ca dalam urin
DESCRIPTION
Analisis klinikTRANSCRIPT
TUGAS ANALISIS KLINIK LANJUT
ANALISIS KADAR KALSIUM DALAM SAMPEL URIN YANG DIGANGGU OLEH MAGNESIUM MENGGUNAKAN
METODE KOLORIMETRI
Oleh:
Evi Kurniawati051414153005
PROGRAM MAGISTER ILMU FARMASIFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA2015
1
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
ISI MAKALAH .................................................................................................... 3
1. Pendahuluan.................................................................................................... 3
2. Urin ................................................................................................................. 3
2.1. Definisi dan Sifat Urin............................................................................. 3
2.2. Kandungan Urin....................................................................................... 4
3. Kalsium ........................................................................................................... 4
3.1. Definisi..................................................................................................... 4
3.2. Nilai Normal Kalsium Urin .................................................................... 5
4. Penentuan Kadar Kalsium dalam Urin............................................................ 5
5. Kolorimetri O-CPC ........................................................................................ 5
5.1. Spektrofotometri Visible.......................................................................... 7
5.2. Bahan dan Alat......................................................................................... 7
5.3. Tahapan Penelitian................................................................................... 7
5.3.1 Pengambilan Sampel...................................................................... 75.3.2 Pembuatan Larutan Kerja.............................................................. 85.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum.................................. 85.3.4 Penentuan Waktu Operasional....................................................... 85.3.5 Pembuatan Kurva Baku................................................................. 85.3.6 Analisis Sampel............................................................................. 9
5.4. Senyawa Pengganggu.............................................................................. 9
5.5. Pembahasan.............................................................................................. 9
6. Penutup ...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................12
2
ANALISIS KADAR KALSIUM DALAM SAMPEL URIN YANG DIGANGGU OLEH MAGNESIUM MENGGUNAKAN METODE
KOLORIMETRI
1. Pendahuluan
Pemeriksaan air kemih atau urin sebagai salah satu cara untuk
membantu menetapkan diagnosis berbagai penyakit telah dilakukan selama
berabad-abad oleh praktisi kesehatan. Beberapa metode pemeriksaan yang
hingga kini masih dijalankan tergolong cara yang tradisional, seperti misalnya
mengamati penampakan dan bau contoh urin dan juga pemeriksaan
mikroskop terhadap endapan di dalamnya. Sedangkan yang relatif baru ialah
penggunaan batang/kertas celup (dipstick/test strip) untuk menandai atau
mengukur (semikuantitatif) beberapa golongan senyawa dan juga dalam
mengukur osmolalitas urin sebagai petunjuk atas konsentrasi zat linarut total.
Meskipun tidak 'kuantitatif, pemeriksaan visual dan mikroskop tidak boleh
diabaikan karena dapat mengandung informasi klinis yang berguna untuk
diagnosis penyakit.
Urinalisis rutin biasanya terdiri atas pemeriksaan air kemih di pagi hari
(bangun tidur) terhadap warna, bau, berat jenis, atau osmolalitas: dapat juga
dilakukan berbagai uji kualitatif atau pun semikuantitatif untuk pH, protein,
glukosa atau gula pereduksi, badan-badan keton, darah dan mungkin juga
biltrubin. Urobilinogen, dan nitrit; dan pemeriksaan mikroskop terhadap
endapan di dalam urin.
2. Urin
2.1. Definisi dan Sifat Urin
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan
materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang
3
tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuang keluar tubuh. pH urin berkisar antara 4,8-7,5, urin akan menjadi
lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein, dan urin akan menjadi
lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002-
1,035 (Sumardjo, 2009).
2.2. Kandungan Urin
Urin normal yang baru selalu jernih, pH 4,8 – 7,4 dan bert jenis 1,008 –
1,030. Warna kekuning-kuningan karena adanya pengaruh pigmen yang
berwarna kuning. Air merupakan komponen terbesar dari urin yang di
dalamnya terdapat garam-garam anorganik dan senyawa-senyawa organik.
Senyawa anorganik yang berupa kation: Na+, K+, Ca+2, Mg+2, NH4+, sedikit
Fe+3, Cu+2, Zn+2, sedangkan yang berupa anion: Cl-, PO4-3, SO4
-2, CO3-2 dan
sedikit NO3-. Sebagian besar senyawa organik yang terdapat dalam urin
merupakan sampah dari proses metabolisme, antara lain ureum, asam urat,
kreatin, kreatinin, asam hipurat, asam-asam amino, asam-asam organik (asam
asetat, asam format, asam butirat, asam sitrat, asam oksalat, asam laktat, asam
glukuronat, asam benzoat). Beberapa enzim (amilase, lipase, tripsin),
beberapa hormon (hormon-hormon kelamin), dan vitamin (vitamin C, vitamin
B1) terdapat juga dalam urin. Urin patologis kemungkinan mengandung
protein, glukosa, aseton, bilirubin, urobilinogen dan urobilin (Sumardjo,
2009).
3. Kalsium
3.1. Definisi
Kalsium urin adalah kalsium yang berada di dalam urin yang berasal
dari pengendapan garam kalsium di dalam rongga ginjal, saluran ginjal atau
kandung kemih yang berbentuk kristal yang tidak dapat larut. Ekskresi
kalsium dalam urin berbeda-beda menuruti konsentrasi kalsium dalam serum
dan isi kalsium dalam seluruh tubuh. Dengan diit yang mengandung 0,5 - 1 g
kalsium sehari, orang normal mengekskresi 200-400 mg. Kalau kalsium
dalam makanan ditingkatkan, ekskresi juga meningkat, tetapi mengurangi
kalsium tidak banyak berpengaruh terhadap banyaknya kalsium dalam urin.
4
3.2. Nilai Normal Kalsium Urin
Menurut National Institute of Health (2011), nilai normal kalsium
dalam urin 24 jam adalah 100-300 mg.
Hiperkalsiuria merupakan suatu kondisi dimana kadar kalsium di dalam
urin lebih besar dari 300 mg/24 jam. Ini merupakan kelainan yang banyak
dijumpai pada penderita batu saluran kemih (batu kalsium). Hiperkalsiuri
kronis bisa menimbulkan kalkuli ginjal, nefrokalsinosis dan kemudian gagal
ginjal (Handaru, 2006).
Rendahnya kadar kalsium dalam urin, dimana kadarnya < 100 mg/24
jam menandakan rendahnya kalsium dalam tubuh, yang akan mengakibatkan
timbulnya gangguan-gangguan yang berhubungan dengan kekurangan
kalsium dalam tubuh seperti osteoporosis, kram otot, palpitasi, hipertensi,
rickets dan penurunan kognitif (Handaru, 2006).
4. Penentuan Kadar Kalsium dalam Urin
Pada tahun 1986 Gowans and Fraser melakukan penelitian mengenai
penentuan kadar kalsium dalam urin dengan membandingkan lima metode yang
berbeda. Kelima metode tersebut adalah metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA), metode Kolorimetri dengan reagen Metiltimol Biru, metode titrasi
Fluorometri EGTA, metode Kolorimetri o-CPC dengan Technicon RA-100 dan
Du Pont aca. Berdasarkan penelitian tersebut dilaporkan bahwa kedua metode
Kolorimetri dengan reagen o-CPC memiliki nilai presisi paling baik dan nilai
recovery yang lebih baik daripada metode kolorimetri dengan reagen Metiltimol
Biru dan metode Titrasi Fluorometri EGTA.
Parentoni et al. (2001) melaporkan bahwa dalam penentuan total kalsium
dalam urin, metode Kolorimetri dengan reagen o-CPC memiliki batas linearitas
yang lebih tinggi daripada metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
5. Kolorimetri o-Cresolpthalein Complexon (o-CPC)
Kolorimetri adalah suatu metode analisis kimia yang didasarkan pada
perbandingan intensitas warna standar. Metode ini merupakan bagian dari analisis
fotometri. Metode kolorimetri o-CPC berdasarkan pada ikatan spesifik atau
5
kompleks (warna ungu) antara o-CPC sebagai indikator metalorkromik dengan
kalsium pada pH basa (Cahyani, 2013).
Gambar 1.
Struktur kimia o-Cresolphthalein Complexon
Metode kolorimetri o-CPC berdasarkan pada terbentuknya kompleks
kalsium o-CPC pada pH basa. Kompleks kalsium-CPC secara teoritik menyerap
radiasi elektromagnetik (REM) pada panjang gelombang 570 nm (20-25°C) dan
578 nm (37°C) (Cahyani, 2013).
Peningkatan pH diatas 7 dapat menyebabkan proses reaksi laktonolisis
(terbukanya cincin lakton) pada o-CPC.Ikatan kompleks warna ungu, terjadinya
ikatan kompleks warna ungu karena adanya formasi lakton di bagian phthalein
dari molekul (Cahyani, 2013).
6
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Kompleks Kalsium – CPC
5.1. Spektrofotometri Visible
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan
atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran
terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal. Pada
Spektrofotometri Visible digunakan sumber sinar/energi cahaya tampak.
Cahaya tampak termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap
oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 400 sampai 780
nm (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 3. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visible
5.2. Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penentuan kadar kalsium dalam urin
menggunakan metode Kolorimetri meliputi Spektrofotometer UV-Vis
Shimadzu UV-100, mikropipet 20 µL, alat-alat gelas, vortex, cool box dan
botol sampel.
Bahan yang digunakan adalah sampel urin, ice gel, CaCl2.2H2O p.a,
aquades, HCl 6 N, Reagensia-1 yang berisi etanolamin pH 10,7 750 mmol/L
7
dan surfaktan, Reagensia-2 yang berisi o-Cresolphtalein Complexon 0,13
mmol/L, 8-hidroksikuinolin 35 mmol/L dan HCl pH 1,1 100 mmol/L.
5.3. Tahapan Penelitian
5.3.1 Pengambilan Sampel
Penampungan urin dilakukan sesaat setelah pengosongan
kandung kemih. Urin waktu ke-0 hingga urin ke-24 jam ditampung
dalam botol yang sama. Sampel urin yang telah diberi identitas
disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8°C. Volume urin
lengkap harus dikirim ke laboratorium pada hari yang sama setelah
pengumpulan selesai (Oregon Health & Science University, 2012).
5.3.2 Pembuatan Larutan Kerja
Reagensia-1 dicampur dengan Reagensia-2 dengan perbandingan
4:1. Larutan tersebut stabil selama 3 hari pada suhu 15-25°C (Cahyani,
2013).
5.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
20 µL larutan standar kalsium 5,082 mg/dl ditambah 1 mL larutan
kerja kemudian dicampur. Larutan dapat dibaca absorbansinya setelah
5-30 menit. Larutan standar diukur absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 400-780 nm dengan blanko 1 mL larutan kerja ditambah 20
µL aquades. Secara teoritik, kompleks kalsium-CPC menyerap radiasi
elektromagnetik (REM) pada panjang gelombang 570 nm (20-25°C)
(Cahyani, 2013).
5.3.4 Penentuan Waktu Operasional (Operating Time)
20 µL larutan standar kalsium 10,164 mg/dl ditambah 1 mL
larutan kerja kemudian dicampur. Larutan dapat dibaca absorbansinya
setelah 5-30 menit. Larutan standar diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum dengan blanko 1 mL larutan kerja ditambah 20
µL aquades, selama 60 menit dengan interval pengukuran 1 menit
(Cahyani, 2013).
5.3.5 Pembuatan Kurva Baku
8
66,8 mg CaCl2.2H2O p.a dilarutkan dalam aquades hingga
diperoleh 100 mL larutan stok kalsium 18,177 mg/dL. Dari larutan stok
tersebut kemudian dilakukan pengenceran hingga diperoleh seri larutan
standar 7,271 mg/dL; 6,362 mg/dL; 5,453 mg/dL; 4,545 mg/dL; 3,636
mg/dL dan 0 mg/dL dibaca absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum dengan blanko 1 mL larutan kerja ditambah 20 µL aquades.
Kemudian dibuat persamaan regresi linier hubungan konsentrasi
kalsium terhadap absorbansi pada panjang gelombang maksimum.
5.3.6 Analisis Sampel
Volume urin diambil 50 mL kemudian diasamkan dengan 0,5 mL
HCl 6 N dan dipanaskan pada suhu 56°C selama 10 menit yang
bertujuan untuk melarutkan endapan kalsium oksalat. Sampel urin
diambil 2 mL kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume 10
mL (Cahyani, 2013)..
20 µL sampel urin yang telah diencerkan, kemudian ditambah 1
mL larutan kerja dan dicampur. Larutan sampel dapat dibaca
absorbansinya setelah 5-30 menit. Larutan sampel diukur absorbansinya
pada panjang gelombang maksimum dengan blanko 1 mL larutan kerja
ditambah 20 µL aquades dalam rentang waktu operasional (Cahyani,
2013).
5.4. Senyawa Pengganggu
Penentuan kadar kalsium dengan menggunakan metode Kolorimetri
dengan reagen o-CPC memiliki potensi gangguan dalam hal adanya reaksi
antara magnesium dengan o-CPC. Selain kalsium, magnesium dalam urin
juga dapat berikatan dengan o-CPC dalam suasana basa membentuk
kompleks berwarna ungu. Gangguan ini diatasi dengan penambahan 8-
hidroksiquinolin yang terdapat dalam reagensia-2, dimana 8-hidroksiquinolin
ini akan mengikat magnesium yang terdapat dalam urin yang akan dianalisis
(Cahyani, 2013).
5.5. Pembahasan
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh kadar kalsium
dalam urin meliputi pengumpulan urin, penentuan panjang gelombang
9
maksimum, penentuan waktu operasional, pembuatan kurva baku, dan
penentuan kadar kalsium dalam sampel urin.
Penentuan kadar kalsium dalam urin dilakukan dengan mengukur
absorbansi larutan sampel pada panjang gelombang maksimum 573,4 nm.
Sebelum dilakukan pengukuran, urin diasamkan terlebih dahulu
menggunakan HCl 6 N dan dipanaskan pada suhu 56oC selama 10 menit yang
bertujuan untuk melarutkan endapan kalsium oksalat, karena analisa kalsium
dalam urin bisa dilakukan tepat bila semua endapan kalsium dilarutkan lebih
dahulu (Cahyani, 2013).
Pengukuran kadar kalsium dalam urin ini menggunakan reagensia-1
dan reagensia-2 dengan perbandingan 4:1 (Diasys, 2009). Reagensia-1 berisi
etanolamin pH 10,7 dan surfaktan, dimana etanolamin merupakan basa amin
yang berperan sebagai larutan penyangga atau buffer untuk memberikan dan
mempertahankan suasana basa pada reaksi pembentukan kompleks antara o-
CPC dengan ion kalsium dan surfaktan untuk mengurangi kekeruhan pada
urin sehingga meningkatkan intensitas warna dari kompleks tersebut
(Cahyani, 2013).
Reagensia-2 berisi o-CPC, 8-hidroksiquinolin dan asam klorida.
Reagen o-CPC yang berfungsi untuk mengikat kalsium pada suasana basa
sehingga terbentuk kompleks warna ungu. Dalam suasana basa, cincin lakton
pada phthalein akan terbuka dan berikatan dengan kalsium sehingga
terbentuk kompleks warna ungu. Reaksi laktonolisis (terbukanya cincin
lakton) dari senyawa o-CPC terjadi pada pH diatas 7 atau basa (Cahyani,
2013).
Selain kalsium, magnesium dalam urin juga dapat berikatan dengan o-
CPC dalam suasana basa membentuk kompleks warna ungu, sehingga 8-
hidroksiquinolin ini berfungsi untuk menghilangkan gangguan dari
magnesium tersebut dengan cara mengikat magnesium. Asam klorida pada
pH 1,1 digunakan untuk melarutkan o-CPC dan 8-hidroksiquinolin (Cahyani,
2013).
6. Penutup
10
Pemeriksaan air kemih atau urin dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk membantu menetapkan diagnosis berbagai penyakit. Urin terdiri dari
komponen-komponen baik berupa senyawa organik maupun anorganik. Salah satu
senyawa anorganik yang terdapat dalam urin adalah kalsium. Kadar kalsium
dalam urin perlu dimonitoring karena jika kadarnya berlebih akan mengakibatkan
terjadinya hiperkalsiuria. Metode Kolorimetri dengan reagen o-CPC merupakan
metode terpilih untuk menentukan kadar kalsium urin. Selain metode tersebut
metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan kadar kalsium dalam urin
adalah metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), metode Kolorimetri
dengan reagen Metiltimol Biru dan metode titrasi Fluorometri EGTA. Penentuan
kadar kalsium dengan menggunakan metode Kolorimetri dengan reagen o-CPC
memiliki potensi gangguan dalam hal adanya reaksi antara magnesium dengan o-
CPC. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan 8-hidroksiquinolin yang akan
mengikat magnesium yang terdapat dalam urin yang akan dianalisis. Penentuan
kadar kalsium dengan menggunakan metode Kolorimetri dengan reagen o-CPC
memiliki nilai presisi, recovery dan batas linearitas yang baik jika dibandingkan
dengan metode yang lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Tita Pristi., 2013. Analisis Kadar Kalsium dalam Urin Pekerja di Pengolahan Batu Kapur Desa Karangbawang Kevamatan Ajibarang Menggunakan Metode Kolorimetri. Skripsi, Purwokerto: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Jurusan Farmasi, Universitas Jenderal Soedirman.
Gowans, Elizabeth and Fraser, Callum., 1986. Five Methods for Determining Urinary Calcium Compared. Clinical Chemistry 32/8, pp. 1560 – 1562.
Handaru, Cahyo 2006. Pengaruh Pemberian Suplemen Kalsium Sebelum dan Sesudah Makan Terhadap Kadar Kalsium Urin. Tesis: Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah, Bagian Bedah FK Undip-RS. Dr. Kariadi Semarang
NIH, 2011, Optimal Calcium Intake, National Institute of Health, Bethesda.
Parentoni, L.S; Pozeti, R.C.S; Figueiredo, J.F and Faria, E.C. 2001. The Determination of Total Calcium in Urine: A Comparison Between The Atomic Absorption And The Ortho-Cresolphtalein Complexone Methods. Journal Brasileiro de Patplogia, Vol. 37 No. 4, pp. 235 – 238
Oregon Health & Science University, 2007, Instructions For 24 Hour Urine Collection, Oregon Health & Science University, Department of Pathology, USA.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia, Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp 19 – 20.
12