prevalensi infeksi cacing pada mahasiswa/i...
TRANSCRIPT
PREVALENSI INFEKSI CACING PADA MAHASISWA/I YANG
BERTEMPAT TINGGAL DI RUMAH DAN DI KOS
TAHUN 2017
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Disusun Oleh:
PUTRI ANGGEREINI A.STP
1113103000011
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN ILMU PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438H/2017M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, November 2017
Putri Anggereini
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini, serta
shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan
para sahabatnya semoga kita menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau
kelak di hari kiamat nanti, aamiin ya rabbal alamin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana
kedokteran dari program studi kedokteran dan profesi dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses pembuatan skripsi yang berjudul “PREVALENSI INFEKSI
CACING PADA MAHASISWA/I KEDOKTERAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH ANGKATAN 2016 YANG BERTEMPAT TINGGAL DI
KOST DAN DI RUMAH” tentu melibatkan berbagai pihak yang memberikan
bantuan, bimbingan, serta dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan semaksimal mungkin.
Oleh karena itu, penulis ingin menyempaikan rasa terima kasih kepada pihak yang
telah terlibat, di antaranya :
1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program studi
kedokteran dan profesi dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Hari Hendarto sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.
4. Pak Chris Adhyanto, S.Si, M.Biomed, Ph.D selaku pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.
vi
5. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai
bekal bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
6. Kepada Mahasiwa angkatan 2016 yang bersedia memberikan fesesnya
untuk dilakukan pemeriksaan.
7. Kepada kedua orangtua penulis yang senantiasa memberikan dukungan,
doa, dan kasih sayang selama penulis menjadi mahasiswa preklinik juga
selama menyelesaikan laporan penelitian ini.
8. Teman sejawat dan seperjuangan, mahasiswa/i PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2013.
9. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan
penelitian ini.
Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak
dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T
dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.
Ciputat, 19 Desember 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Putri Anggereini A.STP. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Prevalensi infeksi cacing pada mahasiswa/i kedokteran uin Syarif Hidayatullah
angkatan 2016 yang bertempat tinggal di kost dan rumah. Latar Belakang:
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit, berupa
cacing yang dapat menyebabkan infeksi ringan maupun infeksi berat. Beberapa
survei di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi Ascaris lebih rendah di daerah
Sumatera(78%) dibanding daerah Jawa (90%), sedangkan pada anak Sd di DKI
Jakarta menyatakan bahwa prevalensi Askariasis sebesar 62,2%, trikuriasis
48,1%. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan
mengambil sample feses dan memeriksakan ke lab sehingga menemukan hasil
positif infeksi atau tidak. Hasil: Pada pemeriksaan hasil lab berdasarkan jenis
kelamin laki-laki 2 orang (0,9%), usia 19 tahun 2 orang (1,3%), mengkonsumsi
makanan diluar rumah 2 orang (1,0%), tempat tinggal di kost 2 orang (1,0%),
Tidak mencuci tangan 2 orang (0,4%) dan kebersihan kuku yang buruk 2 orang
(1,7%) yang menderita infeksi cacing. Kesimpulan: Terdapat 2 orang (0,9%)
yang tinggal di kost dan mengalami infeksi cacing sedangkan yang tinggal
dirumah tidak ada yang menderita infeksi cacing.
Kata Kunci: Infeksi Cacing, Faktor tempat tinggal
viii
ABSTRAC
Putri Anggereini A.STP. Medical Studies and Physician Professions. The
prevalence of worm infections in medical students of UIN Syarif Hidayatullah in
batch 2016 eho resides in the boarding house and home. Background: worms is
infection disease caused by parasite, namely worm that can cause minor infections
or severe infections. Some of surveys in Indonesia show that Ascaris prevalence is
lower in Sumatera (78%) that in Java (90%). While in elementary school children
in Jakarta stated that the prevalence of Ascaris prevalence is 62,2%, tricuris
48,1%. Method: this research used cross sectional method by taking a sample of
stool and checking into the lab to find a positive result of infection or not. Result:
on the examination of lab results based on male sex of 2 people (0,9%), age 19
years old 2 people (1,3%), consuming food outdoors 2 people (1,0%), residence in
the boarding house 2 people (1,0%), did not wash the hands of 2 people (0,4%)
and poor nail hygeine 2 people (1,7%) who suffered from worm infections.
Conclusion: there are 2 people (0,9%) who live in the boarding house and have
save worm infection while those who live at home No. one suffering from worm
infection.
Keywords : Worm Infection, Residence Factor
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. iv
KATA PENGANTAR. ................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
DAFTAR ISI. ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR. ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiiv
BAB I .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian. ....................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus. ................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
1.4.1 Bagi Kalangan Medis ....................................................... 3
1.4.2 Bagi Penulis. ..................................................................... 4
1.4.3 Bagi Masyarakat.. ............................................................. 4
BAB II .................................................................................................... 5
2.1 Kecacingan dan Masalahnya pada Masyarakat. .......................... 5
2.1.1 Pengertian Kecacingan dan Epidemiologi pada
Masyarakat ........................................................................ 5
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cacingan ................... 7
2.2 Infeksi Cacing yang Berbasis Lingkungan dan Siklius
Hidupnya .................................................................................... 8
2.2.1 Soil Transmitted Helminth dan Siklus Hidupnya ............ 8
A. Ascaris Lumbricoides ....................................................... 8
B. Trichuris Trichiura ........................................................... 9
C. Strongyloides Stercoralis ................................................. 10
2.2.2 Gejala Umum Kecacingan ............................................... 12
2.3 Kerangka Teori ............................................................................ 14
x
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................ 14
BAB III .................................................................................................... 15
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 15
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 15
3.3 Populasi Penelitian ..................................................................... 15
3.3.1 Populasi dan Sampel yag dipilih ...................................... 15
3.3.2 Jumlah Sampel ................................................................. 15
3.4 Kriteria Sampel .......................................................................... 17
3.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................. 17
3.4.2 Kriteria Ekslusi .................................................................. 17
3.5 Cara Kerja .................................................................................. 18
3.5.1 Pengolahan Data ................................................................ 19
3.5.2 Analasis Pemeriksaan Laboratorium ................................. 19
BAB IV ................................................................................................... 20
4.1 Karakteristik Seluruh Data Responden ....................................... 21
4.2 Distribusi Karakteristik Responden Infeksi Cacing .................... 22
4.3 Distribusi Karakteristik Responden Konsumsi Makanan ........... 23
4.4 Distribusi Karakteristik Responden Tempat Tinggal .................. 24
4.5 Distribusi Karakteristik Responden Higenitas Pribadi ................ 24
4.6 Keterbatasan Penelitian. .............................................................. 25
4.6.1 Variabel Penelitian ........................................................... 25
4.6.2 Sampel Penelitian ............................................................. 25
BAB V .................................................................................................... 26
5.1 Simpulan ...................................................................................... 27
5.2 Saran ............................................................................................ 27
5.3 Daftar Pustaka…………………………………………………....28
5.4 Lampiran 1……………………………………………………….30
5.5 Lampiran 2……………………………………………………….31
5.6 Lampiran 3………………………………………………………33
5.7 Lampiran 4………………………………………………………34
5.8 Lampiran 5………………………………………………………37
xi
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
STH : Soil Transmitted Helminth
Hookworm : Cacing Tambang
BAB : Buang Air Besar
SD : Sekolah Dasar
DKI : Daerah khusus Ibukota
UIN: Universitas Islam Negri
DepKes : Departemen Kesehatan
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Seluruh Data Responden ......................... 20
Tabel 2 Tabel Karakteristik Responden ...................................................... 21
Tabel 3 Tabel Distribusi Konsumsi Makanan .............................................. 22
Tabel 4 Tabel Distribusi Tempat Tinggal ................................................... 23
Tabel 5 Tabel Karakteristik Higenitas Pribadi ............................................ 24
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Surat Persetujuan Responden ....................................... 29
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian .................................................................. 30
Lampiran 3 Uji Validitas ............................................................................... 32
Lampiran 4 Uji Statistik ................................................................................ 33
Lampiran 5 Riwayat Hidup ........................................................................... 36
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Daur Hidup Cacing Ascaris Lumbricoides ................................. 9
Gambar 2 Daur Hidup Cacing Trichuris Trichiura ...................................... 10
Gambar 3 Daur Hidup Cacing Hookworm .................................................. 11
Gambar 4 Daur Hidup Cacing Strongyloides Stercoralis ............................ 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit
usus yang terdiri dari golongan nematoda usus, diantara nematoda usus ada
sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa disebut dengan
cacing jenis STH yaitu Ascaris lumbrocoides, Necator americanus,
Trichuris trichiura dan Ancylostoma duodenale.1 Infeksi cacing ini
umumnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan beriklim basah
dimana hygiene dan sanitasi buruk. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi
paling umum dan ditemukan pada berbagai golongan manusia.2
Prevalensi infeksi cacing yang tinggi ditemukan terutama di negara-
negara yang sedang berkembang. Menurut WHO, diperkirakan 800 juta – 1
milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700 – 900 juta terinfeksi cacing tambang,
dan 500 terinfeksi trichuris. Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi
antara 60%-90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Penyakit
cacingan sering dihubungkan dengan kejadian anemia. 2
Infeksi cacing selain berpengaruh terhadap pemasukan,pencernaan,
penyerapan, serta metabolisme makanan yang dapat berakibat hilangnya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan darah dalam jumlah yang besar serta
dapat menimbulkan gangguan respon imun dan dapat menurunkan kadar
konsentrasi hemoglobin pada darah. Disamping itu dapat menimbulkan
berbagai gejala penyakit seperti anemia, diare, sindrom disentri, dan
defisiensi besi, sehingga anak yang menderita infeksi cacing usus merupakan
kelompok risiko tinggi untuk mengalami malnutrisi.3
Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) merupakan cacing jantan yang
berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa yang hidup
2
dirongga usus kecil, sehingga cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing
betina. Gejala yang timbul pada penderita disebabkan dewasa dan larva.
Cacing cambuk (Trichuris trichuria), cacing ini bersifat cosmopolit, terutama
ditemukan di daerah panas dan lembab seperti di Indonesia. Panjang cacing
betina 5 cm dan jantan 4 cm. Pada manusia cacing ini terutama hidup di
sekum, akan tetapi dapat juga di kolon asendens. 4
Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis. Cacing betina necator americanus tiap hari mengeluarkan
telur 5000-10.000 butir, sedangkan ancylostoma duodenale kira-kira 10.000-
25.000 butir. Cacing betina berukuran 1 cm , cacing jantan 0,8 cm. Infeksi
larva filariform ancylostoma duodenale secara oral dapat menyebabkan gejala
mual, muntah dan batuk.4,5
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kecacingan antara
lain, faktor sosial ekonomi, status gizi, higenitas, sanitasi serta pendidikan
dan perilaku individu. Dalam penelitiannya di Penang, Malaysia, Abdul
Rahman melaporkan bahwa tingginya transmisi infeksi cacing usus dari tanah
ke manusia bergantung pada faktor yang lebih bersifat sosioekonomi,
misalnya kepadatan penduduk, sanitasi yang buruk dan beberapa dengan
kebiasaan buruk kebudayaan masyarakat. 5
Pemerintah Indonesia melalui Departement Kesehatan berupaya untuk
menurunkan prevalensi kecacingan melalui Program Pengendalian Penyakit
Cacingan yang salah satu tujuan khususnya menurunkan prevalensi
kecacingan hingga berada pada angka dibawah 10% pada tahun 2010.
Dengan menurunnya prevalensi kecacingan ini diharapkan dapat menunjang
peningkatan mutu sumber daya manusia guna mewujudkan manusia
Indonesia yang sehat.6
Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian
mengenai prevalensi infeksi cacing pada mahasiswa/i kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah angkatan 2016 yang bertempat tinggal di kost dan dirumah.
Dengan melakukan penelitian tersebut dapat diperoleh prevalensi
3
mahasiswa/i yang terkena infeksi cacing dan apakah terdapat hubungannya
dengan kadar konsentrasi hemoglobin mahasiswa/i kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah prevalensi yang menderita infeksi cacing pada mahasiswa/i
kedokteran UIN syarif hidayatullah angkatan 2016 yang tinggal di kost
dan tinggal dirumah?
1.3 Hipotesis
Mahasiswa/i yang bertempat tinggal di kost lebih banyak menderita
infeksi cacing daripada yang bertempat tinggal dirumah
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui jumlah responden yang menderita infeksi
cacing
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui angka kejadian infeksi cacing pada mahasiswa
kedokteran UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2016
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi kalangan Medis
1. Didapatkannya prevalensi terjadinya infeksi cacing yang
terdapat pada feses responden sehingga dilakukan tindakan
pencegahan terhadap infeksi cacing tersebut.
2. Sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian
selanjutnya.
4
1.5.2 Bagi Penulis
1. Meningkatkan kemampuan penulis dalam memahami langkah-
langkah penelitian yang meliputi pembuatan proposal, proses
penelitian, dan pembuatan laporan penelitian
2. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam
mengelola penelitian
3. Menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari penelitian
1.5.3 Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa/i tentang pentingnya
menjaga kesehatan dari lingkungan maupun makanan yang
dikonsumsi setiap harinya.
2. Sebagai informasi dan sarana edukasi kesehatan kepada orang
tua serta mahasiswa/i.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecacingan dan Masalahnya pada Masyarakat
2.1.1 Pengertian Infeksi Cacing dan Epidemiologi pada Masyarakat
Infeksi cacing merupakan penyakit infeksi yang disebakan oleh parasit
berupa cacing, yang dapat menyebabkan infeksi ringan maupun infeksi berat.
Spesies menyebabkan infeksi ringan maupun infeksi berat. Spesies penyebabnya
dari kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya
Ascaris Lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus).7
Pada kasus infeksi cacing, maka cacing tersebut bahkan dapat
melemahkan tubuh sinangnya dan menyebabkan gangguan kesehatan. Infeksi
cacing biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik
terhadap diri sendiri sendiri ataupun terhadapnya lingkungannya. Infeksi cacing
dapat menular melalui larva/telur yang tertelan dan masuk kedalam tubuh.8
Dampak infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada masyarakat
perlu dipelajari untuk dapat menentukan cara pencegahan. Penyebaran infeksi
Ascaris dan Trischuris mempunyai pola yang hampir sama, demikian juga
epidemiologi cacing tambang dan strongyloides.8
a. Ascaris dan Trichuris
Beberapa survei di Indonesia menunjukkan bahwa seringkali
prevalensi Ascaris yang tinggi disertai Trichuris yang tinggi pula. Prevalensi
Ascaris yang lebih tinggi dari 70% ditemukan antara lain di beberapa desa di
Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%) , dan Jawa Barat (90%).
Di desa tersebut prevalensi Trichuris juga tinggi yaitu untuk masing-masing
daerah 83%, 83%, 84%, 91%.9
Sasongko dkk melakukan penelitian terhadap anak SD di DKI Jakarta
menyatakan bahwa prevalensi Askariasis sebesar 62,2% Trikuriasis 48,1%.
Prevalensi cacing usus pada murid-murid dari lima wilayah, dua wilayah yaitu
6
Jakarta Utara dan Jakarta Barat penderita askariasis masing-masing 80% dan
74,70%. Dan penderita Trikuriasis di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat
masing-masing 68,42% dan 25,30%.8,10
Didaerah endemi dengan insiden Ascaris dan Trichuris tinggi, terjadi
penularan terus-menerus. Transmisi dipengaruhi oleh berbagai hal yang
menggunakan parasit, seperti keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Kedua
spesies cacing ini memerlukan tanah liat untuk berkembang. Telur Ascaris
yang telah dibuahi dan jatuh ditanah yang sesuai, menjadi matang dalam
waktu 3-6 minggu pada suhu optimum. Selain keadaan tanah dan iklim yang
sesuai, keadaan endemi juga dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup
sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke dalam hospes. 9,10
Jumlah telur yang dihasilkan oleh satu ekor cacing betina Ascaris
200.000 sehari, Trichuris 5000 sehari. Semakin banyak telur ditemukan di
sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran) semakin tinggi derajat endemi
disuatu daerah dengan infeksi yang semakin berat. Pada umumnya tidak ada
perbedaaan prevalensi infeksi Ascaris dan Trichuris antara perempuan dan
laki-laki.11
b. Hookworm (cacing tambang) dan Strongyloides stercoralis
Pada umumnya prvalensi cacing tambang berkisar 30-50% di
berbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di
daerah perkebunan seperti perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat
(93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,60%). Sasongko dkk
(2000) melakukan penelitian terhadap anak SD di DKI Jakarta
menyatakan bahwa prevalensi cacing tambang 0,72%.12
Prevalensi cacing tambang cenderung meningkat dengan
meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat
pekerjaan karyawan atau penduduk.12 Kedua jenis cacing ini membutuhkan
tanah yang gembur, tercampur humus dan terlindung dari panas matahari
langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform dalam
waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5-8 menjadi bentuk
7
filariform yang infektif. Larva ini memiliki kelangsungan hidup yang
pendek di dalam tanah yaitu 1-2 minggu, akan tetapi cacing ini memiliki
satu siklus bentuk bebas didalam tanah yang terus-menerus menghasilkan
bentuk infektif, sehingga perkembangan bentuk bebas di tanah dapat
mencapai endemitas yang tinggi. Larva ketiga spesies ini memerlukan
oksigen dalam pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam
bentuk apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan
pertumbuhan larva. 13
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecacingan
Secara epidemiologik, faktor sanitasi lingkungan dan faktor higiene
perorangan dapat mempermudah penularan infeksi cacing.14
1) Faktor sanitasi lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor
lingkungan yang berperan sebagai media, faktor agent penyebab
penyakit, dan faktor host yaitu manusia sebagai objek dari penyakit.14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang tinggal pada
lingkungan rumah dengan tanah halaman terkontaminasi telur cacing
tambang memiliki risiko terinfeksi larva cacing tambang sebesar 13,0
kali lebih besar dibanding anak yang tinggal pada lingkungan rumah
tanpa kontaminasi telur cacing tambang.,15
Kondisi lingkungan sebagai faktor risiko terjadinya infeksi
cacing di tanah 93,3%, hal ini menunjukkan refleksi dar perilaku
buang air besar disembarang tempat yang ternyata sesuai hasil
wawancara dilapangan bahwa dari 90% responden tinggal di
pemukiman. Anak yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun dan
tempat lain halaman rumah, beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3
kali lebih besar dibanding anak yang tinggal dengan keluarga yang
memiliki kebiasaan defekasi di jamban. Sedangkan wilayah Lampung
di perkotaan (33,33%) lantai rumah berupa lantai tanah. 15
8
2. Faktor Manusia
Kesehatan pribadi (higenitas perorangan) adalah upaya dari
seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatannya, meliputi:
3. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan
sebelum dan sesudah makan), pakaian, rumah dan
lingkungannya (BAB pada tempatnya)
4. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit
5. Cara hidup yang teratur
6. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani
7. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit
8. Melengkapi rumah dengan fasilitas-failitas yang menjamin
hidup sehat seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat
9. Pemeriksaan kesehatan
Kebersihan perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi
lingkungan, yang mana hygiene harus didukung oleh sanitasi lingkungan
yang baik. Dalam pemberantasan kecacinganpun ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan perorangan dan lingkungan.16
2.2 Infeksi Cacing yang Berbasis Lingkungan dan Siklus Hidupnya
2.2.1 Soil Transmitted Helminth dan Siklus Hidupnya
Infeksi cacing adalah infeksi yang disebakan oleh cacing kelas
nematode usus khususnya yang penularan memlaui tanah, diantaranya
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan Strongyloides
stercoralis.17
9
a. Ascaris Lumbricoides
Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah
berkembang. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi
berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.
Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus.
Selanjutnya larva tadi akan menembus usus halus kemudian ke pembuluh
darah atau limfe di usus untuk kemudian dialirkan ke jantung, kemudian
mengikuti aliran darah ke paru. Larva di dalam paru-paru ini menembus
pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian
naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju
faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk
karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke esofagus, lalu
menuju ke usus halus. Di usus halus larva akan tertelan ke esofagus, lalu
menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa.
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan
waktu kurang lebih 2-3 bulan.18
Gambar 2.1 Daur Hidup Cacing Ascaris lumbricoides
10
b. Trichuris trichiura
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur
tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang
sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur
berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila
secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui
dinding telur dan masuk ke dalam usu halus. Sesudah menjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum. Jadi cacing ini tidak memiliki siklus paru. Masa pertumbuhan telur
mulai tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur kurang lebih 30-90
hari.19
Gambar 2.2. Daur Hidup Cacing Trichuris trichiura
11
c. Hookworm (Cacing Tambang)
Daur hidup sebagai berikut:
Telur larva rabditiform larva filariform menembus
kulit kapiler darah jantung kanan paru bronkus
trakea laring usus halus. Infeksi terjadi bila larva filariform
menembus kulit. Infeksi ancylostoma duodenale juga dapat terjadi dengan
menelan larva filariform.20
Gambar 2.3. Daur Hidup Cacing Hookworm (cacing tambang)
d. Strongyloides stercoralis
Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup:
1) Siklus langsung
Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva
tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui
jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai
menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring.
Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga parasit
tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi
dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28
hari sesudah infeksi. 21
12
2) Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah
berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas.
Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang
menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu
beberapa hari menjadi larva rabditiform tadi dapat juga
mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika
keadaan lingkungan sekitar optimum yaitu sesuai dengan keadaan
yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di
negeri tropik dengan iklim lembab.22
3) Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang menjadi larva filariform di usus
atau daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus
mukosa usus atau kulit perianal maka akan terjadi suatu daur
perkembangan dalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat
menyebabkan strongiloides menahun pada penderita yang
hidup didaerah non endemik. 23
Gambar 2.4 Daur Hidup Cacing Strongyloides stercoralis.
13
2.2.2 Gejala Umum Infeksi Cacing
Umum Ascaris Lumbricoides tidak menunjukkan gejala, namun
infeksi sedang berat dapat menyebabkan malnutrisi dan gejala
gastrointestinal yang tidak spesifik dan penurunan status kognitif pada
anak sekolah dasar. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya
ringan, kadang penderita mengalami mual, nafsu makan berkurang, diare
atau konstipasi. Efek yang serius bila cacing menggumpal di usus
sehingga terjadi obstruksi usus. Sedangkan gangguan karena larva
biasanya terjadi saat berada di paru, yang disebut sindrom loeffler berupa
perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan paru yang
disertai batuk,demam dan eosinifolia.24
Untuk Trichuris trichiura, bisa menyebabkan infeksi yang berat
dan menahun menunjukkan gejala diare yang sering dislingi sindrom
disentri, anemi, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolaps
rektum.24 Infeksi cacing tambang terutama pada anak-anak tidak
memberikan tanda gejala. Namun, infeksi jangka panjang dapat
menyebabkan defisiensi besi dan anemi karena perdarahan dinding usus.
Gejala lain berupa diare dan kram perut. Bila larva filariform masuk ke
kulit dapat menyebabkan ruam merah di kulit (ground itch). Dan bila
masuk ke paru dapat menyebabkan inflamasi paru, batuk, demam (jarang).
Infeksi larva secara oral dapat menyebabkan inflamasi paru, batuk, demam
(jarang). Infeksi larva secara oral dapat menyebabkan suara serak, mual
dan muntah. Infeksi kronik dapat menyebabkan penurunan nutrisi dan
pertumbuhan.25 Infeksi ringan Strongloides stercoralis tidak menimbulkan
gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk di
daerah epigastrium tengah, tidak menjalar mungkin ada mual dan muntah,
diare dan konstipasi bergantian, bila larva menembus kulit menyebabkan
creeping eruption.25
14
2.3 Kerangka Teori
2.4 Kerangka konsep
Variabel Independen
Agent/Spesies cacing:
Spesies
Siklus Hidup
Habitat
Cara penularan
Vektor :
Spesies penular
Habitat
Cara penularan
Populasi
Faktor Kebersihan Pribadi:
Tempat tinggal
Kebiasan mencuci
tangan
Kebersihan kuku
Infeksi Cacing
Tempat tinggal
Mencuci tangan
Kebersihan
kuku
Infeksi Cacing Angka infeksi
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode
pengumpulan secara potong lintang yang dilakukan secara deskriptif. Penelitian
ini meliputi pengambilan data dengan kuesioner kepada responden, pemeriksaan
fisik, analisa data, dan interpretasi hasil penelitian.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah menggunakan data primer (kuesioner). Waktu penelitian ini
berlangsung dari September hingga Desember 2017
3.3 Populasi dan sampel
3.3.1 Populasi dan sampel yang diteliti
Populasi target adalah mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah. Populasi terjangkau adalah mahasiswa/i angkatan 2016 yang
bersedia menjadi responden dalam penelitian. Sampel penelitian adalah
mahasiswa/i angkatan 2016 Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Tahun
Ajaran 2016/2017.
3.3.2 Jumlah Sampel
Untuk jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini, ditentukan
dengan cara Sample Random Sampling pada mahasiswa/i fakultas kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah. Penentuan perhitungan besar sampel menggunakan
rumus analitik dan ditentukan dengan menggunakan rumus:
N1 = ((Zα)² x p x (1-p))
d²
16
Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka besar sampel yang diambil
dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
Deviat baku alfa sebesar 10% sehingga Zα = 1,64
Proporsi kategori variabel yang diteliti P = 0,31
Q = 1-p, Maka didapatkan Q = 0,69
Nilai d (presisi) ditetapkan sebesar 10% =0,1
N1 : Besar sampel minimal
N2 : Jumlah sample minimal ditambah dengan subsitusi 10% dari jumlah
sampel minimal. Subsitusi adalah jumlah responden dalam persen
untuk mengantisipasi kesalahan.
Dengan memasukkan nilai-nilai diatas pada rumus, diperoleh:
= ((1,64)² x 0,31 x (1-0,31)
0,1²
= 35
N2 = n1 + (10% x n1)
= 35+ 3,5
= 38,5
Jumlah sampel untuk hasil hitungan menggunakan rumus diatas
adalah 35 mahasiwa/i ditambah 10% maka jumlah pasien atau responden yang
diteliti sebesar 38,5 mahasiswa/i di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
UIN Jakarta.
17
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah yang
bersedia menjadi responden sampai akhir penelitian
2. Bersedia diambil fesesnya
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Data tidak lengkap
2. Droup Out ditegah penelitian
3. Minum obat cacing pada saat pengambilan sempel feses.
3.5 Cara Kerja Penelitian
Pembuatan Kuesioner dan
menentukan responden sesuai
dengan kriteria peneliti
Memberikan kuesioner kepada
responden yang sudah terpilih
dan menjelaskan isi kuesioner
tersebut
Pengambilan feses dan
pemeriksaan feses:
pemerikasaan sediaan tinja
basah
Pengolahan dan
analisi data
Penyusunan
laporan
18
3.5.2 Cara Kerja
3.5.2.1 Pembagian Kueisoner
Kuesioner yang ditujukan kepada mahasiswa/i fakultas kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah mencakup identitas diri responden dan pertanyaan variabel
yang diteliti.
3.5.2.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemreriksaan laboratorium sampel feses dilakukan untuk mengetahui
responden yang positif kecacingan. Pemeriksaan dilakukan dengan metode:
1. Pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus
Bahan:
1) Lidi
2) Kaca objek
3) KOH
4) Tinja
Cara keja :
1) Letakkan setetes KOH diatas kaca objek
2) Dengan lidi diambil sedikit tinja, kemudian dihancurkan di dalam air
diatas kaca objek
3) Sebarkan suspensi tinja diatas kaca objek sehingga terdapat lapisan
yang tipis tetapi tetap basah
4) Periksa dengan pembesaran lemah (objektif 10x).26
3.6 Manajemen Data
3.6.1 Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti yang berjumlah 1 orang mahasiswa
Pendidikan Dokter. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pengisian
kusioner dan pengambilan feses.
19
3.6.2 Pengolah Data
Penelitian ini merupakan peneliti analitik. Perhitungan statistik dilakukan
menggunakan software SPSS 16.0
3.7 Analisis Data
Data yang telah diperoleh dan diolah secara statistik lalu dilanjutkan
dengan analisis univariat dan bivariat
3.7.1 Analisi Univariat
Analisi univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari
variabel independen dan dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner
diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.8 Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tekstular dan tubular (teks dan
tabel)
3.9 Etika Penelitian
Peneliti menyediakan lembar atau surat persetujuan untuk responden
sebagai bukti bahwa responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian dan analisa data mengenai penelitian tentang
prevalensi infeksi cacing pada mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
angkatan 2016. Penelitian ini dilakukan dari bulan september sampai bulan
november 2017, sampel merupakan mahasiswa/i Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah yang terpilih secara Sample random sampling. Jumlah sampel yang
didapat sebanyak adalah 30 orang yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Adapun penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui prevalensi
infeksi cacing pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2016 dengan
melihat karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu tempat tinggal,
makanan yang dikonsumsi dan perilaku higene dari mahasiswa/i tersebut.
4.1 Karakteristik Seluruh Data Responden
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik seluruh data responden
No. Variabel Kategori Jumlah Persentase
1 Jenis Kelamin Laki-laki 14 46,7%
Perempuan 16 53,3%
2 Usia 18 tahun 10 33,3 %
19 tahun 20 66,7%
3 Tempat Tinggal Kost 15 50,0%
Rumah 15 50,0%
4 Infeksi Cacing Positive 2 6,7%
5
Konsumsi makanan
Negative
Di rumah
Di luar
28
15
15
93,3%
50,0%
50,0%
6 Mencuci tangan Ya 24 7,2%
Tidak 6 1,8%
7 Kebersihan kuku Baik 12 3,6%
Buruk 18 5,4%
21
Berdasarkan tabel 4.1 terdapat 14 (46,7%) mahasiswa yang berjenis
kelamin laki-laki dan 16 (53,3%) mahasiswi yang berjenis kelamin perempuan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak responden yang berjenis kelamin
perempuan dibanding responden yang berjenis kelamin laki-laki. Mahasiswa/i
yang berusia 19 tahun sebanyak 20 orang (66,7%) dan yang berusia 18 tahun
sebanyak 10 orang (33,3%), hal ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa/i yang
berusia 19 tahun lebih banyak dibanding dengan mahasiswa/i yang berusia 18
tahun. Mahasiswa/i yang bertempat tinggal di kost sebanyak 15 orang (50%) dan
yang tinggal dirumah sendiri sebanyak 15 orang (50%), hal ini dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa/i yang bertempat tinggal dikost dan dirumah sendiri sama
banyaknya. Mahasiswa/i yang positif infeksi cacing sebanyak 2 orang (6,7%) dan
negatif sebanyak 28 orang (93,3%). Angka kejadian ini lebih rendah dibandingkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahma (2006) dengan desain Cross
Sectional dikampung pemulung makanan di Kelurahan Padang Bulan Medan
menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 93,02%. Perbedaan angka
infeksi cacing juga berhubungan dengan faktor risiko iklim dari lokasi penelitian,
terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan dan higiene
perorangan.27
4.2 Distribusi Karakteristik Responden Infeksi Cacing
4.2 Tabel Karakteristik Responden
No Variabel Kategori Hasil Lab
Positif Persentase Negatif Persentase
1 Jenis
Kelamin
Laki-laki 2 0,9% 12 13,1%
Perempuan 0 1,1% 16 14,9%
2 Usia 18 tahun 0 0,7% 10 9,3%
19 tahun 2 1,3% 18 18,7%
22
Berdasarkan tabel 4.2 dijelaskan bahwa mahasiswa yang berjenis kelamin
laki-laki dan terkena infeksi cacing sebanyak 2 orang (0,9%) sedangkan yang
berjenis kelamin perempuan 0 orang (1,1%) dapat disebut tidak ada yang terkena
infeksi cacing. Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa laki-laki lebih
banyak yang terkena infeksi cacing, mungkin dikarenakan higienitas mahasiswa
laki-laki yang kurang baik. Sedangkan, yang tidak terkena infeksi cacing pada
jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (13,1%) dan yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 16 orang (14,9%). Responden yang berusia 18 tahun tidak
ada 0 (0,7%) yang terkena infeksi cacing sedangkan yang berusia 19 tahun
terdapat 2 orang (1,3%) yang terkena infeksi cacing. Mahasiswa yang berusia 18
tahun dan tidak terkena infeksi cacing sebanyak 10 orang (9,3%) dan yang berusia
19 tahun tidak terkena infeksi cacing sebanyak 18 orang (18,7%).
4.3 Distribusi Karakteristik Responden Konsumsi Makanan
4.3 Tabel Distribusi Konsumsi Makanan
No. Variabel Kategori Hasil Lab
Positif Persentase Negatif Persentase
1 Konsumsi
Makanan
Jajan diluar 2 1,0% 13 14,0%
Masak
dirumah
0 1,0% 15 14,0%
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa mahasiswa/i yang
mengkonsumsi makanan dengan jajan diluar dan terkena infeksi cacing sebanyak
2 orang (1,0%) sedangkan mahasiswa/i yang masak dirumah tidak ada 0 (1,0%)
yang terkena infeksi cacing. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa/i yang
mengkonsumsi makanan diluar rumah/ jajan diluar dapat menyebabkan terjadinya
infeksi cacing, sedangkan makan dengan memasak makanan dirumah tidak
menyebabkan terjadinya infeksi cacing dikarenan gizi yang baik, hal ini sesuai
dengan penelitian Irmayanti (2013) menyebutkan bahwa siswa yang bergizi baik
23
terdapat 43 siswa (66,1%) , 17 siswa (26,1%) yang bergizi kurang dan 5 siswa
(7,7%) yang bergizi sangat kurang dari 100 sample. Sedangkan yang
mengkonsumsi makanan diluar rumah dan tidak menderita infeksi cacing
sebanyak 13 orang (14,0%) dan yang memasak sendiri dan tidak menderita infeksi
cacing 15 orang (14,0%).28
4.4 Distribusi Karakteristik Responden Tempat Tinggal
4.4 Tabel Distribusi Tempat Tinggal
No Variabel Kategori Hasil Lab
Positif Persentase Negatif Persentase
1 Tempat tinggal Kost 2 1,0% 13 14,0%
Rumah 0 1,0% 15 14,0%
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa mahasiswa/i yang bertempat
tinggal di kost dan positif infeksi cacing sebanyak 2 orang (1,0%) sedangkan yang
bertempat tinggal dirumah tidak ada yang positif infeksi cacing. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa/i yang bertempat tinggal di kost lebih
memungkinkan terkena infeksi cacing daripada mahasiswa/i yang tempat
tinggalnya dirumah mereka sendiri. Menurut Depkes (2004) survei dilakukan oleh
Sub Direktorat Penanggulangan pencegahan diare, cacingan dan ISPL,
Departemen Kesehatan Jakarta menyebutkan sekitar 49,5% dari 3160 siswa
menderita cacingan dimana disebabkan oleh tempat tinggal mereka. Kemudian
mahasiswa/i yang bertempat tinggal di kost dan negatif infeksi cacingan sebanyak
13 orang (14,0%) bertempat tinggal dirumah dan negatif infeksi cacingan
sebanyak 15 orang (14,0%). 29
24
4.5 Distribusi Karakteristik Responden Higenitas Pribadi
4.5 Tabel Karakteristik Higenitas Pribadi
No Variabel Kategori Hasil Lab
Positif Persentase Negatif Persentase
1 Mencuci
tangan
Ya 0 0,4% 6 5,6%
Tidak 2 1,6% 22 22,4%
2 Kebersihkan
kuku
Baik 0 0,3% 5 4,7%
Buruk 2 1,7% 23 23,3%
Berdasarkan tabel diatas dijelaskan bahwa mahasiswa/i yang mencuci
tangan positif infeksi cacing tidak ada 0 (0,8%) dan yang tidak mencuci tangan
positif infeksi cacing sebanyak 2 orang (1,6%). Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran mahasiswa/i akan pentingnya mencuci tangan sangat baik. Kejadian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jalaluddin pada tahun (2009) di kota
Lhoksemawe sedangkan Rahmad pada tahun (2008) di Kecamatan Sibolga, yang
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan
dengan infeksi cacing. Mencuci tangan dan tidak menderita infeksi cacing
sebanyak 6 orang (5,6%), yang tidak mencuci tangan sebanyak 22 orang (22,4%).
Sedangkan untuk kebersihan kuku yang baik dan positif infeksi cacing 0 orang
(0,3%) dan yang membersihkan kuku dengan buruk sebanyak 2 orang(1,7%) yang
mengalami infeksi cacing. Pada penelitian Rahmad (2008) didapatkan prevalensi
yang cukup tinggi pada anak yang dering menggigit kuku ketika sedang bermain
dan memasukkan jari tangan kedalam mulut. Kemudian, mahasiswa/i UIN yang
membersihkan kuku dengan baik dan tidak terinfeksi cacing sebanyak 5 orang
(4,7%) dan yang buruk tidak terkena infeksi cacing sebanyak 23 orang(23,3%).30
25
4.6 Keterbatasan Penelitian
4.6.1 Variabel Penelitian
Peneliti memakai responden mahasiswa/i angkatan 2016 Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah sebagai responden, dengan memakai kuesioner dan
melakukan pemeriksaan laboratorium. Kemudian setiap variabel dan karakteristik
hanya dilakukan uji deskriptif.
Penelitian dilakukan pada saat mahsiswa/i sedang melakukan aktivitas
perkuliahan, dan peneliti setiap harinya mengambil feses yang diberikan oleh
responden terkadang ada yang memberikan pagi, siang atau sore hari. Sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkan sampel. Kemudian karena
sampel hanya bisa diperiksa 1 jam setelah pengambilan, agak sulit untuk peneliti
meminta tolong kepada responden untuk dapat memberikan sampel secara
bersamaan karena BAB setiap responden berbeda waktunya, sebab itu peneliti
hanya dapat mengambil 30 sampel dari 38 seharusnya jumlah sampel minimum.
4.6.2 Sampel Penelitian
Jumlah sampel tidak memenuhi sampel minimum, dikarenakan responden
di akhir tidak mau mengambil sampel yaitu feses. Namun alangkah baiknya jika
sampel memenuhi minimum, sehingga hasil lebih variatif dan lebih mendukung
teori.
BAB V
Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
Terdapat 2 orang (6,7%) yang menderita infeksi cacing pada mahasiswa
Kedokteran UIN Syraif Hidayatullah, sedangkan yang tidak menderita
infeksi cacing terdapat 28 orang (93,3%).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran yang diberikan,
sebagai berikut:
1. Untuk pihak kampus agar memberikan pemahaman kepada
mahasiswa/i tentang pentingnya menjaga kebersihan diri/ personal
higiene seperti mencuci tangan menggunakan sabun atau memotong
kuku seminggu sekali, dalam mencegah terjadinya infeksi cacing.
2. Untuk peneliti selanjutnya untuk dapat menghindari dan
mengantisipasi kesalahan dan kekurangan yang ada dalam penelitian
ini sehingga diharapkan mencapai hasil yang lebih baik.
3. Untuk pemerintah diharapkan melakukan intervensi terhadap
lingkungan sekitar.
27
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. 2009. Neglected tropical diseases.
Geneva:WHO.
2. World Health Organization. 2012. Intestinal worms. Geneva: World
Health Organization.
3. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI.
Jakarta :EGC, hal.128.
4. Bethony J, Brooker S, dkk. 2006. Soiltransmitted helminth infections:
ascariasis,trichuriasis, and hookworm. Lancet, Hal.56-57.
5. Sherwood L. 2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta,
hal.154.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman pengendalian
cacingan. Jakarta: Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI
7. Margono Sri, dkk. 1974. The use of some technics in the diagnosis of soil
transmitted helminthes. The first conference of the APCO, proceedings,
hal. 229-233.
8. Supriptiastuti. 2006. Infeksi soil transmitted helminth : askariasis,
trichuris, cacing tambang. Universa Medicina, hal.167.
9. Staf pengajar Departemen Parasitologi FKUI.2008. Buku ajar parasitologi
kedokteran. Edisi ke-4, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
10. Sasongko, A. 2000. Dua belas tahun pelaksanaan program pemberantasan
cacing disekolah dasar DKI Jakarta (1987-1999). Jurnal Epidemiologi
Indonesia Vol 1, hal 98.
11. Ideham B, Pusawarti S.2004. Buku penentun Praktis Parasitologi
Kedokteran . Jakarta: EGC
12. Gandahasuda S. Parasitologi Kedokteran. 2003. Edisi ke-2. Jakarta :
Universitas Indonesia.
13. World Health Organization. 2009. Neglected tropical disease. Geneva :
WHO, hal 64.
28
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan tahun 2012 . Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
15. Djarismawati. 2007. Seminar Nasional Indonesia dan Lingkungan karena
kercunan makanan oleh non organisme dan organisme. Proceding Jaringan
Kerjasama. Jagyakarta.hal.382.
16. Handayani W, Andi SH. 2008. Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Hal.182.
17. Stoltzfus RJ.2003. Iron deficiency: global prevalence and consequences.
18. Ismid, I.S. 1996. Survei penyakit kecacinan pada anak murid sekolah dasar
di Jakarta Pusat. Jurnal Kesehatan Vol.2 h.134.
19. World Health Organization.2010. Prevention and control of
schistosomiasis and soil transmitted helminthiasis. Geneva:WHO.
20. World Health Organization. Intestinal worms. 2012. Geneva: World
Health Organization.
21. Stephenson LS, dkk.2000. Parasitology. Jakarta, hal 121;S23-S38
22. Gandahasuda S. 2003. Parasitologi Kedokteran . Edisi ke-2. Jakarta :
Universitas Indonesia.
23. Merid Y, dkk. 2001.Intestinal helminthic infection among children at lake
Awassa Area, hal.58.
24. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. Pedoman pengendalian
cacingan. Jakarta: Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI.
25. Hadidjaja, P. 1994. Masalah Penyakit Kecacingan di Indonesia dan
penanggulannya. Maj.Kedok. Indon, hal. 44:215-216.
26. Kusuma Adi Setyaningrum. 2014. Pemeriksaan Telur Cacing Parasit Pada
Feses, Jakarta: Universitas Indonesia, hal. 76.
27. Entjang, 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademik
Keperawatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, hal.120.
28. World Health Organization.2012. Deorming to combat the health and
nutritional impact of soil-transmitted helminths. Geneva. WHO
29. Dinas Kesehatan Prop. Sulawesi Selatan.2004. Laporan Hasil Kegiatan
Program Cacingan. Dinkes Prop.Sulawesi Selatan, Makassar.
29
30. Hendratno S. 1999. Kotoran dibawah kuku dikaitkan dengan penyebaran
cacing usus, Makassar.
30
Lampiran 1
Lembar surat persetujuan responden
Prevalensi infeksi cacing STH (Soil Transmitted Helminth) pada mahasiswa/i
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2016 yang bertempat tinggal
dikost dan dirumah
Assalamualaikum Wr.Wb.
Kepada mahasiswa/i kedokteran UIN angkatan 2016, saya ucapkan
terimakasih banyak atas waktu yang sudah diluangkan untuk membantu penelitian
saya.
Perkenalkan saya Putri Anggereini A STP, mahasiswi kedokteran dan ilmu
kesehatan UIN Jakarta, jurusan Pendidikan Dokter Angkatan 2013. Saat ini saya
melakukan penelitian yang berjudul “ Prevalensi infeksi cacing STH (Soil
Transmitted Helmint) pada mahasiswa/i baru dibandingkan dengan mahasiwa/i
lama kedokteran UIN syarif Hidayatullah Tahun 2017” untuk menyelesaikan
pendidikan S1 Kedokteran.
Oleh karena itu saya harap adik-adik bersedia untuk membantu saya,
dengan mengisi kuesioner ini dengan jujur dan bersedia untuk dilakukan
pengambilan feses. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Wassalamualaikum
Wr.Wb
Responden Peneliti
........................ Putri Anggereini A STP
31
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
Kuesioner prevalensi infeksi cacing STH (soil transmitted Helmint) pada
mahasiswa/i kedokteran UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2016 yang
bertempat tinggal di kost dan dirumah.
Data Responden
Nama :
Angkatan :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Jawablah semua pertanyaan dengan melingkari atau memberi tanda silang (x)
pada salah satu dari pilihan jawaban yang menurut Anda paling benar
Data Tempat Tinggal
1. Apakah Anda bertempat tinggal di kost?
A. Ya
B. Tidak
2. Jika tidak, Anda bertempat tinggal dimana?
A. Rumah kedua orangtua
B. Kontrakan
C. jawaban yang lain, sebutkan......
Konsumsi Makanan
1. Apakah kamu memasak makanan sendiri?
A. Ya
B. Tidak
2. Apakah kamu suka membeli makanan diluar rumah?
A. Ya
B. Tidak
32
3. Jika ya, seberapa sering kamu membeli makanan diluar rumah?
A. Setiap hari
B. Seminggu 3 kali
C. Jawaban yang lain, sebutkan.....
Data perilaku Higene
1. Apakah kamu mencuci tangan sebelum makan?
A. Ya
B. Tidak
2. Jika ya, Apakah kamu mencuci tangan menggunakan sabun?
A. Ya
B. Tidak
Riwayat Penyakit yang diderita
1. Apakah kamu pernah menderita penyakit yang serius?
A. Ya, pernah
B. Tidak pernah
2. Jika ya, penyakit apa?....
3. Apakah kamu pernah terinfeksi cacing?
A. Ya
B. Tidak
4. Apakah kamu pernah melakukan cek darah?
A. Ya
B. Tidak
5. Jika ya, apakah kamu menderita anemia?
A. Ya
B. Tidak
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASINYA
33
Lampiran 3
Hasil Uji Statistik
1. Jenis Kelamin
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 14 46,7 46,7 46,7
perempuan 16 53,3 53,3 100,0
Total 30 100,0 100,0
2. Usia
usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 tahun 10 33,3 33,3 33,3
19 tahun 20 66,7 66,7 100,0
Total 30 100,0 100,0
3. Tempat Tinggal
tempat tinggal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kost 15 50,0 50,0 50,0
rumah 15 50,0 50,0 100,0
Total 30 100,0 100,0
4. Infeksi Cacing
Infeksi cacing
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 2 6,7 6,7 6,7
tidak 28 93,3 93,3 100,0
Total 30 100,0 100,0
34
Lampiran 4
Uji Chi-Square
1. jenis kelamin * Infeksi cacing Crosstabulation
Count
Infeksi cacing
Total ya tidak
jenis kelamin laki-laki 2 12 14
perempuan 0 16 16
Total 2 28 30
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 2,449a 1 ,118
Continuity Correctionb ,691 1 ,406
Likelihood Ratio 3,213 1 ,073
Fisher's Exact Test ,209 ,209
Linear-by-Linear
Association 2,367 1 ,124
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,93.
c. Computed only for a 2x2 table
2. usia * Infeksi cacing Crosstabulation
Count
Infeksi cacing
Total ya tidak
usia 18 tahun 0 10 10
19 tahun 2 18 20
Total 2 28 30
35
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1,071a 1 ,301
Continuity Correctionb ,067 1 ,796
Likelihood Ratio 1,692 1 ,193
Fisher's Exact Test ,540 ,437
Linear-by-Linear Association 1,036 1 ,309
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,67.
b. Computed only for a 2x2 table
3. makanan * Infeksi cacing Crosstabulation
Count
Infeksi cacing
Total ya tidak
makanan makanan kost 2 13 15
makanan rumah 0 15 15
Total 2 28 30
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2,143a 1 ,143
Continuity Correctionb ,536 1 ,464
Likelihood Ratio 2,916 1 ,088
Fisher's Exact Test ,483 ,241
Linear-by-Linear Association 2,071 1 ,150
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
b. Computed only for a 2x2 table
36
5. mencuci tangan * Infeksi cacing Crosstabulation
Count
Infeksi cacing
Total ya tidak
mencucitangan tidak 0 6 6
ya 2 22 24
Total 2 28 30
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,536a 1 ,464
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,928 1 ,335
Fisher's Exact Test 1,000 ,634
Linear-by-Linear
Association ,518 1 ,472
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
b. Computed only for a 2x2 table
4. tempat tinggal * Infeksi cacing Crosstabulation
Count
Infeksi cacing
Total ya tidak
tempat tinggal kost 2 13 15
rumah 0 15 15
Total 2 28 30
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2,143a 1 ,143
Continuity Correctionb ,536 1 ,464
Likelihood Ratio 2,916 1 ,088
Fisher's Exact Test ,483 ,241
Linear-by-Linear Association 2,071 1 ,150
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
b. Computed only for a 2x2 table
37
Lampiran 5
Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Putri Anggereini A.STP
Tempat/tanggal lahir : Medan, 24 Febbuari 1996
Alamat : Jl. Kepodang 2 No.350 P.Mandala, Sumatera Utara
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. TK Islam An-nizam (2000-2001)
2. SD Islam An-nizam (2001-2002)
3. MTsN 2 Medan (2002-2007)
4. SMAN 3 Medan (2007-2010)
5. PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013-sekarang)