bulletin cipta karya edisi april 2015

36
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman Edisi 04/Tahun XIII/April 2015 RESENSI ‘Membaca’ Kota dari Karya Klasik dan Kontemporer LENSA CK Pecha Kucha #17 Cipta Karya: Menggalang Pendanaan non-APBN Menuju 100-0-100 Kelembagaan TPS 3R Berbasis Instusi 28 Kunjungi Indonesia, JICA Rumuskan Kerjasama 19 Sukses Stori Pembangunan SWRO Pulau Mandangin 21 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Indonesia Menuju Zero Slum dan Zero Problem

Upload: helards

Post on 29-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tulisan ilmiah bidang kecipta-karyaan yang diterbitkan oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat

TRANSCRIPT

Page 1: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

Karya Cipta Infrastruktur PermukimanEdisi 04/Tahun XIII/April 2015

resensi • ‘Membaca’ Kota dari Karya Klasik dan KontemporerLensA CK • Pecha Kucha #17 Cipta Karya: Menggalang Pendanaan non-APBN Menuju 100-0-100

Kelembagaan TPS 3RBerbasis Institusi

28

Kunjungi Indonesia, JICA Rumuskan Kerjasama 19

Sukses Stori Pembangunan SWRO Pulau Mandangin21 KEMENTERIAN

PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Indonesia Menuju Zero Slumdan Zero Problem

Page 2: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

13

Edisi 044Tahun XIII4April 2015daftar isi

2

417

19

18

28

resensi • ‘Membaca’ Kota dari Karya Klasik dan Kontemporer

lensa ck • Pecha Kucha #17 Cipta Karya: Menggalang Pendanaan non-APBN Menuju 100-0-100

PLUs!

liputan khususPermukiman Kumuh di Enam Kota Ini Ditangani Prioritas pada 2015

8

inovasiInstalasi Penyaringan Air Laut Menjawab Kelangkaan Sumber Air Bakuuntuk Air Minum

Kelembagaan TPS 3RBerbasis Institusi

22

28

info baru

Preparatory Committee (Prepcomm) Ke-2 Habitat III di NairobiIndonesia Undang Negara ke Prepcomm Ke-3 Jakarta

Kementerian PUPR Resmikan Tempat Evakuasi Sementara Korban Bencana

Timor Leste dan Indonesia Perluas Kerjasama di Bidang Cipta Karya

38 PDAM Akan Dapat Penghapusan Utang Non Pokok

Kunjungi Indonesia, JICA Rumuskan Kerjasama

Water, Sanitation, and Cities Forum & Exhibition 2015Indonesia Galang Kekuatan Hadapi Tantangan Permukiman dan Perkotaan

13

16

17

18

19

21

Musuh Bersama Bernama Kumuh

Kita Ingin Zero Slum and Zero Problem

4

6

berita utama

Page 3: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

3

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email [email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id

3

PelindungBudi Yuwono P

Penanggung JawabAntonius Budiono

Dewan RedaksiSusmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, Guratno Hartono, Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo

Pemimpin RedaksiDian Irawati, Sudarwanto

Penyunting dan Penyelaras NaskahT.M. Hasan, Bukhori

Bagian ProduksiErwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Indah Raftiarty, Danang Pidekso

Bagian Administrasi & DistribusiLuargo, Joni Santoso, Nurfathiah

KontributorDwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Rudi A. Arifin, Endang Setyaningrum, Alex A. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, Putri Intan Suri, Siti Aliyah Junaedi

Alamat RedaksiJl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. [email protected]

PelindungImam S. Ernawi

Penanggung JawabAntonius Budiono

Dewan RedaksiDadan Krisnandar, Mochammad Natsir, M. Maliki Moersid, Hadi Sucahyono, Adjar Prajudi, Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo

Pemimpin RedaksiSri Murni Edi K, Sudarwanto

Penyunting RedaksiBhima Dhananjaya, Buchori

Bagian ProduksiElkana Catur H., Dian Ariani, Djati Waluyo Widodo

Bagian Administrasi & DistribusiLuargo, Joni Santoso

KontributorDwityo A. Soeranto, R. Mulana MP. Sibuea, M. Sundoro, Dian Irawati, Nieke Nindyaputri, Prasetyo, Oloan MS., Hosen Utama, Aswin G. Sukahar, TM. Hasan, Kusumawardhani, Ade Syaiful Rachman, Aryananda Sihombing, Dian Suci Hastuti.

Alamat RedaksiJl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578

[email protected]

website http://ciptakarya.pu.go.id

twitter @ditjenck

Cover :Kawasan Permukiman Kumuh Nelayan di Kabupaten Pandeglang. (foto: Drone)

Martin Luther King memiliki mimpi yang begitu besar. Ia pernah berkata bahwa ia bermimpi suatu hari, orang-orang kulit hitam mempunyai hak dan derajat yang sama dengan orang-orang kulit putih di Amerika. Sampai saat ini, pesan dan mimpinya telah menginspirasi banyak orang untuk berani bermimpi sebuah cita-cita besar. Kehidupan perkotaan dan permukiman di dalamnya saat ini dihantui ancaman laju urbanisasi yang tajam dan berdampak merebaknya kawasan permukiman kumuh.

Pada tahun 2025 diperkirakan lebih dari 68% penduduk dunia hidup di perkotaan, termasuk kota-kota di Indonesia. Jika kota-kota tidak siap, akankah para penghuninya mendiami rumah dan permukiman yang tidak sehat? Padahal keduanya sebagai tempat persemaian budaya dan pembinaan keluarga yang harus memenuhi kriteria sehat dan layak yang merupakan hak konstitusi warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 28 h UUD 1945.

Permukiman kumuh merupakan akumulasi dari ketidakmampuan masyarakat untuk memelihara rumah dan lingkunganya, serta ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola kawasan permukiman serta menyediakan sarana dan prasarana dasar. Karena itu perwujudan kota tanpa permukiman kumuh merupakan cita-cita besar yang dimandatkan dalam RPJPN 2005-2025.

Kualitas permukiman yang layak dan sehat harus tersedia akses air minum, sanitasi, dan hak dasar lainnya. Menimbang fenomena ini, Indonesia akan menggalang seluruh kekuatan untuk menjawab tantangan pembangunan permukiman dan perkotaan dalam wadah Water, Sanitation, and Cities (WSC) Forum & Exhibition 2015, di Jakarta Convention Center 27-29 Mei 2015. Dalam lima tahun ke depan, sesuai yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, pembangunan infrastruktur permukiman ditujukan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas, peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak menjadi 100%, serta mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh di Indonesia pada tahun 2019.

Target RPJMN tersebut kini telah menyebar luas dengan nama ‘Program 100-0-100’ bidang Permukiman. Program tersebut membutuhkan dukungan pendanaan, penguatan kelembagaan, keberlanjutan penyediaan air baku, partisipasi swasta dan masyarakat, serta penerapan inovasi teknologi. Disamping itu, keberhasilan pencapaian target program 100-0-100 juga memerlukan komunikasi yang intensif untuk kerjasama yang baik dengan mitra dalam negeri maupun luar negeri.

WSC Forum and Exhibition 2015 merupakan kegiatan internasional yang dise-lenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ajang ini menjadi wadah pertemuan, pemikiran dan inovasi baru dalam pengembangan sektor air, sanitasi, dan permukiman perkotaan. (Teks : Buchori)

Menggalang Kekuatan untuk Merengkuh Mimpi Kota Tanpa Kumuh

editorial

Buletin ini menggunakan 100% kertas daur ulang (cyclus paper)

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Page 4: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

Kumuh di kawasan permukiman sekarang menjadi musuh bersama. Istilah musuh bersama harus dipahami karena kebutuhan solidaritas, militansi, atau semangat untuk membasmi biang bernama kumuh. Permukiman kumuh, permukiman yang padat, dan masyarakat yang miskin biasanya menyatu menjadi slogan Pakumis (padat, kumuh, miskin).

4

Tanpa disadari kita ada di dalamnya. Melihat langsung perilaku jahiliyah membuang sampah sembarangan, buruknya saluran pembuangan limbah, langkanya sumber air bersih, rawannya kebakaran karena ke-padatan bangunan, dan seterusnya. Permukiman ku-

muh bahkan ada yang sudah masif dan berpengaruh terhadap perilaku sosial dan ekonomi penduduknya. Saat ini permukiman kumuh di perkotaan seluas 38.431 Ha atau 10%. Perlu upaya extraordinary untuk menihilkan luasan tersebut pada 2019 hingga 0% sesuai cita-cita negeri ini yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Jangan ditanya kemampuan APBN untuk mengurus kumuh, jawabannya pasti terbatas. “Kita tidak mungkin mengandalkan pendanaan pusat saja. Tantangan pertama luasan kumuh 38 ribu Ha, artinya setiap tahun

Musuh BersamaBernama Kumuh

berita utama

harus tertangani 7.500 Ha. Dengan uji coba tahun 2015, APBN hanya mampu 2.000 Ha-3.000 Ha. Artinya tantangan besar pertama ada pada luasan permukiman kumuh,” demikian diakui Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hadi Sucahyono. Pemerintah melalui Bappenas telah merilis kebijakan yang diterjemahkan menjadi enam strategi pokok. Pertama, menye-diakan lahan perumahan untuk MBR. Kedua, meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah. Ketiga, memfasilitasi pembangunan perumahan swadaya. Keempat, menangani permukiman kumuh yang komprehensif dan terpadu dengan rencana kota. Kelima, memperluas akses pembiayaan perumahan bagi MBR. Keenam, menyediakan pelayanan dasar yang terpadu dengan sistem kota. Hadi melanjutkan, untuk menyiapkan program kerja dalam

Page 5: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

5

rangka mendukung target “Kota Tanpa Permukiman Kumuh”, maka Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengacu pada pola penanganan yang diarahkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam UU tersebut, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Pada tahun 2015-2019, pola penanganan permukiman ku-muh menerjemahkan amanat UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu Pengaturan dan Perencanaan, Pemugaran, Peremajaan, dan Permukiman Kembali.Pertama, pengaturan merupakan pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam pe-nyelenggaraan permukiman dengan kegiatan menyusun NSPK dan Pendampingan Penyusunan Raperda tentang permukiman kumuh. Sedangkan perencanaan dengan memfasilitasi peme-rintah kabupaten/kota dalam penyusunan perencanaan kawasan permukiman melalui pendampingan penyusunan Ren cana Pe-ngembangan dan Pembangunan Perumahan dan Kawa san Per-mukiman (RP3KP) di kabupaten/kota dan penyusunan Rencana Kawasan Permukiman (RKP). Kedua, pemugaran yaitu perbaikan dan pembangunan kembali menjadi permukiman layak huni dengan kegiatan penanganan

5

berita utama

skala lingkungan dan keterpaduan penanganan Ditjen Cipta Karya. Ketiga, peremajaan dengan mewujudkan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat sekitar dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat. Keempat, permukiman kembali dengan memindahkan masyarakat dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali atau tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta menimbulkan bahaya bagi barang ataupun manusia ke lokasi yang peruntukannya adalah per-mukiman salah satunya melalui pembangunan Rusunawa. (Teks: Buchori)

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Pemerintah melalui Bappenas telah merilis kebijakan yang diterjemahkan menjadi enam

strategi pokok.

Page 6: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

6

Negara harus memiliki cita-cita. Tanpa cita-cita maka pembangunan tak akan terarah. Indonesia meng-inginkan kota tanpa permukiman kumuh pada tahun 2019. Meskipun banyak yang meragukan, namun optimisme tetap harus digantungkan agar

semua pihak sadar apa yang sedang dihadapi dengan perkotaan dan permukiman. Bagaimana Indonesia mengumpulkan semua energi stakeholder hingga cita-cita itu goal? Apa kebijakan dan stra-teginya? Tim Redaksi merangkumnya dengan mewawancarai Direktur Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hadi Sucahyono berikut ini.

Kita InginZero Slum and Zero Problem

Sebuah target yang berat, apa saja tantangan mewujudkan 0% permukiman kumuh?Memang tantangan paling utama lebih ke ektsernal. Kalau internal dibutuhkan komitmen bersama, membagi tanggung jawab ke semua pihak. Saya pernah ditanya oleh mitra dari dalam negeri dan luar negeri, apa mungkin Indonesia ingin zero slum pada 2019. Saya jawab, itu cita-cita negara kami, kalau tanpa cita-cita jadi tidak terarah pembangunannya. Perkara nanti di jalan ada banyak kendala itu bisa disiasati bersama. Tantangan berikutnya adalah bagaimana kita memper ta-hankan agar tidak timbul permukiman kumuh baru. Tantangan ini ada di tengah masyarakat, yaitu dengan pola hidup bersih dan sehat. Dalam kumuh ada tujuh komponen, diantaranya yaitu persampahan, drainase lingkungan, dan sanitasi, yang harus didu-kung dengan pola hidup sehat masyarakatnya.

Selain masyarakat, bagaimana dengan Pemda? Pemda harus bisa menyajikan Surat Penetapan Lokasi Permukiman Kumuh yang valid. Jangan sampai dijadikan sebagai media untuk mengharapkan dana dari pusat saja, tapi harus sesuai kondisi kekumuhan yang bersifat ringan, sedang, dan berat. Saya cukup bangga dengan Kota Malang, kita janjikan Rp30 miliar mereka langsung komitmen alokasikan APBD Rp5 miliar dalam setahun. Mestinya kota-kota lain bisa begitu, apalagi yang APBDnya sehat seperti Jakarta, Semarang, atau Surabaya. Intinya ada pada faktor leadership, mau gak nangani kumuh. Kalau duit banyak tapi gak ada komitmen percuma saja.

Bagaimana aksi penanganan kumuh di kabupaten/kota prioritas?Tahun lalu kita menandatangani MoU dengan kabupaten/kota saat momentum Hari Habitat Dunia 2014 namun belum ditindaklanjuti. Kita masih memverifikasi lagi, bahkan sekarang melibatkan tim pakar, itu yang membedakan dengan penanganan sebelumnya. Tim pakar sudah turun di enam kota pilot, yaitu Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, dan Kota Malang. SK Kumuh yang pernah ada bisa berubah dengan penajaman dan klasifikasi permukiman kumuh berat, sedang, dan ringan, serta yang prioritas dilaksanakan pada 2015. Yang membedakan dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini penanganan dilakukan secara masif di kawasan yang sama, dengan penanganan terpadu semua sektor, contoh air minumnya, sanitasinya, bahkan lampu taman, tempat bermain anak agar menjadikan lingkungan yang lebih bagus. Karakteristik zero slum di setiap kota berbeda-beda. Misalnya kumuh di Kota Yogyakarta bisa dikatakan dapat tertangani kalau permukiman kumuh di sempadan Kali Winongo, Kali Code dan Kali Gajah Wong bisa tuntas. Tentu berbeda dengan kota lain dengan

berita utama

Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPERA), Hadi Sucahyono

Page 7: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

77

berita utama

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

masing-masing indikator zero

slum-nya. Pendampingan ke kota-kota tersebut akan dimulai dengan grand design penanganan

zero slum-nya, dan kita bekali dengan pedoman teknis agar before dan after nya jelas.

Selain Pemda, sejauh mana keterlibatan swasta?Jika bicara pendanaan memang harus semua sektor, kita membuka diri ke semua sumber seperti pinjaman luar negeri untuk program NUSP (Neigborhood Upgrading and Shelter Project). Namun kita juga tidak bisa mengandalkan pinjaman karena kita akan mencoba mengenalkan istilah pada 2019 jangan hanya zero slum tapi harus with zero problem, kita membabi buta mencari pinjaman tapi anak dan cucu kita terbebani. Zero slum dengan mengurangi dampak kemiskinan dan pinjaman, tidak menciptakan problem baru. Bisa saja kita tangani slum tapi warganya pindah lagi menciptakan slum baru. Ke depan CSR akan banyak dilibatkan contohnya pada tahun 2014 di Kampung Habitat Pejagalan Jakarta Utara hanya insidentil dari perusahaan cat. Ke depan harus konseptual, mungkin nanti perusahaan solar cell bisa menyumbangkan lampu taman. Sebelum ke swasta, yang paling dekat stepnya adalah Pemda. Kriteria permukiman kumuh yang ditetapkan Pemda yang selama ini tendensinya ke politis konstituen harus diluruskan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Kalau mereka masih menetapkan lokasi yang kriterianya berbeda dengan UU ya silahkan dibangun oleh APBDnya saja, atau bisa oleh APBN tapi nanti setelah yang prioritas tertangani.

Apa kunci keberhasilan Pemda membangun kotanya?Salah satunya leadership. Contoh leadership yang baik dari Kota Bandung. Mereka membangun situation room untuk mewujudkan Kota Bandung sebagai smart city. Dalam smart city, tekonolgi memudahkan akses pembangunan, di sana mengenalkan blusukan berbasis teknologi, dan bisa mendukung program penanganan kumuh juga, misalnya dengan memasang CCTV

di slum area akan mengurangi perilaku masyarakat penyebab kekumuhan. Semakin banyak leadership yang baik, makin banyak tumbuh ide inovatif. Selain smart city (teknologi), ada juga green city dengan memperbanyak Ruang Terbuka Hijau (RTH),

bisa dengan ekspansif (membuka baru), tapi bisa nonekspansif dengan mengembalikan fungsi lama, seperti bekas pom bensin dijadikan taman, dan seterusnya. Selain itu ada juga konsep livable city, yaitu kota yang layak untuk anak-anak, orang tua, dan nyaman untuk para pesepeda, dan resiliance city yang identik untuk kota-kota yang terancam bencana. Konsep kota tersebut menjadi city branding untuk meningkatkan ekonomi lokal. Sudah lama kita pernah menerapkan tiga pilar pembangunan yang dikenal dengan Tridaya, yaitu lingkungan, sosial, dan eko-nomi, dimulai dengan Kampong Improvement Program (KIP). Lucunya, Tridaya ini menjadi pilar Sustainable Developlemnt Goals (SDG) oleh PBB. Di Indonesia program tersebut tidak sustainable, karena kita terlena dengan fisik tapi sosial ekonominya dilupakan. Pengalaman ini memberikan kita pelajaran dalam penanganan permukiman kumuh, yakni tidak menggusur mereka tapi mem-pertahankan mereka dengan memberikan kehidupan yang baru. Sebenarnya kumuh kan suatu dampak dari urbanisasi, makanya Ditjen Cipta Karya sudah on the track memperbaiki desanya agar masyarakat tidak berbondong-bondong pindah ke kota. Salah satu penyebab kumuh di perkotaan itu kan urbanisasi dari desa ke kota.

Selain kumuh dan pemberdayaan, bagaimana koridor penanganan perbatasan di Ditjen Cipta Karya?Prioritas penanganan kawasan perbatasan akan menyasar tujuh lokasi yang dianggap paling ramai, dan urutan nomor satu adalah kawasan perbatasan di Entikong Kalimantan Barat. Selengkapnya tujuh lokasi tersebut yaitu Kawasan Aruk-Kabupaten Sambas (Kalbar), Entikong-Kabupaten Sanggau (Kalbar), Nanga Badau-Kabupaten Kapuas Hulu (Kalbar), Mota’Ain-Kabupaten Belu (NTT), Motamasin-Kabupaten Malaka (NTT), Wini-Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT), dan Skouw-Kota Jayapura (Papua). Pekerjaannya akan dilakukan secara multiyears karena kita tidak memungkiri masalah pelelangan dan pelaksanaan kegiatan yang memakan waktu. Jika groundbreaking pembangunan fisik dilakukan Juni 2015 ini, nanti diperkirakan sampai Desember 2015 baru mencapai 50% untuk membangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN), plus infrastruktur di kawasan permukiman. (Teks: Buchori)

Page 8: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

liputan khusus

Enam kota ini akan diajak sharing pendanaan oleh Ditjen Cipta Karya untuk menangani permukiman kumuhnya. Dana APBN akan dikelola langsung oleh pemerintah daerah dengan pendampingan dari Tim Pakar yang ditunjuk Ditjen Cipta Karya untuk

mengawal grand design penanganan slum area di enam kota tersebut. Sebelumnya Walikota di enam kota tersebut sudah menerbitkan SK Penetapan Lokasi Permukiman Kumuh disertai dengan profil dan klasifikasi kumuh berat, sedang, dan ringan.

Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkomitmen akan menangani kawasan permukiman kumuh perkotaan pada tahun 2015 di enam kota pilot project. Kota-kota tersebut adalah Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, dan Kota Malang.

Permukiman Kumuh di Enam Kota Ini Ditangani Prioritas pada 2015kusumawardhani *) & astriana Harjanti **)

Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna dan Tim Penanganan Kumuh Ditjen Cipta Karya menemui Walikota Bogor Bima Arya S

Salah satu kawasan kumuh di Kepatihan Kulon Kota Solo

Enam kota tersebut menjadi prioritas untuk dilaksanakan pada 2015. Penanganannya dilakukan secara masif di kawasan yang sama, dengan membangun infrastruktur terpadu yang ter-diri dari sarana air minum, sanitasi (persampahan, air limbah, dan drainase), dan jalan lingkungan. Bahkan juga dibangun lampu taman, tempat bermain anak, dan fasilitas ruang terbuka hijau lainnya. Awal tahun 2015, Dirjen Cipta Karya Imam S. Ernawi mengunjungi Kota Bandung dan Kota Surakarta untuk mengajak pemerintah daerah menangani permukiman kumuh, disusul kemudian oleh Tim Pakar dan Tim Ditjen Cipta Karya. Langkah ini sebagai upaya mencapai target penuntasan kumuh 0% pada 2019 sesuai amanat RPJMN 2015-2019. “Penanganan permukiman kumuh perlu dilakukan secara terpadu antar sektor serta memerlukan partisipasi dari semua pihak agar target 100-0-100 (100% akses aman air minum, 0% kawasan kumuh, 100% akses sanitasi, red) dapat tercapai pada tahun 2019,” ujar Imam.

kota BandungDi Kota Bandung, penanganan permukiman kumuh secara masif akan menyasar kawasan Babakan Surabaya. Dari penjelasan pihak Pemerintah Kota Bandung, penanganan kumuh perlu melibatkan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menumbuhkan dan mendorong kesadaran masyarakat dalam menjaga dan me-melihara aset yang telah dibangun oleh Pemerintah. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemerintah Kota Bandung diharapkan dapat melibatkan SKPD lain yang terkait dalam hal penanganan permukiman kumuh, sehingga mendapatkan hasil kegiatan yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang berkelanjutan dan terpadu juga mutlak diperlukan dokumen perencanaan.

Page 9: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

liputan khusus

99Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Selain itu, Dinas Tarucip juga mengungkapkan perlunya mem-perhatikan strategi implementasi dengan cara memadukan teori pelaksanaan penanganan permukiman kumuh dengan pe-ngalaman-pengalaman implementasi penanganan yang per nah dilakukan. Kondisi permukiman kumuh di Kelurahan Babakan Surabaya saat ini minim sarana dan prasarana permukiman, tidak adanya ruang terbuka hijau, tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, serta tata letak bangunan yang tidak beraturan dan semi permanen. Program yang diusulkan Pemerintah Kota Bandung untuk Kawasan Babakan Surabaya adalah merubah budaya membuang sampah ke sungai dengan merubah sungai menjadi bagian depan rumah, penanganan jalan lingkungan, drainase, penyediaan air bersih, persampahan, pengelolaan air limbah rumah tangga, pembangunan Taman Lansia, Taman Vertikal, dan Pembangunan Kampung Anggur. Selanjutnya, Pemerintah Kota Bandung perlu segera me-nyiapkan dokumen perencanaan berikut dengan Detail Engineering Design (DED) untuk kawasan Babakan Surabaya. Bersama Ditjen Cipta Karya, Pemerintah Kota Bandung juga perlu menyiapkan lokasi dan rencana kegiatan yang akan datang (Tahun 2016 dan selanjutnya) yang mencakup kegiatan non fisik antara lain berupa penyiapan pemberdayaan masyarakat, koordinasi dan

konsolidasi dengan BKM (P2KP), dan lain-lain, serta kegiatan fisik berupa infrastruktur bidang Cipta Karya.

kota BogorWalikota Bogor Bima Arya kepada Tim Penanganan Permukiman Kumuh Ditjen Cipta Karya, pada media Maret 2015, menyebut ada 16 kelurahan atau 32 kawasan di kotanya yang termasuk kawasan kumuh sesuai dengan SK Kumuh Kota Bogor No. 640.45-228 Tahun 2014. Dari 16 kelurahan berdasarkan hasil identifikasi kawasan kumuh, prioritas penanganan di tahun 2015 terdapat di Kawasan Kampung Muara, Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat meliputi RW. 07 (RT.05), RW. 08 (RT. 01), dan RW. 10 (RT. 02, RT. 04, RT. 05) dengan luas total ±17 Ha. Pemilihan kawasan prioritas dari daftar kawasan kumuh di kota berjuluk Seribu Angkot ini mewakili tipologi kawasan permukiman. Terdapat ekspektasi tinggi akan kesuksesan dalam pelaksanaannya agar menjadi kawasan percontohan. Di lokasi-lokasi prioritas tersebut juga terdapat LSM atau kader masyarakat yang aktif agar masyarakat dapat terlibat dalam pelaksanaan program penanganan kumuh. “Dalam penanganan permukiman kumuh, sebaiknya tidak hanya memperhatikan aspek fisik saja, perlu diperhatikan juga pengembangan aspek sosial dan ekonomi guna mencegah

Kawasan Permukiman tepi Kali Code Kota Yogyakarta

Page 10: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

liputan khusus

10

timbulnya kembali permukiman kumuh yang telah ditangani,” kata Bima Arya. Penanganan permukiman kumuh di Kota Bogor menjadi salah satu percontohan penanganan kumuh di perkotaan nasional dengan prioritas pada tiga kawasan kumuh tersebut. Pada lokasi prioritas tersebut membutuhkan penanganan berupa pembangunan jaringan air bersih, perbaikan jalan lingkungan, TPT (dinding penahan tanah), saluran air hujan, jembatan penyeberangan orang, Posyandu, penyediaan air non-perpipaan, MCK komunal (SANIMAS), perbaikan saluran drainase, dan TPS 3R.Kasubdit Peningkatan Permukiman Wilayah I Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya, Christ Robert Marbun, kepada Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bogor mengharapkan keterlibatan SKPD lain yang terkait dalam hal penanganan kumuh untuk mendapatkan hasil penanganan yang maksimal. “Di lokasi tersebut perlu segera disusun dokumen teknis untuk mendukung percepatan kegiatan penangan kumuh berupa DED dan masterplan,” ungkap Robert.

kota MalangRoadshow ke Kota Malang diikuti oleh Tim Pendukung diantaranya Pakar Permukiman Johan Silas dan Nirwono Joga. Bersama Tim dari Ditjen Cipta Karya mereka diterima Kepala Bappeda Kota Malang beserta jajarannya. Bappeda menyampaikan kondisi sarana dan prasarana eksisting, rencana program, dan usulan kegiatan pada kawasan prioritas penanganan permukiman kumuh Kota Malang tahun 2015 yang terdiri dari tiga kawasan yaitu Sukun, Tulusrejo, dan Kotalama. Upaya Pemerintah Kota dalam mendukung penanganan kumuh tahun 2015-2019 di ketiga kawasan tersebut, termasuk kelembagaan di tingkat Pemda, readiness criteria (status lahan, DED, dan dukungan DDUB), serta koordinasi dengan BKM masing-masing kawasan.

Di kawasan Sukun, kondisinya dicirikan dengan tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, penggunaan lahan sempadan, kebutuhan layanan air bersih dan sanitasi, serta kerawanan terhadap bencana longsor pada tepian Sungai Metro (anak Sungai Brantas). Program yang diusulkan Pemerintah Kota Malang untuk Kawasan Sukun adalah reorientasi bangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian latar depan, pembangunan jalan inspeksi di sepanjang sungai, peningkatan layanan air bersih dan sanitasi, serta pembangunan dinding penahan tanah untuk tepian Sungai Metro. Kawasan Tulusrejo dicirikan dengan tingkat kepadatan pen-duduk dan bangunan yang tinggi, penggunaan lahan sempadan, kebutuhan layanan air bersih dan sanitasi, serta kerawanan terhadap bencana longsor pada tepian Sungai Metro (anak Sungai Brantas). Program yang diusulkan adalah reorientasi bangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian latar depan, pembangunan jalan inspeksi di sepanjang sungai, peningkatan layanan air bersih dan sanitasi, serta pembangunan dinding penahan tanah untuk tepian Sungai Metro. Kawasan Kotalama dicirikan dengan tingkat kepadatan penduduk dan bangunan yang tinggi, penggunaan lahan sempadan, kebutuhan layanan air bersih dan sanitasi, serta kerawanan terhadap bencana longsor pada tepian Sungai Metro (anak Sungai Brantas).

kota surakartaDirjen Cipta Karya Imam S. Ernawi memimpin langsung Tim DJCK ke Kota Surakarta. Dari diskusi dengan Walikota Surakarta FX Hadi Rudytamo terungkap bahwa permukiman kumuh yang akan ditangani pada tahun 2015 adalah Kawasan Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Setabelan Dan Keprabon, Kelurahan Kepatihan Kulon dan Kepatihan Wetan. Dengan demikian Pemerintah Kota Surakarta perlu segera

Kawasan Kumuh di Babakan Serang Kota Bandung

Page 11: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

liputan khusus

1111

menyelesaikan dokumen perencanaan berikut dengan DED untuk kawasan permukiman kumuh tersebut yang akan dikoordinasikan dengan Satker PKP Provinsi Jateng. Terkait dengan inovasi pembangunan perkotaan, Walikota Surakarta mempresentasikan Penanganan Permukiman Kumuh yang Komprehensif melalui Perencanaan Rusun Renteng Keprabon untuk masyarakat yang tinggal di bantaran Kali Pepe dengan dana APBD sejak tahun 2014. Selain Rumah Renteng, penanganan yang sudah dilakukan yaitu pembuatan jalan lingkungan dan pedestrian di sepanjang Kali Pepe. Sementara, melalui APBD 2015, Pemerintah Kota Surakarta sudah menganggarkan 15 Miliar untuk melanjutkan pembangunan rumah renteng tahap II untuk 36 KK. “Kawasan Kali Pepe sepanjang 7 km ini menjadi prioritas pelaksanaan penanganan permukiman kumuh bersama Ditjen Cipta Karya dan Pemerintah Kota Surakarta,” ungkap Hadi Rudyatmo. Acara dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke kawasan permukiman kumuh Kali Pepe Kota Surakarta bersama dengan Pejabat Pemerintah Kota Surakarta, serta jajaran Satuan Kerja bidang Cipta Karya, Provinsi Jawa Tengah.

kota Yogyakarta Pemerintah Kota Yogyakarta menyatakan siap bekerjasama de-

ngan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk menangani kawasan permukiman kumuh. Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, telah membentuk tim dan menggandeng komunitas pecinta sungai untuk mewujudkan target 0% kawasan permukiman kumuh pada 2019. Hal itu ditegaskan Haryadi Suyuti saat menerima tim dari Ditjen Cipta Karya di kantornya, Senin (16/2). Mereka membahas tiga hal, yaitu pencapaian target per-mukiman 100-0-100 Tahun 2015-2019, rencana penan datanganan MoU antara Dirjen Cipta Karya, Kementerian PUPR dengan Walikota/Bupati tentang komitmen penanganan per mukiman kumuh, serta pendampingan masyarakat oleh fasi litator dalam rangka penanganan permukiman kumuh melalui pemberdayaan masyarakat. “Kami siap bekerjasama dengan Kementerian PUPR dalam rangka penanganan permukiman kumuh. Pemerintah Kota Yogyakarta telah mempersiapkan tim yang akan mengawal jalan-nya penataan permukiman tersebut melalui Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda dan Dinas Perijinan” ujar Haryadi. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan perkembangan penduduk yang cukup pesat. Kota pe-lajar tersebut mempunyai tipologi permukiman yang berada di sepanjang sungai-sungai besar yang membelah kota, yaitu Sungai Winongo, Sungai Code dan Sungai Gajah Wong. Akibat

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Kondisi Permukiman Kawasan Sukun Kota Malang

Page 12: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

liputan khusus

12

dari padatnya permukiman yang berada di daerah tersebut, ketiga sungai itu kini telah mengalami degradasi penurunan tingkat kualitasnya. Haryadi menjelaskan, komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penanganan permukiman kumuh terlihat dari dukungannya terhadap forum kemitraan ketiga sungai tersebut. Mereka antara lain Komunitas Code yang dirintis oleh Romo Mangunwijaya dan dilanjutkan oleh WALHI dan Konsorsium 3 Universitas Besar (UGM, UAJY dan UII), Forum Komunikasi Winongo Asri yang mengusung konsep penanganan Abiotik, Biotik dan Culture, dan terakhir adalah Forum Komunikasi Gajah Wong. “Ketiga forum ini sangat memperhatikan aspek keberlanjutan baik secara sosial, ekonomi, fisik, serta lingkungan,” ungkap Haryadi.

kota semarangDalam pertemuan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Bappeda Kota Semarang, Kasubdit Peningkatan Permukiman Wilayah I, Direktorat Pengembangan Permukiman menyampaikan maksud dan tujuannya yaitu sinkronisasi kegiatan penanganan kumuh dan menyusun kesepakatan dalam pelaksanaan rencana kegiatan penanganan kumuh. Turut disampaikan pula arahan mengenai keterpaduan penanganan permukiman kumuh bidang Cipta Karya dan pengajuan kesepakatan serta penyiapan pelaksanaan pembangunan permukiman kumuh secara terpadu di kawasan prioritas. Pada forum diskusi terkait kondisi permukiman kumuh di Kota Semarang, telah disepakati bersama dengan Pemerintah

Kota Semarang bahwa lokasi yang akan ditangani secara terpadu pada TA. 2015 oleh Dinas Tata Kota dan Perumahan dengan dana APBN adalah Permukiman Nelayan Tambaklorok di Kelurahan Tanjungmas. Dalam Forum tersebut, Anggota Tim Pakar Rino Wicaksono menyampaikan perlunya kehati-hatian dalam menyusun proposal kegiatan dan dikaitkan dengan kriteria kekumuhan, serta rencana induk harus didalami agar dapat teridentifikasi permasalahan skala kawasan/skala yang lebih luas. “Sebaiknya pemimpin dari kegiatan penanganan kumuh adalah Pemerintah Kota Semarang, sehingga perlu lebih aktif dalam mengkoordinasikan kegiatan, dan mempersiapkan peren-canaan termasuk DED sebaik mungkin,” imbuh anggota lainnya, Wihartono. Disampaikan oleh Kepala Bidang Perencanaan, Bappeda Kota Semarang, bahwa Kawasan Tambaklorok, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara akan dikonsep menjadi kampung bahari. Selain kawasan Tambaklorok, terdapat tiga alternatif kawasan lain, yaitu Kawasan Gunungpati, Banyumanik, dan Pedurungan yang menjadi pertimbangan untuk turut ditangani di TA. 2015, karena sudah memiliki RTBL dan DED, sementara Kawasan Tambaklorok masih sebagian lokasi yang memiliki DED.

*) Kasi Pemantauan dan Evaluasi Subdit Perencanaan Teknis Direktorat Pengembangan Permukiman Ditjen CIpta Karya**) Kasi Wilayah IA SUbdit Wilayah I Dit. Pengembangan Permukiman Ditjen CIpta Karya

Lipsus 6-Kondisi Permukiman kawasan Tulusrejo Kota Malang

Page 13: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

info baru

13

Indonesia kembali terlibat dalam panggung habitat dunia dengan partisipasinya di 2nd Session of the Preparatory Committee For Habitat III yang diselenggarakan di Nairobi, 14-16 April 2015.

elkana catur Herdiansyah*)

Pada kesempatan tersebut Indonesia juga meng-harapkan kehadiran seluruh delegasi pada 3rd Session of the Preparatory Committee yang diselenggarakan pada Juli 2016 di Jakarta mengingat ini pertemuan terakhir menjelang digelarnya Konferensi Habitat III

2016 di Ekuador. “Indonesia menyadari pelaksanaan “New Urban Agenda” harus diikuti oleh komitmen dan kolaborasi seluruh pihak, Pemerintah Pusat, Kota, masyarakat dalam swasta. Kita melihat adanya ke-butuhan untuk menghidupkan kembali kemitraan global dan memperkuat berbagai bentuk kerjasama regional dan nasional dalam pembangunan berkelanjutan,” kata Ketua Delegasi RI, Sunu

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Preparatory Committee (Prepcomm)Ke-2 Habitat III di NairobiIndonesia Undang Negarake Prepcomm Ke-3 Jakarta

Page 14: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

info baru

14

M. Soemarno, yang merupakan Duta Besar RI di Nairobi, pada sesi sidang panel, Selasa (14/4/2015). Dalam delegasi RI tersebut juga beranggotakan pejabat dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan tim konsolidasi National Report Habitat III. Pertemuan yang dikenal juga dengan nama Prepcomm 2 ini merupakan serangkaian pertemuan yang diinisiasi untuk mem-persiapkan “United Nations Conference on Housing and Sustainable Urban Development” atau dikenal dengan nama Kon ferensi Habitat III pada tahun 2016 di Ekuador. Prepcomm 2 dihadiri oleh perwakilan pemerintah dan stakeholder penggiat perumahan dan perkotaan dari berbagai negara. Pertemuan selama tiga hari ini membahas berbagai isu dan permasalahan seputar pembangunan perkotaan dan permukiman, terutama dalam mempersiapkan pelaksanaan Kon-ferensi Habitat III. Dalam pernyataan pembukaanya, Sekretaris Jenderal Kon-ferensi Habitat III sekaligus Executive Director UN Habitat, Dr. Joan Clos, mengungkapkan tiga strategi meningkatkan urbanisasi ber-kelanjutan, yaitu Urban Legislation, Urban Design and Municipal Finance. “Urbanisasi, apabila dikendalikan dengan baik akan menjadi instrumen efektif dan memicu kemakmuran wilayah ser-ta keseluruhan pembangunan ekonomi. Karena itu dibutuhkan model pembangunan kota yang baru untuk menghadapi tan-tangan kawasan perkotaan dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Clos. Dalam penyataan yang disampaikan dalam sidang panel, Indonesia juga melaporkan status penulisan Draft National Report yang telah memasuki Draft II, setelah sebelumnya Draft I diserahkan pada pelaksanaan Prepcom 1 di New York pada tahun 2014. Indonesia juga menegaskan kembali kesiapannya sebagai tuan rumah dalam pelaksanaan Prepcomm 3 di tahun 2016. “Indonesia mengharapkan kehadiran seluruh delegasi pada 3rd

Session of the Preparatory Committee yang diselenggarakan pada Juli 2016 di Jakarta mengingat ini pertemuan terakhir sebelum Konferensi Habitat III di Quito,” tutup Ketua Delri. (catur)

Draft ii national report Diserahkan ke Un HabitatDi sela-sela sidang 2nd Session of the Preparatory Committee For Habitat III, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Duta Besar RI Sunu M. Soemarno untuk Kenya, didampingi Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Hadi Sucahyono, melakukan pertemuan dengan Executive Director of UN Habitat Dr. Joan Clos. Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia secara resmi menyerahkan Draft II National Report kepada UN Habitat.

Selain penyerahan Draft II National Report Indonesia, beberapa isu yang diangkat dalam pertemuan tersebut seputar proses yang dilalui Indonesia dalam penyusunan Draft National Report serta kesiapan Indonesia dalam penyelenggaraan High Level Asia Pacific Regional Meeting di bulan Oktober 2015 dan Prepcomm 3 pada Juli 2016. “Dr. Joan Clos pada kesempatan tersebut mendukung pelak-sanaan kedua kegiatan yang diselenggarakan oleh Indonesia dan menyatakan kesiapannya untuk menghadiri kedua kegiatan

tersebut,” ujar Ketua Delegasi RI Sunu M. Soemarno. Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Prepcomm 2, Peme-rintah Indonesia berpartisipasi dalam salah satu side event yang mengangkat tema “From Prepcom 2 to Prepcom 3: a Stakeholder Consultation” dan rencananya diselenggarakan pada 16 April 2015. “Keberadaan sesi ini penting dalam menegaskan kembali ko mitmen Pemerintah Indonesia dalam proses penyiapan Kon-ferensi Habitat III di Ekuador pada 2016,” kata Hadi Sucahyono melaporkan. Hadi Sucahyono menambahkan, Indonesia juga terlibat dalam kegiatan pameran yang merupakan agenda pendukung dalam kegiatan tersebut. Pameran ini diikuti oleh berbagai stakeholder seperti Pemerintah, Pemerintah Kota dan NGO. Keterlibatan Indonesia dalam pameran ini salah satunya adalah sebagai upaya mensosialisasikan kegiatan Asia Pacific Urban Forum (APUF) dan High Level Regional Asia Pacific Regional Preparatoy Meeting for Habitat III yang rencananya akan diselenggarakan pada Oktober 2015 di Jakarta. “Keikutsertaan Indonesia sebagai peserta pameran ini juga akan menjadi benchmark bagi Pemerintah Indonesia saat me-nyelenggarakan Prepcom 3 pada tahun 2016,” ujar Hadi.

sosialisasikan Prepcomm 3 Tahun 2016Kegiatan side event dibuka oleh Duta Besar RI di Nairobi, Sunu W. Soemarmo, dengan mengucapkan terima kasih kepada selu-ruh delegasi dan perwakilan yang telah hadir pada pelaksanaan kegiatan side event yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia. “Kegiatan ini adalah upaya kami dalam mendiseminasikan kepada seluruh stakeholder mengenai rencana penyelenggaraan

Page 15: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

info baru

15

High Level Asia Pacific Regional Meeting yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 dan Prepcom 3 yang diselenggarakan pada bulan Juli 2016” demikian disampaikan Duta Besar RI untuk Nairobi, Sunu W. Soemarmo. Pelaksanaan diskusi diisi oleh pemaparan dari Direktur Pengembangan Permukiman, Hadi Sucahyono, dengan didampingi Mr. Yoshinobu dari UN Habitat dan Mr Donovan Storey dari UN ESCAP. Pada kesempatan ini ketiga pembicara menyampaikan kepada seluruh stakeholder mengenai milsestone dan proses yang harus ditempuh dari pelaksanaan Prepcom 2 hingga Konferensi Habitat III. Para pembicara juga menyebutkan posisi event High Level Regional Meeting dan Asia Pacific Urban Forum di bulan Oktober 2015 serta Prepcom 3 di bulan Juni dalam mendukung pelaksanaan konferensi Habitat III di Quito Ekuador pada bulan Oktober 2016. “Pelaksanaan kedua event di Jakarta merupakan implementasi dari MoU yang disepakati antara Kementerian PUPR dengan UN Habitat dalam mendukung pelaksanaan konferensi Habitat III yang inklusif “ demikian disampaikan Hadi Sucahyono. Kegiatan side event ini dihadiri oleh beberapa perwakilan delegasi yang mewakili; Gambia, Bangladesh, RRT, Belanda, Singapura, Brazil, Maladewa, Afghanistan, dan beberapa pewakilan Negara lain serta NGO internasional. “Kami berharap diberikan kesempatan untuk berpartisipasi lebih besar dalam Prepcom III yang akan diselenggarakan di Jakarta” disampaikan Shipra Nanang Suri Vice President ISOCARP dalam forum. Dalam penutupan, Hadi Sucahyono menyampaikan “Kami berharap partisipasi dari seluruh Stakeholder pada kedua event yang dilaksanakan di Indonesia pada Oktober 2015 dan Juli 2016

mengingat pelaksanaan Konferensi Habitat III yang semakin dekat”. Pameran Pameran dilaksanakan pada tanggal 14-16 April 2015 di kantor UN di Nairobi. Dalam pameran, informasi yang disampaikan Indonesia tentang Draft II National Report Indonesia dan sosialisasi kegiatan High Level Asia Pacific Regional Meeting bulan Oktober 2015 serta Prepcom 3 bulan Juli 2016 “Selama peyelenggaraan pameran, banyak apresiasi dan ko mentar yang diberikan, terutama terkait dengan penye leng-garaan kegiatan Prepcom 3 di tahun 2016” demikian disam paikan Sri Murni Edi, Kasubdit Data dan Informasi selaku koordinator pameran Pemerintah Indonesia. Sepanjang kegiatan pameran, booth dikunjungi oleh lebih dari 100 orang yang terdaftar dari berbagai perwakilan. Selama pelaksanaan pameran, pengunjung mengapresiasi kelengkapan informasi yang disampaikan mengenai tantangan pembangunan perkotaan Indonesia dalam format yang menarik dan mudah dimengerti. Selain itu, pengunjung pameran juga meminta informasi mengenai pelaksanaan kegiatan di Indonesia pada bulan Oktober 2015 dan bulan Juli 2016, serta peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. “Pelaksanaan pameran di Nairobi ini memberikan bench mark bagi Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian PU-Pera, sebagai penyelengara Prepcom 3 di tahun 2016. ” tambah Sri Murni.

*) PPK Hibah Satker Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruktur Permukiman Ditjen Cipta Karya.

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Page 16: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

info baru

16

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (23/04/2015) di Kota Padang Sumatera Barat, meresmikan lima unit Tempat Evakuasi Sementara (TES) untuk korban bencana alam.

TES dibangun dengan konstruksi tahan gempa dan tsunami yang dimaksudkan sebagai tempat evakuasi sementara bagi masyarakat pada saat terjadi bencana tsunami sebelum dievakuasi ke Tempat Evakuasi Akhir.Pada kesempatan tersebut Plt. Sekretaris Jenderal

Kementerian PUPR Taufik Widjoyono bersama Kepala BNPB Syamsul Maarif dan Gubernur Sumatera Barat, perwakilan Gubernur Bengkulu, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat bersama-sama meresmikan lima TES, yaitu 2 unit di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, 1 unit di Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu, 1 unit Kecamatan Ilir Talo Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu, dan 1 unit di Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat. Taufik menjelaskan, pada tahun anggaran 2014, Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya menyusun 28 dokumen perencanaan TES yang tersebar di 12 provinsi yang penetapan lokasinya mengacu pada Masterplan Bencana Tsunami. Dalam pelaksanaannya, Kementerian PUPR berkoordinasi dengan semua pihak di pusat dan daerah, serta para ahli di bidang konstruksi bangunan tahan gempa dan tsunami. “Kami berharap Bangunan TES ini dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat sekitarnya jika terjadi keadaan darurat bencana tsunami. Selain itu, kami harapkan juga peran serta masyarakat dan pemerintah daerah dalam memelihara, merawat, dan mengelola bangunan ini agar selalu dalam kondisi laik fungsi,” pesan Taufik dalam akhir sambutannya. Kepala BNPB Syamsul Maarif mengapresiasi Kementerian PUPR,

Kementerian PUPR Resmikan Tempat Evakuasi Sementara Korban Bencana

serta menekankan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. “Bencana hanya terjadi pada masyarakat yang tidak siap, kalau tidak mau terkena bencana maka masyarakat harus siap!,” terang Syamsul Maarif. Taufik menambahkan, TES dibangun berdasarkan kriteria struktural dan nonstruktural. Secara garis besar, bangunan TES atau shelter ini diharapkan dapat mencerminkan prioritas terhadap tapak, struktur, kapasitas, dan peka terhadap lingkungan serta aksesibilitas bagi pengguna sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Taufik kembali mengingatkan gempa di lepas pantai Sumatera pada Rabu, 30 September 2009, telah menelan korban jiwa mencapai 1.117 orang. Daerah yang terdampak paling parah ada di beberapa wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Sejak peristiwa tersebut, terdapat perubahan paradigma penanggulangan bencana, dimana penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat saja, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan manajemen risiko bencana. “Kementerian PUPR merespon isu tersebut dengan adanya Nota Kesepahaman dengan Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) mengenai Penanggulangan Bencana. Sebagai bentuk dukungan tersebut, maka dibangun TES yang dimulai tahun 2013,” kenang Taufik. (Teks : bhm/bcr)

Page 17: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

17

Dalam pertemua kali ini dibahas juga mengenai organisasi dan regulasi bidang air minum dan

sanitasi yang ada di dua negara.

Kementerian Pekerjaan Umum, Transportasi, dan Komunikasi Publik (PUTKP) Negara Demokratik Timor Leste memulai kerjasama bidang Cipta Karya melalui capacity building dan technical assistance.

Kerjasama bidang permukiman tersebut menyusul kerjasama bidang jalan, jembatan, konstruksi, irigasi, dan tata ruang yang sudah dimulai sejak tahun 2011. Menteri Gastao Fransisco de Sousa mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan usai bertemu dengan

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, di Jakarta (10/04/2015). “Dalam rangka meneruskan kerjasama pertama pada 22 Maret 2011, pertemuan ini memperluas kerjasama sektor lain, yaitu bidang Cipta Karya, dan mendapatkan lebih banyak lagi Capacity Building dan Technical Assistance,” ungkap Gastao. Basuki menambahkan Kementerian PUPR siap mendukung transfer of knowledge untuk Timor Leste. Untuk itu diharapkan pihak Timor Leste dapat menyiapkan tenaga yang akan diberikan pelatihan. Sampai saat ini kata Basuki, Indonesia telah memberikan pelatihan kepada 20 orang di Kementerian PUTKP Timor Leste, dan menempatkan 18 ahli bidang PUPR, dari bidang jalan, jembatan, konstruksi, irigasi, maupun tata ruang. “Transfer of knowledge diantaranya Technical Assistance mela lui training yang jika tanpa implementasi maka akan hilang, makanya dengan melibatkan BUMN Indonesia kita dapat melakukan joint venture dengan investor lokal. Ada juga capacity building melalui bantuan penyusunan pengaturan, menyusun NSPK bidang infra-sturktur, dan menyusun organisasi kementerian,” ujar Basuki. Di bidang Cipta Karya, kementerian yang dipimpin Gastao sudah memiliki Direktorat Jenderal Air Bersih dan Sanitasi. Karena itu, dalam pertemua kali ini dibahas juga mengenai organisasi dan regulasi bidang air minum dan sanitasi yang ada di dua negara. Dwityo A. Soeranto, Plh Direktur Bina Program DJCK yang hadir mewakili Dirjen CK dalam acara tersebut menjelaskan bahwa dukungan DJCK yang diharapkan 5 tahun ke depan dalam pembangunan bidang infrastruktur permukiman berbentuk capacity building dan technical assistance. Hal tersebut telah dimuat dalam Minutes of Discussion yang ditandatangani oleh kedua menteri. Lebih khusus untuk bidang infrastruktur permukiman, Menteri PU, Transportasi dan Komunikasi Timor Leste mengharapkan adanya kerjasama dalam lingkup yang lebih luas, tidak cukup kerjasama antar kementerian, tetapi kerjasama yang lebih fokus antar direktorat jenderal. Pengembangan Building Codes di

Timor Leste dan Indonesia Perluas Kerjasama di Bidang Cipta Karya

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Timor Leste termasuk yang menjadi sasaran ke depan, sehingga bantuan teknis dari Kementeria PUPR sangat diharapkan dalam memfasilitasi penyusunan undang-undang, peraturan peme-rintah dan peraturan menteri tentang bangunan gedung, serta implementasinya. “Landasan hukum dalam pelaksanaan bangunan gedung di Timor Leste masih perlu dikembangkan. Selama ini mereka masih mengadopsi peraturan bangunan gedung dari Australia secara parsial” demikian tambah Dwityo. Pengembangan infrastruktur permukiman di kawasan perba-tasan juga menjadi perhatian kedua belah pihak, termasuk pengembangan wilayah sungai yang saat ini menjadi batas fisik kedua negara. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mendorong aparatnya untuk segera menata kawasan perbatasan di Indonesia agar dapat bersaing dan lebih baik dari kondisi infrastruktur permukiman yang ada di wilayah perbatasan Timor Leste. (Teks : bcr)

info baru

Page 18: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

18

info baru

Program restrukturisasi utang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diluncurkan pemerintah sejak 2008 hingga saat ini menyisakan 176 PDAM dengan total utang per Desember 2014 sebanyak Rp4,5 triliun.

Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Tamin MZ Amin, menyebut sedikitnya 38 PDAM diantaranya akan segera mendapatkan penghapusan utang non

pokok. Pemerintah menurut Tamin terus mendorong PDAM untuk menyelesaikan persyaratan restrukturisasi utang karena saat ini sudah ada 51% PDAM di Indonesia yang kinerjanya sudah sehat dari total 383 PDAM. Kemajuan saat ini menurutnya dari total 176 PDAM, sudah ada 76 PDAM yang mendapat persetujuan bersyarat, 10 PDAM sudah melunasi utang, 81 PDAM mengajukan proses restrukturisasi, dan 9 PDAM masuk ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). “Sebanyak 38 PDAM akan segera mendapat persetujuan mutlak yang artinya akan dihapuskan utang non pokoknya, dan 37 PDAM sisanya akan diproses segera,” ungkap Tamin pada Talkshow Zona Bisnis yang disiarkan langsung oleh Bloomberg TV Indonesia dengan tema ‘Restrukturisasi Utang PDAM’ di Jakarta, Kamis (2/4/2015). Tamin menjelaskan dari 81 PDAM yang sedang mengajukan prosesnya, 62 PDAM diantaranya sudah melengkapi dokumennya, sisanya 19 PDAM belum lengkap. Sedangkan 9 PDAM yang tidak mengajukan ditambah 19 yang tidak lengkap berkasnya masuk

38 PDAM Akan Dapat Penghapusan Utang Non Pokok

ke PUPN. Tapi dari 28 PDAM tersebut, 3 PDAM diantaranya sudah melunasi utangnya. Menyinggung syarat PDAM mengikuti restrukturisasi PDAM, Tamin menegaskan harus ada business plan PDAM yang menun-jukkan rencana meningkatkan kinerja PDAM yang ditanda ta nga ni oleh kepala daerah, DPRD, dan direksi PDAM. “Nanti dilihat apakah business plan tersebut benar-benar dilaksanakan. Nah, 38 PDAM yang saya sebut tadi telah melak-sanakannya sehinga akan mendapat penghapusan mutlak,” kata Tamin. Menengok ke belakang, dari 206 PDAM yang memiliki utang, 30 PDAM diantaranya sudah melunasi dan menyisakan 176 PDAM. Utang PDAM bertujuan untuk melakukan ekspansi cakupan pelayanan, namun di tengah perjalanan dengan manajemen yang kurang profesional telah berakibat pada inefisiensi. Ditambah lagi dukungan kepala daerah yang rendah, apalagi menyangkut kebijakan penyesuaian tarif yang wajar dengan alasan tidak populis. “Masalah PDAM sebenarnya masalah non teknis. Secara cash flow bisa saja bertahan tapi pelayanan cenderung menurun dan tidak berkesinambungan karena tidak ada pemeliharaan seperti pergantian pipa, water meter, instalasi pengolahan, dan lainnya. Tarif rata-rata nasional saat ini masih di bawah harga pokok produksi , yaitu sebesar Rp4.198 per kubik,” tutup Tamin.(Teks : bcr)

IKK Kare Kab. Madiun

Page 19: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

19

info baru

andreas Budi Wirawan*)

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Kunjungan tim JICA yang di koordinir Takaya Okada pada Maret 2015 di Indonesia, sebagai langkah nyata minat JICA untuk berkerjasama lebih lanjut.

JICA melihat bahwa penerapan desentralisasi sejak tahun 1990 yang diikuti dengan pemberlakuan Undang-undang otonomi Daerah, Pemerintah Indonesia te-lah giat mendorong peningkatan kewenangan pe-merintah daerah melalui berbagai kebijakan seperti

pengalokasian dana ke daerah, penyerahan kewenangan atas kantor wilayah kepada pemerintah daerah dan seterusnya.

2014. Seiring dengan program ini, Japan International Cooperation Agency (JICA) melaksanakan Program pembangunan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan program pembangunan Kawasan Indonesia Timur sejak pertengahan tahun 1990 dengan tujuan penanggulangan kesenjangan ekonomi antar wilayah. Selanjutnya berbagai kerjasama dilaksanakan dengan tu-juan untuk memfasilitasi desentralisasi dan pengembangan dae-rah, antara lain Regional Infrastructure for Social and Economic Development Project (RISE) yang bertujuan mendukung pengem-bangan daerah tersebut. Menurut Tim JICA, dalam kegiatan RISE telah memperoleh dukungan secara komprehensif dan telah dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif, baik ditingkat la-pangan maupun di tingkat kebijakan, untuk pelaksanaan pe-ngembangan daerah yang dipandang cukup lancar.

studi awal Jica di indonesiaStudi awal yang dijalankan sekitar 6 bulan ke depan di Indoensia bertujuan mendapatkan implikasi dalam rangka merumuskan bentuk kerjasama. Diawali melalui pengumpulan informasi me-ngenai kebijakan dan program Indonesia termasuk PNPM terkait rencana pengembangan daerah, prinsip dan kebijakan ban tuan Jepang/JICA, dan mitra pembangunan/donor lain (ADB, World Bank, dll) di bidang pengembangan daerah di Indonesia, serta peninjauan pencapaian dan permasalahan yang ditemukan. Di samping itu pengumpulan dan konfirmasi informasi juga dilakukan ke instansi yang menyusun dan melaksanakan kebi-

Sambutan Bupati Jeneponto dan Masyarakat pada Kunjungan JICA yang didampingi Tim PISEW Pusat

Kunjungi Indonesia, JICA Rumuskan Kerjasama

Walaupun demikian kapasitas administrasi pemerintahan daerah tetap perlu ditingkatkan, antara lain melalui penyusunan rencana kerja yang efektif, pelaksanaan anggaran secara efisien, dan pe-nyediaan pelayanan kepada masyarakat. Kesenjangan perekonomian antar wilayah juga menjadi salah satu perhatian Pemerintah Indonesia. Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengatasi kesenjangan tersebut, termasuk diantaranya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006 sampai dengan

Page 20: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

info baru

20

jaksanaan dan program pengembangan di daerah di Indonesia (seperti BAPPENAS, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Mitra Pembangunan Donor). Untuk menyambungkan hasil dan kebijakan yang diperoleh maka juga dilaksanakan survey wawancara kepada instansi daerah serta survey kuesioner kepada penerima manfaat seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto. Lebih lanjut studi ini akan mengkaji mendalam yang terkait (1) Kondisi dan prospek atas kebijakan/sistem pengembangan Daerah di Indonesia, (2)Tinjauan Bantuan JICA di Bidang Pengembangan Daerah, (3) Tinjauan bantuan mitra pembangunan/organisasi Internasional di bidang pengembangan daerah, (4) Pertimbangan Bantuan JICA kedepan di bidang pengembangan daerah.

sulsel sebagai referensi studi awalKehadiran tim JICA di provinsi Sulawesi Selatan, 16 Maret 2015 memiliki arti penting dalam studi awal tentang kebijakan pengembangan daerah di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dan para SKPD terkait. Hadir pula dalam pertemuan ini dari Bappenas, Kepala Satker PKPDS, Kepala PIU PISEW DJCK, dan perwakilan dari PMU PISEW Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta konsultan PISEW/RISE dari Pusat, Provinsi, dan Kabupaten. Hasil awal yang diperoleh bahwa JICA akan tetap membantu program pengembangan daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini disepakati kedua belah pihak antara JICA dan Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan setelah mendengar hasil paparan pelaksanaan program-program JICA di Sulawesi Selatan. Secara umum diperoleh gambaran bahwa program yang telah ada memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang berdampak pada perbaikan tata kelola pemerintahan, peningkatan kapasitas aparatur daerah,

pelayanan masyarakat lebih baik dan ketersediaan infrastruktur desa yang meningkatkan ekonomi masyarakat. Sebagai langkah awal tahun 2015 JICA akan berkantor di ruang lantai 4 Bappeda Provinsi Sulsel sebagai wujud kerjasama dan fasilitasi studi dan pengembangan program kedepan.

kunjungi infrastruktur PiseW di JenepontoMenurut Bupati Jeneponto Drs. Iksan Iskandar, Jeneponto me-rupakan kabupaten termiskin di Sulawesi Selatan. Untuk itu seluruh komponen dan pelaku PISEW di kabupaten Jeneponto tetap mengharapkan bantuan dari JICA agar meningkat kesejahteraan masyarakatnya. Banyak potensi yang bisa dikem bangkan seperti industri garam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA), komuditas rumput laut dan jagung kuning, dan infrastruktur di masyarakat yang dibutuhkan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Jeneponto sehingga program ini tetap bisa dilanjutkan. Menyikapi banyaknya permintaan untuk melanjutkan program PISEW, saat dialog Tim JICA dan Masyarakat Kecamatan Binamu, Tim JICA sangat antusias dan menyambut positif. Dinyatakan oleh Ketua Tim JICA, pada pinsipnya JICA siap membantu program, namun hal yang lebih penting adalah kekuatan masyarakat sendiri untuk membangun desanya. Kekuatan secara bersama itu yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan kunjungan jenis infrastruktur dan lokasi yang dituju untuk melengkapi pengemabngan program antara lain Lantai Jemur (Para-para) di desa Sidenre Kecamatan Binamu, pengerasan jalan sirtu di desa Tino Kecamatan Tarowang, dan saluran irigasi desa di Desa Kaluku Kecamatan Batang. Semoga gagasan baru muncul kembali dan mengakar pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas di Indonesia.

*) PPK PISEW Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Tim JICA dan TIM PISEW Pusat menyaksikan prasasti PISEW dan saluran air di desa Sidenre Binamu, Kecamatan Binamu

Page 21: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

21Edisi 044Tahun XIII4April 2015

info baru

Indonesia akan menggalang seluruh kekuatan untuk menjawab tantangan pembangunan permukiman dan perkotaan dalam wadah Water, Sanitation, and Cities (WSC) Forum & Exhibition 2015, di Jakarta Convention Center 27-29 Mei 2015.

Dalam lima tahun ke depan, sesuai yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, pembangunan infra struk-tur permukiman ditujukan untuk mewu judkan pe-ningkatan akses penduduk ter hadap lingkungan permukiman yang berkualitas, peningkatan akses

terhadap air minum dan sanitasi yang layak menjadi 100%, serta mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh di Indonesia pada tahun 2019. Target RPJMN tersebut kini telah menyebar luas dengan nama ‘Program 100-0-100’ bidang Permukiman. Program tersebut mem butuhkan dukungan pendanaan, penguatan kelembagaan, ke berlanjutan penyediaan air baku, partisipasi swasta dan ma-syarakat, serta penerapan inovasi teknologi. Disamping itu, keberhasilan pencapaian target program 100-0-100 juga memer-lukan komunikasi yang intensif untuk kerjasama yang baik dengan mit ra dalam negeri maupun luar negeri. WSC Forum and Exhibition 2015 merupakan kegiatan inter-nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ajang ini menjadi wadah pertemuan, pemikiran dan inovasi baru dalam pengembangan sektor air, sanitasi, dan permukiman perkotaan. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh tantangan dunia dalam dua dekade terakhir, yaitu memenuhi 748 juta penduduk yang belum memiliki akses air minum dan 2,5 miliar penduduk yang tidak memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Berdasarkan data BPS 2013, secara nasional akses air minum sampai dengan tahun 2013 telah mencapai 67,7% dari total penduduk Indonesia, akses sanitasi layak 60,91%. Sedangkan upaya penanganan kawasan kumuh perkotaan masih menyisakan 12 % atau seluas 38.431 Ha dengan rata-rata pengurangan luasan kawasan kumuh sebesar 2% per tahun. “Pembangunan infrastruktur bidang permukiman yang men-jadi ranah tugas Ditjen Cipta Karya menjadi sangat penting me-ngingat pertambahan jumlah penduduk yang pesat akibat urbanisasi, dimana pada tahun 2025 diperkirakan 68% penduduk akan tinggal di perkotaan,” ungkap Dirjen Cipta Karya, Imam S. Ernawi. WSC Forum and Exhibition 2015 akan dihadiri oleh para ahli, praktisi, pengambil keputusan, lembaga donor internasional,

Water, Sanitation, and Cities Forum & Exhibition 2015Indonesia Galang Kekuatan Hadapi Tantangan Permukiman dan Perkotaan

LSM lokal maupun internasional, serta sektor swasta dan profesional muda. Event ini menghimpun enam kegiatan utama, yaitu, pertama, Indonesia International Water Week 2015 untuk membahas berbagai permasalahan seperti teknologi, pengelolaan, pendanaan, dan kemitraan di bidang sumber daya air, air minum dan sanitasi, beserta penanganannya. Kedua, Municipal Solid Watse Management and Domestic Wastewater Management. Ketiga, Smart Planning for Heritage River Cities. Keempat, National Urban Forum. Kelima, Youth Program. Keenam, Pameran yang menampilkan kebijakan dan strategi pembangunan di bidang air, sanitasi, dan perkotaan beserta implementasinya. Pada kesempatan dan tempat yang sama juga digelar Indo Water Energy Expo and Forum 2015 yang merupakan pameran terkait teknologi air minum, air limbah, dan energi terbarukan dan diikuti oleh 550 exhibitor dari 33 negara. Dirjen Cipta Karya mengharapkan dalam WSC Forum and Exhibition 2015 tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk antara Pemerintah dengan Non-Pemerintah seperti lembaga donor, swasta, dan masyarakat. Sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, penyediaan air minum dan prasarana sarana sanitasi merupakan urusan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan (konkuren). Untuk itu, seluruh stakeholders harus memiliki tujuan yang sama sehingga terjadi keterpaduan untuk mengoptimalkan dampak positif sinergi pembangunan air minum, sanitasi, dan permukiman perkotaan. “Ada banyak tantangan yang dihadapi, namun tidak mustahil untuk ditangani dan diselesaikan bersama-sama dengan dukungan komitmen dari seluruh stakeholders,” kata Imam. WSC Forum and Exhibition 2015 mengusung tema besar ”Water and Sanitation towards Sustainable Development” yang terbagi dalam beberapa sub tema yang berbeda dalam setiap sesinya. Sub tema yang dipilih merupakan pengembangan isu–isu yang menarik bidang air, sanitasi, dan permukiman perkotaan, yang meliputi (i) Water Provision To Meet The Global Challenges; (ii) Cooperation in Water and Sanitation Sectors Beyond Private Initiative; (iii) Sustainable Urban Services;and (iv) Community-Based Management. (Teks: Buchori)

Page 22: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

inovasi

22

Air baku untuk penyediaan air minum khususnya di perkotaan/desa yang berada di pinggir pantai semakin mengkhawatirkan keberadaannya, bahkan sebagian telah kritis.

Instalasi Penyaringan Air Laut Menjawab KelangkaanSumber Air Baku untuk Air Minum(Sukses Stori Pembangunan Sea Water Reverse Osmosis/SWRO Pulau Mandangin)

Sementara belum memadainya pelayanan air minum langsung berdampak terganggunya kenyamanan hidup masyarakat, akhirnya kontraproduktif dengan tingkat kesejahteraan yang ingin dibangun. Saatnya kita berpaling ke laut sebagai sumber abadi

penyediaan air minum. Contoh aplikasi pemanfaatannya kini sudah terwujud di instalasi penyaringan air laut (SWRO) Pulau Mandangin, Madura, sebagai hasil karya anak bangsa. Menanggapi rendahnya pelayanan air minum di DKI misalnya, ada punggawa mengatakan, kesulitan utama pengembangannya karena air baku didatangkan dari luar kawasan Jakarta tanpa bisa menjelaskan dari luar itu dari mana dan berapa besar? Apakah secara ajaib air dari Danau Toba loncat ke Ibu Kota? Tega amat. Kembali ke era 60-an, Presiden Soekarno saja kala itu sudah memberi sinyal, air baku untuk pelayanan air minum telah menjadi masalah, dan menggagas dibentuknya Proyek Penanggulangan Banjir, salah satu tugas pokok mengamankan jalur pasok air baku untuk penyediaan air minum ibu kota. Jadi masalah air baku adalah cerita lama, tidak usah berdalih, apalagi untuk sebuah ucapan yang kurang pas namun berdampak menggantung nasib hidup orang banyak. Persoalan air baku untuk penyediaan air minum ibu kota jawabnya ada di teluk Jakarta, yaitu air laut dengan kapasitas tidak terbatas dan kekal abadi sepanjang masa itu.

realita Pelayanan air Minum di ibu kota ri (sebuah ilustrasi)- Kapasitas eksisting dikelola PAM Jaya: 17.975 liter per detik (lt/

det), diantaranya 2800 lt/det dibeli dari PDAM TKRTangerang, kontrak akan berakhir Tahun 2015.

- Sumber air baku potensial satu-satunya hanya dari Waduk Jati Luhur 16.000 lt/det (sumber air baku lainnya tidak epektif di ukur dari kelayakan: kuantitas, kualitas dan kontinuitas).

ir. irman Djaya, Dipl. se, M. enG*) & ir. Togap Hutagalung, Dipl. se, M. enG**)

- Proyeksi kebutuhan air minum DKI tahun 2020 sebesar 32.000-50.000 lt/det (tergantung asumsi).

- Kekurangan kapasitas air minum sekitar 14-32 m3/det. Wooow.- Dengan kapasitas air minum yang ada baru mampu melayani

sekitar 5,6 juta orang (Yuk hitung: 17.975 x 0,58 x 86.400 dibagi 160 (dimana 42% adalah kebocoran Teknis, 86.400 jumlah detik dalam sehari, 160 asumsi pelayanan per orang/hari).

- Jika penduduk DKI Jakarta10,6 Juta, berarti sekitar 5 Juta Jiwa (1 Juta KK) warga Ibu Kota RI hari ini hidup dengan sumber air bersih KJ (Kurang Jelas). Waaah.

sWrO Pulau Mandangin sebuah loncatan sejarah (Success Story)32 bulan telah berlalu sejak Instalasi Penyaringan Air Laut Pulau Mandangin difungsikan. Selama itu pula SWRO yang diresmikan Ir. Djoko Kirmanto (Menteri PU ke-24) hari Jumat 10 Agustus 2012 dan berada di bawah PDAM Trunojoyo Kabupaten Sampang terus mengalir melayani air minum masyarakat pulau yang dulu bernama Pulau Kambing itu. Atas prestasinya selayaknya diberi apresiasi, mengingat, baik rancangan maupun pelaksanaan serta pengawasan pembangunannya 100% ditangani anak bangsa sendiri. Bagaimanapun usia teknis operasi SWRO telah berjalan 2 tahun 8 bulan, sejauh ini berjalan dengan baik. Diharapkan unjuk kerja ini bisa menjawab pihak-pihak yang semula meragukan dan berbeda. Kiranya SWRO Pulau Mandangin sudah menunjukkan jati dirinya, walau masih perlu dilakukan penilikan sesuai harapan seperti apa yang disampaikan Menteri PU kala itu, yaitu bahwa SWRO Pulau Mandangin adalah lompatan sejarah perairminuman di lingkungan Kementerian PU dan PDAM, layak dijadikan momentum dimulainya era baru pemikiran laut sebagai sumber air baku untuk penyediaan air minum nasional. Menteri PU juga

Page 23: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

inovasi

23Edisi 044Tahun XIII4April 2015

berharap SWRO Pulau Mandangin dapat dikembangkan sebagai laboratorium pembelajaran (R&D).

Filosofis Penyaringan Versi Oemar BakriSuatu sore sepulang kantor, istri tercinta menghidangkan secangkir kopi hangat di rumah, timbul ide, bagaimana jika suguhan yang berwarna hitam pekat itu dipisahkan kembali dari air bening yang tadi menyedunya? mustinya ini bisa. Percobaan pertama (dalam imajinasi), ambil tapis ukuran 0,01 Micron (lebih halus dari molekul kopi) saring, ya terpisah. Namun, ketika air bening diminum, lho kok terasa manis? Literatur mengatakan ukuran molekul gula memang lebih halus dari koloidal kopi, karenanya gula masih lolos. Percobaan kedua, ambil lagi tapis ukuran lebih halus (0,001 Micron) saring, minum, yak berhasil, air kembali tawar. Secara kebetulan keesokan harinya ada rekan bertanya, diantara sumber air baku yang terdiri dari air permukaan (sungai, saluran irigasi, waduk, balong), air tanah mengandung besi, mangan, belerang, air gambut, payau, air laut, mana yang paling mudah di jadikan air minum? Tanpa mikir lama jawaban diberikan “sumber air laut”. Lho kok bisa? lakukan saja penyaringan: saring, terus saring, lanjutkan saring kemudian saring lagi, selesai. Air minum dari air laut siap disajikan menghapus dahaga. Benar, konsep dasarnya hanya soal penyaringan, masak kita tidak bisa melakukannya sendiri? Apa perlu memanggil mereka dari luar datang ke sini?, yuk buktikan kita bangsa yang sebenarnya hebat.

konsep Teknologi Penyaringan Versi emak-emak di Dapur dan Penyaringan air lautPekerjaan penyaringan adalah ilmu standar emak-emak di dapur, tidak percaya? Dari sebutir buah kelapa dengan mudah dihasilkannya santan. Mula-mula daging kelapa di parut, tekstur parutan diseduhnya sedikit dengan air panas, diremas-remas kemudian disaring, terkadang menggunakan kaos kaki bekas milik suami yang sudah usang, dengan maksud memisahkan santan dari ampas parutnya. Di sini “kaos kaki bekas adalah alat penyaring”. Sederhana? Ya memang sederhana. Kenapa bisa? Ya karena emak-emak itu mengerti dan paham cara melakukannya. Kalau begitu, bagaimana dengan memisahkan garam dari air laut dan merubahnya jadi air minum? Apakah juga semudah

menyaring santan dari ampas kelapa? Jawabnya dua: bisa ya dan bisa tidak. Ya, karena maksud melakukan penyaringan adalah sama, yaitu ingin menghasilkan pemisahan. Tidak, karena menyaring santan bisa dilakukan secara manual gravitasi, se-dangkan penyaringan air laut memerlukan satu satuan tekanan (Bar) dan Sumber Daya Energi (KWH).

Porositas MembranUntuk mengetahui tata cara penyaringan air laut menjadi air minum, sebaiknya mengenali terlebih dahulu impuritis terkandung, ukuran molekular, porositas dan penamaannya. Selanjutnya ka-rena ukuran yang sangat halus dan untuk membedakannya de-ngan yang lebih kasar diberi sebutan “membran” dengan satuan micron (1 mikron identik 10-3 mm), sebagai berikut :

Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE. Mengadakan Konfrensi Pers dilokasi SWRO Pulau Mandangin

Instalasi SWRO Pulau Mandangin, unit intake penangkap air laut dan bangunan rumah genset, terlihat asri

Intinya, dengan mengenal porositas membran dan proses santanisasi emak-emak di dapur, serta kisah menawarkan kembali suguhan secangkir kopi hangat di atas, selayaknya dapat memberi

Page 24: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

inovasi

24

Air Laut Pulau Mandangin sebagai sumber abadi penyediaan air minum

gambaran bagaimana proses pengubahan air laut menjadi air minum terjadi. Karena garam adalah struktur molekul terhalus dalam karakteristik air laut, maka penyaringannya dilakukan dengan membrane Reverse Osmosis (RO) sebagai proses final. Dengan demikian semua tata cara memperbaiki kualitas air baku sebelumnya disebut proses pre-treatment.

Perencanaan Teknis Proses Pemisahaan Garam Dari sumber air laut1. Sekilas Karakteristik Air Laut dan Komitmen Pemerintah

Bagi Pemanfaatannya Sebagaimana kita ketahui, rumus kimia benda cair yang

bernama air pada dasarnya adalah sama dimana-mana, terdiri dari unsur H20. Yang membedakan antara satu sumber dengan lainnya hanya pada kehadiran mg/liter kandungan tertentu, baik fisika maupun kimia. Sebagai contoh: yang membedakan air laut Teluk Jakarta dengan air permukaan Waduk Jati Luhur adalah kandungan Total Disolved Solid (TDS). Waduk Jati Luhur berkisar (500–2000) mg/Liter, sedangkan sumber air laut bervariasi, yaitu 10.000-35.000 mg/Liter menjadikannya asin. Standar TDS Permenkes RI adalah 500 mg/lt (maximum yang diizinkan). Dengan demikian, merubah air laut menjadi air minum sebenarnya mudah, turunkan saja angka TDS menjadi lebih kecil dari 500 mg/lt, selesai. Namun gagasan pemanfaatan sumber air laut menjadi air minum seperti mati suri, mungkin ini erat kaitannya dengan dua hal. Pertama, belum adanya komitmen negara tentang pemanfaatan air laut sebagai sumber air baku untuk penyedian air minum. Kedua, rendahnya kemampuan engineer kita menguasai Iptek, sehingga promosi pemanfaatan air laut menjadi air minum seperti kehilangan roh.

2. Kunci Berhasil Perencanaan Penyaringan Air Laut Menjadi Air Minum

Ditentukan beberapa faktor, Pertama, kemampuan menelisik karakteristik fisika, kimia terkandung dalam air laut. Air laut boleh sama-sama asin, namun secara empiric antara satu lokasi dengan tempat lainnya mungkin berbeda, karenanya instalasi SWRO tidak layak dibuat sistem paket. Kadar TDS air laut dipantai utara pulau jawa mungkin lebih rendah dibandingkan di selatan, mengingat sungai lebih banyak bermuara di pantai utara (faktor pengenceran) dan kandungan Hardness air laut di Indonesia bisa jadi lebih tinggi dibandingkan di tempat lain di dunia karena kita berada di kepulauan dengan struktur atol. Kedua, dua faktor mempengaruhi usia teknis membran:

Faktor Internal : Silk atau partikel halus dan floating dalam air laut, kehadirannya tidak terdeteksi dengan mikroskop biasa. Dibeberapa jurnal, silk di kemas dalam formula Silk Density Indek (SDI) salah satu penyebab terjadinya potensial fouling. Serta unsur monovalent dan bivalent sesuai sifatnya menimbulkan rigid struktur membran dan dalam jangka waktu lama membentuk foul crust dalam rongga vessel. Faktor External: Masuknya kadar pencemar diluar karakteristik air laut, seperti karat besi, dust, zat anti scalant, perlu diwaspadai.

Kisah nyata. Suatu hari Tahun 2008 di Jakarta, penulis di undang menghadiri seminar, tentang SWRO oleh sebuah perusahaan asing dari luar. Pada sesi tanya jawab penulis menanyakan tentang Silk Density Index (SDI). Beliau, tuan Mister itu menjawab dan meng-identikkan silk dengan turbidity (setara 0,1 mg/Liter katanya) membuat penulis terhenyak. Oalah!! Sampai saat bubaran penulis cukup paham bahwa sesungguhnya mereka juga tidak tahu, karena maksud kedatangnya juga berdagang bukan berteori. Dan tidak terlalu salah kiranya kalau sampai penulis membatin, lebih baik bertanya tata cara mengolah santan dari sebutir buah kelapa kepada nenek kita di dapur dari pada bertanya ke Oma-oma Amerika. Toh pohon nyiur saja tidak tumbuh disana kan? Ayo teknisi Indonesia mari kita tuntaskan, Ini tugas kita!!

3. Priode Pencucian Membran dan Nilai Silk Density Index Kesalahan menetapkan schematic diagram proses SWRO

berakibat fatal pada tingginya biaya operasional. Membran semakin sering dicuci berdampak pada menurunnya usia teknis relatif sehingga lebih cepat diganti. Beberapa Journal menyatakan, waktu teknis penggantiannya identik jumlah dilakukannya pencucian CIP dan memprediksi 6 kali. Artinya jika CIP dilakukan setiap 4 bulan maka usia teknis pemakaian di perkirakan hanya 24 bulan, ini sudah terbukti di banyak instalasi SWRO di seluruh dunia. Sesuai rekomendasi pabrik, usia teknis relative pemakaian adalah lebih dari 6 Tahun, berarti setelah priode tersebut layak dilakukan penggantian.

Aksioma Silk Density Index pada beberapa Journal ter-struktur sebagai berikut :1) SDI < 1 : Fouling pada membran diprediksi terjadi

setelah beberapa tahun2) 1<SDI<3 : Kemacetan membran diperkirakan terjadi

dalam beberapa bulan3) 3<SDI<5 : Particulary fouling4) SDI > 5 : Unacceptable

Page 25: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

schematic Diagram sWrO Pulau Mandangin

inovasi

25

4. Apa dan mengapa SWRO Pulau Mandangin? Penulis tidak apriori mengatakan ada loncatan teknologi

ditemukan pada proses SWRO Pulau Mandangin, namun demikian, proses perencanaan telah dilakukan dengan baik dan teliti di semua aspek, khususnya scheme proses pre-treatment sebagai buppermeasure sebelum proses final RO dan memilih tidak menggunakan zat anti scalant dengan pertimbangan: dampak pencemaran, kerumitan dan meningkatnya biaya operasional. Dengan menetapkan faktor SDI < 1 dan memanfaatkan sifat electromagnetic current dan masa jenis jejaring nano serta flow loading pada reject water, terbukti 2,8 tahun beroperasi belum dilakukan pencucian (CIP). Lantas apa artinya penetapan angka SDI < 1 , SDI <3 dan/atau SDI >5 (?) jawabnya tersaji nyata pada SWRO Pulau Mandangin dan tidak usah kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Apabila pencucian membran (CIP) SWRO Pulau Mandangin dilakukan, misal setelah 3 Tahun, ber-arti usia teknis relative 6 di kalikan 3 sama dengan 18 Tahun. Ini mencengangkan dan tentu sangat tergantung faktor operasi dan pemeliharaan serta masih perlu dibuktikan. Penulis berharap rempak genderang yang ditabuh di SWRO Pulau Mandangin akan memperbaiki irama tarian dangdut pada instalasi SWRO lainnya di negeri kita. Dengan hati sangat berdebar menanti dioperasikannya Instalasi Penyaringan Air Laut milik PDAM TIRTA Kepri Tanjung

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Pinang (kapasitas 50 lt/det, dibangun tahun 2012), mengingat teknis perancangannya semula mengikuti design criteria dan schematic diagram proses seperti SWRO Pulau Mandangin, kalaupun dilakukan modifikasi tentu dengan pertimbangan matang menjangkau hasil yang lebih baik. Good Luck.

Page 26: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

inovasi

26

Tabulasi hasil analisa laboratorium sumber air laut, output nano dan rO

UF dan nano comparatif (hasil pembelajaran Tim Teknis sWrO 140)

Hasil Analisa Laboratorium Penyaringan Air Laut SWRO Pulau Mandangin MADURA

Hasil analisas Laboratorium Kualitas Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungtan FTSP- ITS, Surabaya Tanggal 22 Oktober 2014.

5. Teknologi Prosesdan SDM Sampai sejauh ini, ilmu pengetahuan dan teknologi terus

berkembang, namun masih belum mampu menghasilkan zat yang dapat mengikat kadar garam dari air laut dan menjadikannya tawar. Kita paham Asam + Basa bisa menjadi

Page 27: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

yang mahal itu seberapa? Harga air dalam kemasan yang kini di beli masyarakat Rp(10.000-20.000)/Galon isi 20 Liter atau setara Rp500.000-Rp1.000.000 /m3, mohon di baca Rp500 – Rp1000/Liter. Apa itu murah? Ambigu.

4. Iptek berkembang, KWH/m3 telah jauh terkoreksi dari 8 era pada tahun 80-an menjadi 3 koma dua digit saat ini. Dengan asumsi 1 KWH listrik PLN dinilai Rp.1200, berarti energy consumption tinggal sekitar Rp. 3600 /m3 dan jika operasional SWRO menghabiskan 80% untuk biaya energi maka secara keseluruhan harga jual dengan berbagai varian termasuk NPV tinggal dihitung, harga air curah tidak jauh dari kisaran 8000-12.000 Rp/m3, mohon di baca Rp8-Rp12/Liter air minum.

5. Bandingkan dengan biaya pengolahan IPA lengkap milik PDAM (contoh air baku Kali Malang) jika estimasi biaya produksi Rp3.500-Rp4.500)/m3, ditambah faktor NPV selayaknya tarif dasar rasional PDAM adalah Rp6000-Rp8.000/m3 atau Rp6-Rp8/Liter. (nah, sudah dekatkan?)

6. Sebagaimana butir 4, SWRO Pulau Mandangin bekerja pada pressure 20-35 Bar, harga satuan alat pasti lebih murah diban-dingkan SWRO yang masih bekerja pada tekanan 60-80 Bar.

7. Menjawab tantangan harga satuan alat/peralatan yang masih mahal, Seorang industriawan asal Jerman yang hadir di Pulau Mandangin saat peresmian SWRO sempat berdialog langsung dengan Menteri PU kala itu. Ia kurang sependapat dengan pribahasa “antara ayam dan telur”, air menyangkut hajat hidup orang banyak, tanpa kehadiran air orang pasti akan mati. Yang ia perlukan hanya sebuah komitmen. Jika pemerintah RI memutuskan air laut menjadi sumber air baku untuk penyediaan air minum ia yakin semut-semut lapar di belahan dunia lain akan datang berlari mengejar Indonesia, persaingan harga pasti terjadi dan harga satuan akan turun serta tidak lupa menambahkan. Siapa tahu Willo Pump salah satu produsen pompa bertekanan tinggi terbesar di dunia juga akan hadir dan jika perlu memindahkan pabriknya ke sini dan diaminin Direktur Utama PT Juhdi Sakti Engineering sang maestro pembangun SWRO Pulau Mandangin.

8. Allah Tuhan Yang Maha Kuasa telah menciptakan segala sesuatunya lengkap dan sempurna di muka bumi, tiada sa-tupun diantaranya sia-sia dan sepenuhnya diperuntukkan bagi kemaslahatan hidup umat-Nya. Air laut adalah salah satu diantara karunia itu dan untuk dapat dimanfaatkan menjadi air minum kepada kita hanya diminta sedikit usaha “memolesnya” tanpa perlu lagi berpikir membangun pabrik memproduksi benda yang bernama air.

9. Proses merubah air laut menjadi air minum bukan lagi ha-langan besar saat ini. Iptek sudah mampu dengan mudah men jawabnya dan cukup dengan murah pula dapat diwu-judkan karena harganya kini cukup dibayar hanya dengan sebuah komitmen, komitmen pemimpin yang benar-benar tulus ikhlas ingin melihat kesejahteraan sosial rakyatnya me-ningkat secara nyata. Amiiin.

*) KaSatker Pengembangan SPAM IKK/Strategis (Priode 2007-2011)Pengajar Luar Biasa Air Minum pada PUSDIKLAT KemenPU-Pera & Anggota IATPI. (Email : [email protected])& HP. +6281321781953**) Kasatker Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Provinsi Kalimantan Utara(Email : [email protected])& HP +62811956346

inovasi

27Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Garam + Air dan kita juga mengerti tidak berlaku sebaliknya. Karena itu tidak berlebihan penulis berpendapat “ilmu murni merubah air laut menjadi air minum adalah pengetahuandasar tentang konsep penyaringan” dan bersifat empiris. Bicara teknologi SWRO bukan hanya sekedar berbicara bisa atau tidak bisa merubah air asin menjadi air tawar, banyak faktor perlu menjadi pertimbangan dan kepada seorang perencana dituntut pemahaman minimal 5 hal: pengetahuan dasar wa ter purification, hidrolika pengaliran khususnya aliran di bawah tekanan, Environtment Proces Technology sebagai dasar menetapkan schematic diagram, pengenalan spesifikasi teknis alat/peralatan serta apordability/harga satuan.

Faktor operasi perlu mensetarakan SDM, sehingga mampu melakukan operasi dan pemeliharaan serta perbaikan se-waktu-waktu diperlukan. Pelatihan bisa dilakukan melalui training langsung di instalasi SWRO dan pasti lebih mudah dilaksanakan mengingat semua perencanaan sistem adalah rancangan kita sendiri dan disampaikan menggunakan bahasa ibu kita sendiri pula.

6. sWrO Pulau Mandangin Dalam Foto Sebagai promosi penyaringan air laut menjadi air minum di

Indonesia.

Epilogue1. Instalasi SWRO Pulau Mandangin sejauh iniexist ber-produksi

walau masih ditemui hambatan pada unit pengelolaannya, namun melalui pembinaan Pemda Kabupaten Sampang semua akan bisa diatasi dan kelangsungan operasi dapat diper tahankan sesuai maksud pembangunannya. Bagai ma-napun sejarah telah mencatat, di sana di Pulau Mandangin pemerintah telah hadir membangun Instalasi Penyaringan Air Laut untuk penyediaan air minum dalam rangka pembelajaran dan keberpihakan menuju kehidupan masya rakat pulau yang lebih sejahtera.

2. Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, era pemanfaatan laut sebagai sumber air baku penyediaan air minum akan terjadi. Sudah pada tempatnya pemerintah dan kita semua menaruh perhatian lebih besar atas minat dan pengembanganiptek SWROdi Indonesia.

3. Ada yang berpendapat, harga satuan merubah air laut menjadi air minum masih mahal, mari pertegas murah itu berapa? Dan

Page 28: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

inovasi

28

Foto Atas : Salah Satu Contoh TPS 3R yang Tidak Mempunyai PengelolaFoto Bawah : TPS 3R yang Kelembagaannya Berjalan dengan Optimal

Pengurangan sampah mulai dari sumber merupakan tanggung jawab dari semua pihak baik, Pemerintah maupun masyarakat.

KelembagaanTPS 3R Berbasis Institusi

Itu diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Namun kondisi eksisting yang ada masih menunjukkan kinerja

pemilahan dan pengurangan sampah yang belum memadai sejak dari sumbernya (antara lain rumah tangga), sehingga berbagai penyesuaian kebijakan dan strategi masih perlu diusulkan untuk meningkatkan kinerja sistem penanganan sampah eksisting.

kondisi eksistingPenyelenggaraan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) berbasis masyarakat merupakan salah satu pola pendekatan pengelolaan persampahan dengan melibatkan peran aktif dan pemberdayaan kapasitas masyarakat. Pendekatan ter-sebut lebih ditekankan kepada metoda pengurangan sampah yang lebih arif dan ramah lingkungan. Pengurangan sampah dengan metoda 3R berbasis masyarakat lebih menekankan kepada cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan sejak dari sumbernya (rumah tangga, area komersil, perkantoran dan lain-lain). Untuk melakukan ini diperlukan kesadaran dan peran aktif masyarakat.

Guntur irawan dan netty Timbang allo *)

Sejak tahun 2007- 2014, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membangun TPS 3R di lebih dari 500 lokasi sebagai fasilitasi stimulan, yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Permukiman, diperoleh tingkat keberfungsiannya tidak lebih dari 40%. Tingkat keberfungsian yang kurang dari 40% tersebut tentu saja menjadi hal yang kurang menggembirakan dari apa yang telah kita kerjakan selama ini terhadap penanganan sampah skala komunal berbasis masyarakat dan ini menjadi “pekerjaan rumah” yang selalu menjadi tanda tanya besar setiap tahun penyelenggaraannya. Hal ini merupakan suatu bentuk pemikiran yang harus terus dicermati, karena dana yang setiap tahunnya dikeluarkan oleh negara dengan nilai yang cukup besar. Apalagi mekanisme penyaluran dananya melalui dana bantuan sosial yang dimulai sejak tahun 2014 (sebelumnya melalui belanja modal), memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat untuk mengelola dana tersebut mulai dari tahap perencanaan hingga pembangunan. Masih banyaknya jumlah TPS 3R yang belum berfungsi optimal tersebut, umumnya disebabkan karena tidak terbentuk atau tersedianya organisasi/Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang mengelola, padahal ini menjadi salah satu syarat utama dalam pengelolaan TPS 3R berbasis masyarakat. Hal ini menjadi sangat penting, karena dengan adanya kelembagaan yang kuat menjadikan TPS 3R dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Oleh karena itu, kita perlu mengkaji lagi konsep berbasis masya-rakat yang selama ini diterapkan, dan mulai memikirkannya dengan konsep berbasis institusi.

TPs 3r Berbasis institusiBerbasis institusi yang dimaksud disini adalah TPS 3R yang selama ini ada tidak hanya akan dikelola oleh masyarakat, tetapi menjadi

Page 29: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

29

inovasi

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Proses Pengolahan Sampah Anorganik di TPS 3R

Proses Pengolahan Sampah Organik di TPS 3R

Masih banyaknya jumlah TPS 3R yang belum berfungsi optimal tersebut, umumnya

disebabkan karena tidak terbentuk atau tersedianya organisasi/Kelompok Swadaya

Masyarakat (KSM) yang mengelola.

Pengurangan sampah dengan metoda 3R berbasis masyarakat lebih menekankan

kepada cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan sejak dari sumbernya (rumah

tangga, area komersil, perkantoran dan lain-lain).

bagian tidak terpisahkan dari perangkat pemerintahan skala kelurahan untuk dapat bersama dengan warganya mengelola TPS 3R di wilayahnya. Diharapkan fungsi kontrol selain pembinaan dan pendampingan dari pemerintah dapat dilakukan, sehingga memperbaiki sistem eksisting yang selama ini berjalan. Untuk mendukung hal tersebut, perlu didukung dengan aturan yang mungkin bisa diatur oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk dapat memberikan/mendelegasikan kepada pe rang-kat pemerintah di kelurahan sebagai salah satu pihak yang mempunyai kewenangan dalam penangan sampah skala ma-syarakat. Sebagai salah satu acuan dalam penetapan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang akan dilayani dalam mendukung TPS 3R berbasis institusi kita dapat berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 31 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan yang didalamnya tercantum aturan jumlah kepala keluarga (KK) untuk setiap Kelurahan di masing-masing Pulau di Indonesia, sehingga jumlah KK berdasarkan Permendagri tersebut untuk TPS 3R berbasis institusi sesuai wilayah Pulau di Indonesia dapat kita tentukan sebagai berikut :a. TPS 3R berbasis institusi (kelurahan) di wilayah kabupaten/

kota di Pulau Jawa dan Pulau Bali, dibangun dengan minimal jumlah KK terlayani sebesar 900 KK atau 4.500 jiwa.

b. TPS 3R berbasis institusi (kelurahan) di wilayah kabupaten/kota di Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi, dibangun dengan minimal jumlah KK terlayani sebesar 400 KK atau 2.000 jiwa.

c. TPS 3R berbasis institusi (kelurahan) di wilayah kabupaten/kota di Pulau Kalimantan, NTB, NTT, Maluku-Maluku Utara, dan Papua-Papua Barat, dibangun dengan minimal jumlah KK terlayani sebesar 180 KK atau 900 jiwa.

Harapan kita semua dengan penyelenggaraan TPS 3R berbasis institusi tersebut diharapkan kelembagaan yang selama ini men-jadi masalah dalam pengelolaan TPS 3R dapat teratasi dengan baik sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat tercapai.

*) Penulis adalah staf Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis : [email protected]

 

 

Page 30: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

resensi

30

Sebuah buku menarik untuk upaya memahami kota dari berbagi sisi, dipublikasikan pertama kali pada tahun 1996 dan terbit sebanyak lima edisi. Edisi kelima dari The City Reader merupakan anthologi internasional berbahasa inggris yang diterbitkan

sebagai acuan literatur bagi dunia penelitian dan praktik mengenai perkotaan yang diterbitkan pada tahun 2011. Kedua editor terdiri dari Richard T. LeGates, profesor emeritus Urban Studies and Planning San Fransisco State University, dan Frederic Stout, pengajar pada Urban Studies di Stanford University, bekerjasama berupaya menghadirkan sebuah referensi bermutu berdasarkan pengalaman mengajar mengenai perkotaan selama berpuluh-puluh tahun, berupa kumpulan tulisan-tulisan terseleksi dari para ahli perkotaan dunia barat klasik dan kontemporer. Meski klasik, substansi di dalamnya cukup menarik dan masih tetap relevan hingga saat ini, dan lebih dari setengah

‘Membaca’ Kotadari Karya Klasik dan Kontemporer

buku juga berupa karya tulis kontemporer yang ditulis para ahli yang umumnya berasal dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, Austria, Kanada, Cina, Denmark, Inggris, Perancis, Jerman, Iran, Norgia, Spanyol, dan Swiss. Sebagai antologi multidisiplin, sisi yang direpresentasikan cukup beragam mencakup antropologi, arkeologi, arsitektur, perencanan perkotaan, ilmu budaya, geografi, ekonomi, sejarah, arsitektur bentang alam, hukum, fotografi, ilmu politik, sosiologi, dan desain urban. Buku ini dicetak di Inggris dan dipublikasikan terutama di Amerika Serikat dan Kanada. Nama-nama populer seperti Ebenezer Howard, Le Corbusier, Paul Davidoff, Kevin Lynch, Olmsted, Camillo Sitte, dan Frank Lloyd Wright adalah beberapa diantara penulis klasik yang karyanya tercakup di dalam buku ini. Kumpulan 57 karya tulis dalam buku ini dikelompokkan menjadi delapan bagian berdasarkan substansinya, yaitu 1) The

Maylinda P sari *)

Page 31: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

31

resensi

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Evolution of Cities, 2) Urban Culture and Society, 3) Urban Space, 4) Urban Politics, Governance, and Economics, 5) Urban Planning History and Visions, 6) Urban Planning Theory and Practice, 7) Perspectives on Urban Design, 8) Cities in Global Society. Salah satu karya menarik buah pemikiran Olmsted pada Bagian Lima berjudul Public Parks and the Enlargement of Towns yang diterbitkan pada tahun 1870. Meski berselang hampir 150 tahun, pokok pemikiran yang disampaikan masih cukup menarik dan relevan dengan kondisi saaat ini terutama di Indonesia. Frederick Law Olmsted dikenal sebagai arsitek bentang alam pelopor besar Amerika, dan tokoh berpengaruh di negaranya pada masa hidupnya, dengan karyanya yang dikenal luas adalah Central Park di kota New York, yaitu

anak-anak dan masyarakat miskin kota, dan ketiga, kebutuhan untuk meningkatkan dasar budaya atau peradaban kota melalui penyediaan fasilitas sosial perkotaan yang secara demokratis tersedia untuk seluruh warga kota. Di Indonesia, pemahaman mengenai pentingnya RTH publik masih berkutat seputar prinsip pertama dan ketiga, sehingga membaca tulisan ini akan lebih membuka wawasan akan nilai sebuah RTH publik. Krisis moral di perkotaan yang ditandai dengan maraknya aksi begal, bunuh diri karena tekanan hidup, merampas hak hidup orang lain, kriminalitas, dan berbagai penyimpangan perilaku lainnya yang dilakukan oleh masyarakat kota secara menarik telah dipahami oleh Olmsted semenjak satu setengah abad yang lalu bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan ketersediaan RTH publik di perkotaan. Tulisan lain karya Timothy Beatley pada halaman 446 berjudul Planning for Sustainability in European Cities: A Review of Practice in Leading Cities yang dipublikasikan pada tahun 2003, memberikan contoh yang nyata mengenai bagaimana negara-negara Eropa dengan serius membangun kota dan masyarakat yang hijau, bersih, efisien, nyaman, kompak, sebuah kota yang secara ekonomi mampu bertumbuh, berkelanjutan dan layak huni. Pembandingan antara kota-kota Eropa dengan kota-kota Amerika dalam tulisan ini juga merupakan hal yang menarik, dimana Eropa secara ketat

sebuah ruang terbuka hijau (RTH) publik (public park) seluas 315 hektar di jantung kota New York. Ia menggabungkan talentanya dalam seni arsitektur de-ngan perhatiannya terhadap sisi sosial dan politik, dimana ia menekankan pentingnya nilai filosofis dan politis untuk RTH publik terkait dengan tiga prinsip moral besar, yaitu pertama kebu tuhan untuk meningkatkan kesehatan publik melalui pen-dekatan sanitasi dan pemanfaatan vegetasi untuk melawan polusi air dan udara, kedua, kebutuhan untuk memerangi krisis moral di perkotaan dan degenerasi sosial, khususnya di antara

Di Indonesia, pemahaman mengenai pentingnya RTH publik masih berkutat seputar prinsip

pertama dan ketiga, sehingga membaca tulisan ini akan lebih membuka wawasan akan nilai

sebuah RTH publik.

Page 32: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

32

resensi

membatasi penyebaran kepadatan dengan kepadatan yang lebih tinggi di area tertentu (pusat kota) untuk mewujudkan kota-kota yang kompak, sementara hal ini tidak dilakukan di Amerika. Hasil yang diperoleh dari kota yang kompak adalah adanya sistem energi dan transportasi publik yang lebih efisien diban-dingkan dengan kepadatan yang menyebar. Dampaknya, emisi karbon yang dihasilkan oleh kota-kota di Eropa hanya setengah dari yang dihasilkan oleh kota-kota di Amerika. Hal ini cukup sesuai dengan konsep kota cerdas atau smart city yang kini sedang diupayakan untuk dikembangkan di berbagai kota di Indonesia. Selain itu masih banyak lagi tulisan-tulisan menarik dari para ahli yang kebanyakan adalah profesor di universitas maupun praktisi, yang di antaranya mendapat penghargaan dan pengakuan internasional. Sebuah metode praktis untuk mem pelajari teori dan praktek perencanaan kota dari dunia yang sudah lebih dahu lu maju. Dari tampilannya, buku ini tampak ‘berat’, hampir terdiri dari melulu tulisan kecil dan padat tanpa ilustrasi, dan benar-benar cukup berat untuk dibawa-bawa sebagai bacaan. Meski demikian, tampilan buku yang rapih, elegan dan berkualitas cukup mengundang untuk menguak sedikit demi sedikit isi di dalamnya. Sifatnya yang multidisiplin dalam ranah perkotaan membuat siapapun yang tertarik dengan perencanaan pembangunan perkotaan akan dapat menemukan bacaan menarik sesuai bidang yang diminatinya. Buku ini tidak harus dibaca dari awal sampai akhir, melainkan dapat langsung dicari topik ataupun penulis yang dicari. Tentu saja, membaca dari awal hingga akhir juga dapat memberi wawasan yang lebih luas dan komprehensif mengenai perkotaan dari para sumber ternama di dunia barat. Dan nyatanya, isi buku cukup

ringan untuk dibaca saat mengusir kejenuhan dalam kemacetan di perjalanan dalam kota metropolitan Jakarta. Ada banyak manfaat tentunya yang bisa diperoleh dari buku ini, antara lain dari sari pemikiran pemikiran penting perkotaan yang mempengaruhi tampilan kota-kota di dunia barat saat ini, memberi kita pemahaman pada tingkatan yang lebih tinggi untuk mewujudkan kota yang layak huni, dan bukan tidak mungkin menimbulkan pemikiran untuk mencari solusi mengatasi berbagai permasalahan perkotaan di Indonesia saat ini. Selain itu, buku berisi karya-karya ilmiah kelas dunia ini dapat membuat kita lebih mengenal contoh-contoh bentuk karya tulis yang berkualitas baik. Buku ini layak dibaca oleh siapapun yang tertarik dengan teori dan praktek perencanaan pembangunan perkotaan.

*) Staf Subdit Program dan Anggaran, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Judul Buku : The City ReaderEditor : Richard T. LeGates, Frederic StoutPenerbit : Routledge, New York (Taylor & Francis Group) Tahun terbit : 2011 Ketebalan : 704 Halaman

Page 33: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

lensa ck

33

Foto-foto : Manti dan Aji

Pecha Kucha #17 Cipta Karya: Menggalang Pendanaan non-APBN Menuju 100-0-100

Edisi 044Tahun XIII4April 2015

Page 34: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

34

Penyediaan Rumah Terintegrasi dengan Penanganan Kawasan Kumuh

Cipta KaryaKoordinasikan Struktur Data

Kegiatan TA 2015Dengan adanya restrukturisasi organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), saat ini Ditjen Cipta Karya mengalami perubahan dalam hal struktur organisasi, nomenklatur dan struktur program serta kegiatan. Hal ini berdampak kepada berubahnya data paket kegiatan TA 2015 di lingkungan Ditjen Cipta Karya. Hal tersebut diungkapkan oleh Plh. Direktur Bina Program Dwityo Akoro S saat membuka kegiatan Konsolidasi Data Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2015 di Lingkungan Cipta Karya, di Jakarta, Senin (27/04/2015). “Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian struktur data dalam sistem e-Procument PUPR dan data pelaksanaan kegiatan dalam sistem e-Monitoring K/L,” kata Dwityo.

seputar kita

Pada tahun anggaran 2016, kebutuhan pendanaan Ditjen Cipta Karya sebesar Rp24 triliun dengan target kenaikan pencapaian akses air minum 82%, kumuh 6%, dan akses sanitasi 72%. Untuk itu diperlukan penajaman usulan program dengan memperhatikan prioritas program, sinergi lintas sektoral, berkelanjutan berbasis insentif, dan hasil yang berkualitas, dan juga dilakukan dengan sinergi kemitraan bersama kementerian/lembaga lainnya yang terkait. “Kemampuan APBN untuk menangani kumuh hanya bisa ke angka 6% pada 2019. Begitu juga dengan penyediaan akses universal, APBN hanya mampu mencapai 81% akses aman air minum dan 75% akses sanitasi layak. Semua sumber pendanaan harus kita gali bersama, termasuk pembagian peran yang jelas antara tugas kita dan Pemda,” ujar Antonius kepada seluruh Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Cipta Karya dalam Pra Konsulutasi Regional Ditjen Cipta Karya, di Jakarta (19/04/2015).

Cipta KaryaButuhkan Rp24 T di TA 2016

Pemerintah mengeluarkan dua kebijakan untuk mengatasi permasalahan sulitnya lahan dalam program penyediaan perumahan. Pertama, penyediaan rumah bukan program yang independen melainkan terintegrasi dengan program penanganan kawasan permukiman kumuh. Integrasi tersebut terkait masih banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tinggal di kawasan kumuh dan tidak layak huni. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan hal tersebut saat menjadi pembicara di program Economic Challenges yang disiarkan secara live oleh Metro TV, Selasa (7/4/2015). Bersama Basuki pembicara lainnya adalah Direktur Utama Bank Tabungan Nasional (BTN) Maryono, Dirut Perumnas Himawan Arif Sugoto, Anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Soejono, dan pengamat perkotaan dan permukiman Yayat Supriyatna. “Kebijakan lainnya, pemerintah mendorong kota-kota dengan penduduk

lebih dari 2 juta jiwa menyediakan perumahan dengan vertical housing, bukan rumah tapak lagi. Kalau di bawah 2 juta jiwa boleh dengan rumah tapak. Kita sedang mengatur ke arah vertical housing karena kota yang penduduknya kurang dari 2 juta pun nantinya akan berkembang populasinya,” ujar Basuki.

Page 35: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015

Kunjungi Kami di :website :

http://ciptakarya.pu.go.id

twitter :@ditjenck

Page 36: Bulletin Cipta Karya Edisi April 2015