bronkopneumoni anak

32
KLIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONI No. Dokumen No. Revisi Halaman 03.2.2.102.1 .02 2 23/42 STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN Tanggal Terbit Ditetapkan Direktur Utama, 1 Maret 2004 A. B. Dr. Sri Endarini, MPH NIP. 140 058 832 BAB I PENDAHULUAN 1. Definisi Penyakit Bronkopneumoni / pneumonia lobularis adalah peradangan parenkim paru yang berupa infiltrate atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstitial. 2. Tanda dan Gejala Pasien dengan bronkopneumoni akan muncul gejala suhu naik mendadak sampai 40ºC dan mungkin disertai kejang demam tinggi. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat. 3. Patofisiologi 23

Upload: enylamo

Post on 28-Sep-2015

50 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

eny

TRANSCRIPT

STANDAR ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

KLIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONI

No. DokumenNo. RevisiHalaman

03.2.2.102.1.02223/42

STANDAR ASUHAN KEPERAWATANTanggal TerbitDitetapkan

Direktur Utama,

1 Maret 2004A. Dr. Sri Endarini, MPH

NIP. 140 058 832

BAB I

PENDAHULUAN

1. Definisi Penyakit

Bronkopneumoni / pneumonia lobularis adalah peradangan parenkim paru yang berupa infiltrate atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstitial.

2. Tanda dan Gejala

Pasien dengan bronkopneumoni akan muncul gejala suhu naik mendadak sampai 40C dan mungkin disertai kejang demam tinggi. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.

Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat.

3. Patofisiologi

Penyakit bronkopneumoni diawali dengan masuknya kuman ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai bronkiolus dan kemudian ke alveolus sekitarnya.

Secara makroskopik, kelalaian yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru, lebih banyak pada bagian basal. Konsolidasi itu terjadi di sekitar bronkiolus. Paru-paru sekitarnya sebagian tampak normal, sebagian mengalami atelektasis dan sebagian mengalami empiema kompensatoris. Kadang-kadang daerah konsolidasi itu lebar sehingga terjadi suatu penggabungan, hal ini dinamakan bronkopneumonia komfuens. Pleura biasanya tidak mengalami pleuritis pada pneumonia lobularis. Kelenjar limfe bronkus membesar dan lunak.

Secara mikroskopik reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus / bronkiolus bersebukkan sel radang akut, lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak. Rongga alveolus sekitarnya penuh dengan neutrofil dan sedikit eksudat fibrinosa. Alveolus yang jauh tampak sembab. Tampak pula daerah atelektasis dan emfisema. Penyembuhan biasanya tidak sempurna. Dinding bronkus / bronkeolus yang rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorbsi yang lambat.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium : lekosit biasanya 15.000-40.000/m3, LED meningkat.

b. Pemeriksaan gram / kultur sputum dan darah. Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi trastrakeal, bronkoskopi fiberop.

c. Pemeriksaan AGD : PaCO2 menurun.

d. Pemeriksaan radiologist : mengidentifikasi structural misal lobar, bronchial, adanya abses luas / infiltrat, empiema, infiltrasi menyebar atau terlokalisasi, penyebaran / perluasan infiltrate nodul. Pada pneumonia mikoplasma, sinar X mungkin bersih.

5. Manajemen Terapi

Penderita dengan bronkopneumonia berat harus dirawat inap dan ditatalaksana

a. Bersihkan jalan nafas (isap lendir), oksigenasi yang adekuat.

b. Cairan yang cukup bila perlu intra vena.

c. Diet TKTP, selama masih sesak nafas hati-hati makanan per oral, lebih baik makanan lewat sondre drip.

d. Bila ada asidosis, koreksi dengan natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB atau berdasarkan hasil analisis gas darah dengan rumus :

e. Medikamentosa

Umur > 2 bulan : kombinasi ampisilin dan klorampenikol

Umur < 2 bulan : kombinasi ampisilin dan gentamisin

Dosis :

Ampisilin 100 mg/kgBB/hr

Klorampenikol 100 mg/kgBB/hr

Gentamisin 5 mg/kgBB/hr

Pada kasus-kasus dengan etiologi stafilokokus berikan golongan obat tahan terhadap B laktamase. Bila etiologi mikoplasma antibiotik yang tepat adalah golongan makrolid. Dapat diberikan obat-obat untuk mukosilier klirens (golongan beta 2 agonis dan atau teofilin) secara inhalasi atau peroral.

f. Fisioterapi, bila perlu untuk membersihkan jalan nafas.

Pemantauan :

Keadaan umum, tanda vital

Kemungkinan gagal nafas, klinis / AGD

Masukan cairan / makanan

Elektrolit terutama natrium dan kalium

Radiologi diulang 1 minggu kemudian

BAB II

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Masalah yang Lazim Muncul pada Klien

a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas

Ditandai dengan : dyspnea, suara nafas tambahan (rales, krakles, ronchi, whezing), orthopnea, batuk tidak efektif / tidak ada, produksi sputum, cyanosis, sulit bicara, perubahan rata-rata respirasi dan irama, kelemahan.

Faktor yang berhubunngan :

1. Lingkungan : merokok, perokok pasif

2. Obstruksi jalan nafas : pasme jalan nafas, skresi berlebihan, jalan nafas buatan, benda asing, sekresi di bronchi, eksudat di alveoli

3. Fisiologi : disfungsi neuromuskuler, hiperplasi dinding bronchial, penyakit paru obstruksi menahun, infeksi, astma, alergi

b. Tidak efektifnya pola nafas

Ditandai dengan : penurunan tekanan inspirasi / ekspirasi, penurunan ventilasi per menit, penggunaan otot bantu pernafasan, dyspnea, ortopnea, gangguan ekskursi dada, nafas pendek, pernafasan bibir, fase ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior posterior, respirasi per menit : bayi 30, 1-4 thn 30, 5-14 thn 25, >14 thn 24, nafas dalam : tidal volum : bayi 6-8 ml/kg, penurunan kapasitas vital.

Faktor yang berhubungan : hipertensi, hipoventilasi, nyeri, deformitas dinding torak, cemas, fatigue, disfungsi neuromuskuler, gangguan muskuloskeletal, gangguan persepsi / kognitis, obesitas, injury spinal cord, immatur syaraf, fatigue otot pernafasan.

c. Gangguan pertukaran gas

Ditandai dengan : gangguan visual, penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, kelemahan, somnolen, irritabel, hipoksia, bingung, dyspnea, AGD abnormal, sianosis, warna kulit abnormal, hiperkarbia, nyeri kepala, irama dan rata-rata pernafasan abnormal, diaporosis, arteri pH abnormal, nasal flaring.

Faktor yang berhubungan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveoli.

d. Disfungsi respon penyapihan ventilator

Ditandai dengan : frekuensi pernafasan meningkat secara berarti, AGD abnormal, peningkatan tekanan darah (20 mmHg), agitasi, peningkatan heart rate (20 X/menit), pernafasan perut paradok, suara nafas tambahan, suara sekret.

Faktor yang berhubungan : riwayat disfungsi penyapihan.

e. Kurang pengetahuan

Ditandai dengan : melaporkan ketidak adekuatan pengetahuan, ketidakpahaman, salah pemahaman, salah konsepsi, penampilan tingkah laku tidak adekuat, tidak mampu mengikuti perintah / instruksi, tingkah laku seperti agitasi, histeris.

Faktor yang berhubungan : kurang mendengarkan informasi yang diberikan, kurang interes, kurang motivasi belajar, penurunan daya ingat, tidak familiar dengan sumber informasi.

f. Resiko aspirasi

Faktor yang berhubungan : depresi batuk dan reflek menelan, penurunan kesadaran, makanan lewat pipa, peningkatan residu lambung, tindakan trakeostomi / endotrakeal / selang gastrointestinal, tindakan bedah / trauma wajah / mulut / leher, penurunan motility GIT, kekosongan lambung, peningkatan tekanan lambung, kelainan spingter esophagal.

g. Potensial komplikasi syok septic

Ditandai dengan : suhu tubuh abnormal, hipotensi, penurunan kesadaran, nadi lemah

dan cepat, pernafasan cepat dan dangkal, kulit dingin dan lembab, oliguria.

Faktor yang berhubungan : bakteri sangat virulen dan resisten obat, penanganan terlambat.

h. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Ditandai dengan : berat badan menurun 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, intake makanan kurang dari yang dianjurkan, fatigue, kapiler fragil, konjungtiva dan membran mukosa pucat, rambut rontok, kekuatan otot menurun, bising usus hiperaktif, kram perut, nyeri perut, diare, steathorrea.

Faktor yang berhubungan : nyeri lambung, nyeri mulut, gangguan pengecap, ketidakmampuan mencerna makanan, diare, steatorrhea, kurang pengetahuan, faktor sosial ekonomi, anoreksia, ketergantungan kimia, stres emosional, kelemahan otot cerna.

i. Hipertermia

Ditandai dengan : frekuensi pernafasan meningkat secara berarti, AGD abnormal, peningkatan tekanan darah (20 mmHg), agitasi, peningkatan heart rate (20 X/ menit), pernafasan perut paradok, suara nafas tambahan, suara sekret.

2. Rencana Keperawatan / Penanganan

NoDiagnosa KeperawatanRencana Keperawatan

TujuanKriteria hasilIntervensiRasional

1Tidak efektifnya kebersihan jalan nafasSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, jalan nafas / trakeo bronkeal terbuka / bersih- RR dbN

- Suara nafas bersih

- Tidak ada sianosis

- Tidak ada dyspnea1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

2. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak adanya aliran udara dan bunyi nafas tambahan misalkan krekels, mengi.

3. Bantu pasien latihan nafas dalam, batuk efektif.

4. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

5. Kolaborasi pengobatan nebulizer dan fisioterapi dada.

6. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.

7. Berikan cairan tambahan / parenteral, oksigen humidifikasi dan ruangan humidifikasi.

8. Awasi hasil sinar X dada, AGD.

9. Bantu bronkoskopi / torasentesis bila diindikasikan.

1. Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan / atau cairan paru

2. Penurunan udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas bronchial dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki dan mengi terdengar pada inspirasi dan / atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, secret kental dan spasme jalan nafas / obstruksi.

3. Nafas dalam dapat memudahkan ekspansi paru maksimum. Batuk merupakan mekanisme alami dan membantu silia membersihkan jalan nafas.

4. Pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu batuk efektif atau karena penurunan kesadaran.

5. Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.

6. Menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret, analgesik menurunkan ketidaknyamanan.

7. Cairan menggantikan kehilangan air dan memobilisasi sekret.

8. Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.

9. Kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa, mengeluarkan sekresi purulen dan / atau mencegah atelektasis.

2Tidak efektifnya pola nafasSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, pola nafas pasien normal. RR dbN

Tidak menggunakan otot bantu pernafasan

Tidak ada sianosis

Tidak ada dyspnea

Tidak kelelahan1. Manajemen jalan nafas.

2. Penurunan kecemasan.

3. Lakukan ventilasi mekanik.

4. Penyapihan ventilasi mekanik.

5. Beri terapi oksigen.

6. Lakukan relaksasi otot.

7. Monitor pernafasan.

8. Bantu ventilasi.

9. Monitor tanda vital.1. Jalan nafas bersih menunjang ke pola nafas normal.

2. Kecemasan sering terjadi pada pasien dengan dyspnea.

3. Ventilasi mekanik diperlukan bila nafas tidak adekuat dan AGD abnormal.

4. Penyapihan ventilasi tepat pada waktunya menghindari disfungsi penyapihan.

5. Membantu pemenuhan kebutuhan oksigen.

6. Ketegangan dapat terjadi karena penggunaan otot bantu pernafasan, relaksasi menurunkan ketegangan.

7. Memantau perkembangan status respiratorius.

8. Ventilasi diperlukan untuk mempertahankan / memperbaiki status respirasi.

9. Pola nafas tidak efektif mempengaruhi tanda vital lainnya.

3Gangguan pertukaran gasSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari, alveoli dapat mempertahankan pertukaran antara CO2 dan O2. AGD dbN

Tidak sianosis

Tidak takikardi

Tidak ada dyspnea1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.

2. Observasi warna kulit, membran mukosa, kuku, catat adanya sianosis perifer atau sentral.

3. Kaji status mental.

4. Awasi frekuensi jantung / irama.

5. Awasi suhu tubuh, beri tindakan kenyamanan misal selimut, suhu ruang nyaman, kompres hangat.

6. Pertahankan istirahat tidur. Gunakan teknik relaksasi.

7. Tinggikan kepala, ubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.

8. Kaji tingkat ansietas, kunjungan orang terdekat.

9. Kolaborasi pemberian oksigen dengan nasal kanul / masker.

10. Awasi AGD, nadi oksimetri.1. Manifestasi distres pernafasan tergantung pada / indikasi keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

2. Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap demam / menggigil. Sianosis daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.

3. Gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia / penurunan oksigenasi serebral.

4. Takikardi dapat timbul karena demam / dehidrasi / hipoksemia.

5. Demam tinggi meningkatkan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.

6. Dapat mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk memperbaiki infeksi.

7. Dapat meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.

8. Ansietas merupakan manifestasi psikologis terhadap hipoksia. Memberi rasa aman dapat menurunkan psikologis sehingga menurunkan kebutuhan oksigen.

9. Mempertahan-kan PaO2 datas 60 mmHg.

10. Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi.

4Disfungsi respon penyapihan ventilatorSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari pasien menunjukkan penerimaan penyapihan ventilator. Tidak ada kelelahan

AGD dalam batas normal

RR dalam rentang normal

Gerakan dada dan irama nafas teratur dan adekuat1. Manajemen asam basa.

2. Manajemen jalan nafas.

3. Manajemen jalan nafas buatan.

4. Tindakan pencegahan aspirasi.

5. Manajemen lingkungan yang aman.

6. Penyapihan ventilator :

Monitor derajat shunt, kapasitas vital, Vd/Vt, MVV, kekuatan inspirasi dan FEV1 untuk persiapan penyapihan ventilasi, berdasarkan protokol

Monitor status cairan dan elektrolit

Pastikan pasien bebas dari infeksi sebelum penyapihan

Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk mengoptimal-kan status nutrisi

Penghisapan jalan nafas bila perlu

Administrasi fisioterapi dada1. Perubahan asam basa dapat terjadi pada pasien gagal nafas.

2. Untuk mendapatkan jalan nafas yang bersih, terhindar dari obstruksi.

3. Diperlukan bila pasien menunjukkan gagal nafas.

4. Pasien dengan penurunan kesadaran resiko tinggi aspirasi.

5. Memberikan perlindungan.

6. Menghindari kelumpuhan organ pernafasan / disfungsi penyapihan.

5Kurang pengetahuanSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 hari pasien / keluarga :

a. Memahaman tentang penyakit spesifik.

b. Memahaman tentang informasi yang diberikan dan mempertahankan kesehatan yang optimal.1. Diskusikan aspek ketidakmampu-an dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan. Identifikasi perawatan diri dan kebutuhan / sumber pemeliharaan.

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif / latihan pernafasan.

4. Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.

5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan misalnya istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik, menghindari kontak dengan orang yang infeksius.

6. Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan vaksin / imunisasi dengan tepat.

7. Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan perawatan kesehatan misalnya dispnea, nyeri dada, kelemahan memanjang, kehilangan berat badan, demam / menggigil, menetapnya batuk produktif, perubahan mental.1. Informasi dapat meningkatkan koping dan menurunkan ansietas. Gejala pernafasan mungkin lambat untuk membaik dan kelemahan dan kelelahan dapat menetap selama periode yang panjang. Faktor ini dapat berhubungan dengan depresi dan kebutuhan untuk berbagai bentuk dukungan dan bantuan.

2. Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhikemampuan untuk mengasimilasi informasi / mengikuti program medik.

3. Setelah awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari pneumonia.

4. Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus dan menghambat makrofag alveolar.

5. Meningkatkan pertahanan alamiah / imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

6. Dapat mencegah kambuhnya pneumonia dan / atau komplikasi yang berhubungan.

7. Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah / meminimalkan komplikasi.

6Resiko aspirasi1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan.

2. Monitor status pulmo.

3. Pertahankan jalan nafas.

4. Berikan posisi 90( atau sejauh yang memungkin-kan.

5. Jaga pemompaan cuff tracheal.

6. Berikan makanan dalam jumlah kecil.

7. Cek NGT atau tempat gastrotomy sebelum pemberian makanan.

8. Cek residu dari NGT sebelum pemberian makanan.

9. Hindari pemberian makanan jika residu tinggi.

10. Berikan batas warna pada selang NGT.

11. Hindari pemberian cairan atau penggunaan bahan padat.

12. Tawarkan makanan atau cairan yang dapat diberikan dalam 1 kali pemberian sebelum menelan.

13. Potong makanan dalam ukuran kecil.

14. Mintakan obat dalam bentuk elixir.

15. Hancurkan obat tablet sebelum memberikan.

16. Elevasi kepala tempat tidur 30-40 menit setelah minum.

17. Anjurkan konsultasi ahli patologi bicara.

18. Anjurkan tindakan barium / video fluoroscopy.1. Kesadaran menurun, reflek batuk / menelan yang jelek meningkatkan resiko aspirasi.

2. Masalah aspirasi berkaitan / mengganggu sistem pernafasan.

3. Penting untuk memperhati-kan status respirasi.

4. Posisi ini sesuai untuk mencegah aspirasi.

5. Mempertahankan posisi ET.

6. Memperkecil resiko aspirasi.

7. Meyakinkan kepatenan / posisi NGT yang tepat.

8. Adanya residu yang banyak sementara makanan tetap diberikan dapat mengakibat-kan aspirasi.

9. Reflek balik dapat terjadi bila makanan melebihi kapasitas lambung.

10. Meyakinkan NGT pada posisi yang benar.

11. Menurunkan resiko aspirasi.

12. Menurunkan resiko aspirasi.

13. Membantu pasien / mempermu-dah pencernaan makanan.

14. Memudahkan pemberian.

15. Memudahkan pemberian.

16. Posisi ini menghindari reflek balik isi lambung.

17. Salah satu komplikasi aspirasi adalah gangguan bicara.

18. Memastikan / mengambil bahan penyebab aspirasi.

7Potensial komplikasi syok septikSetelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi syok septik. Tanda vital dalam batas normal

Tingkat kesadaran normal

Produksi urin adekuat

Tekanan nadi kuat

Kulit / akral teraba hangat1. Pantau tanda dan gejala syok septik :

Suhu tubuh abnormal

Hipotensi

Penurunan tingkat kesadaran

Nadi cepat dan lemah

Pernafasan cepat dan dangkal

Kulit dingin dan lembab

Oliguria

2. Kolaborasi pemberian terapi antimikrobial, suplemen intravena, pemeriksaan laboratorium kultur sputum / pewarnaan gram, htiung darah lengkap, tes serologis, laju sedimentasi, elektrolit.1. Syok septik dapat terjadi pada klien dengan pneumonia bila tindakan terlambat atau bila organisme penyebab pneumonia sangat virulen dan resisten terhadap obat.

2. Antimikrobial membunuh kuman penyebab. Kultur / pewarnaan untuk memastikan kuman penyebab, sensitivitas terhadap antimikrobial. Pemeriksaan darah untuk memastikan sepsis.

8Nutrisi kurang dari kebutuhana. Komponen cairan dan kimia tubuh segera terpenuhi

b. Makanan dan minuman dapat masuk dalam waktu 24 jam

c. Keseimbang-an antara berat badan, otot, lemak dengan tinggi badan, rangka dan jenis kelamin.1. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misal sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.

2. Berikan wadah untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural dan sebelum makan.

3. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

4. Auskultasi bunyi usus. Obsevasi / palpasi distensi abdomen.

5. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan yang menarik untuk pasien.

6. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.1. Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

2. Menghilang-kan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan rasa mual.

3. Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.

4. Bunyi usus mungkin menurunkan / tak ada bila proses infeksi berat / memanjang. Distensi abdomen terjadi akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.

5. Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.

6. Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi dan atau lambatnya respon terhadap terapi.

9HipertermiaSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari pasien menunjukkan suhu normal.1. Manajemen lingkungan.

2. Penanganan demam :

Monitor suhu

Monitor kehilangan cairan

Pasang alat monitor suhu

Monitor warna kulit

Monitor tekanan darah, nadi, respirasi

Monitor penurunan kesadaran

Monitor adanya kejang

Monitor nilai WBC, Hgb dan Hct

Monitor intake output cairan

Monitor abnormalitas elektrolit

Monitor keseimbangan asam basa

Monitor aritmia jantung

Pengobatan antipiretik

Pengobatan penanggulangan demam

Selimuti pasien

Lakukan mandi seka hangat

Peningkatan intake cairan

Kompres dingin daerah ketiak

Peningkatan sirkulasi udara dengan fan

Lakukan oral hygiene

Pengaturan oksigenasi sesuai kebutuhan

Pasang selimut hipotermi bila memungkin-kan

Monitor temperatur ketat

3. Manajemen cairan

4. Penanganan pembuangan panas.

5. Regulasi hemodinamik.

6. Kontrol infeksi.

7. Lindungi dari infeksi.

8. Pencegahan hipertermi maligna.

9. Manajemen pengobatan.

10. Manajemen syok.1. Sirkulasi udara perlu ditingkatkan di sekitar pasien hipertermi untuk meningkatkan penguapan.

2. Usaha untuk menurunkan suhu pasien :

Mengontrol naik turunnya suhu

Pasien hipertermi banyak kehilangan cairan

Mengontrol naik / turunnya suhu secara ketat

Hiperemia biasa terjadi pada pasien hipertermia

Hipertermi mempenga-ruhi tekanan darah, nadi dan respirasi

Penuruanan kesadaran bisa terjadi bila pasien hipovolemia

Demam pada anak bisa menimbulkan kejang

Beberapa perubahan hasil laboratorium terjadi pada pasien hipertermia

Pasien beresiko pada status hipovolemia

Elektrolit bisa berkurang seiring kehilangan cairan

Gangguan asam basa dapat terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan cairan

Hipertermia dapat mempenga-ruhi kerja jantung

Antipiretik golongan obat penurun panas

Penyebab hipertermia perlu dihilangkan

Memberikan kenyamanan

Seka hangat meningkatkan evaporasi sehingga panas tubuh dibuang

Pasien banyak kehilangan cairan dan perlu diganti

Kompres dingin memindahkan panas dari tubuh / kulit langsung ke kompres

Sirkulasi udara lancar meningkatkan evaporasi

Menjaga kebersihan dan memberi rasa nyaman

Memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat

Menurunkan panas dan memberi rasa nyaman

Mengetahui perkembang-an pasien

3. Kebutuhan cairan perlu diperhatikan pada pasien hipertermi.

4. Usaha menurunkan panas tubuh.

5. Salah satu fungsi hemodinamik adalah mengatur suhu tubuh.

6. Infeksi salah satu penyebab hipertermi

7. Infeksi salah satu penyebab hipertermi.

8. Hipertermi maligna berdampak fatal pada pasien.

9. Menghilang-kan penyebab hipertermi.

10. Menghindari syok pada pasien hipertermi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 1995. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Komite Medik RS Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Medika FK UGM, Yogyakarta.

McCloskey, J.C., Bulechek, G.M., 1996, Nursing Interventions Classification, Mosby-Year Book, St. Louis.

Tucker, S.M., 1999. Standar Perawatan Pasien, edisi V, EGC, Jakarta.

www.elsevierscience:nursingdiagnoses,outcomes,[email protected] badan (kg) X 0,3 X base excess mEq

PAGE 43