buletin zoonosa2013
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
1/32
Menyanyikan lagu Indonesia Raya pada acara Pembukaan Peringatan Hari Rabies Sedunia ke 3 di Maumere, NTT dari kiri ke kanan, Kasubdit Zoonosis(drh. Misriyah, M.Epid), Direktur Keswan (drh. Pudjiatmoko, Phd), Bupati Sikka (Drs. Sosimus Mitang), Wakil Bupati Sikka (dr. Wera Damiamus, MM)
Perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham Tallis)
ISSN 2086-793X
EDISI KEEMPATBELAS- 2013
hal 3 hal 23 hal 27
Peringatan Hari Rabies Sedunia
2012 di Maumere, NTT
Mewaspadai Munculnya
Virus H7N9 dari China
Pengenalan Zoonosa Pada
Kegiatan Internaonal Scout
Peace Camp
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
2/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
2
Dari kiri kekanan atas (drh. Gatot Mudiarto; drh. Ernawa; Ikha Purwandari, SKM; Eka Soni; Sri Sumarningsih;
Leny Marlina; Johanes E.K, SKM, MKes) bawah (Rosmaniar, SKp, MKes; dr. Sinurna Sihombing, MKes;
drh. Ima Nurisa Ibrahim; drh. Misriyah, M.Epid; Nurlina, SKM; drh. Dedeh Yulian Rahayu)
Tim Pembahas Buletin Penyakit Zoonosa Edisi ke 14
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA
Diterbitkan oleh;
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Alamat RedaksiSub Direktorat Pengendalian Zoonosis
Gedung C Lantai IV, Direktorat Jenderal PP dan PL
Jln Percetakan Negara No 29
Jakarta Pusat 10560
Telp/fax 021-4266270
Telp 021-4201255
Telp 021-4247608 ext 151
e-mail: [email protected]
Pelindung
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Penasehat
Sekretaris Ditjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Penanggung Jawab
Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang
Dewan Redaksi
Ketua : Ka. Subdit Pengendalian Zoonosis
Wakil Ketua : Kabag Hukum Organisasi dan
Hubungan Masyarakat
Anggota : Kasubdit ISPA, Kasubdit KLB, Kasubdit
Penyehatan Kawasan dan
Sanitasi Darurat, Kabag PI, Kabag Keuangan,
Kabag Umum dan Kepegawaian
Editor
dr. Sinurtina Sihombing, M.Kes
dr. Regina T Sidjabat, M.Epid
Eka Soni, SKM, MM
Agus Sugiarto, SKM, M.Kes
M Haris Subiyantoro, SKM
dr. Tety Setyawati
dr. Tri Setyanti
Johanes Eko Kristiyadi, SKM, MKM
dr. Romadona Triada
drh. Ike Yuherlinadr. I Nyoman Kandun, MPH
Kesekretariatan
Tengku Fakhrul Razy, SE
Leny Marlina
Novie Ariani, AMKL
Hj. Sri Umiyati
Sujadi
Informasi
Redaksi menerima kiriman artikel yang relevan.
Artikel diketik dengan format MS.Word, 12
point 1, maksimal 5 halaman A4, artikel dapat
dikirim ke alamat redaksi, dengan melampirkanfoto kopi KTP yang masih berlaku, tim editor
berhak menyeleksi, menyunting, mengedit dan
menerbitkan artikel tanpa mengubah substansi
Assallammualaikum Warahmathulahi Wabarhakatuh,
Atas kehendak dan izin Allah jua lah kita bisa bersemangat untuk menghidupkan Buletin
Zoonosis edisi ke 14 ini maka sepatutnyalah kita menghaturkan Segala Puji kita kehadirat
Allah Subhanawataala karena pada edisi ini kita masih diberikan kesempatan untuk bercerita
yang lain dari edisi sebelumnya dengan menyapa para pembaca Buletin Penyakit Zoonosatercinta melalui nuansa yang baru. Pada edisi ke 14 ini, bulletin Penyakit Zoonosis akan
bernuansakan RABIES. Disamping itu kita akan informasikan kegiatan Peringatan Hari
Rabies Sedunia pada tahun 2012 di Maumere, Sosialisasi Rabies di Manado, 6 Kriteria Untuk
Diagnosa Dini Rabies Pada Anjing Hidup, Pengembangan Virus Tantang Rabies dari Isolat
Lokal Bali, Pengendalian Antraks di DKI Jakarta dalam Rangka Penyediaan Pangan Hewani
yang Aman Sehat Utuh dan Halal, Mengenali Flu Burung Baru (H7N9) dari China, Pengenalan
Zoonosa pada Peserta Pramuka Tingkat Dunia International Scout Peace Camp 2013, Memidai
Jejak Flu Burung H5N1 dari Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dll.
Besar harapan kami terus bersemangat berkarya dari pembaca setia, agar Buletin Penyakit
Zoonosa ini tetap dapat terus berkiprah untuk menerbitkan artikel yang lebih menarik dan
bermanfaat untuk masyarakat pembaca buletin ini.
Selamat membaca
Daftar Isi
3. Peringatan Hari Rabies Sedunia 2012 Di Maumere
6. Enam Kriteria Untuk Diagnosa Dini Rabies Pada Anjing Hidup8. Jalan Berliku Menuju Bebas Rabies.
11. Pengembangan Virus Tantang Rabies Dari Isolat Lokal Bali.
16. Sosialisasi Pengendalian Rabies Bagi Tenaga Kesehatan Di Provinsi Sulut.
19. Pengendalian Antraks di DKI Jakarta Dalam Rangka Penyediaan
Pangan Hewani yang Aman Sehat Utuh Dan Halal (ASUH).
22. Mewaspadai Munculnya Virus H7N9 Dari China.
24. Memindai Jejak FB H5N1 Dari Parung Bogor Jawa Barat.
27. Pengenalan Zoonosa Pada Kegiatan International Scout Peace Camp
2013
29. Penguatan Sistem Kewaspadaan Dini Dan Respon Di Indonesia.
Pengantar Redaksi
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
3/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
3
Peringatan Hari RabiesSedunia 2012
Di MAUMERE, SIKKA, NTT
Komitmen Tokoh Agama Peduli Rabies, untuk menciptakan Flores-Lembata menuju bebas Rabies tahun 2017,
yang di canangkan pada hari rabies sedunia di Maumere tanggal 8 Oktober 2012 di Gereja Nele, Sikka.
Berawal dari laporan kasus gigitan hewan
penular rabies yang tidak pernah berhenti
dan Dinas Kesehatan di wilayah Indonesia
Timur diantaranya Sikka, yang sudah kewalahan
melakukan penantalaksanaan kasus rabies dengan
keterbatasan vaksin anti rabies untuk manusia
ini, akhirnya perjuangan untuk bebas dari kasus
anjing gila ini, mulai menjadi pemikiran para tokoh
agama dan tokoh masyarakat di Maumere. Seperti
dilaporkan petugas surveilans Kabupaten Sikka, ada
temuan kasus rabies atas nama D. 2 th/L, alamat Desa
Nitakloang, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Flores,
Nusa Tenggara Timur, akhirnya meninggal di Rumah
Sakit Umum Daerah TC Hillers, Maumere, 13 Agustus
2011, hal serupa terjadi terus setiap saat pada setiap
penduduk di Maumere itulah yang membuat ramai
Drh. Misriyah. M.Epid, dr. Sinurtina Sihombing. M.Kes,
dr. Regina T Sidjabat. M.Epid, Eka Soni, dkkSubdit Pengendalian Zoonosis
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Dirjen Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan, Kemenkes [email protected]
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
4/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
4
di berbagi media massa, dan membuat gerah
pemerintah setempat dan pemerintah pusat, hal ini
membuat seorang dokter yang ingin bersama-sama
bergandengan tangan mengendalikan rabies di
Maumere dengan tokoh agama, tokoh masyarakat
dan semua unsur masyarakat yang peduli rabies.
Maumere menggelegar dengan dilaksanakannya
Peringatan Hari Rabies Sedunia yang dilaksanakan
secara Nasional di Kabupaten Sikka tanggal 8-9
Oktober 2012, dalam hal ini Direktur PPBB (dr. Rita
Kusriastuti, M.Sc) memberikan ucapan selamat
kepada para tokoh agama diantaranya Majelis Ulama
Islam Maumere, Keuskupan Maumere dan Lembaga
Swadaya Masyarakat serta pejuang yang peduli
rabies di Flores dengan bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak yang terlibat selama proses persiapan
penyelenggaraan ini.
Dasar pemilihan Provinsi Nusa Tenggara Timur
dijadikan tuan rumah hari rabies se-dunia adalah
pada tingkat keseriusan kejadian kasus yang
mencapai 92 orang meninggal dunia (Lyssa) sampai
tahun 2012 sedangkan data terakhir kematian akibat
rabies secara nasional mencapai 846 (dari tahun 2008-
2012, sumber data Subdit Pengendalian Zoonosis),
pada acara peringatan Hari Rabies Sedunia 2012
ini dihadiri oleh hampir seribu undangan/peserta
dan masyarakat yang antusias ikut memeriahkan
pencanangan rabies se-dunia yang diramaikan di
Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Peserta acara ini diantaranya dihadiri oleh,
perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham Tallis), FAO(Eric Blum), Bupati Sikka (Drs Sosimus Mitang) , Wakil
Bupati Sikka (dr. Wera Damiamus. MM, Pastor Paroki
Sikka (Romo Wilfrid), Majelis Ulama Sikka, Direktur
Keswan (drh. Pujiatmoko, PhD), Direktur PPBB (dr. Rita
Kusriastuti, M.Sc), Kasubdit Pengendaliaan Zoonosis
(drh. Misriyah.M.Epid), DPRD dan jajaran MUSPIDA
Sikka serta seluruh masyarakat Sikka.
WHO dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia
(Office International des Epizooties/OIE) berkomitmen
mendukung upaya masyarakat internasional
memberantas penyakit anjing gila (rabies) di
seluruh dunia. Penyakit virus yang menular dari
hewan ke manusia tersebut telah menyebabkan
kematian hampir 55.000 orang per tahun di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia, sehingga dirasakan
pentingnya untuk mensosialisasikan pentingnya
mengetahui bahaya penyakit rabies serta pentingnya
cuci luka pada gigitan hewan penular rabies dengan
sabun/deterjen pada air yang mengalir selama 10-15
menit dan pemberian vaksin anti rabies pada kasus
gigitan HPR sesuai indikasi.
Para korban, kebanyakan anak-anak, meninggal
setelah periode penderitaan yang mengerikan.
Setiap sepuluh menit satu orang meninggal
akibat rabies di suatu tempat di dunia termasuk
di Indonesia. Sembilan puluh sembilan persen
kasus manusia akibat gigitan oleh anjing yang
terinfeksi. Perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham
Talis) menyampaikan selamat atas terselenggaranya
peringatan hari rabies sedunia 2012 di Maumere ini
karena dimotori oleh pemuka agama setempat dan
tokoh masyarakat yang memberikan warna baru
dalam pengendalian dan penanggulangan rabies
di Maumere. Rabies menyebabkan kematian lebih
banyak di dunia dibandingkan penyakit menular
lainnya dan terutama memengaruhi anak-anak
di negara berkembang, kata Direktur Jenderal
OIE Bernard Vallat dalam editorialnya di situs OIE,
menyambut Konferensi Global Penanganan Rabies
7-9 September 2011, di Seoul, Korea Selatan.
Keterpaduan dalam melaksanakan pengendalian
rabies di Indonesia yang sudah lebih dahulu
melakukan integrasi oleh Kemenkes dan Kementan
serta pihak lain yang terkait mendapatkan ucapan
selamat oleh perwakilan FAO Indonesia dimana hal
tersebut juga disampaikan OIE sendiri yang berkantor
di Paris, Perancis. Konferensi Global Penanganan
Rabies tersebut diselenggarakan OIE bekerja sama
dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food
and Agricultural Organization/FAO) dan Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
5/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
5
dan Pemerintah Korea Selatan. Konferensi tersebut
diperlukan untuk mempertemukan semua pihak
yang terlibat dalam mengendalikan rabies pada
sumber hewani dan membantu untuk menciptakan
sinergi antara usaha-usaha individual mereka.
Melihat pelaksanaan pengendaliaan rabies di
NTT khususnya di Maumere sama dengan dibelahan
negara lainnya, yang menurut OIE, mayoritas sumber
daya yang tersedia di negara-negara endemik rabies
saat ini diarahkan untuk mengobati manusia yang
telah digigit (dalam banyak kasus oleh anjing).
Kebanyakan anjing-anjing tersebut tanpa pemilik
atau pemilik telah gagal bertanggung jawab atas
kesehatan hewan dan untuk menjaga hewan di
bawah kontrol yang masih lemah dalam hal ini dinas
terkait.
Seperti halnya di Indonesia pengendalian Hewan
Penular Rabies oleh Dinas Peternakan setempat
seperti depopulasi selektif dan pemberian vaksin
pada anjing telah dilakukan dan OIE juga mencatat
bahwa mengalokasikan bagian dari sumber daya
ini untuk pencegahan rabies pada hewan dan
pengendalian populasi anjing liar akan membantu
pengurangan jumlah kasus rabies pada manusia dan
hewan di seluruh dunia.
Kegiatan Pengendalian rabies di Indonesia pada
manusia bertumpu di Subdit Pengendalian Zoonosis
Kementerian Kesehatan dimana secara nasional
dikoordinasikan oleh Komnas Pengendalian Zoonosis
sebagai koordinator pengendaliaan penyakit zoonosa
tinggkat nasional yang mencoba menjembatani
semua unsur yang ada di Republik Indonesia ini untuk
berkontribusi membantu dan mengendalikan rabies,
hal ini seperti yang menginspirasi Konferensi di Seoul
tersebut yang memberi prioritas untuk keputusan
pemerintahan, baik pada distribusi sumber daya
publik atau swasta, lokal, nasional dan internasional
terhadap tindakan prioritas pada hewan yang sejalan
dengan konsep baru Satu Kesehatan (One Health),
yaitu konsep sinergi penanganan penyakit hewan
dan manusia. Konferensi tersebut juga akan memberi
kesempatan untuk menyoroti kisah sukses terbaru di
bidang diagnosis, vaksinasi, kontrol populasi hewan,
dan sistem pemerintahan yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, dari sektor publik dan
swasta.
Penyakit anjing gila disebabkan oleh virus rabies
dari genus Lyssavirus. Virus rabies berada di air liur
anjing atau karnivora lain. Penularan ke manusia
terjadi karena penularan melalui air liur dari anjing
terinfeksi rabies yang menggigit manusia. Anjing
yang tertular virus rabies biasanya menunjukkan
gejala terlihat buas hendak menggigit, air liur keluar
berlebihan, dan takut air.
Di Indonesia, ratusan orang telah meninggal
setelah digigit anjing yang terinfeksi virus rabies.
Kasus anjing gila, misalnya, bahkan telah menyerang
Pulau Bali, yang sejak zaman Belanda dianggap pulau
bebas anjing gila. Kematian terbanyak pasien akibat
anjing gila terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara, pada
Februari 2011.
Untuk meningkatkan kesadaran dunia atas
pentingnya penanganan rabies, OIE (World
Organization for Animal Health) dan WHO
menyelenggarakan Hari Rabies Sedunia yang jatuh
pada 28 September setiap tahunya.
Bersama-sama menyanyikan lagu Gulok (inovaf)
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
6/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
6
Kasus gigitan hewan (anjing) di wilayah
endemis rabies atau wilayah baru
memerlukan tindakan cepat dalam
memutuskan langkah-langkah apa saja yang
sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan standar
prosedur operasional pada penanggulangan wabah
penyakit zoonosis rabies. Kriteria-kriteria yang
dikembangkan tersebut sangat membantu petugas
lapangan sebelum dilakukan diagnose pada hewan/
anjing, secara laboratorium.
Dugaan dini apakah anjing menderita rabies atau
tidak terserang rabies telah dipelajari oleh beberapa
peneliti di Thailand dari Quen Saovabha Memorial
Institute, Thai red Cross Society. Identifikasi dan uji
retrosfektif dengan enam kriteria yang ditentukan
telah dilakukan pada 1.170 ekor hewan selama
periode 1988-1996, selama masa observasi 10 hari
setelah menggigit korban. Pada studi prosfektif
dengan enam kriteria yang dilakukan pada sejumlah
450 ekor anjing hidup yang diamati selama tahun1997-2002. Hasil gabungan dua penelitian dan
pengamatan menghasilkan tingkat sensitivitas
90,2%, sfesifitas 96,2% dan akurasi 84,6%, keenam
kriteria kklinis yang dipelajari adalah :
1) Umur anjing?
a) Kurang dari 1 bulan anjing tidak rabies
b) Satu bulan atau lebih atau tidak diketahui
maka lanjut ke poin 2)
2) Keadaan kesehatan anjing?
a) normal (tidak sakit) atau sakit lebih dari 10
hari artinya tidak rabies
b) Sakit kurang dari 10 hari atau tidak diketahui
maka lanjut ke poin 3)
3) Bagaimana perkembangan penyakit?
a) jika onset/gejala penampakkan akut dari
kesehatan maka anjing normal atau tidak
rabies
b) onset gejala penampakkan secara bertahap
atau tidak jelas diketahui maka lanjut ke
poin 4)
EnamKritEriaUntUKDiagnosa Dini raBiEsPaDa anjing
HiDUP
drh. Gatot Mudiarto(Tenaga Fungsional Dokter Hewan)
Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian
Gambar 2
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
7/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
7
4) Bagaimana kondisi klinis selama 3-5 hari
terakhir?
a. stabil atau ada perbaikan (dengan tanpa
perlakuan) maka tidak rabies
b. Gejala dan tanda-tanda progresif atau tidak
jelas diketahui maka lanjut ke poin 5)
5) Apakah anjing menunjukkan tanda
Circling?
(tersandung/terhuyung atau berjalan berputar
dalam lingkaran dan membentur kepalanya ke
dinding seolah-olah buta.)
a) Jika tidak rabies (kemungkinan distemper,
paramixovirus yang menyebabkan
ensefalitis)
b) Tidak atau tidak jelas diketahui maka lanjut
ke poin 6)
6) Apakah anjing menunjukkan tanda-tanda
atau gejala minimal 2 dari 17 gejala berikut
selama minggu terakhir kehidupannya?
a) Ya rabies
b) Tidak atau hanya menampilkan 1 tanda
bukan rabies
Gejala klinis sebagai berikut :
1. Rahang terkulai.
2. Suara menggonggong secara abnormal.
3. Lidah menjulur dan kering.
4. Menjilati air kencing sendiri.
Referensi :
Six criteria for Rabies Diagnosis in Living Dogs.
Veera Tepsumethanon, DVM, Henry Wilde, MD, FACP ,
Francois X Meslin, DVM. J Med Assoc Thai Vol. 88 No.3
2005.
5. Menjilati air secara abnormal.
6. Regurgitasi/muntah.
7. Perilaku berubah.
8. Menggigit dan makan benda-benda secaraabnormal.
9. Agresif.
10. Menggigit dengan tanpa provokasi.
11. Berlari tanpa alasan yang jelas.
12. Kekakuan saat berlari atau berjalan.
13. Gelisah.
14. Gigit selama masa karantina (Gambar 2).
15. Penampakan mengantuk.
16. Ketidakseimbangan langkah.
17. Sering mempertunjukkan posisi Anjing duduk.
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
8/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
8
JALAN BERLIKU
8
MENUJU
BEBAS
RABIES
Salah satu penyakit zoonosis di Indonesia
yang begitu menyita perhatian dan dana
dari banyak pihak adalah Rabies atau Anjing
Gila . Dikenal dengan nama anjing gila karena sekitar
98% kasus ditularkan melalui gigitan anjing dengan
salah satu gejala klinis anjing yang terinfeksi bisabertingkah sangat tidak biasa, menggigit apa saja
yang ada didekatnya. Penyakit yang disebabkan oleh
virus ini tersebar di sebagian besar wilayah di seluruh
penjuru dunia, memiliki sifat akut, zoonosis, dan
termasuk penyakit yang sulit diberantas. Hal ini bisa
dibuktikan dengan masih adanya kasus baik pada
hewan maupun pada manusia.
Anjing merupakan tersangka utama penyebab
penularan penyakit ini di sebagian besar wilayah
Asia dan Afrika, dengan rata-rata korban berumurdibawah 15 tahun. Hal ini dapat dimaklumi,
mengingat biasanya anak-anak suka berinteraksi
dengan hewan, dan anjing merupakan salah satu
hewan peliharaan favorit.
Menurut catatan sejarah rabies di Indonesia, kasus
pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1884 oleh
Esser, dimana menginfeksi seekor kerbau. Lalu Eilerts
de Haan melaporkan kasus pada anjing di tahun
1889 dan pada manusia di tahun 1894. Kasus-kasus
tersebut semuanya terjadi di daerah Jawa Barat.Setelah itu rabies menyebar ke berbagai wilayah
Indonesia.
Hingga kini, sebagian besar wilayah Indonesia
merupakan daerah endemis rabies. Dari 34 provinsi
yang ada, hanya 9 provinsi yang berstatus bebas
dari rabies (Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Papua,
Papua Barat). Ini artinya bahwa di mayoritas wilayah
negara Indonesia, rabies merupakan ancaman bagi
kita semua. Berdasarkan data dari Subdit ZoonosisDirektorat P2B2 Kementerian Kesehatan, rata-rata
Oleh:
drh. Ernawati
Medik Veteriner Pertama
Sub Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
Direktorat Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian
korban lyssa di Indonesia pada 3 tahun terakhir rata-
rata 168 kasus/tahun.
Berdasarkan status rabies, wilayah dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Daerah Bebas
Secara historis belum ada laporan kejadian
kasus rabies
Untuk daerah yang dibebaskan, sudah tidak
ada kasus rabies baik di wilayah tersebut
selama 2 tahun terakhir dan didukung oleh
hasil surveilans
2. Daerah Tertular
Wilayah yang masih memiliki kasus rabies
secara klinis dan laboratoris
3. Daerah Tersangka
Wilayah dengan kasus rabies secara klinis,
namun belum dibuktikan secara laboratoris
Wilayah yang berbatasan langsung dengan
daerah tertular tanpa ada barrier alam
Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan atau
jilatan hewan penderita rabies karena virus yang
terkandung di dalam air liur hewan masuk melaluiluka gigitan/kulit yang terluka atau dapat juga
melalui mukosa. Apabila virus berhasil menginfeksi
dan menimbulkan gejala klinis pada korban hewan
ataupun manusia, dapat dipastikan bahwa penderita
akan mengalami kesakitan yang luar biasa dan
diakhiri dengan kematian.
Masa inkubasi (waktu yang diperlukan terhitung
sejak masuknya virus ke dalam tubuh sampai
menimbulkan gejala penyakit) pada anjing dan
kucing antara 10 hari sampai 6 bulan, namun padabanyak kasus yang terjadi inkubasi antara 2 minggu
hingga 3 bulan. Sedangkan untuk kasus rabies
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
9/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
9
pada sapi, masa inkubasinya antara 25 hari - 5
bulan (sumber: OIE). Hal ini dipengaruhi oleh parah
tidaknya luka gigitan, jauh dekatnya luka dengan
susunan syaraf pusat, banyaknya syaraf pada luka
gigitan, serta jumlah virus yang masuk ke dalam luka
gigitan dan jumlah luka gigitan.
Virus rabies yang masuk ke dalam tubuh hewan
melalui gigitan hewan akan tetap tinggal di tempat
masuk dan atau di dekat tempat gigitan selama
sekitar 2 minggu. Selanjutnya virus akan bergerak
mencapai ujung-ujung serabut syarafposteriortanpa
menunjukkan
p e r u b a h a n
f u n g s i n y a .
S e p a n j a n g
p e r j a l a n a nke otak, virus
rabies akan
b e r k e m b a n g
biak hingga
sampai di otak
dengan jumlah
virus maksimal.
S e t e l a h
menyebar luas ke
semua bagian neuron, virus ini akan masuk ke sel-
sel limbic, hipotalamus, dan batang otak. Kemudian
virus akan memperbanyak diri pada neuron-neuron
sentral dan selanjutnya bergerak ke seluruh organ
dan jaringan tubuh untuk berkembang biak seperti
pada adrenal, ginjal, paru-paru, hati dan jaringan
tubuh lainnya.
Gejala dan tanda rabies pada hewan ada 2 (dua)
tipe yaitu :
1. Tipe ganas (tambahkan gambar anjingnya)
Tidak mau menuruti perintah pemilik
Hipersalivasi(air liur berlebihan)
Hewan menjadi ganas, menyerang atau
menggigit apapun yang ditemui
Kejang yang diikutiparalisa
Setelah 4-7 hari sejak timbul gejala biasanya
mengalami kematian, atau paling lama 2
minggu.
2. Tipe Jinak
Bersembunyi di tempat yang gelap dansejuk
Terkadang mengalami kejang-kejang
Paralisadan kematian dalam waktu singkat
Rabies memang belum dapat diberantas.
I n d o n e s i a
m e m p u n y a i
target untuk
dapat bebas
pada tahun
2020, seiring
d e n g a n
p r o g r a m
pembebasan
w i l a y a h
ASEAN (sesuai
kesepakatan yang telah dicapai Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) bersama-samadengan negara China, Jepang dan Korea pada
tanggal 23-25 April 2008 di Hanoi, Vietnam untuk
memberantas rabies dan membebaskan wilayah Asia
Tenggara pada tahun 2020).
Cara-cara yang telah dilaksanakan dalam
melakukan pengendaliannya antara lain:
1. Sosialisasi kepada masyarakat
Dilakukan oleh petugas kesehatan hewan,
pemuka agama, guru menggunakan mediaberupa poster, leaflet, komik, siaran radio
2. Melakukan vaksinasi rutin pada HPR baik yang
dipelihara maupun yang liar dan pemberian
tanda pasca vaksinasi (pemasangan colar).
Vaksinasi dapat dilaksanakan baik di wilayah
endemis maupun wilayah bebas yang terancam
sesuai rekomendasi Tim Komisi Ahli Kesehatan
Hewan pada tahun 2011.
3. Melakukan kontrol populasi HPR (eliminasiselektif, sterilisasi)
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan coverage
vaksinasi mengingat jumlah populasi yang terus
meningkat dan terbatasnya vaksin dan tenaga
vaksinator yang tersedia.
4. Memperbaiki pola pemeliharaan dengan cara
mengikat atau mengandangkan HPR
yang diperkuat dengan keputusan dari masing-
masing pimpinan dengan penetapan sanksi bagiyang melanggar agar dilaksanakan masyarakat.
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
10/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
10
5. Melakukan pengawasan lalu lintas HPR antar
wilayah
6. Adanya koordinasi dan kerjasama yang baik
antara masyarakat dan semua instansi terkait
7. Surveilans
8. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM
yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
hal yang berkaitan dengan kesehatan hewan.
Contohnya dengan penempatan tenaga harian
lepas diberbagai wilayah, pelatihan penanganan
rantai dingin untuk mempertahankan kualitas
vaksin, penambahan puskeswan maupun sarana
laboratorium.
Hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi kasus
gigitan HPR antara lain sebagai berikut:
1. Pada korban gigitan
Dilakukan pencucian luka menggunakan air
mengalir dan sabun selama 10 - 15 menit
Segera melakukan konsultasi ke pelayanan
kesehatan (puskesmas/rumah sakit/rabies
centre) untuk mendapatkan pengobatan
selanjutnya.
2. Pada HPR yang menggigit
HPR yang menggigit harus ditangkap
kemudian diikat atau dikandangkan, tetapi
tidak dibunuh
Dilakukan observasi selama 14 hari dibawah
pengawasan dokter hewan/petugas terkait.
Apabila anjing mati pada masa observasi
tersebut, dilakukan pengambilan sampel
berupa organ otak (hippocampus) yang
disimpan dalam larutan NaCl fisiologis, dan
segera dikirim ke laboratorium veteriner
terdekat.
Kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaan
penanggulangan:
a. Di beberapa wilayah masih ada masyarakat
maupun petugas yang kurang menyadari akan
bahaya rabies
b. Belum adanya unsur kesehatan hewan pada
semua sebagian besar dinas di tingkat provinsi,
kabupaten/kota atau kecamatan sehingga
kegiatan penanggulangan belum merata
pelaksanaannya.
c. Pemeliharaan HPR yang diliarkan
d. Sebagian pemilik HPR tidak mau melakukan
vaksinasi pada HPR meraka
e. Kurangnya vaksin yang tersedia dengan populasi
yang semakin meningkat
f. Kurangnya pendanaan yang dialokasikan untuk
program penanggulangan rabies
g. Kurangnya SDM baik dari kualitas maupun
kuantitas
h. Pertentangan dari berbagai pihak akan program
kontrol populasi
i. Tingginya lalu lintas HPR yang bersifat ilegal
j. Belum tersedianya data populasi HPR yang
akurat.
DAFTAR PUSTAKA1. Kiat Vetindo Rabies Kesiagaan Darurat Veteriner
Indonesia, Penyakit Rabies, Direktorat Jenderal
Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan, 2007;
2. Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan
Penyakit Rabies, Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan
Hewan, 2012;
3. Rekomendasi Tim Komisi Ahli Kesehatan
Hewan mengenai Kebijakan Pengendalian danPemberantasan Rabies Tahun 2011;
4. Terrestrial Animal Health Code, Chapter 8.10.,
OIE, Tahun 2012;
5. Rabies and Rabies-Related Lyssaviruses, The
Center food Security & Public Health, Iowa State
University, 2012.
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
11/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
11
PENDAHULUANSecara nasional penyakit rabies merupakan
penyakit zoonosis yang menempati prioritasutama dari 12 jenis Penyakit Hewan Menular (PHM)
berdasarkan Kepdirjen No:59/Kpts/PD.610/05/2007tanggal 9 Mei 2007 (DIRKESWAN 2009).
Balai Besar Pengujian Mutu dan SertifikasiObat Hewan berperan penting mensukseskanpembangunan dalam bidang kesehatan hewanmelalui tugas pokoknya dengan mengawasi danmenguji mutu obat hewan yang beredar di Indonesia.Tugas pokok BBPMSOH diantaranya melaksanakanpengujian mutu, sertifikasi, pengkajian dan pemantuanobat hewan (BBPMSOH 2006).
Bagaimana peran BBPMSOH dalam pemberantasanrabies di Indonesia?. Perannya adalah dengan menguji,
mengkaji dan memantau vaksin rabies yang beredar diIndonesia. Pengujian kualitas vaksin rabies dilakukan
terhadap vaksin rabies yang baru terdaftar ataupundaftar ulang di Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Selain itujuga menguji mutu vaksin rabies dari kiriman dinas
peternakan dan vaksin rabies yang diambil langsungdari lapangan. Hanya vaksin yang memenuhi syarat
yang boleh diedarkan di Indonesia (Natih dkk 2011).
Salah satu pengujian kualitas vaksin rabies diBBPMSOH adalah uji potensi dengan metode Habel
yang menggunakan virus tantang rabies standaratau CVS (Challenge Virus Standard) (DITJENNAK 2007).
Bagaimana bila menggunakan virus tantang rabieslokal?.
Saat ini sedang dikembangkan virus rabies
lokal yang berasal dari Propinsi Bali yang berpotensisebagai virus tantang. Pengembangan ini bertujuan
untuk mendapatkan satu virus tantang rabies lokalyang akan digunakan pada uji kualitas vaksin rabies
sehingga diketahui potensi atau efikasi vaksin rabies
yang beredar di Indonesia terhadap virus rabies darilapangan.
MATERI DAN METODEVirus
Beberapa isolat virus rabies lapang berasal dariPropinsi Bali digunakan sebagai kandidat virus tantang
rabies lokal. Challenge Virus Standar digunakansebagai kontrol positif.
Isolasi dan Identifikasi Virus RabiesIsolasi virus dilakukan dengan cara meng-inokulasi
suspensi otak mencit pada sel neuroblastoma (N2A)
((Djusa dkk 2011). Pengamatan terhadap cytophaticeffect (CPE), yaitu terjadinya kerusakan atau perubahan
pada sel dilakukan setiap hari selama 7 hari. Identifikasivirus rabies dilakukan dengan uji Fluorescent Antibody
Technique(FAT) dan secara molekuler dengan ReverseTranscriptase-Polymerase Chain Reaction(RT-PCR) yang
menggunakan primer untuk mengamplifikasi gen N(RHN 17 (TTC AAA GTC AAT CAG GTG G ) dan RHN 18
(CCA TGT AGC ATC CAA CAA AGT))
Propagasi Virus RabiesPropagasi dilakukan untuk memperbanyak virus.
Suspensi otak mencit diinokulasikan pada mencitumur 3-4 minggu atau anak mencit yang masih
menyusu (suckling mice) umur 1-2 hari sebanyak 0.03
ml secara intracerebral (IC) (Gambar 1). Pengamatandilakukan dua kali sehari selama 2 sampai 4 minggu.Mencit yang menunjukkan gejala klinis rabies diambil
dan disimpan pada suhu -80o C untuk selanjutnyadilakukan panen virus rabies dari otak mencit.
Panen Virus RabiesMencit yang terinfeksi rabies yang disimpan pada
suhu -80oC dicairkan. Panen virus dilakukan dengan
cara mengambil bagian otak mencit kemudiandihomogenkan dengan larutan faali yang yang
mengandung 2 % Horse Serum (HS), selanjutnya
disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
PENGEMBANGAN VIRUS TANTANG RABIESDARI ISOLAT LOKAL BALIKetut Karuni Nyanakumari Natih, Dodo Hermawan,Neni Nuryani, Ferry Ardiawan, Enuh Rahardjo Djusa
Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur, Bogor
Jl. Raya Pembangunan, Gunungsindur Bogor 16340
Telp.(021)7560489; Fax. (021)7560466 ; http://www.bbpmsoh.org
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
12/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
12
menit. Cairan bagian atas atau supernatannya diambil
dan disimpan pada suhu -80oC (Gambar 2).
Titrasi Virus Rabies
Titrasi virus dilakukan untuk mengetahui berapa
kandungan virusnya. Caranya adalah virus diencerkandengan kelipatan 10 kali dari 10-1 sampai 10-8 dandiinokulasikan sebanyak 0.03 ml secara IC pada 10
ekor mencit umur 3-4minggu pada masing-
masing pengenceran(Gambar 3). Pengamatan
terhadap gejala rabiesdilakukan selama 2
sampai 4 minggu.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil positif pada
diagnosa isolat virusrabies lapang dengan
uji FAT (gold standard)akan dilanjutkan dengan
isolasi virus rabies padabiakan sel N2A. Hasil
positif pada sel N2Aterlihat dengan timbulnya CPE. Hasil isolasi virus pada
biakan jaringan menunjukkan bahwa sel N2A dapatdigunakan untuk isolasi virus lapang rabies dengan
terlihat jelas adanya CPE setelah dilakukan passage 2 3
kali (Djusa dkk 2011).
Sebagaimana neurotropik virus, rabies dapat melekat
pada membran plasma dari jaringan syaraf sel N2A.Sensitifitas paling tinggi pada sel N2A dibandingkan
dengan sel lestari lainnya telah banyak diteliti (Iwasaki1977, Clark 1980, Umoh 1983, Tsiang 1985), sehingga
dengan menggunakan sel N2A dapat digunakan untukpengganti uji biologis dengan menggunakan mencit (in
vivo).
Spesimen virus rabies yang mengandung banyakantigen dapat dengan mudah dideteksi dengan
uji impression smear FAT, dan uji biologis denganmencit. Tetapi sebaliknya spesimen virus rabies yang
mengandung sedikit antigen dibiakan terlebih dahulupada jaringan sel N2A (Griffim 1984).
Identifikasi cepat dilakukan secara molekuler dengan
menggunakan RT-PCR menunjukkan hasil yang positifpada band 947 (Djusa dkk 2011).
Pengamatan masa inkubasi rabies pada mencit
propagasi awal dapat dilihat pada Tabel 1. Beberapa
isolat tersebut menunjukkan masa inkubasi yangberbeda. Masa inkubasi virus rabies lokal terlihat lebih
lama dibandingkan dengan CVS yang terjadi pada harike-6 sampai hari ke-9.
Gejala klinis rabies pada mencit ada yang mati
tiba-tiba tanpa menunjukkan gejala atau diawalidengan tremor, kejang-
kejang, kelumpuhankaki belakang, mata
mengecil dan meredup,dan mati (Gambar 4).
Masa inkubasi virus
rabies isolat lapangsetelah mengalami
beberapa pasase terlihatberkurang dari pasase
awal. Propagasi virusrabies pada suckling
mice hanya dilakukansebanyak 3 kali karena
masa inkubasi yangberkurang sampai
hari ke-6 sehinggasulit untuk memanen
virusnya.
Dari beberapa isolat yang telah dipropagasi,dipilihlah satu untuk dijadikan kandidat virus tantang.
Gejala klinis pada virus rabies lapang kode CVB751setelah beberapakali dipropagasikan pada mencit
terlihat stabil timbul pada hari ke-6 post inokulasi.Hasil titrasi virus rabies CVB751 setelah dipasase 7
kali pada mencit terlihat makin meningkat dan telahmencapai nilai standar virus tantang rabies yang
digunakan pada uji potensi vaksin rabies, yaitu 106.1MLD50 (mice lethal dose) (Tabel 2).
Masa inkubasi rabies adalah masa masuknya
virus ke dalam tubuh hewan atau manusia sampaimenimbulkan gejala penyakit. Masa inkubasi virus
rabies pada spesies satu dengan lainnya bervariasi.Masa inkubasi pada hewan antara 3-8 minggu
sedangkan pada manusia biasanya 2-8 minggu,kadang-kadang 10 hari sampai 2 tahun, tetapi rata-rata
masa inkubasinya 2-18 minggu. Masa inkubasi viruspada anjing sebagai hewan penular rabies umumnya
selama 10-14 hari (Madigan 2009).
Penyakit rabies pada tikus umumnya jarang terjadi
atau memang tidak ada laporannya. Rabies padahewan percobaan seperti mencit setelah terpapar virusrabies lapangan biasanya masa inkubasinya selama
A BGambar 1. Propagasi virus rabies pada mencitA. Inokulasi virus rabies pada mencit secara IC
B. Inokulasi virus rabies pada suckling micesecara IC
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
13/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
13
Gambar 2. Panen virus rabies dari otak mencit Gambar 3. Titrasi virus rabies pada mencit
beberapa bulan dan tidak menimbulkan gejala klinis
sampai timbul paralisis dan kematian (Cobalt 2011).
Dari hasil pengamatan masa inkubasi rabies lokal
pada mencit propagasi awal memang menunjukkan
masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan dengan
CVS. Gejala klinis pada CVS biasanya muncul pada
atau setelah hari ke-5 pasca inokulasi. Uji potensi
rabies dianggap tidak layak bila lebih dari 2 mencit
pada setiap kelompok mati pada hari ke-1 sampai hari
ke- 4 setelah uji tantang. Pengamatan terhadap gejala
klinis rabies pada hari ke-5 sampai hari ke-14 setelah
uji tantang (European Pharmacopoeia 2012).
Pengamatan gejala klinis rabies CVB751 pada
mencit menunjukkan kematian yang tiba-tiba,
tremor, kejang-kejang, kelumpuhan kaki belakang,
takut cahaya, dan mati. Gejala rabies pada mencit
terdiri dari 3 stadium sama halnya seperti pada anjing
atau manusia, yaitu stadium prodromal, furious atau
ganas dan paralisis. Pada stadium prodromal, gejala
klinis terjadi karena virus rabies mulai bereplikasi
dan menyebar melalui sistem saraf. Pada tahap ini
mencit terlihat tidak beraktifitas, mata mengecil, bulu
berdiri dan tremor. Selanjutnya perilaku mencit akan
berubah dari diam menjadi agresif pada stadium
ganas. Umumnya mencit sebagai binatang malam
akan menjadi aktif setiap saat. Hal ini karena virus
rabies sudah menginfeksi sistem saraf sehingga timbul
gejala saraf seperti agresif, sensitif terhadap cahaya
dan sentuhan, dan menyerang. Lebih lanjut virus
rabies akan mempengaruhi otak yang berakibat padagejala tahap akhir yaitu paralisis. Mencit biasanya
sulit berjalan atau tidak bisa bergerak, gejala lain
adalah tidak mampu menelan atau mengunyah yang
terlihat pada kondisi tubuh yang mengecil. Kematian
umumnya terjadi setelah munculnya paralisis.
Tetapi ada juga yang walaupun tidak menunjukkan
stadium prodoma atau ganas, mencit menunjukkan
gejala tahap akhir atau tiba-tiba sudah mati (Cobalt
2011), sehingga diperlukan pengamatan yang
cermat dilakukan minimal 2 kali sehari. Pada hasil
pengamatan walaupun telah dilakukan 2 kali sehari
yaitu pagi dan sore hari tetap ditemukan mencit yang
mati dengan tanpa gejala, hal ini kemungkinan juga
disebabkan oleh waktu pengamatan yang kurang
tepat.
Vaksin rabies merupakan salah satu cara tepat
agar mengurangi penyebaran virus rabies penyebab
rabies. Uji potensi vaksin rabies dilakukan untuk
mengetahui potensi atau efikasi suatu vaksin
setelah melalui suatu uji tantang. Uji potensi sangat
diperlukan untuk melihat apakah vaksin rabies
tersebut dapat menahan infeksi atau serangan dari
virus rabies strain ganas. Sampai saat ini uji potensi
vaksin rabies dilakukan di BBPMSOH dengan metode
Habel dan menggunakan virus tantang rabies
standar atau CVS. Vaksin dinyatakan memenuhi
syarat apabila mempunyai titer minimal 103 MLD50
(WHO 1996; DITJENNAK 2007).
Pengembangan virus rabies lokal dari propinsi
Bali yaitu CVB751 merupakan kandidat virus tantang
rabies lokal untuk menguji mutu vaksin rabies yang
beredar di Indonesia. Titer virus rabies CVB751 sampai
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
14/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
14
Gambar 3. Gejala klinis rabies pada mencit
A. Mencit umur 10 hari dengan tremor dan kejang-kejang
B. Mencit umur 23 hari dengan kelumpuhan kaki belakang dan matayang meredup
C. Mencit umur 21 hari dengan kemaan tanpa gejala (ba-ba)
D. Mencit umur lebih dari 4 minggu dengan gejala tenang, ganas,kelumpuhan kaki belakang dan kemaan
NO. Kode virus TITER (MLD50/0.03ml) Timbul Gejala Klinis Hari ke-
1. CVB1266m1 4.1 11
2. CVB751m1 4.0 7
3. CVB322m1 3.1 13
4. 751 N2A 1.1 12
5. CVB751sm3m1 3.9 7
6. CVB751sm3m2 3.8 8
7. CVB751sm3m3 3.8 9
8. CVB1266sm1m1 4.1 9
9. CVB751sm3m4 4.2 6
10. CVB751sm3m5 4.9 6
11. CVB751sm3m6 5.4 6
12. CVB751sm3m7 6.1 6
Tabel 2. Hasil Titrasi Virus Rabies Bali (CVB) Pada Mencit
pasase 7 pada mencit telah mencapai 106.1 MLD50 sesuai
dengan standar titer virus tantang rabies yaitu 106 sampai
108 MLD50 (WHO 1996). Tetapi sampai saat ini masih
dilakukan propagasi dan titrasi virus untuk mengetahui
kestabilan virus rabies lokal ini sebelum digunakansebagai virus tantang.
Tersedianya virus tantang rabies lokal ini diharapkan
dapat digunakan untuk mengetahui potensi atau efikasi
vaksin rabies setelah melalui suatu uji tantang dengan
strain lokal. Kualitas atau mutu vaksin rabies ditentukanapakah vaksin tersebut bisa memberikan kekebalan
terhadap virus lokal atau lapang, sehingga untuk
menguji vaksin yang mutu maka vaksin tersebut harus
ditantang dengan isolat lokal.
KESIMPULAN DAN SARANPengembangan beberapa virus rabies dari isolat
Keterangan: sm= suckling mice; m= mice
Tabel 1. Masa inkubasi propagasi awal beberapa virus rabies
lokal dari Propinsi Bali dibandingkan dengan CVS
Kode Virus Rabies Masa Inkubasi
CVS Hari ke- 6
1266sm1 Hari ke-13
1266m1 Hari ke-13
751sm1 Hari ke- 21
751m1 Hari ke- 20
322m1 Hari ke- 20
916sm1 Hari ke-23
916m1 Hari ke- 23
212m1 Hari ke- 23
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
15/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
15
lokal Bali menghasilkan satu kandidat virus tantang
rabies lokal yaitu CVB751.
Tersedianya virus rabies lokal CVB751 sebagai
virus tantang dapat digunakan untuk mengetahui
potensi atau efikasi vaksin rabies, sehingga mutuvaksin yang beredar di Indonesia sesuai dengan kasus
yang ada di lapangan dan program vaksinasi bisa
berhasil meredakan atau menekan kasus di lapang dan
mendapatkan kekebalan yang sangat baik terhadap
virus lapang. Selain itu digunakan untuk mengetahui
titer antibodi dari virus vaksinasi atau lapang
dengan menggunakan uji serum netralisasi dengan
pembanding CVS.
Pemeliharaan virus rabies lokal CVB751 harus tetap
dilakukan agar titer virus CVB751 stabil sebagai virus
tantang.
Uji potensi vaksin rabies yang akan datang dapat
digunakan CVS dan CVB751 untuk membandingkan
protektifitas vaksin rabies terhadap kedua virus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[BBPMSOH] Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi
Obat Hewan. 2006. Perjalanan panjang Balai
Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan(BBPMSOH) 1984-2006. Jakarta: GITAPustaka.
Clark H F. 1980. Rabies serogroup viruses
in neuroblastoma cells: propagation,
autointerference, and apparently random back-
mutation of attenuated viruses to the virulent state.
Infect. Immun. 27:1012-1022.
Cobalt D. 2011. Rabies symptoms in pet mice. http://
www.ehow.com/list_6678787_rabies-symptoms-
pet-mice.html [21 Desember 2011].[DIRKESWAN] Direktur Kesehatan Hewan. 2009.
Kebijakan nasional pemberantasan Rabies pada
hewan. Disampaikan pada: Rapat Koordinasi
Regional Rabies Se Sumatera Banda Aceh, 28 - 30
Oktober 2009. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian.
[DITJENNAK] Direktorat Jendral Peternakan. 2007.
Farmakope Obat Hewan Indonesia. Jilid I (Sediaan
Biologik). Ed ke-3. Jakarta: Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian.
Djusa ER, Tenaya IWM, Natih KKN, Agustini NLP, Wirata
K, Yupiana Y, Hermawan D, Nuryani N. 2011. Isolasi
dan identifikasi isolat virus rabies lapang. Rapat
Teknis dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan
Tahun 2011. Poster dan Prosiding.
European Pharmacopoeia 5.0. 2012. Rabies vaccine
(inactivated) for veterinary use.
http://lib.njutcm.edu.cn/yaodian/ep/EP5.0/09_
monographs_on_vaccines_for_veterinary_use/
Rabies%20vaccine%20%28inactivated%29%20
for%20veterinary%20use.pdf [21 Juni 2012]
Griffin C W. 1984. Performance evaluation critique.
Fluorescent rabies antibody test 1983-1984, p. 2-4.
Centers for Disease Control, Atlanta.
Iwasaki YI, HF Clark. 1977. Rabies virus infection in mouse
neuroblastoma cells. Lab. Invest. 36:578-584.
Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms
Twelfth Edition. hlm. 1003-1005.
Natih KKN, Yupiana Y, Hermawan D, Nuryani N, Djusa
ER. 2011. Kualitas vaksin rabies yang beredar di
Indonesia. Buletin Penyakit Zoonosis 11: 23-24.
Touihri L, Zaouia I, Elhili K, Dellagi K, Bahloul C. 2011.
Evaluation of mass vaccination campaign coverageagainst rabies in dogs in Tunisia.Zoonoses and
Public Health, 58: 110-118.
Tsiang H. 1985. An in-vitro study of rabies virus
pathogenesis. Bull. Inst. Pasteur 83:41-56.
Umoh JU, DC Blenden. 1983. Comparison of primary
skunk brain and kidney and raccoon kidney
cells with established cell lines for isolation and
propagation of street rabies virus. Infect. Inimun.
41:1370-1372.
[WHO] World Health Organization. 1996. Laboratory
techniques in rabies. Fourth Edition. Edited by FX
Meslin, MM Kaplan and H Koprowski. WHO. Geneva.
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
16/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
16
PendahuluanRabies adalah penyakit infeksi sistem syaraf
pusat akut pada manusia dan hewan berdarah
panas yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies
merupakan penyakit zoonosa penting (penyakityang ditularkan ke manusia melalui hewan), karena
hingga kini belum ditemukan obatnya, jika gejala
penyakit telah ditemukan, maka rabies akan selalu
menyebabkan kematian.
Rabies telah menyebar luas secara global,
dengan hanya beberapa negara (umumnya
kepulauan dan semenanjung) bebas rabies. Rabies
berkembang cepat di negara-negara berkembang
di America Selatan dan Tengah, Afrika dan Asia,
dimana terdapat angka kematian tinggi. Lebihdari 90 % kasus kematian rabies pada manusia
disebabkan oleh anjing: banyak kematian terjadi
di Asia dan Afrika. Setiap tahun, lebih dari 15
milyar orang diseluruh dunia mendapatkan vaksin
pencegahan pasca gigitan saat ini diperkirakan
327.000 kematian rabies setiap tahunnya.
Di Indonesia, rabies selalu menyebar ke daerah
bebas rabies secara histori, seperti Provinsi Bali
yang telah terinfeksi akhir tahun 2008, Provinsi Riau
tertular tahun 2009 dan Pulau Nias juga tertular
awal tahun 2010, sejauh ini 24 provinsi telah tertular
sosiaLisasi PEngEnDaLian raBiEs Bagi
tEnaga KEsEHatan Di ProVinsi
sULaWEsi Utara
dan hanya 9 provinsi masih bebas rabies. Daerah-
daerah yang bebas rabies adalah Kepulauan Riau,
Pulau Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Papua dan Papua Barat. Selama 2010 2011 kasus
gigitan hewan penular rabies meningkat dari 78574
menjadi 84010 kasus, tetapi kematian akibat rabies
menurun dari 206 menjadi 184 kematian.
Di Provinsi Sulawesi Utara, selama 2010
2011 jumlah kasus gigitan hewan penular rabies
meningkat dari 1412 menjadi 2961 kasus. Jumlah
kematian akibat rabies meningkat dari 26 menjadi
35 kematian.
Mengingat jumlah kasus gigitan hewan penular
rabies dan kematian akibat rabies meningkat
dalam tiga tahun terakhir, khususnya di Provinsi
Sulawesi Utara dan tingginya rotasi tenagakesehatan, sehingga diperlukan untuk melakukan
pelatihan bagi pengelola pengendalian rabies
untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan
dalam aktivitas pengendalian rabies yang meliputi
tatalaksana kasus gigitan hewan penular rabies,
surveilans rabies, pelaporan dan respon kejadian
luar biasa di lapangan.
Tujuan UmumMenguatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam
kegiatan pengendalian rabies di lapangan.
Tujuan KhususSetelah pelatihan seluruh peserta dapat
mengerti dan melaksanakan
1. Kebijakan dan strategi untuk pencegahan rabies
pada manusia
2. Kebijakan nasional dan strategi bagi eradikasi
rabies pada hewan
3. Peran dan fungsi Komisi Nasional Pengendalian
Zoonosis dalam pengendalian zoonosis di
6
MANADO, 25 27 MARET 2013
drh. Misriyah M.Epid. dkk
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
17/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
17
Indonesia (Pusat, Kabupaten/Kota)
4. Situasi Provinsi dan strategi bagi pencegahan
rabies pada manusia
5. Situasi Provinsi dan strategi bagi eradikasi rabies
pada hewan
6. Epidemiologi rabies: definisi kasus, patofisiologi,
diagnosis dan tatalaksana kasus (lesson learned
Provinsi Bali)
7. Lesson learned Pemberdayaan Tokoh Agama
beserta masyarakat dalam pengendalian rabies
di Paroki Nelle Maumere
8. Epidemiologi rabies dan eliminasi efektif rabies
pada hewan dan manusia (masyarakat veteriner)
9. Strategi karantina hewan bagi pengendalian
rabies
10. Pemeriksaan laboratorium dan prosedur
penanganan spesimen rabies (sampai
pengepakan dan pengiriman)
11. Penyelidikan epidemiologi, pelaporan kasus
gigitan hewan penular rabies dan lyssa pada
manusia
12. Promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakatdan kolaborasi lintas sektor dalam pengendalian
rabies
13. Monitoring dan evaluasi pengendalian rabies
14. Rencana tindak lanjut
Pelaksanaan KegiatanKegiatan Sosialisasi Pengendalian Rabies bagi
Tenaga Kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara
dilaksanakan tanggal 25 27 Maret 2013 bertempat
di Arya Duta Hotel Manado dibuka oleh dr. EmilAgustiono, M.Kes. selaku Sekretaris/Ketua Pelaksana
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis didampingi
oleh dr. Maxi R. Rondonuwu, SHSM. selaku Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, drh.
Misriyah, M.Epid selaku Kasubdit Pengendalian
Zoonosis Kementerian Kesehatan dan dr. Selamet
Hidayat, MPH selaku Perwakilan WHO Indonesia.
Kegiatan ini dihadiri sebanyak 43 peserta
yang berasal dari para pengelola program rabies,
petugas rabies center, petugas peternakan dan
kesehatan hewan dari Provinsi dan 15 Kabupaten/
Kota se-Provinsi Sulawesi Utara, RSUP dr. Kandou,
RSUD beberapa Kabupaten dan Kantor Kesehatan
Pelabuhan Manado.
Metode yang digunakan dalam sosialisasi ini
meliputi penyajian dari beberapa narasumber,diskusi interaktif (Kartu Meta), diskusi kelompok
(Studi Kasus) dan penilaian (Pre dan Post Test).
Para narasumber yang menghadiri kegiatan
ini terdiri dari Direktur Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang PPBB), Kepala Balai Karantina
Hewan dan Keselamatan Biologik Kelas I Manado,
RSUP Sanglah Bali, Sekretaris/Ketua Pelaksana
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, Kepala
Subdit Pengendalian Zoonosis, Direktorat PPBB,
Kepala Subdit P3H, Direktorat Kesehatan Hewan,
Kepala Subdit Zoonosis dan Kesrawan, Direktorat
Kesejahteraan Masyarakat Veteriner dan Pasca
Panen Kementerian Pertanian, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Dinas
Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Bidang
PMK Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala
laboratorium Peternakan Provinsi Sulawesi Utara,
WHO Perwakilan Indonesia, Rm. Wilfrid Valiance, Pr
(Pastor Paroki Nelle Maumere) dan difasilitasi oleh
WHO Perwakilan Indonesia, Subdit Pengendalian
Zoonosis, Direktorat PPBB Kementerian Kesehatan
dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
Beberapa hal penting yang terangkum dari
beberapa narasumber sebagai berikut:
1. Komunikasi formal dan informal lintas sektor atau
lintas program sangat penting dalam menjalin
koordinasi program pengendalian rabies.
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian
rabies dapat dilakukan melalui pendekatan
Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan stakeholder
yang lain.
3. Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan, Penyediaan
Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies
(SAR) wajib diselenggarakan oleh Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Pusat.
4. Masyarakat jika mengalami kasus gigitan
hewan penular rabies (GHPR) segera mencuciluka dengan sabun/deterjen menggunakan
17
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
18/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
18 18
air mengalir selama 10 15 menit, kemudian
dibawa ke pelayanan kesehatan (Rabies Center)
untuk mendapatkan VAR dan atau SAR sesuai
Standar Prosedur Operasional.
5. Pengawasan lalu lintas hewan penular
rabies sangat penting untuk mengendalikan
penyebaran rabies.
6. Sampel kepala hewan penular rabies harap
dibawa ke Laboratorium Kesehatan Hewan
setempat.
7. Prinsip penanganan hewan penular rabies harus
mentaati prinsip kesejahteraan hewan (animal
welfare).
Hasil Evaluasi KegiatanDari hasil pre test dan post test yang fasilitator
lakukan terhadap seluruh peserta didapatkan hasil
pada saat pre test, nilai terendah yang didapat
peserta sebesar 20 dan tertinggi sebesar 80 dengan
rerata sebesar 60. Sedangkan pada saat post test,
nilai terendah yang didapat peserta sebesar 40
dan tertinggi sebesar 100 dengan rerata sebesar
80. Prosentase kenaikan nilai pre test dan post test
sebesar 50 %.
Rencana Tindak LanjutPada sesi akhir kegiatan para peserta membuatRencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan mereka
lakukan di tempat tugas masing-masing. Secara
garis besar RTL tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Melaporkan kepada pimpinan unit kerja masing-
masing.
2. Sosialisasi kepada teman kerja di unit kerja dan
masyarakat di wilayah kerja masing-masing.
3. Advokasi kepada para stakeholder di tempat
tugas masing-masing.
4. Pembentukan Komda Pengendalian Zoonosis
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
5. Koordinasi program pengendalian rabies antarlintas sektor/lintas program.
6. Pembentukan Rabies Center.
7. Pengadaan Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk
manusia
8. Pengadaan Vaksin Rabies untuk hewan dan
penyediaan biaya operasionalnya.
9. Meningkatkan surveilans dalam rangka sistem
kewaspadaan dini rabies
10. Revitalisasi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan)
11. Pembentukan desa Percontohan Pengendalian
Rabies.
Kegiatan ini ditutup pada tanggal 27 Maret 2013
oleh dr. Andi Muhadir, MPH Direktur Pengendalian
Penyakit Bersumber Binatang didampingi oleh drh.
Misriyah, M.Epid selaku Kasubdit Pengendalian
Zoonosis Kementerian Kesehatan, dr. Sysilia Deby
Pondaag selaku Kepala Seksi Bimdal P2 Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dan dr. Selamet
Hidayat, MPH selaku Perwakilan WHO Indonesia.
PenutupBahwa program pengendalian rabies tidak bisa
diselesaikan oleh satu sektor saja namun harus
dilakukan secara terintegrasi sehingga pertemuan
sosialisasi pengendalian rabies yang melibatkan
sektor kesehatan dan sektor peternakan dan
kesehatan hewan seperti kegiatan sosialisasi kali ini
menjadi sangat penting guna menurunkan kasus
rabies di Provinsi Sulawesi Utara pada khususnya
dan mendukung visi Indonesia Bebas Rabies 2020.
18
Penutupan sosialisai pengendalian rabies bagi tenaga kesehatan di Propinsi Sulut
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
19/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
19
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar dari suatu
negara untuk mensejahterakan rakyatnya.
Kuantitas dan kualitas pangan sangat
menentukan nilai nutrisi dari asupan konsumsi yang
akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia negara tersebut. Sumber pangan dapat
berasal dari pangan nabati dan hewani. Ketersediaan
pangan hewani bersumber dari produk peternakanyakni daging, susu dan telur.
Isu ketahanan pangan merupakan isu penting saat
ini sehingga dijadikan program prioritas pemerintah
pusat dan daerah. Salah satu program prioritas
Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan asal ternak berbasis sumberdaya
lokal adalah Program Swasembada Daging Sapi dan
Kerbau Tahun 2014 (PSDSK 2014). Berdasarkan Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2012, definisi ketahananpangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
Negara sampai dengan perseorangan tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat sehat,
aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dari definisi
ini tercermin bahwa ketersediaan pangan saja tidak
cukup tapi harus disertai dengan mutu dan kualitas
yang baik atau dengan kata lain aman, sehat, utuh danhalal (ASUH).
Pengendalian Anthraxdi DKI Jakarta Dalam RangkaPenyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan
Halal (ASUH)
Pemerintah DKI Jakarta juga menempatkan Urusan
Ketahanan Pangan sebagai salah satu urusan wajib
yang tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013 2017
dimana salah satu programnya adalah Program
Peningkatan dan Pengawasan Mutu dan Kemanan
Pangan Produk Hewan (Kesmavet).
Salah satu prasyarat dalam upaya pencapaian
ketersediaan pangan hewani yang cukup dari segikuantitas serta terjamin mutu dan keamanannya
adalah status kesehatan hewan yang optimal. Status
kesehatan hewan yang dimaksud terkait dengan
penyakit hewan menular (PHM), penyakit hewan non
infeksi yang berdampak ekonomi tinggi, dan gangguan
reproduksi yang berdampak pada rendahnya service
per conception (S/C). Suatu hewan dapat mencapai
status kesehatan yang optimal apabila telah terbebas
dari penyakit penyakit seperti Rabies, Avian Influenza,
Brucellosis, Anthrax, Hog Choleradan lainnya.
Anthrax Sebagai Penyakit Hewan Menular
yang penting
Penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang
menjadi prioritas pengendalian di DKI Jakarta antara
lain Rabies, Avian Influenza, Brucellosis, Anthrax dan
Septicemia Epizootica. Penyakit yang berkaitan dengan
penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh
dan halal adalah penyakitAnthrax. Hal ini dikarenakan
penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menular
kepada manusia (zoonosis) serta lalu lintas ternak
Drh. Dedeh Yulianti Rahayu
Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta
19
Sapi Terkena Antraks Baccilus Anthracis Anthraks Kulit
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
20/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
20
besar maupun kecil dari daerah endemis Anthrax ke
DKI Jakarta masih sangat tinggi terutama menjelang
Hari Raya Idul Qurban. Selain itu, adanya faktor
penggunaan spora Anthrax sebagai senjata biologis
dalam bioterorisme juga dapat menjadi perhatian
penting.
Anthraxatau Radang Limpa merupakan salah satu
penyakit hewan yang berbahaya bagi hewan maupun
manusia. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Bacillus
anthracisdan umumnya menyerang hewan berdarah
panas dan pemakan rumput (herbivora) seperti sapi,
kerbau, kambing, domba, kuda dan babi.
Penyakit Anthrax bersifat universal karena secara
geografis tersebar di seluruh dunia, baik Negara yang
beriklim tropis maupun subtropis. Di Indonesia sendiri,
hampir semua provinsi dilaporkan pernah ada kasus
Anthraxkecuali Provinsi Aceh, Riau, Bangka Belitung,
Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua
Barat.
Gejala klinis penyakit Anthrax pada hewan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu per akut, akut dan
kronis.
1. Bentuk per akut (sangat mendadak) Anthrax per akut gejalanya sangat mendadak,
Hewan mendadak mati karena pendarahan otak.
Bentuk per akut sering terjadi pada domba dan
kambing dengan perubahan apopleksi serebral,
hewan berputar-putar, gigi gemeretak dan mati
hanya beberapa menit setelah darah keluar dari
lubang kumlah
2. Bentuk akut
Gejala penyakit bermula demam (40-42 0 C),
gelisah, depresi, sesak napas, detak jantung cepat
tapi lemah, hewan kejang kemudian mati. Pada
sapi gejala umum adalah pembengkakan sangat
cepat didaerah leher, dada, sisi perut, pinggang dan
kelamin luar. Dari lubang kumlah (telinga, hidung,
anus, kelamin) keluar cairan darah encer merah
kehitaman seperti ter (aspal cair). Kematian terjadi
antara 1-3 hari setelah tampak gejala klinis.
3. Bentuk kronis
Terlihat lesi/ luka lokal yang terbatas pada lidah dantenggorokan, biasanya menyerang ternak babi.
Dalam tubuh hewan, kuman akan berada dalam
bentuk vegetatif dan tumbuh secara cepat, apabila
kuman keluar dari tubuh hewan dan terbuka kena
udara, maka Anthraxakan membentuk spora. Spora
Anthraxini dapat bertahan hidup sampai dengan 40
tahun lebih dan dapat menjadi sumber penularan
baik kepada manusia maupun hewan. Hal ini yang
menyebabkan Anthrax sangat sulit untuk diberantas
terutama didaerah endemis.
Manusia dengan lesi atau luka terbuka dapat
tertular penyakitAnthraxkarena bersentuhan dengan
hewan tertular atau dengan bahan yang tercemar
bakteri Anthrax seperti darah, daging, kulit dan
semua bagian tubuh hewan yang mati dan diduga
positif Anthrax. Selain itu spora atau bakteri dapatmasuk ke dalam tubuh apabila mengonsumsi bagian
tubuh hewan tertular atau menghirup sporaAnthrax
dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan
infeksi. Penularan Anthraxdari manusia ke manusia
dapat terjadi namun sangat jarang (WHO
Berdasarkan gambaran klinis yang tampak,
dikenal empat bentuk anthrax pada manusia yaitu:
1. AnthraxKulit
2. AnthraxSaluran pencernaan
3. AnthraxParu-paru
4. AnthraxMeningitis
Anthraxkulit merupakan tipe yang paling banyak
ditemui yaitu lebih dari 90% dari keseluruhan kasus di
Indonesia. Anthraxsaluran pencernaan dapat terjadi
karena infeksi melalui makanan yang mengandung
kuman/ spora Anthrax Tipe yang jarang ditemui
adalahAnthraxparu-paru danAnthrax meningitis.
Pengendalian Anthrax di DKI Jakarta
Adanya peluang tertularnya manusia terhadap
Anthrax melalui makanan (food borne disease)
menyebabkan ketersediaan daging yang bebas
Anthrax sangat diperlukan. Daging yang aman dan
sehat berasal dari hewan yang sehat dan bebas dari
penyakit termasuk Anthrax Dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir, belum pernah dilaporkan
adanya kasus Anthraxpada hewan, hal ini didukung
dengan hasil surveillansoleh Balai Kesehatan Hewan
dan Ikan (BKHI) Dinas Kelautan dan Pertanian yang
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
21/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
21
dilakukan setiap tahun menunjukkan tidak adanya
kasusAnthraxdi wilayah DKI Jakarta. Namun, tingginya
lalu lintas ternak besar dan kecil dari daerah endemis
Anthrax menempatkan DKI Jakarta sebagai daerah
yang berisiko tinggi dalam penularan.
Dinas Kelautan dan Pertanian merupakan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta yang membidangi masalah peternakan,
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner
selalu melakukan upaya dalam mengendalikan
penyakit hewan menular terutama yang zoonosis.
Usaha yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan
Pertanian dalam mengendalikan penyakit anthrax di
DKI Jakarta antara lain:
1. Vaksinasi Anthrax terhadap ternak besar dan kecil
yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta
2. Pengawasan pemasukan ternak terutama dari
daerah endemis Anthrax dengan pemeriksaan
dokumen pendukung seperti Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH) dan surat keterangan
vaksinasi
3. Pemeriksaan kesehatan hewan di tempat-tempat
penampungan hewan dan Rumah Potong Hewan
4. Sosialisasi danpublic awarenesskepada masyarakat
5. Pemeriksaan terhadap hewan dan daging qurban
pada hari raya Qurban
6. Surveillans Anthrax terhadap hewan ternak oleh
Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI) setiap
tahun
Pengawasan pemasukan ternak tidak hanya sekedar
untuk memonitor jenis, jumlah dan harga jual ternakyang berhubungan dengan ketersediaan dan kecukupan
ternak dalam memenuhi kebutuhan masyarakat DKI
Jakarta. Tetapi terutama sebagai usaha penyaringan
atau pencegahan masuknya penyakit hewan menular ke
wilayah DKI Jakarta. Hewan ternak seperti sapi, kerbau,
kambing dan domba yang masuk dari daerah pemasok
seringkali luput dari pengawasan secara keseluruhan
dan masuk ketempat penampungan tanpa pemeriksaan
kesehatan sehingga pelayanan pemeriksaan kesehatan
hewan di tempat penampungan dan Rumah PotongHewan (RPH) wajib dilakukan.
Pemeriksaan kesehatan diawali dengan
mengecek dokumen surat keterangan kesehatan
hewan (SKKH) dan surat keterangan vaksinasi dari
daerah asal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik
yang mencakup kondisi umum, temperatur dan
keadaan mukosa. Saat pemeriksaan perlu diperiksa
secara khusus kemungkinan ditemukannya gejala
anthrax dan penyakit hewan menular lainnya
seperti SE (Septicemia epizootica), Blue Tongue, IBR
(Infectious Bovine Rhinotracheitis).Apabila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
penegakkan diagnosa. Jika ada ternak yang
terdiagnosa terinfeksi penyakit Anthrax maka
akan dilakukan tindakan sesuai dengan standar
operasional prosedur (SOP) yang berlaku seperti
penutupan wilayah, pengobatan hewan sakit,
penguburan hewan yang mati serta vaksinasi.
Hewan ternak yang dinyatakan sehat dapat
dipotong di Rumah Potong Hewan. Sesuai standar
maka setelah dipotong secara halal dan dikuliti, maka
karkas harus mendapat pemeriksaan post mortem
(setelah dipotong) oleh petugas berwenang. Hal ini
untuk menjamin bahwa karkas yang akan beredar
dimasyarakat adalah karkas yang aman, sehat, utuh
dan halal sebagai jaminan keamanan pangan (food
safety)
Daftar Pustaka:
Pedoman Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit Hewan Menular (PHM) Seri Penyakit
Anthrax, Departemen Pertanian Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan
Direktorat Kesehatan Hewan 2003
http://www.who.int/csr/disease/Anthrax/en/
http://www.nap.edu/openbook.php?record_
id=10733&page=7
http://development.mti-indonesia.com/Berita/
Kesehatan/2166
h t t p : / / k e s w a n k e s m a v e t s u l u t . b l o g s p o t .
com/2011/06/antraks-pada-manusia.html
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
22/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
22
Awal tahun 2013, tepatnya mulai bulan Februari2013 di kejutkan dengan berita munculnya virusinfluenza jenis baru dari Negeri China yaitu tipe H7N9,
dikabarkan dengan memulai menginfeksi piaraan
babi dan unggas di pemukiman penduduk, total akhirMaret 2013 sekitar 15.000 ekor babi dan unggas mati
mendadak,melihat masa lalu flu burung H5N1 yang
begitu mematikan dapat menginfeksi manusia, dengan
kemunculan flu burung H7N9 ini dikhawatirkan akan
lebih ganas dan mematikan jika menginfeksi kepada
manusia. Seperti yang disampaikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, tanggal 7 April
2013 pada acara Peringatan Hari Kesehatan Dunia,
pemerintah Indonesia siap siaga mencegah beredarnya
virus flu burung baru H7N9 yang di perkirakan akan
lebih mematikan dibanding dengan jenis virus H5N1,
walaupun disinyalir belum ada indikasi mutasi virus ini
ke manusia.
Virus flu burung H7N9 ini sudah menimbulkan
kematian 13 orang, dari 60 kasus H7N9 di China,
sementara ribuan kasus lainnya dalam masa pengawasan
diantaranya di provinsi Shanghai, Jiangsu, Zhejiang
dan Ahui, kewaspadaan ini terus ditingkatkan dengan
menghentikan aktifitas perdangan babi dan unggas
untuk sementara waktu dan melakukan isolasi untuk
pasien yang terinfeksi virus H7N9, walaupun belum ada
tanda-tanda penularan dari manusia ke manusia.
MEWASPADAI MUNCULNYA
VIRUS H7N9 dari ChinaEka Soni
Subdit Pengendalian Zoonosis
Kasus u burung H7N9 yang diisolasi di Rumah Sakit China dalam rangka ansipasi penyebaran yang
lebih luas (Sumber dari WHO).
Influenza subtype A H7 merupakan kelompok/
grup virus influenza, normalnya bersirkulasi di antara
avian/burung/unggas. Influenza H7N9 merupakan
salah satu sub grup diantara grup besar influenza H7.
Walaupun virus A H7 (H7N2,H7N3,H7N7) kadangkadang ditemukan menginfeksi pada manusia, tetapi
sebelumnya tak pernah ada infeksi A H7N9 pada
manusia, kecuali yang terjadi saat ini (April) di China.
Deskripsi dari Skema Influenza A replikasi virus
(NCBI): Sebuah virion menempel pada membran
sel inang melalui HA dan memasuki sitoplasma oleh
reseptor-mediated endositosis (LANGKAH 1), sehingga
membentuk endosome A seluler tripsin - seperti
enzim memotong HA. menjadi produk HA1 dan
HA2 (tidak ditampilkan). HA2 mempromosikan fusiamplop virus dan membran endosome sebuah virus
kecil tindakan protein amplop M2 sebagai saluran
ion sehingga membuat bagian dalam virion lebih
asam. Akibatnya, amplop besar protein berdisosiasi
M1 dari nukleokapsid dan vRNPs yang translokasi ke
dalam inti (STEP 2) melalui interaksi antara NP dan
mesin transportasi seluler Dalam nukleus, kompleks
polimerase virus menuliskan (3a STEP) dan mereplikasi
(LANGKAH 3b) yang vRNAs. baru disintesis mRNA
bermigrasi ke sitoplasma (LANGKAH 4) di mana mereka
diterjemahkan pengolahan pascatranslasinya HA,
NA, dan M2 termasuk transportasi melalui aparatus
-
7/26/2019 Buletin Zoonosa2013
23/32
BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v
23
Skema H7N9
Golgike membran sel (5b STEP) NP, M1, NS1 (proteinnonstruktural peraturan - tidak ditampilkan). dan. NEP
(ekspor protein nuklir, komponen virion kecil - tidakditampilkan) pindah ke inti (5a STEP) di mana mengikat
baru salinan disintesis dari vRNAs The nukleokapsidbaruterbentuk bermigrasi ke dalam sitoplasma dalam proses
NEP-dependent dan akhirnya berinteraksi melalui M1dengan. sebuah wilayah membran sel mana HA, NA dan
M2 telah dimasukkan (LANGKAH 6) Kemudian tunasvirion baru disintesis dari sel yang terinfeksi (LANGKAH
7). NA menghancurkan bagian asam sialat dari reseptor
seluler, sehingga melepaskan virion progeni.Kasus H7N9 pertama di China:
Pasien, lelaki, 87 tahun, pekerjaan pensiunan,tinggal di Distrik Minghan, Shanghai, mulai sakit (onset)
18 Februari 2013, gejala klinis demam tinggi dan sesaknafas timbul seminggu kemudian sejak mulai sakit.
Faktor risiko: kontak dengan burung/unggas belumdiketahui, dirawat dirumah sakit Fifth Peoples Hospital
dan meninggal pada tgl 4 Maret 2013. Lama sakit sejakonset meninggal: 14 hari. Kondisi medis penyakit
penyerta (risiko tinggi) PPOK/COPD dan hipertensi.
Dari 3 kasus pertama 2 kasus terjadi di DistrikMinhang, Shanghai dan 1 kasus di Provinsi Anhui.
Faktor risiko: kasus 2 dan ke 3 mempunyai kontakdengan unggas di Pasar 1 minggu sebelum sakit dan
1 kasus tak diketahui adanya kontak Semua 3 kasuspertama gejala klinis berat, demam tinggi, batuk dan
sesak nafas. meninggal,3 kasus tersebut semuanyamerupakan risiko tinggi karena mempunya kondisi
medis penyerta pasie 1, PPOK/COPD dan hipertensi,pasien ke 2. Hepatitis B dan pasien ke 3, riwayat depresi,
hepatitis B dan obesitas
(Sumber NEJM /New England Journal of Medicine publish 11 April
2013)
Data WHO H7N9 pemutakhiran 14 Juni2013:
Kumulatif terdapat 51 kasus terkonfirmasi lab,
diantaranya meninggal 11, angka fatalitas (CFR)
21,5%; Menurut WHO: Penyelidikan terhadap sumber
infeksi dan reservoir virus sedang dan terus dilakukan.
Lebih dari 1000 kontak dekat kasus di monitor. Belum
ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Who
menganjurkan tidak ada skrining khusus di pintu
masuk, dan tak ada pembatasan perjalanan serta tak
ada pembatasan perdagangan.
Genetik Virus A(H7N9):Analysis gen vrus H7N9 pada manusia
menunjukkan berasal dari virus avian/burung, yang
menunjukkan tanda adanya adaptasi pertumbuhanpada jenis (spesies) mamalia. Adaptasi ini termasuk
kemampuan mengikat sel mamalia dan tumbuh
pada temperatur/suhu tubuh normal mamalia yang
lebih rendah daripada burung (WHO).
Menurut WHO dan NEJM pemeri), tetapi masih
sensitive terhadap golongan Neromidase inhibitor
yaitu oseltamivir danzanamivir, bila diberikan secara
dini pada waktu sakit. Menurut publikasi NEJM
dalam analisis sekuesing genetik menunjukkan gen
virus avian. Tak ada bukti adanya gen manusia dan
gen babi (swine) pada ke 3 virus yang menjangkiti
3 kasus pertama di China; Ke 3 virus pada 3 kasus
pertama manusia di China menunjukkan genetik
yang sama identik 97,7 100% pada 8 segmen gen.
Pada burung merpati (pigeon) di pasar Shanghai
ditemukan postif A (H7N9)
Pencegahan:PHBS, Cuci tangan dengan sabun. Hindari kontak
dengan unggas, unggas sakit dan unggas mati serta
lingkungan yang tercemar kotoran unggas/burung.
Hindari kontak dengan orang sakit panas, batuk dan
sesak Memakai, masker, tissue, sapu tangan, atau
dengan lengan atas pada saat batuk dan bersin
dan buang tissue pada tempatnnya pembuangan.
Bila sakit demam, batuk dan gangguan pernafasan
segera berobat ke pelayanan kesehatan dan berikan
keterangan sebenarnya kepada dokter bila 1 minggu
sebelumnya ada kontak dengan unggas. Vaksin
belum tersedia.
(Sumber: Center for Desiase Control and Prevention 1600 Clifton Pd. Atlanta