case bronkopneumoni + infeksi cacing

44
LAPORAN KASUS STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL Nama Mahasiswa : Cahyarani Wulansari Dokter Pembimbing : dr. H.R. Setyadi, Sp.A NIM : 030.08.063 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN Data Pasien Ayah Ibu Nama An. A Tn. B Ny. S Umur 4 tahun 37 tahun 32 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Lebeteng, Tarub, RT. 09 RW 02 Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMA Pekerjaan - Wiraswasta IRT Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Upload: cahyarani-wulansari

Post on 28-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

Nama Mahasiswa : Cahyarani Wulansari Dokter Pembimbing : dr. H.R. Setyadi, Sp.A

NIM : 030.08.063 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. A Tn. B Ny. S

Umur 4 tahun 37 tahun 32 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Lebeteng, Tarub, RT. 09 RW 02

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Wiraswasta IRT

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

II. DATA DASAR

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 8 Maret

2014 pukul 10.00 WIB di bangsal Melati serta didukung dari catatan medis.

Keluhan utama : Batuk Berdahak

Page 2: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Spesialis Anak diantar oleh orangtuanya dengan keluhan batuk

sejak 2 minggu sebelum ke poli. Awalnya batuk kering, setelah 1 minggu batuk tidak

membaik mulai muncul dahak. Dahaknya sulit keluar. Sudah berobat 1x ke klinik namun

tidak membaik. Dan sudah bolak balik beli obat di apotik juga tidak membaik.

Selain batuk, pasien juga demam sejak 2 minggu sebelum ke poli. Demam muncul

bersamaan dengan batuknya. Demam naik turun. Turun terutama setelah minum obat.

Pasien tidak menggigil, tidak juga mengeluhkan tangan atau kaki yang dingin. Setelah 1

minggu demam, pasien juga tidak ada keluhan sering mengigau di malam hari, tidak ada

keluhan mual, muntah, bab cair atau sulit bab.

Pasien mengaku seminggu sebelum ke poli sering terbangun di malam hari karena

sesak. Ketika terbangun terkadang disertai keringat dingin. Setelah duduk beberapa saat

sesaknya berkurang dan pasien dapat tidur kembali. Ibu mengatakan sejak kecil anaknya

memang sering batuk-batuk dan demam. Tapi biasanya dengan obat dari apotik saja sudah

membaik. Saat pasien berusia 7 bulan pasien pernah dirawat karena ada infeksi paru-paru.

Nafsu makan pasien bagus, Ibu mengaku makan teratur 3x sehari, minum susu, dan

suka makan makanan ringan, namun berat badannya susah naik. Ibu pasien mengaku

terkadang anaknya mengeluhkan ada yang bergerak-gerak dianusnya dan gatal. Sering kali

hingga anak terlihat menggaruk-garuk anusnya. Kemudian saat dilihat oleh ibunya ada yang

bergerak berwarna putih seperti parutan kelapa. Menurut Ibu hal ini sering terjadi namun

diabaikan karena hanyak mengganggu kadang-kadang.

Ibu pasien mengaku terakhir kali memberikan obat cacing 1 tahun yang lalu. Selama

dirawat, sesak pasien berkurang, frekuensi batuk juga berkurang, dan demam sudah tidak

muncul lagi. Setelah 3 hari dirawat, pasien diijinkan untuk rawat jalan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita infeksi paru-paru saat berusia 7 bulan

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa

Page 3: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Tidak ada anggota keluarga yang sedang menderita sakit paru-paru/pengobatan rutin

6 bulan

Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung

Tetangga pasien ada yang sedang pengobatan paru rutin selama 6 bulan

Riwayat Pemeriksaan Antenatal

Ibu pasien P2A0 saat itu 28 tahun, hamil 39 minggu, HPHT Ibu lupa. Ibu

mengatakan berat badan naik selama hamil tapi tidak tahu berapa. Tidak pernah minum susu

kehamilan dan makan 3x sehari, tidak ada konsumsi jamu ataupun obat-obatan. Riwayat

haid teratur, siklus haid ± 28 hari, lama haid ± 5-6 hari, tidak pernah merasa nyeri selama

haid.

Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan selama hamil dan

menjelang persalinan. Ibu memeriksakan kehamilan setiap bulan hingga trimester kedua.

Dan 2 minggu sekali mulai dari trimester ke 3. Tidak ada riwayat trauma dan tidak ada

keluar air-air atau darah selama hamil. Masuk minggu ke 39 pasien merasakan mulas-mulas.

Kesan: riwayat kehamilan baik dan pemeriksaan antenatal baik

Riwayat Persalinan

Kelahiran :

Tempat kelahiran : Praktek Bidan

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Persalinan Spontan

Masa gestasi : 39 minggu

HPHT : Ibu lupa

Tanggal kelahiran : 15 Agustus 2009

Air ketuban : Tidak didapatkan data

Keadaan bayi :

Page 4: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Berat badan lahir : 3800 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : Ibu lupa

Langsung menangis : Kuat

Nilai APGAR : tidak didapatkan data

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesan : Neonatus aterm, lahir spontan dengan usaha nafas spontan baik.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dan anak dalam keadaan sehat.

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien belum mengikuti program KB

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan : Berat badan lahir 3800 gram. Panjang badan lahir 50 cm.

Berat badan sekarang 13 kg. Panjang badan 100 cm.

Perkembangan : Psikomotor

Senyum : Ibu Lupa

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Gigi keluar : 6 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak baik

Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu memberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan

Usia 6 bulan diberikan ASI dan bubur susu.

Usia 8 bulan diberikan ASI, bubur tim, dan biskuit lunak.

Page 5: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan.

Usia 1,5 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk, dan sayur

Jenis Makanan Frekuensi

Nasi 3x 3-4 sendok makan

Tahu / tempe 2-3x seminggu

Ikan dan daging 1-2x seminggu

Sayur 1-2x seminggu

Telur 2-3x seminggu

Kesan : Kualitas makanan cukup baik dan kuantitas makanan kurang baik

Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG 1 bulan - - - - -

DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

POLIO 2 bulan 4 bulan 6 bulan 3 tahun - -

CAMPAK - - 9 bulan - - -

HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesan : Imunisasi Dasar Lengkap mengikuti jadwal

Riwayat Keluarga

Corak Reproduksi

No usia Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Mati Keterangan

1

2

12 Tahun

4 Tahun

Laki-laki

Laki-laki

Hidup

Hidup

-

-

-

-

-

-

Sehat

Sakit

Page 6: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Silsilah atau Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: laki-laki : perempuan : meninggal : pasien

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 2 orang anak yaitu kakak pasien serta

pasien. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp.

3.000.000,- sebulan dan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari serta bisa

menyisihkan untuk menabung.

Kesan : riwayat ekonomi baik

Riwayat Lingkungan

Kepemilikan rumah : Rumah Sendiri

Keadaan rumah :

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya. Tempat tinggal pasien

berukuran 10 x 20 m, beratap genteng, dengan plafon, lantai dikeramik dengan 3 kamar

Page 7: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, 2 kamar mandi, ruang makan dan dapur yang

bersatu. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan, jendela sering dibuka,

udara masuk melalui pintu dan ventilasi. Jarak septic tank ± 15 meter ke sumber air.

Sumber air berasal dari sumur pompa air sendiri, penerangan dengan listrik. Sistem

pembuangan air limbah disalurkan melalui selokan di depan rumah.

Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 8 Maret 2014, pukul 10.30 WIB di bangsal

Melati. Anak laki-laki, usia 4 tahun, berat badan sekarang 13kg, panjang badan 100 cm.

Kesan umum :

Tampak sakit Sedang, Compos mentis, sesak napas (+), sianosis (-), anemis (-), kejang

(-), ikterik (-).

Tanda vital

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Laju jantung : 96x/menit, reguler

Pernapasan : 24x/menit

Suhu : 36,7°C (Axilla)

Data Antropometri

Berat badan sekarang 13 kg

Tinggi badan sekarang 100cm

Status Generalis

Kepala

Mesocephal, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit

kepala tidak ada kelainan.

Mata

Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis

(-/-)

Hidung

Page 8: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)

Telinga

Normotia, discharge (-/-)

Mulut

Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan

mukosa (-), bibir kering (-)

Leher

Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)

Thorax

Paru

Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal

(-), subcostal (-), intercostalis (-)

Palpasi : stem fremitus simetrim pada kedua lapang paru, aerola mammae

teraba, papilla mammae (+/+)

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi (+/+),

wheezing (-/-), hantaran (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 4 lateral garis MCS

Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi :datar

Auskultasi :bising usus (+)

Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Perkusi :timpani diseluruh lapang abdomen

Tulang Belakang

Page 9: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Dalam batas normal

Genitalia

Laki-laki, testis turun ke dalam kantung pelir, tidak ada kelainan

Anorektal

Anus (+), hiperemis (-)

Anggota gerak

Keempat anggota gerak lengkap sempurna, tonus (+) pada keempat ekstremitas

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

Kulit : Sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 10: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Laboratorium Darah (05/03/2014)

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan

Lekosit 6.6 10^3/uL 6.0-17.0

Eritrosit 4.3 10^6/uL 3.9-5.9

Hemoglobin 11.7 g/dL 11.5-13.5

Hematokrit 33.7 % 34-40

MCV 78.4 U 76-96

MCH 27.2 Pcg 27-31

MCHC 34.7 g/dL 33.0-37.0

Trombosit 219 10^3/uL 150-400

Diff

Neutrofil 59.4 % 50-70

Limfosit 29.8 % 25-40

Monosit 10.6 % 2-8

Eosinofil 0 % 2-4

Basofil 0.2 % 0-1

LED

LED 1 Jam 17 mm/jam 0-20

LED 2 Jam 45 mm/jam 0-35

Widal

St-O Negatif Negatif

St-H Negatif Negatif

Page 11: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

S pt-AH Negatif Negatif

Foto thorax

Hasil pemeriksaan foto thorax tanggal 5 Maret 2014

Infiltrat Paracardial (+)

Silhoute sign (+)

COR CTR < 0,5

Kesan: Bronkopneumoni

V. PEMERIKSAAN KHUSUS

Data antropometri:

Page 12: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Bayi Laki-laki usia : 4 tahun

Berat badan : 13 kilogram

Tinggi badan : 100 cm

Pemeriksaan Status Gizi

Pertumbuhan fisik bayi laki-laki menurut CDC 2000 :

BB/U= 13/16 x100% = 81,25% (Gizi Kurang)

TB/U = 100/102 x 100% = 98% (Tinggi normal)

BB/TB = 13/15 x 100% = 86,67% (Gizi Kurang)

Kesan : Berat badan kurang, tinggi badan normal dan status gizi kurang

VI. MASALAH

Sesak

Batuk

Demam

Status Gizi Kurang

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Sesak

Intrapulmonal

Bronchopneumonia

Bronchiolitis

Ekstrapulmonal

PJB Asianotik : VSD, ASD, PDA

PJB Sianotik : TOf

Compensated/Decompensatio cordis

2. Demam dan batuk

Page 13: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Bronchopneumonia

Bronchiolitis

TB paru

3. Status gizi kurang

Faktor penyakit

Faktor asupan

Faktor individu

VIII. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumoni

Susp. Infeksi cacing

Status Gizi Kurang

IX. PENATALAKSANAAN

a. Non Medikamentosa:

- Edukasi keluarga dan pasien untuk menjaga kebersihan terutama mencuci

tangan sebelum dan sesudah makan

- Menjaga asupan makanan agar mempercepat proses penyembuhan,

terutama yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak.

- Membuat minum obat cacing sebagai rutinitas setiap 6 bulan 1x

b. Medikamentosa:

- PO. Amoxicilin 3x130mg

- PO. Kloramfenicol syr 3x125mg

- PO. Paracetamol 4x130mg

Page 14: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

- PO. Pirantel Pamoat (dosis tunggal) 130mg

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XI. SARAN

Pemeriksaan :

- CRP

- Mikrobiologis

- AGD (analisa gas darah)

XII. NASEHAT

Diberikan edukasi kepada keluarga dan anak untuk melakukan perubahan pola hidup

menjadi hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan terutama

sebelum dan sesudah makan agar mencuci tangannya untuk mengurangi resiko terinfeksi

berbagai macam penyakit yang penyebarannya melalui oral fecal, beristirahat yang cukup,

rajin berolahraga

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi

antara lain:

1. Vaksinasi Pneumokokus

2. Vaksinasi H. influenza

3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

ANALISA KASUS

Page 15: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Diagnosa pada pasien ini adalah bronkopneumoni, susp.infeksi parasit, gizi kurang.

Diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Ibu mengaku anaknya batuk dan demam sejak 2 minggu sebelum ke poli. Batuk

awalnya kering, kemudian seminggu sebelum ke poli batuk menjadi berdahak. Demam

muncul bersamaan dengan batuk. Demam naik turun. Selain itu pasien juga mengaku sesak

sejak 1 minggu sebelum ke poli. Sesak terutama dirasakan saat malam hari dan terbangun

saat tidur. Terkadang disertai keringat dingin.

Ibu mengatakan anaknya sering mengeluh ada yang bergerak dianusnya. Terkadang

terasa sangat gatal hingga anak menggaruknya. Ketika dilihat oleh ibunya, terlihat seperti

ada yang bergerak berwarna putih seperti parutan kelapa. Ibu menganggap ini hal biasa.

Terakhir kali ibu memberikan obat cacing adalah 1 tahun yang lalu.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien kemungkinan menderita

bronkopneumoni dan infeksi cacing. Hal ini didukung dari batuk yang sudah berlangsung

selama 2 minggu, disertai demam. Adanya sesak dan riwayat infeksi paru-paru saat usia

pasien 7 bulan juga menguatkan diagnosis kearah bronkopneumoni. Dari kriteria klinis

diagnosis bronkopneumoni menurut WHO, pasien dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia

berat, karena terdapat nafas sesak dan diperlukan perawatan dan pemberian antibiotik.

Keluhan berupa gatal didaerah anus dan menurut pengakuan ibu terlihat ada yang

bergerak seperti parutan kelapa mengarah ke infeksi cacing oxyuris vermicularis.

Kecenderungan anak merasa gatal dimalam hari, suka menggaruknya dan diketahui riwayat

anak jarang mencuci tangannya sebelum dan sesudah makan semakin menguatkan

kecurigaan kepada infeksi cacing oxyuris vermicularis.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, KU : Tampak sakit Sedang, Compos mentis, sesak napas

(↓), sianosis (-), anemis (-), kejang (-), ikterik (-). Tanda vital, status generalis kepala, mata,

jantung, abdomen, genitalia, ekstremitas, dan kulit dalam batas normal. Pada pameriksaan

thorak ditemukan suara nafas vesikuler dengan ronkhi +/+ pada kedua basal paru. Saat ini

pasien sudah dalam keadaan perbaikan, nafsu makan dan minum baik.

Page 16: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap saat pasien datang dengan hasil Hematokrit

33.7, Eosinofil 0, Monosit 10.6, LED 2 Jam 45. Dari hasil laboratorium ini menunjukkan

adanya penurunan hematokrit, peningkatan monosit dan penurunan eosinofil

menggambarkan terjadinya proses infeksi yang mulai berjalan ke arah kronik. Monosit yang

berfungsi sebagai pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri meningkat. Walaupun pada

pemeriksaan awal tidak ditemukan leukositosis, namun kecurigaan kearah infeksi bakteri

belum dapat disingkirkan. Oleh karena itu untuk memastikan diperlukan pemeriksaan

tambahan berupa CRP dan mikrobiologis.

Foto Thorax terdapat infiltrat paracardial, silhoute sign (+), CTR,0,5. Kesan

Bronkopneumoni. Dari hasil pemeriksaan thorax menguatkan diagnosis ke arah

bronkopneumoni disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pasien

terdapat gejala klinis berupa takipnea, batuk dan ronkhi sehingga sudah benar dilakukan

pemeriksaan ro thorax ap dan lateral. Gambaran infiltrat yang letaknya lebih di daerah basal

juga menguatkan kecurigaan terhadap bronkopneumoni ec infeksi bakterial.

TINJAUAN PUSTAKA

Bronkopneumoni

Page 17: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /

bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang

lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat

(Suzanne G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-

paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh

bakteri,virus, jamur dan benda asing.

Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah

umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia

menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang

kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data

SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian

nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,

nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa

penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas

akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah

12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi

pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10

Page 18: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

%.Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk

mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak

segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara

empiris.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran

napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru

RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara

penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,

pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus

nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %

diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data

sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia

komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per

tahun.

Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

Faktor Infeksi

- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

- Pada bayi :

Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

- Pada anak-anak :

Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

Page 19: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

- Pada anak besar – dewasa muda :

Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

- Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat

hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

- Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk

jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti

latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian

makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit

tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang

mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan

minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya

Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang

berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak,

malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang

tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada

umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan

Page 20: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan

terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :

- Pneumonia lobaris

- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

- Pembagian secara etiologi :

- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

pneumonia, Haemofilus influenzae.

- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus

- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.

- Corpus alienum

- Aspirasi

- Pneumonia hipostatik

Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.

Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,

antara lain :Inhalasi langsung dari udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring

dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah

infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring

Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang

dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah

terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring

Page 21: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig

A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai

antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme

dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli

dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 – 12 jam

pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel

mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler

dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida

maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan

penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut

hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin

yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang

terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini

berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut

hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang

terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan

terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus

masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D.

Page 22: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon

imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama

beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan

dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk

biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa

hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis

sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi

yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras

(vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang

terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin

hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia

menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara

pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar

lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3 dengan

pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan

infeksi virus atau mycoplasma.

b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun

c. Sinar x  : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses

luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi

(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia

mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

Page 23: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi

transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi

organisme penyebab. Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak

diobati.

f. JDL      : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi

virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.

g. Pemeriksaan serologi    : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

h. LED     : meningkat

i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);

tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.

j. Elektrolit           : natrium dan klorida mungkin rendah

k. Bilirubin            : mungkin meningkat

l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka   :menyatakan intranuklear tipikal dan

keterlibatan sitoplasmik(CMV)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai

dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada

bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto

rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,

pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat

dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal.

Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena

pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab

tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata

laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan

berdasarkan :

Page 24: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus

dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak

harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan

tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman

penyebab:

1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus

3. Deteksi antigen bakteri

Diagnosa Banding

Bronkiolitis

Aspirasi pneumonia

Tb paru primer

Penatalaksanaan

Page 25: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini

tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek

diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:

a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70

mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti

ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.

b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose

5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500

ml/botol infus.

c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang

makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.

d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

Penatalaksanaan Non Medikamentosa

Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang sudah dalam keadaan

payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung, sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu

diperhatikan ialah:

a. Menjaga kelancaran pernafasan.

b. Kebutuhan istirahat.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.

d. Mengontrol suhu tubuh.

e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.

f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

Komplikasi

Otitis media

Bronkiektase

Page 26: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Abses paru

Empiema

Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada

anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk

pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat

dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi

esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan

tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama

dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh

faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

bronkopneumonia ini.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh

kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan

bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

1. Vaksinasi Pneumokokus

2. Vaksinasi H. influenza

3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

INFEKSI PARASIT

Page 27: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

ASCARIASIS

Etiologi

Penyebab: Ascaris lumbricoides

♀ panjang 20 cm – 35 cm

♂ panjang 3 mm – 6 mm

♀ bertelur ± 200.000 butir/ hari

Telur ini keluar dari tubuh manusia melalui faeces, ukuran telur : 35 μ - 50μ

Ascaris lumbricoides tersebar luas di daerah tropis

Infeksi ascaris pada anak < 10 tahun = 60% - 100%

Cara Infeksi

Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur

menjadi larva

Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan paru

Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical

Pneumonia

Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing

dewasa, cacing betina bertelur lagi

Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan

Gejala Klinik

Biasanya tanpa gejala

Enek, muntah, sakit perut, tidak ada nafsu makan, kurus, sukar tidur, cengeng, sedikit

panas, kolik

Massa dari cacing dpt menyebabkan obstruksi usus

Page 28: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Dpt juga menyebabkan perforasi usus, intususepsi, paralitic ileus

Diagnosis

Ditemukan telur ascaris dalam faeces

Keluar cacing ascaris bersama faeces/ muntah

Prognosis

Baik

Pencegahan

Obat cacing setiap 3 bulan

Therapy

Pyrantel, levamisol, mebendazol, albendazol

OXYURIASIS

Etiologi

Penyebab : Oxyuris vermicularis/ cacing kremi/ Enterobius vermicularis

Jantan berukuran 2 – 5 mm dan yang betina berukuran 8 – 13 mm

Patogenesis

Hidup di caecum dan appendix

Dalam keadaan gravid, betina pindah ke anus dan bertelur di situ

Page 29: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Telur berbentuk lonjong. Oval, datar pada 1 sisi

Telur ini setelah tertelan, masuk ke duodenum menjadi larva, kemudian migrasi ke

caecum menjadi dewasa setelah 15 – 28 hari

Betina yang gravid migrasi ke anus pada waktu malam, menimbulkan gatal yang hebat

Pada anak wanita, cacing ini dapat memasuki daerah genitalia menimbulkan salpingitis

Gejala Klinik

Dpt menimbulkan gejala seperti appendicitis

Pruritus ani

Anak cengeng, insomnia, vaginitis

Diagnosis

Telur infektif di faeces

Ditemukan dengan cara swab perianal

Cara Infeksi

Menelan telur

Auto infeksi (melalui makanan)

Prognosis

Baik

Preventif

Hygiene yang baik

Page 30: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Therapy

Pyrivinium pamoat

Piperazine citrat

Pirantel 10 g/ kgBB, single dose

ANKILOSTOMIASIS

Etiologi

Necator americanus

Ancylostoma duodenale

Cara Infeksi

Larva menembus kulit kaki, masuk ke dalam darah, ke jantung, paru-paru, alveolus,

bronchus, larynx, melalui epiglottis tertelan, masuk duodenum menjadi dewasa

Atau:

Telur cacing tertular (spt ascaris)

Cacing dewasa mempunyai kait untuk bergantung pada mucosa usus halus, menghisap

darah 0.3 cc – 0.8 cc/ hari

Betina bertelur 24.000 – 30.000/ hari

Gejala

Anemia Hypochrom Micrositer

Gejala ringan apabila ankilostoma < 100

Gejala sedang apabila ankilostoma 100 – 500

Page 31: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

Gejala berat apabila ankilostoma > 500

Gatal waktu larva menembus kulit urticaria

Diagnosis

Telur cacing dalam tinja

Prognosis

Baik

Therapy

TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

Fe

Transfusi darah

Alcopar

Pyrantel/ combantrin

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: Case Bronkopneumoni + Infeksi Cacing

1. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia

pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM,

Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.

2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes

(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC,

Jakarta, 1995, hal: 709-712.

3. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta, 1995, hal: 695-705.

4. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan

Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.

5. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC,

Jakarta, 1998, hal: 167.

6. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine

with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986,

pp: 85-105.

7. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,

Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.

8. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California, 1987,

pp:1427-1428.

9. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak,

EGC, Jakarta, 2001, hal 496-522.