case apotek kel 4

72
BAB I ILUSTRASI KASUS Seorang ibu datang ke apotik untuk menebus resep untuk anaknya umur 2 tahun yang mengalami otitis media akut. Resepnya adalah Amoksisilin 250mg/5mL 150 cc sig: 3 tsp tid untuk 10 hari 1. Apakah signs symptom spesifik yang perlu ditanyakan untuk mengklarifikasi diagnosis tersebut? 2. Jika ibu tersebut minta tukar dengan ciprofloksasin, karena pernah mengalami hal yang sama dan merasakan, bagaimana pendapat anda? 3. Apa yang anda nasehatkan saat penyerahan obat-obatan? Case Apotek Kelompok 4 Program Profesi apoteker Universitas Andalas 2013 1 Apotek Moranza Jl. Cendana No.90 Telpon( 0751) 776003 PADANG Apoteker : Welly Nofiza, S.Farm, Apt SIPA NO : 220180 Palembang, 05 november 2012 Dokter : Deri R/ Amoksisilin syr 250 mg 150 cc S 3 tsp tid

Upload: fira-dewinda

Post on 28-Oct-2015

186 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Apotek Kel 4

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Seorang ibu datang ke apotik untuk menebus resep untuk anaknya umur 2 tahun yang

mengalami otitis media akut.

Resepnya adalah Amoksisilin 250mg/5mL 150 cc sig: 3 tsp tid untuk 10 hari

1. Apakah signs symptom spesifik yang perlu ditanyakan untuk mengklarifikasi diagnosis

tersebut?

2. Jika ibu tersebut minta tukar dengan ciprofloksasin, karena pernah mengalami hal yang

sama dan merasakan, bagaimana pendapat anda?

3. Apa yang anda nasehatkan saat penyerahan obat-obatan?

1

Apotek Moranza

Jl. Cendana No.90 Telpon( 0751) 776003

PADANG

Apoteker : Welly Nofiza, S.Farm, Apt

SIPA NO : 220180

Palembang, 05 november 2012

Dokter : Deri

R/ Amoksisilin syr 250 mg 150 ccS 3 tsp tid

Page 2: Case Apotek Kel 4

BAB II

DRUG RELATED PROBLEM (DRP)

2.1 Jenis-jenis DRP

2.1.1. Yang perlu ditanyakan kepada pasien adalah :

Berapa berat badan pasien. Ini diperlukan untuk menghitung dosis lazim untuk

pemakaian antibiotik. Berat badan anak 12, 4 kg.

Apakah sebelumnya anak ibu pernah mengalami hal yang sama ? Tidak pernah

Apakah telinganya mengeluarkan sekret ? Tidak, Cuma agak berbau

Apakah anak ibu demam, terbangun dimalam hari, nafsu makan turun,? Jawab :

iya

Apakah anak ibu sebelumnya ada alergi terhadap obat ? Tidak pernah

Apakah sebelum ini anak ibu memiliki riwayat sakit kronik seperti sesak nafas ?

Tidak

Apakah anak ibu sudah minum obat lain, sebelum ke dokter ? Belum

Penilaian

Data Problem medis Terapi PTO

Subyektif- Demam, terbangun pd

malam hari, nafsu makan turun

- Riwayat penyakit (-)Obyektif- Anak terlihat rewel

dan sering menarik telinga

OMA (Otitis Media

Akut)

Amoxsan 250 mg/5 mL. Sig. 3 sendok teh 3 x sehari

Dosis terlalu tinggi untuk anak umur 2 th

2.1.2 Rencana Pelayanan Kefarmasian

Rekomendasi :

Penyesuaian dosis sesuai dosis lazim

Penggantian Amoksisilin syr generik dengan Amoxsan sirup forte karena untuk

generik tidak ada sediaan forte.

2

Page 3: Case Apotek Kel 4

Pemberian Amoxsan forte sirup dalam 2 botol yang terpisah, 1 botol kita larutkan di

apotik 1 lagi dirumah oleh pasien setelah botol pertama habis, karena amoxsan sirup

kering apabila telah dilarutkan hanya stabil selama 7 hari.

Pemberian obat analgetik antipiretik untuk kenyamanan anak

Rencana Monitoring : Kondisi klinik pasien dengan memantau suhu dan keadaan fisik.

Rencana Konseling : Cara minum obat , cara melarutkan Amoxsan

2.1.3 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian

Mengkomunikasikan dengan dokter penulis resep tentang dosis amoxsan.

Mengusulkan pemberian obat analgetik antipiretik untuk pengobatan demam anak.Juga

mengkomunikasikan tentang penggantian obat generik dengan paten.

Hasil : dokter setuju menurunkan dosis sesuai dengan dosis lazim untuk anak yaitu 40 mg/kg

BB per hari. Setuju amoksisilin syr diganti dengan amoxsan forte syr.Pemberian analgetik

antipiretik Parasetamol sesuai dosis anak.

Monitoring terapi : dilaksanakan melalui telepon pada hari ke lima dengan menanyakan

apakah anak masih demam, pilek, dan bau

Hasil : tidak demam dan telinga masih agak bau.

2.1.4 Follow-up

Mengingatkan kepada pasien untuk melarutkan obat Amoxsan seperti yang telah kita

terangkan dan meminumnya sampai 10 hari.

2..2 Kami tidak setuju dengan permintaan ibu tersebut. Karena :

Ciproloksasin bukan pilihan lini pertama untuk therapy OMA.

Karena pasien anak-anak baru berumur 2 tahun, berdasarkan literatur yang kami

baca, Ciprofloksacin tidak dianjurkan untuk anak umur 2 tahun karena terkait

dengan arthropathy yaitu gangguan pada sendi sehingga menyebabkan gangguan

pertumbuhan pada anak.

2.3 Konseling yang kami berikan pada saat penyerahan obat adalah :

Ibu, ini antibiotik Amoxsan sirup 2 botol. Satu botol sudah kami larutkan. Ibu

minumkan kepada anak ibu 3/4 sendok takar obat ini , 3 kali sehari. Apabila sudah

habis satu botol ini, ibu larutkan lagi sirup yang lainnya. Caranya ibu goyangkan botol

ini, dan pastikan tidak ada serbuk yang melengket kuat pada kaca dan tutup botol.

Buka tutup botol. Tambahkan air kira-kira ½ botol, kemudian dikocok dengan cara

3

Page 4: Case Apotek Kel 4

menggoyang botol dengan gerakan atas bawah. Setelah terlihat obat tercampur semua,

tambahkan air sampai tanda batas yang ada pada botol. Kemudian ibu kocok lagi

sampai tercampur merata. Baru ibu minumkan sampai 10 hari.

Ini Panadol sirup bu, obat ini untuk menurunkan demam dan mengurangi rasa nyeri

ditelinga. Minumkan 1 sendok teh, 3 kali sehari. Sampai demamnya sembuh. Jika

sudah sembuh, penggunaan obat ini boleh di hentikan. Jika masih ada sisa boleh

disimpan dan dipakai lagi jika demam. Simpan di tempat yang jauh dari jangkauan

anak-anak dan terlindung dari sinar matahari langsung.

2.4. Kerasionalan

Nama Obat Tepat

Indikasi

Tepat

Obat

Tepat

Pasien

Tepat

Dosis

WaspadaEfek

Samping

Amoksisilin Tepat tepat tepat tidak

Panadol sirup Tepat tepat tepat tepat

4

Page 5: Case Apotek Kel 4

BAB III

TINJAUAN APOTEK

3.1 Skrining Resep

3.1.1 Skrining Administratif

Kelengkapan resep :

Tanggal resep dan alamat praktek = ada, nama dokter = tidak ada(setelah

ditanyakan kepada pasien, nama dokter: dr. Deri ).

Nama obat, banyak nya obat dan cara penyerahan obat (prescriptio) = ada

Aturan pemakaian obat (signature) = ada

Tanda tangan atau paraf dari dokter (subscriptio) = ada

Nama pasien = ada

Umur pasien = ada

Alamat pasien = tidak ada

3.1.2 Skrining Farmasetik

Nama obat Amoxsan PanadolBentuk sediaan Sirup kering SirupDosis Dosis lazim : 40mg/kg BBPotensi 125 mg/ 5 mL

250 mg/ 5 mL160 mg/ 5 mL

Stabilitas Sirup kering yang disuspensikan stabil selama 7 hari

InkompatibilitasCara pemberian Setelah dilarutkan 3x sehari 1,5

sendok teh1 sendok takar 3 kali sehari

Lama pemberian Diberikan selama 10 hari Selama demam

5

Page 6: Case Apotek Kel 4

3.1.3 Skrining Klinis

Farmakodinamik

1. Amoksisilin

Golongan : antibiotik

Indikasi

Mekanisme kerja :

: Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (Haemophilus influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella). Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri positif (seperti; Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria). Tetapi walaupun demikian, aminophenisilin, amoxsan secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprococcus dan staphylococcal.

Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).

Dosis : dosis umum pada anak : Anak < 3 bulan: 20-30 mg/kg/hari terpisah setiap 12 jamAnak >3 bulan dan <40kg; dosis antara 20-50 mg/kg/hari dosis terpisah setiap 8-12jam. Khusus: Infeksi hidung, tenggorokan, telinga, saluran kemih dan kulit : ringan sampai sedang : 25 mg/kg/hari terbagi setiap 12 jam atau 20 mg/kg/hari setiap 8 jam.Gawat : 45 mg/kg/hari setiap 12 jam atau 40 mg/kg/hari setiap 8 jam. Otitis media akut : 80-90 mg/kg/hari.Infeksi saluran nafas bawah: 45 mg/kg/hari terbagi setiap 12 jam atau 40 mg/kg/hari setiap 8 jam.

Pemberian : Antibiotik amoksisilin termasuk antibiotik time deppendent sehingga untuk menjaga konsentrasi obat dalam plasma tetap berada pada kadar puncak, maka obat diberikan sesuai dengan jadwal waktu yang telah dibuat. Obat dapat diberikan bersamaan dengan makanan.

Lama pemberian : 5-10 hari dan dapat lebih tergantung pada jenis dan tingkat

6

Page 7: Case Apotek Kel 4

Farmakologi

kegawatan dari infeksinya, juga tergantung pada respon klinis dan respon bakteri penginfeksi.

Absorbsi : cepat dan hampir sempurna, tidak dipengaruhi oleh makanan.Distribusi : secara luas terdistribusi dalam seluruh cairan tubuh serta tulang; penetrasi lemah kedalam sel mata dan menembus selaput otak; konsentrasi tinggi dalam urin; mampu menembus placenta; konsentrasi rendah dalam air susu ibu.Ikatan protein : 17-20%Metabolisme : secara parsial melalui hepar.T½ eliminasi : Bayi lahir sempurna: 3,7 jam, Anak-anak : 1-2 jam., Dewasa: fungsi ginjal normal 0.7-1,4 jam. ClCr <10 mL/menit: 7-12 jam.Eksresi: urin (80% bentuk utuh); pada neonates eksresi lebih rendah

Penyimpanan :

Kontra indikasi :

Efek samping :

2. Parasetamol

Indikasi :

Dosis :

Stabilitas obat: amoksisilin 125 dan 250 mg kapsul, dan serbuk suspensi oral harus disimpan dalam suhu 20°C atau lebih rendah.

Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin, atau komponen lain dalam obat.

Susunan Saraf Pusat : Hiperaktif, agitasi, ansietas, insomnia, konfusi, kejang, perubahan perilaku, pening. Kulit : Acute exanthematous pustulosis, rash, erytema multiform, sindrom stevens-johnson, dermatitis, tixic ephidermal necrolisis, hypersensitif vasculitis, urticaria. GI : Mual, muntah, diare, hemorrhagic colitis, pseudomembranous colitis, hilangnya warna gigi. Hematologi : Anemia, anemia hemolitik, trombisitopenia, trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosi. \Hepatic : AST (SGOT) dan ALT (SGPT) meningkat, cholestatic joundice, hepatic cholestatis, acute cytolitic hepatitis. Renal : Cristalluria

Antipiretik dan analgetik

Dewasa: 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 3-4 kali 1000 mg, tidak melebih 4 gram perhari.

7

Page 8: Case Apotek Kel 4

Kontra indikasi :

Interaksi :

Kehamilan :

Perhatian :

Anak : < 12 th : 10-15 mg/kg BB setiap 4-6 jam /hari>12 th : seperti dosis dewasa

Hipersensitivitas.

Rifampicin dapat mengurangi efek acetaminophen, pemberian bersama dengan barbiturate , karbamazepin, hydantoin, INH dapat meningkatkan hepatotoksisitas.

Klasifikasi B. Biasanya aman, namun tetap dipertimbangkan keuntungan terhadap resikonya.

Hepatotoksisitas pada pasien alkoholik dapat terjadi setelah terpapar dosis yang berfariasi. Nyeri yang sangat , berulang, atau demam, mengindikasikan sakit yang serius.

3.2 Kompetitor

1. Amoksisilin syrup

Amoxan syrup PT. Pharos

K/H 125 mg/ 5 mL – Rp. 14.000,-

Amobiotic syr PT. Bernofarm

K/H 125mg/5 mL – Rp. 16.000,-

Amoxsan syr PT. Caprifarmindo

K/H 125 mg/mL – Rp. 27.500,-

Bandingkan dengan forte

2. Parasetamol syrup

Paracetamol syrup PT. Kimia FarmaK/H 125 mg/ 5 mL- Rp. 1.700,-

Grafadon PT. Graha FarmaK/H 125 mg/ 5 mL – Rp. 3.500,

3.3 Perhitungan harga

8

Page 9: Case Apotek Kel 4

1. Amoxsan forte syrup 2 botol Rp. 55.000,-2. Panadol syrup 1 botol Rp. 24.100 ,-

Jumlah Rp. 79.100,-+ Tuslah Rp. 5 .000 ,- Total Harga Rp. 84.100,-

3.4 Copy resep, etiket dan kwitansi

: -

9

Apotek CareJl. Cendana no 90 Telp 0751-776003

PADANGApoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,Apt

SIPA NO :220180

COPY RESEP

Salinan Resep no. : 11112001Dokter : DeriDibuat Tanggal : 01 November 2012Untuk : AndiUmur : 2 thn

R/ Amoxsan forte syr 2 flsStdd cth 3/4

det R/ Panadol syr 1 fls

Stdd cth 1 det

Padang, 1 November 2012 PCC.

Apt Penanggung jawab

Sari Mardatillah, S. Farm., Apt

Page 10: Case Apotek Kel 4

Etiket Amoxsan Forte syr Etiket Panadol syr

3.5 Dispensing

Pasien datang ke apotek membawa resep dari dokter.Resep diterima oleh apoteker,

dilakukan skrining administratif, farmasetis, dan klinis.

Skrining administratif dilakukan untuk mengecek: Nama dokter, No. SIP dokter, Alamat

praktek dokter, Tanggal penulisan resep, Tanda R/, Nama obat, Jumlah obat, Aturan

pemakaian (signa), Paraf dokter, Nama pasien, Alamat pasien, dan Umur pasien.

Resep tidak lengkap karena ada beberapa komponen yang tidak ada pada resep, yakni

Nama dokter, No. SIP dokter, alamat praktek dokter. Perlu ditanyakan nama dan nomor

telepon dokter untuk memverifikasi keabsahan resep dan meminta persetujuan dokter bila

ditemukan ketidaksesuaian obat maupun dosis obat dalam resep.

10

Apotek MoranzaJl. Cendana No.90 PADANG

Apoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,AptSIPA NO :220180

Tgl 01-11-12

Sesudah makan. Kocok dahulu sebelum dipakai

Apotek MoranzaJl. Cendana No.90 PADANG

Apoteker : Sari Mardatillah,S.Farm.,AptSIPA NO :220180

Sebelum Makan. Kocok dahulu sebelum di gunakan

TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER

NO11112001 Tgl. 01-11-12

Andi

3 kali sehari 3/4 sendok teh

Andi

3 kali sehari 1 sendok teh

No.11112001

Ap

ote

k M

ora

nza

Jl.

Cen

dana

no

90 T

elp

075-

7760

003

PA

DA

NG

SIPA

:220

180

No : 11112001

Telah terima dari: ibu. Ani

Uang sejumlah #Delapan puluh empat ribu seratus rupiah#

Untuk pembayaran : resep obat dari dokter Deri

Padang, 01 November 2012

Rp # 84.100# ( )

Page 11: Case Apotek Kel 4

Skrining farmasetik dilakukan untuk mengecek bentuk sediaan, dosis, stabilitas, dan

inkompatibilitas. Setelah dilakukan skrining farmasetik, ditemukan bahwa:

1) Bentuk sediaan yang diminta telah sesuai dengan yang ada di pasaran.

2) Potensi sediaan Amoxsan sirup sesuai dengan yang ada di pasaran.

3) Ada masalah inkompatibilitas dan stabilitas dengan Amoxsan sirup.

Skrining klinis dilakukan untuk memeriksa kesesuaian aturan pemakaian, interaksi obat,

dan alergi yang dimiliki pasien. Setelah dilakukan skrining klinis, ditemukan bahwa:

1) Alergi (-)

2) Dosis Amoxsan sirup tidak tepat.

Apoteker melakukan penghitungan harga, kemudian meminta persetujuan pasien tentang

jenis obat yang digunakan dan kesediaannya untuk membayar harga obat yang diresepkan.

Pasien setuju dengan jenis obat yang digunakan dan bersedia untuk menebus obat tersebut.

Apoteker mengambil obat yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang diminta.

1. Amoxsan forte syr 2 botol

2. Panadol syr 1 botol

Kemudian, obat-obat tersebut dikemas dalam kemasan yang sesuai dan diberi etiket

putih. Setelah itu, apoteker menyerahkan obat dan memberikan konseling kepada pasien.

3.6 Konseling

Minum obat sesuai dengan yang diresepkan.

Minum Amoxsan sirup sebelum makan. Kocok dahulu sebelum dipakai

Minum Panadol sesudah makan. Kocok dahulu sebelum dipakai. Hentikan pemakaian

apabila demamnya sudah sembuh.

Jika jadwal minum obat telah lewat dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya,

jangan meminum obat dengan dosis ganda.

Jangan menambah jumlah obat bila obat telah habis karena obat harus ditebus dengan

resep dokter.

Minum antibiotik amoxsan sirup tepat waktu untuk mencegah terjadinya resistensi.

Amati jika timbul gejala efek samping dari obat seperti mual, diare, dan

hipersensitivitas.

11

Page 12: Case Apotek Kel 4

Jika terjadi efek samping atau kondisi yang mengganggu kenyamanan pasien harap

segera hubungi dokter atau apoteker.

3.7 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

1. Amoxsan sirup

a. Obat ini diminum sebelum makan 3/4 sendok teh 3 kali sehari.

b. Obat harus diminum sesuai petunjuk selama 10 hari, apabila sirupnya sudah habis

maka larutkan lagi sirup yang lain, sesuai petunjuk.

c. Jangan menghentikan obat ini sebelum ada petunjuk dari dokter dan jangan

menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali atas anjuran

dokter.

d. Jika jadwal minum obat telah lewat dan telah mendekati waktu minum obat

berikutnya, jangan meminum obat dengan dosis ganda.

e. Obat ini hanya digunakan pada pasien yang mendapat resep. Jangan diberikan pada

pasien yang lain.

2. Panadol sirup

Obat diminum 3 kali sehari 1 sendok teh. Apabila demam sudah sembuh, hentikan

pemakaian.

3.8 Aspek Apotek

Bila persediaan produk di gudang berkurang maka obat dipesan di PBF. Barang yang

di terima di cek : label, nama obat, jumlah obat, expired date, keadaan fisik obat, kemudian

dicatat, dan dilakukan pembukuan. Setelah itu disimpan di gudang, dikeluarkan berdasarkan

sistem FIFO/FEFO dengan memakai kartu stok sebagai kartu kendali..

Pengelolaan obat

a. Pemesanan

Dilakukan setelah sediaan di apotek sampai pada batas minimal sediaan yang telah kita

tetapkan, sesuai dengan kondisi obat yang akan kita pesan. Petugas apotek akan

mencatat obat-obat apa saja yang akan dipesan.

b. Pemesanan dilakukan oleh apoteker penanggung jawab apotek kepada PBF.

12

Page 13: Case Apotek Kel 4

c. Setelah obat datang, diperiksa keabsahan obat dengan faktur yang datang (nama obat,

sediaan, jumlah, harga, exp.date) jika sudah sesuai diterima oleh asisten apoteker atau

apotekernya langsung, ditandatangani dan menuliskan No. SIK atau SIPA.

d. Penghitungan dan pelabelan harga obat.

e. Pencatatan pada kartu stok. (No. Nama obat, Jumlah pemasukan, Jumlah pengeluaran,

saldo akhir, exp date, paraf).

f. Penyimpanan pada tempat sesuai dengan abjad dan bentuk sediaan.

13

Page 14: Case Apotek Kel 4

BAB IVTINJAUAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI

4.1 OTITIS MEDIA

4.1.1. Pengertian

Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi menjadi

Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini banyak menjadi

problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak insiden pada anak usia 6

bulan- 3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab sekunder

yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak. Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan

adanya infeksi saluran nafas atas dan alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan

otitis media akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus

menerus selama > 3 bulan ( otitis media kronik).

4.2. Etiologi Dan Patogenesis

4.2.1. Tanda, Diagnosis Dan Penyebab

Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea,

iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat

menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, leukositosis. Manifestasi otitis media

pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti iritabilitas, demam,

terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda rhinitis, konjungtivitis.Otitis

mediaefusi ditandai dengan adanya cairan di rongga telinga bagian tengah tanpa disertai tanda

14

Page 15: Case Apotek Kel 4

peradangan akut. Manifestasi klinis otitis media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea)

yang purulen sehingga diperlukan drainase.

Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran pernapasan atau setelah

terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali pada eksaserbasi akut.

Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi membran timpani dan tulang rawan.

Otitis media didiagnosis dengan melihat membrana timpani menggunakan otoscope. Tes

diagnostik lain adalah dengan mengukur kelenturan membrana timpani dengan

Tympanometer. Dari tes ini akan tergambarkan ada tidaknya akumulasi cairan di telinga

bagian tengah. Pemeriksaan lain menggunakan X-ray dan CT-scan ditujukan untuk

mengkonfirmasi adanya mastoiditis dan nekrosis tulang pada otitis maligna ataupun kronik.

Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit dibedakan

etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun pemeriksaan

menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh infeksi pernapasan atas

yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan oedema pada tuba eustachius. Hal ini berakibat

pada akumulasi cairan dan mukus yang kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling

umum menginfeksi pada anak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilusinfluenzae,

Moraxella catarrhalis .

Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang

berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain. Perforasi

membrana timpani, diikuti dengan perubahan mukosa (seperti degenerasi polipoid dan

granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang terlibat pada infeksi

kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa, Proteus species,

Staphylococcus aureus, dan gabungan anaerob menjadi nyata.

4.2.2. Penularan Dan Faktor Risiko

Oleh karena sebagian besar otitis media didahului oleh infeksi pernapasan atas, maka

metode penularan adalah sama seperti pada infeksi pernapasan tersebut. Faktor risiko untuk

mengalami otitis media semakin tinggi pada anak dengan “otitis-prone” yang mengalami

infeksi pernapasan atas.

4.2.3. Komplikasi

Komplikasi otitis media meliputi:

• Mastoiditis

15

Page 16: Case Apotek Kel 4

• Paralisis syaraf ke-7

• Thrombosis sinus lateral

• Meningitis

• Abses otak

• Labyrinthitis.

4.2.4. Resistensi

Pola resistensi terhadap H. influenzae dan M. catarrhalis dijumpai di berbagai belahan

dunia. Organisme ini memproduksi enzim β-laktamase yang menginaktifasi antibiotika β-

laktam, sehingga terapi menggunakan amoxsan seringkali gagal. Namun dengan penambahan

inhibitor β-laktamase ke dalam formula amoxsan dapat mengatasi permasalahan ini.

4.3. Terapi

4.3.1.Outcome

Tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi nyeri, eradikasi infeksi, dan mencegah

komplikasi.

4.3.2.Terapi Pokok

Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral dan tetes bila disertai

pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah (yaitu usia > 2 th serta

tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko

tinggi. Rejimen antibiotika yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan

kedua. Antibiotika pada lini kedua diindikasikan bila:

antibiotika pilihan pertama gagal

riwayat respon yang kurang terhadap antibiotika pilihan pertama

hipersensitivitas

Organisme resisten terhadap antibiotika pilihan pertama yang dibuktikan

dengan tes sensitifitas

adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotika pilihan

kedua.

Untuk pasien dengan sekret telinga (otorrhea), maka disarankan untuk menambahkan

terapi tetes telinga ciprofloxacin atau ofloxacin. Pilihan terapi untuk otitis media akut yang

persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah menggunakan antibiotika, adalah memulai

kembali antibiotika dengan memilih antibiotika yang berbeda dengan terapi pertama.

16

Page 17: Case Apotek Kel 4

Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan menggunakan amoxsan

20mg/kg satu kali sehari selama 2-6 bulan berhasil mengurangi insiden otitis media sebesar

40-50%.

Tabel 2.1. Antibiotika pada Terapi Otitis Media

Antibiotika Dosis Keterangan

Lini Pertama

Amoxsan Anak : 20 - 40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosisDewasa : 40mg/kg/hariterbagi dalam 3 dosis

Anak 80mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa : 80mg/kg/hariterbagi dlm 2 dosis

Untuk pasien risikorendah yaitu : Usia>2th,tidak mendapatantibiotika selama 3bulan terakhirUntuk pasien risikotinggi

Lini Kedua

Amoxsan klavulanat Anak:25-45mg/kg/hariterbagi dlm 2 dosisDewasa:2x875mg

Kotrimoksazol Anak: 6-12mg TMP/30-60mg SMX/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa: 2 x 1-2 tab

Cefuroksim Anak: 40mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa:2 x 250-500 mg

Ceftriaxone Anak: 50mg/kg; max 1 g;i.m.1 dosis untuk otitismedia yang baru3 hari terapi untuk otitisyang resisten

Cefprozil Anak: 30mg/kg/hari terbagidlm 2 dosisDewasa: 2 x 250-500mgCefixime Anak:8mg/kg/hari terbagidlm 1-2 dosisDewasa: 2 x 200mg

17

Page 18: Case Apotek Kel 4

4.4 Terapi Penunjang

Terapi penunjang dengan analgesik dan antipiretik memberikan kenyamanan

khususnya pada anak. Terapi penunjang lain dengan menggunakan dekongestan,

antihistamin, dan kortikosteroid pada otitis media akut tidak direkomendasikan,

mengingat tidak memberikan keuntungan namun justru meningkatkan risiko efek

samping .

Dekongestan dan antihistamin hanya direkomendasikan bila ada peran alergi

yang dapat berakibat kongesti pada saluran napas atas. Sedangkan kortikosteroid oral

mampu mengurangi efusi pada otitis media kronik lebih baik daripada antibiotika

tunggal. Penggunaan Prednisone 2x5mg selama 7 hari bersama-sama antibiotika

efektif menghentikan efusi .

4.5 Gambaran Klinis

Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala tersering otitis media akut

Pada bayi, demam, rewel, dan menarik-narik telinga

Anoreksia, muntah, dan diare

Rasa penuh yang tidak enak ditelinga

4.6 Patofisiologi

Tuba eustakhius pada anak berbeda dengan dewasa menyebabkan drainase

telinga tengah kurang baik.

Fungsi tuba eustakhius yang tidak normal menyebabkan refluks cairan

transudat di telinga tengah dan perkembangan bakteri.

Bakteri Penyebab:

1. Streptococcus pneumoniae (35%)

2. Haemophilus influnzae (25%)

3. Moxarella catarrhalis (10%)

18

Page 19: Case Apotek Kel 4

4.7 Klasifikasi Otitis Media

Skema pembagian otitis media:

19

Otitis media supuratif akut (OMA)

OM Supuratif

Otitis media supuratif kronis (OMSK)

Otitis Media

OM Non Supuratif

Otitis media serosa akut (barotrauma)

Otitis Media Serosa Kronis (bila sekret kental / mukoid

Page 20: Case Apotek Kel 4

GAMBAR . (A) GAMBAR. B

Keterangan:

Gambar (A): Infeksi telinga tengah/otitis media merupakan salah satu penyakit

infeksi yang paling sering menyerang anak-anak. Jika penyakit ini

menyerang anak-anak telinga tengah terlihat hiperemis, oedem dan

terjadi peradangan dikarenakan bakteri menyumbat di tuba eustachius.

Gambar (B): OMA dikenali apabila di dalam cairan telinga tengah terdapat infeksi

bakteri/virus yang menyebabakan produksi cairan/pus berlebihan. OMK

dikenali bila tuba eustachius tersumbat berkali-kali akibat alergi,

infeksi multipel, trauma, serta pembesaran adenoid.

20

Page 21: Case Apotek Kel 4

Gambar 2. Otitis Media Akut (A) dan Kronis (B)

4.8 Stadiun OMA

4.8.1 Stadium Oklusi Tuba

Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah adanya gambaran retraksi

membrana timpani akibat adanya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena

adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membrana timpani tampak normal (tidak ada

kelainan) atau warna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat

dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan

oleh alergi atau virus.

4.8.2 Stadium Hiperemis (presupurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran

timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang

telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

4.9 Gejala Klinis OMA

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada

anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri ditelinga, keluhan

di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek

sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, disamping rasa nyeri

terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang

dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi sampai

21

Page 22: Case Apotek Kel 4

39,5° C (pada stadiun supurasi) anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit

waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang – kadang anak memegang telinga yang

sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,

suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

4.10 Penegakan Diagnosis OMA

Berdasarkan defenisi otitis media akut (OMA) di atas, maka untuk dapat

menegakkan diagnosis otitis media akut klinis harus memastikan riwayat efusi dan

inflamasi telinga tengah terjadi dengan onset tiba-tiba (≤ 48 jam). Diagnosis suspek

OMA secara klinik dapat ditegakan apabila didapatkan tanda dan gejala infeksi

saluran pernafasan atas yang mendahului OMA 3-5 hari sebelumnya serta disertai

gejala nyeri telinga, iritabel (lekas merah), dan memegang telinga yang sakit. Penting

untuk diketahui, memegang telinga bukan tanda yang dapat dipercaya, tidak lebih

dari 10 % yang memegangi telinganya benar-benar mengalami OMA. Demam

biasanya kurang dari 40º C, dan sepertiga anak dengan OMA datang ke dokter tanpa

demam. Sekret purulen merupakan tanda diagnostik OMA. Selain itu tanda dan gejala

klinis beberapa pemeriksaan tambahan dapat menunjang diagnosis OMA, yaitu

otoskopi, timpanosintesis, timpanografi, dan retromerti.

Otoskopi merupakan pemeriksaan yang sering dipakai untuk menegakan

diagnosis OMA dengan melihat keadaan membran timpani. Efusi telinga tengah

ditandai dengan bulging membrana timpani karena desakan cairan dibelakangnya,

mobilitas membrana timpani menurun, atau adanya perubahan posisi pada membrana

timpani seperti retraksi, batas kabur, perubahan warna (biru, merah atau kekuningan),

atau perubahan traslusensi (opak atau tidak mengkilap). Inflamasi lokal telinga akut

ditandai dengan nyeri telinga dan atau membran timpani merah. Membrana timpani

yang bulging menunjukan adanya efusi telinga tengah dan inflamasi lokal, yang

merupakan tanda OMA.

22

Page 23: Case Apotek Kel 4

Perangkat diagnostik

Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang

dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai

dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.

Penanda tulang dan refleks cahaya mungkin kabur. Otitis media dengan efusi

dapat tampak sebagai gendang teliga yang berwarna abu-abu, baik menonjol

ataupun cekung ke dalam. Otitis eksterna didiagnosis dengan teramatinya

saluran eksternal yang merah dan mengalami inflamasi.

Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop (otoskop pneumatik) lebih lanjut

membantu diagnosis otitis media. Dengan menekankan balon berisi udara

yang dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam

telinga luar. Mobilitas membran timpani dapat diobservasi oleh pemeriksa

melalui otoskop. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi,

mobilitas membran timpani berkurang.

Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada

telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani (gendang telinga) setelah

adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas

membran timpani. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas

gendang telinga berkurang.

Pemeriksaan audiologi memperlihatkan defisit pendengaran, yang merupakan

indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).

Komplikasi

Otitis media yang berulang atau tidak diobati dapat menyebabkan

pembentukan jaringan parut di gendang telinga dan penurunan ketajaman

pendengaran secara permanen. Komplikasi yang jarang terjadi pada otitis media akut

adalah meningitis, absesotak otogenik, atau infeksi tulang mastoid.

Farmakoterapi

23

Page 24: Case Apotek Kel 4

Tujuan terapi :

- Mengendalikan nyeri, menghilangkan infeksi, dan mencegah komplikasi

- Menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu.

- Meminimalkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD).

Penata laksanaan

Penatalaksanaan OMA harus meliputi penanganan nyeri telinga, apabila ada

nyeri telinga, dokter memberikan sedian obat untuk mengurangi rasa nyeri. Terapi

tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal lebih ditujukan

untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan

lokal, atau sistemik dan antipiretik.

Pemberian analgetik sistemik untuk penanganan nyeri telinga adekuat :

1. Bila ≤ 24 bulan, obati dengan antibiotik karena masih mempunyai resiko tinggi

atau terkena komplikasi

2. Bila ≥ 24 bulan, sebagian besar kasus mengalami resolusi dengan analgetik

sistemik dan tidak perlu antibiotik. Bila tanda dan gejala OMA menetap

dengan analgetik sistemik sampai 48-72 jam, terapi antibiotik.

OMA pada umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.

Sekitar 80% OMA akan sembuh dengan sendirinya tanpa antibiotik. Penggunaan

antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi terutama berkurangnya

pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak

membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.

Amoxicillin mempunyai efektivitas yang sama dengan antibiotik yang lain,

sebagai terapi pilihan utama, walaupun sedikitnya ¼ dari strain S. Pneumoniae

menjadi resisten terhadap amoxicillin, ¼ sampai 1/3 strain H. Influenzae resisten in

vitro tehadap amoxicillin dan semua strain dari M. Catarrhalis resisten terhadap

amoxicillin. (Kao, 2003).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosenfeld et. al. (1994) antibiotik

yang efektif pada Otitis Media Akut adalah Aminopenicillin. Pada pasien dengan

24

Page 25: Case Apotek Kel 4

gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus influenzae dan

Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-

clavulanate (Garbutt, Jeffe, 2003). Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-

clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali

muncul dalam 14 hari.

Pada pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan

cephalosporin seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime. Pada alergi berat

terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin.

Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-

trimethoprim. Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak

membaik dengan amoxicillin. Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak

memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari (Garbutt,

Jeffe, 2003).

Pemilihan antibiotik

Sampai kini antibiotik lini pertama yang masih cukup efektif digunakan

untuk otitis media dan rhinosinusitis akut adalah amoxsan. Setelah dilaporkan banyak

kuman negatif gram yang telah menghasilkan enzim beta-laktamase maka pilihan

beralih pada kombinasi amoxsan dan klavunat sehingga selanjutnya kombinasi ini

sering digunakan sebagai terapi utama infeksi di bidang THT.

Efek samping antibiotik

Efek samping antibiotik pada umumnya adalah hipersensitivitas berupa

timbulnya kemerahan pada kulit atau efek gastrointestinal. Golongan sulfa seperti

kotrimoksazol perlu diwaspadai akan kemungkinan terjadinya hipersensitivitas.

Anamnesis yang cerrmat terhadap riwayat alergi obat perlu dilakukan sebagi

pencegahan. Demikian pula dengan hipersensitivitas terhadap golongan penisilin.

Kemungkinan reaksi yang sama dapat terjadi dengan antibiotik golongan betalaktam

lainnya. Efek samping gastrointestinal sering dijumpai pada amoxsan dan

sefalosporin. Efek gastrointestinal yang terjadi biasanya adalah nausea, vomiting,

feses lembek sampai diare.

25

Page 26: Case Apotek Kel 4

Antibiotik pilihan

Kuman-kuman yang pada umumnya bertanggung jawab terhadap infeksi

saluran pernafasan atas adalah S. pneumonia, S. pyogenis dan S. Aureus dari

kelompok positif gram,dan H. influenza serta B. catarrhalis untuk kelompok gram

negative. Dengan pedoman itu pemilihan antibiotik menjadi lebih terarah. Pada

dasarnya tidak ada antibiotik yang betul-betul superior terhadap yang lain. Isu yang

selalu menjadi pembicaraan akhir-akhir ini besarnya jumlah strain kuman pengahasil

enzim betalaktamase, serta kuman S. Pneumonia yang resisten terhadap golongan

penisilin.

1. Golongan betalaktam

Antibiotik ini dinamakan golongan betalaktam karena dalam rumus

kimianya mempunyai cincin inti betalaktam. Penambahan gugus pada posisi

tertentu dapat meningkatkan aktifitas antibakteri atau memperbaiki absorbsi.

Beberapa antibiotik golongan betalaktam akan diuraikan di bawah ini

● Amoksilin dan ampisilin

Kedua obat ini mempunyai spektrum yang sama. Efektif terhadap kuman

gram positif maupun gram negatif. Amoxsan lebih baik penyerapannya

didalam saluran cerna sehingga dapat diberikan bersama makanan,

sedangkan ampisilin harus diberikan dalam perut kosong sehingga jarang

digunakan secara oral karena tidak praktis. Penggunaan ampisilin injeksi

masih cukup banyak untuk penanisata rawat inap karena faktor harga.

Amoxsan dan ampisilin tidak tahan terhadap enzim betalaktamase.

Penggunaan oral amoxsan adalah 3-4 kali sehari. Untuk mengatasi S.

Pneumonia yang resisten amoxsan diberikan dosis tinggi.

● Sefalosporin

Sefalosporin generasi pertama lebih efektif terhadap kuman gram positif,

termasuk kuman-kuman penyebab infeksi saluran nafas atas yang telah

26

Page 27: Case Apotek Kel 4

dikemukakan. Dalam bentuk sedian oral diantaranya adalah sefeleksin,

sefradin, sefadroksil. Sebagian tahan terhadap enzim betalaktamase. Ada yang

mempunyai waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan dua kali

sehari. Sefalosporin generasi kedua mempunyai potensi lebih terhadap kuman

gram negatif. Tahan terhadap enzim betalaktamase. Dalam sedian oral

diantaranya sefuroksim aksetil, sefotiam Sefalosporin generasi ketiga pada

umumnya sangat efektif untuk kuman gram negatif kecuali P. aeuginosa

banyak tersedia dalam bentuk injeksi seperti seftriakson, sefotaksim banyak

digunakan untuk penanisata rawat inap. Beberapa antibiotik dalam bentuk

suntikan dalam kelompok ini (sefsulodin, sefoperazon, seftazidim) bahkan

efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa.

Sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan per oral antara lain adalah:

sefpodoksim, sefetamet, sefdinir, sefiksim dan sefditoren. Kelompok ini rata-

rata sangat tahan terhadap enzim betalaktamase, mempunyai spectrum yang

lebih lebar serta efektif terhadap sebagian besar kuman baik gram positif

maupun gram negatif. Rata-rata antibiotik golongan ini mempunyai waktu

paruh yang panjang sehingga dapat diberikan 1-2 kali dalam sehari. Dari

berbagai data penelitian cefditoren dilaporkan efektif dan aman dipakai pada

penyakit infeksi kuman gram positif maupun gram negatif.

2. Golongan makrolida

Antibiotik lama dalam golongan ini adalah eritromisin. Antibiotik golongan

ini menjadi pilihan lain bagi pasien yang hipersensitif terhadap golongan betalaktam.

Eritromisin cukup efektif untuk pengobatan tonsillitis karena SBHGA namun kurang

efektif untuk infeksi dengan H. influenza, sedangkan makrolida generasi baru seperti

klaritromisin, roksitromisin, azitromisin lebih lebar spektrumnya, dan juga efektif

terhadap kuman penghasil enzim betalaktamse. Disamping itu obat ini mempunyai

waktu paruh yang panjang sehingga penggunaannya lebih praktis. Azithromisin

bahkan dapat diberikan sekali sehari.

3. Golongan kuinolon

27

Page 28: Case Apotek Kel 4

Termasuk dalam golongan ini di antaranya adalah : ciprofloxasin, ofloxasin

dan levofloxasin. Antibiotik golongan ini mempunyai spectrum yang cukup lebar.

Namun sayangnya belum direkomendasikan untuk digunakan pada anak-anak. Waktu

paruh cukup panjang, sehingga rata-rata digunakan 2 kali sehari. Kuinolon baru

seperti levofloxasin dilaporkan mempunyai spectrum yang lebih lebar dan waktu

paruh yang panjang sehingga dapat diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari.

Terhadap kuman S. penumoniae aktifitas antibakteri Levofloxasin dan Gatifloxasin

meskipun cukup baik akan tetapi masih dibawah ceftriaxon. Akhir-akhir ini kuinolon

menjadi alternative pilihan dalam pengobatan rinosinusitis akut bakterial dewasa.

Komplikasi

Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses

subperiosteal sampai komplikasi berat seperti meningitis dan abses otak. Sekarang

setelah ada antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai

komplikasi dari Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).

BAB V

TINJAUAN FARMASETIKA

28

Page 29: Case Apotek Kel 4

5.1 Perhitungan Dosis

1. Amoksisillin

Dosis Anak 80 mg/kg BB sehari dibagi dalam 3 dosis maksimal 3 gram

Karena berat badan tidak ada, kita pakai Berat anak normal umur 2 tahun adalah :

12,4 kg (lampiran1)

Perhitungan dosis : untuk anak umur 2 tahun dengan BB normal 12,4 kg

1 hari pakai 80 mg x 12,4 = 992 mg

1 kali pakai 992 mg : 3 = 330,67 mg

Pada resep

1 kali pakai volume sendok teh 5 mL

3x250 mg = 750 mg

% dosis lazim750 mg

330,67 mg x100% = 226,8 %

1 hari pakai 3 x 750 mg = 2250 mg

% dosis 2250 mg992 mg

x 100% = 226,8 %

Saran :

Dosis untuk amoxsan sirup diturunkan sesuai dengan dosis lazim anak. Karena dosis

yang kita dapatkan 330,67 mg untuk 1 kali pakai kami sarankan dinaikan menjadi

375 mg (1,5 sendok teh untuk sediaan 250 mg/5 ml) untuk 1 kali pakai. Untuk

pemakaian obat selama 10 hari,membutuhkan 2 botol syrup Amoxsan forte. Jadi

perlu diberikan juga informasi tentang cara melarutkan suspensi kering.

Penurunan dosis :

1 hari pakai 80 mg x 12,4 = 992 mg

1 kali pakai 992 mg : 3 = 330,67 mg

5.2 Pemakaian Analgetik

29

Page 30: Case Apotek Kel 4

Sesuai dengan penatalaksanaan terhadap penyakit OMA kami sarankan

pemberian obat analgetik untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri yang mungkin

terjadi pada anak. Pilihan pertama kita sarankan adalah Parasetamol sirup dengan

dosis 120-240 mg 1 kali pakai.

5.3 Suspensi Kering

Suspensi kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air atau

pelarut yang cocok pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambah air

membentuk dispersi yang homogen maka dalam formulanya digunakan bahan

pensuspensi. Komposisi suspensi kering biasanya terdiri dari bahan pensuspensi,

pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer dan zat warna.

Obat yang biasa dibuat suspensi kering adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan

dalam periode waktu tertentu dengan adanya pembawa air ( sebagai contoh obat-obat

antibiotik ) sehingga lebih sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat

suspensi pada waktu akan digunakan. Biasanya suspensi kering hanya digunakan

untuk pemakaian selama 1 minggu dengan demikian maka penyimpanan dalam

bentuk cairan tidak terlalu lama.

Kriteria suspensi kering yang baik adalah

Selama penyimpanan serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi

perubahan warna, bau, bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak

terjadi perubahan kadar zat aktif dan tidak terjadi perubahan pH yang drastis.

Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata di

seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau

pengadukan.

Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat

diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.

Kriteria suspensi yang baik adalah :

30

Page 31: Case Apotek Kel 4

Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama

dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.

Seandaianya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera

terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.

Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.

Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan mudah

dapat dituang dari wadahnya.

Memberikan warna, rasa, bau serta tampilan yang menarik.

Penyiapan Suspensi kering Amoxsan

Siapkan suspensi sebagai berikut : Ketuk botol sampai semua serbuk

mengalir bebas. Tambahkan sekitar ⅓ dari jumlah total air untuk

rekonstitusi dan kocok untuk membasahi serbuk. Tambahkan sisa air

dan dikocok lagi .

CATATAN: KOCOK SUSPENSI ORAL DENGAN BAIK

SEBELUM MENGGUNAKAN. Obat jangan digunakan lagi bila

sudah lebih dari 7 hari sejak obat dilarutkan.

5.4 Tabel Berat Badan Normal Anak

31

Page 32: Case Apotek Kel 4

BAB VI

32

Page 33: Case Apotek Kel 4

TINJAUAN BIOLOGI

6.1 Biosintesa amoxsan

Amoxsan merupakan antibiotik derivat penicillin. Penisilin merupakan

antibiotik yang paling penting dan mempunyai beberapa indikasi spesifik. Penisilin

adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati beberapa jenis infeksi yang

disebabkan oleh bakteri atau juga dikenal sebagai anti bakteri.

Antibiotik seperti penisilin diproduksi oleh jamur Penicillium chrysogenum

yang membunuh mikroorganisme asing dan menghentikan replikasi mereka.

Bangun dasar dari semua penisilin adalah asam 6-aminopenisilanat, yaitu suatu

peptide bisiklik dari sistein dan valin. Berbagai senyawa penisilin alam serta hasil

sintesis parsial berbeda terutama pada asam karboksilat, yang dengan gugus

aminopada posisi 6 membentuk amida. Disamping itu, gugus karboksil pada C-2

dapat terbebas atau membentuk ester.

6.1.1 Propolis

Propolis adalah produk dari lebah madu yang berupa suatu campuran yang

kompleks antara lilin lebah, sedikit gula, dan getah pepohonan yang dikumpulkan

oleh lebah madu (Apis melifera) dari getah yang berasal dari berbagai pohon, semak-

33

Page 34: Case Apotek Kel 4

semak, dan tumbuhan obat. Getah ini kemudian dicampur dengan air liur lebah dan

lilin lebah sehingga menghasilkan zat yang kental seperti damar, berwarna gelap

kekuningan hingga coklat muda yang disebut propolis atau juga disebut lem tawon.

Zat ini digunakan untuk melapisi sarang lebah, mengisi retakan dan celahnya,

mempersempit atau menutup sarang agar tidak terbuka, melindunginya dari

kontaminasi yang berasal dari luar, untuk memperkuat dan menyambung sel-sel

dalam sarang dan melindunginya dari rembesan air. Sebelum lebah ratu meletakkan

telur ke dalam sel sarangnya, terlebih dulu sel tersebut dilapisi dengan propolis agar

larva yang tumbuh tidak terkontaminasi oleh mikroba. Lebah juga menggunakan

propolis pada pintu masuk rumah mereka agar tetap steril selama mereka keluar

masuk rumah.

Preparat propolis menunjukkan in vitro sebagai obat anti mikrobial terutama

terhadap gram positif dan gram negatif bakteria, Helicobacter pylory, protozoa, jamur

(Cboyda albican) dan beberapa virus (HIV, Herpes atau Influenza). Suatu penelitian

yang dilakukan oleh Tosi, et al. menerangkan bahwa zat pelarut yang dicampurkan ke

dalam ekstrak propolis dapat mempengaruhi potensinya sebagai anti mikrobial.

Kemampuan antimikroba propolis ditentukan oleh flavonoid, pinocembrin,

galangin dan pinobanksin. Pinocembrin juga berkasiat anti jamur. Senyawa lain yang

aktif adalah bentuk ester dari kumarat (coumaric) dan asam kafeat (caffeic acid),

prenylated p-coumaric dan diterpenic acids memiliki sifat anti bakteri dan efek

sitotoksik. Anisavat caffeoylquinic acid memiliki sifat imunomodulator dan

hepatoprotective sedang furofuran menghambat pertumbuhan beberapa bakteri.

Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) juga bersifat sitotoksik terhadap sel tumor

(Castaldo et al., 2002; Pietta et al., 2002; Ansor et a1., 2003).

Junior et al., melaporkan bahwa ethanolic extract of propolis (EEP) mampu

meningkatkan efek antibakteri dari berbagai antibiotika antara lain, kloramfenikol,

gentamisin, netilmisin, tetrasiklin dan vankomisin terhadap Sthapylococcusaureus.

(Junior et al, 2005). Stepanovic et al., juga melaporkan bahwa EEP mampu

meningkatkan efek antibakteri dari antibiotika : ampisilin, ceftriakson, doksisiklin,

34

Page 35: Case Apotek Kel 4

nalidixic acid dan trimetroprim/sulfametoksazol terhadap S.aureus yang resisten

terhadap antibiotika tersebut. Sedangkan pada K.pneumoniae EEP mampu

meningkatkan efek antibakteri dari ampisilin, amikasin, nalidixic acid dan

trimetroprim/sulfametoksazol (Stepanovic et al., 2003). Hegazi et al., melaporkan

bahwa propolis memiliki efek antibakteri terhadap S.aureus, E.coli dan Cboyda

albicans yang berbeda-beda tergantung pada asal dari propolis (Hegazi et al., 2001).

Telah dilaporkan bahwa propolis yang berasal dari 9 daerah berbeda di Turki

menunjukkan sifat antibakteri yang kuat terhadap bakteri gram positif seperti

S.aureus tetapi agak lemah terhadap bakteri gram negatif antara lain E.coli, yang

sering ditemukan sebagai penyebab penyakit infeksi.

6.1.2 Kembang Sore

KEMBANG SORE (Abutilon indicum (L.) Sweet)

Familia : Malvaceae

Nama Lokal : Cemplok (Jawa), Barulau, belalang sumpa (Palembang); Jeuleupa

(Aceh), Kembang sore kecil (Maluku),; Gandera ma cupa (Ternate).

Efek Farmakologis: Antipiretik, melancarkan peredaran darah, anti radang, peluruh

dahak, peluruh kencing (diuretic), pulmonary sedative, laksans, dan aphrodisiak.

35

Page 36: Case Apotek Kel 4

Kandungan Kimia : Asam amino, asam organik, zat gula dan flavonoid yang terdiri

dari gossypin, gossypitrin dan cyanidin-3-rutinoside.Biji mengandung minyak

raffinose (C18 H32 O16).

Dari kandungan kimia yang berkhasiat untuk OMA adalah Flavonoidnya sebagai anti

radang.

Mekanisme kerja Flavonoid :

Flavonoid dapat bersifat koagulator protein. Protein yang menggumpal tidak

akan dapat berfungsi lagi sehingga akan mengganggu pembentukan dinding sel

bakteri. Hal tesebut dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri

(Dwijoseputro, 1998). Seyawa fenol merupakan senyawa yang berfungsi sebagai

antimikroba, mekanisme penghambatan mikroba oleh fenol dengan cara merusak

dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses pembentukan

dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran

sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi

protein sel, merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja

enzim intraseluler (Pelczar dan Reid, 1972).

Bagian Yang Dipakai

Seluruh tanaman.Untuk penyimpanan, herba setelah dicuci bersih lalu dipotong-

potong seperlunya, kemudian dijemur sampai kering.

Kegunaan                                                                             

Daun / Seluruh Tanaman Kembang Sore Obat :

- Pembengkakan saluran telinga yang menyebabkan rasa sakit,pendengaran menurun

atau telinga berdenging (tinnitus).

- Demam, gondongan (epidemic parotitis).

- TB paru, radang saluran napas (bronchitis).

36

Page 37: Case Apotek Kel 4

- Kencing sedikit (oliguria), kencing nanah, kencing batu.

- Radang kandung kencing, radang saluran kencing (urethritis).

- Diare.

- Bisul (furunkeo, kaligata (urticaria).

- Sakit gigi, gusi bengkak.

- Rematik.

Akar  Tanaman Kembang Sore Obat :

- Batuk.

- Kencing nanah.

- Diare.

- Radang telinga tengah (otitis media).

- Wasir.

- Demam.

Biji Tanaman Kembang Sore Obat :

- Disentri. Sembelit.Kencing nanah, cystitis kronis.Cacing keremi.

- Bisul.

Pemakaian

Untuk minum:

Seluruh tanaman: 15-30 g (bahan segar: 30-60 g), rebus.

Akar: 10-15 g, rebus.

Pemakaian luar: Daun dilumatkan sampai halus, untuk bisul dan koreng,

6.1.3 Jelly Gamat

37

Page 38: Case Apotek Kel 4

Terbuat dari teripang Sticophus hermanii dengan konsentrasi ekstrak gamat sebanyak

34%. Didalamnya terkandung nutrisi lengkap yang mampu membunuh bakteri

penyebab radang telinga.

Menurut hasil riset dari Prof. Ridzwan Hasyim dari Universitas Kebangsaan Malaysia

menyatakan bahwa teripang Bohadshia orgus, Holothuria atra, dan H. Scobra bisa

berefek anti bakteri karena mengandung phosphate, buffered saline, yang ampuh

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.

6.1.4 Solanum torvum

38

Page 39: Case Apotek Kel 4

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Bangsa :Solanales

Suku :Solanaceae

Spesies :Solanum torvum

Kandungan kimia : fenol, tannin, flavonoid, solasodine, solasonine,isoflavonoid sulfat, alkaloid steroid

Manfaat : analgetik,antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri dan antifungi

Medicinal Chemistry, 2009, Vol. 5, No. 6, www.elsevier.com/locate/phytochem

6.1.5 Bandotan

39

Page 40: Case Apotek Kel 4

Spesies :Ageratum conyzoide.s L.,

Kandungan kimia: senyawa flavonoid, steroid, p-hidrokuinon, terpenoid dan tannin

INDIKASI:

Herba bandotan berkhasiat untuk pengobatan: demam,malaria, sakit tenggorok,

radang paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media), perdarahan, seperti

perdarahan rahim, luka berdarah, dan mimisan, diare, disentri, mulas (kolik), muntah,

perut kembung, keseleo, pegal linu, mencegah kehamilan, badan lelah sehabis bekerja

berat, produksi air seni sedikit, tumor rahim, dan perawatan rambut. Akar berkhasiat

untuk mengatasi : demam.

40

Page 41: Case Apotek Kel 4

BAB VII

TINJAUAN KIMIA FARMASI

7.1 Amoksisilin

7.1.1 Deskripsi

- Rumus struktur

- Rumus kimia : Amoksisilin Trihidrat (C16H19N3O5S.3 H2O)

- Berat Molekul : 419,45

- Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.

- Kelarutan : 1:400 dalam air, 1:1000 dalam alkohol, 1:200 dalam

metil alkohol, praktis tidak larut dalam dalam kloroform, eter, karbon

tetra klorida dan campuran minyak.

7.1.2 Analisis

- Identifikasi

Baku pembanding, amoksisillin BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum

digunakan

Identifikasinya menggunakan spektrum serapan infra merah, zat yang

dsidispersikan dalam kalium bromide P menunjukkan maksimum hanya pada

bilangan gelombang yang sama seperti pada amoksisillin BPFI.

- Penetapan kadar

41

Page 42: Case Apotek Kel 4

Lakukan penetapan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Pengencer : larutkan 13,6 gram kalium fosfat monobasa P dalam 2 liter air,

atur pH hingga 5,0±0,1 dengan larutan kalium hidroksida P 45 % b/b.

Fase gerak : buat campuran pengencer dan asetonitril P (96:4) saring.

Turunkan kadar asetonitril P untuk menaikkan waktu retensi amoksisillin.

Larutan baku : timbang seksama sejumlah amoksisillin BPFI larutkan dalam

pengencer hingga kadar lebih kurang 1,2 mg/ml. gunakan larutan dalam waktu

6 jam.

Larutan uji : timbang seksama lebih kurang 240 mg, masukkan ke dalam labu

terukur 200 ml, larutkan dan encerkan dengan pengencer sampai tanda.

Gunakan larutan dalam waktu 6 jam.

Prosedur : suntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama (± 10µl )

larutan baku dan larutan uji ked lam kromatograf, rekam kromatogram dan

ukur respons puncak utama.

7.2 Parasetamol

7.2.1 Deskripsi

- Rumus bangun :

- Rumus molekul : C8H9NO2

- Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]

- Berat molekul : 151,16

42

Page 43: Case Apotek Kel 4

- Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%

C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat.

- Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

- Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N;

mudah larutan dalam etanol. (Ditjen POM, 1995).

7.2.2 Analisis

- Identifikasi

Baku pembanding : paracetamol BPFI; laukukan pengeringan di atas silica

gel P selama 18 jam sebelum digunakan.

A. Spektrum serapan IR, zat yang telah dikeringkan diatas pengering yang

cocok didispersikan ke dalam kalikum bromide P, menunjukkan

maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada

paracetamol BPFI.

B. Spektrum serapan ultra violet, larutan( 1 dalam 200.000) dalam campuran

asam klorida 0,1 N dalam metanol P ( 1 dalam 100), menunjukkan

maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti

pada paracetamol BPFI.

C. Memenuhi uji identifikasi secara kromatografi lapis tipis, gunakan larutan

1 mg/ml dalam methanol P dan fase gerak diklormetana P/methanol P

( 4:1).

- Penetapan Kadar

Larutan baku : timbang seksama sejumlah paracetamol BPFI, larutkan

dalam air hingga kadar lebih kurang 12 µg per ml

Larutan uji : timbang seksama lebih kurang 120 mg, masukkan kedalam

labu terukur 500 ml, larutkan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan

air sampai tanda. Masukkan 5,0 ml larutan ke dalam labu terukur 100 ml,

encerkan dengan air sampai tanda dan campur. Ukur serapan larutan uji

43

Page 44: Case Apotek Kel 4

dan larutan baku pada panjang gelombang serapan maksimum lebih

kurang 244 nm, terhadap air sebagai blanko.

7.3 Ciprofloksasin

7.3.1 Deskripsi

- Rumus struktur

-Nama kimia : 1-cyclopropyl-6-fluoro-4-oxo-7-(piperazin-1-yl)-quinoline-

3-carboxylic acid.

-Rumus Molekul : C17H18F N 3O3 

-Berat Molekul : 331.346

-Pemerian : Serbuk dengan kekuningan hingga berwarna

kuning.

-Kelarutan : Mempunyai kelarutan dalam air pada suhu 25°C.

7.3.2 Analisis

- Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV

- Penetapan kadar

penetapan kadar ciprofloxasin dilakukan secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT) metode fase balik menggunakan kolom VP-

ODS (4,6 mm x 25 cm), fase gerak yang digunakan campuran larutan

asam fosfat 0,025 M : asetonitril (80:20), laju alir 1,5 ml/menit dan

pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 278 nm.

44

Page 45: Case Apotek Kel 4

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995.Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2011, Info Obat Indonesia, Edisi 3, Jakarta, Yayasan Karsa Info Kesehatan.

Anonim, 2012,MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 11 2011/2012

Anonim, Pelayanan Informasi Obat, Depkes RI

Anonim, 2005 Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.

Dwijoseputro, 1998.Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.

Hardjosaputra dkk,2008, Data Obat di Indonesia, Jakarta, PT Muliapurna Jayaterbit

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=83

Medicinal Chemistry, 2009, Vol. 5, No. 6, www.elsevier.com/locate/phytochem

Pelczar, M.J. and J.R. Reid. 1972, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Alih bahasa: R.

Hadioetomo, T. Imas, S.S, Tjitrosomo dan S. L. Angka. Penerbit

Univesitas Indonesia, Jakarta.

Susilo, B, et al., 2009. Komposisi Kimiawi Dan Aktivitas Antimikroba Propolis Dari Malang Jawa Timur, Med. Eksakta. Vol. 8, No. 1, April 2009: 23-30

DAFTAR ISI

45

Page 46: Case Apotek Kel 4

Halaman

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I ILUSTRASI KASUS....................................................................... 1

BAB II DRUG RELATED PROBLEM (DRP)............................................ 2

2.1 Jenis – jenis DRP...................................................................... 2

2.1.1 Pertanyaan Kepada Pasien ............................................. 2

2.1.2 Rencana Pelayanan Kefarmasian ................................... 2

2.1.3 Implementasi Rencana Pelayanan Kefarmasian............. 3

2.1.4 Follow-up ....................................................................... 3

2.2 Permintaan Menngganti Ciprofloksasin.................................... 3

2.3 Konseliing Saat Penyerahan obat.............................................. 3

2.3 Kerasionalan.............................................................................. 4

BAB III TINJAUAN APOTEK................................................... ............. 5

3.1 Skrining Resep.......................................................................... 5

3.1.1 Skrining Administratif .................................................... 5

3.1.2 Skrining Farmasetika....................................................... 5

3.1.3 Skrining Klinis................................................................. 6

3.2 Kompotitor ............................................................................... 8

...................................................................................................

46

Page 47: Case Apotek Kel 4

3.3 Perhitungan harga .................................................................... 9

3.4 Copy resep, Etiket dan Kwitansi............................................... 9

3.5 Dispensing................................................................................. 10

3.6 Konseling ................................................................................. 11

3.7 Pelayanan informasi obat.......................................................... 12

3.8 Aspek Apotek............................................................................ 12

BAB IV TINJAUAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI............................... 14

4.1 Otitis Media............................................................................... 14

4.1.1 Pengertian Otitis Media ................................................... 14

4.2 Etiologi Dan Fatogenesis.......................................................... 14

4.2.1 Tanda, Diagnosis Dan Penyebab OMA .......................... 14

4.2.2 Penularan Dan Faktor Risiko........................................... 15

4.2.3 Komplikasi ...................................................................... 15

4.2.4 Resistensi ......................................................................... 16

4.3 Terapi........................................................................................ 16

4.3.1 Outcome........................................................................... 16

4.3.2 Terapi Pokok ................................................................... 16

4.4 Terapi Penunjang...................................................................... 18

4.5 Gambaran Klinis....................................................................... 18

47

Page 48: Case Apotek Kel 4

4.6 Patofisiologi.............................................................................. 18

4.7 Klasifikasi Otitis Media............................................................ 19

4.8 Stadium OMA........................................................................... 21

4.8.1 Stadium Okulasi OMA .................................................... 21

4.8.2 Stadium Hiperemis ( presupurasi ) .................................. 21

4.9 Gejala Klinis OMA................................................................... 21

4.10 Penegakan Diagnosis OMA..................................................... 22

4.11 Komplikasi............................................................................... 23

4.12 Farmakoterapi.......................................................................... 24

BAB V TINJAUAN FARMASEUTIKA...................................................... 29

5.1 Perhitungan Dosis...................................................................... 30

5.2 Pemakaian Analgetik.................................................................. 30

5.3 Pengertian Suspensi Kering....................................................... 30

5.4 Tabel Berat Badan Anak Normal.............................................. 32

BAB VI TINJAUAN BIOLOGI FARMASI................................................. 33

6.1 Biosintesa Amoxan .................................................................. 33

6.1.1 Propolis ........................................................................... 33

6.1.2 Kembang Sore ................................................................ 35

6.1.3 Jelly Gamat ..................................................................... 38

48

Page 49: Case Apotek Kel 4

6.1.4 Solanum Torvum ............................................................ 39

6.1.5 Bandotan ......................................................................... 40

BAB VII TINJAUAN KIMIA FARMASI...................................................... 41

7.1 Amoksisillin.............................................................................. 41

7.1.1 Deskripsi....................................................................... 41

7.1.2 Analisis......................................................................... 41

7.2 Parasetamol .............................................................................. 42

7.2.1 Deskripsi ...................................................................... 42

7.2.2 Analisis......................................................................... 43

7.3 Ciprofloksasin........................................................................... 44

7.3.1 Deskripsi....................................................................... 44

7.3.2 Analisis......................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45

49