case bedah 1 (appendisitis)

37
LAPORAN KASUS Seorang Laki - Laki Dengan Keluhan Nyeri Perut Bagian Kanan Bawah Dokter Pembimbing : Dr. Deddy Soebandrio, SpB Disusun oleh : Yusrina Affiatika Untari 030.09.281 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RSAL DR MINTOHARDJO PERIODE 24 MARET 2014 –31 MEI 2014 1

Upload: francisca-anggun-w

Post on 24-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

app

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSSeorang Laki - Laki Dengan Keluhan Nyeri Perut Bagian Kanan Bawah

Dokter Pembimbing :Dr. Deddy Soebandrio, SpB

Disusun oleh : Yusrina Affiatika Untari 030.09.281

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RSAL DR MINTOHARDJOPERIODE 24 MARET 2014 31 MEI 2014FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUSSeorang Laki-Laki Dengan Keluhan Nyeri Perut Bagian Kanan Bawah

Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit BedahPeriode 24 Maret 2014 31 Mei 2014Di Rumah Sakit Angkatan Laut DR Mintohardjo

Disusun oleh :Yusrina Affiatika Untari030.09.281Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta , April 2014Pembimbing

Dr.Deddy Soebandrio, SpB

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa , karena atas berkat dan hidayatNya, saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah laporan kasus yang berjudul Seorang Laki-Laki Dengan Keluhan Nyeri Perut Bagian Kanan Bawah. Referat ini disusun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Angkatan Laut DR Mintohardjo Jakarta.Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan referat ini, baik secara langsung maupun tidak langung. Khususnya saya ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada dr. Deddy Soebandrio, SpB sebagai pembimbing dalam pembuatan laporan kasus ini.Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala kritik dan saran serta semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam bidang kedokteran.

Jakarta, April 2014

Penyusun

BAB I LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIENNama: Tn.RJenis kelamin: Laki laki

Umur: 29 tahunSuku bangsa: Indonesia

Status perkawinan: Belum menikahAgama: Islam

Pekerjaan: Karyawan swastaPendidikan: Sarjana

Alamat: Jl. Karet Pasar, Setiabudi, JakselTanggal masuk RS: 11 April 2014

I.1 ANAMNESISDiambil secara autoanamnesis pada hari Jumat, 11 April 2014Keluhan utama : Nyeri perut bagian kanan bawah sejak satu hari SMRS.Keluhan tambahan: Mual , muntahRiwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik bedah RSAL Mintohardjo dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan berawal dari daerah ulu hati kemudian ke perut kanan bawah dan menjalar ke arah tungkai atas (bagian paha). Nyeri terasa perih dan seperti ditusuk tusuk , terus menerus dengan VAS : 8. Pasien merasa mual dan ada muntah sebanyak satu kali berisi cairan. Keluhan demam disangkal. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien belum buang air besar sejak nyeri dirasakan. Sebelum datang ke poliklinik bedah, pasien sudah berobat ke IGD RSAL Mintohardjo dan diberikan obat pengurang rasa nyeri dan antibiotic.Riwayat Penyakit DahuluRiwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi, riwayat perawatan, dan operasi sebelumnya disangkal.Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat maag ( - )Riwayat hipertensi( - ) Riwayat DM( - )Riwayat penyakit jantung( - )Riwayat Asma( - )

Riwayat KebiasaanPasien tidak merokok dan minum alkohol, pasien juga jarang olah raga. Pasien sering mengkonsumsi makanan pedas, pasien sering minum kopi, setiap pagi satu gelas sekali.

I.2 PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan Umum1. Keadaan umum: Tampak sakit sedang2. Kesadaran: Compos mentis3. Tanda Vital Tekanan Darah : 170/100 mmHg Nadi: 84 x/menit Suhu: 36,3o C Pernapasan: 18 x/menit4. Berat Badan: 178 cm5. Tinggi Badan: 76 kg6. Kesan Gizi: normal7. Status Gizi: BMI : 24,05

8. Tanda Dehidrasi: ( - )9. Cara Berjalan: Normal10. Habitus: Atletikus 11. Kulit: Warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna, teraba hangat dan tidak kering12. Sianosis: ( - )13. Udema Umum: ( - )14. Mobilitas ( aktif / pasif ): Aktif15. Umur menurut taksiran pemeriksa: Sesuai umur Aspek Kejiwaan1. Tingkah Laku: Tenang2. Alam Perasaan: Normothym, serasi3. Proses Pikir: Wajar, sesuaiKelenjar Getah Bening1. Leher: Tidak teraba membesar2. Pre/post auricula: Tidak teraba membesar3. Submandibula: Tidak teraba membesar4. Submental: Tidak teraba membesar5. Supraklavikula: Tidak teraba membesar6. Axilla: Tidak dilakukan7. Inguinal: Tidak dilakukanKepala1. Ukuran: Normocephali2. Ekspresi wajah: tampak sakit3. Wajah: Simetris4. Rambut: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabutMata1

1. Suprasilia: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut2. Kelopak mata: Oedem, tidak ada kelainan seperti kalazion, ptosis dan lagofthalmus 3. Bulu mata: Tidak ada kelainan seperti trikiasis4. Lensa: Bening/tidak keruh, 5. Konjungtiva: Tidak anemis, tidak ada injeksi siliar6. Sklera: Tidak ikterik7. Refleks cahaya: Langsung dan tidak langsung positif8. Tidak terdapat arkus senilis pada kedua mata

Telinga: Tidak ada deviasi septum, silia +, tidak ada sekret, konka tidak hiperemis dan tidak hipertrofi, tidak ada nafas cuping hidungHidung 1. Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), odema (-), krepitasi (-)2. Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)3. Kavum nasi : Lapang, polip (-)4. Konkha inferior : Eutrophi, udema (-)Mulut1. Bibir: Normal, kering (-)2. Gigi geligi: Tiada karies3. Trismus: Tidak ada4. Bau pernapasan: Tidak ada5. Lidah: Tidak kotor6. Palatum: Sariawan (-), tidak hiperemis7. Tonsil: T1 T1, tenang8. Faring: Tidak hiperemis9. Mukosa: NormalLeher1. Tekanan Vena Jugularis (JVP): 5 + 2 cm H2O.2. Kelenjar Tiroid: Tidak teraba membesar.3. Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak teraba membesar.4. Dada1. Bentuk: Simetris2. Pembuluh darah: Tidak melebar3. Buah dada: Simetris, tidak ada retraksi puting susu.Benjolan (-)

Paru paruDepanBelakang

InspeksiKiri Simetris saat statis dan dinamisSimetris saat statis dan dinamis

KananSimetris saat statis dan dinamisSimetris saat statis dan dinamis

PalpasiKiri- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris

Kanan- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris

PerkusiKiriSonorSonor

kanan

AuskultasiKiri- Suara nafas vesikuler- Wheezing (-), Ronki (-)- Suara nafas vesikuler- Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan- Suara nafas vesikuler- Wheezing (-), Ronki (-)-Suara nafas vesikuler- Wheezing (-), Ronki (-)

JantungPemeriksaanHasil yang didapatkan

InspeksiTidak terlihat pulsasi iktus cordis.

PalpasiTeraba pulsasi iktus cordis 1 cm medial linea midklavikula kiri sela iga VI.

PerkusiBatas kanan: sela iga V, linea parasternalis kananBatas kiri: sela iga V, 1 cm sebelah medial linea midklavikula kiri.Batas atas: sela iga II, di linea parasternal kiri.

AuskultasiBunyi jantung I-II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

PerutPemeriksaanHasil yang didapatkan

Inspeksisupel, datar, simetris, tidak ada smiling umbilicus, tidak ada dilatasi vena, hiperpigmentasi (-)

AuskultasiBising usus 3x/menit

PalpasiDinding perut: Supel, NTE (+)Turgor kulit : BaikHati: Tidak teraba membesarLimpa: Tidak terabaGinjal: Ballotement (-/-), Nyeri ketuk CVA -/-Undulasi ( - )

PerkusiTimpani, shifting dullness (-)

Status lokalis abdomenHasil

Mc BurneyNyeri tekan +

Nyeri Lepas +

Rovsing Sign +

Blumberg+

Psoas Sign+

Anggota gerakLenganKananKiri

OtotTonusNormotonusNormotonus

MassaNormalNormal

SendiNormalNormal

GerakanAktifAktif

Kekuatan+5+5

OedemTidak adaTidak ada

Petechie / purpuraTidak adaTidak ada

Uji Torniquet--

Sianosis periferTidak adaTidak ada

Tungkai dan kakiKananKiri

LukaTidak adaTidak ada

VarisesTidak adaTidak ada

OtotTonusNormotonus Normotonus

MassaNormalNormal

SendiNormalNormal

GerakanAktifAktif

Kekuatan+5+5

OedemTidak adaTidak ada

Lain-lain:HematomeSianosis periferTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

I.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Laboratorium (tanggal 11 April 2014 )Jenis pemeriksaanHasilSatuanNilai Rujukan

Darah rutin

Leukosit8,1x10^3/mm33.80 -10.60

Eritrosit5,05juta/mm33.6-5.8

Hemoglobin (Hb)12,8g/dl12-16

Hematokrit (Ht)40%35.0-47.0

Trombosit180ribu/mm3150-440

I.4 RESUME AnamnesisPasien datang ke poliklinik bedah RSAL Mintohardjo dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan berawal dari daerah ulu hati kemudian ke perut kanan bawah dan menjalar ke tungkai atas (bagian paha). Nyeri terasa perih dan seperti ditusuk tusuk , terus menerus dengan VAS : 8. Pasien merasa mual dan ada muntah sebanyak satu kali berisi cairan. Keluhan demam disangkal. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien belum buang air besar sejak nyeri dirasakan. Sebelum datang ke poliklinik bedah, pasien sudah berobat ke IGD RSAL Mintohardjo dan diberikan obat pengurang rasa nyeri.

Pemeriksaan fisik Keadaan Umum: Tampak sakit sedang GCS: E4 V5 M6 Tekanan Darah: 170/100 mmHg Frekuensi nadi: 84x/menit Frekuensi nafas: 18x/menit Suhu : 36.30 C BMI: 24,05 (obese)Status lokalisAbdomenHasil

Mc BurneyNyeri tekan +

Nyeri Lepas +

Rovsing Sign +

Blumberg+

Psoas Sign+

I.5 DIAGNOSIS KERJAAppendisitis Akut

PEMERIKSAAN ANJURAN1. USG Abdomen

I.6 PENATALAKSANAAN Non medikamentosa1. Rawat inap2. Bedrest3. Observasi keadaan umum dan tanda vital

Medikamentosa1. analgetik2. antibiotik

OperasiAppendiktomi

I.7 PROGNOSIS1. Ad vitam: ad bonam2. Ad functionam: dubia ad bonam3. Ad sanationam: dubia ad bonam

BAB II PEMBAHASANPasien datang ke poliklinik bedah RSAL Mintohardjo dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan berawal dari daerah ulu hati kemudian ke perut kanan bawah dan menjalar ke arah tungkai atas (bagian paha). Nyeri terasa perih dan seperti ditusuk tusuk , terus menerus dengan VAS : 8. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien adalah nyeri perut kanan bawah sejak satu hari yang lalu, dapat dipikirkan pasien mengalami abdomen akut. Untuk menentukan diagnosis dari abdomen akut, pertama adalah mengetahui lokasi nyeri. Pada kasus didapatkan bahwa nyeri dirasakan diperut kanan bawah. Diagnosis banding yang dapat diambil dari keluhan nyeri perut kanan bawah, yaitu appedisitis, Crohns disesase, Meckels diverticulitis, hernia inguinalis incarcerate, strangulata, kolik renal, infeksi saluran kemih. Pada perempuan dapat dipikirkan adanya kista ovarimum, salfingitis dan kehamilan ektopik.Adapun gambaran hubungan lokasi nyeri perut dengan diagnosis banding yang dapat dipikirkan seperti yang terlihat pada table dibawah ini :

Pengertian nyeri sendiri merupakan suatu keadaan gangguan rasa nyaman yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan dan dapat dirasakan di tempat terjadi kerusakan. Nyeri dapat terjadi karena ada rangsangan stimulus rasa nyeri (transduksi stimuli ) dari organ yang terkena kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf myelin A melewati kornu dorsalis medulla spinalis ke thalamus kemudian di modulasi untuk diatur ( rangsangan dihambat atau ditingkatkan) untuk diteruskan ke korteks serebri sebagai tempat persepsi nyeri.Dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien sebelumnya sempat mengalami nyeri perut di daerah umbilical (ulu hati) yang dirasakan hilang timbul dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, Pasien merasa mual dan muntah sebanyak satu kali berisi cairan. Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan gastrointestinal. Mual dan muntah dapat terjadi melalui tiga fase: mual, retching dan muntah. Fase pertama, mual, dapat dijelaskan sebagai perasaan tidak enak pada bagian belakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Dapat berkaitan dengan aktivitas sakuran cerna, seperti meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan peristaltic. Gejala dan tanda mual seringkali berupa pucat, meningkatnya salivasi, hendak muntah, hendak pingsan , berkeringat dan takikardi. Retching merupakan suatu usaha involunter untuk muntah, terdiri atas gerakan pernafasan spasmodik melawan glottis dan gerakan inspirasi dinding dada dan diafragma. Fase terakhir yaitu fase muntah. Fase muntah merupakan suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Muntah terjadi akibat rangsangan pusat muntah. Pusat muntah secara anatomis berada di dekat pusat salivasi dan pernafasan , sehingga pada waktu muntah sering terjadi hipersalivasi dan gerakan pernafasan. Pada pasien dengan appendisitis akut , mual dan muntah terjadi akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.Pasien belum BAB sejak keluhan dirasakan. Pada apendisitis akut dapat ditemukan keluhan obstipasi, hal tersebut dapat timbul karena letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Buang air kecil tidak ada keluhan , dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding lain yang berhubungan dengan kelainan sistem saluran kemih.Dari hasil pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan normal. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa pasien mengalami apendisitis akut. Selain itu juga ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada sisi kontralateral (Rovsing Sign), adanya Rovsing Sign dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign positif dan Obturator Sign didapatkan hasil negatif, namun hasil negatif pada pemeriksaan ini tidak menyingkirkan kemungkinan pasien memiliki apendisitis akut. Pada pemeriksaan didapatkan defans muskular negatif, hal ini mungkin disebabkan karena pasien sebelum masuk IGD telah diberikan obat pengurang rasa nyeri dan antibiotika.Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium normal, tidak adanya lekositosis menunjukkan appendisitis akut belum terjadi perforasi.

Untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut pada pasien dengan nyeri perut kanan bawah dapat digunakan Alvarado score. Nilai Alvarado score di atas tujuh menunjukkan bahwa kemungkinan besar pasien mengalami apendisits akut. Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai delapan pada pasien sehingga kemungkinan besar pasien mengalami apendisitis akut.Penatalaksanaan : Pada pasien apendisitis akut, terapi utama yang direncakan adalah Apendektomi sesegera mungkin. Pada penanganan kasus pasien ini, sudah dilakukan dengan benar karena direncanakan apendektomi cito. Waktu appendiktomi cito kurang lebih 3x 24 jam setelah timbul gejala. Operasi cito harus segera dilakukan dengan tujuan mengangkat appendiks secara keseluruhan agar progresivitas penyakit tidak berlanjut atau terjadi rekurensi penyakit. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post operasi.Antibiotik yang diberikan pada pasien sudah dilakukan dengan cukup tepat yaitu Cefixim yang merupakan antibiotik spektrum luas, terutama terhadap gram negatif yang memang dikaitkan dengan infeksi pada apendisitis akut terkait flora normal kolon.Terapi cairan pada pasien ini dilakukan seperti biasa karena tidak ada tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu pemberian Intravena Fluid Drip Ringer Laktat 500 cc/24 jam. Terapi cairan juga diberikan karena pasien akan menjalani operasi segera sehingga untuk mempertahankan hemodinamika pasien

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAAPPENDISITISAnatomi ApendiksApendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal. 1,2Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral. 2Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini. 2 Gambar 1. Lokasi Apendiks , Gambar 2. Variasi Letak Apendiks PatofisiologiApendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 2Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu- waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar. 2,3,4EtiologiSesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain2,3 :1. Hiperplasia jaringan limfa 2. Masa fekalith 3. Sumbatan oleh cacing ascaris 4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berseratsehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan flora normal kolon. 5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba hystolitica. Manifestasi KlinisGejala Nyeri PerutNyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. 2,3Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal. 2,3Mual dan MuntahGejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis. Mual dan muntah pada appendicitis akut dapat terjadi karena ada perangsangan pada N.vagus.2,3 Gejala GastrointestinalPada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik. 2,3TandaKeadaan UmumSecara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 2,3Keadaan LokalPada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal. Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney. Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.DiagnosisDiagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda- tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal. 2,3,4Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan. Komponen Alvarado Score adalah5 :

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut 4:

ModalitasMakna Klinis

Foto PolosTidak bermakna dalam diagnosis, walaupun seringkali penemuan fecalith dapat dilakukan

USG AbdomenSensitivitas 86%, Spesifisitas 81%

CT-ScanSensitiitas 94%, Spesifisitas 95%

Magnetic Resonance ImagingBelum ada penelitian yang mengkaji, namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent. 4Penatalaksanaan Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi. MedikamentosaPersiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. 3,4Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari. 6ApendektomiSampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pembedahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 2,3,4Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum. 4KomplikasiKomplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu.Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah target dari operasi apendektomi.Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010. 2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3 Jakarta:EGC;2011. P.755-64. 3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34. 4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed. Blackwell Publishing; 2006.p. 123-27. 5. Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-Hill. 2006. p. 784-95 6. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook.