bulletin boerdjo edisi #3

16
Seluruh tulisan dan foto dalam bulen ini dilisensikan dalam bendera Creave Common (CC). Siapapun bisa mengup, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebut- kan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepenngan komersil. Headline Melihat Lebih Jeli “Drama” Ujian Nasional 3 Menghidupkan Nilai Rahmah Melalaui Pendidikan 5 Opini Kurikulum 2013 : Upaya Membentuk Karakter Bangsa 6 Liputan Pesantren Mengintip Rutinitas Santri Putri PP. Nurul Ummah 7 Liputan Pelajar MAN II Yogyakarta 8 Tahukah Anda? Bulan Mei Penuh Sejarah Pendidikan 9 Profil Mas Fauz, Penggerak Pendidikan untuk si Miskin 10 Refleksi Solutif Atau Dilematis? 12 Puisi Saktiku atau Sakitku 13 Humor Ajal yang Tertunda 13 Kabar Apel Pelajar se - DIY di Stadion Mandala Krida 14 Edisi #3 April-Mei 2013 Diterbitkan Oleh: PC IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta

Upload: pelajar-nu-jogja

Post on 05-Mar-2016

244 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta

TRANSCRIPT

Page 1: Bulletin Boerdjo edisi #3

Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common (CC). Siapapun

bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebut-

kan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Headline Melihat Lebih Jeli “Drama” Ujian Nasional — 3

Menghidupkan Nilai Rahmah Melalaui Pendidikan — 5

Opini Kurikulum 2013 : Upaya Membentuk Karakter Bangsa — 6

Liputan Pesantren Mengintip Rutinitas Santri Putri PP. Nurul Ummah — 7

Liputan Pelajar MAN II Yogyakarta — 8

Tahukah Anda? Bulan Mei Penuh Sejarah Pendidikan — 9

Profil Mas Fauz, Penggerak Pendidikan untuk si Miskin — 10

Refleksi Solutif Atau Dilematis? — 12

Puisi Saktiku atau Sakitku — 13

Humor Ajal yang Tertunda — 13

Kabar Apel Pelajar se-DIY di Stadion Mandala Krida — 14

Edisi #3

April-Mei

2013

Diterbitkan Oleh:

PC IPNU-IPPNU Kota

Yogyakarta

Page 2: Bulletin Boerdjo edisi #3

2 | BOERDJO

Assalamu’alaikum. wr. wb.

Salam Belajar, Berjuang, dan Bertaqwa.

M emperingati hari pendidikan nasional atau nama kerennya adalah HARDIKNAS, tentu

tidak lepas dari peran para pahlawan. Kita mengenal Ki Hajar Dewantoro sebagai

bapak pendidikan nasional. Hardiknas pun diperingati setiap tanggal 2 Mei, sesuai

dengan hari kelahiran beliau agar kita senantiasa mengenang, mengingat, meneladani dan mewarisi

pelajaran berharga dari Ki Hadjar Dewantara.

Pendidikan tidak hanya tentang belajar di kelas, guru mengajar, lantas murid sebagai pendengar

setia. Secara informal, pendidikan bisa dijangkau dengan berbagai cara, misalnya ; banyak membaca

buku, selancar di internet, sowan ke perpustakaan, mendengar cerita dari orang tua kita, dsb. Sedangkan

secara formal, pendidikan adalah seperti yang kita lihat sehari-hari. Yaitu pendidikan itu sendiri memiliki

sistem pengajaran, kurikulum, aturan-aturan yang dipatuhi, dan ruang tertentu untuk belajar.

Pendidikan itu penting karena menjadi salah satu sarana kita untuk menggapai cita-cita. Tolak ukur

perkembangan pendidikan di Indonesia selama ini dilihat dari Ujian Nasional (UN) yang diadakan tiap

tahun. Adapun pelaksanaan UN pada tahun 2013 ini begitu carut marut karena pendistribusian soal yang

tidak tepat waktu. Akibatnya, muncul banyak seruan agar UN ini tidak lagi diteruskan. Meski begitu, kita

sebagai pelajar tidak boleh surut dalam belajar hanya karena ketidak-konsistenan sebuah sistem. Tetap

berkaryalah sebagaimana mestinya. Jangan sampai keadaan ini menyurutkan semangat kawan-kawan

untuk belajar dan berprestasi.

Pada edisi ke-3 ini, redaksi Boerdjo menyajikan tulisan berkenaan dengan perayaan HARDIKNAS.

Pada rubrik opini bertajuk Melihat Lebih Jeli “Drama” Ujian Nasional, terdapat ulasan menarik tentang

penyelenggaraan UN bak sebuah drama menurut kacamata penulis. Kami juga menghadirkan artikel

berjudul Menghidupkan Nilai Rahmah Melalui Pendidikan, yang diharapkan bisa membuka perspektif kita

agar tidak meninggalkan konsep ‘kasih-sayang’, bahkan dalam pendidikan sekalipun. Juga terdapat

berita tentang serunya siswa-siswi MAN 2 Yogyakarta dalam rangka mengisi waktu seusai UN. Dan

masih banyak lagi tulisan-tulisan yang kami sajikan untuk penikmat Boerdjo.

Sebelum mengakhiri cuap-cuap redaksi, mari kita ingat semboyan Ki Hadjar Dewantara

“Ing ngarso sung tuladha. ng madya mangun karsa.Tut wuri handayani”

Semoga menginspirasi dan bagilah pengetahuan (ballighu ‘anni walau ayah) بلغوا عنى ولو آية

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Page 3: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 3

Headline

Oleh: Benny Afwadzi *

S aya rasa, tidak akan ditemukan

seorang pun yang menafikan sakralitas

Ujian Nasional (UN), terutama bagi

pelajar yang masih bergelut dalam dunia pendidikan.

Bagaimana tidak, keberhasilan proses belajar selama

tiga tahun ternyata hanya ditentukan oleh beberapa

hari pelaksanaan Ujian Nasional. Apabila sukses

dalam ujian ini, maka institusi pendidikan yang lebih

tinggi pun sudah menanti untuk dimasuki. Namun, jika

ternyata gagal, tentunya rasa malu dan keharusan

mengulang lagi akan menyeruak dalam pikiran orang

tersebut.

Urgensitas UN ini lantas menjadikannya sangat

rentan dengan praktik-praktik menyimpang. Meskipun

doa atau shalat dhuha bersama sebelum menghadapi

UN lazim dilaksanakan oleh sekolah-sekolah tertentu,

tetapi sepertinya hal itu belum bisa menghilangkan

“akting-akting” yang banyak diperagakan dalam UN.

Adanya berbagai fenomena yang bukan merupakan

realitas adanya sebagai implikasi dari “akting-akting”

dalam ujian ini membuat saya berhipotesis bahwa

eksistensi UN laksana seperti sebuah drama dalam

pertunjukkan panggung hiburan saja. Karena menurut

hemat saya, UN dengan tidak menyatakan

keseluruhan tak ubahnya sebuah panggung drama

yang dipentaskan oleh sekolah-sekolah di Indonesia.

Pemerintah, yang dalam konteks ini adalah Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai

penyelenggara hanyalah seperti penonton panggung

drama yang dipentaskan oleh sekolah. Mereka

menyediakan sejumlah dana yang diumpamakan

sebagai tiket masuk agar drama UN bisa

terselenggara. Namun hasilnya hanya cerita fiktif saja

yang ada. Sedangkan dari pihak sekolah sebagai aktor

utama pun berusaha semaksimal mungkin

menampilkan pertunjukkan yang meyakinkan

penonton drama. Sehingga tak jarang, banyak

penonton hanyut dalam alur cerita yang diciptakan.

Drama UN oleh sekolah ditampilkan dengan

sebaik-baiknya. Meja tertata rapi lengkap dengan

nomor ujian yang melekat, kursi yang setia

mendampingi meja, pengawas yang lalu lalang

memantau kondisi ujian, dan lain sebagainya. Hal ini

menimbulkan kesan cerita ini sangat faktual dan

sesuai dengan realitas sebenarnya. Padahal

sebenarnya tidaklah demikian, banyak cerita-cerita di

dalamnya sebenarnya dibumbui dengan

ketidakwajaran yang terkadang malah disengaja.

Contoh yang paling mendasar, misalnya perintah

mencontek teman supaya nilai bagus dan bisa lulus

UN. Selain itu juga, terkadang ada guru yang

mengerjakan soal pada saat ujian berlangsung

kemudian dibagikan pada siswa di luar kelas. Tak

cukup dengan itu saja, ketidakwajaran juga banyak

dipraktikkan langsung oleh siswa-siswi sebagai

pemeran utama. Tersebarnya jawaban lewat hape

maupun kunci jawaban yang dibawa oleh peserta

ujian, pembelian kunci jawaban dari kelompok tertentu,

dan lain sebagainya menjadi praktik-praktik

menyimpang dalam ujian ini. Fenomena semacam ini

harusnya menjadi refleksi dan bahan renungan bagi

masyarakat kita yang pastinya menginginkan

kemajuan bagi bangsanya adalah sebuah kesia-siaan

belaka, Ujian Nasional yang menghabiskan dana

milyaran rupiah harus berakhir tanpa munculnya hasil

sebagaimana yang diharapkan.

http://ciricara.com

Page 4: Bulletin Boerdjo edisi #3

4 | BOERDJO

Pemerintah kota terkadang juga ikut “mensukseskan” drama yang dipentaskan tiap tahun ini. Misalnya

saja Kepdiknas kota Malang sebagaimana yang dilansir dalam diskusi ilmiah tentang ujian nasional di

Groningen Belanda tahun 2006. Melalui kepala sub rayon Kepdiknas kota Malang memerintahkan langsung

untuk sedikit “mengotak-atik” drama ini. Guru-guru yang tidak loyal pun diintimidasi dan dikucilkan.

Sebenarnya untuk lebih menekankan sisi faktualitasnya, pemerintah pada tahun 2013 mengeluarkan

kebijakan yang cukup spektakuler dengan adanya dua puluh jenis soal dalam satu ruangan. Namun, kebijakan

seperti ini tidaklah dapat memusnahkan pementasan drama UN jika belum ada kesadaran dalam diri aktor

utama. Akting-akting tertentu akan selalu muncul apabila tidak dibarengi dengan perbaikan positif secara

internal, baik dalam lingkup individual maupun institusional.

Itulah analogi sederhana yang penulis buat pada UN dengan drama pertunjukkan yang lazimnya

dipentaskan di panggung-panggung hiburan. Tentu saja, analogi tersebut masih bisa diperdebatkan dan

mungkin cukup kontroversial. Tetapi yang jelas refleksi drama UN yang telah dibahas sebelumnya didapatkan

penulis dari realitas yang berkembang dari tahun ke tahun dalam penyelenggaraan UN di Indonesia. Meskipun

secara subtansial keduanya berbeda, tetapi terdapat beberapa benang merah yang dapat ditarik apabila

dipahami secara cermat.

Ironis memang, jika melihat kualitas pendidikan di Indonesia kita sebagai warganya pantas mengelus-

elus dada. Bagaimana tidak, kualitas pendidikan kita masih jauh dibawah standar. Menurut survei Political and

Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara

di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia

(2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang

disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai

follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Memang sangat tragis, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya seharusnya mampu

bersaing dengan negara-negara lainnya. Dengan sedikit polesan ilmu pengetahuan kiranya akan mampu

berjejer satu garis dengan negara maju, semisal Jepang yang sebenarnya dari segi SDA-nya jauh di bawah

Indonesia. Menjadi kewajiban bersama secara keseluruhan, bukan hanya pemerintah untuk mengatasi

problem tersebut.

Pada tahun 2013 ini, pemerintah yang bertugas membawahi program ini pun sepertinya tidak

sepenuhnya mencurahkan perhatiannya. Terbukti dengan semrawutnya pelaksanaan Ujian Nasional SMA

pada tahun ini. Adanya keterlambatan pendistribusian soal dan lembar jawaban menjadi alasan utama yang

digadang-gadang. Hal ini pun berimbas pada terlambatnya pelaksanaan UN di 11 propinsi. Antara pihak

pemerintah dan percetakan hanya dapat saling menyalahkan satu dengan lainnya.

Sebagai warga negara, kita hanya bisa berharap semoga kesalahan seperti ini tidak terulang lagi di

masa mendatang. Pada saat Ujian Nasional yang sejak dulu dilanda berbagai macam problem, ternyata dari

pemerintah malah muncul problem yang baru. Teringat perkataan Bung Karno “JAS MERAH”, jangan sekali-

kali meninggalkan sejarah. Peristiwa yang terjadi sekarang akan menjadi sejarah pada masa setelahnya. Oleh

sebab itu, kesalahan-kesalahan yang kini terjadi harus menjadi refleksi penting pada perbaikan-perbaikan di

waktu mendatang. Benny Afwadi

Mahasiswa Pasca Sarjana

UIN Sunan Kalijaga

Headline

Page 5: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 5

Oleh: Bapak Dr. Mahmud Arif *

S elama ini, muncul tuduhan dari

sebagaian kalangan di barat bahwa

islam adalah agama anti HAM dan

sarang teroris. Alasannya, Islam (baca : penganut

Islam) membenarkan tindak kekerasan atas nama

agama, baik yang telah dianggap berfaham sesat dan

menyimpang. Menganut sebuah agama pada

dasarnya adalah hak asasi setiap orang, sehingga tidak

dibenarkan siapapun melakukan campur tangan atau

pemaksaan kehendak masalah ini. Dengan tegas Al-

Qur’an menyatakan “tidak ada paksaan untuk

(memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas

jalan yang benar daripada jalan yang salah” (QS. Al-

Baqarah (2) : 256). Namun, ajaran dasar al-Qur’an ini

agaknya masih dilaksanakan setengah hati oleh umat

Islam. Buktinya, mereka belum rela apabila umat Islam

menganut faham yang dinilai sesat, mereka pun

bertindak “atas nama Tuhan” untuk memaksa umat

Islam tadi segera kembali ke jalan yang benar, dan jika

tidak mau, maka mereka akan memilih tindakan

kekerasan. Tak jarang, dakwah atau upaya amar

ma’ruf nahi mungkar dilumuri oleh darah dan dibasahi

derai air mata pihak-pihak yang menjadi korban tindak

kekerasan. Ditambah lagi, pendidikan (Islam) pun

seakan kurang tanggap karena disibukkan dengan

upaya keras mempersiapkan peserta didik menghadapi

UN.

Atas dasar itu mungkin saja telinga merah

mendengar tuduhan tersebut, namun bagaimana pun

kita tidak bisa begitu saja menyalahkannya. Lebih-lebih

tuduhan tadi seolah kian memperkuat dengan

maraknya aksi teror dan tindakan anarkhis “bernuansa

agama” yang berlangsung di berbagai daerah

belakangan ini, semisal : Ambon, Poso, Cikeusik,

Madura, Lampung, dan Lombok NTB. Tuduhan tersebut

seakan memperoleh penguat. Sekelompok umat Islam

melakukan penyerangan dan pembakaran harta benda,

rumah, dan tempat ibadah kelompok umat Islam yang

lain. Salah satu pemicunya yaitu kelompok umat Islam

yang diserang dianggap telah mengikuti faham

keagamaan yang menyimpang, sehingga perlu

diluruskan secara paksa, diadili, dan dihakimi. Tentu

saja kenyataan ini menarik kesadaran kita, jika

demikian benarkah keberagaman kita sudah sejalan

dengan ajaran Islam yang berlandaskan pada prinsip

takhfif wa rahmah (memberi keringanan, kemudahan,

dan kasih sayang). Benarkah memprovokasi umat

untuk mengutuk penganut akidah “sesat” melalui

mimbar adalah dakwah dan pola edukasi yang sudah

sejalan dengan prinsip tersebut?

Menurut Prof. Sa’id Al-‘Asymawi (2004:29-30),

syari’at islam adalah syari’at al-rahmah, karena itu

gagasan penerapan syariat yang harusnya dipahami

sebagai penerapan nilai rahmah (kasih sayang) dalam

kehidupan. Terkait dengan hal ini, pendidikan memiliki

peran penting dalam mengiternalisasikan nilai tersebut

pada peserta didik agar kelak tumbuh menjadi generasi

yang “berhati”. Menggejalanya kasus tawuran antar

pelajar, bentrokan antar supporter klub sepak bola, dan

geng motor yang beranggotakan para ABG menjadi

bukti jelas betapa tersisihnya nilai tersebut dari

kesadaran dan perilaku generasi muda kita. Euforia

kegembiraan berlebihan dalam merayakan kelulusan

dengan mencoret baju seragam dan konvoi di jalanan

sehingga mengganggu kepentingan publik, juga

menjadi bukti bahwa nilai tersebut yang seharusnya

mereka bersedia bergembira dengan menggalang

kebersamaan untuk melakukan berbagai kegiatan

positif, seperti menyumbangkan baju seragam dan

menyelenggarakan baksos. Membumikan nilai-nilai

rahmah dalam kehidupan adalah cara yang benar

dalam penerapan syariat Islam dan memberdayakan

pendidikan agar mampu menyamai nilai-nilai tersebut

dalam jiwa peserta didik adalah cara jitunya. Mulia,

bukan? Itulah tuntunan

Islam sebenarnya .

Dr. Mahmud Arif

Dosen fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Sunan Kalijaga

Headline

Page 6: Bulletin Boerdjo edisi #3

6 | BOERDJO

Opini

Kurikulum 2013 : Upaya Membentuk Karakter Bangsa

Oleh: M. Choirur Roziqin*

M enurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kurikulum adalah

perangkat mata pelajaran dan

program pendidikan yang diberikan oleh suatu

lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi

rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada

peserta pelajaran dalam satu periode jenjang

pendidikan. Kurikulum di Indonesia mengalami

banyak pergantian. Pergantian kurikulum terjadi

beberapa kali. Tercatat bahwa pada tahun 1947

diresmikan Rencana Pelajaran, yang kemudian

menjadi Rencana Pelajaran Terurai (1952), lalu

diganti sebagai Rencana Pendidikan (1964), dan

diganti lagi Kurikulum 1968. Selanjutnya mengalami

pergantian pada tahun 1973, 1975, 1984, 1994,

1997, 2004, 2006, dan sekarang kurikulum 2013.

Dalam kurikulum 2013 ini lebih menekankan

pada lulusan yang memiliki karakter. Adapun

karakter yang dimaksud berjumlah 18

karakter. Adapun 18 karakter bangsa, yakni religius,

jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, tanggung-jawab.

Pada kurikulum 2013 akan diberlakukan

penambahan jam pelajaran. Hal ini dapat

dijadikan sebagai pencegahan anak

berbuat menyimpang. Guru akan lebih

leluasa untuk melakukan proses

pembelajaran dengan siswa. Disamping itu,

guru dituntut untuk mampu

mengembangkan pengelolaan kelas dan

bentuk-bentuk pembelajaran yang

menyenangkan, sehingga siswa merasa

betah dan gembira dalam belajarnya.

Pro dan kontra menjadi hal yang wajar

dengan diberlakukanya kurikulum baru. Pihak yang

pro berpendapat bahwa masa sekarang tidak sama

lagi dengan masa dulu sehingga kurikulum yang

telah diberlakukan sudah tidak dapat digunakan

lagi. Sedangkan pihak yang kontra berpendapat

bahwa kurikulum yang diganti akan sulit untuk

diterapkan.

Menurut saya, kurikulum memang harus

berganti menyesuaikan kebutuhan zaman sekarang

sebab pola pikir peserta didik sangat jauh berbeda.

Hari ini yang dibutuhkan adalah peserta didik yang

berkarakter dan kurikulum 2013 menjawab

kebutuhan tersebut. Semua elemen, termasuk

pemerintah, guru dan peserta didik berkewajiban

untuk mensukseskan gagasan baru ini agar

Indonesia lebih maju.

M. Choirur Roziqin

Koordinator LPTI (Lembaga

Pengembangan Teknologi Infor-

masi) PC. IPNU Kota Yogyakarta

Page 7: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 7

Liputan Pesantren

MENGINTIP RUTINITAS

SANTRI PUTRI PP. NURUL UMMAH Salam sahabat Boerdjo!

Suasana di Kota Santri asyik senangkan hati, tiap pagi dan sore hari muda mudi berbusana rapi

menyandang kitab suci, hilir mudik silih berganti pulang pergi mengaji, mengaji ilmu agama bermanfaat di

Dunia. Duhai Ayah-Ibu berikanlah izin daku untuk menuntut ilmu pergi ke rumah Guru.

P ondok pesantren Nurul Ummah, yang didirikan oleh KH. Marzuqi Romli terletak di daerah

Kotagede, Yogyakarta.

Tidak lepas dari aktivitas Santri pada umumnya, Pondok Pesantren Nurul Ummah

mempunyai segudang kegiatan wajib yang diikuti oleh semua Santri Nurul Ummah, khususnya Santri Putri.

Sahabat Boerdjo, yuk kita intip sejuta rutinitas Santri Putri Ponpes Nurul Ummah.

Ponpes Putri ini mempunyai tiga komplek. Harian santri yang menjadi rutinitas sehari-hari di mulai

dengan aktivitas ketika santri terbangun dari tidur lelapnya. Pukul 04.00 WIB adalah waktu sholat tahajud,

dan dilanjutkan pada sholat jama’ah subuh. Pukul 06.30 adalah kajian kitab. Bagi mahasiswa diwajibkan

sorogan (setoran) dengan Ibu Nyai, sedangkan bagi santri pelajar, dijadwalkan sorogan pada sore hari.

Pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB kegiatan di luar pondok, sesuai dengan kesibukan

menjadi Pelajar atau Mahasiswa. Pukul 18.00 WIB, waktunya makan bersama dan setelah itu sholat magrib

berjama’ah dilanjutkan diniyah pukul 19.00- 20.00 WIB dan shalat isya berjama’ah. Rutinitas harian santri

diakhiri pukul 21.00 WIB-21.30 WIB yaitu kajian untuk komplek mahasiswa. Pukul 21.30 WIB pembebasan

waktu untuk santri, yang mau belajar, ada yang istirahat karena rutinitasnya. Di Pondok Nurul Ummah juga

terdapat kegiatan mingguan, diantaranya ro’an (kerja bakti –red) dan khitobah. Itulah seabrek kegiatan

rutinitas pondok pesantren Nurul Ummah.

Silakan berkunjung ke lokasi bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Ponpes Nurul Ummah,

salam Santri untuk pembaca Boerdjo! (Azza)

http://koran.seveners.com

Page 8: Bulletin Boerdjo edisi #3

8 | BOERDJO

U jian Nasional

sudah selesai,

tetapi aktivitas

kesiswaan tetap berjalan.

Contohnya Madrasah ‘Aliyah

dekat parkiran ngabean (MAN

Yogyakarta II) ini. Meskipun

siswa/siswi kelas 3 sudah akan

lepas dari sekolah, namun

mereka tetap datang ke

sekolah. Biarpun tidak serutin

dan setepat dahulu, akan tetapi

mereka tetap antusias untuk

datang ke sekolah.

Kegiatan siswa/i

kelas 1 dan 2 belakangan ini tidak lagi sebanyak Semester 1. Karena setelah UN mereka akan

menghadapi ujian kenaikan kelas. Maka kegiatan siswa/i MAN 2 khususnya untuk kegiatan ekstra

kulikuler hanya pertemuan dan sharing antara adik kelas dengan senior mereka (kelas 3). Guru-guru

pembimbing kegiatan ekstra pun juga sudah tidak bisa sepenuhnya untuk bertemu dengan anak didiknya

di kegiatan ekstra. Sebab, mereka juga harus mempersiapkan diri demi anak didik mereka di Ujian

Semester II mendatang.

Biarpun demikian, adik-adik kelas 1 dan 2 bisa lebih semangat bersekolah karena dapat

sharing dengan kakak kelas mereka dan bisa tukar pengalaman dengan mereka. Ditambah dengan

alumnus-alumnus angkatan lama yang datang, menambah wawasan sejarah mereka semakin luas

khususnya tentang sekolah mereka sendiri.

Tetapi anehnya disini adalah mereka yang akan lulus ini hampir semuanya sering datang ke

perpustakaan setiap hari. “Tidak tahu apa karena kesadaran membaca mereka semakin meningkat, atau

tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukan, atau karena cari sangu? Hehe,” ujar Kak Amsori, Ketua

pengurus Perpustakaan MAN Yogyakarta II.

Meskipun begitu, rasa ukhuwah (persaudaraan –red) mereka tetap berjalan. Ini perlu disyukuri

dan diharapkan agar mereka tidak melupakan sejarah ketika mereka bersekolah.

Wallahu A‘lam.

Liptan Pelajar

Liputan:

MAN II Yogyakarta

Faiz Rafi AB

Redaktur Pelaksana Buletin

BOERDJO

Page 9: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 9

Tahukah Anda?

Bulan Mei

Penuh Sejarah Pendidikan

Salam pendidikan untuk sahabat Boerdjo

S ebelum kita membahas tentang sejarah yang

ada di bulan mei yaitu pendidikan, kita sharing

sebentar yuk!

Sebenarnya kata “Pendidikan”, itu berasal darimana,

sih, sahabat Boerdjo?

Coba kita jabarkan, ya. Kata Pendidikan itu dalam

bahasa Yunani berasal dari kata padegogik, yaitu ilmu

menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai

educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan

merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di

dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung

yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan

kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau

potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti

panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah

kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik),

yaitu :memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Sekarang yuk kita mengintip sejarah dibalik tanggal 2 mei yang terkenal dengan hari pendidikan.

Pendidikan di Indonesia maju dengan adanya jasa anak bangsa Ki Hajar Dewantara. Beliau lahir di

Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari

keluarga Kraton Yogyakarta. Saat usianya genap 40 tahun beliau berganti nama menjadi Ki Hadjar

Dewantara. Hal ini bertujuan agar beliau bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh

embel-embel keningratan dan darah biru kehidupan keraton.

Di usia mudanya, beliau bekerja sebagai seorang wartawan. Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam

organisasi sosial dan politik. Singkat cerita, pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara berhasil

mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut

Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga

Indonesia merdeka.

Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran

Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Beliau juga mendapat gelar doktor kehormatan

(Doctor Honoriscausa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.

Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan

sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305

Page 10: Bulletin Boerdjo edisi #3

10 | BOERDJO

Tahukah Anda?

A bdur Rahman Fauzi yang biasa

disapa Mas Faus ini adalah salah

satu alumni PC. IPNU (Ikatan

Pelajar Nahdlatul Ulama) Kota Yogyakarta masa

bakti 2002-2004. Dia lahir di kota Blitar, 02 Mei

1984. Setelah menikah, dia menetap di Jl. Johar

Baru 05, Jakarta Pusat. Setelah lulus dari S1 Ilmu

Sejarah di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta),

dia melanjutkan studi masternya di UNJ (Universitas

Negri Jakarta) prodi Manajemen Pendidikan.

Selama belajar di Yogyakarta, dia juga sembari

nyantri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek

Pusat, Krapyak. Dalam sepak terjangnya

berorganisasi, dia pernah menjabat sebagai

Koordinator Pers dan Jaringan IPNU Kota

Yogyakarta 2002-2004, Koordinator Pers dan

Jaringan Pimpinan Wilayah IPNU Kota Yogyakarta

2004-2006, dan Ketua I PW (Pimpinan Wilayah)

IPNU DIY 2007-2009. Untuk aktivitas yang

sekarang masih digeluti yaitu menjadi Koordinator

Nasional BPUN (Bimbingan Pasca Ujian Nasional).

Organisasi ini berfokus pada pendampingan siswa

miskin yang akan melanjutkan studi ke Perguruan

Tinggi Negeri. Dalam hal ini, BPUN bekerjasama

dengan Mata Air dan ANSHOR yang tersebar di 60

kota di Indonesia, salah satunya yaitu Yogyakarta.

Selain itu, dia bekerja di perusahaan konsultan di

Jakarta. Memberikan konsolidasi dan pelatihan-

pelatihan IPNU tentang kaderisasi menjadi bagian

dari aktivitasnya.

Profil:

Mas Fauz, Penggerak Pendidikan

untuk si Miskin

tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantara yaitu tanggal 2 Mei

ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Nah, sekarang tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan, karena Ki Hajar Dewantara sudah

berjasa pada pendidikan Indonesia. Ayo sahabat Boerdjo kita harus bisa menjadi Ki Hajar Dewantara

masa depan yang mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Nanti hari

kelahiran kita diperingati sebagai rasa hormat, lho. Hehe. Ayo perjuangkan cita-cita kalian hingga titik

penghabisan.

Profil

Futihaturrahmah

Pimpinan Redaksi Buletin

BOERDJO

Page 11: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 11

Profil

Menurut pandangannya, PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta mengalami perkembangan yang

signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karena berbeda dengan kabupaten lain, PC. IPNU IPPNU

Kota Yogyakarta mayoritas adalah pelajar pendatang. Dalam konteks kaderisasi, PC. IPNU IPPNU Kota

Yogyakarta berkembang sangat pesat. “Pada periode LAKMUD (Latihan Kader Muda), saya memiliki 50

kader dan sekarang mencapai 150 kader,” tegas Mas Faus.

Analisis pandangan masalah Pendidikan, dia menilai bahwa pendidikan saat ini memasuki masa

dimana proses pendidikan tumbuh pada masa modern. Menurutnya, pendidikan kembali kepada era 90-

an dimana Ujian Nasional menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Selain itu, pendidikan saat ini juga

berkembang cukup bagus karena masih mementingkan perkembangan karakter siswa. Akan tetapi,

Pendidikan Vokasi juga perlu ditanamkan di Indonesia yakni bukan hanya menciptakan pekerja tetapi juga

pengusaha. Munculnya Kurikulum 2013 tentang pendidikan karakter sangat dibutuhkan oleh pelajar di

Indonesia saat ini karena kurikulum ini mengkombinasikan pendidikan tradisional dan modern dengan

cara mengedepankan karakter siswa. Jadi, pelajar dituntut tidak hanya pintar dalam intelektual tetapi juga

kecerdasan emosional dan spiritual. Mas Faus sangat setuju dengan akan ditetapkannya kurikulum 2013

sebagai kurikulum baru pendidikan di Indonesia, “apalagi Menterinya orang NU,” celetuknya.

Perbedaan sistem pendidikan zaman dulu dan sekarang terlihat sangat signifikan. Dahulu, guru

mengajar dengan hati dan fikiran. Sekarang, guru mengajar dengan fikiran saja dimana hal terpenting

adalah silabus yang disajikan tersampaikan. Faktanya, daya serap siswa dalam berfikir berbeda-beda.

Maka dari itu, pendidikan di Indonesia semakin maju dan korupsi pun tak kalah maju. “Produk terbaik di

Indonesia adalah produk 60-an,” tambahnya.

Melihat keadaan ini mas Faus memberikan saran kepada PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta untuk

perkembangan kedepan:

Rekan-rekanita harus lebih fokus untuk kaderisasi, karena tujuan kaderisasi itu sendiri adalah

proses aktif selama masa bakti kepengurusan.

Memperkuat jaringan (networking)

Belajar dimana pun dan kapan pun guna memperluas Intelektual Kapital.

Social capital, bagaimana kita bergaul dan harus bisa fleksibel sesuai dengan ideologi

ASWAJA (Ahlussunnah Wal Jama’ah).

Dari hasil reportase di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa pendidikan saat ini masih sangat perlu

ditingkatkan. Peningkatan pendidikan tersebut tidak lain adalah dengan kerjasama dan peran serta kader-

kader IPNU-IPPNU di Indonesia umumnya dan di Kota Yogyakarta khususnya. Semoga reportase

BOERDJO edisi ke-tiga ini bermanfaat bagi para pecinta setia BOERDJO dan sampai jumpa di edisi

selanjutnya. (Lina Sholihah)

Page 12: Bulletin Boerdjo edisi #3

12 | BOERDJO

Refleksi

T empo hari ini kita dikejutkan oleh aksi beberapa forum peduli bahasa daerah Indonesia

yang dengan gencarnya menolak kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan di dalam

rancangan kurikulum tersebut tidak ada kejelasan posisi bahasa daerah sebagai mata

pelajaran yang mandiri. Didalam rancangan kurikulum tersebut mata pelajaran bahasa daerah

diintregasikan dengan ilmu budaya bergabung dengan 3 sub mata pelajaran lainnya, yaitu seni tari, seni

musik, dan seni rupa.

Jelaslah pengintregasian mata pelajaran bahasa dengan ilmu budaya akan membatasi ruang gerak

pembelajaran bahasa daerah yang seharusnya sejajar dengan bahasa asing. Padahal untuk melestarikan

dan mempertahankan bahasa daerah agar tetap ada, salah satunya adalah melalui proses pembelajaran

dalam pendidikan.

Penelitian UNESCO dan National Geographic merinci bahwa setiap 14 hari ada satu bahasa ibu di

dunia yang punah. Penggabungan mata pelajaran bahasa daerah dengan ilmu budaya ini menunjukkan

ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga serta melestarikan kebhinekaan yang ada didalamnya.

Bahasa adalah ciri dan identitas suatu bangsa.

Ketimpangan terlihat disini antara kurikulum 2013 dengan UUD 1945 bahwa ketidaksingkronan

tampak jelas di dalamnya. UUD 1945 Bab XIII pasal 32, ayat 2 berbunyi bahwa “negara menghormati dan

memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Bab XV Bendera Dan Bahasa UUD 1945

pasal 36 berbunyi bahwa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh

rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu

akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.

Bahasa daerah merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Adanya undang-

undang tersebut mengharuskan kita sebagai warga negara untuk mempertahankan bahasa daerah.

Kepunahan bahasa daerah bukan hanya sekedar hilangnya alat komunikasi lokal namun juga hilangnya

nilai-nilai budaya dan pengetahuan lokal yang terkandung dalam bahasa. Dengan bahasa daerah kita bisa

membaca warisan budaya asal daerah masing-masing sehingga jelas perlu optimalisasi penggunaan

bahasa daerah sebagai akar budaya di tengah arus deras globalisasi.

Lalu bagaimana kalau bahasa daerah tidak tercover secara eksplisit dalam kurikulum 2013 dan

malah diintregasikan dengan mata pelajaran ilmu budaya?

SOLUTIF ATAU DILEMATIS?

Wardatul Jannah

Kader PC. IPPNU Kota Yogyakarta

Page 13: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 13

Puisi

Sulit tidak ketika ku lihat…

Buih-buih kehidupan itu terbang di otakku

Kelam melintang diurai air

Berkobar kejam dalam langkah kaku

Okey…kini ku tahu bahwa Tuhan adil

Tuhan mengerti taliku bukan ikatan

Bahkan Tuhan tahu nindah itu dari-Nya

Sekarang lihat…

Ketika 2 uraian tali itu terikat

Bukan hal mudah tuk kupikat

Ketahuilah bahwa 2 itu

Bukan lambang

Bukan juga kumbang

Apalagi kau artikan tak berujung

Dua dalam kemasan rapi

Dua dalam kekuatan api

Kocak juga jika kau kocok

Kelapkan matamu

Lihat sekelilingmu yang indah

Bawa otak kananmu untuk berfikir

Pecahkan 2 tali itu dalam 1 kunci

Dalam hati kau berkata bahwa kau begitu bodoh

Namun ku bilang kau cerdas

Kau lugas dalam berpegang

Saktiku atau sakitku

Urfi Amrillah

Kader IPNU PC. Kota Yogyakarta

Seorang penjelajah di pedalaman Amazon tiba-

tiba saja dikepung sekelompok primitif yang

haus darah. "Oo... Tuhan, matilah aku,"

gumamnya.

Tiba-tiba dari langit di atasnya ada kilatan ca-

haya dan terdengar suara menggema:

"“Tidak anakku...ajalmu belum tiba. Ambillah

batu di dekat kakimu itu dan pukul kepala

pemimpin mereka yang tepat berdiri di depan-

mu."

Si penjelajah itu pun mengambil batu dan me-

nyerang pemimpin gerombolan itu, dan

memukulkan batu itu ke kepala si pemimpin

sekuat tenaga hingga ia mati seketika.

Dia berdiri di atas mayat si pemimpin. Seketi-

ka 100 orang primitif itu mengepungnya

dengan muka sangat marah karena melihat

pemimpinnya terbunuh.

Kilatan dari langit itu muncul lagi dengan

suara menggema: "Nah, sekarang baru ajalmu

tiba anakku...."

Ajal yang Tertunda

Humor

Fahri El-Idris

Pengurus Jaringan dan Pers

PC. IPNU Kota Yigyakarta

Page 14: Bulletin Boerdjo edisi #3

14 | BOERDJO

Kabar

Acara apel dalam rangka

memperingati harlah NU pada tanggal 15

Mei 2013 dilaksanakan di lapangan

stadion Mandala Krida. Acara tersebut

dimeriahkan oleh drum band beserta

paduan suara yang dibuka dengan

menyanyikan lagu mars Ma’arif dan mars

IPNU IPPNU, karena sebagian peserta

apel tersebut adalah pelajar dan guru-guru

dari Ma’arif. Semuanya terlihat begitu rapi

dengan berbaris lurus. Para pelajar

menggunakan seragam sekolah masing-

masing dan para peserta didik

menggunakan baju seragam berwarna

putih.

Seperti apa yang telah dikatakan oleh pembina upacara, bahwa beliau merasa bangga sekali

dengan melihat jejeran para guru-guru Ma’arif yang menggunakan seragam putih, merepresentasikan

hati mereka yang bersih dan kehidupan mereka yang bersahaja. Beliau menyampaikan hal tersebut

dengan nada bangga dan tertawa kecil hingga para peserta apel pun menjadi antusias menanggapi

sambutan dari pembina upacara tersebut. Beliau pun meneruskan dalam sambutannya bahwa seorang

guru itu telah memegang kunci dari pintu surga. Jadi seorang guru hanya membutuhkan cara bagaimana

bisa membuka pintu surga tersebut dengan kunci yang telah ia miliki, yakni ada tiga cara.

Pertama, kunci tersebut harus benar, artinya para guru harus terus mendalami berbagai ilmu

Apel Pelajar se-DIY

di Stadion Mandala Krida

Page 15: Bulletin Boerdjo edisi #3

BOERDJO 15

Kabar

yang ditekuninya hingga

tersampaikan pula pada

peserta didiknya. Kedua,

kunci tersebut tak dapat

jalan sendiri pada pintunya,

yang artinya para guru

supaya tetap ikhtiyar atau

berusaha dalam mendidik

anak-anak agar menjadi

seorang yang bermanfaat

bagi bangsa dan negara.

Ketiga, berbaik hatilah

kepada para calon penghuni

surga yang lain, karena jika

mereka tak menyukai Anda maka mereka tak akan

menerima Anda untuk masuk surga.

Sebelumnya, beliau juga menjelaskan

bahwa beliau sangat mengapresiasi pendidikan

agama pada jajaran sekolah SMP dan SMA atau

setingkatnya, yaitu ketika mendengar rencana untuk

menambah jam pelajaran. Contohnya, pada mata

pelajaran Agama Islam yang tadinya 2 jam maka

akan ditambah menjadi 4 jam. Beliau

menyampaikan bahwa terdapat opini yang kontra

dengan rencana ini, “pelajaran agama yang

berdurasi 2 jam saja sudah bisa melahirkan teroris-

teroris di Indonesia, bagaimana jadinya jika malah

ditambah menjadi 4 jam?“ Ini adalah anggapan

yang salah. Menurut beliau, kalau difikirkan baik-

baik, bahwa karena pelajaran agama yang 2 jam

itulah mereka belum memahami agama dengan

benar. Jam belajar mereka kurang, sehingga

pemahaman mereka tentang Islam belumlah

kaaffah (sempurna –red). Oleh karena itu, agar

mereka lebih memahami agama Islam secara benar

dan kaaffah, perlu adanya penambahan jam belajar

pada mata pelajaran agama Islam.

Semoga dengan harlah NU yang ke-90 ini dapat

dijadikan refleksi bagi kita untuk mewujudkan cita-

cita bangsa, yakni menjadi bangsa besar yang

berbudi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia.

Untuk para pelajar, semoga menjadi pemuda-

pemudi Indonesia yang bermanfaat dan berbakti

pada bangsa dan negara, sehingga lahirlah harapan

dari generasi NU kelak bisa memimpin Indonesia

untuk lebih maju dan lebih baik.

Futihaturrahmah

Pimpinan Redaksi Buletin

BOERDJO

Page 16: Bulletin Boerdjo edisi #3

16 | BOERDJO

Penanggung Jawab: Ketua PC. IPNU-IPPNU Kota Yogyakarta

Pimpinan Redaksi: Futihaturrahmah

Wakil pimpinan Red: Khoiruroziqin

Redaktur Pelaksana: Faiz Rafi | Lina Hidayatusholihah | Urfi Amrillah | Ulin

Reporter: Azza Mitrovina | Angga | Muyassaroh | Hermawan | Roihatul Firdaus

Editor: Nur Laely P. | M. Murtiza Shidqi

Layouter: @XaHaX | M. Ahyar

Keuangan: Muh. Fakhri | Feni

Sirkulasi: Saefuddin Ihya

Find Us:

http://pelajarnujogja.or.id

Twitter: @PelajarNUJogja

Fb Page: Pelajar NU Jogja

Tim Redaksi

Mars IPNU

Wahai Pelajar Indonesia

Siapkanlah barisanmu

Bertekat bulat bersatu di bawah kibaran panji IPNU

Ayolah pelajar islam yg setia

Kebangkanlah agamamu

Dalam negara Indonesia

Tanah air yang kucinta

Dengan pedoman kita belajar

Berjuang serta bertaqwa

Kita bina watak nusa dan bangsa

Tuk kejayaan masa depan

Bersatu wahai pelagar islam jaya

Tunaikanlah kewajiban yang mulia

Ayo maju.....Pantang mundur.....

Dengan rahmat Tuhan kita perjuangkan

Ayo maju.....Pantang mundur.....Pasti tercapai adil

makmur.

Mars IPPNU

Sinarlah gelap terbitlah terang

Mentari timur sudah berjaya

Ayunkanlah langkah pukul genderang

S'gala rintangan mundur semua

Tiada laut sedalam iman

Tiada gunung setinggi cita

Sujud kepala kepada Tuhan

Tegak kepada lawan derita

Dimalam yang sepi dipagi yang terang

Hatiku teguh bagimu ikatan

Dimalam yang hening di hati menbakar

Hatiku penuh bagiku pertiwi

mekar seribu bunga di taman

mekar cintaku pada ikatan

ilmu ku cari amal kuberi

untuk agama bangsa negeri

Mars