buletin zoonosa2013

Upload: isofingi

Post on 02-Mar-2018

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    1/32

    Menyanyikan lagu Indonesia Raya pada acara Pembukaan Peringatan Hari Rabies Sedunia ke 3 di Maumere, NTT dari kiri ke kanan, Kasubdit Zoonosis(drh. Misriyah, M.Epid), Direktur Keswan (drh. Pudjiatmoko, Phd), Bupati Sikka (Drs. Sosimus Mitang), Wakil Bupati Sikka (dr. Wera Damiamus, MM)

    Perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham Tallis)

    ISSN 2086-793X

    EDISI KEEMPATBELAS- 2013

    hal 3 hal 23 hal 27

    Peringatan Hari Rabies Sedunia

    2012 di Maumere, NTT

    Mewaspadai Munculnya

    Virus H7N9 dari China

    Pengenalan Zoonosa Pada

    Kegiatan Internaonal Scout

    Peace Camp

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    2/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    2

    Dari kiri kekanan atas (drh. Gatot Mudiarto; drh. Ernawa; Ikha Purwandari, SKM; Eka Soni; Sri Sumarningsih;

    Leny Marlina; Johanes E.K, SKM, MKes) bawah (Rosmaniar, SKp, MKes; dr. Sinurna Sihombing, MKes;

    drh. Ima Nurisa Ibrahim; drh. Misriyah, M.Epid; Nurlina, SKM; drh. Dedeh Yulian Rahayu)

    Tim Pembahas Buletin Penyakit Zoonosa Edisi ke 14

    SUSUNAN DEWAN REDAKSI

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA

    Diterbitkan oleh;

    Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

    dan Penyehatan Lingkungan

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

    Alamat RedaksiSub Direktorat Pengendalian Zoonosis

    Gedung C Lantai IV, Direktorat Jenderal PP dan PL

    Jln Percetakan Negara No 29

    Jakarta Pusat 10560

    Telp/fax 021-4266270

    Telp 021-4201255

    Telp 021-4247608 ext 151

    e-mail: [email protected]

    Pelindung

    Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan

    Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia

    Penasehat

    Sekretaris Ditjen Pengendalian Penyakit dan

    Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia

    Penanggung Jawab

    Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber

    Binatang

    Dewan Redaksi

    Ketua : Ka. Subdit Pengendalian Zoonosis

    Wakil Ketua : Kabag Hukum Organisasi dan

    Hubungan Masyarakat

    Anggota : Kasubdit ISPA, Kasubdit KLB, Kasubdit

    Penyehatan Kawasan dan

    Sanitasi Darurat, Kabag PI, Kabag Keuangan,

    Kabag Umum dan Kepegawaian

    Editor

    dr. Sinurtina Sihombing, M.Kes

    dr. Regina T Sidjabat, M.Epid

    Eka Soni, SKM, MM

    Agus Sugiarto, SKM, M.Kes

    M Haris Subiyantoro, SKM

    dr. Tety Setyawati

    dr. Tri Setyanti

    Johanes Eko Kristiyadi, SKM, MKM

    dr. Romadona Triada

    drh. Ike Yuherlinadr. I Nyoman Kandun, MPH

    Kesekretariatan

    Tengku Fakhrul Razy, SE

    Leny Marlina

    Novie Ariani, AMKL

    Hj. Sri Umiyati

    Sujadi

    Informasi

    Redaksi menerima kiriman artikel yang relevan.

    Artikel diketik dengan format MS.Word, 12

    point 1, maksimal 5 halaman A4, artikel dapat

    dikirim ke alamat redaksi, dengan melampirkanfoto kopi KTP yang masih berlaku, tim editor

    berhak menyeleksi, menyunting, mengedit dan

    menerbitkan artikel tanpa mengubah substansi

    Assallammualaikum Warahmathulahi Wabarhakatuh,

    Atas kehendak dan izin Allah jua lah kita bisa bersemangat untuk menghidupkan Buletin

    Zoonosis edisi ke 14 ini maka sepatutnyalah kita menghaturkan Segala Puji kita kehadirat

    Allah Subhanawataala karena pada edisi ini kita masih diberikan kesempatan untuk bercerita

    yang lain dari edisi sebelumnya dengan menyapa para pembaca Buletin Penyakit Zoonosatercinta melalui nuansa yang baru. Pada edisi ke 14 ini, bulletin Penyakit Zoonosis akan

    bernuansakan RABIES. Disamping itu kita akan informasikan kegiatan Peringatan Hari

    Rabies Sedunia pada tahun 2012 di Maumere, Sosialisasi Rabies di Manado, 6 Kriteria Untuk

    Diagnosa Dini Rabies Pada Anjing Hidup, Pengembangan Virus Tantang Rabies dari Isolat

    Lokal Bali, Pengendalian Antraks di DKI Jakarta dalam Rangka Penyediaan Pangan Hewani

    yang Aman Sehat Utuh dan Halal, Mengenali Flu Burung Baru (H7N9) dari China, Pengenalan

    Zoonosa pada Peserta Pramuka Tingkat Dunia International Scout Peace Camp 2013, Memidai

    Jejak Flu Burung H5N1 dari Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dll.

    Besar harapan kami terus bersemangat berkarya dari pembaca setia, agar Buletin Penyakit

    Zoonosa ini tetap dapat terus berkiprah untuk menerbitkan artikel yang lebih menarik dan

    bermanfaat untuk masyarakat pembaca buletin ini.

    Selamat membaca

    Daftar Isi

    3. Peringatan Hari Rabies Sedunia 2012 Di Maumere

    6. Enam Kriteria Untuk Diagnosa Dini Rabies Pada Anjing Hidup8. Jalan Berliku Menuju Bebas Rabies.

    11. Pengembangan Virus Tantang Rabies Dari Isolat Lokal Bali.

    16. Sosialisasi Pengendalian Rabies Bagi Tenaga Kesehatan Di Provinsi Sulut.

    19. Pengendalian Antraks di DKI Jakarta Dalam Rangka Penyediaan

    Pangan Hewani yang Aman Sehat Utuh Dan Halal (ASUH).

    22. Mewaspadai Munculnya Virus H7N9 Dari China.

    24. Memindai Jejak FB H5N1 Dari Parung Bogor Jawa Barat.

    27. Pengenalan Zoonosa Pada Kegiatan International Scout Peace Camp

    2013

    29. Penguatan Sistem Kewaspadaan Dini Dan Respon Di Indonesia.

    Pengantar Redaksi

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    3/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    3

    Peringatan Hari RabiesSedunia 2012

    Di MAUMERE, SIKKA, NTT

    Komitmen Tokoh Agama Peduli Rabies, untuk menciptakan Flores-Lembata menuju bebas Rabies tahun 2017,

    yang di canangkan pada hari rabies sedunia di Maumere tanggal 8 Oktober 2012 di Gereja Nele, Sikka.

    Berawal dari laporan kasus gigitan hewan

    penular rabies yang tidak pernah berhenti

    dan Dinas Kesehatan di wilayah Indonesia

    Timur diantaranya Sikka, yang sudah kewalahan

    melakukan penantalaksanaan kasus rabies dengan

    keterbatasan vaksin anti rabies untuk manusia

    ini, akhirnya perjuangan untuk bebas dari kasus

    anjing gila ini, mulai menjadi pemikiran para tokoh

    agama dan tokoh masyarakat di Maumere. Seperti

    dilaporkan petugas surveilans Kabupaten Sikka, ada

    temuan kasus rabies atas nama D. 2 th/L, alamat Desa

    Nitakloang, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Flores,

    Nusa Tenggara Timur, akhirnya meninggal di Rumah

    Sakit Umum Daerah TC Hillers, Maumere, 13 Agustus

    2011, hal serupa terjadi terus setiap saat pada setiap

    penduduk di Maumere itulah yang membuat ramai

    Drh. Misriyah. M.Epid, dr. Sinurtina Sihombing. M.Kes,

    dr. Regina T Sidjabat. M.Epid, Eka Soni, dkkSubdit Pengendalian Zoonosis

    Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

    Dirjen Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan, Kemenkes [email protected]

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    4/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    4

    di berbagi media massa, dan membuat gerah

    pemerintah setempat dan pemerintah pusat, hal ini

    membuat seorang dokter yang ingin bersama-sama

    bergandengan tangan mengendalikan rabies di

    Maumere dengan tokoh agama, tokoh masyarakat

    dan semua unsur masyarakat yang peduli rabies.

    Maumere menggelegar dengan dilaksanakannya

    Peringatan Hari Rabies Sedunia yang dilaksanakan

    secara Nasional di Kabupaten Sikka tanggal 8-9

    Oktober 2012, dalam hal ini Direktur PPBB (dr. Rita

    Kusriastuti, M.Sc) memberikan ucapan selamat

    kepada para tokoh agama diantaranya Majelis Ulama

    Islam Maumere, Keuskupan Maumere dan Lembaga

    Swadaya Masyarakat serta pejuang yang peduli

    rabies di Flores dengan bantuan dan dorongan dari

    berbagai pihak yang terlibat selama proses persiapan

    penyelenggaraan ini.

    Dasar pemilihan Provinsi Nusa Tenggara Timur

    dijadikan tuan rumah hari rabies se-dunia adalah

    pada tingkat keseriusan kejadian kasus yang

    mencapai 92 orang meninggal dunia (Lyssa) sampai

    tahun 2012 sedangkan data terakhir kematian akibat

    rabies secara nasional mencapai 846 (dari tahun 2008-

    2012, sumber data Subdit Pengendalian Zoonosis),

    pada acara peringatan Hari Rabies Sedunia 2012

    ini dihadiri oleh hampir seribu undangan/peserta

    dan masyarakat yang antusias ikut memeriahkan

    pencanangan rabies se-dunia yang diramaikan di

    Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

    Peserta acara ini diantaranya dihadiri oleh,

    perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham Tallis), FAO(Eric Blum), Bupati Sikka (Drs Sosimus Mitang) , Wakil

    Bupati Sikka (dr. Wera Damiamus. MM, Pastor Paroki

    Sikka (Romo Wilfrid), Majelis Ulama Sikka, Direktur

    Keswan (drh. Pujiatmoko, PhD), Direktur PPBB (dr. Rita

    Kusriastuti, M.Sc), Kasubdit Pengendaliaan Zoonosis

    (drh. Misriyah.M.Epid), DPRD dan jajaran MUSPIDA

    Sikka serta seluruh masyarakat Sikka.

    WHO dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia

    (Office International des Epizooties/OIE) berkomitmen

    mendukung upaya masyarakat internasional

    memberantas penyakit anjing gila (rabies) di

    seluruh dunia. Penyakit virus yang menular dari

    hewan ke manusia tersebut telah menyebabkan

    kematian hampir 55.000 orang per tahun di seluruh

    dunia, termasuk di Indonesia, sehingga dirasakan

    pentingnya untuk mensosialisasikan pentingnya

    mengetahui bahaya penyakit rabies serta pentingnya

    cuci luka pada gigitan hewan penular rabies dengan

    sabun/deterjen pada air yang mengalir selama 10-15

    menit dan pemberian vaksin anti rabies pada kasus

    gigitan HPR sesuai indikasi.

    Para korban, kebanyakan anak-anak, meninggal

    setelah periode penderitaan yang mengerikan.

    Setiap sepuluh menit satu orang meninggal

    akibat rabies di suatu tempat di dunia termasuk

    di Indonesia. Sembilan puluh sembilan persen

    kasus manusia akibat gigitan oleh anjing yang

    terinfeksi. Perwakilan WHO Indonesia (Dr. Graham

    Talis) menyampaikan selamat atas terselenggaranya

    peringatan hari rabies sedunia 2012 di Maumere ini

    karena dimotori oleh pemuka agama setempat dan

    tokoh masyarakat yang memberikan warna baru

    dalam pengendalian dan penanggulangan rabies

    di Maumere. Rabies menyebabkan kematian lebih

    banyak di dunia dibandingkan penyakit menular

    lainnya dan terutama memengaruhi anak-anak

    di negara berkembang, kata Direktur Jenderal

    OIE Bernard Vallat dalam editorialnya di situs OIE,

    menyambut Konferensi Global Penanganan Rabies

    7-9 September 2011, di Seoul, Korea Selatan.

    Keterpaduan dalam melaksanakan pengendalian

    rabies di Indonesia yang sudah lebih dahulu

    melakukan integrasi oleh Kemenkes dan Kementan

    serta pihak lain yang terkait mendapatkan ucapan

    selamat oleh perwakilan FAO Indonesia dimana hal

    tersebut juga disampaikan OIE sendiri yang berkantor

    di Paris, Perancis. Konferensi Global Penanganan

    Rabies tersebut diselenggarakan OIE bekerja sama

    dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food

    and Agricultural Organization/FAO) dan Organisasi

    Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    5/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    5

    dan Pemerintah Korea Selatan. Konferensi tersebut

    diperlukan untuk mempertemukan semua pihak

    yang terlibat dalam mengendalikan rabies pada

    sumber hewani dan membantu untuk menciptakan

    sinergi antara usaha-usaha individual mereka.

    Melihat pelaksanaan pengendaliaan rabies di

    NTT khususnya di Maumere sama dengan dibelahan

    negara lainnya, yang menurut OIE, mayoritas sumber

    daya yang tersedia di negara-negara endemik rabies

    saat ini diarahkan untuk mengobati manusia yang

    telah digigit (dalam banyak kasus oleh anjing).

    Kebanyakan anjing-anjing tersebut tanpa pemilik

    atau pemilik telah gagal bertanggung jawab atas

    kesehatan hewan dan untuk menjaga hewan di

    bawah kontrol yang masih lemah dalam hal ini dinas

    terkait.

    Seperti halnya di Indonesia pengendalian Hewan

    Penular Rabies oleh Dinas Peternakan setempat

    seperti depopulasi selektif dan pemberian vaksin

    pada anjing telah dilakukan dan OIE juga mencatat

    bahwa mengalokasikan bagian dari sumber daya

    ini untuk pencegahan rabies pada hewan dan

    pengendalian populasi anjing liar akan membantu

    pengurangan jumlah kasus rabies pada manusia dan

    hewan di seluruh dunia.

    Kegiatan Pengendalian rabies di Indonesia pada

    manusia bertumpu di Subdit Pengendalian Zoonosis

    Kementerian Kesehatan dimana secara nasional

    dikoordinasikan oleh Komnas Pengendalian Zoonosis

    sebagai koordinator pengendaliaan penyakit zoonosa

    tinggkat nasional yang mencoba menjembatani

    semua unsur yang ada di Republik Indonesia ini untuk

    berkontribusi membantu dan mengendalikan rabies,

    hal ini seperti yang menginspirasi Konferensi di Seoul

    tersebut yang memberi prioritas untuk keputusan

    pemerintahan, baik pada distribusi sumber daya

    publik atau swasta, lokal, nasional dan internasional

    terhadap tindakan prioritas pada hewan yang sejalan

    dengan konsep baru Satu Kesehatan (One Health),

    yaitu konsep sinergi penanganan penyakit hewan

    dan manusia. Konferensi tersebut juga akan memberi

    kesempatan untuk menyoroti kisah sukses terbaru di

    bidang diagnosis, vaksinasi, kontrol populasi hewan,

    dan sistem pemerintahan yang melibatkan berbagai

    pemangku kepentingan, dari sektor publik dan

    swasta.

    Penyakit anjing gila disebabkan oleh virus rabies

    dari genus Lyssavirus. Virus rabies berada di air liur

    anjing atau karnivora lain. Penularan ke manusia

    terjadi karena penularan melalui air liur dari anjing

    terinfeksi rabies yang menggigit manusia. Anjing

    yang tertular virus rabies biasanya menunjukkan

    gejala terlihat buas hendak menggigit, air liur keluar

    berlebihan, dan takut air.

    Di Indonesia, ratusan orang telah meninggal

    setelah digigit anjing yang terinfeksi virus rabies.

    Kasus anjing gila, misalnya, bahkan telah menyerang

    Pulau Bali, yang sejak zaman Belanda dianggap pulau

    bebas anjing gila. Kematian terbanyak pasien akibat

    anjing gila terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara, pada

    Februari 2011.

    Untuk meningkatkan kesadaran dunia atas

    pentingnya penanganan rabies, OIE (World

    Organization for Animal Health) dan WHO

    menyelenggarakan Hari Rabies Sedunia yang jatuh

    pada 28 September setiap tahunya.

    Bersama-sama menyanyikan lagu Gulok (inovaf)

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    6/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    6

    Kasus gigitan hewan (anjing) di wilayah

    endemis rabies atau wilayah baru

    memerlukan tindakan cepat dalam

    memutuskan langkah-langkah apa saja yang

    sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan standar

    prosedur operasional pada penanggulangan wabah

    penyakit zoonosis rabies. Kriteria-kriteria yang

    dikembangkan tersebut sangat membantu petugas

    lapangan sebelum dilakukan diagnose pada hewan/

    anjing, secara laboratorium.

    Dugaan dini apakah anjing menderita rabies atau

    tidak terserang rabies telah dipelajari oleh beberapa

    peneliti di Thailand dari Quen Saovabha Memorial

    Institute, Thai red Cross Society. Identifikasi dan uji

    retrosfektif dengan enam kriteria yang ditentukan

    telah dilakukan pada 1.170 ekor hewan selama

    periode 1988-1996, selama masa observasi 10 hari

    setelah menggigit korban. Pada studi prosfektif

    dengan enam kriteria yang dilakukan pada sejumlah

    450 ekor anjing hidup yang diamati selama tahun1997-2002. Hasil gabungan dua penelitian dan

    pengamatan menghasilkan tingkat sensitivitas

    90,2%, sfesifitas 96,2% dan akurasi 84,6%, keenam

    kriteria kklinis yang dipelajari adalah :

    1) Umur anjing?

    a) Kurang dari 1 bulan anjing tidak rabies

    b) Satu bulan atau lebih atau tidak diketahui

    maka lanjut ke poin 2)

    2) Keadaan kesehatan anjing?

    a) normal (tidak sakit) atau sakit lebih dari 10

    hari artinya tidak rabies

    b) Sakit kurang dari 10 hari atau tidak diketahui

    maka lanjut ke poin 3)

    3) Bagaimana perkembangan penyakit?

    a) jika onset/gejala penampakkan akut dari

    kesehatan maka anjing normal atau tidak

    rabies

    b) onset gejala penampakkan secara bertahap

    atau tidak jelas diketahui maka lanjut ke

    poin 4)

    EnamKritEriaUntUKDiagnosa Dini raBiEsPaDa anjing

    HiDUP

    drh. Gatot Mudiarto(Tenaga Fungsional Dokter Hewan)

    Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian

    Gambar 2

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    7/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    7

    4) Bagaimana kondisi klinis selama 3-5 hari

    terakhir?

    a. stabil atau ada perbaikan (dengan tanpa

    perlakuan) maka tidak rabies

    b. Gejala dan tanda-tanda progresif atau tidak

    jelas diketahui maka lanjut ke poin 5)

    5) Apakah anjing menunjukkan tanda

    Circling?

    (tersandung/terhuyung atau berjalan berputar

    dalam lingkaran dan membentur kepalanya ke

    dinding seolah-olah buta.)

    a) Jika tidak rabies (kemungkinan distemper,

    paramixovirus yang menyebabkan

    ensefalitis)

    b) Tidak atau tidak jelas diketahui maka lanjut

    ke poin 6)

    6) Apakah anjing menunjukkan tanda-tanda

    atau gejala minimal 2 dari 17 gejala berikut

    selama minggu terakhir kehidupannya?

    a) Ya rabies

    b) Tidak atau hanya menampilkan 1 tanda

    bukan rabies

    Gejala klinis sebagai berikut :

    1. Rahang terkulai.

    2. Suara menggonggong secara abnormal.

    3. Lidah menjulur dan kering.

    4. Menjilati air kencing sendiri.

    Referensi :

    Six criteria for Rabies Diagnosis in Living Dogs.

    Veera Tepsumethanon, DVM, Henry Wilde, MD, FACP ,

    Francois X Meslin, DVM. J Med Assoc Thai Vol. 88 No.3

    2005.

    5. Menjilati air secara abnormal.

    6. Regurgitasi/muntah.

    7. Perilaku berubah.

    8. Menggigit dan makan benda-benda secaraabnormal.

    9. Agresif.

    10. Menggigit dengan tanpa provokasi.

    11. Berlari tanpa alasan yang jelas.

    12. Kekakuan saat berlari atau berjalan.

    13. Gelisah.

    14. Gigit selama masa karantina (Gambar 2).

    15. Penampakan mengantuk.

    16. Ketidakseimbangan langkah.

    17. Sering mempertunjukkan posisi Anjing duduk.

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    8/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    8

    JALAN BERLIKU

    8

    MENUJU

    BEBAS

    RABIES

    Salah satu penyakit zoonosis di Indonesia

    yang begitu menyita perhatian dan dana

    dari banyak pihak adalah Rabies atau Anjing

    Gila . Dikenal dengan nama anjing gila karena sekitar

    98% kasus ditularkan melalui gigitan anjing dengan

    salah satu gejala klinis anjing yang terinfeksi bisabertingkah sangat tidak biasa, menggigit apa saja

    yang ada didekatnya. Penyakit yang disebabkan oleh

    virus ini tersebar di sebagian besar wilayah di seluruh

    penjuru dunia, memiliki sifat akut, zoonosis, dan

    termasuk penyakit yang sulit diberantas. Hal ini bisa

    dibuktikan dengan masih adanya kasus baik pada

    hewan maupun pada manusia.

    Anjing merupakan tersangka utama penyebab

    penularan penyakit ini di sebagian besar wilayah

    Asia dan Afrika, dengan rata-rata korban berumurdibawah 15 tahun. Hal ini dapat dimaklumi,

    mengingat biasanya anak-anak suka berinteraksi

    dengan hewan, dan anjing merupakan salah satu

    hewan peliharaan favorit.

    Menurut catatan sejarah rabies di Indonesia, kasus

    pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1884 oleh

    Esser, dimana menginfeksi seekor kerbau. Lalu Eilerts

    de Haan melaporkan kasus pada anjing di tahun

    1889 dan pada manusia di tahun 1894. Kasus-kasus

    tersebut semuanya terjadi di daerah Jawa Barat.Setelah itu rabies menyebar ke berbagai wilayah

    Indonesia.

    Hingga kini, sebagian besar wilayah Indonesia

    merupakan daerah endemis rabies. Dari 34 provinsi

    yang ada, hanya 9 provinsi yang berstatus bebas

    dari rabies (Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI

    Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Papua,

    Papua Barat). Ini artinya bahwa di mayoritas wilayah

    negara Indonesia, rabies merupakan ancaman bagi

    kita semua. Berdasarkan data dari Subdit ZoonosisDirektorat P2B2 Kementerian Kesehatan, rata-rata

    Oleh:

    drh. Ernawati

    Medik Veteriner Pertama

    Sub Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan

    Direktorat Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian

    korban lyssa di Indonesia pada 3 tahun terakhir rata-

    rata 168 kasus/tahun.

    Berdasarkan status rabies, wilayah dapat

    dibedakan menjadi 3 yaitu:

    1. Daerah Bebas

    Secara historis belum ada laporan kejadian

    kasus rabies

    Untuk daerah yang dibebaskan, sudah tidak

    ada kasus rabies baik di wilayah tersebut

    selama 2 tahun terakhir dan didukung oleh

    hasil surveilans

    2. Daerah Tertular

    Wilayah yang masih memiliki kasus rabies

    secara klinis dan laboratoris

    3. Daerah Tersangka

    Wilayah dengan kasus rabies secara klinis,

    namun belum dibuktikan secara laboratoris

    Wilayah yang berbatasan langsung dengan

    daerah tertular tanpa ada barrier alam

    Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan atau

    jilatan hewan penderita rabies karena virus yang

    terkandung di dalam air liur hewan masuk melaluiluka gigitan/kulit yang terluka atau dapat juga

    melalui mukosa. Apabila virus berhasil menginfeksi

    dan menimbulkan gejala klinis pada korban hewan

    ataupun manusia, dapat dipastikan bahwa penderita

    akan mengalami kesakitan yang luar biasa dan

    diakhiri dengan kematian.

    Masa inkubasi (waktu yang diperlukan terhitung

    sejak masuknya virus ke dalam tubuh sampai

    menimbulkan gejala penyakit) pada anjing dan

    kucing antara 10 hari sampai 6 bulan, namun padabanyak kasus yang terjadi inkubasi antara 2 minggu

    hingga 3 bulan. Sedangkan untuk kasus rabies

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    9/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    9

    pada sapi, masa inkubasinya antara 25 hari - 5

    bulan (sumber: OIE). Hal ini dipengaruhi oleh parah

    tidaknya luka gigitan, jauh dekatnya luka dengan

    susunan syaraf pusat, banyaknya syaraf pada luka

    gigitan, serta jumlah virus yang masuk ke dalam luka

    gigitan dan jumlah luka gigitan.

    Virus rabies yang masuk ke dalam tubuh hewan

    melalui gigitan hewan akan tetap tinggal di tempat

    masuk dan atau di dekat tempat gigitan selama

    sekitar 2 minggu. Selanjutnya virus akan bergerak

    mencapai ujung-ujung serabut syarafposteriortanpa

    menunjukkan

    p e r u b a h a n

    f u n g s i n y a .

    S e p a n j a n g

    p e r j a l a n a nke otak, virus

    rabies akan

    b e r k e m b a n g

    biak hingga

    sampai di otak

    dengan jumlah

    virus maksimal.

    S e t e l a h

    menyebar luas ke

    semua bagian neuron, virus ini akan masuk ke sel-

    sel limbic, hipotalamus, dan batang otak. Kemudian

    virus akan memperbanyak diri pada neuron-neuron

    sentral dan selanjutnya bergerak ke seluruh organ

    dan jaringan tubuh untuk berkembang biak seperti

    pada adrenal, ginjal, paru-paru, hati dan jaringan

    tubuh lainnya.

    Gejala dan tanda rabies pada hewan ada 2 (dua)

    tipe yaitu :

    1. Tipe ganas (tambahkan gambar anjingnya)

    Tidak mau menuruti perintah pemilik

    Hipersalivasi(air liur berlebihan)

    Hewan menjadi ganas, menyerang atau

    menggigit apapun yang ditemui

    Kejang yang diikutiparalisa

    Setelah 4-7 hari sejak timbul gejala biasanya

    mengalami kematian, atau paling lama 2

    minggu.

    2. Tipe Jinak

    Bersembunyi di tempat yang gelap dansejuk

    Terkadang mengalami kejang-kejang

    Paralisadan kematian dalam waktu singkat

    Rabies memang belum dapat diberantas.

    I n d o n e s i a

    m e m p u n y a i

    target untuk

    dapat bebas

    pada tahun

    2020, seiring

    d e n g a n

    p r o g r a m

    pembebasan

    w i l a y a h

    ASEAN (sesuai

    kesepakatan yang telah dicapai Association of

    Southeast Asian Nations (ASEAN) bersama-samadengan negara China, Jepang dan Korea pada

    tanggal 23-25 April 2008 di Hanoi, Vietnam untuk

    memberantas rabies dan membebaskan wilayah Asia

    Tenggara pada tahun 2020).

    Cara-cara yang telah dilaksanakan dalam

    melakukan pengendaliannya antara lain:

    1. Sosialisasi kepada masyarakat

    Dilakukan oleh petugas kesehatan hewan,

    pemuka agama, guru menggunakan mediaberupa poster, leaflet, komik, siaran radio

    2. Melakukan vaksinasi rutin pada HPR baik yang

    dipelihara maupun yang liar dan pemberian

    tanda pasca vaksinasi (pemasangan colar).

    Vaksinasi dapat dilaksanakan baik di wilayah

    endemis maupun wilayah bebas yang terancam

    sesuai rekomendasi Tim Komisi Ahli Kesehatan

    Hewan pada tahun 2011.

    3. Melakukan kontrol populasi HPR (eliminasiselektif, sterilisasi)

    Hal ini dilakukan untuk meningkatkan coverage

    vaksinasi mengingat jumlah populasi yang terus

    meningkat dan terbatasnya vaksin dan tenaga

    vaksinator yang tersedia.

    4. Memperbaiki pola pemeliharaan dengan cara

    mengikat atau mengandangkan HPR

    yang diperkuat dengan keputusan dari masing-

    masing pimpinan dengan penetapan sanksi bagiyang melanggar agar dilaksanakan masyarakat.

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    10/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    10

    5. Melakukan pengawasan lalu lintas HPR antar

    wilayah

    6. Adanya koordinasi dan kerjasama yang baik

    antara masyarakat dan semua instansi terkait

    7. Surveilans

    8. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM

    yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan

    hal yang berkaitan dengan kesehatan hewan.

    Contohnya dengan penempatan tenaga harian

    lepas diberbagai wilayah, pelatihan penanganan

    rantai dingin untuk mempertahankan kualitas

    vaksin, penambahan puskeswan maupun sarana

    laboratorium.

    Hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi kasus

    gigitan HPR antara lain sebagai berikut:

    1. Pada korban gigitan

    Dilakukan pencucian luka menggunakan air

    mengalir dan sabun selama 10 - 15 menit

    Segera melakukan konsultasi ke pelayanan

    kesehatan (puskesmas/rumah sakit/rabies

    centre) untuk mendapatkan pengobatan

    selanjutnya.

    2. Pada HPR yang menggigit

    HPR yang menggigit harus ditangkap

    kemudian diikat atau dikandangkan, tetapi

    tidak dibunuh

    Dilakukan observasi selama 14 hari dibawah

    pengawasan dokter hewan/petugas terkait.

    Apabila anjing mati pada masa observasi

    tersebut, dilakukan pengambilan sampel

    berupa organ otak (hippocampus) yang

    disimpan dalam larutan NaCl fisiologis, dan

    segera dikirim ke laboratorium veteriner

    terdekat.

    Kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaan

    penanggulangan:

    a. Di beberapa wilayah masih ada masyarakat

    maupun petugas yang kurang menyadari akan

    bahaya rabies

    b. Belum adanya unsur kesehatan hewan pada

    semua sebagian besar dinas di tingkat provinsi,

    kabupaten/kota atau kecamatan sehingga

    kegiatan penanggulangan belum merata

    pelaksanaannya.

    c. Pemeliharaan HPR yang diliarkan

    d. Sebagian pemilik HPR tidak mau melakukan

    vaksinasi pada HPR meraka

    e. Kurangnya vaksin yang tersedia dengan populasi

    yang semakin meningkat

    f. Kurangnya pendanaan yang dialokasikan untuk

    program penanggulangan rabies

    g. Kurangnya SDM baik dari kualitas maupun

    kuantitas

    h. Pertentangan dari berbagai pihak akan program

    kontrol populasi

    i. Tingginya lalu lintas HPR yang bersifat ilegal

    j. Belum tersedianya data populasi HPR yang

    akurat.

    DAFTAR PUSTAKA1. Kiat Vetindo Rabies Kesiagaan Darurat Veteriner

    Indonesia, Penyakit Rabies, Direktorat Jenderal

    Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan, 2007;

    2. Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan

    Penyakit Rabies, Direktorat Jenderal Peternakan

    dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan

    Hewan, 2012;

    3. Rekomendasi Tim Komisi Ahli Kesehatan

    Hewan mengenai Kebijakan Pengendalian danPemberantasan Rabies Tahun 2011;

    4. Terrestrial Animal Health Code, Chapter 8.10.,

    OIE, Tahun 2012;

    5. Rabies and Rabies-Related Lyssaviruses, The

    Center food Security & Public Health, Iowa State

    University, 2012.

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    11/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    11

    PENDAHULUANSecara nasional penyakit rabies merupakan

    penyakit zoonosis yang menempati prioritasutama dari 12 jenis Penyakit Hewan Menular (PHM)

    berdasarkan Kepdirjen No:59/Kpts/PD.610/05/2007tanggal 9 Mei 2007 (DIRKESWAN 2009).

    Balai Besar Pengujian Mutu dan SertifikasiObat Hewan berperan penting mensukseskanpembangunan dalam bidang kesehatan hewanmelalui tugas pokoknya dengan mengawasi danmenguji mutu obat hewan yang beredar di Indonesia.Tugas pokok BBPMSOH diantaranya melaksanakanpengujian mutu, sertifikasi, pengkajian dan pemantuanobat hewan (BBPMSOH 2006).

    Bagaimana peran BBPMSOH dalam pemberantasanrabies di Indonesia?. Perannya adalah dengan menguji,

    mengkaji dan memantau vaksin rabies yang beredar diIndonesia. Pengujian kualitas vaksin rabies dilakukan

    terhadap vaksin rabies yang baru terdaftar ataupundaftar ulang di Direktorat Jenderal Peternakan dan

    Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Selain itujuga menguji mutu vaksin rabies dari kiriman dinas

    peternakan dan vaksin rabies yang diambil langsungdari lapangan. Hanya vaksin yang memenuhi syarat

    yang boleh diedarkan di Indonesia (Natih dkk 2011).

    Salah satu pengujian kualitas vaksin rabies diBBPMSOH adalah uji potensi dengan metode Habel

    yang menggunakan virus tantang rabies standaratau CVS (Challenge Virus Standard) (DITJENNAK 2007).

    Bagaimana bila menggunakan virus tantang rabieslokal?.

    Saat ini sedang dikembangkan virus rabies

    lokal yang berasal dari Propinsi Bali yang berpotensisebagai virus tantang. Pengembangan ini bertujuan

    untuk mendapatkan satu virus tantang rabies lokalyang akan digunakan pada uji kualitas vaksin rabies

    sehingga diketahui potensi atau efikasi vaksin rabies

    yang beredar di Indonesia terhadap virus rabies darilapangan.

    MATERI DAN METODEVirus

    Beberapa isolat virus rabies lapang berasal dariPropinsi Bali digunakan sebagai kandidat virus tantang

    rabies lokal. Challenge Virus Standar digunakansebagai kontrol positif.

    Isolasi dan Identifikasi Virus RabiesIsolasi virus dilakukan dengan cara meng-inokulasi

    suspensi otak mencit pada sel neuroblastoma (N2A)

    ((Djusa dkk 2011). Pengamatan terhadap cytophaticeffect (CPE), yaitu terjadinya kerusakan atau perubahan

    pada sel dilakukan setiap hari selama 7 hari. Identifikasivirus rabies dilakukan dengan uji Fluorescent Antibody

    Technique(FAT) dan secara molekuler dengan ReverseTranscriptase-Polymerase Chain Reaction(RT-PCR) yang

    menggunakan primer untuk mengamplifikasi gen N(RHN 17 (TTC AAA GTC AAT CAG GTG G ) dan RHN 18

    (CCA TGT AGC ATC CAA CAA AGT))

    Propagasi Virus RabiesPropagasi dilakukan untuk memperbanyak virus.

    Suspensi otak mencit diinokulasikan pada mencitumur 3-4 minggu atau anak mencit yang masih

    menyusu (suckling mice) umur 1-2 hari sebanyak 0.03

    ml secara intracerebral (IC) (Gambar 1). Pengamatandilakukan dua kali sehari selama 2 sampai 4 minggu.Mencit yang menunjukkan gejala klinis rabies diambil

    dan disimpan pada suhu -80o C untuk selanjutnyadilakukan panen virus rabies dari otak mencit.

    Panen Virus RabiesMencit yang terinfeksi rabies yang disimpan pada

    suhu -80oC dicairkan. Panen virus dilakukan dengan

    cara mengambil bagian otak mencit kemudiandihomogenkan dengan larutan faali yang yang

    mengandung 2 % Horse Serum (HS), selanjutnya

    disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15

    PENGEMBANGAN VIRUS TANTANG RABIESDARI ISOLAT LOKAL BALIKetut Karuni Nyanakumari Natih, Dodo Hermawan,Neni Nuryani, Ferry Ardiawan, Enuh Rahardjo Djusa

    Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur, Bogor

    Jl. Raya Pembangunan, Gunungsindur Bogor 16340

    Telp.(021)7560489; Fax. (021)7560466 ; http://www.bbpmsoh.org

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    12/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    12

    menit. Cairan bagian atas atau supernatannya diambil

    dan disimpan pada suhu -80oC (Gambar 2).

    Titrasi Virus Rabies

    Titrasi virus dilakukan untuk mengetahui berapa

    kandungan virusnya. Caranya adalah virus diencerkandengan kelipatan 10 kali dari 10-1 sampai 10-8 dandiinokulasikan sebanyak 0.03 ml secara IC pada 10

    ekor mencit umur 3-4minggu pada masing-

    masing pengenceran(Gambar 3). Pengamatan

    terhadap gejala rabiesdilakukan selama 2

    sampai 4 minggu.

    HASIL DAN

    PEMBAHASAN

    Hasil positif pada

    diagnosa isolat virusrabies lapang dengan

    uji FAT (gold standard)akan dilanjutkan dengan

    isolasi virus rabies padabiakan sel N2A. Hasil

    positif pada sel N2Aterlihat dengan timbulnya CPE. Hasil isolasi virus pada

    biakan jaringan menunjukkan bahwa sel N2A dapatdigunakan untuk isolasi virus lapang rabies dengan

    terlihat jelas adanya CPE setelah dilakukan passage 2 3

    kali (Djusa dkk 2011).

    Sebagaimana neurotropik virus, rabies dapat melekat

    pada membran plasma dari jaringan syaraf sel N2A.Sensitifitas paling tinggi pada sel N2A dibandingkan

    dengan sel lestari lainnya telah banyak diteliti (Iwasaki1977, Clark 1980, Umoh 1983, Tsiang 1985), sehingga

    dengan menggunakan sel N2A dapat digunakan untukpengganti uji biologis dengan menggunakan mencit (in

    vivo).

    Spesimen virus rabies yang mengandung banyakantigen dapat dengan mudah dideteksi dengan

    uji impression smear FAT, dan uji biologis denganmencit. Tetapi sebaliknya spesimen virus rabies yang

    mengandung sedikit antigen dibiakan terlebih dahulupada jaringan sel N2A (Griffim 1984).

    Identifikasi cepat dilakukan secara molekuler dengan

    menggunakan RT-PCR menunjukkan hasil yang positifpada band 947 (Djusa dkk 2011).

    Pengamatan masa inkubasi rabies pada mencit

    propagasi awal dapat dilihat pada Tabel 1. Beberapa

    isolat tersebut menunjukkan masa inkubasi yangberbeda. Masa inkubasi virus rabies lokal terlihat lebih

    lama dibandingkan dengan CVS yang terjadi pada harike-6 sampai hari ke-9.

    Gejala klinis rabies pada mencit ada yang mati

    tiba-tiba tanpa menunjukkan gejala atau diawalidengan tremor, kejang-

    kejang, kelumpuhankaki belakang, mata

    mengecil dan meredup,dan mati (Gambar 4).

    Masa inkubasi virus

    rabies isolat lapangsetelah mengalami

    beberapa pasase terlihatberkurang dari pasase

    awal. Propagasi virusrabies pada suckling

    mice hanya dilakukansebanyak 3 kali karena

    masa inkubasi yangberkurang sampai

    hari ke-6 sehinggasulit untuk memanen

    virusnya.

    Dari beberapa isolat yang telah dipropagasi,dipilihlah satu untuk dijadikan kandidat virus tantang.

    Gejala klinis pada virus rabies lapang kode CVB751setelah beberapakali dipropagasikan pada mencit

    terlihat stabil timbul pada hari ke-6 post inokulasi.Hasil titrasi virus rabies CVB751 setelah dipasase 7

    kali pada mencit terlihat makin meningkat dan telahmencapai nilai standar virus tantang rabies yang

    digunakan pada uji potensi vaksin rabies, yaitu 106.1MLD50 (mice lethal dose) (Tabel 2).

    Masa inkubasi rabies adalah masa masuknya

    virus ke dalam tubuh hewan atau manusia sampaimenimbulkan gejala penyakit. Masa inkubasi virus

    rabies pada spesies satu dengan lainnya bervariasi.Masa inkubasi pada hewan antara 3-8 minggu

    sedangkan pada manusia biasanya 2-8 minggu,kadang-kadang 10 hari sampai 2 tahun, tetapi rata-rata

    masa inkubasinya 2-18 minggu. Masa inkubasi viruspada anjing sebagai hewan penular rabies umumnya

    selama 10-14 hari (Madigan 2009).

    Penyakit rabies pada tikus umumnya jarang terjadi

    atau memang tidak ada laporannya. Rabies padahewan percobaan seperti mencit setelah terpapar virusrabies lapangan biasanya masa inkubasinya selama

    A BGambar 1. Propagasi virus rabies pada mencitA. Inokulasi virus rabies pada mencit secara IC

    B. Inokulasi virus rabies pada suckling micesecara IC

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    13/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    13

    Gambar 2. Panen virus rabies dari otak mencit Gambar 3. Titrasi virus rabies pada mencit

    beberapa bulan dan tidak menimbulkan gejala klinis

    sampai timbul paralisis dan kematian (Cobalt 2011).

    Dari hasil pengamatan masa inkubasi rabies lokal

    pada mencit propagasi awal memang menunjukkan

    masa inkubasi yang lebih lama dibandingkan dengan

    CVS. Gejala klinis pada CVS biasanya muncul pada

    atau setelah hari ke-5 pasca inokulasi. Uji potensi

    rabies dianggap tidak layak bila lebih dari 2 mencit

    pada setiap kelompok mati pada hari ke-1 sampai hari

    ke- 4 setelah uji tantang. Pengamatan terhadap gejala

    klinis rabies pada hari ke-5 sampai hari ke-14 setelah

    uji tantang (European Pharmacopoeia 2012).

    Pengamatan gejala klinis rabies CVB751 pada

    mencit menunjukkan kematian yang tiba-tiba,

    tremor, kejang-kejang, kelumpuhan kaki belakang,

    takut cahaya, dan mati. Gejala rabies pada mencit

    terdiri dari 3 stadium sama halnya seperti pada anjing

    atau manusia, yaitu stadium prodromal, furious atau

    ganas dan paralisis. Pada stadium prodromal, gejala

    klinis terjadi karena virus rabies mulai bereplikasi

    dan menyebar melalui sistem saraf. Pada tahap ini

    mencit terlihat tidak beraktifitas, mata mengecil, bulu

    berdiri dan tremor. Selanjutnya perilaku mencit akan

    berubah dari diam menjadi agresif pada stadium

    ganas. Umumnya mencit sebagai binatang malam

    akan menjadi aktif setiap saat. Hal ini karena virus

    rabies sudah menginfeksi sistem saraf sehingga timbul

    gejala saraf seperti agresif, sensitif terhadap cahaya

    dan sentuhan, dan menyerang. Lebih lanjut virus

    rabies akan mempengaruhi otak yang berakibat padagejala tahap akhir yaitu paralisis. Mencit biasanya

    sulit berjalan atau tidak bisa bergerak, gejala lain

    adalah tidak mampu menelan atau mengunyah yang

    terlihat pada kondisi tubuh yang mengecil. Kematian

    umumnya terjadi setelah munculnya paralisis.

    Tetapi ada juga yang walaupun tidak menunjukkan

    stadium prodoma atau ganas, mencit menunjukkan

    gejala tahap akhir atau tiba-tiba sudah mati (Cobalt

    2011), sehingga diperlukan pengamatan yang

    cermat dilakukan minimal 2 kali sehari. Pada hasil

    pengamatan walaupun telah dilakukan 2 kali sehari

    yaitu pagi dan sore hari tetap ditemukan mencit yang

    mati dengan tanpa gejala, hal ini kemungkinan juga

    disebabkan oleh waktu pengamatan yang kurang

    tepat.

    Vaksin rabies merupakan salah satu cara tepat

    agar mengurangi penyebaran virus rabies penyebab

    rabies. Uji potensi vaksin rabies dilakukan untuk

    mengetahui potensi atau efikasi suatu vaksin

    setelah melalui suatu uji tantang. Uji potensi sangat

    diperlukan untuk melihat apakah vaksin rabies

    tersebut dapat menahan infeksi atau serangan dari

    virus rabies strain ganas. Sampai saat ini uji potensi

    vaksin rabies dilakukan di BBPMSOH dengan metode

    Habel dan menggunakan virus tantang rabies

    standar atau CVS. Vaksin dinyatakan memenuhi

    syarat apabila mempunyai titer minimal 103 MLD50

    (WHO 1996; DITJENNAK 2007).

    Pengembangan virus rabies lokal dari propinsi

    Bali yaitu CVB751 merupakan kandidat virus tantang

    rabies lokal untuk menguji mutu vaksin rabies yang

    beredar di Indonesia. Titer virus rabies CVB751 sampai

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    14/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    14

    Gambar 3. Gejala klinis rabies pada mencit

    A. Mencit umur 10 hari dengan tremor dan kejang-kejang

    B. Mencit umur 23 hari dengan kelumpuhan kaki belakang dan matayang meredup

    C. Mencit umur 21 hari dengan kemaan tanpa gejala (ba-ba)

    D. Mencit umur lebih dari 4 minggu dengan gejala tenang, ganas,kelumpuhan kaki belakang dan kemaan

    NO. Kode virus TITER (MLD50/0.03ml) Timbul Gejala Klinis Hari ke-

    1. CVB1266m1 4.1 11

    2. CVB751m1 4.0 7

    3. CVB322m1 3.1 13

    4. 751 N2A 1.1 12

    5. CVB751sm3m1 3.9 7

    6. CVB751sm3m2 3.8 8

    7. CVB751sm3m3 3.8 9

    8. CVB1266sm1m1 4.1 9

    9. CVB751sm3m4 4.2 6

    10. CVB751sm3m5 4.9 6

    11. CVB751sm3m6 5.4 6

    12. CVB751sm3m7 6.1 6

    Tabel 2. Hasil Titrasi Virus Rabies Bali (CVB) Pada Mencit

    pasase 7 pada mencit telah mencapai 106.1 MLD50 sesuai

    dengan standar titer virus tantang rabies yaitu 106 sampai

    108 MLD50 (WHO 1996). Tetapi sampai saat ini masih

    dilakukan propagasi dan titrasi virus untuk mengetahui

    kestabilan virus rabies lokal ini sebelum digunakansebagai virus tantang.

    Tersedianya virus tantang rabies lokal ini diharapkan

    dapat digunakan untuk mengetahui potensi atau efikasi

    vaksin rabies setelah melalui suatu uji tantang dengan

    strain lokal. Kualitas atau mutu vaksin rabies ditentukanapakah vaksin tersebut bisa memberikan kekebalan

    terhadap virus lokal atau lapang, sehingga untuk

    menguji vaksin yang mutu maka vaksin tersebut harus

    ditantang dengan isolat lokal.

    KESIMPULAN DAN SARANPengembangan beberapa virus rabies dari isolat

    Keterangan: sm= suckling mice; m= mice

    Tabel 1. Masa inkubasi propagasi awal beberapa virus rabies

    lokal dari Propinsi Bali dibandingkan dengan CVS

    Kode Virus Rabies Masa Inkubasi

    CVS Hari ke- 6

    1266sm1 Hari ke-13

    1266m1 Hari ke-13

    751sm1 Hari ke- 21

    751m1 Hari ke- 20

    322m1 Hari ke- 20

    916sm1 Hari ke-23

    916m1 Hari ke- 23

    212m1 Hari ke- 23

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    15/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    15

    lokal Bali menghasilkan satu kandidat virus tantang

    rabies lokal yaitu CVB751.

    Tersedianya virus rabies lokal CVB751 sebagai

    virus tantang dapat digunakan untuk mengetahui

    potensi atau efikasi vaksin rabies, sehingga mutuvaksin yang beredar di Indonesia sesuai dengan kasus

    yang ada di lapangan dan program vaksinasi bisa

    berhasil meredakan atau menekan kasus di lapang dan

    mendapatkan kekebalan yang sangat baik terhadap

    virus lapang. Selain itu digunakan untuk mengetahui

    titer antibodi dari virus vaksinasi atau lapang

    dengan menggunakan uji serum netralisasi dengan

    pembanding CVS.

    Pemeliharaan virus rabies lokal CVB751 harus tetap

    dilakukan agar titer virus CVB751 stabil sebagai virus

    tantang.

    Uji potensi vaksin rabies yang akan datang dapat

    digunakan CVS dan CVB751 untuk membandingkan

    protektifitas vaksin rabies terhadap kedua virus tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA

    [BBPMSOH] Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi

    Obat Hewan. 2006. Perjalanan panjang Balai

    Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan(BBPMSOH) 1984-2006. Jakarta: GITAPustaka.

    Clark H F. 1980. Rabies serogroup viruses

    in neuroblastoma cells: propagation,

    autointerference, and apparently random back-

    mutation of attenuated viruses to the virulent state.

    Infect. Immun. 27:1012-1022.

    Cobalt D. 2011. Rabies symptoms in pet mice. http://

    www.ehow.com/list_6678787_rabies-symptoms-

    pet-mice.html [21 Desember 2011].[DIRKESWAN] Direktur Kesehatan Hewan. 2009.

    Kebijakan nasional pemberantasan Rabies pada

    hewan. Disampaikan pada: Rapat Koordinasi

    Regional Rabies Se Sumatera Banda Aceh, 28 - 30

    Oktober 2009. Direktorat Jenderal Peternakan.

    Departemen Pertanian.

    [DITJENNAK] Direktorat Jendral Peternakan. 2007.

    Farmakope Obat Hewan Indonesia. Jilid I (Sediaan

    Biologik). Ed ke-3. Jakarta: Direktorat Jenderal

    Peternakan Departemen Pertanian.

    Djusa ER, Tenaya IWM, Natih KKN, Agustini NLP, Wirata

    K, Yupiana Y, Hermawan D, Nuryani N. 2011. Isolasi

    dan identifikasi isolat virus rabies lapang. Rapat

    Teknis dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan

    Tahun 2011. Poster dan Prosiding.

    European Pharmacopoeia 5.0. 2012. Rabies vaccine

    (inactivated) for veterinary use.

    http://lib.njutcm.edu.cn/yaodian/ep/EP5.0/09_

    monographs_on_vaccines_for_veterinary_use/

    Rabies%20vaccine%20%28inactivated%29%20

    for%20veterinary%20use.pdf [21 Juni 2012]

    Griffin C W. 1984. Performance evaluation critique.

    Fluorescent rabies antibody test 1983-1984, p. 2-4.

    Centers for Disease Control, Atlanta.

    Iwasaki YI, HF Clark. 1977. Rabies virus infection in mouse

    neuroblastoma cells. Lab. Invest. 36:578-584.

    Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms

    Twelfth Edition. hlm. 1003-1005.

    Natih KKN, Yupiana Y, Hermawan D, Nuryani N, Djusa

    ER. 2011. Kualitas vaksin rabies yang beredar di

    Indonesia. Buletin Penyakit Zoonosis 11: 23-24.

    Touihri L, Zaouia I, Elhili K, Dellagi K, Bahloul C. 2011.

    Evaluation of mass vaccination campaign coverageagainst rabies in dogs in Tunisia.Zoonoses and

    Public Health, 58: 110-118.

    Tsiang H. 1985. An in-vitro study of rabies virus

    pathogenesis. Bull. Inst. Pasteur 83:41-56.

    Umoh JU, DC Blenden. 1983. Comparison of primary

    skunk brain and kidney and raccoon kidney

    cells with established cell lines for isolation and

    propagation of street rabies virus. Infect. Inimun.

    41:1370-1372.

    [WHO] World Health Organization. 1996. Laboratory

    techniques in rabies. Fourth Edition. Edited by FX

    Meslin, MM Kaplan and H Koprowski. WHO. Geneva.

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    16/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    16

    PendahuluanRabies adalah penyakit infeksi sistem syaraf

    pusat akut pada manusia dan hewan berdarah

    panas yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies

    merupakan penyakit zoonosa penting (penyakityang ditularkan ke manusia melalui hewan), karena

    hingga kini belum ditemukan obatnya, jika gejala

    penyakit telah ditemukan, maka rabies akan selalu

    menyebabkan kematian.

    Rabies telah menyebar luas secara global,

    dengan hanya beberapa negara (umumnya

    kepulauan dan semenanjung) bebas rabies. Rabies

    berkembang cepat di negara-negara berkembang

    di America Selatan dan Tengah, Afrika dan Asia,

    dimana terdapat angka kematian tinggi. Lebihdari 90 % kasus kematian rabies pada manusia

    disebabkan oleh anjing: banyak kematian terjadi

    di Asia dan Afrika. Setiap tahun, lebih dari 15

    milyar orang diseluruh dunia mendapatkan vaksin

    pencegahan pasca gigitan saat ini diperkirakan

    327.000 kematian rabies setiap tahunnya.

    Di Indonesia, rabies selalu menyebar ke daerah

    bebas rabies secara histori, seperti Provinsi Bali

    yang telah terinfeksi akhir tahun 2008, Provinsi Riau

    tertular tahun 2009 dan Pulau Nias juga tertular

    awal tahun 2010, sejauh ini 24 provinsi telah tertular

    sosiaLisasi PEngEnDaLian raBiEs Bagi

    tEnaga KEsEHatan Di ProVinsi

    sULaWEsi Utara

    dan hanya 9 provinsi masih bebas rabies. Daerah-

    daerah yang bebas rabies adalah Kepulauan Riau,

    Pulau Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah,

    Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,

    Papua dan Papua Barat. Selama 2010 2011 kasus

    gigitan hewan penular rabies meningkat dari 78574

    menjadi 84010 kasus, tetapi kematian akibat rabies

    menurun dari 206 menjadi 184 kematian.

    Di Provinsi Sulawesi Utara, selama 2010

    2011 jumlah kasus gigitan hewan penular rabies

    meningkat dari 1412 menjadi 2961 kasus. Jumlah

    kematian akibat rabies meningkat dari 26 menjadi

    35 kematian.

    Mengingat jumlah kasus gigitan hewan penular

    rabies dan kematian akibat rabies meningkat

    dalam tiga tahun terakhir, khususnya di Provinsi

    Sulawesi Utara dan tingginya rotasi tenagakesehatan, sehingga diperlukan untuk melakukan

    pelatihan bagi pengelola pengendalian rabies

    untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan

    dalam aktivitas pengendalian rabies yang meliputi

    tatalaksana kasus gigitan hewan penular rabies,

    surveilans rabies, pelaporan dan respon kejadian

    luar biasa di lapangan.

    Tujuan UmumMenguatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam

    kegiatan pengendalian rabies di lapangan.

    Tujuan KhususSetelah pelatihan seluruh peserta dapat

    mengerti dan melaksanakan

    1. Kebijakan dan strategi untuk pencegahan rabies

    pada manusia

    2. Kebijakan nasional dan strategi bagi eradikasi

    rabies pada hewan

    3. Peran dan fungsi Komisi Nasional Pengendalian

    Zoonosis dalam pengendalian zoonosis di

    6

    MANADO, 25 27 MARET 2013

    drh. Misriyah M.Epid. dkk

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    17/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    17

    Indonesia (Pusat, Kabupaten/Kota)

    4. Situasi Provinsi dan strategi bagi pencegahan

    rabies pada manusia

    5. Situasi Provinsi dan strategi bagi eradikasi rabies

    pada hewan

    6. Epidemiologi rabies: definisi kasus, patofisiologi,

    diagnosis dan tatalaksana kasus (lesson learned

    Provinsi Bali)

    7. Lesson learned Pemberdayaan Tokoh Agama

    beserta masyarakat dalam pengendalian rabies

    di Paroki Nelle Maumere

    8. Epidemiologi rabies dan eliminasi efektif rabies

    pada hewan dan manusia (masyarakat veteriner)

    9. Strategi karantina hewan bagi pengendalian

    rabies

    10. Pemeriksaan laboratorium dan prosedur

    penanganan spesimen rabies (sampai

    pengepakan dan pengiriman)

    11. Penyelidikan epidemiologi, pelaporan kasus

    gigitan hewan penular rabies dan lyssa pada

    manusia

    12. Promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakatdan kolaborasi lintas sektor dalam pengendalian

    rabies

    13. Monitoring dan evaluasi pengendalian rabies

    14. Rencana tindak lanjut

    Pelaksanaan KegiatanKegiatan Sosialisasi Pengendalian Rabies bagi

    Tenaga Kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara

    dilaksanakan tanggal 25 27 Maret 2013 bertempat

    di Arya Duta Hotel Manado dibuka oleh dr. EmilAgustiono, M.Kes. selaku Sekretaris/Ketua Pelaksana

    Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis didampingi

    oleh dr. Maxi R. Rondonuwu, SHSM. selaku Kepala

    Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, drh.

    Misriyah, M.Epid selaku Kasubdit Pengendalian

    Zoonosis Kementerian Kesehatan dan dr. Selamet

    Hidayat, MPH selaku Perwakilan WHO Indonesia.

    Kegiatan ini dihadiri sebanyak 43 peserta

    yang berasal dari para pengelola program rabies,

    petugas rabies center, petugas peternakan dan

    kesehatan hewan dari Provinsi dan 15 Kabupaten/

    Kota se-Provinsi Sulawesi Utara, RSUP dr. Kandou,

    RSUD beberapa Kabupaten dan Kantor Kesehatan

    Pelabuhan Manado.

    Metode yang digunakan dalam sosialisasi ini

    meliputi penyajian dari beberapa narasumber,diskusi interaktif (Kartu Meta), diskusi kelompok

    (Studi Kasus) dan penilaian (Pre dan Post Test).

    Para narasumber yang menghadiri kegiatan

    ini terdiri dari Direktur Pengendalian Penyakit

    Bersumber Binatang PPBB), Kepala Balai Karantina

    Hewan dan Keselamatan Biologik Kelas I Manado,

    RSUP Sanglah Bali, Sekretaris/Ketua Pelaksana

    Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, Kepala

    Subdit Pengendalian Zoonosis, Direktorat PPBB,

    Kepala Subdit P3H, Direktorat Kesehatan Hewan,

    Kepala Subdit Zoonosis dan Kesrawan, Direktorat

    Kesejahteraan Masyarakat Veteriner dan Pasca

    Panen Kementerian Pertanian, Kepala Dinas

    Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Dinas

    Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala Bidang

    PMK Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Kepala

    laboratorium Peternakan Provinsi Sulawesi Utara,

    WHO Perwakilan Indonesia, Rm. Wilfrid Valiance, Pr

    (Pastor Paroki Nelle Maumere) dan difasilitasi oleh

    WHO Perwakilan Indonesia, Subdit Pengendalian

    Zoonosis, Direktorat PPBB Kementerian Kesehatan

    dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.

    Beberapa hal penting yang terangkum dari

    beberapa narasumber sebagai berikut:

    1. Komunikasi formal dan informal lintas sektor atau

    lintas program sangat penting dalam menjalin

    koordinasi program pengendalian rabies.

    2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian

    rabies dapat dilakukan melalui pendekatan

    Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan stakeholder

    yang lain.

    3. Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun

    2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan

    Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang

    Pembagian Urusan Pemerintahan, Penyediaan

    Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies

    (SAR) wajib diselenggarakan oleh Provinsi,

    Kabupaten/Kota dan Pusat.

    4. Masyarakat jika mengalami kasus gigitan

    hewan penular rabies (GHPR) segera mencuciluka dengan sabun/deterjen menggunakan

    17

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    18/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    18 18

    air mengalir selama 10 15 menit, kemudian

    dibawa ke pelayanan kesehatan (Rabies Center)

    untuk mendapatkan VAR dan atau SAR sesuai

    Standar Prosedur Operasional.

    5. Pengawasan lalu lintas hewan penular

    rabies sangat penting untuk mengendalikan

    penyebaran rabies.

    6. Sampel kepala hewan penular rabies harap

    dibawa ke Laboratorium Kesehatan Hewan

    setempat.

    7. Prinsip penanganan hewan penular rabies harus

    mentaati prinsip kesejahteraan hewan (animal

    welfare).

    Hasil Evaluasi KegiatanDari hasil pre test dan post test yang fasilitator

    lakukan terhadap seluruh peserta didapatkan hasil

    pada saat pre test, nilai terendah yang didapat

    peserta sebesar 20 dan tertinggi sebesar 80 dengan

    rerata sebesar 60. Sedangkan pada saat post test,

    nilai terendah yang didapat peserta sebesar 40

    dan tertinggi sebesar 100 dengan rerata sebesar

    80. Prosentase kenaikan nilai pre test dan post test

    sebesar 50 %.

    Rencana Tindak LanjutPada sesi akhir kegiatan para peserta membuatRencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan mereka

    lakukan di tempat tugas masing-masing. Secara

    garis besar RTL tersebut dapat disimpulkan sebagai

    berikut :

    1. Melaporkan kepada pimpinan unit kerja masing-

    masing.

    2. Sosialisasi kepada teman kerja di unit kerja dan

    masyarakat di wilayah kerja masing-masing.

    3. Advokasi kepada para stakeholder di tempat

    tugas masing-masing.

    4. Pembentukan Komda Pengendalian Zoonosis

    Provinsi dan Kabupaten/Kota.

    5. Koordinasi program pengendalian rabies antarlintas sektor/lintas program.

    6. Pembentukan Rabies Center.

    7. Pengadaan Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk

    manusia

    8. Pengadaan Vaksin Rabies untuk hewan dan

    penyediaan biaya operasionalnya.

    9. Meningkatkan surveilans dalam rangka sistem

    kewaspadaan dini rabies

    10. Revitalisasi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan)

    11. Pembentukan desa Percontohan Pengendalian

    Rabies.

    Kegiatan ini ditutup pada tanggal 27 Maret 2013

    oleh dr. Andi Muhadir, MPH Direktur Pengendalian

    Penyakit Bersumber Binatang didampingi oleh drh.

    Misriyah, M.Epid selaku Kasubdit Pengendalian

    Zoonosis Kementerian Kesehatan, dr. Sysilia Deby

    Pondaag selaku Kepala Seksi Bimdal P2 Dinas

    Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dan dr. Selamet

    Hidayat, MPH selaku Perwakilan WHO Indonesia.

    PenutupBahwa program pengendalian rabies tidak bisa

    diselesaikan oleh satu sektor saja namun harus

    dilakukan secara terintegrasi sehingga pertemuan

    sosialisasi pengendalian rabies yang melibatkan

    sektor kesehatan dan sektor peternakan dan

    kesehatan hewan seperti kegiatan sosialisasi kali ini

    menjadi sangat penting guna menurunkan kasus

    rabies di Provinsi Sulawesi Utara pada khususnya

    dan mendukung visi Indonesia Bebas Rabies 2020.

    18

    Penutupan sosialisai pengendalian rabies bagi tenaga kesehatan di Propinsi Sulut

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    19/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    19

    PENDAHULUAN

    Pangan merupakan kebutuhan dasar dari suatu

    negara untuk mensejahterakan rakyatnya.

    Kuantitas dan kualitas pangan sangat

    menentukan nilai nutrisi dari asupan konsumsi yang

    akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya

    manusia negara tersebut. Sumber pangan dapat

    berasal dari pangan nabati dan hewani. Ketersediaan

    pangan hewani bersumber dari produk peternakanyakni daging, susu dan telur.

    Isu ketahanan pangan merupakan isu penting saat

    ini sehingga dijadikan program prioritas pemerintah

    pusat dan daerah. Salah satu program prioritas

    Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan

    ketahanan pangan asal ternak berbasis sumberdaya

    lokal adalah Program Swasembada Daging Sapi dan

    Kerbau Tahun 2014 (PSDSK 2014). Berdasarkan Undang-

    undang Nomor 18 Tahun 2012, definisi ketahananpangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

    Negara sampai dengan perseorangan tercermin dari

    tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

    mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan

    terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,

    keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat sehat,

    aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dari definisi

    ini tercermin bahwa ketersediaan pangan saja tidak

    cukup tapi harus disertai dengan mutu dan kualitas

    yang baik atau dengan kata lain aman, sehat, utuh danhalal (ASUH).

    Pengendalian Anthraxdi DKI Jakarta Dalam RangkaPenyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan

    Halal (ASUH)

    Pemerintah DKI Jakarta juga menempatkan Urusan

    Ketahanan Pangan sebagai salah satu urusan wajib

    yang tercantum dalam Rancangan Pembangunan

    Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013 2017

    dimana salah satu programnya adalah Program

    Peningkatan dan Pengawasan Mutu dan Kemanan

    Pangan Produk Hewan (Kesmavet).

    Salah satu prasyarat dalam upaya pencapaian

    ketersediaan pangan hewani yang cukup dari segikuantitas serta terjamin mutu dan keamanannya

    adalah status kesehatan hewan yang optimal. Status

    kesehatan hewan yang dimaksud terkait dengan

    penyakit hewan menular (PHM), penyakit hewan non

    infeksi yang berdampak ekonomi tinggi, dan gangguan

    reproduksi yang berdampak pada rendahnya service

    per conception (S/C). Suatu hewan dapat mencapai

    status kesehatan yang optimal apabila telah terbebas

    dari penyakit penyakit seperti Rabies, Avian Influenza,

    Brucellosis, Anthrax, Hog Choleradan lainnya.

    Anthrax Sebagai Penyakit Hewan Menular

    yang penting

    Penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang

    menjadi prioritas pengendalian di DKI Jakarta antara

    lain Rabies, Avian Influenza, Brucellosis, Anthrax dan

    Septicemia Epizootica. Penyakit yang berkaitan dengan

    penyediaan pangan hewani yang aman, sehat, utuh

    dan halal adalah penyakitAnthrax. Hal ini dikarenakan

    penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menular

    kepada manusia (zoonosis) serta lalu lintas ternak

    Drh. Dedeh Yulianti Rahayu

    Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta

    19

    Sapi Terkena Antraks Baccilus Anthracis Anthraks Kulit

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    20/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    20

    besar maupun kecil dari daerah endemis Anthrax ke

    DKI Jakarta masih sangat tinggi terutama menjelang

    Hari Raya Idul Qurban. Selain itu, adanya faktor

    penggunaan spora Anthrax sebagai senjata biologis

    dalam bioterorisme juga dapat menjadi perhatian

    penting.

    Anthraxatau Radang Limpa merupakan salah satu

    penyakit hewan yang berbahaya bagi hewan maupun

    manusia. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Bacillus

    anthracisdan umumnya menyerang hewan berdarah

    panas dan pemakan rumput (herbivora) seperti sapi,

    kerbau, kambing, domba, kuda dan babi.

    Penyakit Anthrax bersifat universal karena secara

    geografis tersebar di seluruh dunia, baik Negara yang

    beriklim tropis maupun subtropis. Di Indonesia sendiri,

    hampir semua provinsi dilaporkan pernah ada kasus

    Anthraxkecuali Provinsi Aceh, Riau, Bangka Belitung,

    Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua

    Barat.

    Gejala klinis penyakit Anthrax pada hewan dapat

    dibagi dalam tiga bentuk yaitu per akut, akut dan

    kronis.

    1. Bentuk per akut (sangat mendadak) Anthrax per akut gejalanya sangat mendadak,

    Hewan mendadak mati karena pendarahan otak.

    Bentuk per akut sering terjadi pada domba dan

    kambing dengan perubahan apopleksi serebral,

    hewan berputar-putar, gigi gemeretak dan mati

    hanya beberapa menit setelah darah keluar dari

    lubang kumlah

    2. Bentuk akut

    Gejala penyakit bermula demam (40-42 0 C),

    gelisah, depresi, sesak napas, detak jantung cepat

    tapi lemah, hewan kejang kemudian mati. Pada

    sapi gejala umum adalah pembengkakan sangat

    cepat didaerah leher, dada, sisi perut, pinggang dan

    kelamin luar. Dari lubang kumlah (telinga, hidung,

    anus, kelamin) keluar cairan darah encer merah

    kehitaman seperti ter (aspal cair). Kematian terjadi

    antara 1-3 hari setelah tampak gejala klinis.

    3. Bentuk kronis

    Terlihat lesi/ luka lokal yang terbatas pada lidah dantenggorokan, biasanya menyerang ternak babi.

    Dalam tubuh hewan, kuman akan berada dalam

    bentuk vegetatif dan tumbuh secara cepat, apabila

    kuman keluar dari tubuh hewan dan terbuka kena

    udara, maka Anthraxakan membentuk spora. Spora

    Anthraxini dapat bertahan hidup sampai dengan 40

    tahun lebih dan dapat menjadi sumber penularan

    baik kepada manusia maupun hewan. Hal ini yang

    menyebabkan Anthrax sangat sulit untuk diberantas

    terutama didaerah endemis.

    Manusia dengan lesi atau luka terbuka dapat

    tertular penyakitAnthraxkarena bersentuhan dengan

    hewan tertular atau dengan bahan yang tercemar

    bakteri Anthrax seperti darah, daging, kulit dan

    semua bagian tubuh hewan yang mati dan diduga

    positif Anthrax. Selain itu spora atau bakteri dapatmasuk ke dalam tubuh apabila mengonsumsi bagian

    tubuh hewan tertular atau menghirup sporaAnthrax

    dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan

    infeksi. Penularan Anthraxdari manusia ke manusia

    dapat terjadi namun sangat jarang (WHO

    Berdasarkan gambaran klinis yang tampak,

    dikenal empat bentuk anthrax pada manusia yaitu:

    1. AnthraxKulit

    2. AnthraxSaluran pencernaan

    3. AnthraxParu-paru

    4. AnthraxMeningitis

    Anthraxkulit merupakan tipe yang paling banyak

    ditemui yaitu lebih dari 90% dari keseluruhan kasus di

    Indonesia. Anthraxsaluran pencernaan dapat terjadi

    karena infeksi melalui makanan yang mengandung

    kuman/ spora Anthrax Tipe yang jarang ditemui

    adalahAnthraxparu-paru danAnthrax meningitis.

    Pengendalian Anthrax di DKI Jakarta

    Adanya peluang tertularnya manusia terhadap

    Anthrax melalui makanan (food borne disease)

    menyebabkan ketersediaan daging yang bebas

    Anthrax sangat diperlukan. Daging yang aman dan

    sehat berasal dari hewan yang sehat dan bebas dari

    penyakit termasuk Anthrax Dalam kurun waktu

    beberapa tahun terakhir, belum pernah dilaporkan

    adanya kasus Anthraxpada hewan, hal ini didukung

    dengan hasil surveillansoleh Balai Kesehatan Hewan

    dan Ikan (BKHI) Dinas Kelautan dan Pertanian yang

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    21/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    21

    dilakukan setiap tahun menunjukkan tidak adanya

    kasusAnthraxdi wilayah DKI Jakarta. Namun, tingginya

    lalu lintas ternak besar dan kecil dari daerah endemis

    Anthrax menempatkan DKI Jakarta sebagai daerah

    yang berisiko tinggi dalam penularan.

    Dinas Kelautan dan Pertanian merupakan Satuan

    Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi

    DKI Jakarta yang membidangi masalah peternakan,

    kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner

    selalu melakukan upaya dalam mengendalikan

    penyakit hewan menular terutama yang zoonosis.

    Usaha yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan

    Pertanian dalam mengendalikan penyakit anthrax di

    DKI Jakarta antara lain:

    1. Vaksinasi Anthrax terhadap ternak besar dan kecil

    yang dipelihara di wilayah DKI Jakarta

    2. Pengawasan pemasukan ternak terutama dari

    daerah endemis Anthrax dengan pemeriksaan

    dokumen pendukung seperti Surat Keterangan

    Kesehatan Hewan (SKKH) dan surat keterangan

    vaksinasi

    3. Pemeriksaan kesehatan hewan di tempat-tempat

    penampungan hewan dan Rumah Potong Hewan

    4. Sosialisasi danpublic awarenesskepada masyarakat

    5. Pemeriksaan terhadap hewan dan daging qurban

    pada hari raya Qurban

    6. Surveillans Anthrax terhadap hewan ternak oleh

    Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI) setiap

    tahun

    Pengawasan pemasukan ternak tidak hanya sekedar

    untuk memonitor jenis, jumlah dan harga jual ternakyang berhubungan dengan ketersediaan dan kecukupan

    ternak dalam memenuhi kebutuhan masyarakat DKI

    Jakarta. Tetapi terutama sebagai usaha penyaringan

    atau pencegahan masuknya penyakit hewan menular ke

    wilayah DKI Jakarta. Hewan ternak seperti sapi, kerbau,

    kambing dan domba yang masuk dari daerah pemasok

    seringkali luput dari pengawasan secara keseluruhan

    dan masuk ketempat penampungan tanpa pemeriksaan

    kesehatan sehingga pelayanan pemeriksaan kesehatan

    hewan di tempat penampungan dan Rumah PotongHewan (RPH) wajib dilakukan.

    Pemeriksaan kesehatan diawali dengan

    mengecek dokumen surat keterangan kesehatan

    hewan (SKKH) dan surat keterangan vaksinasi dari

    daerah asal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik

    yang mencakup kondisi umum, temperatur dan

    keadaan mukosa. Saat pemeriksaan perlu diperiksa

    secara khusus kemungkinan ditemukannya gejala

    anthrax dan penyakit hewan menular lainnya

    seperti SE (Septicemia epizootica), Blue Tongue, IBR

    (Infectious Bovine Rhinotracheitis).Apabila diperlukan

    dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

    penegakkan diagnosa. Jika ada ternak yang

    terdiagnosa terinfeksi penyakit Anthrax maka

    akan dilakukan tindakan sesuai dengan standar

    operasional prosedur (SOP) yang berlaku seperti

    penutupan wilayah, pengobatan hewan sakit,

    penguburan hewan yang mati serta vaksinasi.

    Hewan ternak yang dinyatakan sehat dapat

    dipotong di Rumah Potong Hewan. Sesuai standar

    maka setelah dipotong secara halal dan dikuliti, maka

    karkas harus mendapat pemeriksaan post mortem

    (setelah dipotong) oleh petugas berwenang. Hal ini

    untuk menjamin bahwa karkas yang akan beredar

    dimasyarakat adalah karkas yang aman, sehat, utuh

    dan halal sebagai jaminan keamanan pangan (food

    safety)

    Daftar Pustaka:

    Pedoman Pengendalian dan Pemberantasan

    Penyakit Hewan Menular (PHM) Seri Penyakit

    Anthrax, Departemen Pertanian Republik Indonesia

    Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan

    Direktorat Kesehatan Hewan 2003

    http://www.who.int/csr/disease/Anthrax/en/

    http://www.nap.edu/openbook.php?record_

    id=10733&page=7

    http://development.mti-indonesia.com/Berita/

    Kesehatan/2166

    h t t p : / / k e s w a n k e s m a v e t s u l u t . b l o g s p o t .

    com/2011/06/antraks-pada-manusia.html

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    22/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    22

    Awal tahun 2013, tepatnya mulai bulan Februari2013 di kejutkan dengan berita munculnya virusinfluenza jenis baru dari Negeri China yaitu tipe H7N9,

    dikabarkan dengan memulai menginfeksi piaraan

    babi dan unggas di pemukiman penduduk, total akhirMaret 2013 sekitar 15.000 ekor babi dan unggas mati

    mendadak,melihat masa lalu flu burung H5N1 yang

    begitu mematikan dapat menginfeksi manusia, dengan

    kemunculan flu burung H7N9 ini dikhawatirkan akan

    lebih ganas dan mematikan jika menginfeksi kepada

    manusia. Seperti yang disampaikan Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, tanggal 7 April

    2013 pada acara Peringatan Hari Kesehatan Dunia,

    pemerintah Indonesia siap siaga mencegah beredarnya

    virus flu burung baru H7N9 yang di perkirakan akan

    lebih mematikan dibanding dengan jenis virus H5N1,

    walaupun disinyalir belum ada indikasi mutasi virus ini

    ke manusia.

    Virus flu burung H7N9 ini sudah menimbulkan

    kematian 13 orang, dari 60 kasus H7N9 di China,

    sementara ribuan kasus lainnya dalam masa pengawasan

    diantaranya di provinsi Shanghai, Jiangsu, Zhejiang

    dan Ahui, kewaspadaan ini terus ditingkatkan dengan

    menghentikan aktifitas perdangan babi dan unggas

    untuk sementara waktu dan melakukan isolasi untuk

    pasien yang terinfeksi virus H7N9, walaupun belum ada

    tanda-tanda penularan dari manusia ke manusia.

    MEWASPADAI MUNCULNYA

    VIRUS H7N9 dari ChinaEka Soni

    Subdit Pengendalian Zoonosis

    Kasus u burung H7N9 yang diisolasi di Rumah Sakit China dalam rangka ansipasi penyebaran yang

    lebih luas (Sumber dari WHO).

    Influenza subtype A H7 merupakan kelompok/

    grup virus influenza, normalnya bersirkulasi di antara

    avian/burung/unggas. Influenza H7N9 merupakan

    salah satu sub grup diantara grup besar influenza H7.

    Walaupun virus A H7 (H7N2,H7N3,H7N7) kadangkadang ditemukan menginfeksi pada manusia, tetapi

    sebelumnya tak pernah ada infeksi A H7N9 pada

    manusia, kecuali yang terjadi saat ini (April) di China.

    Deskripsi dari Skema Influenza A replikasi virus

    (NCBI): Sebuah virion menempel pada membran

    sel inang melalui HA dan memasuki sitoplasma oleh

    reseptor-mediated endositosis (LANGKAH 1), sehingga

    membentuk endosome A seluler tripsin - seperti

    enzim memotong HA. menjadi produk HA1 dan

    HA2 (tidak ditampilkan). HA2 mempromosikan fusiamplop virus dan membran endosome sebuah virus

    kecil tindakan protein amplop M2 sebagai saluran

    ion sehingga membuat bagian dalam virion lebih

    asam. Akibatnya, amplop besar protein berdisosiasi

    M1 dari nukleokapsid dan vRNPs yang translokasi ke

    dalam inti (STEP 2) melalui interaksi antara NP dan

    mesin transportasi seluler Dalam nukleus, kompleks

    polimerase virus menuliskan (3a STEP) dan mereplikasi

    (LANGKAH 3b) yang vRNAs. baru disintesis mRNA

    bermigrasi ke sitoplasma (LANGKAH 4) di mana mereka

    diterjemahkan pengolahan pascatranslasinya HA,

    NA, dan M2 termasuk transportasi melalui aparatus

  • 7/26/2019 Buletin Zoonosa2013

    23/32

    BULETIN PENYAKIT ZOONOSA v Edisi 14 v

    23

    Skema H7N9

    Golgike membran sel (5b STEP) NP, M1, NS1 (proteinnonstruktural peraturan - tidak ditampilkan). dan. NEP

    (ekspor protein nuklir, komponen virion kecil - tidakditampilkan) pindah ke inti (5a STEP) di mana mengikat

    baru salinan disintesis dari vRNAs The nukleokapsidbaruterbentuk bermigrasi ke dalam sitoplasma dalam proses

    NEP-dependent dan akhirnya berinteraksi melalui M1dengan. sebuah wilayah membran sel mana HA, NA dan

    M2 telah dimasukkan (LANGKAH 6) Kemudian tunasvirion baru disintesis dari sel yang terinfeksi (LANGKAH

    7). NA menghancurkan bagian asam sialat dari reseptor

    seluler, sehingga melepaskan virion progeni.Kasus H7N9 pertama di China:

    Pasien, lelaki, 87 tahun, pekerjaan pensiunan,tinggal di Distrik Minghan, Shanghai, mulai sakit (onset)

    18 Februari 2013, gejala klinis demam tinggi dan sesaknafas timbul seminggu kemudian sejak mulai sakit.

    Faktor risiko: kontak dengan burung/unggas belumdiketahui, dirawat dirumah sakit Fifth Peoples Hospital

    dan meninggal pada tgl 4 Maret 2013. Lama sakit sejakonset meninggal: 14 hari. Kondisi medis penyakit

    penyerta (risiko tinggi) PPOK/COPD dan hipertensi.

    Dari 3 kasus pertama 2 kasus terjadi di DistrikMinhang, Shanghai dan 1 kasus di Provinsi Anhui.

    Faktor risiko: kasus 2 dan ke 3 mempunyai kontakdengan unggas di Pasar 1 minggu sebelum sakit dan

    1 kasus tak diketahui adanya kontak Semua 3 kasuspertama gejala klinis berat, demam tinggi, batuk dan

    sesak nafas. meninggal,3 kasus tersebut semuanyamerupakan risiko tinggi karena mempunya kondisi

    medis penyerta pasie 1, PPOK/COPD dan hipertensi,pasien ke 2. Hepatitis B dan pasien ke 3, riwayat depresi,

    hepatitis B dan obesitas

    (Sumber NEJM /New England Journal of Medicine publish 11 April

    2013)

    Data WHO H7N9 pemutakhiran 14 Juni2013:

    Kumulatif terdapat 51 kasus terkonfirmasi lab,

    diantaranya meninggal 11, angka fatalitas (CFR)

    21,5%; Menurut WHO: Penyelidikan terhadap sumber

    infeksi dan reservoir virus sedang dan terus dilakukan.

    Lebih dari 1000 kontak dekat kasus di monitor. Belum

    ada bukti penularan dari manusia ke manusia. Who

    menganjurkan tidak ada skrining khusus di pintu

    masuk, dan tak ada pembatasan perjalanan serta tak

    ada pembatasan perdagangan.

    Genetik Virus A(H7N9):Analysis gen vrus H7N9 pada manusia

    menunjukkan berasal dari virus avian/burung, yang

    menunjukkan tanda adanya adaptasi pertumbuhanpada jenis (spesies) mamalia. Adaptasi ini termasuk

    kemampuan mengikat sel mamalia dan tumbuh

    pada temperatur/suhu tubuh normal mamalia yang

    lebih rendah daripada burung (WHO).

    Menurut WHO dan NEJM pemeri), tetapi masih

    sensitive terhadap golongan Neromidase inhibitor

    yaitu oseltamivir danzanamivir, bila diberikan secara

    dini pada waktu sakit. Menurut publikasi NEJM

    dalam analisis sekuesing genetik menunjukkan gen

    virus avian. Tak ada bukti adanya gen manusia dan

    gen babi (swine) pada ke 3 virus yang menjangkiti

    3 kasus pertama di China; Ke 3 virus pada 3 kasus

    pertama manusia di China menunjukkan genetik

    yang sama identik 97,7 100% pada 8 segmen gen.

    Pada burung merpati (pigeon) di pasar Shanghai

    ditemukan postif A (H7N9)

    Pencegahan:PHBS, Cuci tangan dengan sabun. Hindari kontak

    dengan unggas, unggas sakit dan unggas mati serta

    lingkungan yang tercemar kotoran unggas/burung.

    Hindari kontak dengan orang sakit panas, batuk dan

    sesak Memakai, masker, tissue, sapu tangan, atau

    dengan lengan atas pada saat batuk dan bersin

    dan buang tissue pada tempatnnya pembuangan.

    Bila sakit demam, batuk dan gangguan pernafasan

    segera berobat ke pelayanan kesehatan dan berikan

    keterangan sebenarnya kepada dokter bila 1 minggu

    sebelumnya ada kontak dengan unggas. Vaksin

    belum tersedia.

    (Sumber: Center for Desiase Control and Prevention 1600 Clifton Pd. Atlanta