bulletin wene edisi 3

20
hukuman pidana pasal ‗‘Makar‘‘. Tindakan pidana makar merupakan suatu fenomena yang ada dalam suatu Negara. Hal ini juga disebut kejahatan konvensional, yang telah ada sejak dulu. Makar merupakan kejahatan terhadap keamanaan negara dan termasuk dalam delik politik. Makar memiliki unsur yang sama dengan percobaan, yaitu niat dan permulaan pelaksanaan. Perbedaannya, pada makar tidak ada alasan penghapus penuntutan. Pada percobaan, bila pelaku membatalkan niat jahatnya maka hapuslah penuntutan pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lainnya, makar memiliki kekhususan pada objeknya. Objek makar yaitu : 1. Presiden dan Wakil Presiden 2. Kedaulatan Negara 3. Pemerintah Apabila gerakan makar berhasil dilakukan dan didukung oleh rakyat, maka makar dijadikan sumber hukum abnormal. Jika, gerakan makar gagal maka sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana makar sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu pasal 104 tentang serangan terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 106 tentang separatisme atau usaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Indonesia dan menundukkan diri pada negara lain (yang menjadi objek dalam pasal ini adalah kedaulatan negara), pasal 107 tentang usaha menggulingkan Pemerintahan dengan maksud ingin menggantikan posisi orang yang di gulingkan, pasal 108 tentang melawan terhadap pemerintahan yang sah tanpa maksud ingin menggantikan posisi dan perlawanan ini menggunakan senjata, serta pasal 110 tentang konsipirasi dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 10 20 tahun. ....Bersambung ke Hal. 3..... Secara kasat mata, kualitas demokrasi Indonesia saat ini mengalami ujian yang cukup berat. Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini, tercatat berbagai gerakan penyampaian pendapat dari warga Negara mengalami tekanan baik bersifat pembubaran, pelarangan bahkan kriminalisasi dengan menggunakan hukum pidana. Dalam pidana tersebut memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen (hukum produk kolonial Belanda yang masih di Indonesia) dan lese majesty serta pasal-pasal “karet” lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang dilakukan oleh warga negara di Indonesia khususnya oleh aktivis mahasiswa dan pemuda pro - demokrasi. Tindakan pembungkaman atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kurun beberapa waktu dari era 1990‘an – hingga sekarang terus menghantam aktivis mahasiswa dan pemuda di Papua. ―Kejahatan‖ apa yang mereka lakukan? mereka tidak mencuri barang tetangga atau di toko. mereka tidak mencuri triliunan uang rakyat. Mereka juga tidak merusak harta benda orang lain atau menyerang seseorang secara fisik. mereka tidak memperkosa, menyiksa, ataupun membunuh seseorang. mereka tidak melakukan pengeboman terhadap masyarakat yang tidak berdosa. Mereka hanya menyampaikan aspirasi secara damai tanpa menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Tapi, mereka harus dijerumuskan ke dalam bui. Beberapa penjara di Papua, tahanan politik yang lebih sering mendapatkan kekerasan di dalam penjara. Tahanan politik di Papua diberikan stigma ‗‘separatis‘‘. Jumlah tahanan politik di Papua paling banyak dikenakan dengan Dibalik Penjara Hanya Untuk Keadilan B ERANI , CERDAS & MEMIHAK RAKYAT Website: http://gardapapua.org Blog. http://gardapapua.blogspot.com Email: [email protected] Dok: Sasori86 Edisi: 03 Mei - Juni 2010 BuletinWene Para Tahanan Politik , kasus Wamena 4 April 2003 di Lapas Biak Harga Cetak : 6000

Upload: garda-papua

Post on 27-Jun-2015

166 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Tentang Kekerasan Negara terhadap tahanan Politik Papua

TRANSCRIPT

Page 1: Bulletin Wene Edisi 3

hukuman pidana pasal ‗‘Makar‘‘.

Tindakan pidana makar

merupakan suatu fenomena yang

ada dalam suatu Negara. Hal ini

j u g a d i s e b u t k e j a h a t a n

konvensional, yang telah ada sejak

dulu. Makar merupakan kejahatan

terhadap keamanaan negara dan

termasuk dalam delik politik.

Makar memiliki unsur yang sama

dengan percobaan, yaitu niat dan

p e r m u l a a n p e l a k s a n a a n .

Perbedaannya, pada makar tidak ada

alasan penghapus penuntutan. Pada percobaan, bila pelaku

membatalkan niat jahatnya maka hapuslah penuntutan

pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lainnya,

makar memiliki kekhususan pada objeknya.

Objek makar yaitu :

1. Presiden dan Wakil Presiden

2. Kedaulatan Negara

3. Pemerintah

Apabila gerakan makar berhasil dilakukan dan

didukung oleh rakyat, maka makar dijadikan sumber

hukum abnormal. Jika, gerakan makar gagal maka sanksi

hukum bagi pelaku tindak pidana makar sebagaimana

tercantum dalam KUHP, yaitu pasal 104 tentang serangan

terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 106 tentang

separatisme atau usaha memisahkan diri dari Negara

Kesatuan Indonesia dan menundukkan diri pada negara

lain (yang menjadi objek dalam pasal ini adalah

kedaulatan negara), pasal 107 tentang usaha

menggulingkan Pemerintahan dengan maksud ingin

menggantikan posisi orang yang di gulingkan, pasal 108

tentang melawan terhadap pemerintahan yang sah tanpa

maksud ingin menggantikan posisi dan perlawanan ini

menggunakan senjata, serta pasal 110 tentang konsipirasi

dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 10 – 20

tahun.

....Bersambung ke Hal. 3.....

Secara kasat mata, kualitas

demokrasi Indonesia saat ini

mengalami ujian yang cukup

berat. Dalam kurun beberapa

tahun belakangan ini, tercatat

berbagai gerakan penyampaian

pendapat dari warga Negara

mengalami tekanan baik

b e r s i f a t p e m b u b a r a n ,

p e l a r a n g a n b a h k a n

k r i m i n a l i s a s i d e n g a n

menggunakan hukum pidana.

Dalam pidana tersebut

memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen

(hukum produk kolonial Belanda yang masih di

Indonesia) dan lese majesty serta pasal-pasal “karet”

lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif

Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif

dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang

dilakukan oleh warga negara di Indonesia khususnya oleh

aktivis mahasiswa dan pemuda pro - demokrasi.

Tindakan pembungkaman atas kebebasan

berpendapat dan berekspresi dalam kurun beberapa waktu

dari era 1990‘an – hingga sekarang terus menghantam

aktivis mahasiswa dan pemuda di Papua.

―Kejahatan‖ apa yang mereka lakukan? mereka tidak

mencuri barang tetangga atau di toko. mereka tidak

mencuri triliunan uang rakyat. Mereka juga tidak merusak

harta benda orang lain atau menyerang seseorang secara

fisik. mereka tidak memperkosa, menyiksa, ataupun

membunuh seseorang. mereka tidak melakukan

pengeboman terhadap masyarakat yang tidak berdosa.

Mereka hanya menyampaikan aspirasi secara damai tanpa

menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Tapi, mereka

harus dijerumuskan ke dalam bui.

Beberapa penjara di Papua, tahanan politik yang lebih

sering mendapatkan kekerasan di dalam penjara. Tahanan

politik di Papua diberikan stigma ‗‘separatis‘‘. Jumlah

tahanan politik di Papua paling banyak dikenakan dengan

Dibalik Penjara Hanya Untuk Keadilan

BERANI , CERDAS & MEMIHAK RAKYAT

Website: http://gardapapua.org Blog. http://gardapapua.blogspot.com Email: [email protected]

Dok: Sasori86

Edisi: 03 Mei - Juni 2010

BuletinWene

Para Tahanan Politik , kasus Wamena 4 April 2003 di Lapas Biak

Harga Cetak : 6000

Page 2: Bulletin Wene Edisi 3

Mereka, para tukang protes dan tukang kritik ini, kemudian diberi

julukan Tahanan atau Narapidana Politik (TAPOL/NAPOL). Proses

penahanan tanpa prosedur, penjeratan dengan undang-undang

KUHP yang sebahagian besar berisi pasal-pasal karet, serta

kekerasan dalam masa penahananpun menjadi hal yang lumrah.

Memang menurut logika penguasa, penjara adalah isolasi dan pe-

menjaraan kebebasan, namun beda halnya dengan tahanan politik

atau narapidana politik di manapun . Penjara alias hotel prodeo justru

menjadi istana, dan sebuah sekolah kehidupan dimana para tahanan

justru mendapat ide-ide perlawanan baru sehingga rakyat semakin

simpatik atas perjuangan mereka yang dibuktikan dengan menang-

gung resiko mendekam dibalik penjarah.

Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh dunia sebesar Nelson

Mandela (Afrika Selatan), Mahatma Gandhi (India), Soekarno-Hatta

(Indonesia), Auung San Suu kyi (Burma), dan Xanana Gusmao

(Timor Leste) justru menjadi besar dan berhasil menjadi simbol perla-

wanan rakyat terhadap kekuasaan otoriter dan menindas dengan

membayar konsekwensi mendekam dalam sel tahanan yang sempit

pengap, dan dingin.

Penjara memang bisa memasung jiwa dan raga namun takkan

bisa memasung dan membelenggu serta membungkam pikiran dan

kebenaran yang mereka suarakan.***

EDITORIAL 2

Wene ... adalah sebuah kata dalam bahasa suku Dani, Nduga dan beberapa suku

serumpun, yang artinya bicara atau khabar. Melalui buletin Wene, kita bicara tentang

masalah yang kita hadapi, jati diri kita, dan bicara tentang apa kerja kita

Mulia Yang Terhina Maraknya kriminalitas terhadap aktivis dan pejuang demokrasi atas

nama martabat negara cukup menyedihkan bagi sebuah bangsa yang

baru merasakan kebebasan berekspresi. Penghianatan dan penging-

karan terhadap hak sipil dan hak politik terjadi terang-terangan. Jami-

nan kebebasan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945 dan

diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai konstitusi tertinggi yang

menjamin hak sipil politik warga Negara, justru diingkari terang-

terangan dengan praktek-praktek kekerasan dan pemasungan hak-hak

tersebut melalui produk undang-undang KUHP yang derajatnya lebih

rendah dari UU dasar 1945. KUHP dan pasal-pasal karetnya dipakai

sebagai alat paling ampuh memenjarakan dinamika demokrasi dalam

semua ranah kehidupan.

Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia justru mencoreng

hakikat Negara ini sebagai Negara hukum karena praktek keberpihakan

hukum pada para penjahat yang sebenarnya merugikan bangsa dan

Negara terlihat jelas. Praktek hukum di Indonesia memang tidak jauh

dari gambaran Plato tentang hukum sebagai ‘jaring laba-laba’ yang

mampu menjerat penjahat-penjahat kecil namun tak mampu menjerat

para penjahat kelas kakap yang melenggang bebas dan tak mampu

tersentuh hukum.

Proses transisi menuju demokrasi di Indonesia, belum juga menampil-

kan sosoknya yang jelas. Kekhawatiran dan pertanyaan pun muncul,

‘apakah transisi di Indonesia memang sedang bergerak menuju sebuah

Negara yang demokratis atau bakal kembali ke sistem pemerintah

otoriter?

Pembangunan hukum yang seharusnya menjadi pembangunan

nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan serta nilai kemanfaatannya

bagi kehidupan tiap warga Negara justru direduksi menjadi sekedar

memasukan ‘penjahat’ sebanyak-banyaknya dalam bui dan disalah

tafsirkan sebagai kesuksesan penegakan hukum. Padahal kesuksesan

dalam penegakan hukum justru terjadi jika jumlah mereka yang dilabeli

‘penjahat’ dan dikurung di balik jeruji besi semakin berkurang karena

dalam Negara demokrasi, seharusnya perlakuan terhadap para

tahanan justru dijadikan ukuran peradaban suatu bangsa, bukannya

keberhasilan untuk mempertahankan dan memelihara citra penegakan

hukum.

Protes dan kritik terhadap kekuasaan di Indonesia yang otoriter

justru ditabukan dan dipasung dengan memenjarakan para pelaku pro-

tes ke balik jeruji besi yang mendapat istilah resmi dari pemerintah

sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP). Namun penjara dalam per-

spektif mana pun selalu di konotasikan sebagai kurungan, isolasi, dan

hilangnya kebebasan melakukan apapun walaupun penguasa mengar-

tikannya sebagai tempat rehabilitasi pemikiran maupun tindakan.

Dewan Redaksi: Anggota KPP, Pemimpin Redaksi: Saren Reporter: Saren, Nasta, Smadav, Kahar, Manwen, Sasori86, Don, Bovit, Ronda, Gepe-gepe dan Ramos. Distributor: Tong Semua.

Bersatu

Untuk

Pembebasan

Nasional

Dewan redaksi memohon maaf atas kesalahan cetak buletin Wene edisi ke 3 (tiga) pada tanggal 16 Juni 2010 yang telah disebarkan. Atas perhatian, Kami mengucapkan terima kasih

Page 3: Bulletin Wene Edisi 3

FOKUS 3

....Sambungan dari H. 1.

Saat ini ada 24 tahanan politik kasus makar di Papua

yang divonis dengan hukuman pidana setelah

menyampaikan ekspresi secara damai dan menaikkan

bendera bintang kejora.

Kasus Wamena , 04 April 2003

Mereka ketika ditahan secara paksa oleh aparat

dengan tindakan kekerasan secara semena – mena. Hal

ini terjadi terhadap tahanan politik kasus pembongkaran

senjata markas kodim di Wamena. Penyisiran yang

dilakukan oleh aparat di Wamena kota dan sekitarnya

dalam kasus pembobolan gudang senjata markas kodim

1702/Wamena, dalam melakukan pengejaran TNI/POLRI

melakukan penyisiran dan penangkapan sewenang –

wenang kepada masyarakat sipil dan mereka yang

dituduh melakukan pembobolan gudang senjata diminta

untuk menandatangani surat penahanan secara paksa.

Dalam hasil penyisiran aparat sengaja menangkap

masyarakat sipil yang tidak bersalah berjumlah 9 orang.

Dalam penangkapan tersebut 9 orang yang ditahan

mengalami penyiksaan yang sangat berat saat berada

dalam tahanan polres Wamena. Mereka disiksa dan

dipukul sehingga menyebabkan salah satu dari mereka

yaitu Yapenas Murib, umur 32 tahun, meninggal akibat

penyiksaan oleh TNI/POLRI didalam tahanan polres

Wamena. 8 tahanan ini dituduh telah melakukan

pembobolan gudang senjata dan hukuman vonis yang

diberikan oleh pengadilan dikenakan dengan pasal makar

yang tuntutan hukumannya yaitu 3 orang dengan tuntutan

hukuman seumur hidup dan 5 orang dengan tuntutan

hukuman 20 tahun. Namun, salah satu dari mereka yang

mendapatkan hukuman 20 tahun melarikan diri dari

lapas Wamena yaitu Des Wenda umur 25 tahun.

Ketakutan dari Pemerintah Indonesia dan TNI/POLRI

melihat bahwa salah satu dari tahanan ini melarikan diri,

maka 6 orang diantara mereka dipindahkan ke lapas

Abepura,15 Desember 2004. Satu dari mereka tetap

tinggal di lapas Wamena yaitu Kanius Murip umur 65

tahun dengan hukuman seumur hidup.

Dalam pemindahan para tahanan di lapas Abepura,

sempat terjadi perlawanan antara masyarakat Wamena

dan aparat, masyarakat Wamena menginginkan agar

mereka tetap berada di Lapas Wamena. Didalam lapas

Abepura sendiri terjadi kelebihan penghuni. Pada 17

Desember 2004, ke-enam tahanan politik ini di

pindahkan ke Lapas Gunung Sari Makassar. Merasa jauh

dari keluarga membuat mereka tidak pantang – menyerah

dalam menjalani masa hukuman dibalik terali besi, di

Lapas itu sendiri mereka tidak pernah diperlakukan buruk

oleh petugas maupun sipir penjara dan selalu

diperhatikan oleh para aktivis Papua yang menimbah

ilmu di kota Makassar yang sering melakukan kunjungan

seminggu. Dalam pelayanan medis, salah satu tahanan

politik tidak mendapatkan fasilitas yang memadai sehingga

terlambat diberikan pertolongan, akhirnya Michael Haselo

meninggal dunia, 28 Agustus 2007. Jenazahnya dikirimkan

pulang ke Wamena.

Dengan melihat kondisi tahanan yang meninggal, para

aktivis Papua di Makassar mendesak agar beberapa tahanan

politik yang ada di Lapas Gunung Sari Makasar untuk

segera dipindahkan ke Papua. Karena, tidak ingin terjadi

kasus yang sama seperti Michael Haselo. Desakan ini

didengar oleh Menteri Hukum dan Ham, Andi Mattalatta.

Sehingga, 5 (lima) tahanan politik ini dipindahkan ke

Biak ,31 Januari 2008. Juga 2 (dua) tahanan dipindahkan ke

Lapas Nabire, 3 Maret 2008.

Kasus Pengibaran Bintang Kejora, 01 Desember

2004.

Filep Karma berasal dari Biak, 50 tahun. Dia menjadi

narapidana politik kasus pengibaran bendera Bintang Ke-

jora di Lapangan Trikora, Abepura dengan hukuman 15

tahun penjara dan dikenakan pasal makar yang juga

mendapatkan perhatian dari Amensty International yang

menyebutkan bahwa dia adalah tahanan hati nurani yang

berjuang dan berdemokrasi secara damai.

Kekerasan terhadapnya, terjadi dari awal penangkapan,

Filep Karma, Tapol Papua

Page 4: Bulletin Wene Edisi 3

sambil mengenggam dan meninju mata sebelah kiri

Ferdinand hingga berdarah. Matanya buta disebelah kanan,

dan sampai saat ini Ferdinand tidak diperhatikan hampir 1,8

tahun. Kalapas Abepura yang lama, Anthonius Ayorbaba

menganggap ini masalah kecil, tanpa berpikir bahwa

mereka telah menghilangkan salah satu mata manusia.

Kasus, Aksi Damai 16 Oktober 2008

Buchtar Tabuni berasal dari Wamena, 30 tahun.

Dakwaan yang diberikan adalah ‗‘Makar‘‘. Pemukulan

Buchtar Tabuni terjadi pada 28 Januari 2009 dan 27

November 2009. Dia mendapat perlakuan penyiksaan, 28

Januari 2009 oleh seorang petugas Lapas

Abepura ,Adrianus Sihombing. Pemukulan pada bagian

pelipis mata sebelah kiri mengeluarkan darah dan tanpa

diobati. Kemudian dipindahkan kembali ke tahanan Polda

Papua, guna menyembunyikan tindakan kekerasan tersebut

dari kedatangan Andi Mattalatta, Menteri Hukum dan

HAM RI yang berkunjung pada 29 Januari 2009.

Pemukulan kedua, 27 November 2009 karena

mengeluhkan pemadaman air yang hampir tiga hari di

Penjara Abepura dan dia dipukul oleh dua anggota TNI

yang saat itu sedang masa tahanan di tempat yang sama.

Kekerasan di Lapas Abepura

01 Febuari 2009, beberapa tahanan politik yang

melihat Buchtar dipindahkan ke Tahanan Polda Papua,

contohnya Yusak Pakage, meminta tanggung jawab dari

petugas, Adrianus Sihombing, yang melakukan pemukulan

terhadap Tabuni. Adrianus merasa tersinggung dan

mendorong Yusak sehingga kacamatanya pecah dan patah

juga pelipis sebelah kirinya mengeluarkan darah. Petugas

Lapas (Elly Awie, Yahya Apnawas, Pineas Kubia dan

Pecky Wanda) pada malam hari datang ke sel tahanan

Yusak dan petugas memaksa dia untuk mencopoti pakaian

yang dikenakan. Dengan berbadan kosong dia dipindahkan

ke sel isolasi bersama beberapa tahanan politik lainnya,

yaitu; tahanan politik lain yaitu: Selpius Bobii, Chosmos

Yual, Elias Tamaka, Nelson Rumbiak, dan Ricky Jitmau.

Dalam sel isolasi selama 4 hari, mereka tidur diatas lantai

semen yang penuh dengan kotoran manusia, berbau, tidak

ada cahaya matahari, gelap, tidak diberikan makan selama

dan hari dan pada hari ketiga mereka diberikan makanan.

Pada saat itu petugas Lapas juga mengeledah dan

membongkar kamar para tahanan. Petugas membakar

transkrip nilai dari smenster I – VII dan skripsi milik Elias

Tamaka salah satu aktvis kasus 16 Maret 2006, juga Ijasah

strata – 1(S1) beserta paspor milik Yusak Pakage dibakar di

Lapangan oleh Petugas Lapas ; Yosef Yembise, Gustav

Rumakewi , dan Irianto Pakombong.

Kepala seksi pembinaan dan pendidikan, Yosef

Yembise,SH.M,Hum. Dia memukul dan meninju Nelson

FOKUS 4

Filep Karma, kasus 01 Desember 2004 .

Tahanan Politik Papua

dia dipukul dengan rotan dikepala dan tangannya

dipelintir kebelakang oleh aparat keamanaan yang

menangkapnya pada 01 Desember 2004, Dalam aksi

damai pengibaran bendera Bintang Kejora. Pada maret

2005, dia dipukul oleh salah satu petugas Lapas,

Abraham Fingkreuw pada bagian pelipis kanan dan

kepala bagian belakang. Pada saat dia mengalami kendala

kesehatan pada tanggal 06 Agustus 2009, dia tidak

diberikan pelayanan medis yang memadai. Bahkan,

seminggu merasakan kesakitan di dalam penjara. Dia

dilarikan ke RSUD DOK II, 18 Agustus 2009. Dari

keterangan dokter yang menanganinya, dia menderita

pembesaran pada ginjal kiri dan kanan dan harus dirujuk

di RS PGI Cikini - Jakarta namun sampai saat ini masih

berada di Jayapura karena belum ada tindakan dari

Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Provinsi Papua

untuk kelanjutan perawatan medisnya ke Jakarta.

Kasus 16 Maret 2006

Ferdinand Pakage berasal dari Nabire, 23 tahun, kini

menjadi narapidana politik. Dia adalah korban penyisiran

kasus Abepura 16 maret 2006. Hukuman pidana yang

diberikan padanya adalah 15 tahun dan dituduh

membunuh seorang petugas kepolisian pada saat

bentrokan demonstrasi terjadi. Dia mengalami kebutaan

dimata sebelah kanan. 22 Sepetember 2008, Dia dipukul

secara bergiliran oleh tiga orang petugas Lapas yaitu:

Victor Apono, Herbert Toam dan Gustaf Rumaikewi.

Tanpa sadar, Herbert Toam memegang anakan kunci

Ferdinand Pakage, Tahanan Politik Kasus 16 Maret 2006

Mata kanan cacat permanen akibat penyiksaan Petugas Lapas Abepura

Dok. Sasori 86

Page 5: Bulletin Wene Edisi 3

FOKUS 5

Rumbiak , Chosmos Yual dan beberapa tahanan lainnya

tepat dikepala bagian belakang. Karena Yusak masih

merasakan sakit sejak pemukulan awal yang terjadi dan

tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya secara baik,

Yusak diseret seperti hewan dilantai sambil menarik

tangan dan rambutnya oleh petugas.

Tekanan psikologis juga terjadi kalapas Abepura,

Ayorbaba mengancam ‘‘tahanan politik akan di

pindahkan ke tahanan militer‘‘.

Kondisi penjara di Papua

Kondisi yang terjadi di Indonesia diakhir tahun

2005 bahwa seluruh rumah tahanan dan penjara di

Indonesia sudah tidak layak huni karena kelebihan

penghuni. Dapat disamakan juga dengan kondisi

beberapa penjara di Provinsi Papua. sangat

memprihatinkan dan masuk dalam kondisi tidak layak.

Penjara yang layak hanya ada di lapas narkotika Doyo –

Baru (Sentani) dan Lapas Nabire. Penjara yang tidak

layak huni, Misalkan :

Lapas Abepura : bangunan dan plafon sudah sangat

rendah sehingga penghuni narapadina di dalam

sangat sulit mendapatkan udara dan sinar matahari

dan juga kondisi air yang sering mati sampai berhari

– hari.

Lapas Timika : tidak ada listrik dan sering memakai

genset kalau lampu mati sore hari.

Lapas Merauke : kalau pada saat hujan air sudah

masuk sampai ke dalam kamar – kamar penghuni.

Kekerasan secara fisik dan non – fisik dilakukan

oleh para petugas terhadap tahanan politik didalam lapas

Abepura. Pembiaran terhadap Ferdinand Pakage dan

Filep Karma merupakan salah satu pelanggaran HAM

dalam bidang kesehatan. Padahal UU No 12/1995

tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Direktorat

Jenderal Pemasyarakatan bertanggungjawab atas

kesehatan semua narapidana dalam berbagai penjara

Indonesia.

Hak – hak para tahanan di Papua sangat diabaikan

dan juga mendapat perlakuan yang sangat buruk dari

petugas Lapas. Hal ini juga tidak ada tanggung jawab

dari pemerintah maupun Departemen Hukum dan HAM

bagi para pelaku – pelaku kriminal yang melakukan

kekerasan didalam tahanan.

Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Ham. Dalam

kunjungannya ke Lapas Mataram, 5 desember 2009. Dia

mengatakan ‗‘hak-hak dasar yang paling utama harus

diperoleh oleh para penghuni Lapas adalah kebutuhan

air, makanan dan jaminan kesehatan. Selain itu,

pihaknya juga sudah melakukan pembicaraan dengan

beberapa menteri seperti Menteri Kesehatan, Menteri

Pendidikan Nasional, serta Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi untuk bekerjasama dalam memberikan

pelayanan dan pembinaan kepada penghuni Lapas‘‘.

Dalam bidang kesehatan, Menteri Hukum dan HAM

juga bekerjasama dengan Menteri Kesehatan dalam hal

pemberian pelayanan perawatan dan pengobatan kepada

penghuni Lapas yang mengalami gangguan kesehatan secara

gratis di rumah sakit umum (RSU) milik pemerintah. Tapi,

ini tidak berjalan sebagaimana baiknya di tiap – tiap lapas di

provinsi Papua. Desakan dari pihak Internasional bergulir

untuk Indonesia agar membebaskan tahanan politik Papua

tanpa syarat dan memberikan kebebasan berekspresi, bagi

para aktivis pemuda dan mahasiswa pro demokrasi—Papua.

(Sasori86)

Doc. Nasta

HAK UNTUK DEMOKRASI ATAU KEBEBASAN

BEREKSPRESI SUDAH DIJAMIN OLEH UNDANG-

UNDANG NO. 9/1998 DAN UUD 1945

PASAL 28E AYAT 3.

STOP PENJARAKAN AKTIVIS PAPUA YANG BERANI

MENGUNGKAPKAN PIKIRAN DAN PENDAPAT

MEREKA BUKAN SEPARATIS DAN MAKAR.

MEREKA ADALAH PAHLAWAN KEADILAN!!!!

Page 6: Bulletin Wene Edisi 3

MULUT KAMI DIBUNGKAM OLEH PRODUK HUKUM PENJAJAH

Kebebasan berekspresi punya peran sangat mendasar

dalam demokratisasi. Demokrasi adalah sebuah sistem

politik dimana masyarakat memilih sendiri pemerintah

yang mereka inginkan dan agar pilihan masyarakat

tersebut merupakan pilihan yang dibuat rasional

berdasarkan informasi dan bermakna, maka perlu ada

kebebasan berekspresi.

Kebebasan berekspresi penting karena membuka pintu

untuk terjadi pertukaran pemikiran, diskusi yang sehat dan

perdebatan yang berkualitas. Kemudian, dengan adanya

jaminan terhadap kebebasan berekspresi memastikan

munculnya gagasan serta terobosan yang dibutuhkan demi

memajukan kesejahteraan masyarakat. Memang, ekspresi

bukan hal yang

absolut. Standar

Internasional hak

a s a s i m a n u s i a

mengakui adanya

pembatasan terhadap

k e b e b a s a n

b e r e k p r e s i .

Pembatasan ini

dapat dilakukan

untuk melindungi

keamanan nasional, ketertiban umum, moral dan

kesehatan umum. Kebebasan berekspresi untuk

menyampaikan pendapat dimuka umum, pada dasarnya

legal dan dilindungi oleh UU. Dalam UU No 12 tahun

FOKUS

2005 (International Convenant On Civil And Political

Rights), pasal 19, 21, dan 22 yang pada tahun 2005 sudah

diratifikasi oleh Pemerintah juga disebutkan bahwa ‗’hak

orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan

pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan

pendapat (pasal 19); pengakuan hak untuk berkumpul

yang bersifat damai (pasal 21); hak setiap orang atas

kebebasan berserikat (pasal 22).

Secara eksplisit – normatif kebebasan ekspresi atau

kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum

diatur dalam pasal 2 UU No 9/1998. ‗‘ Setiap warga

negara, secara perorangan atas kelompok, bebas

menyampaikan sebagai perwujudan hak dan tanggung

jawab berdemokrasi, berbangsa dan bernegara”.

Keberadaan beberapa ketentuan perundang – undangan ini

melegitimasi bahwa kebebasan berekspresi sah dan legal

secara hukum.

Pengekangan terhadap kebebasan berekspresi

berujung kepada pola kekerasan yang dilakukan oleh

Negara(Aparat). Tindakan yang dilakukan pemerintah

sebagai pemegang kekuasaan, dapat dianggap sebagai

tindakan negara. Jadi kekerasan yang dilakukan penguasa,

dapat disebut sebagai kekerasan oleh negara. Padahal,

pemeliharaan keamanaan dalam negeri melalui upaya

penyelengaraan fungsi Kepolisian yang meliputi

pemeliharaan keamanaan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan,pengayoman,dan

pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian

Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang

dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia,UU No 2 Tahun 2002.

6

Buctar Tabuni, Yusak Pakage dan Chosmos Yual(Tahanan Politik Papua)

Dok. Audryne Dok. Sasori 86 Dok. Sasori 86

Page 7: Bulletin Wene Edisi 3

Berbagai motif tindakan kekerasan yang telah

dilakukan Polisi dalam rangka penegakan hukum selalu

mengacu pada diskresi dan prosedur ketetapan (protap)

kepolisian yang notabene kebijakan internal itu ditafsir

secara luas untuk diri sendiri institusi polisi. Jadi diskresi

maupun protap polisi merupakan kebebasan mengambil

kepantasan dalam setiap situasi yang dihadapi, menurut

pertimbangan dan keyakinan dirinya atau keyakinan

pemimpinnya.

Hukum Indonesia sama sekali tidak bisa menyentuh

dan menyelesaikan problem kekerasan yang terjadi baik di

Papua maupun juga terjadi terhadap mahasiswa Papua

yang melakukan aksi – aksi demonstrasi diluar Papua

misalnya di Jakarta, Semarang, Surabaya, Jogja, Bali, dan

Makassar.

Menjadi aneh pada aksi mahasiswa dan pemuda

Papua pada 16 Maret 2006 lalu, yang kemudian secara

sepihak dituduh brutal oleh polisi. Padahal selama ini

institusi aparat keamanaan menjadi pihak yang paling

bertanggungjawab atas tumbuh suburnya kekerasan di

Papua. Dan tuduhan brutal tersebut, seakan menjadi

legitimasi aparat untuk bereaksi sangat keras di lapangan

dan bahkan sampai ke tingkat penyidikan terhadap para

mahasiswa yang ditangkap dalam kasus 16 Maret 2006.

Hal ini juga memperlihatkan bahwa politik kekerasan

dengan mengeksploitasi kekuatan hukum dan aparat –

aparat penegak hukum masih juga digunakan. Ini

merupakan eksploitasi yang paling lengkap dan sedang

terjadi, eksploitasi dimana modal sangat berkuasa. Mulai

dari tambang emasnya, sampai berkuasa mempengaruhi

aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan represif

terhadap potensi ancaman keberlangsungan penambangan

mineral.

Aktivis pro – demokrasi di Papua yang selalu menda-

patkan pembungkaman. Berbagai tuntutan pidana diberi-

kan kepada aktivis yang melakukan demonstrasi secara

damai di kenakan dengan pasal 160 jo (menghasut) , pasal

170 jo (kejahatan terhadap ketertiban umum), pasal 214

KUHP (pengeroyokan/melawan petugas) dan juga pasal

106,108,dan 110 (makar) ketika para aktvis melakukan

demonstrasi dan menaikkan bendera ‗‘Bintang Kejora juga

memakai tanda berlambang bendera separatis di pamflet,

spanduk , gantungan ponsel, serta tas dan meneriakkan yel

– yel ‗‘Papua Merdeka‘‘ atau menyuarakan ‗‘memisahkan

diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ‘‘ itu

langsung ditangkap oleh aparat dan diminta keterangan.

Melihat masih terjadinya polemik dengan PP No. 77/2007,

pemerintah daerah, DPR Papua dan MRP harus

berkomitmen kuat menyelesaikan masalah lambang

daerah. (Jika pemerintah daerah tidak menginginkan

rakyat Papua menjadi korban terus-menerus karena

bendera Bintang Kejora). Dalam proses penyidikan, pihak

berwenang melakukan berbagai taktik intimidasi dan

kriminalisasi terhadap para tergugat.

Produk hukum pidana akan menjadi salah satu tolak

ukur apakah negara semakin melindungi hak asasi

manusia dan menyehatkan demokrasi ataukah

mengesahkan aparat penegak hukum yang sewenang –

wenang dan buas.

Peristiwa 16 maret 2006 adalah fenomena praktik

kekerasan terhadap Aktivis pemuda, mahasiswa dan

Rakyat Papua menolak keberadaan PT. Freeport. Hal ini

menjadi pelajaran paling berharga bagi bangsa Indonesia

untuk kembali memerdekakan rakyat dari penjajahan

ekonomi dan politik, seperti yang pernah di lakukan oleh

VOC dahulu. Untuk lembaga Kepolisian, sudah saatnya

mengembalikan fungsi Kepolisian yaitu mengayomi

masyarakat dan benar – benar mengakkan hukum yang

berprespektif Hak Asasi Manusia. (Sasori86/Isen/Saren)

FOKUS 7

Bebaskan Tapol/ Napol

Papua Tanpa Syarat!!!

Me le ny a pkan k e jah ata n adalah awal dari kebajikan, d a n m e n y i n g k i r k a n kebodohan adalah awal dari kebijaksanaan.

(Gerard M Hopkins)

Dok. Nasta

Page 8: Bulletin Wene Edisi 3

ARAH JUANG 8

Suatu Front Persatuan adalah suatu bentuk seder-

hana dari kemampuan rakyat Papua membangun kekuatan

politik alternatifnya sendiri. Kekuatan politik alternatif

yang tentu berbeda dengan kekuatan politik dominan atau

kekuatan politik yang menghegemonik kesadaran rakyat

Papua saat ini yaitu kekuatan politik NKRI, termasuk pe-

merintahannya, partai-partai politik, ormas-ormas, apara-

tus (baik sipil maupun militer), kebijakan-kebijakannya,

dan kebudayaannya, dll. Kekuatan politik alternative yang

demikianlah yang oleh Garda-P disebut dengan Pemerin-

tahan Persatuan Rakyat Papua yang demokratik, progresif

dan revolusioner.

Kita juga harus menyadari bahwa sebuah front per-

satuan tidak akan mungkin terbangun dan kemudian men-

jadi suatu kekuatan politik alternative di tengah rakyat

Papua, jika front tersebut tidaklah berdiri atas kekuatan-

kekuatan riil rakyat Papua, tidak memperjuangkan persoa-

lan-persoalan nyata yang dihadapi sehari-hari, tidak ber-

basiskan kesadaran politik di tengah-tengah rakyat, dan

sekaligus tidak memajukan kesadaran tersebut sehingga

menjadi kesadaran politik yang revolusioner (membuntut

pada kesadaran massa). Artinya front yang terbangun ha-

rus bisa menjadi kekuatan alternative yang mampu

memimpin kesadaran massa dan bukannya mengekor pada

kesadaran massa. Tugas kepeloporan adalah tugas

memimpin dan memajukan kesadaran politik rakyat Papua

menjadi kesadaran politik yang lebih progresif dan revolu-

sioner.

Potret Perkembangan Front di Papua

Sebagai sebuah taktik perlawanan, Front Persatuan

merupakan bentuk perlawanan yang telah mulai dipakai

sebagai taktik perlawanan gerakan-gerakan di Papua.

Potret tentang maraknya kegiatan aksi massa

(demonstrasi) dalam bentuk Front Persatuan memang tak

dapat disangkal lagi sudah mengalami kemajuan meskipun

ada beberapa hal yang perlu dibenahi namun esensi ten-

tang pentingnya persatuan, tidak hanya dalam tingkatan

penyatuan isu saja mulai terlihat. Fakta-fakta gerakan yang

berkaitan dengan Front, antara lain:

Pertama, metode perlawanan aksi massa dilakukan

dalam bentuk organisasi Front Persatuan. Semakin sering

aksi massa dilakukan oleh front-front yang ada, akan men-

gantar kita pada suatu keyakinan bahwa bentuk perla-

wanan dengan menggunakan taktik Front, Koalisi atau

Aliansi dapat dan telah menjadi suatu bentuk perlawanan

yang mulai massif digunakan. Hal tersebut pada gilirannya

menyadarkan kita bahwa perjuangan yang dilakukan se-

cara bersama-sama lebih efektif dibandingkan berjuang

sendiri-sendiri. Tentunya isu-isu yang diangkat dalam

front merupakan isu spesifik misalnya: isu pembangunan

pasar bagi pedagang asli Papua, isu Tapol/Napol, isu

Masyarakat Adat, isu Transmigrasi, dan isu Pilkada.

Mengapa isu yang diangkat dalam Front harus spesi-

fik? Karena Front adalah gabungan dari beberapa or-

ganisasi yang setuju untuk bersama-sama mengangkat

sebuah isu. Pada tingkatan ini, kerjasama masih bersifat

taktis karena yang menyatukan mereka hanya kesamaan

isu yang termanifestasi dalam kesepakatan untuk melaku-

kan aksi massa bersama-sama.

Kedua, front yang bisa di terima oleh massa secara

luas adalah front yang mengangkat isu-isu sektoral yang

langsung berhubungan dengan realitas masyarakat se-

hingga peserta aksi atau massa aksi benar-benar sadar

(secara kognitif) mengapa mereka harus melakukan perla-

wanan. Pemahaman dan kesadaran tentang permasalahan

riil dan realitas tersebut akan mendorong terjadinya kesa-

daran dalam makna tindakan politik massa, yaitu kesada-

ran melakukan perlawanan dengan isu-isu sektoral: isu

pasar bagi mama-mama Papua, isu perlakuan yang tidak

manusiawi terhadap Tapol/Napol, isu transmigrasi, isu SK

MRP No. 14, dan isu lainnya.

Ketiga; yaitu isu atau persoalan yang di kampanyekan

telah menjadi persoalan public bahkan menjadi wacana

dalam berbagai diskusi tidak hanya di tingkatan masyara-

kat, tetapi juga diskusi tingkatan ilmiah seperti seminar.

Persoalan tersebut bahkan terkadang dipakai sebagai ba-

han kampanye para calon kepala daerah dalam situasi

menjelang Pilkada ini. Tidak hanya itu, media massa, baik

elektronik maupun cetak di tingkatan lokal maupun na-

sional menjadikan wacana ini sebagai topik berita, yang

hangat.

Keempat, aktivitas front-front tersebut belum lah

regular namun mulai ada upaya untuk membuat aktivitas

front menjadi regular atau rutin. Bentuk-bentuk regularitas

diantaranya adalah adanya rapat-rapat rutin, diskusi rutin,

dan kampanye rutin. Rutinitas tersebut tidak hanya sampai

ditingkatan itu saja, tetapi lebih didorong ke tingkatan le-

bih tinggi dan lebih strategis yaitu merumuskan program-

program kerja dengan jangka waktu yang agak panjang.

Kelima, adalah bahwa dalam hal mobilisasi massa,

front-front tersebut terbukti telah sanggup melibatkan ra-

tusan massa dalam aksi-aksi massanya.

Disamping potret tentang kemajuan-kemajuan di atas, ma-

Front Persatuan

Page 9: Bulletin Wene Edisi 3

tur front meluas, berarti struktur perlawanan juga akan

meluas. Hal itu juga berarti keterlibatan rakyat semakin

meluas dalam memperjuangkan persoalan-persoalan riil

rakyat tersebut.

Tugas kita bersama ke depan

Tugas kita bersama-sama ke depan adalah mewujudkan

suatu front persatuan (dari front-front yang ada saat ini)

yang antara lain :

1. Membangun suatu front persatuan yang demokratis

dalam hal mekanismenya, baik mekanisme pengambi-

lan keputusan maupun dalam mengeksekusi/

melaksanakan keputusan-keputusan demokratis terse-

but.

2. Front persatuan tidak hanya mengangkat satu isu atau

persoalan saja (secara parsial) tetapi harus menjadi

suatu front yang sanggup mengakomodir dan men-

ghubungkan suatu isu atau persoalan dengan persoa-

lan lainnya (komprehensif). Suatu front persatuan,

harus sanggup menemukan penyebab objektif atau

akar masalah dari semua persoalan yang ada, ke-

mudian sanggup menemukan jalan keluar (solusi)

persoalan tersebut. Selain itu, front tersebut harus

sanggup untuk terus memperjuangkan solusi-solusi

yang ditemukan dan terus memerangi penyebab ob-

jektif yang di temukan tersebut dengan kegiatan yang

sifatnya regular atau rutin.

3. Untuk itu, yang kita butuhkan adalah suatu front per-

satuan yang lebih strategis dengan melihat kaitan satu

isu yang diangkat oleh tiap front dengan isu lainnya

yang diangkat oleh front lain. Kemudian, melakukan

konsolidasi isu, konsolidasi organisasi dan memban-

gun suatu kesatuan gerak yang lebih maju, solid, serta

lebih programatik (tidak lagi sebatas isu, tapi sudah

sanggup melihat sebab yang lebih tinggi yang menye-

babkan munculnya isu atau persoalan-persoalan

yang di hadapi). Selain itu, front tersebut harus lebih

akomodatif dalam menghubungkan semua isu dan

tuntutan yang ada.

4. Front tersebut seharusnya berbasiskan kesadaran

kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok

yang sedang berjuang, dan juga mengakomodasi

kesadaran lain yang berupa solidaritas atau simpati.

Misalnya front yang mengusung isu solidaritas Tapol/

Napol seharusnya berisi kelompok-kelompok bukan

hanya organisasi Tapol/Napol saja tetapi juga indi-

vidu atau kelompok yang bersimpati atau memberi

dukungan terhadap isu atau persoalan tersebut.

(Smadav)

-------- ## -------

sih banyak kelemahan-kelemahan dalam proses pem-

bangunan Front yang terjadi di Papua saat ini. Kele-

mahan-kelemahan tersebut antara lain:

Kesatu, belum mempunyai mekanisme demokratik

sebagai sebuah front persatuan. Tidak mungkin kita

membangun dan mengharapkan sebuah front persatuan

akan berubah secara dialektis menjadi sebuah kekuatan

politik alternatif rakyat Papua, jika kita mengabaikan

mekanisme demokrasi di dalam front tersebut. Singkat-

nya jika tidak ada demokrasi, maka tidak ada dukungan

rakyat dan rakyat tidak akan merasa memiliki terhadap

front tersebut. Akibatnya sudah pasti yaitu front terse-

but tidak bias menjadi alat perjuangan, bahkan menjadi

alat alternatif politik perjuangan bagi rakyat Papua.

Kedua, masih berjuang sebatas suatu isu tertentu.

Tidak mungkin suatu front persatuan akan mendapat

dukungan mayoritas rakyat Papua, jika front tersebut

hanya memperjuangkan satu isu/persoalan saja. Karena

seluruh rakyat Papua punya persoalannya masing-

masing yang artinya seluruh rakyat Papua punya ke-

pentingan terhadap penyelesaian persoalannya. Oleh

karena itu, perlu dihubungkan antara satu isu/persoalan

dengan persoalan lainnya. Kemudian menemukan se-

buah penyebab dari persoalan-persoalan yang ada, dan

mencari jalan keluarnya dan kemudian mewujudkan

jalan keluar tersebut.

Ketiga, Front yang terbangun relatif tidak meluas

karena anggotanya masih sama saja. Hal ini berhu-

bungan dengan dua persoalan di atas yaitu persoalan

demokrasi dalam front tersebut dan juga persoalan me-

luaskan tuntutan dan kemampuan suatu front untuk

mengkaitkan suatu tuntutan dengan tuntutan lainnya.

Artinya, semakin demokratis suatu front persatuan,

maka front tersebut makin sanggup mengakomodir ber-

macam-macam isu atau persoalan rakyat yang ada.

idealnya, front yang terbangun semakin sanggup me-

luaskan strukturnya, sehingga makin luaslah front

tersebut. Jika hal tersebut diatas terpenuhi, maka secara

dialektis front yang terbangun sanggup menyediakan

syarat-syarat untuk menjadi alternatif politik bagi selu-

ruh isu/persoalan rakyat Papua yang ada.

Keempat, belum sanggup mendorong pengorgan-

isiran sektor rakyat yang isunya di angkat. Sampai saat

ini front-front yang ada belum sanggup melibatkan sek-

tor-sektor rakyat yang berkepentingan terhadap isu/

persoalan yang di usung. Artinya front-front yang ada

hanya berisi orang-orang yang bersolidaritas terhadap

persoalan yang ada.

Kelima, struktur front yang terbangun belum me-

luas karena baru ada di kota Jayapura saja. Jika struk-

ARAH JUANG 9

Page 10: Bulletin Wene Edisi 3

OPINI 10

Penjara, sering disebut sebagai hotel prodeo – hotel

gratis atau cuma-cuma – merupakan tempat bagi orang-

orang yang melakukan tindakan melanggar hukum, masuk

dalam kategori penjahat, melakukan tindakan kriminal, dan

sebagainya. Singkatnya, siapapun yang pernah menginap di

hotel prodeo pasti mendapat label ‗penjahat, sampah

masyarakat, kriminal, tanpa melihat jenis kejahatan yang

dilakukan oleh mereka. Orang yang berada di balik jeruji

besi atau penjara sebenarnya dibedakan lagi dengan tahanan

– orang yang sudah ditahan oleh pihak berwajib namun be-

lum mendapat putusan pengadilan –, sedangkan hukuman –

orang yang sudah mendapat putusan hukum terhadap jenis

tindakan yang dilakukannya. –. Secara yuridisi normatif,

tahanan dan hukuman berbeda namun dalam realitas hukum,

keduanya diperlakukan tidak berbeda dan hal tersebut sudah

lumrah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tahanan

atau narapidana politik (TAPOL/NAPOL) adalah salah satu

jenis hukuman yang biasanya mendekam dibalik bui. Aneh

memang jika di pikir secara logis bahwa tak ada kerugian

apapun yang ditimbulkan dari aktivitas para tahanan jenis ini

kecuali menjadi duri dalam daging bagi status quo para pen-

guasa. Aktivitas mereka (tapol) dianggap memiliki unsur

politis dan bisa mempengaruhi opini orang banyak, men-

yadarkan orang lain terhadap realitas sebenarnya yang beru-

saha ditutupi oleh pihak penguasa sehingga orang mulai sa-

dar untuk melakukan perlawanan terhadap sistem pemerin-

tahan yang melenceng atau keluar dari jalur yang seharus-

nya. Singkatnya, kesadaran nurani mereka yang kritis terse-

butlah yang kemudian menghantar mereka untuk mendekam

di balik jeruji besi.

Menahan dan memenjarahkan para ‗tukang kritik‘

tidak memiliki arti lain, selain memenjarakan, dan mem-

bungkam suara mereka supaya tidak didengar oleh orang

lain dan sekaligus membatasi perkembangan dinamika de-

mokrasi dan pendidikan politik di tengah-tengah rakyat. Hal

itu dikarenakan, para penguasa lebih suka menyelenggara-

kan pemerintahan sesuai keinginan dan kepentingan mereka

sehingga perbedaan pendapat apalagi kritik merupakan hal

yang sangat ditabukan karena akan menyuburkan bibit-bibit

perlawanan terhadap kekuasaan yang ada. Karena, pada

dasarnya pemerintah dimanapun selalu berfikir bahwa im-

perium kekuasaan yang ideal bagi mereka adalah imperium

diam, dimana rakyat hanya menjadi objek kekuasaan dan

dijadikan seperti sekawanan hewan yang melakukan apa saja

tanpa membantah, dan menerima apa saja yang disodorkan

pada mereka. Memang, tahanan politik dari manapun asal-

nya, selalu identik dengan orang yang melawan penguasa

yang diktator, anti demokrasi, dan korup serta menging-

kari hak-hak warga negaranya.

Tak beda halnya dengan Indonesia saat ini.

Meskipun angin reformasi belum lama berhembus dan

bisa dikatakan baru seumur jagung, namun kini cita-

citanya agar ruang-ruang demokrasi yang sekian lama

terpasung terbuka lebar tersebut kini dikhianati oleh

rezim-rezim yang justru lahir pasca reformasi. Pembung-

kaman, pemenjaraan ide-ide kritis, stigmatisasi

‗penjahat‘, semakin marak bahkan mulai menjadi trend di

kalangan para penegak hukum di Indonesia walaupun hak

warga negara di Indonesia diatur dengan jelas dalam un-

dang-undang Pasal 28D (1) ― Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum‖.

Pengkhianatan dan pengingkaran terhadap hak sipil dan

hak politik juga terjadi terang-terangan. Jaminan kebe-

basan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945

dan diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai kon-

stitusi tertinggi yang menjamin hak sipil politik warga

Negara, justru diingkari dengan praktek-praktek

kekerasan dan pemasungan hak-hak melalui produk un-

dang-undang KUHP yang derajatnya lebih rendah dari

UU Dasar 1945.

Realita yang sama juga terdapat di Papua semen-

jak dianeksasi secara paksa lewat Pepera 1969 yang cacat

hukum tersebut. Banyak orang Papua yang menjadi

tahanan politik bahkan diasingkan ke tempat-tempat lain

di luar Papua. Sejarah mencatat bahwa beberapa orang

yang terlibat dalam peristiwa di Markas Arfai, 28 Juli

1965, yang ditangkap kemudian diasingkan ke beberapa

daerah di Indonesia. Rekaman pemasungan hak politik

yang terjadi di Papua diantaranya: usaha penangkapan

terhadap group musik Black Brothers yang melakukan

protes lewat lagu-lagu kemudian harus lari meninggalkan

Papua dan berada di pengasingan hingga kini, atau

penangkapan sosiologi dan antropolog Arnold C. Ap

yang berakhir dengan penembakan dirinya (1984), ke-

mudian penahanan Tom Wanggai setelah pengibaran

bendera di Lapangan Mandala Jayapura (1988), penang-

kapan warga Biak pasca pengibaran Bintang Kejora yang

kemudian mengakibatkan operasi militer besar-besaran,

terkenal dengan kasus Biak Berdarah (6 Juli 1998), pena-

hanan dan penangkapan pelaku pembongkaran gudang

(Refleksi Kritis Terhadap Pemenjaraan Demokrasi di Papua)

(Ronda)

Page 11: Bulletin Wene Edisi 3

OPINI 11

senjata di Wamena (4 April 2003), penangkapan 4 aktivis

mahasiswa Papua di Jakarta pasca demonstrasi di depan

kedutaan Belanda dan Amerika (Desember 2000), pena-

hanan 4 aktivis Papua usai pengibaran Bintang Kejora di

Lapangan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah (3 De-

sember 2003), penahanan Yusak Pakage dan Filep Karma,

pasca pengibaran Bintang Kejora di lapangan Trikora,

Abepura 2004, penangkapan dan penahanan Ferdinan Pak-

age dkk pasca aksi demonstrasi didepan Kampus Uncen ,

Jayapura (16 Maret 2006), penangkapan Zakharias Horota

dan Elias Weya (2008), penahanan Buchtar Tabuni (2009)

melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM dan operasi

militer yang dijalankan di Papua dan juga masih banyak

lagi nama yang lain.

Apa yang salah dengan aktivitas mereka sehingga

mereka ditahan dan dijadikan tahanan politik? Protes ter-

hadap ketidakadilan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang

terus terjadi di Papua, penebangan dan pengrusakan ling-

kungan serta hutan Papua atas nama Investasi, peminggiran

masyarakat Asli Papua, implementasi undang-undang yang

salah kaprah dan tumpang tindih (UU Otonomi Khusus dan

UU Pemekaran Wilayah) serta PP 77 yang memasang hak

politik masyarakat Papua, pengebirian produk UU Otsus

yang sarat dengan pelanggaran hak-hak dasar orang Papua,

justru mendapat label atau stigma sebagai separatis, dan

dijerat dengan pasal-pasal makar.

Sebagian tahanan politik tersebut sudah bebas, ada

yang mati dalam tahanan, ada yang sudah tak bisa kembali

lagi menginjakkan kakinya ke Papua, namun masih banyak

yang mendekam di prnjara. Sebagian besar dari mereka,

ditahan tanpa melalui prosedur hukum, kemudian mendapat

keputusan secara tidak adil tanpa pengadilan yang terbuka

dan transparan, bahkan sebahagian lagi masih terkatung-

katung nasibnya karena pengadilan belum memutuskan

lama hukuman mereka, namun mereka sudah diperlakukan

layaknya hukuman. Singkat kata, hukum Indonesia sama

sekali tak berpihak pada mereka karena kekerasan terhadap

mereka terus saja terjadi bahkan dalam penjara yang seha-

rusnya menjadi tempat mereka dibina. Lantas dimana bukti

bahwa negara Indonesia ini adalah negara yang menganut

sistem hukum, dimana hukum memegang kedaulan

tertinggi?

Penjara memang tempat mengasingkan dan mema-

sung kebebasan namun kita tak boleh melupakan satu

makna penting tentang penjara bahwa semakin banyak

tahanan politik di Papua berarti pihak pemerintah Indonesia

sedang menyembunyikan kebenaran, dan mereka tak ingin

masyarakat Papua sadar terhadap hak-hak mereka, dan juga

menunjukkan jenis pemerintahan yang otoriter dan militer-

istik yang diterapkan di seluruh tanah Papua. Hal tersebut

bisa terlihat jelas ketika orang Papua memprotes pengiri-

man militer yang melahirkan pelanggaran HAM besar-

besaran yang masih terus terjadi di Papua, pelarangan

jurnalis asing (luar negeri) untuk masuk ke Papua, depor-

tasi terhadap wartawan asing yang meliput demonstrasi

pemuda dan mahasiswa baru-baru ini, dan penangkapan

pelaku demonstrasi sampai tindakan kekerasan yang

menyebabkan kematian atau cacat seumur hidup.

Hal tersebut menjadi bukti bahwa mengharapkan

demokrasi di Negara yang hanya memakai kata de-

mokrasi sebagai tameng dan jargon politik untuk menda-

pat bantuan dan dukungan internasional adalah sia-sia

bahkan hal yang sangat mustahil. Realita tersebut seha-

rusnya menyadarkan kita, orang Papua, bahwa ada yang

salah di negara ini karena orang hanya berbicara dan

mengemukakan pendapat dan melakukan protes saja bisa

dianggap penjahat dan dikurung dalam penjara. Oleh

karena itu, jika kita, orang Papua, diseret masuk ke dalam

penjara dan menjadi tahanan politik karena menyuarakan

hak-hak kita maka kita tidak perlu malu atau takut tetapi

harus berbangga dan yakin bahwa apa yang kita suarakan

itu mulia dan benar adanya.

Kebebasan dan pemerintahan yang jujur, adil,

dan menghargai nilai kemanusiaan tidak bisa datang den-

gan sendirinya tetapi harus diperjuangkan dengan darah

dan air mata maupun penjara.

Jangan pernah takut untuk dimasukan ke dalam

penjara karena menyuarakan kebenaran, karena kebena-

ran bisa disalahkan tetapi takkan pernah dikalahkan. Wa-

TAHANAN POLITIK MENYUARAKAN ASPIRASI RAKYAT PAPUA UNTUK

KEADILAN

Stop Kekerasan

dan diskriminasi

terhadap Tahanan

Politik Papua

Page 12: Bulletin Wene Edisi 3

BOM SELEBARAN 12

Rakyat Papua adalah subjek dari cita-cita Papua Merdeka

Bangun alat/lembaga politik dan pemerintahan sendiri, diluar NKRI

Kemerdekaan tidak datang karena kebaikan atau rasa kasihan orang lain atau karena kita menunggu. Tapi datang karena kita, Rakyat Papua, mau memperjuang-kannya. Kita, rakyat Papua, adalah subjek/pelaku dari cita-cita Papua merdeka tersebut.

Kemerdekaan tidak datang dari lembaga-lembaga politik dan pemerintahan NKRI seperti MPR, DPR RI, DPD RI, Presiden, DPRP, Gubernur, MRP, DPRD Kota/Kabupaten, Bupati, partai-partai politik NKRI, or-ganisasi-organisasinya NKRI, dll. Karena semua lembaga itu adalah milik NKRI, yang mengabdi kepada kepentin-gan NKRI.

Tapi kemerdekaan Papua datang karena rakyat Papua mau membangun alat/lembaga politik dan pemerin-tahanya sendiri, diluar semua alat/lembaga politik dan pemerintahan NKRI. Seperti apakah alat/lembaga politik dan pemerintahan itu? Kita bisa lihat beberapa contoh: CNRT di Timor Leste, PLO di Palestina, PAIGC di Guinea Bisau, dll

Alat/lembaga politik dan pemerintahan rakyat Papua dapat di bangun jika rakyat Papua mau mengor-ganisasikan perjuangan/perlawanannya. Jadi dimulai dengan BERORGANISASI. Bangun organisasi perjuan-gan/perlawanan. Apa saja yang harus diperjuangkan? Yang harus di perjuangkan adalah segala hal yang dalam kesadaran politik kita seharusnya ada agar hidup kita lebih baik. Contohnya kita menuntut kemerdekaan Papua, karena kita sadar bahwa itu adalah hak kita untuk menentukan nasib kita sendiri. Kita tuntut agar

mama-mama pedagang Papua diberikan pasar khusus, karena dengan adanya pasar tersebut mereka bisa dilatih untuk lebih terampil dan sanggup bersaing. Kita tuntut pendidikan dan kesehatan gratis, karena kita sadar hal itu akan membantu kita untuk maju dan berkembang, kita tuntut agar masyarakat adat Papua dimampukan/diberdayakan untuk mengelolah sumber daya nya sendiri karena kita yakin dengan hal itu masyarakat adat tidak tersingkir dari tanah adat-nya, dll.

Kemudian dengan adanya organisasi-organisasi per-juangan/perlawanan tersebut kita bisa membangun suatu FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi yang terdiri dari organisasi-organisasi perlawanan tersebut. FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi tersebut adalah tempat kita melatih diri kita dan terus menerus memajukannya sehingga FRONT PER-SATUAN/Koalisi/Aliansi sanggup mengemban tu-gasnya sebagai alat/lembaga politik dan pemerin-tahan kita yaitu alat/lembaga politik dan pemer-intahan seluruh rakyat Papua.

Alat/lembaga politik dan pemerintahan seluruh rakyat Papua inilah yang kemudian menjadi alat perjuangan seluruh rakyat Papua untuk mewu-judkan cita-cita Papua Merdeka dan sekaligus menjadi bukti kesanggupan kita, rakyat Papua, untuk memimpin dan memerintah diri kita sendiri di atas tanah kita.

Page 13: Bulletin Wene Edisi 3

TOKOH 13

pekerjaan di sebuah kantor pelayanan publik yang mem

bolehkannya untuk meneruskan pendidikannya. Namun,

pada tahun 1968, ia harus meninggalkan bangku pendidi-

kan karena di rekrut oleh Angkatan Darat Portugis me-

layani negara. Wajib militer itu ia jalani selama 3 tahun,

sampai mencapai pangkat Kopral. Dalam masa-masa men-

jalankan bergabung dalam militer itulah, Gusmao menda-

pat seorang putra, Eugenio, dan seorang putri, Zenilda, dari

istrinya Emilia Batista.

Tahun 1971 merupakan titik permulaan bagi Gusmão

dalam dalam keterlibatannya di gerakan pembebasan

Portugis Timor. Ia terlibat dalam suatu organisasi

nasionalis yang diketuai oleh José Ramos Horta.

Pada tahun 1974 Gusmao bergabung dengan Fretilin,

saat yang bersamaan dengan terjadinya kudeta di Portugal

yang mengakibatkan Portugal harus melakukan dekolo-

nisasi bagi negara-negara jajahannya, salah satunya adalah

Timor Portugis. Untuk itu, Gubernus Portugal saat itu,

Mario Lemos Pires, mengumumkan rencana untuk mem-

berikan kemerdekaan koloni dengan langkah mengadakan

Pemilihan Umum dengan tujuan mempersiapkan kemer-

dekaan Timor Leste di tahun 1978.

Pada masa itu ada dua faksi di Timor Portugis yaitu:

UDT (Uni Demokratik Timor) dan Fretelin yang selalu

saling berselisih dan bersaing. Xanana aktif dalam salah

salah satu faksi yaitu Fretelin, sehingga pada pertengahan

tahun 1975, ia dipenjarakan oleh faksi saingannya, UDT.

Masa penahanan Gusmao oleh faksi saingannya tersebut

tidak berlangsung lama karena pada akhir tahun 1975,

faksi Fretelin yang sepenuhnya telah menguasai Timor

Portugis, mengeluarkannya dari penjara. Setelah keluar

dari penjara, Gusmao semakin terlibat secara aktif dan

hingga menduduki posisi Sekertaris dalam organisasinya,

Fretelin.

Mengambil keuntungan dari kekacauan internal antara

UDT dan Fretelin dan masa senggang saat persiapan ke-

merdekaan tersebut, Indonesia segera memulai kampanye

destabilisasi dan serangan sering ke Timor Portugis secara

bertahap dari pada akhir tahun 1975.

Pada tangga 28 November 1975, Fretelin mendeklara-

sikan Kemerdekaan Timor Portugis sebagai ‗Republik De-

mokratik Timor Leste’. Dalam proses ini, Gusmao sendiri

terlibat dalam syuting kegiatan upacara bersejarah tersebut.

Namun, 9 hari setelah deklarasi kemerdekaan dan pemerin-

tahan lokal, Republik Demokratik Timor Leste, Indonesia

Pria bernama lengkap Kay Rala Xanana Gusmao atau

Jose Alexandre yang lebih akrab di sapa ‗Xanana‘, nama

yang diambil dari lirik musik sha-na-na ini, lahir tanggal

20 Juni di Manatuto, di suatu daerah di Timor Leste yang

sering disebut daerah Timor Portugis, pada tahun 1946.

Xanana, adalah seorang mestico, sebutan untuk anak

berdarah campuran Timor Portugis dari sepasang suami

istri yang berprofesi sebagai guru.

Ia menimba ilmu di sekolah Jesuit di luar Dili, namun

meninggalkan sekolah Jesuit tersebut pada usia 16 tahun

kemudian mencari pekerjaan. Pekerjaannya ada beberapa,

namun di tengah kesibukannya bekerja, pendidikan tetap

masih ia prioritaskan diatas segalanya. Hal it terbukti saat

ia tetap melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah malam

selepas kerja. Pada tahun 1965, di usianya yang ke-19 ia

bertemu Emilia Batista, yang kemudian menjadi istri per-

tamanya.

Pada tahun 1966, Xanana memperoleh sebuah

Xanana Gusmao, Perdana Mentri Timor Leste

XANANA GUSMAO

DARI PENJARA MENUJU PEMBEBASAN NASIONAL TIMOR LESTE

www.freedom.tp/people/xanana.htm

Page 14: Bulletin Wene Edisi 3

TOKOH 14

melakukan invasi ke Timor-Timor, saat Gusmao sedang

mengunjungi teman-temannya di luar kota Dili. Ia hanya

menyaksikan proses invasi tersebut dari bukit-bukit, dan

mulai melakukan pencarian terhadap keluarganya hari-hari

setelah itu.

Gusmao yang memang menonjol dalam organisas-

inya, kembali mendapat posisi penting yaitu menjadi

pemimpin partai Falintil, sayap bersenjata Fretilin, pada

tahun 1981.

Setelah penunjukkan ―Pemerintah sementara Timor

Leste‖ oleh Indonesia, Gusmao menjadi sangat terlibat

dalam kegiatan perlawanan dengan cara berjalan dari desa

ke desa untuk memperoleh dukuangan dan merekrut ang-

gota baru. Kegiatan tersebut mendapat simpati dan dukun-

gan dari rakyat. Namun di awal tahun 1980-an FRETELIN

mulai mengalami beberapa kemunduran besar di awal

1980-an, sehingga Xanana memutuskan untuk meninggal-

kan Fretelin, keluar dan membentuk Dewan Pertahanan

Nasional rakyat Maubere (CNRM) pada tahun 1987.

Langkah ini dilakukan guna merangkul semua pihak ter-

masuk gereja demi menghindari kesan perjuangan kemer-

dekaan hanya dilakukan Fretilin. Untuk mendapat penga-

kuan internasional, Xanana menyempurnakannya dengan

mengubah CNRM menjadi CNRT (Dewan Per-

tahanan Nasional Rakyat Timor) tahun 1998 di

Pinichi (Portugal). Pada pertengahan 1980-an

simpati dan dukungan rakyat meluas, dan tak

dapat disangkal lagi bahwa Gusmao menjadi

salah seorang tokoh dan seorang pemimpin

besar. Beberapa point yang menjadikan Xanana

sebagai seorang pemimpin dan pejuang pembe-

basan yang karismatik adalah sebagai berikut:

Pertama, Xanana memiliki hati yang peka

dan setia terhadap garis perjuangan ketika ban-

yak anggota Falintil, dan Fretelin yang men-

yerahkan diri kepada ABRI karena nasional-

isme dan daya juang mereka sudah aus, namun

ia tetap setia.

Kedua, Xanana sebagai ―sisa― tertinggi

dalam Falintil dan Fretelin. mendapat inspirasi

bahwa masih ada per- HATI –an dari masyara-

kat Timor Lorosae di kota-kota terhadap nasib

mereka di hutan-hutan. Ia juga menangkap sua-

sana batin ini secara tepat. Setelah belajar dari

situasi dan kondisi perjuangan yang ada, ia

mengubah haluan partai FRETELIN ke arah

nasionalisme baru dengan meninggalkan

ideologi Marxisme- Leninisme ke arah Sosial-

isme– Demokratik dengan keluar dari Fretelin

dan mengawali RER (Reajustamento

Estrutural da Resistencia) yang kemudian dinamakan

CNRT.

Ketiga, dengan keluar dari Fretelin tidak berarti

Xanana ―menghabisi ― perjuangan –nya. Justru dalam si-

kap nya yang nonpartisan, ia merangkul Fretelin sebagai

basis utama dan menampung aspirasi ex-lawannya dari

partai lain (UDT, Apodeti, Kota dan Trabalhista). Dengan

kata lain, ia merangkai sebuah simfoni baru dalam ork-

estra nasionalisme baru Timor Lorosae. Bukannya sebuah

nasionalisme eksklusif seperti Fretelin melainkan nasion-

alisme yang hidup dari ― roh kemerdekaan ― dalam hati

nurani setiap orang Timor Lorosae yang sejati.

Keempat, peristiwa terpenting yang menjadi

―kompas‖ sejarah Timor Lorosae ialah ketika Xanana ke-

luar dari Fretelin dan mengubah Falintil menjadi tentara

pembebasan nasional. Pada saat bersamaan, Fretelin yang

di pimpin Lu-Olo, dengan kerendahan hati menerima vis

―mantan‖ anggotanya; Xanana. Di tangan Xanana dan Lu-

Olo, Fretelin mengalami sebuah

―Purificacao‖ (Permunian) dengan meletakan nasip rakyat

dan masa depan sejarah Timor Lorosae di atas kepentin-

gan partai. Bagi mereka berdua, tidak penting Fretilin mati

atau hidup karena yang terpenting adalah rakyat Timor

Xanana Gusmao, Semasa memimpin Fretelin

ww

w.fr

eedo

m.tp

/peo

ple/

xana

na.h

Page 15: Bulletin Wene Edisi 3

TOKOH 15

Lorosae dibebaskan dari penjajahan.

Kelima, pemikiran Xanana dengan mengubah format

perjuangan didukung sepenuhnya bukan hanya oleh Falintil

tetapi seluruh rakyat Timor Lorosae. Selanjutnya, Falintil

memberikan ―Pengamanan‖ total kepada perjuangan sang

komandan dengan mencetuskan sumpah FALINTIL kepada

Xanana ―maun boot tun ami tun, maun boot sae ami

sae‖ yaitu sumpah seorang ksatria hanya tuntas dalam

tetes darah terakhir. Dalam CNRM, sifat nasonalisme bu-

kanlah privilege sebuah kelompok partai melainkan rakyat

―Maubere‖ pada umumnya. Bagi Xanana, bukan istilah

yang menentukan, melainkan wawasan, spirit, integritas,

karakter dan semangat kebersamaanlah yang paling

penting. Xanana memakai gagasan Tomas de Aquino,

bahwa ,‖a wise man doesn t worry about name – orang yang bijak tidak

peduli tentang nama –‖.

Peristiwa Pembantaian Santa Cruz yang terjadi di Dili,

Timor-Timor pada tanggal 12 November 1992 pada awal

1990-an, Gusmao menjadi seseorang yang paling dicari

oleh media atau pers nasional maupun internasional untuk

dimintai keterangan dan komentarnya. Keterangan yang ia

berikan mendapat perhatian dunia terhadap peristiwa yang

dikenal sebagai ‗Santa Cruz Massacre‘ itu. Profilnya seba-

gai pemimpin yang paling dihormati di Timor-Timor me

nyebabkannya masuk ke dalam daftar orang yang paling

dicari versi pemerintah Indonesia. Sebuah kampanye untuk

penangkapannya akhirnya sukses pada bulan November

1992 tepatnya tanggal 20.

Pada bulan Mei 1993, Gusmao diadili, dan divonis hu-

kuman mati oleh Pemerintah Indonesia setelah dijerat den-

gan pasal-pasal pidana diantaranya: pasal 108 KUHP Indo-

nesia (pemberontakan ), UU No.12 dari 1951 ( kepemilikan

ilegal senjata api ), dan pasal 106 (mencoba bagian terpisah

dari wilayah Indonesia). Proses penahanan dan persidangan

cacat hukum bahkan Berita Acara Penahanannya dan pu-

tusan pengadilannya diberikan tanpa didampingi oleh seo-

rang pengacarapun. Vonis hukuman mati tersebut dirin-

gankan menjadi 20 tahun oleh presiden Indonesia, Soe-

harto, pada bulan Agustus 1993. Meskipun tidak dibebas-

kan, sampai akhir tahun 1999, Gusmao berhasil memimpin

perlawanan dari dalam penjara. Ia harus menjalani pemen-

jaraan politik selama tujuh tahun hingga kemudian dibebas-

kan pada 7 September 1999 setelah runtuhnya kekuasaan

Orde Baru.

Kemudian karena tekanan dunia Internasional, maka

diadakan Referendum akhir tahun 1990-an, tepatnya 30

Agustus 1999. Proses referendum tersebut tetap diwarnai

teror dan ancaman oleh pemerintah Indonesia, namun

rakyat Timor Leste yang telah melihat kekejaman dan ke-

brutalan Indonesia, mayoritas masyarakat lebih memilih

untuk merdeka.

Pasca Referendum, teror terus berlanjut dan kondisi

Timor-Timor semakin tidak kondusif karena pertumpa-

han darah yang terus terjadi. Gusmao sendiri terus meng-

kampanyekan kondisi negerinya ke dunia Internasional

dan bahkan kepada tokoh-tokoh penting yang mengun-

junginya dipenjara, LP Cipinang, Jakarta.

UNTAET mengambil alih wewenang sementara di

Timor Timur pada 26 Oktober 1999. Xanana baru aktif

kembali menjelang pemilu presiden. Setelah Timor

Timur merdeka pada 20 Mei 2002, ia terpilih menjadi

presiden.

Sementara di dalam penjara itulah Xanana bertemu

dengan Kirsty Sword, seorang wanita berkebangsaan

Australia, dan mendapat 3 orang anak:). Alexandre, Kay

Olok, dan Daniel. Xanana juga menulis sebuah

autobiografi yang berjudul: To Resist Is to Win yang

artinya ‗Menentang adalah untuk Menang’.(Manwen)

Bentuk Front Persatuan

Untuk Pembebasan

Nasional

Bangun Front

Persatuan Rakyat Papua.

Hal ini hanya dapat terwujud jika

terdapat peningkatan kesadaran

politik rakyat Papua, dimana rakyat

sadar dan sanggup membangun

organisasinya dan menggunakannya

sebagai alat perlawanannya. Hal ini

juga merupakan landasan

terbangunnya front persatuan rakyat

Papua, dan juga landasan persatuan

yang demokratik (berkedaulatan

rakyat/terbangunnya dewan-dewan

rakyat Papua).

Page 16: Bulletin Wene Edisi 3

Makna ekonomi berbasis kerakyatan menjadi wacana

yang selalu diperdebatkan namun tidak menemukan

solusi yang tegas dalam menerapkan ekonomi kerakyatan

tersebut. Landasannya adalah bagaimana kehidupan dasar

manusia dapat terpenuhi setiap saat, antara lain ; makan

minum, rumah, pakain, pendidikan, dan kesehatan yang

merupakan syarat-syarat dasar mengukur Indeks Pem-

bangunan Manusia.

Persoalanya semakin rumit saat kita melihat kebija-

kan-kebijakan Pemerintah yang sangat tidak memihak

kepada pemberdayaan atau pembangunan sektor ekonomi

rakyat tersebut. Fenomena ini bisa kita lihat dari sisi per-

juangan pedagang Asli Papua (mama-mama Papua) un-

tuk mendapatkan pasar khusus bagi mereka, agar terjadi

persaingan dagang yang sehat atau melatih pedagang Asli

Papua dalam persaingan bisnis rakyat yang sehat untuk

menghadapi persaingan pasar bebas yang sedang men-

gancam wilayah Papua saat ini. Ada berbagai alasan yang

selalu di buat oleh para elit birokrasi Pemerintah Papua

menyangkut lahan dan ketersediaan dana bagi pasar

rakyat tersebut. Yang menjadi pertanyaan ― kenapa mall

atau ruko-ruko bisa dibangun tanpa ada alasan lahan

dan dana?

Arus Kepentingan Modal Internasional

Papua saat ini merupakan bagian dari Negara Indo-

nesia, sehingga kebijakan –kebijakan tentang pasar atau

perdagangan secara umum diatur dalam perjanjian-

perjanjian perdagangan secara internasional. Mall atau

ruko merupakan bentuk fisik bangunan yang sudah di-

siapkan oleh pemodal-pemodal besar dalam melakukan

transaksi bisnis atau penjualan barang. Di Mall atau ruko,

kita bisa menemukan banyak barang dagangan seperti

sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, alat-alat elek-

tronik, buku, bahkan makanan langsung jadi, dll yang

sudah di kemas dengan rapi dengan harga yang sudah

ditetapkan sehingga ketertarikan para pembeli lebih cepat

(dominan). Hal ini merupakan gambaran tentang strategi

kebijakan pasar modern dalam merespon situasi masyara-

kat secara umum. Dari mana produksi sayur, buah,

bumbu, dll? produksi sayur, buah dan bumbu merupakan

bentuk kerja sama petani yang mengelola lahan pertanian

atau perkebunan dengan para pemodal usaha yang cukup

besar sehingga dia mampu menguasai (memonopoli)

perdagangan. Para pemodal ini sudah tentu mempunyai

dana yang sangat besar ( milyaran atau triyulan rupiah )

sehingga mereka mampu membeli lahan untuk pertanian,

perkebunan dan mempekerjakan para petani atau juga

membangun mall dan ruko. Selain itu, mereka mampu

membeli Gubernur, Bupati, Walikota, DPRP, DPRD dan

birokrasi yang terkait. Hal ini yang menyebabkan pemer-

intah sangat sulit bahkan dengan berbagai alasan untuk

tidak membangun pasar bagi Pedagang Asli Papua.

Pasar Bebas

Pasar Bebas merupakan sejarah panjang dari politik

perdagangan bebas tanpa mengenal batas-batas wilayah

atau Negara. Ini merupakan sebuah paham yang

meyakini bahwa kesejahteraan suatu Negara hanya diten-

tukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan

oleh negara yang bersangkutan. Aset ekonomi atau modal

negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah

kapital (mineral berharga, terutama emas maupun ko-

moditas lainnya seperti tanah, hutan/kayu, dll) yang di-

miliki oleh Negara, dan modal ini bisa diperbesar jumlah-

nya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah impor

sebisa mungkin, sehingga neraca perdagangan dengan

negara lain akan selalu positif.

Dengan pasar bebas, maka ekspansi (perluasan) mo-

dal dan distribusi koomoditas akan berjalan dengan baik.

Misalnya industri raksasa internasional (seperti Freeport,

British Protelium, perusahan kayu, atau barang dan jasa)

yang berada di bawah kendali pengusaha-pengusaha

internasional, akan lebih leluasa mengambil kekayaan

alam di suatu negara atau daerah tertentu. Namun se-

baliknya, industri negara berkembang, termasuk Indone-

sia justru akan mengalami kemunduran akibat kalah ber-

saing dengan komoditas produk luar yang tentu saja jauh

lebih murah.

Dampak Pasar Bebas Bagi Indonesia.

Sasaran dari eksploitasi modal asing berasal dari ne-

gara-negara industri maju seperti Amerika Serikat,

Jepang, Uni Eropa, dan didukung oleh lembaga keuangan

multilateral (IMF/WB/ADB). Utang luar negeri menjadi

pembuka jalan bagi investasi modal besar untuk melan-

jutkan eksploitasi atas perekonomian Indonesia. Utang

luar negeri Indonesia hingga akhir tahun 2008 mencapai

Rp 1.640 triliun (KURS 11.000/US$), yang terdiri dari

utang swasta dan utang Pemerintah. Ditambah dengan

utang obligasi negara (surat utang) yang berasal dari

dalam dan luar negeri sebesar 973,25 triliun, maka total

utang mencapai Rp 2.613 triliun. Artinya setiap kepala

keluarga di negara Indonesia harus menanggung utang

sedikitnya Rp 44 juta/ rumah tangga (jumlah penduduk

230,4 juta jiwa, jumlah rumah tangga 59,2 juta dan ang-

PERLAWANAN RAKYAT 16

PEDAGANG ASLI PAPUA MENCARI TANAH DAN LAHAN DI NEGERINYA “SELAMAT DATANG PASAR BEBAS”

Page 17: Bulletin Wene Edisi 3

gota rumah tangga 3,89 jiwa/ rumah tangga). Padahal

utang luar negeri yang sangat besar tersebut tidak diguna-

kan untuk rakyat, tetapi menjadi sumber bagi pembiayaan

kepentingan modal besar. Negara menggunakan pajak

rakyat untuk membayar bunga dan cicilan hutang pokok

dalam jumlah yang sangat besar yaitu mencapai Rp.

495,69 triliun atau setara dengan 58 persen pendapatan

negara atau 75 persen pendapatan pajak dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009.

Lahirnya seluruh produk hukum dengzn dibangun-

nya segenap infrastruktur yang mendukung eksploitasi

modal atas ekonomi Indonesia, telah meningkatkan domi-

nasi modal besar asing hampir di seluruh sektor. Hingga

saat ini lebih dari 175 juta lahan telah dikuasai oleh mo-

dal swasta, setara dengan 91 persen luas daratan Indone-

sia. Sebanyak 90 persen kekayaan migas nasional dikua-

sai investor asing, termasuk kekayaan tambang mineral

sebesar 89 persen, dan produksi batubara sebesar 75 per-

sen. Hampir seluruh output yang dihasilkan dari eksploi-

tasi sumber daya alam telah digunakan untuk memasok

kebutuhan ekspor ke negara-negara industri maju, baik

mineral, migas dan komoditas perkebunan. Akibatnya,

meski Indonesia adalah penghasil migas, akan tetapi

menjadi net importer produk migas dan importir produk

olahan lainnya yang bernilai tambah tinggi. Dipersem-

bahkannya sumber bahan mentah untuk pasar ekspor

inilah yang menjadi sebab dari hancurnya industri na-

sional, minimnya kesempatan kerja, rendahnya produk-

tivitas usaha-usaha nasional serta semakin mahal dan

langkanya sumber-sumber energi di dalam negeri.

Saat ini negara-negara kaya-raya yang tergabung

dalam Uni Eropa mendeklarasikan 2010, sebagai tahun

Pemberantasan Kemiskinan dan Keterpinggiran Sosial di

kawasan mereka. Beberapa lembaga donor Eropa bahkan

menggunakan slogan ―Zero Poverty/Nol Kemiskinan‖

sebagai targetnya. Selain Uni Eropa, beberapa negara

industri baru seperti China dan India mematok angka pe-

nurunan kemiskinan ambisius demi pengurangan kemi-

skinan menjadi separuh sesuai target Millennium Devel-

opment Goals (MDGs) pada 2015. Bagaimana dengan

Indonesia? Saat ini Pemerintahan SbY-Boediono justru

membuka ruang yang lebih luas terhadap perdagangan

bebas tersebut. Betapa tidak? Tahun 2010 adalah dimu-

lainya Perjanjian Perdagangan Bebas (ASEAN-China

Free Trade Agreement/ACFTA).

Meski Pemerintah menghimbau pengusaha-

pengusaha Nasional dan rakyat tidak usah khawatir, na-

mun ACFTA dengan otomatis akan memukul industri

padat karya, industri berteknologi sedang, dan skala kecil

karena kalah bersaing, terutama dengan China sehingga

ditahun 2010 angka pengangguran akan melonjak karena

terjadi PHK massal di berbagai industri yang berakibat

pada naiknya jumlah orang miskin. Data terbaru BPS

(Maret 2009) mencatat 14,15% atau sekitar 32,5 juta jiwa

penduduk negara Indonesia tergolong miskin.

Dampak Pasar Bebas bagi Papua

Wilayah Papua saat ini merupakan bagian integral

dari Negara Indonesia, sehingga dampak Pasar Bebas

secara Nasional sudah pasti akan terjadi di Papua.

Sejarah pertarungan Pedagang Asli Papua dengan

Pedang Non-Papua membuktikan bahwa saat ini rakyat

Papua sangat tidak siap untuk menghadapi tsunami pasar

bebas tersebut.

Otonomi Khusus yang sebenarnya merupakan

kebijakan untuk memproteksi potensi Sumber Daya

Manusia Papua terutama Pemberdayaan Ekonomi rakyat,

Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur salah di terje-

mahkan oleh birokrasi bahkan digunakan oleh pen-

gusaha-pengusaha nasional dalam menguatkan bisnis-

bisnis, terutama industri padat karya, dan juga industry

skala kecil bagi rakyat Papua. Tanah Papua ( Prov Papua

dan Papua Barat) memiliki komoditi primadona untuk

pasar bebas (niat menanamkan modal/investasi bagi se-

mua Negara-negara maju) dibanding daerah Indonesia

lainnya. Investasi dibidang Minyak dan Gas (migas) dan

mineral (emas, nikel, dll), merupakan investasi dengan

nilai yang sangat besar dibanding investasi pada sector

lain seperti perkebunan, Perikanan, dan kelautan. Arti-

nya, sector pertambangan migas dan mineral adalah pem-

beri kontribusi cukup besar terhadap tingginya nilai in-

vestasi nasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa Provinsi Papua termasuk Papua Barat) adalah kon-

tributor terbesar bagi tingginya nilai investasi tersebut.

PERLAWANAN RAKYAT 17

Spanduk Solpap di depan kantor Gubernur

Doc. Nasta

Page 18: Bulletin Wene Edisi 3

PERLAWANAN RAKYAT 18

Bahkan negara Indonesia telah menawarkan 24 blok

minyak dan gas yang baru bagi para investor pada bulan

Mei tahun 2009, dan sebagian besar blok yang akan

dilepas itu berada di bagian timur Indonesia, sesuai den-

gan pengumuman Evita Legowo, Direktur Umum Minyak

dan Gas di Kementerian Energi. untuk blok di daerah

lepas pantai Papua, seperti: ―... Kofiau, lepas pantai Papua

Barat (Biak Petroleum, Niko Resources; lepas pantai

Papua Barat (Marathon, Komodo Energi, Energi Ku-

mawa); Cenderawasih, Papua Barat lepas pantai ( Esso,

Exxon Mobil, dan Biak Petroleum); Northern Papua, On-

shore dan lepas Pantai Utara Papua (Sarmi Papua, Asia

minyak). Selain sector migas dan mineral yang menempati

urutan pertama, sector investasi berikutnya yang signifi-

kan di Papua adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan

kehutanan.

Hal ini akan mendorong Birokarsi Pemerintahan di

Papua untuk mempercepat pembuatan undang-undang

( peraturan daerah) untuk menjawab persoalan infrastruk-

tur ( jalan, jembatan, kelistrikan, dll) yang tidak memadai,

mempersiapkan sistem keamanan (TNI/Polri) yang kuat,

dan juga mempercepat sertifikasi (surat berharga) tanah

untuk mempercepat pelepasan kepemilikan Tanah Adat

yang dinyatakan cukup rumit.

Saat ini Pemekaran Wilayah, baik Propinsi/Kabupaten

di Tanah Papua merupakan bentuk nyata dari kepentingan

modal asing,untuk lebih mudah menjalankan penanaman

investasi bernilai milyaran dolar tersebut. Para elit

birokrasi Papua akan mempercepat kegiatan investasi

tersebut karena berharap mendapatkan uang sogokan

(upeti) dari adanya suatu kegiatan investasi ekonomi di

wilayahnya. Ini yang menyebabkan para elit birokrasi

Papua tersebut menjadi bodoh, dan lupa untuk membuat

aturan-aturan (peraturan daerah yang khusus) untuk mem-

proteksi kegiatan ekonomi rakyat Asli Papua. Artinya,

dalam beberapa tahun ke depan rakyat Papua akan berha-

dapan dengan persoalan2 yang berkaitan dengan pemu-

luskan arus investasi di Papua (yang merupakan kepentin-

gannya modal asing, birokrasi nasional, dan birokrasi local

Papua), mulai dari persoalan pelepasan Tanah Adat,

pengganguran, pencari kerja hingga persoalan bertambah-

nya jumlah pencari kerja dari luar Papua yang merupakan

program Nasional untuk Transmigrasi.

Miskin di Negeri sendiri

Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2009 mencatat

Papua sebagai provinsi dengan persentase kemiskinan

penduduk kota dan desa tertinggi dibanding 33 provinsi

lain di Indonesia. Posisi ini tidak bergeser dibanding per-

sentase tingkat kemiskinan pada 2008 lalu. Papua men-

duduki posisi teratas dengan angka 37,08 persen. Per Ma-

ret 2009 ini, persentase kemiskinan nasional adalah 14,15

persen

Posisi kedua sampai kelima ditempati oleh Propinsi

Papua Barat (35,71 persen), Maluku (28,23 persen),

Gorontalo (25,01 persen) dan Nusa Tenggara Timur den-

gan jumlah 23,31 persen.

Persentase penduduk miskin ini kalau dilihat dari

penyebarannya di pedesaan paling besar berada di

provinsi Papua. Tingkat kemiskinan di sini mencapai

46,81 persen atau 732 ribu, paling tinggi dari rata-rata

nasional kemiskinan di pedesaan yang hanya 17,35 per-

sen per Maret 2009.

Data BPS ini menunjukkan tidak ada perubahan yang

signifikan pasca Otonomi Khusus mulai diterapkan pada

tahun 2001. Artinya, rakyat Asli Papua tidak di berikan

ruang secara khusus melalui kebijakan di tingkat

Gubernur, DPRP, dan DPRD untuk membuat aturan-

aturan yang tegas dalam meningkatkan produktivitas

rakyat Asli Papua baik di sektor ekonomi, pendidikan dan

kesehatan.

Membangun Kesadaran Rakyat Papua

Dari penjelasan tersebut, sudah pasti bahwa Rakyat

Papua akan tergusur di tengah persaingan pasar bebas

saat ini karena tidak diatur dengan kebijakan-kebijakan

radikal yang dibuat oleh birokrasi di pemerintahan

Papua. Birokrasi yang ada saat ini adalah perpanjan-

gan tangan dari Birokrasi Nasional maupun kepentingan-

kepentingan modal internasional sehingga mereka

( DPRP, DPRD, Gubernur, Bupati dan Walikota) tidak

akan membuat perubahan apapun, bahkan akan membuat

segala aturan yang di inginkan oleh kepentingan Pusat

Ini salah satu Pamplet memprotes ketidak berasilan Otsua di Papua

Doc. Nasta

Page 19: Bulletin Wene Edisi 3

PELAWANAN RAKYAT 19

perubahan atau jawaban yang pasti terhadap isu terse-

but?? Rakyat Papua tidak pernah mendapat penjelasan

yang detail/sistematis tentang tahapan dan metode untuk

mengerjakan bahkan menjawab isu yang diperjuangkan

tersebut. Mereka bahkan memberikan janji-janji yang jus-

tru membodohi rakyat untuk tidak terlibat aktif. Kita tidak

bisa hanya meniru apa yang ditulis dari berbagai sudut

pandang perjuangan dari Negara lain namun refleksi terha-

dap perjuangan Negara lain bisa menjadi metode untuk

melahirkan kreativitas baru yang harus kita laksanakan.

Kita bisa terlibat bersama-sama rakyat dalam mendorong

dan mencari jalan bagi segala keresahan yang di hadapi

oleh rakyat Papua saat ini.

Kejenuhan rakyat Papua saat ini, mengajarkan kita

untuk mencari bentuk dan metode yang baru dalam mem-

buat taktik (jalan) dalam bentuk program yang mudah di

pahami dan dapat dilaksanakann bersama-sama. Solidari-

tas atau front (SOLPAP) saat ini bisa menjadi pelajaran

bagi kita untuk mulai menilai keseriusan kita dalam men-

gawal dan mengevaluasi bentuk-bentuk perlawanan dan

membangun kesepakatan-kesepakatan bersama untuk

dikerjakan.

Pemahaman membangun kerja bersama ( Front/

Solidaritas) SOLPAP

Kerja bersama saat ini merupakan bentuk awal

(embrio) untuk mengukur komitmen kita dalam men-

dorong pembangunan pasar khusus bagi rakyat Asli

Papua. Keterlibatan berbagai organisasi/komunitas bahkan

individu yang simpati terhadap isu ini merupakan wacana

awal untuk lebih memajukan keyakinan kita tentang

pentingnya kerja bersama tersebut. Ada evaluasi, kritik,

bahkan ide-ide baru merupakan kemajuan dalam men-

dorong isu kita saat ini. Ketika kita melakukan evaluasi

atau kritik berarti kita harus terlibat secara aktif untuk me-

lakukan apa yang diusulkan sehingga memberikan pela-

jaran bahkan menyakinkan kita bahwa apa yang menjadi

ide tersebut dapat dikerjakan. Hal tersebut dapat melatih

kita untuk konsisten di dalam mengerjakan apa yang

dipikirkan sehingga watak pengamat dalam menghayal

program-program yang berlebihan dapat terkikis dan

menghargai apa yang telah di kerjakan saat ini.

Dengan mulai menghargai keberhasilan hal-hal kecil

(yang sudah di lakukan dalam SOLPAP, maka akan me-

latih diri subyektif kita untuk memajukan dan membenahi

organisasi internal untuk menemukan taktik-taktik baru

dalam mendorong kerja bersama yang lebih besar tun-

tutannya karena rakyat semakin paham dengan apa yang

kita kerjakan karena melibatkan mereka dalam menterje-

mahkan keresahan dan kegelisaan mereka dalam realisasi

yang nyata untuk mendorong suatu perubahan di Tanah

Papua. (NASTA)

yang sudah bergandeng tangan dengan pemilik-pemilik

modal internasional. Hal ini membuat rakyat Papua akan

menjadi penonton bahkan tidak terlibat dalam mendorong

laju pertumbuhan ekonomi masyarakat Asli Papua.

Situasi ini, mengharuskan kita (seluruh rakyat Papua)

untuk melakukan perubahan-perubahan melalui kerja-

kerja yang nyata dalam melawan kepentingan modal inter-

nasional dengan meninggalkan sifat pesimis dan harus

selalu menemukan taktik-taktik (cara) baru dalam mem-

buat perubahan saat ini.

Solidaritas Pedagang Asli Papua ( SOLPAP) adalah

salah bentuk organisasi yang melihat betapa penting men-

dorong bahkan akan menciptakan tenaga produktif

masyarakat Asli Papua dalam membendung lajunya pasar

bebas saat ini. Ada banyak hal yang perlu di evaluasi men-

yangkut perjungan SOLPAP yang cukup panjang ( tahun

2001-2010) yaitu sebagai berikut:

Metode Loby Pemerintah Daerah

Sudah jelas Pemerintah Daerah saat ini adalah perpan-

jangan tangan dari kepentingan modal internasional se-

hingga mereka akan menggunakan alasan apa saja untuk

mengelabui rakyat dengan janji-janji yang tidak akan

mereka tepati. Walaupun Birokrasi berambut keriting

dan kulit hitam tetapi watak/ perilakunya sudah dibeli oleh

pemodal-modal besar, baik nasional maupun internasional.

Coba kita lihat produk-produk hukum yang dibuat

pada dasarnya tidak memposisikan Masyarakat Adat seba-

gai pemilik hak ulayat, tetapi mempermudah investasi baik

minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit, dan tambang

lainya (emas,nikel, dll) untuk beroperasi secara bebas.

Inilah wajah birokrasi Papua yang bermental penjilat,

sehingga mereka tidak pernah melihat bahkan tidak

mengerti dampak buruk yang terjadi saat ini yang

mengakibatkan tergusurnya Masyarakat Adat. Selain itu,

membiarkan Masyarakat Adat untuk berusaha mengem-

bangkan ekonomi rakyatnya tanpa menyiapkan fasilitas

dan lahan atau memberikan ruang untuk melakukan kredit

usaha kecil dan latihan-latihan khusus agar tenaga produk-

tif Masyarakat Asli Papua semakin banyak.

Bergerak dengan kreativitas kita

Banyak komunitas/organisasi dan individu yang ma-

sih pesimis bahkan lebih banyak berteori dan berdebat

untuk mengamati proses perjuangan SOLPAP saat ini.

Pengamat-pengamat perjuangan Papua ini selalu men-

ganggap remeh tentang metode-metode baru yang harus

dilakukan sesuai dengan kondisi Papua hari ini. Masih

banyak yang menghayal untuk mendorong isu-isu politik

yang kelihatan revolusioner (Merdeka, Referendum, Dia-

log Internasinal/nasional, mogok sipil, dll). Isu-isu ini su-

dah cukup lama di kampanyekan namun kenapa tidak ada

Page 20: Bulletin Wene Edisi 3

NYANYIAN JIWA 20

Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P)

Mengucapkan Selamat ULTAH Ke 12 ELSHAM PAPUA “Menjadi Radikal Untuk menyelesaikan Kasus-kasus Pelanggaran HAM

Di Seluruh Tanah Papua”

“…….Menjadi tuan di negeri sendiri hanya hayalan yang tidak pasti keberadaannya….yang pasti se-

makin banyak budak yang kehilangan identitas di Negeri Sendiri…”

“ ….Apakah engkau mampu menterjemahkan kondisi hari ini… yang jelas ada penderitaan dan pen-

jajahan yang selalu menemani kehidupan sehari-hari di tengah kegersangan, kegaduhan, kekejaman

dan banyaknya penjilat-penjilat kanibal yang tidak pernah kenyang di atas tanah ini, mereka bahkan

memakan tanah leluhur yang sudah di gadaikan dan melacurkan diri dengan investasi yang memabu-

kan hingga rakyat menjadi bisu dengan banyaknya intelektual-intelektual yang sekarat dan tidak

memiliki identitas leluhur melainkan identitas penjajah dan penjilat yang menjadi kebanggaan dengan

jas dan dasi di atas mobil-mobil berplat merah menutup suram dan hitam negeri yang mengagungkan

slogan kosong yang penuh penderitaan “ Papua Tanah Damai”…..( Nasta)

Apuse... Aku mau bernazar di bentangan fasifik

Lewati wampasi dan wambarek

Sampai pada istana kuri-pasai

Apuse... Aku mau buktikan kalau kalawai yang kita pakai

Busur yang kita pegang Tifa yang kita pukul

Sanggup saingi sangka kala !!

Apuse... Aku mau terbang seperti mansibin

Aku mau bernyanyi di atas langgit

Dengan iringan ukulele dari atas namangkawi

Apuse... Akulah daun pembungkus papeda

Aku ingin bilang padamu

Suatu saat akan kutiupkan Kulit triton warisanmu

Biar gelegarnya katakan pada mereka

Tanah kami sakit hati

Selamat ultah Elsham ke 12, semoga derap langkah “bicara kebenaran”

membuat gemuruh jagat ini.

Oleh: Septer Manufandu

Apuse

ARNOLD AP

NYANYIAN JIWA UNTUK

PEMBEBASAN NASIONAL

SUARA PEMBEBASAN HARUS DITERIAKKAN DEN-GAN KERAS DAN PENUH DENGAN KEYAKINAN UNTUK MEREBUT KEMENANGAN WALAUPUN NYAWA MENJADI TARUHAN…

RAKYAT PAPUA HARUS DIDIDIK UNTUK MENJADI PEMIMPIN-PEMIMPIN YANG RADIKAL TETAPI

BIJAKSANA DALAM MEMBERIKAN ARAHAN DALAM KERJA-KERJA SEHINGGA TIDAK ADA EGO-ISME DAN OTORITER TETAPI MENGHARGAI SE-MUA SUARA RAKYAT …

SUARA-SUARA PEMBEBASAN HARUS DINYANYI-KAN DENGAN MERDU YANG PENUH DENGAN KENYAKINAN..BAHWA KEMENANGAN ITUPASTI DI REBUT DENGAN PENGORBANAN JIWA YANG MULIA...(NASTA)