam

organ dalam sebelum terjadi pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka

Page 16: Case Fitri Dr Jaya

filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada

awal stadium penyakit tetapi kemudian bisa membesar.2

Pada malnutrisi bisa ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah

yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.

Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat

generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnnya. Pada

anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corat-coret merah atau abu

pada warna rambut.2

Infeksi dan infestasi parasite sering ada, sebagaimana halnya anoreksia,

muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi leamh, tipis, dan atrofi, tetapi kadang

mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan

apatis sering ada.

Penurunan kadar albumin serum merupakan perubahan paling khas. Ketonuria

sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali menghilang pada

stadium akhir. Kadar glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat

bersifat diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin

dapat turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relative terhadap asam

amino non esensial, dan dapat menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan

magnesium sering ada. Kadar kolestrol serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke

normal sesudah beberapa hari pengobatan. Angka amylase, esterase, kolineesterase,

transaminase, lipase, dan alkalin fosfatase serum turun. Ada penurunan aktivitas

enzim pancreas dan xhantin oksidase, tetapi angka ini kembali normal segera sesudah

memulai pengobatan.2

Page 17: Case Fitri Dr Jaya

Diagnosis banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang

menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan

ketidakmampuan metabolic untuk mensintesis protein.2

Kwashiorkor memerlukan diet yang berjumlah cukup protein yang kualitas

biologiknya baik. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare

berat, gagal ginjal, dan syok, dan akhirnya penggantian nutrient yang hilang.2

2.1.3 Malnutrisi Akut Berat

Kriteria untuk mendiagnosis Malnutrisi Akut Berat antara lain:3

- Terlihat sangat kurus

- Edema nutrisional

- BB/TB < -3 SD

- LILA < 115 mm

Berikut ini adalah alur tatalaksana malnutrisi akut berat yang digunakan pada

program CTC (Community based Theraperutic Care)3

Page 18: Case Fitri Dr Jaya

Bagan tatalaksana malnutrisi akut berat3

Tatalaksana penderita malnutrisi akut berat dibagi dua yaitu malnutrisi akut berat

dengan komplikasi dan malnutrisi akut berat tanpa komplikasi. Pasien malnutrisi akut

berat dengan komplikasi harus ditatalaksana dengan rawat inap. Pasien malnutrisi

akut berat tanpa komplikasi dapat tetap di rumah, tetapi harus menjalani rawat jalan

dengan Outpatient Therapy Program (OTP) yaitu dengan pemantauan status nutrisi

dan kesehatan pasien setiap minggu di tempat tertentu yang disepakati masyarakat

serta mendapatkan makanan khusus.3

Malnutrisi akut berat

Dengan Komplikasi

1. Edema pitting bilateral derajat 3 (edema berat) (atau)

2. LLA < 11,5 cm dan edema pitting bilateral derajat 1-2 (marasmik

kwashiorkor) (dan ditambah) 1 dari komplikasi : anoreksia, pneumonia

berat, demam tinggi, dehidrasi berat, letargis, hipotermia,

hipoglikemiaPasien dirawat inap

Tanpa Komplikasi

LLA < 11,5 cm(atau)

Edema pitting bilateral derajat 1-2 dengan LLA ≥ 11,5

cm (dan) nafsu makan baik, secara

klinis baik, sadarRawat Jalan dg OTP

LLA 11,5-12,5 cm (dan) tidak ada edema pitting

(dan) nafsu makan baik, klinis stabil,

dan sadarPemberian suplemen makanan

Page 19: Case Fitri Dr Jaya

Adapun alur tatalaksana pasien dengan gizi buruk, terutama di fasilitas

kesehatan primer seperti puskesmas adalah dibawah ini :4

Penderita gizi buruk yang dirawat di rumah sakit diberikan tatalaksana yang

dibagi menjadi dua tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi dengan sepuluh

langkah utama dengan perkiraan waktu dalam setiap fase seperti yang dicantumkan

dalam tabel dibawah ini:

Tabel Langkah-langkah Utama Tatalaksana Gizi Buruk2

Langkah 1. Atasi/ Cegah Hipoglikemia

Anak yang mengalami gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar

gula darah < 54 mg/dL). Hal ini dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak

tidak makan selama 4-6 jam. Hipoglikemia merupakan salah satu tanda infeksi dan

Page 20: Case Fitri Dr Jaya

sering bersamaan dengan hipotermia. Maka dari itu, hipoglikemia harus diselidiki

apabila menemukan tanda hipotermia. Pencegahan dapat dilakukan dengan

pemberian makan F-75 dengan frekuensi sering yaitu setiap 2-3 jam. Selanjutnya

kadar gula darah dapat dimonitor setelah 2 jam. Apabila kadar glukosa darah tidak

dapat diukur, semua anak malnutrisi berat dapat dianggap hipoglikemia dan

dilakukan penanganan.2

Langkah 2. Atasi/ Cegah Hipotermia

Gizi buruk meningkatkan risiko seorang anak mengalami hipotermia (suhu

aksila < 35,0oC dan suhu rektal < 35,5oC). Apabila hal ini terjadi maka :

- Berikan makanan secara langsung (mulai rehidrasi)

- Hangatkan anak dengan pakaian, penghangat atau lampu, atau anak diletakkan

pada dada ibu

- Berikan antibiotik spektrum luas

- Lakukan hingga suhu tubuh anak mencapai > 36,5oC

Page 21: Case Fitri Dr Jaya

Hipotermia dapat dicegah dengan menjaga agar anak tetap kering,

menghindari paparan langsung dengan udara, dan membiarkan anak tidur dengan ibu/

pengasuh pada malam hari. 2

Langkah 3. Atasi/ Cegah Dehidrasi

Anak gizi buruk dengan diare atau muntah harus dicegah agar tidak terjadi

dehidrasi dengan tetap memberikan F75, mengganti perkiraan cairan yang hilang

dengan ReSoMal (Rehydration Solution for Malnutrition), serta ASI masih dapat

diberikan apabila anak masih menyusu ASI.2

Diagnosis pasti adanya dehidrasi pada gizi buruk adalah dengan pengukuran

berat jenis urin (> 1.030) selain tanda dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa

haus dan mukosa mulut kering. Bila pada anak gizi buruk didapatkan dehidrasi maka

anak harus diberikan ReSoMal 5ml/kg/jam setiap 30 menit selama 2 jam pertama,

dilanjutkan dengan 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya. Pemberian ReSoMal

dapat dihentikan bila sudah rehidrasi, tetapi ReSoMal masih dilanjutkan bila anak

masih diare.2

Langkah 4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami gangguan elektrolit sehingga

berikan ekstra kalium 3-4 mmol/kg/hari, ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari,

ReSoMal (atau ccairan rendah natrium lainnya), dan siapkan makanan tanpa garam.2

Langkah 5. Obati/ Cegah Infeksi

Page 22: Case Fitri Dr Jaya

Pada saat rawat inap, antibiotik spektrum luas dan vaksin campak (pada anak

> 6 bulan dan belum mendapat imunisasi) dapat diberikan secara rutin.Bila anak tidak

terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata dapat diberikan kotrimoksasol 5 ml

larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5ml bila berat < 6 kg),

sedangkan pada anak yang terlihat sangat sakit atau terdapat komplikasi dapat

diberikan ampisilin 50 mg/kg IM/IV tiap jam untuk 2 har dan dilanjutkan dengan

amoksisilin per oral 15 mg/kg/8 jam untuk 5 hari atau ampisilin per oral 50 mg/kg/6

jam.2

Langkah 6. Koreksi Defisiensi Mikronutrien

Pemberian pada hari pertama adalah (1) vitamin A per oral dengan dosis

200.000 IU untuk usia > 12 bulan, 100.000 IU untuk usia 6 – 12 bulan, dan 50.000 IU

untuk usia 0 – 5 bulan; (2) asam folat 5 mg per oral. Lalu selama 2 minggu

selanjutnya pemberian mikronutrien harian berupa (1) suplemen multivitamin; (2)

asam folat 1 mg/hari; (3) zink 2 mg/kgBB/hari; (4) Copper 0,3mg/kgBB/hari; (5)

Preparat besi 3 mg/kgBB/hari pada fase rehabilitasi.2

Langkah 7. Pemberian Makanan

Pemberian makan pada fase stabilisisasi adalah pemberian makan melalui oral

atau pipa nasogastrik dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah dan

rendah laktosa (F75 = 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein/ 100 ml). Pada fase

stabilisasi, kebutuhan energi sebesar 80 – 100 kkal/kgBB/hari, kebutuhan protein

sebesar 1 – 1,5 gram/kgBB/hari, dan kebutuhan cairan sebesar 130 ml/kgBB/hari.2

Page 23: Case Fitri Dr Jaya

Langkah 8. Mencapai Kejar-Tumbuh

Untuk memasuki fase rehabilitasi diperlukan fase transisi dimana terdapat

perubahan pemberian makanan yang bertahap dari makanan awal ke makanan kejar

tumbuh yaitu fase rehabilitasi. Pada fase transisi ini F75 dapat diganti dengan F100

dan meningkatkan volume secara bertahap sehingga kebutuhan energi mencapai 100-

150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari. Setelah fase transisi, anak

masuk ke fase rehabilitasi. Tahapan ini dapat dimulai bila nafsu makan anak kembali

biasanya sekitar satu minggu setelah perawatan. Kebutuhan dalam fase rehabilitasi

adalah energi 150 – 220 kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 gram/kgBB/hari. Tatalaksana

dapat dimonitor dengan kenaikan berat badan seperti di bawah ini:

- Buruk (< 5 gram/kgBB/hari) maka anak perlu dilakukan penilaian ulang

tentang target asupan makanan dan periksa apakah ada tanda-tanda infeksi

- Sedang (5-10 gram/kgBB/hari) maka lanjutkan tatalaksana

- Baik (> 10 gram/kgBB/hari) maka lanjutkan tatalaksana2

Langkah 9. Memberikan Stimuli Fisik, Sensorik, dan Dukungan Emosional

Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perlilaku yang

terlambat sehingga diperlukan pemberian stimuli-stimuli berupa:

- Perawatan dengan kasih sayang

- Kegembiraan dan lingkungan nyaman

- Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari

Page 24: Case Fitri Dr Jaya

- Aktivitas fisiik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak

- Keterlibatan ibu dalam kenyamanan, makan, mandi, dan bermain2

Langkah 10. Persiapan Tindak Lanjut Setelah Perawatan

Pada anak yang sudah mencapai persentil 90% BB/TB atau -1 SD maka anak

sudah pulih. Pola makan yang baik perlu dilanjutkan sehingga orang tua harus

diberikan edukasi tentang pemberian makan dengan frekuensi dan kandungan yang

memadasi serta terapi bermain yang terstruktur di rumah. Pasien yang sudah pulang

seharus nya kontrol secara teratur, diberikan imunisasi booster, dan diberikan vitamin

A setiap 6 bulan.2

2.2 Alergi Susu Sapi

Penyakit yang bedasarkan reaksi hipersensitivitas akibat pemberian susu sapi

atau makanan yang mengandung susu sapi. Alergen yang paling sering terdapat

dalam susu sapi adalah protein. Protein susu sapi memiliiki 2 fraksi yaitu casein dan

whey. Fraksi kasein membuat susu menjadi kental, sedangkan protein whey dapat

mengalami denaturasi dalam pemanasan ekstensif.3

Gejala alergi susu sapi timbul paling sering dimulai pada usia 6 bulan pertama

kehidupan dan bermanifestasi pada 3 sistem organ tubuh yaitu kulit (urtikaria,

kemerahan kulit, pruritus, dan dermatitis atopik), saluran nafas (hidung tersumbat,

rinitis, batuk berulang, dan asma), dan saluran cerna (muntah, kolik, konstipasi, diare,

dan buang air besar berdarah). 3

Page 25: Case Fitri Dr Jaya

Diagnosis alergi susu sapi ditegakkan sesuai anamnesis tentang gejala yang

timbul saat meminum susu sapi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

(hematologi, uji kulit, provokasi makanan, dan pemeriksaan kadar histamin). Bila

diagnosis sudah ditegakkan maka tatalaksana yang dilakukan adalah pemberian susu

sapi harus dihindari dengan ketat, mengganti susu dengan susu kedele (bila alergi

terhadap susu sapi dan susu kedele diberikan susu sapi hidrolisat), dan pemberian

pengobatan simptoomatis pada gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi. 3

Pencegahan alergi susu sapi dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pertama

pencegahan primer adalah penghindaran sebelum terjadi sensitisasi yaitu sejak dalam

masa kehamilan dengan pemberian susu sapi hipoalergenik. Tahap kedua adalah

pencegahan sekunder dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum ada gejala dari

alergi maka susu sapi harus dihindari dengan pemberian susu sapi non alergenik pada

usia 0 sampai 3 tahun. Terakhir, pencegahan tersier yang dilakukan pada anak yang

sudah tersensitisasi dan bermanifestasi dini seperti dermatitis atopik atau rinitis

sehingga diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau penggantu susu sapi

pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. 3

2.3 Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan

oleh mikroorganisme (virus/ bakteri) dan hal-hal lainnya (aspirasi, radiasi, dan lain-

lain). Etiologi pneumonia berbeda-beda sesuai dengan usia penderita. Bakteri yang

paling berperan secara umum adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus

Page 26: Case Fitri Dr Jaya

influenzae, Staphylococcus aureus, strekokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan

mikoplasma. Secara klinis, pneumonia bakterial sulit dibedakan dengan pneumonia

viral. Akan tetapi, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial

awitannya lebih cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan

terdapat perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. 4

Mikroorganisme penyebab masuk ke paru, menyebabkan edema akibat reaksi

jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitar,

dan paru akan mengalami konsolidasi. Konsolidasi ini disebut stadium hepatisasi

merah yang berisi sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan adanya

kuman di alveoli. Lalu dilanjutkan oleh stadium selanjutnya yaitu stadium hepatisasi

kelabu yang berupa deposisi fibrin semakin bertambah serta terdapat fibrin dan

leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat. Terakhir adalah stadium

resolusi yaitu saat jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel mengalami degenerasi,

fibrin menipis, dan debris menghilang. 4

Secara umum gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak dibagi menjadi

dua yaitu gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Gejala infeksi umum

antara lain demam, sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu makan menurun, dan keluhan

gastrointestinal (seperti mual, muntah atau diare). Sedangkan gejala gangguan

respiratori yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air

hunger, merintih, dan sianosis. 4

Foto rontgen toraks direkomendaskan pada pneumonia berat. Secara umum

gambaran foto toraks terdiri dari :

Page 27: Case Fitri Dr Jaya

- Infiltrat interstisial : peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial

cuffing, dan hiperaerasi

- Infiltrat alveolar : konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi

yang mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris

- Bronkopneumonia : gambaran difus merata kedua paru berupa bercak infiltrat

yang dapat meluas hingga perifer paru disertai peningkatan corakan

peribronkial4

Diagnosis etiologi pneumonia ditegakkan bedasarkan pemeriksaan

mikrobiologis dan/atau serologis. Akan tetapi pneumonia pada anak umumnya

didiagnosis bedasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem

respiratoris, serta gambaran radiologis. Berkut ini adalah klasifikasi pneumonia pada

bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun:

- Pneumonia berat : sesak napas, harus dirawat, dan diberi antibiotik

- Pneumonia : tidak ada sesak napas, ada napas cepat dengan laju > 50 x/menit

untuk usia 2 bulan – 1 tahun dan > 40 x/menit untuk 1-5 tahun, tidak perlu

dirawat, dan diberi antibotik

- Bukan pneumonia : tidak ada napas cepat dan sesak napas, tidak dirawat,

tidak diberi antibiotik, dan diberi pengobatan simptomatis

Sedangkan pada bayi berusia di bawah 2 bulan klasifikasinya berbeda, yaitu seperti di

bawah ini:

- Pneumonia : napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas, dirawat, dan diberi

antibiotik

Page 28: Case Fitri Dr Jaya

- Bukan pneumonia : tidak napas cepat, tidak sesak napas, tidak dirawat, dan

diberi pengobatan simptomatik.

Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama yaitu

amoksisilin dengan dosis 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol dengan dosis 4 mg/kgBB.

Pada pneumonia rawat inap, antibiotik lini pertama yang digunakan adalah golongan

beta-laktam atau kloramfenikol. Kloramfenikol biasanya diberikan dengan dosis 15

mg/kgBB setiap 6 jam. Terapi antibiotik dapat diteruskan selama 7-10 hari.

Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, umumnya pasien

tetap diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. 4

Page 29: Case Fitri Dr Jaya

BAB 3

ANALISIS KASUS

Pasien anak perempuan berusia 6 bulan dibawa oleh kedua orangtuanya

dengan keluhan berat badan yang sulit naik sejak lahir.

Pasien, seorang anak perempuan berusia 6 bulan datang dibawa orang tuanya

dengan keluhan berat badan sulit naik sejak lahir. Ibu pasien merasa berat badan

pasien tidak sesuai dengan anak-anak lain seusianya. Pasien lahir spontan dengan

berat lahir 2500 gr, pasien lahir kurang bulan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien

hanya mengalami pertambahan berat badan sebanyak 500 gr sampai usia 6 bulan.

Pasien memiliki riwayat alergi susu sapi, sehingga ibu pasien kesulitan memberikan

makanan kepada pasien.

Pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin memberat sejak 2 minggu

sebelum masuk RS, sesak terasa sepanjang hari. Tidak berhubungan dengan posisi.

Saat sesak pasien tidak biru. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan demam yang

hilang timbul sejak 3 bulan sebelum masuk RS, batuk berkurang bila diberikan obat.

Saat pasien tidur sering terdengar bunyi suara grok-grok. Pasien mengalami demam

sejak 1 hari sebelum masuk RS, ketika demam diberikan obat dari puskesmas dan

demam berkurang. Pasien mengalami keringat berlebih pada malam hari. Mual dan

muntah disangkal.

Selain itu, pasien menderita diare sejak 1 hari SMRS. Diare sebanyak 3-4 kali

perhari dengan konsistensi cair, berwarna kecoklatan, tidak berbau dan tidak ada

Page 30: Case Fitri Dr Jaya

ampas. Setiap hari mengganti popok sebanyak 2-3 kali. Pasien tidak muntah, tidak

kejang. BAK tidak ada kelainan.

Terdapat sesak napas dengan laju pernapasan yang tidak teratur sebesar

60x/menit, dengan bantuan otot bantu napas, retraksi interkostal dan substernal, serta

adanya nafas cuping hidung menegakkan diagnosis adanya pneumonia pada pasien.4

Pada saat pasien masuk rumah sakit, berat badan pasien adalah 3,5 kg, BB/TB

pasien adalah Zo = -3 dengan kesan gizi kurang sehingga tidak diberikan tatalaksana

gizi buruk.2 Selanjutnya pasien dirawat di ruang isolasi. Pasien mendapatkan asupan

nutrisi berupa susu formula dengan bahan dasar soya melalui NGT sebanyak 8x120cc

yaitu setara dengan 540 kkal, sedangkan kebutuhan nutrisi yang sebenarnya adalah

540 kkal.

Secara umum faktor risiko infeksi pasca lahir dapat disingkirkan karena

riwayat kehamilan, kelahiran, imunisasi, dan tumbuh kembang pasien baik dan tidak

terdapat kelainan. Hanya saja, berat badan pasien tidak naik sejak lahir. Atau ibunya

merasa pasien tidak seperti anak seusianya. Selain itu, keluhan seperti batuk dan

sesak terus menerus. Padahal dilihat dari asupan makanannya, pasien memiliki nafsu

makan yang baik, namun berat badan tetap tidak naik. Banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya gizi buruk, seperti pada pasien ini juga terdiagnosis Tb paru

dimana dapan menyebabkan penurunan nafsu makan, malabsorpsi nutrien dan

mikronutrien, dan perubahan metabolisme pada protein. Hal-hal inilah yang

memperburuk status gizi pasien.5

Pasien diberikan tatalaksana F100 sesuai dengan kebutuhan nutrisi pada

pasien lalu asupan ditingkatkan secara bertahap melalui fase stabilisasi, fase transisi,

Page 31: Case Fitri Dr Jaya

dan fase rehabilitasi. Pasien mengalami kenaikan berat badan rata-rata 0,1kg per

harinya sehingga kemajuan status nutrisi pasien dapat dikategorikan baik.2

Gizi buruk juga dapat mempengaruhi infeksi atau penyakit lain yang dapat

masuk ke dalam tubuh, sehingga penggunaan antibiotik broad spectrum juga perlu

diberikan. Koreksi defisiensi mikronutrien juga diberikan kepada pasien secara tepat

dan terjadwal.2

Page 32: Case Fitri Dr Jaya

DAFTAR PUSTAKA

1. Blosner, Monica. Et al. Malnutrition. Quantifying the health impact at

national and local levels. WHO : 2005

2. Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE,

Kliegman RM. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1. Jakarta: EGC.

2000.

3. Damayanti Rusli Sjarif, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit

Metabolik. Jakarta: IDAI. 2013

4. Depkes. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Buku I. Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan

Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi 2011

5. Arwin AP Akib, dkk. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta: IDAI.

2010.

6. Nastiti N. Rahajoe, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI. 2013.

7. Krishna Bihari Gupta, dkk. Tuberculosis and Nutrition. Lung India. 2009.

26(1): 9-16.