skripsi 2013 prevalensi infeksi cacing yang ditularkan

44
PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA MURID SD MARADEKAYA I KOTA MAKASSAR PADA BULAN OKTOBER 2012 OLEH: SHARON ANGREANY C 111 07 089 PEMBIMBING : DR. SURYANI TAWALI, MPH DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 SKRIPSI 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

MELALUI TANAH PADA MURID SD MARADEKAYA I

KOTA MAKASSAR PADA BULAN OKTOBER 2012

OLEH:

SHARON ANGREANY

C 111 07 089

PEMBIMBING :

DR. SURYANI TAWALI, MPH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN

KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

SKRIPSI 2013

Page 2: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

SKRIPSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OKTOBER 2012

Sharon Angreany, C 111 07 089

dr. Suryani tawali, MPH

PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN MELALUI

TANAH PADA MURID SD MARADEKAYA I MAKASSAR PADA BULAN

OKTOBER 2012

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi

masalah kesehatan di Indonesia. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan

memburuknya tingkat malnutrisi dan anemia yang berpotensi memperlambat

pertumbuhan dan anak menjadi rentan terhadap penyakit.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental analitik dengan

tanpa menggunakan kontrol, dimana penelitian eksperimental adalah suatu model

penelitian dengan melakukan intervensi pada subjek penelitian untuk mengetahui

hasil perubahan setelah diperlakukan oleh intervensi tersebut. Penelitian ini bisa

dilakukan dengan atau tanpa kelompok pembanding, tetapi pada penelitian yang

akan dilakukan tidak digunakan kelompok pembanding.

Hasil : Dari 77 (tujuh puluh tujuh) siswa SD Maradekaya I, didapatkan prevalensi

infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah sebesar 28,6 % . Hasil ini lebih

rendah dari prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia yaitu 60% - 90%. Infeksi

tunggal Ascaris mendominasi sebesar 22,1%, sedangkan infeksi tunggal Trichuris

tidak ditemukan, tetapi infeksi campuran (Ascaris + trichuris) didapatkan sebesar

6,5%. Dan siswa SD Maradekaya I yang tidak terinfeksi sebesar 71,4%.

Kesimpulan : Infeksi tunggal Ascaris sebesar 22,1%, tidak ditemukannya infeksi

tunggal Trichuris, sedangkan infeksi campuran ((Ascaris +Trichuris) didapatkan

sebesar 6,5%.

Kata kunci : Infeksi cacing, Prevalensi

Daftar Pustaka : 7 (2005)

Page 3: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas

rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

salah satu syarat dalam penyelesaian tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu

Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, dengan judul:

Prevalensi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah pada Siswa SDN

Maradekaya I pada Bulan Oktober 2012

Selama persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan sampai penyelesaian

skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan petunjuk dari staf dosen

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin serta bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dosen pembimbing penulis, dr. Suryani Tawali, MPH

2. Kepala Bagian dan seluruh staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan

Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

3. Pimpinan dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

khususnya ibu Asni, staf Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, yang telah memberi bantuan tenaga dan

dukungan moril dalam penyelesaian penelitian penulis.

4. Kepala sekolah dan para guru wali kelas SDN Maradekaya I kota

Makassar.

5. Orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberi dorongan dan

bimbingan moril serta bantuan materiil dalam penyelesaian skripsi ini

Page 4: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

6. Seluruh pihak yang turut membantu selama penyelesaian skripsi ini yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada

penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penulis

terima.

Akhirnya harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi

kita semua.

Makassar, Oktober 2013

Penulis

Page 5: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI i

DAFTAR LAMPIRAN Ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 16

2.1 Tinjauan Umum tentang Infeksi Cacing 16

2.2 Infeksi Soil Transmitted Helminthes (STH) 16

BAB III. KERANGKA KONSEP 20

3.1 Dasar Pemikiran Variabel 20

3.2 Kerangka Konsep 21

BAB IV. METODE PENELITIAN 24

4.1 Jenis Penelitian 24

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 24

4.3 Populasi dan Sampel 24

4.4 Cara Pengumpulan Data 26

4.5 Instrumen Penelitian 26

4.6 Rencana Pengelolaan dan Penyajian Data 27

4.7 Etika Penelitian 27

Page 6: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB V. HASIL PENELITIAN 28

5.1 Hasil Penelitian 28

BAB VI. PEMBAHASAN 33

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 36

7.1 Kesimpulan 36

7.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penggolongan Tingkat Infeksi Berdasarkan Jumah Telur 11

Tabel 2 Penggolongan Beratnya Infeksi N. americanus dan A. duodenale 15

Tabel 5.1Prevalensi Siswa SD Maradekaya I kota Makassar yang Terifeksi oleh

Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah 28

Tabel 5.2Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Murid

SD Maradekaya I kota Makassar pada Bulan Oktober 2012

Berdasarkan Cacing yang Menginfeksi 29

Tabel 5.3Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Siswa

SD Maradekaya I kota Makassar Pada Bulan Oktober 2012 Berdasarkan

Jenis Kelamin 30

Tabel 5.4Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Siswa

SD Maradekaya I kota Makassar Pada Bulan Oktober 2012

Berdasarkan Umur 31

Tabel 5.5Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Siswa

SD Maradekaya I kota Makassar Pada Bulan Oktober 2012

Berdasarkan Kelas 32

Page 8: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang

anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus ditularkan melalui

tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup

tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah

kumuh perkotaan di Indonesia. Tinggi rendahnya frekuensi kecacingan

berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi

sumber infeksi.1,2

Infeksi cacing merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai

pada anak usia 6-15 tahun yang berdampak terhadap proses pertumbuhan,

perkembangan, dan gizi anak. Di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia, penyakit infeksi dan konsumsi makanan yang kurang memenuhi syarat

gizi, merupakan dua faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap status gizi

anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas manusia adalah tingkat

kesehatan, sedangkan tingkat kesehatan seseorang pada hakekatnya dipengaruhi

oleh status atau keadaan gizi. Menurut penelitian Tonny Sadjimin yang dikutip

oleh Jansen Loudwik Lalandos dan Dyah Gita Rambu Kareri, gangguan gizi dapat

disebabkan oleh infeksi cacing khususnya cacing usus yang ditularkan melalui

tanah.2

Diantara cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil

transmitted helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp.1,2

Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negara-negara

dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat

Page 9: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

dengan kebersihan diri dan sanitasi yang kurang. Cacing usus yang sering

menginfeksi manusia adalah: Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris

trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

(cacing tambang) dan Strongyloides stercoralis.3

Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% – 90 %

tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan (Hadidjaya, 1994). Mengingat

ascarias lumbricoides dan trichuris trichiura sudah menyerang anak pada usia

dini, maka dapat terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak. Jika keadaan ini

berlangsung lama pada anak usia sekolah dasar, akan mengurangi kemampuan

belajar dan mengganggu kesehatan anak. Keadaan ini dapat terjadi terutama pada

anak sekolah dan anak balita, sedangkan pada orang dewasa gangguan ini akan

menurunkan produktivitas kerja. Diperkirakan lebih dari dua miliyar orang

mengalami infeksi di seluruh dunia diantaranya sekitar 300 juta menderita infeksi

kecacingan yang berat dan sekitar 150.000 kematian terjadi setiap tahun akibat

infeksi STH. Prevalensi terjadinya kecacingan pada manusia di dunia adalah:

Ascaris lumbricoides mengenai 1300 x 106 orang, Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus mengenai 400-800 x 106 orang, Trichuris trichiura mengenai

500 x 106 orang dan Strongyloides stercoralis mengenai 80 x 106 orang. Di

Indonesia, spesies cacing yang paling banyak ditemukan secara berurutan adalah

Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Necator americanus. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan disepuluh provinsi di Indonesia ditemukan prevalensi

Ascaris lumbricoides 30,4%, Trichuris trichiura 21,2% dan Necator americanus

6,5%.1

Anak usia 6-15 tahun adalah penderita terbanyak infeksi STH. Anak-anak ini

berada pada puncak pertumbuhan, sementara infeksi cacing yang terjadi dapat

memperburuk tingkat malnutrisi dan anemia yang berpotensi memperlambat

pertumbuhan dan anak menjadi rentan terhadap penyakit lain. Akibatnya

pertumbuhan menjadi terhambat (WHO, 2003).3

Page 10: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau

mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Obat-obatan yang

digunakan sebagai antelmintik ada beberapa macam yang bergantung pada jenis

parasitnya, seperti dietilkarbamazin untuk mikrofilaria W. bancrofti, mebendazole

dan pirantel pamoat untuk cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, T.

trichuris trichiiura, piperazin untuk A. lumbricoidesi, tiabendazole untuk

ascariasis lumbrocoides, larva migran kulit.5,6

Diwaktu-waktu yang lalu dampak infeksi cacing sebagai masalah kesehatan

masyarakat secara konsisten tidak pernah mendapat perhatian serius dan

seringkali diabaikan (underestimated). Sekarang masalah ini mendapat perhatian

cukup besar dan ada kesepakatan umum bahwa penyakit karena infeksi cacing

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, terutama untuk anak-

anak. Sudah diketahui tersedianya pengobatan yang sederhana, aman, murah dan

efektif menyebabkan terjadinya inisiatif secara global. Pada lima tahun terakhir,

Badan Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO), Bank Dunia

(World Bank) dan lembaga - lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (United

Nations) dan masyarakat lainnya secara bersama-sama melaksanakan

pengendalian terhadap infeksi kecacingan melalui program pengobatan

anthelmintik pada murid-murid sekolah.4

Dalam rangka merencanakan pemberantasan penyakit cacing di masyarakat,

sangat diperlukan data tentang kejadian kecacingan yang cukup. Berdasarkan hal

tersebut, maka penelitian ini dilakukan di SD Maradekaya I untuk menentukan

prevalensinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dibuatlah rumusan masalah, yakni sebagai

berikut: “ Bagaimana prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada

murid SD Maredekaya I Makassar.”

Page 11: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

1.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah pada murid SD Maradekaya I Makassar.

I.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui

tanah pada murid SD Maradekaya I menurut jenis kelamin, umur, dan kelas.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, ialah :

a) Teori

Bagi akademik, diharapkan dapat menambah sumber informasi dan sebagai

bahan bacaan untuk peneliti berikutnya.

b) Matode

Bagi peneliti bermanfaat untuk menambah pengalaman dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan serta pengembangan diri khususnya dalam bidang

penelitian.

c) Terapan

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi

bagi tenaga kesehatan dalam menangani infeksi cacig yang ditularkan melalui

tanah.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi

bagi Kanwil departemen kesehatan Makassar dalam menerapkan berbagai

kebijakan untuk mencapai Indonesia sehat 2015.

Page 12: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga untuk memperluas

wawasan keilmuan dalam hal kualitas, dan pengembangan diri dalam bidang

penelitian.

Page 13: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjuan Umum tentang Infeksi Cacing

2.1.1 Definisi

Infeksi cacing merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai

pada anak usia 6-15 tahun yang berdampak terhadap proses pertumbuhan,

perkembangan, dan gizi anak. Di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia, penyakit infeksi dan konsumsi makanan yang kurang memenuhi

syarat gizi, merupakan dua faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap

status gizi anak.1,3

Umumnya di negara berkembang termasuk Indonesia pelaku utama

pengasuhan anak adalah ibu. Cara pemeliharaan kebersihan dan kesehatan

pada balita dan anak-anak sekolahdasar masih sangat bergantung pada

bagaimana cara ibu (pola asuhan ibu) mengajarkan dan menerapkan cara-cara

tersebut dalam kehidupan anaknya. Sepuluh pola asuhan ibu ini dapat dilihat

dari tingkat perawatan fisik anak, tingkat penyediaan sarana yang mendukung

kesehatan, tingkat keteladanan ibu dan tingkat komunikasi ibu dan anak.3,6

2.2 Infeksi Soil Transmitted Helmintes (STH)

2.2.1 Definisi

STH adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus) dalam

perkembanganya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif. Yang

termasuk golongan STH yang habitatnya pada usus manusia adalah Ascaris

lumbricoides, Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale),

Strongiloides stercoralis, Trichuris trichiura. Sedangkan yang habitatnya pada

usus hewan adalah Toxocara canis, Toxocara Cati, Ancylostoma braziliense,

Page 14: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma caninum. STH yang akan dibahas

dalam bab tinjauan pustaka ini meliputi :Ascaris lumbricoides, Hookworm (N.

americanus dan A. duodenale), Trichuris Trichiura.10

2.2.2 Jenis Soil Transmitted Helmintes (STH)

Ascaris Lumbricoides

a. Epidemologi

Infeksi yang disebabkan oleh cacing A. lumbricoides disebut Ascariasis

atau dikenal di Indonesia dengan cacing gelang. Di Indonesia prevalensi

Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90% terutama terjadi pada

anak-anak. A. lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim tropis dan

subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti Amerika Selatan,

Afrika dan Asia. Telur cacing gelang akan keluar bersama tinja pada tempat

yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi

infektif.2,3

b. Morfologi

A. lumbricoides merupakan cacing terbesar diantara Nematoda

lainya.Cacing betina memiliki ukuran besar dan panjang. Ukuran cacing

jantan 10-30 cm dengan diameter 2-4 mm, betina 22-35 cm, kadang-kadang

sampai 39 cm dengan diameter 3-6 mm. A. lumbricoides memiliki 4 macam

telur yang dapat dijumpai di feses, yaitu telur fertile (telur yang dibuahi),

unfertile (telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi

tetapi telah kehilangan lapisan albuminnya) dan telur Infektif (telur yang

mengandung larva).2,3

Page 15: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Gambar 1 : Telur A. lumbricoides Fertile

Gambar 2 : Telur A. lumbricoides unfertile dan fertile

Gambar 3 :Telur A. lumbricoides fertil dan yg paling kanan decorticated

Gambar 4 : Telur A. lumbricoides infertile

Page 16: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

c. Siklus Hidup

Gambar 5 : siklus hidup A. lumbricoides

Cacing dewasa didalam usus halus memproduksi telur. Cacing betina

setelah kawin dapat memproduksi telur tiap harinya kurang lebih 200.000

butir, kemudian dikeluarkan bersamaan feses waktu buang air besar. Telur

yang dikeluarkan merupakan telur yang unfertile (tidak infeksius) dan telur

fertile. Pada tanah yang lembab, berlumpur dan teduh memudahkan

pertumbuhan telur fertile menjadi telur infektif, biasanya butuh waktu kurang

lebih 18 hari. Telur yang berisi larva ini infektife. Jika suatu ketika telur

tertelan oleh manusia, akan masuk ke lumen usus kemudian dalam usus telur

menetas menjadi larva dan larva akan menembus mukosa usus melalui vena

porta menuju hepar kemudian melalui arteri hepatika masuk ke sirkulasi

sistemik. Dari sirkulasi sistemik melalui venavena balik menuju jantung kanan

yaitu atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan dan masuk ke paru-paru

Page 17: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

melalui arteri pulmonalis masuk ke kapiler, karena ukuran larva lebih besar

dari kapiler maka terjadi perdarahan di kapiler. Migrasi berlangsung selama

10-15 hari sehingga larva dapat migrasi ke alveoli menuju bronkus, trakea,

laring, faring, dan akhirnya ikut tertelan masuk kedalam usus dan tumbuh jadi

bentuk dewasa. Jika cacing dewasa jantan dan betina kawin, betina sudah

dapat menghasilkan telur kurang lebih 2 bulan sejak infeksi pertama.2,3

d. Patogenesis

Patogenesa berkaitan dengan jumlah organisme yang menginvasi,

sensitifitas host, bentuk perkembangan cacing, migrasi larva dan status nutrisi

host. Migrasi larva dapat menyebabkan eosinophilia dan kadang-kadang reaksi

alergi. Bentuk dewasa dapat menyebabkan kerusakan pada organ akibat

invasinya dan mengakibatkan patogenesa yang lebih berat.1,3

e. Manifestasi klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi A. lumbricoides antara lain

rasa tidak enak pada perut (abdominal discomfort), diare, nausea, vomiting,

berat badan turun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan cacing dapat

menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat

menyebabkan pneumonia dan eosinophilia.2

Pada anak-anak yang menderita A. lumbricoides perutnya tampak buncit

(karena jumlah cacing dan kembung perut), biasanya mata pucat dan kotor

seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk pilek.perut sering sakit diare,

nafsu makan berkurang.3

f. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur pada

feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses,

muntahan ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras barium.2,3

Page 18: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Tingkat infeksi ascariasis dapat ditentukan dengan memeriksa jumlah

telur pergram tinja atau jumlah cacing betina yang ada dalam tubuh penderita.

Sebagai pedoman dapat dipakai dari “Parasitic Diseases Programme, WHO,

Geneva, 1981” dalam “The Tenth Regional Training Course on Soil-

Transmitted Helminthiasis and Integrated Program on Family Planing

Nutrition and parasite control, Thailand, 1986, seperti pada tabel di bawah :

No. Berat Ascariasis Jumlah Telur /gr

tinja

Jumlah Cacing

Betina

1. Ringan < 7.000 5 / <

2. Sedang 7.000-35.000 6-25

3. Berat >35.000 > 25

g. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan

feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu

dengan cara cuci bersih sebelum makan, mencuci sayur-sayuran dan buah-

buahan dengan baik, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan

mengobati penderita.2,3

1. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

a. Epidemologi

Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan

mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 7 liter. Cacing ini ditemukan di

daerah tropis dan subtropis. Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva

adalah kelembaban sedang dengan suhu berkisar 23°-33°C. Prevalensi infeksi

cacing ini terjadi pada anak-anak .A. duodenale terbanyak kedua setelah A.

Page 19: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

lumbricoides, sedangkan N.americanus paling banyak dijumpai di Amerika,

Afrika Selatan dan Pusat, Asia Selatan, Indonesia, Australia dan Kepulauan

Pasifik.2,3

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir,

humus) denga suhu optimum 320C-38

0C. Untuk menghindari infeksi dapat

dicegah dengan memakai sandal/ sepatu bila keluar rumah.2

b. Morfologi

Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia adalah

A.duodenale dan N. americanus. Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk dan

ukuran cacing dewasa, buccal cavity (rongga mulut), bursa copulatrix pada

jantan. A. duodenale mempunyai ukuran lebih besar dan panjang dari pada

N.americanus. N. americanus jantan mempunyai panjang 8-11 mm dengan

diameter 0,4-0,5 mm, sedangkan cacing betina mempunyai panjang 10-13 mm

dan diameter 0,6 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai 2 pasang

“cutting plates” yaitu sepasang di ventral dan sepasang di dorsal. Dalam

keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “S”. A. Duodenale jantan

mempunyai panjang 7-9mm dan diameter 0,3 mm sedang cacing betinanya

mempunyai panjang 9-11 mm dan diameter 0.4 mm. Pada buccal cavity

(rongga mulut) mempunyai 2 pasang gigi di anterior dan di posterior. Dalam

keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “C”. Telur Hookworm sulit

dibedakan antara spesies. Bentuk oval dengan ukuran 40-60 mikron dengan

dinding tipis transparan dan berisi blastomer.2,3

Gambar a Gambar b

Gambar 6 : a &b gambar telur Hookworm sulit dapat dibedakan antara telur

N.americanus dan A. duodenale.

Page 20: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

c. Siklus Hidup

Gambar 7 : Siklus hidup Hook worm (N.americanus)

Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya

berisi blastomer. Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir dan hangat

memudahkan untuk pertumbuhan telur biasanya telur menetas dalam 1-2 hari

dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah waktu kurang lebih 5-10 hari tubuh

menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektife. Bentuk dari larva

filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup. Bila selama

periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva

akan menembus kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran

darah dan pembuluh lympe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai

ke jantung kanan masuk ke paru-paru lewat arteri pulmonalis kemudian masuk

kekapiler, karena ukuran larva lebih besar akhirnya kapiler pecah (lung

migration) kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronkus, laring, faring dan

akhirnya ikut tertelan masuk kedalam usus. Setelah di usus halus larva

Page 21: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai

menjadi dewasa. Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing

dewasa betina menghasilkan telur kurang lebih 5 (lima) minggu. Infeksi juga

bisa melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja menelan filariform larva

langsung ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration.1,3

d. Patogenesis

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematus.

Larva di paru-paru menyebabkan perdarahan, eosinophilia dan pneumonia.

Kehilangan banyak darah akibat kerusakan intestinal dapat menyebabkan

anemia.2,3

e. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi Hookworm antara lain

pneumonia, batuk terus-menerus, dyspnue dan hemoptysis yang dapat

menandai adanya migrasi larva ke paru-paru. Bergantung pada infeksi cacing

dewasa, infeksi pencernaan dapat menyebabkan anorexia, panas, diare, berat

badan turun dan anemia.2,3

Pada anak yang terinfeksi, tampak anak lesu, tidak bergairah, konsentrasi

belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun atau

anemia (anemia hipokrom mikrositik).2

f. Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/ cacing dewasa

pada feses penderita.2

Sebagai patokan beratnya infeksi cacing tambang

berdasarkan jumlah telur dalam tinja atau jumlah cacing betina dapat dipakai

patokan dari “Parasitic Diseases Programme, WHO, Geneva, 1981” dalam

“The Tenth Regional Training Course on Soil-Transmited Helminthiasis and

Ingreated Program on Family Planning Nutrition and Parasite

control,Thailand, 1986”, seperti pada tabel di bawah ini :

Page 22: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

No. Beratnya Infeksi Jumlah Telur /gr Tinja Jumlah Cacing

Betina

N. americanus

1. Ringan < 2.000 50 atau kurang

2. Sedang 2.000 – 7.000 51-200

3. Berat >7.000 > 200

A. duodenales

1. Ringan < 3.000 20 atau kurang

2. Sedang 3.000-10.000 21 – 100

3. Berat >10.000 Lebih

g. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup

cacing dengan cara : terhadap sumber infeksi dengan mengobati penderita,

memperbaiki cara dan sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki.2,3

2. Trichuris trichiura

a. Epidemologi

Trichuriasis paling sering terjadi pada masyarakat yang miskin dengan

fasilitas sanitasi yang kurang baik. Prevalensi infeksi berhubungan dengan

usia, tertinggi adalah anak-anak usia SD. Transmisi dipercepat dengan sanitasi

yang jelek dan tanah yang hangat. Telur tumbuh dalam tanah liat dalam tanah

liat, lembab dan tanah dengan suhu optimal ±300C. Infeksi cacing cambuk

terjadi bila telur yang inefektif masuk melalui bersama makanan atau

minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor.1,2

Page 23: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

b. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk cambuk dengan 2/5 (dua per lima) bagian

posterior tubuhnya tebal dan 3/5 (tiga per lima) bagian anterior lebih kecil.

Cacing jantan memiliki ukuran lebih pendek (3-4 cm) dari pada betina dengan

ujung posterior yang melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran

4-5 cm dengan ujung posterior yang membulat. Memiliki bentuk oesophagus

yang khas disebut dengan “Schistosoma oesophagus. Telur berukuran 30–54 x

23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong (barrel shape)

dengan dua mukoid plug pada kedua ujung yang berwarna transparan.2,

Gambar 8 : Telur T. Trichura

Page 24: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

c. Siklus Hidup

Gambar .9 : siklus hidup T. trichiura.

Telur keluar bersama feses penderita biasanya telur unembryonated. Di

tanah yang teduh dan lembab merupakan kondisi yang paling sesuai untuk

pertumbuhan telur. Pertumbuhan menjadi telur infektif membutuhkan waktu

15-30 hari, ditemukan telur berisi larva stadium III. Manusia terinfeksi apabila

tanpa sengaja menelan telur yang infektif, dan masuk ke dalam usus halus dan

dinding telur akan pecah dan larvanya keluar melalui kripte usus halus

kemudian menuju ke caecum. Larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan

tinggal di caecum dan kolon dengan cara menancapkan mulutnya ke dinding

usus, sebagai habitatnya dalam waktu 10-12 minggu tanpa melalui lung

migration. Apabila cacing jantan dan betina kawin, betina akan menghasilkan

telur 3000-20.000 perhari.2,3

d. Patogenesis

Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di caecum tetapi dapat juga

berkoloni di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan inflamasi,

Page 25: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

infiltrasi eosinophilia, dan kehilangan darah. Pada infeksi yang parah dapat

menyebabkan prolaps rektal dan defisiensi nutrisi.2,3

e. Manifestasi klinik

Dapat menyebabkan diare, anemia, penurunan berat badan, nyeri perut,

nausea, vomiting, eosinophilia, tenesmus, rectal prolapse, pertumbuhan

lambat.2,3

f. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur di dalam feses.3

g. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan

feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah dengan

cara cuci bersih sebelum makan, mencuci dan memasak sayur-sayuran dengan

baik, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk dan mengobati penderita.2,3

Page 26: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel

Dalam sistem kesehatan nasional (SKN) dicantumkan tujuan pembangunan

kesehatan yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penderita

agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah

satu unsur kesejahteraan umum dalam tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan

tersebut, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular memainkan peranan

penting karena dapat menekan angka kesakitan dan kematian.

Sekarang infeksi kecacingan mendapat perhatian cukup besar dan ada

kesepakatan umum bahwa penyakit karena infeksi cacing merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang penting, terutama untuk anak-anak. Sudah diketahui

tersedianya pengobatan yang sederhana, aman, murah dan efektif menyebabkan

terjadinya inisiatif secara global. Pada lima tahun terakhir, Badan Kesehatan

Sedunia (World Health Organization/WHO), Bank Dunia (World Bank) dan

lembaga-lembagaPerserikatan Bangsa Bangsa (UnitedNations) dan masyarakat

lainnya secara bersama-sama melaksanakan pengendalian terhadap infeksi

kecacingan melalui program pengobatan anthelmintik pada murid-murid

sekolah.

Dalam rangka merencanakan pemberantasan penyakit cacing dimasyarakat,

sangat diperlukan data tentang kejadian infeksi kecacingan yang cukup.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan di SD Maradekaya untuk

menentukan prevalensinya.

Page 27: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

3.2 Kerangka Konsep

= yang diteliti

= yang tidak diteliti

Page 28: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

3.2.1 Variabel

3.2.1.1 Infeksi Kecacingan

Definisi :

Infeksi kecacingan merupakan infeksi dimana tanah sebagai media

penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan cacing

tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Infeksi

cacing banyak terdapat pada anak usia sekolah dasar, dimana didalam

usus anak terdapat satu atau beberapa jenis cacing yang merugikan

pertumbuhan dan kecerdasan anak.

Orang yang terinfeksi cacing usus mengekskresikan telur dalam

tinja mereka, yang kemudian mencemari tanah di daerah dengan

sanitasi yang tidak memadai. Termasuk dalam infeksi kecacingan

apabila dalam pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing, larva, atau

cacing dewasa.

Kriteria Objektif :

Infeksi tunggal : Ditemukan satu jenis telur cacing saja (Ascaris

lumbricoides (cacing gelang) atau Trichuris trichiura (cacing cambuk)

atau Ancylostoma duodenale) dalam tinja.

Infeksi campuran : Ditemukan dua atau tiga jenis telur cacing

(Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing

cambuk) dan Ancylostoma duodenale) dalam tinja.

Tidak ada infeksi :Tidak ditemukan telur cacing dalam tinja.

3.3.1.2 Karakteristik Siswa

1. Umur

Definisi :

Page 29: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan

suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun yang mati

dalam hitungan tahun.

Kriteria objektif :

- 7 tahun

- 8 tahun

- 9 tahun

- ≥ 10tahun

2. JenisKelamin

Definisi ;

Suatu kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies

sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi

seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu.

Kriteria Objektif :

- Perempuan

- Laki-Laki

3. Kelas

Definisi :

Merupakan pengelompokkan didalam tingkatan suatu

pendidikan ditinjau dari umur sebagai tolak ukur perkembangan

pertumbuhan dan kemampuan organ (otak).

Kriteria Objektif :

- Kelas 2

- Kelas 3

- Kelas 4

- Kelas 5

- Kelas 6

BAB IV

METODE PENELITIAN

Page 30: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian ekperimental analitik

dengan tanpa menggunakan kontrol, dimana penelitian ekperimental adalah suatu

model penelitian dengan melakukan intervensi (perlakukan) pada subjek

penelitian untuk mengetahui hasil perubahannya (perubahan pada veriabel atau

objek penelitian) setelah diperlakukan oleh intervensi tersebut. Penelitian ini bisa

dilakukan dengan atau tanpa kelompok pembanding, tetapi pada penelitian yang

akan dilakukan tidak digunakan kelompok pembanding.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Dasar Maradekaya I kota

Makassar.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal Oktober 2012.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

a. Populasi Target

Populasi target (sasaran) yaitu populasi yang menjadi sasaran

pengamatan atau populasi dari mana suatu keterangan akan diperoleh.

populasi yang dimbil adalah seluruh siswa/ siswi Sekolah Dasar

Maradekaya I.

b. Populasi Terjangkau

Populasi Terjangkau adalah bagian dari populasi target yang dapat

dijangkau oleh peneliti terbatas oleh waktu dan tempat. Populasi

Page 31: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

terjangkau penelitian ini adalah anak sekolah dasar Maradekaya I kelas 2-5

yang dianggap dapat mewakili sekolah dasar masing-masing.

4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini adalah siswa sekolah dasar kelas II-V dari

sekolah yang sudah dipilih. Alasan peneliti tidak mengambil siswa kelas I

karena siswa tersebut dianggap belum cukup koperatif dan untuk kelas VI

karena siswa sedang dalam persiapan ujian.

Penentuan individu sampel dengan menggunakan teknik pengambilan

sampel secara acak sistematis (Systematic sampling). Dimana caranya

adalah membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah

sampel yang diinginkan. Hasilnya adalah interval sampel.Sampel diambil

dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1

sampai N.

4.3.3 Kriteria Seleksi

a. Kriteria Inklusi

1. Siswa sekolah dasar kelas II sampai V

2. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian

3. Siswa yang hadir pada saat dilakukan penelitian.

b. Kriteria Ekslusi

1. Siswa sekolah dasar kelas I dan VI

2. Tidak bersedia menjadi responden

4.4 Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

dari hasil peneltian yang didapatkan berupa data hasil laboratorium

Page 32: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

kejadian infeksi cacing yang diperoleh melalui tanah pada anak sekolah

dasar.

4.4.2 Data Sekunder

Data yang dipakai sebagai pendukung untuk melengkapi penulisan

skripsi ini yang didapat dari instansi terkait/ bagian administratif sekolah.

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Alat dan Instrumen

Alat pengumpul data dan instrument penelitian yang dipergunakan dlam

penelitian ini terdiri dari lembar yang berisi identitas siswa, lembar yang

berisi tabel-tabel tertentu untuk merekam atau mencatat data yang

didapatkan dari hasil penelitian. Adapaun alat yang dipergunakan dalam

pemeriksaan sampel feses siswa sekolah dasar tersebut berupa sarung

tangan, pulpen marker, label, objek gelas, kayu aplikator, larutan eosin

2%, gelas penutup, kertas tissue, pot tinja, formalin 10%, selotip, dan

mikroskop.

4.6 Rencana Pengelolaan dan Penyajian Data

4.6.1 Pengelolaan Data

Pengelolaan dilakukan dengan memasukkan data yang diperoleh ke

dalam computer. Analisis data dilakukan dengan program computer SPSS

16.0 atau excel 2007 untuk memperoleh hasil statistik yang diharapkan.

4.6.2 Penyajian Data

Page 33: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk table dan diagram

untuk menggambarkan distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan

yang sesuai.

4.7 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan kota Makassar.

2. Meminta izin kepada Kepala sekolah dasar sekolah yang akan diteliti.

3. Meminta izin kepada wali kelas masing-masing sebelum melakukan

penelitian terhadap anak murid kelas II – V.

4. Melakukan Pengukuran status gizi dengan tidak menggangu proses belajar

mengajar dikelas.

5. Melakukan pengukuran terhadap siswa-siswa SD jika siswa tersebut bersedia

untuk ikut serta dalam penelitian ini.

Page 34: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1 Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sampel tinja sebanyak 77 sediaan yang

terdiri dari 37 sampel tinja dari siswa laki-laki dan 41 sampel tinja dari siswa

perempuan dengan umur antara 7 sampai 12 tahun.

Tabel 5.1 Prevalensi Siswa SD Maradekaya I Kota Makassar Yang

Terinfeksi Oleh Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah

Status Infeksi N %

Terinfeksi

Tidak Terinfeksi

22

55

28,6

71,4

Total 77 100

Sumber: Data Primer

Pada Tabel 5.1 tampak bahwa dari total 77 siswa, 22 siswa (28,6%)

terinfeksi, sedangkan 55 siswa lainnya (71,4%) tidak terinfeksi.

Page 35: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Tabel 5.2 Distribusi Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah

pada Murid Sd Maradekaya I Kota Makassar pada Bulan Oktober

2012 Berdasarkan Jenis Cacing Yang Menginfeksi

Jenis Cacing N %

Ascaris lumbricoides

Trichuris trichiura

Campuran (Ascaris+Trihuris)

Tidak Terinfeksi

17

0

5

55

22,1

0

6,5

71,4

Total 77 100

Sumber: Data Primer

Pada Tabel 5.2 didapatkan dari total 77 siswa, yang terinfeksi

Ascaris17 siswa (22,1%). Yang terinfeksi Trichuris tidak didapatkan.

Yang terinkesi campuran ( Ascaris + Trichuris) terdapat 5 siswa (6,5%).

Sedangkan yang tidak terinfeksi 55 siswa (71,4%).

Page 36: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Tabel 5.3 Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah

Pada Siswa SD Maradekaya I Kota Makassar Pada Bulan Oktober

2012 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Infeksi Jenis Kelamin

Laki – Laki

Perempuan

N % N %

Terinfeksi

Tidak Terinfeksi

13

25

34,2

65,8

9

30

23,1

76,9

Total 38 100 39 100

Sumber: Data Primer

Pada Tabel 5.3 didapatkan dari total 38 jumah siswa (laki-laki) di SD

Maradekaya I, 13 siswa (34,2%) terinfeksi, sedangkan 25 siswa (65,8%)

tidak terinfeksi. Pada siswi SD Maradekaya I dari total 39 jumlah siswi

(perempuan) 9 siswi (23,1%) terinfeksi, sedangkan 55 siswi (71,4%) tidak

terinfeksi.

Page 37: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Tabel 5.4 Distribusi Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah

Pada Siswa SD Maradekaya I Kota Makassar Pada Bulan Oktober

2012 Berdasarkan Umur

Jenis

Kelamin

Umur (Tahun) Total

7 8 9 10 11 12

N % N % N % N % N % N % N %

Terinfeksi 8 36,4 1 4,5 1 4,5 8 36,4 0 0 4 18,2 22 100

Tidak

Terinfeksi

5 9,1 6 10,9 8 14,5 21 38,2 11 20,0 4 7,4 55 100

Total 13 16,9 7 9,1 9 11,7 29 37,7 11 14,3 8 10,4 77 100

Sumber: Data Primer

Pada tabel 5.4 didapatkan dari total 13 siswa berumur 7 tahun, 8 siswa

(36,4%) terinfeksi dan 5 siswa (9,1%) tidak terinfeksi. Dari total 7 siswa

yang berumur 8 tahun, 1 siswa (4,5%) ternfeksi dan 6 siswa (10,9%) tidak

terinfeksi. Dari total 9 siswa berumur 9 tahun, 1 siswa (4,5%) terinfeksi dan

8 siswa (14,5%) tidak terinfeksi. Dari total 29 siswa yang berumur 10 tahun,

8 siswa (36,4%) terinfeksi dan 21 siswa (38,2%) tidak terinfeksi. Dari total

11 siswa, semuanya didapatkan tidak terinfeksi (20,0%). Dari total 8 siswa

yang berumur 12 tahun, 4 siswa (18,2%) terinfeksi dan 4 siswa (7,3%) tidak

terinfeksi.

Page 38: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

Tabel 5.5 Distribusi Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah

Pada Siswa SD Maradekaya I Kota Makassar Pada Bulan November

2012 Berdasarkan Kelas

Status Infeksi Kelas Total

II III IV V VI

N % N % N % N % N % N %

Terinfeksi

Tidak

Terinfeksi

8

5

61,5

38,5

1

5

16,7

385

3

14

17,6

82,4

6

19

24,0

76,0

4

12

25,0

75,0

22

55

28,6

71,4

Total 13 100 6 100 17 100 25 100 16 100 77 100

Sumber: Data Primer

Pada Tabel 5.5 didapatkan dari total 13 siswa yang duduk pada

bangku kelas 2, 8 siswa (61,5%) terinfeksi, sedangkan 5 siswa (38,5%)

tidak terinfeksi. Pada siswa kelas 3 dari total 6 siswa, terdapat 1 siswa

(16,7%) terinfeksi, sedangkan 5 siswa (83,3%) tidak terinfeksi. Pada siswa

kelas 4 dari total 17 siswa, 3 siswa (17,6%) terinfeksi, sedangkan 14 siswa

(82,4%) tidak terinfeksi. pada siswa kelas 5 dari total 25 siswa, 6 siswa

(24,0%) terinfeksi, sedangkan 19 siswa (76,0%) tidak terinfeksi. Dan pada

siswa kelas 6 dari 16 siswa, 4 siswa (25,0%) terinfeksi, sedangkan 12

siswa (75,0%) tidak terinfeksi.

Page 39: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini sediaan tinja yang berhasil dikumpulkan dan diperiksa

adalah 77 sediaan tinja. Dari hasil pemeriksaan sampel tinja didapatkan gambaran

prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada murid SD

Maradekaya I kota Makassar yaitu sebanyak 28,6%. Hal ini tidak sesuai dengan

prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di Indonesia dan di dunia,

dimana secara epidemiologi puncak terjadinya infestasi cacing adalah pada usia 5-

14 tahun. Penderita penyakit kecacingan sebagian besar menyerang anak sekolah

dasar dengan prevalensi 60-80%.1 Hal ini mungkin dikarenakan telah

diadakannya penyuluhan sebelumnya tentang penyakit kecacingan dan perilaku

hidup bersih dan sehat di SD Maradekaya I kota Makassar .

Adapun prevalensi infeksi terbanyak yaitu jenis cacing Ascaris Lumbricoides

(22, 1%), Trichuris Trichiura yaitu sebanyak 0% dan ditemukan infeksi campuran

(Ascaris + Trichuris) 14,10%. Hasil ini sesuai dengan prevalensi kecacingan di

seluruh dunia dan di sepuluh provinsi di Indonesia, dimana menurut penelitian di

seluruh dunia dan sepuluh provinsi di Indonesia ditemukan bahwa Ascaris

Lumbricoides menempati urutan pertama dan disusul berturut-turut oleh Trichuris

Trichiura dan Necator Americanus / Anchylostoma Duodenale. Hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian di 3 (tiga) provinsi di Indonesia dan penelitian di SD

GMIM Lahai Roy Malalayang, Sulawesi Utara.1

1. Prevalensi Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah pada Murid

SD Maradekaya I Kota Makassar pada Bulan Oktober 2012 Menurut

Jenis Kelamin.

Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa anak

laki-laki lebih banyak terinfeksi yaitu sebesar 13 siswa (34,2%)

dibandingkan dengan anak perempuan sebesar 9 siwa (23,1%). Hal ini

disebabkan karena anak laki-laki mempunyai aktivitas bermain yang

khususnya berhubungan dengan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan

Page 40: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

anak perempuan sehingga anak laki-laki lebih beresiko terinfeksi cacing

yang ditularkan melalui tanah dibandingkan dengan anak perempuan.1

2. Prevalensi Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah pada Murid

SD Maradekaya I Kota Makassar pada Bulan Oktober 2012 Menurut

Umur.

Berdasarkan epidemiologi, anak usia 7-12 tahun adalah penderita

terbanyak infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah dimana

puncaknya terjadi pada kelompok usia 7-10 tahun.1,3

Dari hasil

penelitian berdasarkan umur tampak bahwa jumlah tertinggi infeksi

cacing yang ditularkan melalui tanah ditemukan pada kelompok usia 7

dan 10 tahun sebesar 36,4% dan prevalensi terendah terdapat pada umur

11 tahun sebesar 0%. Hal ini dikarenakan pada anak kelompok usia

tersebut sudah mulai memperhatikan higienitas atau kebersihan diri,

sehingga tidak mudah terinfeksi oleh cacing yang ditularkan melalui

tanah.

3. Prevalensi Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Murid SD

Maradekaya I Kota Makassar pada Bulan Oktober 2012 Menurut Kelas

dihubungkan dengan Jenis Infeksi Cacing

Dari hasil penelitian berdasarkan kelas tampak bahwa jumlah tertinggi

infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah ditemukan prevalensi terbesar

terdapat kelas II yaitu 61,5% dan yang paling sedikit terdapat pada kelas

III yaitu sebesar 16,7%. Hal ini dikarenakan hal yang sama seperti pada

penelitian berdasarkan kelompok umur bahwa pada kelompok kelas

tersebut sudah mulai memperhatikan higienitas atau kebersihan diri,

sehingga tidak mudah terinfeksi oleh cacing yang ditularkan melalui tanah.

Page 41: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

VI. 1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai prevalensi infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah pada murid SD Maradekaya I Kota Makassar kelas

II sampai kelas VI sebanyak 78 orang siswa, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di SD

Maradekaya I kota Makassar adalah 28,6%.

2. Adapun jenis cacing terbanyak yang menginfeksi siswa SD

Maradekaya I Kota Makassar adalah jenis cacing Ascaris

Lumbricoides.

3. Prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah lebih tinggi

pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan.

4. Dari penelitian yang dilakukan puncak prevalensi infeksi cacing

yang ditularkan melalui tanah adalah umur 7 tahun.

5. Menurut tingkatan kelas, kelas II memiliki prevalensi terbesar infeksi

cacing yang ditularkan melalui tanah.

VI. 2 Saran

1. Mengingat prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada

SD Maradekaya I kota Makassar cukup tinggi maka perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang menyebabkan

tingginya angka kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah

pada anak di SD Maradekaya I kota Makassar.

Page 42: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

2. Memberi pengobatan secara dini dan adekuat pada anak yang telah

terinfeksi oleh cacing untuk menghilangkan parasit dari dalam tubuh dan

mencegah timbulnya gejala.

3. Perlunya penyuluhan tentang kebersihan diri pada murid sekolah dasar

untuk lebih meningkatkan kebersihan diri dari murid SD Maradekaya I

dan mencegah terjadinya infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar.

4. Perlunya ditingkatkan kesadaran akan budaya bersih dan sehat melalui

pembinaan dokter kecil yang ada di SD Maradekaya I.

Page 43: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Lalandos JL, Kareri DGR. Prevalensi Infeksi Cacing yang Ditularkan

Melalui tanah pada Siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang. 2008.

[cited 21 November 2012] Available at

:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32088691_0852-6974.pdf

2. Suriptiastuti. Infeksi Soil-Transmitted Helminth :Ascariasis,

Trichiuriasis dan Cacing Tambang. 2006. [cited 21 November 2012]

Available at :http://www.univmed.org/wp-

content/uploads/2012/04/Tutik.pdf

3. WHO. Soil Transmitted Helminths. 2006. [cited 21 November 2012]

Available at :http://www.who.int/intestinal_worms/en/

4. Mangerangi Y, Mahyuddin. Hygiene dan Investasi Cacing pada Murid

SD Athirah dan SD Inpres Perumnas. 2003. hal : 4-16.

5. Prianto J,dkk. Nematoda Usus. dalam Atlas Parasitologi Kedokteran. PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2006. hal : 1-23.

6. Widoyono. Infeksi Parasit – Penyakit Cacing. dalam Penyakit Tropis :

Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. EMS.

Jakarta. 2008. hal : 127-36.

7. Zaman V, Ng MM. Atlas of Medical Parasitology Fourth Edition.

Elsevier. Singapore. 2008. pg : 125-40.

Page 44: SKRIPSI 2013 PREVALENSI INFEKSI CACING YANG DITULARKAN

BIODATA PENULIS

Nama : Sharon Angreany

Tempat/Tanggal Lahir : Muaro Bungo/ 19 September 1988

Alamat : Perum NTI, Blok G/Lr. I/No.3, Tamalanrea

Makassar

Riwayat Pendidikan

Taman Kanak-Kanak : TK Xaverius II kota Jambi

Sekolah Dasar : SD Xaverius II kota Jambi

Sekolah Menengah Pertama : SMP Xaverius II kota Jambi

Sekolah Menengah Umum : SMA Negeri 5 kota Jambi

Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran UNHAS

Riwayat Orang Tua

Ayah

Nama : Benyamin Panannangan

Alamat : Jl. A.Chatib, No.24 Telanaipura Jambi

Pekerjaan : PNS

Pendidikan Terakhir : S1

Ibu

Nama : Agustina Tipa

Alamat : Jl. A.Chatib, No.24 Telanaipura Jambi

Pekerjaan : -

Pendidikan terakhir : SMA