bulletin boerdjo edisi #3
DESCRIPTION
PC. IPNU-IPPNU Kota YogyakartaTRANSCRIPT
Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common (CC). Siapapun
bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebut-
kan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.
Headline Melihat Lebih Jeli “Drama” Ujian Nasional — 3
Menghidupkan Nilai Rahmah Melalaui Pendidikan — 5
Opini Kurikulum 2013 : Upaya Membentuk Karakter Bangsa — 6
Liputan Pesantren Mengintip Rutinitas Santri Putri PP. Nurul Ummah — 7
Liputan Pelajar MAN II Yogyakarta — 8
Tahukah Anda? Bulan Mei Penuh Sejarah Pendidikan — 9
Profil Mas Fauz, Penggerak Pendidikan untuk si Miskin — 10
Refleksi Solutif Atau Dilematis? — 12
Puisi Saktiku atau Sakitku — 13
Humor Ajal yang Tertunda — 13
Kabar Apel Pelajar se-DIY di Stadion Mandala Krida — 14
Edisi #3
April-Mei
2013
Diterbitkan Oleh:
PC IPNU-IPPNU Kota
Yogyakarta
2 | BOERDJO
Assalamu’alaikum. wr. wb.
Salam Belajar, Berjuang, dan Bertaqwa.
M emperingati hari pendidikan nasional atau nama kerennya adalah HARDIKNAS, tentu
tidak lepas dari peran para pahlawan. Kita mengenal Ki Hajar Dewantoro sebagai
bapak pendidikan nasional. Hardiknas pun diperingati setiap tanggal 2 Mei, sesuai
dengan hari kelahiran beliau agar kita senantiasa mengenang, mengingat, meneladani dan mewarisi
pelajaran berharga dari Ki Hadjar Dewantara.
Pendidikan tidak hanya tentang belajar di kelas, guru mengajar, lantas murid sebagai pendengar
setia. Secara informal, pendidikan bisa dijangkau dengan berbagai cara, misalnya ; banyak membaca
buku, selancar di internet, sowan ke perpustakaan, mendengar cerita dari orang tua kita, dsb. Sedangkan
secara formal, pendidikan adalah seperti yang kita lihat sehari-hari. Yaitu pendidikan itu sendiri memiliki
sistem pengajaran, kurikulum, aturan-aturan yang dipatuhi, dan ruang tertentu untuk belajar.
Pendidikan itu penting karena menjadi salah satu sarana kita untuk menggapai cita-cita. Tolak ukur
perkembangan pendidikan di Indonesia selama ini dilihat dari Ujian Nasional (UN) yang diadakan tiap
tahun. Adapun pelaksanaan UN pada tahun 2013 ini begitu carut marut karena pendistribusian soal yang
tidak tepat waktu. Akibatnya, muncul banyak seruan agar UN ini tidak lagi diteruskan. Meski begitu, kita
sebagai pelajar tidak boleh surut dalam belajar hanya karena ketidak-konsistenan sebuah sistem. Tetap
berkaryalah sebagaimana mestinya. Jangan sampai keadaan ini menyurutkan semangat kawan-kawan
untuk belajar dan berprestasi.
Pada edisi ke-3 ini, redaksi Boerdjo menyajikan tulisan berkenaan dengan perayaan HARDIKNAS.
Pada rubrik opini bertajuk Melihat Lebih Jeli “Drama” Ujian Nasional, terdapat ulasan menarik tentang
penyelenggaraan UN bak sebuah drama menurut kacamata penulis. Kami juga menghadirkan artikel
berjudul Menghidupkan Nilai Rahmah Melalui Pendidikan, yang diharapkan bisa membuka perspektif kita
agar tidak meninggalkan konsep ‘kasih-sayang’, bahkan dalam pendidikan sekalipun. Juga terdapat
berita tentang serunya siswa-siswi MAN 2 Yogyakarta dalam rangka mengisi waktu seusai UN. Dan
masih banyak lagi tulisan-tulisan yang kami sajikan untuk penikmat Boerdjo.
Sebelum mengakhiri cuap-cuap redaksi, mari kita ingat semboyan Ki Hadjar Dewantara
“Ing ngarso sung tuladha. ng madya mangun karsa.Tut wuri handayani”
Semoga menginspirasi dan bagilah pengetahuan (ballighu ‘anni walau ayah) بلغوا عنى ولو آية
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
BOERDJO 3
Headline
Oleh: Benny Afwadzi *
S aya rasa, tidak akan ditemukan
seorang pun yang menafikan sakralitas
Ujian Nasional (UN), terutama bagi
pelajar yang masih bergelut dalam dunia pendidikan.
Bagaimana tidak, keberhasilan proses belajar selama
tiga tahun ternyata hanya ditentukan oleh beberapa
hari pelaksanaan Ujian Nasional. Apabila sukses
dalam ujian ini, maka institusi pendidikan yang lebih
tinggi pun sudah menanti untuk dimasuki. Namun, jika
ternyata gagal, tentunya rasa malu dan keharusan
mengulang lagi akan menyeruak dalam pikiran orang
tersebut.
Urgensitas UN ini lantas menjadikannya sangat
rentan dengan praktik-praktik menyimpang. Meskipun
doa atau shalat dhuha bersama sebelum menghadapi
UN lazim dilaksanakan oleh sekolah-sekolah tertentu,
tetapi sepertinya hal itu belum bisa menghilangkan
“akting-akting” yang banyak diperagakan dalam UN.
Adanya berbagai fenomena yang bukan merupakan
realitas adanya sebagai implikasi dari “akting-akting”
dalam ujian ini membuat saya berhipotesis bahwa
eksistensi UN laksana seperti sebuah drama dalam
pertunjukkan panggung hiburan saja. Karena menurut
hemat saya, UN dengan tidak menyatakan
keseluruhan tak ubahnya sebuah panggung drama
yang dipentaskan oleh sekolah-sekolah di Indonesia.
Pemerintah, yang dalam konteks ini adalah Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai
penyelenggara hanyalah seperti penonton panggung
drama yang dipentaskan oleh sekolah. Mereka
menyediakan sejumlah dana yang diumpamakan
sebagai tiket masuk agar drama UN bisa
terselenggara. Namun hasilnya hanya cerita fiktif saja
yang ada. Sedangkan dari pihak sekolah sebagai aktor
utama pun berusaha semaksimal mungkin
menampilkan pertunjukkan yang meyakinkan
penonton drama. Sehingga tak jarang, banyak
penonton hanyut dalam alur cerita yang diciptakan.
Drama UN oleh sekolah ditampilkan dengan
sebaik-baiknya. Meja tertata rapi lengkap dengan
nomor ujian yang melekat, kursi yang setia
mendampingi meja, pengawas yang lalu lalang
memantau kondisi ujian, dan lain sebagainya. Hal ini
menimbulkan kesan cerita ini sangat faktual dan
sesuai dengan realitas sebenarnya. Padahal
sebenarnya tidaklah demikian, banyak cerita-cerita di
dalamnya sebenarnya dibumbui dengan
ketidakwajaran yang terkadang malah disengaja.
Contoh yang paling mendasar, misalnya perintah
mencontek teman supaya nilai bagus dan bisa lulus
UN. Selain itu juga, terkadang ada guru yang
mengerjakan soal pada saat ujian berlangsung
kemudian dibagikan pada siswa di luar kelas. Tak
cukup dengan itu saja, ketidakwajaran juga banyak
dipraktikkan langsung oleh siswa-siswi sebagai
pemeran utama. Tersebarnya jawaban lewat hape
maupun kunci jawaban yang dibawa oleh peserta
ujian, pembelian kunci jawaban dari kelompok tertentu,
dan lain sebagainya menjadi praktik-praktik
menyimpang dalam ujian ini. Fenomena semacam ini
harusnya menjadi refleksi dan bahan renungan bagi
masyarakat kita yang pastinya menginginkan
kemajuan bagi bangsanya adalah sebuah kesia-siaan
belaka, Ujian Nasional yang menghabiskan dana
milyaran rupiah harus berakhir tanpa munculnya hasil
sebagaimana yang diharapkan.
http://ciricara.com
4 | BOERDJO
Pemerintah kota terkadang juga ikut “mensukseskan” drama yang dipentaskan tiap tahun ini. Misalnya
saja Kepdiknas kota Malang sebagaimana yang dilansir dalam diskusi ilmiah tentang ujian nasional di
Groningen Belanda tahun 2006. Melalui kepala sub rayon Kepdiknas kota Malang memerintahkan langsung
untuk sedikit “mengotak-atik” drama ini. Guru-guru yang tidak loyal pun diintimidasi dan dikucilkan.
Sebenarnya untuk lebih menekankan sisi faktualitasnya, pemerintah pada tahun 2013 mengeluarkan
kebijakan yang cukup spektakuler dengan adanya dua puluh jenis soal dalam satu ruangan. Namun, kebijakan
seperti ini tidaklah dapat memusnahkan pementasan drama UN jika belum ada kesadaran dalam diri aktor
utama. Akting-akting tertentu akan selalu muncul apabila tidak dibarengi dengan perbaikan positif secara
internal, baik dalam lingkup individual maupun institusional.
Itulah analogi sederhana yang penulis buat pada UN dengan drama pertunjukkan yang lazimnya
dipentaskan di panggung-panggung hiburan. Tentu saja, analogi tersebut masih bisa diperdebatkan dan
mungkin cukup kontroversial. Tetapi yang jelas refleksi drama UN yang telah dibahas sebelumnya didapatkan
penulis dari realitas yang berkembang dari tahun ke tahun dalam penyelenggaraan UN di Indonesia. Meskipun
secara subtansial keduanya berbeda, tetapi terdapat beberapa benang merah yang dapat ditarik apabila
dipahami secara cermat.
Ironis memang, jika melihat kualitas pendidikan di Indonesia kita sebagai warganya pantas mengelus-
elus dada. Bagaimana tidak, kualitas pendidikan kita masih jauh dibawah standar. Menurut survei Political and
Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara
di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia
(2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang
disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai
follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memang sangat tragis, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya seharusnya mampu
bersaing dengan negara-negara lainnya. Dengan sedikit polesan ilmu pengetahuan kiranya akan mampu
berjejer satu garis dengan negara maju, semisal Jepang yang sebenarnya dari segi SDA-nya jauh di bawah
Indonesia. Menjadi kewajiban bersama secara keseluruhan, bukan hanya pemerintah untuk mengatasi
problem tersebut.
Pada tahun 2013 ini, pemerintah yang bertugas membawahi program ini pun sepertinya tidak
sepenuhnya mencurahkan perhatiannya. Terbukti dengan semrawutnya pelaksanaan Ujian Nasional SMA
pada tahun ini. Adanya keterlambatan pendistribusian soal dan lembar jawaban menjadi alasan utama yang
digadang-gadang. Hal ini pun berimbas pada terlambatnya pelaksanaan UN di 11 propinsi. Antara pihak
pemerintah dan percetakan hanya dapat saling menyalahkan satu dengan lainnya.
Sebagai warga negara, kita hanya bisa berharap semoga kesalahan seperti ini tidak terulang lagi di
masa mendatang. Pada saat Ujian Nasional yang sejak dulu dilanda berbagai macam problem, ternyata dari
pemerintah malah muncul problem yang baru. Teringat perkataan Bung Karno “JAS MERAH”, jangan sekali-
kali meninggalkan sejarah. Peristiwa yang terjadi sekarang akan menjadi sejarah pada masa setelahnya. Oleh
sebab itu, kesalahan-kesalahan yang kini terjadi harus menjadi refleksi penting pada perbaikan-perbaikan di
waktu mendatang. Benny Afwadi
Mahasiswa Pasca Sarjana
UIN Sunan Kalijaga
Headline
BOERDJO 5
Oleh: Bapak Dr. Mahmud Arif *
S elama ini, muncul tuduhan dari
sebagaian kalangan di barat bahwa
islam adalah agama anti HAM dan
sarang teroris. Alasannya, Islam (baca : penganut
Islam) membenarkan tindak kekerasan atas nama
agama, baik yang telah dianggap berfaham sesat dan
menyimpang. Menganut sebuah agama pada
dasarnya adalah hak asasi setiap orang, sehingga tidak
dibenarkan siapapun melakukan campur tangan atau
pemaksaan kehendak masalah ini. Dengan tegas Al-
Qur’an menyatakan “tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang salah” (QS. Al-
Baqarah (2) : 256). Namun, ajaran dasar al-Qur’an ini
agaknya masih dilaksanakan setengah hati oleh umat
Islam. Buktinya, mereka belum rela apabila umat Islam
menganut faham yang dinilai sesat, mereka pun
bertindak “atas nama Tuhan” untuk memaksa umat
Islam tadi segera kembali ke jalan yang benar, dan jika
tidak mau, maka mereka akan memilih tindakan
kekerasan. Tak jarang, dakwah atau upaya amar
ma’ruf nahi mungkar dilumuri oleh darah dan dibasahi
derai air mata pihak-pihak yang menjadi korban tindak
kekerasan. Ditambah lagi, pendidikan (Islam) pun
seakan kurang tanggap karena disibukkan dengan
upaya keras mempersiapkan peserta didik menghadapi
UN.
Atas dasar itu mungkin saja telinga merah
mendengar tuduhan tersebut, namun bagaimana pun
kita tidak bisa begitu saja menyalahkannya. Lebih-lebih
tuduhan tadi seolah kian memperkuat dengan
maraknya aksi teror dan tindakan anarkhis “bernuansa
agama” yang berlangsung di berbagai daerah
belakangan ini, semisal : Ambon, Poso, Cikeusik,
Madura, Lampung, dan Lombok NTB. Tuduhan tersebut
seakan memperoleh penguat. Sekelompok umat Islam
melakukan penyerangan dan pembakaran harta benda,
rumah, dan tempat ibadah kelompok umat Islam yang
lain. Salah satu pemicunya yaitu kelompok umat Islam
yang diserang dianggap telah mengikuti faham
keagamaan yang menyimpang, sehingga perlu
diluruskan secara paksa, diadili, dan dihakimi. Tentu
saja kenyataan ini menarik kesadaran kita, jika
demikian benarkah keberagaman kita sudah sejalan
dengan ajaran Islam yang berlandaskan pada prinsip
takhfif wa rahmah (memberi keringanan, kemudahan,
dan kasih sayang). Benarkah memprovokasi umat
untuk mengutuk penganut akidah “sesat” melalui
mimbar adalah dakwah dan pola edukasi yang sudah
sejalan dengan prinsip tersebut?
Menurut Prof. Sa’id Al-‘Asymawi (2004:29-30),
syari’at islam adalah syari’at al-rahmah, karena itu
gagasan penerapan syariat yang harusnya dipahami
sebagai penerapan nilai rahmah (kasih sayang) dalam
kehidupan. Terkait dengan hal ini, pendidikan memiliki
peran penting dalam mengiternalisasikan nilai tersebut
pada peserta didik agar kelak tumbuh menjadi generasi
yang “berhati”. Menggejalanya kasus tawuran antar
pelajar, bentrokan antar supporter klub sepak bola, dan
geng motor yang beranggotakan para ABG menjadi
bukti jelas betapa tersisihnya nilai tersebut dari
kesadaran dan perilaku generasi muda kita. Euforia
kegembiraan berlebihan dalam merayakan kelulusan
dengan mencoret baju seragam dan konvoi di jalanan
sehingga mengganggu kepentingan publik, juga
menjadi bukti bahwa nilai tersebut yang seharusnya
mereka bersedia bergembira dengan menggalang
kebersamaan untuk melakukan berbagai kegiatan
positif, seperti menyumbangkan baju seragam dan
menyelenggarakan baksos. Membumikan nilai-nilai
rahmah dalam kehidupan adalah cara yang benar
dalam penerapan syariat Islam dan memberdayakan
pendidikan agar mampu menyamai nilai-nilai tersebut
dalam jiwa peserta didik adalah cara jitunya. Mulia,
bukan? Itulah tuntunan
Islam sebenarnya .
Dr. Mahmud Arif
Dosen fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Headline
6 | BOERDJO
Opini
Kurikulum 2013 : Upaya Membentuk Karakter Bangsa
Oleh: M. Choirur Roziqin*
M enurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kurikulum adalah
perangkat mata pelajaran dan
program pendidikan yang diberikan oleh suatu
lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi
rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada
peserta pelajaran dalam satu periode jenjang
pendidikan. Kurikulum di Indonesia mengalami
banyak pergantian. Pergantian kurikulum terjadi
beberapa kali. Tercatat bahwa pada tahun 1947
diresmikan Rencana Pelajaran, yang kemudian
menjadi Rencana Pelajaran Terurai (1952), lalu
diganti sebagai Rencana Pendidikan (1964), dan
diganti lagi Kurikulum 1968. Selanjutnya mengalami
pergantian pada tahun 1973, 1975, 1984, 1994,
1997, 2004, 2006, dan sekarang kurikulum 2013.
Dalam kurikulum 2013 ini lebih menekankan
pada lulusan yang memiliki karakter. Adapun
karakter yang dimaksud berjumlah 18
karakter. Adapun 18 karakter bangsa, yakni religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, tanggung-jawab.
Pada kurikulum 2013 akan diberlakukan
penambahan jam pelajaran. Hal ini dapat
dijadikan sebagai pencegahan anak
berbuat menyimpang. Guru akan lebih
leluasa untuk melakukan proses
pembelajaran dengan siswa. Disamping itu,
guru dituntut untuk mampu
mengembangkan pengelolaan kelas dan
bentuk-bentuk pembelajaran yang
menyenangkan, sehingga siswa merasa
betah dan gembira dalam belajarnya.
Pro dan kontra menjadi hal yang wajar
dengan diberlakukanya kurikulum baru. Pihak yang
pro berpendapat bahwa masa sekarang tidak sama
lagi dengan masa dulu sehingga kurikulum yang
telah diberlakukan sudah tidak dapat digunakan
lagi. Sedangkan pihak yang kontra berpendapat
bahwa kurikulum yang diganti akan sulit untuk
diterapkan.
Menurut saya, kurikulum memang harus
berganti menyesuaikan kebutuhan zaman sekarang
sebab pola pikir peserta didik sangat jauh berbeda.
Hari ini yang dibutuhkan adalah peserta didik yang
berkarakter dan kurikulum 2013 menjawab
kebutuhan tersebut. Semua elemen, termasuk
pemerintah, guru dan peserta didik berkewajiban
untuk mensukseskan gagasan baru ini agar
Indonesia lebih maju.
M. Choirur Roziqin
Koordinator LPTI (Lembaga
Pengembangan Teknologi Infor-
masi) PC. IPNU Kota Yogyakarta
BOERDJO 7
Liputan Pesantren
MENGINTIP RUTINITAS
SANTRI PUTRI PP. NURUL UMMAH Salam sahabat Boerdjo!
Suasana di Kota Santri asyik senangkan hati, tiap pagi dan sore hari muda mudi berbusana rapi
menyandang kitab suci, hilir mudik silih berganti pulang pergi mengaji, mengaji ilmu agama bermanfaat di
Dunia. Duhai Ayah-Ibu berikanlah izin daku untuk menuntut ilmu pergi ke rumah Guru.
P ondok pesantren Nurul Ummah, yang didirikan oleh KH. Marzuqi Romli terletak di daerah
Kotagede, Yogyakarta.
Tidak lepas dari aktivitas Santri pada umumnya, Pondok Pesantren Nurul Ummah
mempunyai segudang kegiatan wajib yang diikuti oleh semua Santri Nurul Ummah, khususnya Santri Putri.
Sahabat Boerdjo, yuk kita intip sejuta rutinitas Santri Putri Ponpes Nurul Ummah.
Ponpes Putri ini mempunyai tiga komplek. Harian santri yang menjadi rutinitas sehari-hari di mulai
dengan aktivitas ketika santri terbangun dari tidur lelapnya. Pukul 04.00 WIB adalah waktu sholat tahajud,
dan dilanjutkan pada sholat jama’ah subuh. Pukul 06.30 adalah kajian kitab. Bagi mahasiswa diwajibkan
sorogan (setoran) dengan Ibu Nyai, sedangkan bagi santri pelajar, dijadwalkan sorogan pada sore hari.
Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB kegiatan di luar pondok, sesuai dengan kesibukan
menjadi Pelajar atau Mahasiswa. Pukul 18.00 WIB, waktunya makan bersama dan setelah itu sholat magrib
berjama’ah dilanjutkan diniyah pukul 19.00- 20.00 WIB dan shalat isya berjama’ah. Rutinitas harian santri
diakhiri pukul 21.00 WIB-21.30 WIB yaitu kajian untuk komplek mahasiswa. Pukul 21.30 WIB pembebasan
waktu untuk santri, yang mau belajar, ada yang istirahat karena rutinitasnya. Di Pondok Nurul Ummah juga
terdapat kegiatan mingguan, diantaranya ro’an (kerja bakti –red) dan khitobah. Itulah seabrek kegiatan
rutinitas pondok pesantren Nurul Ummah.
Silakan berkunjung ke lokasi bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Ponpes Nurul Ummah,
salam Santri untuk pembaca Boerdjo! (Azza)
http://koran.seveners.com
8 | BOERDJO
U jian Nasional
sudah selesai,
tetapi aktivitas
kesiswaan tetap berjalan.
Contohnya Madrasah ‘Aliyah
dekat parkiran ngabean (MAN
Yogyakarta II) ini. Meskipun
siswa/siswi kelas 3 sudah akan
lepas dari sekolah, namun
mereka tetap datang ke
sekolah. Biarpun tidak serutin
dan setepat dahulu, akan tetapi
mereka tetap antusias untuk
datang ke sekolah.
Kegiatan siswa/i
kelas 1 dan 2 belakangan ini tidak lagi sebanyak Semester 1. Karena setelah UN mereka akan
menghadapi ujian kenaikan kelas. Maka kegiatan siswa/i MAN 2 khususnya untuk kegiatan ekstra
kulikuler hanya pertemuan dan sharing antara adik kelas dengan senior mereka (kelas 3). Guru-guru
pembimbing kegiatan ekstra pun juga sudah tidak bisa sepenuhnya untuk bertemu dengan anak didiknya
di kegiatan ekstra. Sebab, mereka juga harus mempersiapkan diri demi anak didik mereka di Ujian
Semester II mendatang.
Biarpun demikian, adik-adik kelas 1 dan 2 bisa lebih semangat bersekolah karena dapat
sharing dengan kakak kelas mereka dan bisa tukar pengalaman dengan mereka. Ditambah dengan
alumnus-alumnus angkatan lama yang datang, menambah wawasan sejarah mereka semakin luas
khususnya tentang sekolah mereka sendiri.
Tetapi anehnya disini adalah mereka yang akan lulus ini hampir semuanya sering datang ke
perpustakaan setiap hari. “Tidak tahu apa karena kesadaran membaca mereka semakin meningkat, atau
tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan, atau karena cari sangu? Hehe,” ujar Kak Amsori, Ketua
pengurus Perpustakaan MAN Yogyakarta II.
Meskipun begitu, rasa ukhuwah (persaudaraan –red) mereka tetap berjalan. Ini perlu disyukuri
dan diharapkan agar mereka tidak melupakan sejarah ketika mereka bersekolah.
Wallahu A‘lam.
Liptan Pelajar
Liputan:
MAN II Yogyakarta
Faiz Rafi AB
Redaktur Pelaksana Buletin
BOERDJO
BOERDJO 9
Tahukah Anda?
Bulan Mei
Penuh Sejarah Pendidikan
Salam pendidikan untuk sahabat Boerdjo
S ebelum kita membahas tentang sejarah yang
ada di bulan mei yaitu pendidikan, kita sharing
sebentar yuk!
Sebenarnya kata “Pendidikan”, itu berasal darimana,
sih, sahabat Boerdjo?
Coba kita jabarkan, ya. Kata Pendidikan itu dalam
bahasa Yunani berasal dari kata padegogik, yaitu ilmu
menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai
educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di
dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung
yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan
kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau
potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti
panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik),
yaitu :memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sekarang yuk kita mengintip sejarah dibalik tanggal 2 mei yang terkenal dengan hari pendidikan.
Pendidikan di Indonesia maju dengan adanya jasa anak bangsa Ki Hajar Dewantara. Beliau lahir di
Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari
keluarga Kraton Yogyakarta. Saat usianya genap 40 tahun beliau berganti nama menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Hal ini bertujuan agar beliau bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh
embel-embel keningratan dan darah biru kehidupan keraton.
Di usia mudanya, beliau bekerja sebagai seorang wartawan. Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam
organisasi sosial dan politik. Singkat cerita, pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara berhasil
mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga
Indonesia merdeka.
Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran
Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Beliau juga mendapat gelar doktor kehormatan
(Doctor Honoriscausa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.
Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan
sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305
10 | BOERDJO
Tahukah Anda?
A bdur Rahman Fauzi yang biasa
disapa Mas Faus ini adalah salah
satu alumni PC. IPNU (Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama) Kota Yogyakarta masa
bakti 2002-2004. Dia lahir di kota Blitar, 02 Mei
1984. Setelah menikah, dia menetap di Jl. Johar
Baru 05, Jakarta Pusat. Setelah lulus dari S1 Ilmu
Sejarah di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta),
dia melanjutkan studi masternya di UNJ (Universitas
Negri Jakarta) prodi Manajemen Pendidikan.
Selama belajar di Yogyakarta, dia juga sembari
nyantri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek
Pusat, Krapyak. Dalam sepak terjangnya
berorganisasi, dia pernah menjabat sebagai
Koordinator Pers dan Jaringan IPNU Kota
Yogyakarta 2002-2004, Koordinator Pers dan
Jaringan Pimpinan Wilayah IPNU Kota Yogyakarta
2004-2006, dan Ketua I PW (Pimpinan Wilayah)
IPNU DIY 2007-2009. Untuk aktivitas yang
sekarang masih digeluti yaitu menjadi Koordinator
Nasional BPUN (Bimbingan Pasca Ujian Nasional).
Organisasi ini berfokus pada pendampingan siswa
miskin yang akan melanjutkan studi ke Perguruan
Tinggi Negeri. Dalam hal ini, BPUN bekerjasama
dengan Mata Air dan ANSHOR yang tersebar di 60
kota di Indonesia, salah satunya yaitu Yogyakarta.
Selain itu, dia bekerja di perusahaan konsultan di
Jakarta. Memberikan konsolidasi dan pelatihan-
pelatihan IPNU tentang kaderisasi menjadi bagian
dari aktivitasnya.
Profil:
Mas Fauz, Penggerak Pendidikan
untuk si Miskin
tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara yaitu tanggal 2 Mei
ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Nah, sekarang tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan, karena Ki Hajar Dewantara sudah
berjasa pada pendidikan Indonesia. Ayo sahabat Boerdjo kita harus bisa menjadi Ki Hajar Dewantara
masa depan yang mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Nanti hari
kelahiran kita diperingati sebagai rasa hormat, lho. Hehe. Ayo perjuangkan cita-cita kalian hingga titik
penghabisan.
Profil
Futihaturrahmah
Pimpinan Redaksi Buletin
BOERDJO
BOERDJO 11
Profil
Menurut pandangannya, PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta mengalami perkembangan yang
signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena berbeda dengan kabupaten lain, PC. IPNU IPPNU
Kota Yogyakarta mayoritas adalah pelajar pendatang. Dalam konteks kaderisasi, PC. IPNU IPPNU Kota
Yogyakarta berkembang sangat pesat. “Pada periode LAKMUD (Latihan Kader Muda), saya memiliki 50
kader dan sekarang mencapai 150 kader,” tegas Mas Faus.
Analisis pandangan masalah Pendidikan, dia menilai bahwa pendidikan saat ini memasuki masa
dimana proses pendidikan tumbuh pada masa modern. Menurutnya, pendidikan kembali kepada era 90-
an dimana Ujian Nasional menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Selain itu, pendidikan saat ini juga
berkembang cukup bagus karena masih mementingkan perkembangan karakter siswa. Akan tetapi,
Pendidikan Vokasi juga perlu ditanamkan di Indonesia yakni bukan hanya menciptakan pekerja tetapi juga
pengusaha. Munculnya Kurikulum 2013 tentang pendidikan karakter sangat dibutuhkan oleh pelajar di
Indonesia saat ini karena kurikulum ini mengkombinasikan pendidikan tradisional dan modern dengan
cara mengedepankan karakter siswa. Jadi, pelajar dituntut tidak hanya pintar dalam intelektual tetapi juga
kecerdasan emosional dan spiritual. Mas Faus sangat setuju dengan akan ditetapkannya kurikulum 2013
sebagai kurikulum baru pendidikan di Indonesia, “apalagi Menterinya orang NU,” celetuknya.
Perbedaan sistem pendidikan zaman dulu dan sekarang terlihat sangat signifikan. Dahulu, guru
mengajar dengan hati dan fikiran. Sekarang, guru mengajar dengan fikiran saja dimana hal terpenting
adalah silabus yang disajikan tersampaikan. Faktanya, daya serap siswa dalam berfikir berbeda-beda.
Maka dari itu, pendidikan di Indonesia semakin maju dan korupsi pun tak kalah maju. “Produk terbaik di
Indonesia adalah produk 60-an,” tambahnya.
Melihat keadaan ini mas Faus memberikan saran kepada PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta untuk
perkembangan kedepan:
Rekan-rekanita harus lebih fokus untuk kaderisasi, karena tujuan kaderisasi itu sendiri adalah
proses aktif selama masa bakti kepengurusan.
Memperkuat jaringan (networking)
Belajar dimana pun dan kapan pun guna memperluas Intelektual Kapital.
Social capital, bagaimana kita bergaul dan harus bisa fleksibel sesuai dengan ideologi
ASWAJA (Ahlussunnah Wal Jama’ah).
Dari hasil reportase di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan saat ini masih sangat perlu
ditingkatkan. Peningkatan pendidikan tersebut tidak lain adalah dengan kerjasama dan peran serta kader-
kader IPNU-IPPNU di Indonesia umumnya dan di Kota Yogyakarta khususnya. Semoga reportase
BOERDJO edisi ke-tiga ini bermanfaat bagi para pecinta setia BOERDJO dan sampai jumpa di edisi
selanjutnya. (Lina Sholihah)
12 | BOERDJO
Refleksi
T empo hari ini kita dikejutkan oleh aksi beberapa forum peduli bahasa daerah Indonesia
yang dengan gencarnya menolak kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan di dalam
rancangan kurikulum tersebut tidak ada kejelasan posisi bahasa daerah sebagai mata
pelajaran yang mandiri. Didalam rancangan kurikulum tersebut mata pelajaran bahasa daerah
diintregasikan dengan ilmu budaya bergabung dengan 3 sub mata pelajaran lainnya, yaitu seni tari, seni
musik, dan seni rupa.
Jelaslah pengintregasian mata pelajaran bahasa dengan ilmu budaya akan membatasi ruang gerak
pembelajaran bahasa daerah yang seharusnya sejajar dengan bahasa asing. Padahal untuk melestarikan
dan mempertahankan bahasa daerah agar tetap ada, salah satunya adalah melalui proses pembelajaran
dalam pendidikan.
Penelitian UNESCO dan National Geographic merinci bahwa setiap 14 hari ada satu bahasa ibu di
dunia yang punah. Penggabungan mata pelajaran bahasa daerah dengan ilmu budaya ini menunjukkan
ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga serta melestarikan kebhinekaan yang ada didalamnya.
Bahasa adalah ciri dan identitas suatu bangsa.
Ketimpangan terlihat disini antara kurikulum 2013 dengan UUD 1945 bahwa ketidaksingkronan
tampak jelas di dalamnya. UUD 1945 Bab XIII pasal 32, ayat 2 berbunyi bahwa “negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Bab XV Bendera Dan Bahasa UUD 1945
pasal 36 berbunyi bahwa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh
rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu
akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.
Bahasa daerah merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Adanya undang-
undang tersebut mengharuskan kita sebagai warga negara untuk mempertahankan bahasa daerah.
Kepunahan bahasa daerah bukan hanya sekedar hilangnya alat komunikasi lokal namun juga hilangnya
nilai-nilai budaya dan pengetahuan lokal yang terkandung dalam bahasa. Dengan bahasa daerah kita bisa
membaca warisan budaya asal daerah masing-masing sehingga jelas perlu optimalisasi penggunaan
bahasa daerah sebagai akar budaya di tengah arus deras globalisasi.
Lalu bagaimana kalau bahasa daerah tidak tercover secara eksplisit dalam kurikulum 2013 dan
malah diintregasikan dengan mata pelajaran ilmu budaya?
SOLUTIF ATAU DILEMATIS?
Wardatul Jannah
Kader PC. IPPNU Kota Yogyakarta
BOERDJO 13
Puisi
Sulit tidak ketika ku lihat…
Buih-buih kehidupan itu terbang di otakku
Kelam melintang diurai air
Berkobar kejam dalam langkah kaku
Okey…kini ku tahu bahwa Tuhan adil
Tuhan mengerti taliku bukan ikatan
Bahkan Tuhan tahu nindah itu dari-Nya
Sekarang lihat…
Ketika 2 uraian tali itu terikat
Bukan hal mudah tuk kupikat
Ketahuilah bahwa 2 itu
Bukan lambang
Bukan juga kumbang
Apalagi kau artikan tak berujung
Dua dalam kemasan rapi
Dua dalam kekuatan api
Kocak juga jika kau kocok
Kelapkan matamu
Lihat sekelilingmu yang indah
Bawa otak kananmu untuk berfikir
Pecahkan 2 tali itu dalam 1 kunci
Dalam hati kau berkata bahwa kau begitu bodoh
Namun ku bilang kau cerdas
Kau lugas dalam berpegang
Saktiku atau sakitku
Urfi Amrillah
Kader IPNU PC. Kota Yogyakarta
Seorang penjelajah di pedalaman Amazon tiba-
tiba saja dikepung sekelompok primitif yang
haus darah. "Oo... Tuhan, matilah aku,"
gumamnya.
Tiba-tiba dari langit di atasnya ada kilatan ca-
haya dan terdengar suara menggema:
"“Tidak anakku...ajalmu belum tiba. Ambillah
batu di dekat kakimu itu dan pukul kepala
pemimpin mereka yang tepat berdiri di depan-
mu."
Si penjelajah itu pun mengambil batu dan me-
nyerang pemimpin gerombolan itu, dan
memukulkan batu itu ke kepala si pemimpin
sekuat tenaga hingga ia mati seketika.
Dia berdiri di atas mayat si pemimpin. Seketi-
ka 100 orang primitif itu mengepungnya
dengan muka sangat marah karena melihat
pemimpinnya terbunuh.
Kilatan dari langit itu muncul lagi dengan
suara menggema: "Nah, sekarang baru ajalmu
tiba anakku...."
Ajal yang Tertunda
Humor
Fahri El-Idris
Pengurus Jaringan dan Pers
PC. IPNU Kota Yigyakarta
14 | BOERDJO
Kabar
Acara apel dalam rangka
memperingati harlah NU pada tanggal 15
Mei 2013 dilaksanakan di lapangan
stadion Mandala Krida. Acara tersebut
dimeriahkan oleh drum band beserta
paduan suara yang dibuka dengan
menyanyikan lagu mars Ma’arif dan mars
IPNU IPPNU, karena sebagian peserta
apel tersebut adalah pelajar dan guru-guru
dari Ma’arif. Semuanya terlihat begitu rapi
dengan berbaris lurus. Para pelajar
menggunakan seragam sekolah masing-
masing dan para peserta didik
menggunakan baju seragam berwarna
putih.
Seperti apa yang telah dikatakan oleh pembina upacara, bahwa beliau merasa bangga sekali
dengan melihat jejeran para guru-guru Ma’arif yang menggunakan seragam putih, merepresentasikan
hati mereka yang bersih dan kehidupan mereka yang bersahaja. Beliau menyampaikan hal tersebut
dengan nada bangga dan tertawa kecil hingga para peserta apel pun menjadi antusias menanggapi
sambutan dari pembina upacara tersebut. Beliau pun meneruskan dalam sambutannya bahwa seorang
guru itu telah memegang kunci dari pintu surga. Jadi seorang guru hanya membutuhkan cara bagaimana
bisa membuka pintu surga tersebut dengan kunci yang telah ia miliki, yakni ada tiga cara.
Pertama, kunci tersebut harus benar, artinya para guru harus terus mendalami berbagai ilmu
Apel Pelajar se-DIY
di Stadion Mandala Krida
BOERDJO 15
Kabar
yang ditekuninya hingga
tersampaikan pula pada
peserta didiknya. Kedua,
kunci tersebut tak dapat
jalan sendiri pada pintunya,
yang artinya para guru
supaya tetap ikhtiyar atau
berusaha dalam mendidik
anak-anak agar menjadi
seorang yang bermanfaat
bagi bangsa dan negara.
Ketiga, berbaik hatilah
kepada para calon penghuni
surga yang lain, karena jika
mereka tak menyukai Anda maka mereka tak akan
menerima Anda untuk masuk surga.
Sebelumnya, beliau juga menjelaskan
bahwa beliau sangat mengapresiasi pendidikan
agama pada jajaran sekolah SMP dan SMA atau
setingkatnya, yaitu ketika mendengar rencana untuk
menambah jam pelajaran. Contohnya, pada mata
pelajaran Agama Islam yang tadinya 2 jam maka
akan ditambah menjadi 4 jam. Beliau
menyampaikan bahwa terdapat opini yang kontra
dengan rencana ini, “pelajaran agama yang
berdurasi 2 jam saja sudah bisa melahirkan teroris-
teroris di Indonesia, bagaimana jadinya jika malah
ditambah menjadi 4 jam?“ Ini adalah anggapan
yang salah. Menurut beliau, kalau difikirkan baik-
baik, bahwa karena pelajaran agama yang 2 jam
itulah mereka belum memahami agama dengan
benar. Jam belajar mereka kurang, sehingga
pemahaman mereka tentang Islam belumlah
kaaffah (sempurna –red). Oleh karena itu, agar
mereka lebih memahami agama Islam secara benar
dan kaaffah, perlu adanya penambahan jam belajar
pada mata pelajaran agama Islam.
Semoga dengan harlah NU yang ke-90 ini dapat
dijadikan refleksi bagi kita untuk mewujudkan cita-
cita bangsa, yakni menjadi bangsa besar yang
berbudi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia.
Untuk para pelajar, semoga menjadi pemuda-
pemudi Indonesia yang bermanfaat dan berbakti
pada bangsa dan negara, sehingga lahirlah harapan
dari generasi NU kelak bisa memimpin Indonesia
untuk lebih maju dan lebih baik.
Futihaturrahmah
Pimpinan Redaksi Buletin
BOERDJO
16 | BOERDJO
Penanggung Jawab: Ketua PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta
Pimpinan Redaksi: Futihaturrahmah
Wakil pimpinan Red: Khoiruroziqin
Redaktur Pelaksana: Faiz Rafi | Lina Hidayatusholihah | Urfi Amrillah | Ulin
Reporter: Azza Mitrovina | Angga | Muyassaroh | Hermawan | Roihatul Firdaus
Editor: Nur Laely P. | M. Murtiza Shidqi
Layouter: @XaHaX | M. Ahyar
Keuangan: Muh. Fakhri | Feni
Sirkulasi: Saefuddin Ihya
Find Us:
http://pelajarnujogja.or.id
Twitter: @PelajarNUJogja
Fb Page: Pelajar NU Jogja
Tim Redaksi
Mars IPNU
Wahai Pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu
Bertekat bulat bersatu di bawah kibaran panji IPNU
Ayolah pelajar islam yg setia
Kebangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia
Tanah air yang kucinta
Dengan pedoman kita belajar
Berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa
Tuk kejayaan masa depan
Bersatu wahai pelagar islam jaya
Tunaikanlah kewajiban yang mulia
Ayo maju.....Pantang mundur.....
Dengan rahmat Tuhan kita perjuangkan
Ayo maju.....Pantang mundur.....Pasti tercapai adil
makmur.
Mars IPPNU
Sinarlah gelap terbitlah terang
Mentari timur sudah berjaya
Ayunkanlah langkah pukul genderang
S'gala rintangan mundur semua
Tiada laut sedalam iman
Tiada gunung setinggi cita
Sujud kepala kepada Tuhan
Tegak kepada lawan derita
Dimalam yang sepi dipagi yang terang
Hatiku teguh bagimu ikatan
Dimalam yang hening di hati menbakar
Hatiku penuh bagiku pertiwi
mekar seribu bunga di taman
mekar cintaku pada ikatan
ilmu ku cari amal kuberi
untuk agama bangsa negeri
Mars