buku sintesis nanokomposit lifepo4 melalui flame spray pyrolysis
DESCRIPTION
Sintesis Nanokomposit LiFePO4melalui Flame Spray PyrolysisTRANSCRIPT
i
EDISI PERTAMA
Sintesis Nanokomposit LiFePO4 melalui Flame Spray Pyrolysis Kajian Analisis Pengaruh Ukuran dan Komposisi Nanokomposit
Terhadap Performa Baterai Lithium Hemat Energi
Nur Abdillah Siddiq Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Ahmad Fauzan ‘Adziimaa Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Firqi Abdillah K. Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Miratul Alifah Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
Nur Fadhilah Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
ii
Buku ini dipersembahkan kepada
Kedua orang tua yang telah mendukung secara penuh,
bangsa Indonesia, dan agama Islam
Terimakasih kepada
Dirjen Dikti Kemendikbud Indonesia yang telah mendanai
penelitian ini dalam serangkaian kegiatan Program
Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) 2013
iii
Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah, buku ini dapat
terselesaikan dengan memuaskan. Puji syukur ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan tim penulis kesehatan, kesempatan,
nikmatnya iman dan islam, juga ilmu yang barokah. Shalawat serta
salam juga tak lupa semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
sang revolusioner dalam bidang ilmu karena telah membawa manusia
dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Terjemahan QS. Ali Imran ayat 190 dan 191
Dua ayat itulah yang memotivasi tim penulis untuk bekerja penuh
dengan dedikasi dan totalitas. Tiadalah Allah menciptakan sesuatu
dengan sia-sia, semua pasti memiliki manfaat, termasuk hal-hal yang
baru diketahui manusia, yakni Nanoteknologi.
Nanoteknologi telah ada saat awal terbentuknya jagat raya,
bagaimana satu sel yang bernama amuba dan protozoa dapat hidup
dengan sistem metabolisme yang lengkap, adalah Allah SWT yang
telah menjadikannya demikian, KUN maka jadilah.
Kata Pengantar
“
“
iv
Melalui buku ini, penulis mengharapkan ghirah keilmuan umat
Islam dapat kembali bangkit. Bagaimana pada zaman pertengahan,
kiblat ilmu pengetahuan dan sains berada di tangan umat Islam.
Betapa kita mendengar Al-Khawarizmi sang pionir al-jabar, Ibnu Sina
sang dokter sejati, Jabir Ibnu Hayyan yang telah menemukan ilmu
kimia, dan masih banyak para genius-genius besar yang berasal dari
umat Islam.
Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan dapat
menjadi solusi terhadap krisis energi yang saat ini semakin mencekik.
Amiin.
Surabaya, 8 Juli 2013
Tim Penulis
v
1.1 KRISIS ENERGI ..................................................................... 2 1.2 BATERAI ............................................................................. 4 1.3 NANOTEKNOLOGI................................................................. 6
2.1 SEJARAH ........................................................................... 12 2.2 MEKANISME KERJA ............................................................ 13 2.3 MACAM-MACAM KATODA BATERAI LITHIUM ........................ 20
3.1 MEKANISME UMUM SINTESIS NANOMATERIAL ...................... 26 3.2 MEKANISME PEMBENTUKAN PARTIKEL ................................. 28 3.3 FLAME SPRAY PYROLYSIS .................................................... 30
4.1 SCANNING ELEKTRON MICROSCOPY (SEM) ........................... 34 4.2 X-RAY DIFFRACTION (XRD) ................................................ 40 4.3 FOURIER TRASFORM INFRA RED (FTIR) ................................ 44
5.1 PENELITIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA .................................. 52 5.2 METODE PELAKSANAAN ..................................................... 53 5.3 HASIL PENELITIAN .............................................................. 61 5.3.1. Pengaruh Laju Alir Gas Pembawa ............................ 61 5.3.2 Pengaruh Konsentrasi Glukosa.................................. 71 5.4 KESIMPULAN ..................................................................... 74
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan………………………………………..……1
BAB 2 Baterai Lithium-ion…………………………………..11
BAB 3 Metode Pembuatan Nanomaterial……………25
BAB 3 Analisis dan Karakterisasi…………………………33
BAB 3 Sintesis Nanokomposit LiFePO4 Melalui
Flame Spray Pyrolysys…………………………..…51
vi
Gambar 1.1 Konsep Mobil Hibrida, .................................................... 3 Gambar 1.2 Skema Prinsip Umum dari Baterai, ................................. 4 Gambar 1.3 Susunan Baterai Kering, .................................................. 5 Gambar 1.4 Pionir nanoteknologi, Richard Feynman (kiri) dan Norio
Tamaguchi (kanan), ........................................................................ 7 Gambar 1.5 Rentang Teknologi Nano 1-100 nm, ............................... 9 Gambar 1.5 Struktur Fullerena (C60), ................................................ 8 Gambar 2.1 lapisan-lapisan pada baterai lithium-ion, ..................... 12 Gambar 2.2 Skema Interkalasi Baterai Lithium (Stark, 2011), .......... 14 Gambar 2.3 Gravimetri kepadatan energi katoda teoritis dan praktis
pada bahan yang berbeda-beda, ................................................. 21 Gambar 2.4 Teoritis dan praktis gravimetri kepadatan energi katoda
yang berbeda bahan, ................................................................... 22 Gambar 2.5 Struktur Kristal LiFePO4, ............................................... 24 Gambar 2.6. Yang berwarna biru adalah logam transisi, merah adalah
lithium-ion, kuning adalah ion P/Si/B (a) Senyawa Lapisan Oksida LiMO2 (b) Senyawa Spinel LiM2O4 (c) Senyawa Olivin LiMPO4 (d) Senyawa Silicate Li2MSiO4 (e) Senyawa Tavorite LiMPO4F (f) Senyawa Borate LiMBO3, ............................................................. 22
Gambar 3.1 Teknis sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up, ...................................................................................................... 26
Gambar 3.2 Skema Mekanisme Pembentukan Partikel Flame Assisted Spray Pyrolysis (FASP), Flame Spray Pyrolysis (FSP) dan Vapour-fed Aerosol Flame Synthesis (VAFS) (Strobel, 2007), .......................... 29
Gambar 3.3 Skema Mekanisme Pembentukan Partikel dari Solid – fed Flame Synthesis (Widiyastuti, 2008), ........................................... 31
Daftar Gambar dan Tabel
vii
Gambar 4.1 Hasil mikroskop Cahaya (kiri) dan Hasil Mikroskop Elektron (kanan), .......................................................................... 34
Gambar 4.2 Pantulan pada material, ............................................... 34 Gambar 4.3 Skema SEM, .................................................................. 36 Gambar 4.4 Gambar hasil sinyal pada SEM, 36 Gambar 4.5 Perbedaan Secondary Electrons dan Backscattered
Electrons, ..................................................................................... 37 Gambar 4.6 Mekanisme Kontras pada Elektron Sekunder, .............. 38 Gambar 4.7 Mekanisme Kontras pada Elektron Tersebar, ............... 38 Gambar 4.9 Difraksi Sinar-X (Grant & Suryanayana, 1998, .............. 43 Gambar 4.10 Difraksi Sinar-X (Grant & Suryanayana, 1998), ........... 45 Gambar 4.11 Spektrum absorban dan transmitan, .......................... 48 Gambar 4.12 Morfologi (kiri) dan distrbusi ukuran (kanan) partikel
pada laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3 liter/menit, ...... 67 Gambar 5.1 Keunggulan metode Flame Spray Pyrolysis, ................. 53 Gambar 5.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, .......... 55 Gambar 5.3 Konfigurasi Alat, ........................................................... 58 Gambar 5.4 Prosedur Penelitian, ..................................................... 59 Gambar 5.5. Skema Geometri Reaktor Flame Spray Pyrolysis, ........ 60 Gambar 5.6 Contour suhu pada laju alir gas pembawa (a) 1 (b) 2 dan
(c) 3 liter/menit, ........................................................................... 62 Gambar 5.7 Distribusi suhu berbagai laju alir pada center reaktor
(bidang pengamatan line A) berdasarkan (a) simulasi dan (b) eksperimen, ................................................................................. 63
Gambar 5.8 Vektor kecepatan untuk laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3 liter/menit, bidang pengamatan plane A, ..................... 64
Gambar 5.9 Contour soot pada laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3 liter/menit, bidang pengamatan plane A, ............................ 65
Gambar 5.10 Perubahan diameter droplet pada beberapa laju alir gas pembawa dan beberapa ukuran awal., .................................. 66
Gambar 5.11 Morfologi (kiri) dan distrbusi ukuran (kanan) partikel
pada laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3 liter/menit….…..67
Gambar 5.12 Grafik resident time partikel pada beberapa laju alir gas pembawa, .................................................................................... 68
viii
Gambar 5.13 Grafik X-Ray diffraction pada beberapa laju alir gas pembawa, .................................................................................... 69
Gambar 5.14 Hasil analisa FTIR untuk laju alir gas pembawa (a) 3, (b) 2 dan (c) 1 liter/menit, ................................................................. 70
Gambar 5.15 Hasil analisa SEM dengan perbandingan mol LiFePO4:glukosa sebesar (a) 1:0, (b) 1:0,1, (c) 1:0,15 dan (d) 1:0,25, ..................................................................................................... 71
Gambar 5.16 Hasil analisa X-Ray Diffraction dengan berbagai perbandingan mol LiFePO4:glukosa, ............................................. 72
Gambar 5.17 Hasil analisa FTIR untuk konsentrasi glukosa (a) 1:0 (b) 1:0,15 (c) 1:0,2 dan (d) 1:0,3, ....................................................... 73
Tabel 5.1 Rate volume droplet terhadap laju alir gas pembawa, ..... 61
1
Bab 1 Pengantar
Krisis energi merupakan salah
satu permasalahan utama yang
sedang dihadapi oleh umat
manusia saat ini. Salah satu
solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah
pemakaian energi terbarukan
yang membutuhkan media
penyimpanan berupa baterai.
Aplikasi nanoteknologi pada
baterai terbukti dapat
meningkatkan kapasitas dan
performa baterai.
2
1.1 Krisis Energi Krisis energi adalah kekurangan atau peningkatan harga dalam
persediaan sumber daya energi. Krisis energi biasanya merujuk ke
kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alam lainnya. Krisis
energi yang terjadi di Indonesia meliputi krisis bahan bakar fosil dan
listrik. Para ahli mulai merubah pendapatnya tentang pemanfaatan
sumber energi yang ada di Indonesia. Timbulnya kesadaran akan
sumber bahan bakar fosil yang selama ini merupakan sumber energi
andalan, akan terancam mengalami kelangkaan dalam beberapa
tahun kedepan. Untuk itu, pemanfaatan sumber–sumber energi
alternatif yang baru dan terbarukan harus senantiasa diupayakan
secara intensif untuk menghadapi krisis energi yang semakin terasa
dampaknya.
Pemenuhan energi listrik di Indonesia menuju ambang kritis sejak
tahun 2004, dimana pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 5%.
Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan sumber energi
primer terutama listrik. Berdasarkan data historis, sejak tahun 2005,
konsumsi energi final di sektor ketenagalistrikan mengalami
peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7%
pertahun. Hal ini ditambah dengan jumlah peralatan elektronik yang
dihasilkan pada saat ini yang semakin banyak, seperti handphone,
laptop, dan gadget lainnya.
Penggunaan teknologi ramah lingkungan sangat dibutuhkan
untuk mengatasi permasalah krisis energi. Berikut adalah beberapa
teknologi ramah lingkungan:
a. Teknologi hibrida, yaitu perpaduan penggunaan dua atau lebih
sistem energi untuk mencapai efisiensi penggunaan sumber
3
energi bahan bakar, contoh perpaduan BBM dan baterai pada
kendaraan hibrida
b. Teknologi nano atau nanoteknologi, yaitu teknologi yang salah
satunya dapat mudah dipahami dengan istilah miniaturisasi
teknologi. Kaitannya dengan hemat energi, nanoteknologi dapat
dengan mudah menjawab bahwa dengan semakin kecil ukuran
sebuah piranti maka semakin kecil pula konsumsi energi yang
diperlukan.
Gambar 1.1 Konsep Mobil Hibrida
Selain penggunaan teknologi hibrida dan nanoteknologi,
berbagai usaha yang dilakukan untuk menggantikan bahan bakar fosil
yang tidak terbarukan oleh bahan bakar yang terbarukan seperti
tenaga surya, angin, dan air, menimbulkan biaya yang besar karena
kesulitan dalam penyimpanan energI. Hal ini menyebabkan
dibutuhkannya peralatan penyimpanan energi listrik yang efisien,
bahan bakunya mudah diperoleh, murah, ramah lingkungan dan
memiliki kapasitas penyimpanan yang tinggi
Salah satu alat penyimpan energi listrik yang banyak digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah baterai. Baterai sebagai
penyimpan energi merupakan pendukung utama dalam aplikasi
4
energi baru dan terbarukan, terutama tenaga surya dan angin.
Beberapa sektor kehidupan bangsa Indonesia sudah menjadikan
baterai sebagai sumber energi yang mobile, misalnya sektor
telekomunikasi baik sipil maupun militer.
1.2 Baterai Baterai yang paling umum digunakan orang disebut sel atau
baterai kering. Baterai ini ditemukan oleh Leclanche yang mendapat
hak paten pada tahun 1866. Baterai adalah alat untuk menghasilkan
listrik dari reaksi kimia (reaksi redoks). Sebuah baterai terdiri dari
sebuah sel atau lebih sel yang dihubungkan secara seri atau paralel.
Sel terdiri atas elektroda negatif, sebuah elektrolit, separator berpori,
ion konduktor, dan elektrode positif.
Gambar 1.2 Skema Prinsip Umum dari Baterai
Elektrolit dapat berbentuk larutan, liquid, pasta atau solid. Ketika
sebuah sel dihubungkan untuk menghasilkan listrik, elektroda negatif
memberikan elektron yang mengalir melalui beban dan diterima oleh
elektroda positif. (Stark, 2011). Berdasarkan konvensi, arah aliran
5
elektron berlawanan dengan arah arus listrik, maka arus listrik
mengalir dari elektroda positif ke elektroda positif.
Susunan baterai yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
(batu baterai atau baterai kering) diperlihatkan dalam gambar 1.3.
Logam seng bertindak sebagai elektroda negatif dan juga sebagai
wadah untuk komponen baterai yang lain. Elektrode positif adalah
karbon tak reaktif yang diletakan di pusat kaleng,
Gambar 1.3 Susunan Baterai Kering
Baterai ini disebut “kering” karena kandungan air relatif rendah,
meskipun demikian kelembaban mutlak diperlukan agar ion-ion dalam
larutan dapat berdifusi di antara elektroda-elektrode itu.
Jika baterai kering memberikan arus, maka reaksi pada elektrode
negatif melibatkan oksidasi seng. Reaksi pada elektroda positif cukup
rumit, tetapi secara garis besar dapat dinyatakan sebagai berikut.
Anoda : Zn(s) Zn2+(aq) + 2e-
Katoda : 2MnO2(s) + 2NH4+
(aq)+ 2e- Mn2O3(s) + 2NH3(aq) + H2O(l)
Reaksi keseluruhan : Zn(s)+2NH4+
(aq)+2MnO2(s) Zn2+(aq)+Mn2O3(s)+
2NH3(aq)+ H2O(l)
6
Sebuah baterai kering mempunyai potensial sebesar 1,5 volt dan
tidak dapat diisi ulang. Baterai ini banyak digunakan untuk peralatan
yang menggunakan arus kecil seperti radio dan kalkulator.
Baterai terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan
hingga saat ini sejak pertama kali ditemukan. Dimulai dari “Voltaic
pile” pada tahun 1800 yang terdiri dari lempengan tembaga dan seng
sebagai elektroda dan elektrolit berupa kain yang direndam dalam
larutan garam. Kemudian dilanjutkan dengan Daniel sel pada tahun
1836 yang dikembangkan oleh ilmuwan inggris bernama John
Frederick Daniel yang terdiri atas elektrode seng yang dicelupkan
dalam larutan H2SO4. Keduanya kemudian dicelupkan kembali dari
larutan CuSO4 dengan tanah liat sebagai penghalang/barrier. Pada
1881 Camille A. Faure mengembangkan baterai timbal asam dari
Plante dan menjadi cikal bakal aki mobil. Pada tahun 1887, Carl
Gassner mematenkan “sel zinc carbon” yang diketahui sebagai dry sel
pertama karena tidak menggunakan elektrolit cair. Pada tahun 1899,
ilmuwan Swedia Waldmar Junger menemukan baterai alkalin
pertama, elektrode dari nikel dan cadmium sedangkan elektrolit dari
larutan kalium hidrosida. Perkembangan terakhir dari baterai yang
masih diteliti adalah pengembangan baterai lithium atau disebut juga
dengan baterai intercalation.
1.3 Nanoteknologi Pertama kali konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh Richard
Feynman pada sebuah pidato ilmiah yang diselenggarakan oleh
American Physical Society di Caltech (California Institute of
Technology), 29 Desember 1959. Pidato tersebut berjudul “There’s
Plenty of Room at the Bottom”. Feynman menggambarkan sebuah
proses dimana kemampuan untuk memanipulasi atom dan molekul
menjadi memungkinkan, menggunakan satu set alat yang tepat.
7
Dalam proses ini terjadi besarnya perubahan fenomena fisik yang
bermacam-macam seperti gravitasi akan menjadi kurang penting,
tegangan permukaan dan daya Tarik ikatan van der Waals akan
menjadi semakin lebih penting, dll.
Istilah nanoteknologi pertama kali diresmikan oleh Profesor
Norio Taniguchi dari Tokyo Science University tahun 1974 dalam
makalahnya yang berjudul “On the Basic Concept of ‘Nano-
Technology’,”.
Gambar 1.4 Pionir nanoteknologi, Richard Feynman (kiri) dan Norio
Tamaguchi (kanan)
Nanoteknologi dan nanosains dimulai pada awal 1980-an dengan
dua perkembangan utama; lahirnya ilmu pengetahuan mengenai
cluster dan penemuan Scanning Tunneling Microscope (STM). Royal
Society dan Royal Academy of Engineering di Inggris telah
mendefinisikan istilah-istilah yang berkaitan sebagai berikut:
Nanosains : studi tentang fenomena dan manipulasi dari
material pada skala atom, yang mana memiliki sifat yang
berbeda dan unik dibandingkan sifat dari skala makro.
Nanoteknologi : desain, karakterisasi, produksi, dan aplikasi
dari struktur, alat, dan sistem dengan mengontrol bentuk dan
ukuran dari material pada skala nano.
8
Perkembangan nanoteknologi menyebabkan penemuan fullerena
pada tahun 1985 dan karbon nanotube beberapa tahun kemudian.
Mikroskop atom (AFM atau SFM) diciptakan enam tahun setelah STM
ditemukan.
Gambar 1.5 Struktur Fullerena (C60)
Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau
devais pada ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada
ranah 1 hingga 100 nanometer (nm). Satu nm sama dengan satu-per-
milyar meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari
ukuran rambut manusia. Saintis menyebut ukuran pada ranah 1
hingga 100 nm ini sebagai skala nano (nanoscale), dan material yang
berada pada ranah ini disebut sebagai kristal-nano (nanocrystals) atau
material-nano (nanomaterials).
Skala nano terbilang unik karena tidak ada struktur padat yang
dapat diperkecil lagi. Hal unik lainnya adalah bahwa mekanisme dunia
biologis dan fisis berlangsung pada skala 0.1 hingga 100 nm. Pada
dimensi ini material menunjukkan sifat fisis yang berbeda; sehingga
saintis berharap akan menemukan efek yang baru pada skala nano
dan memberi terobosan bagi teknologi.
9
Gambar 1.5 Rentang Teknologi Nano 1-100 nm
Beberapa efek penting yang dimiliki benda jika ukurannya
diperkecil menuju skala nano adalah sebagai berikut:
Efek Permukaan
Semakin kecil ukuran benda maka permukaan penyusun atom
benda tersebut yang terekspos akan memiliki fraksi yang semakin
besar.
Efek Ukuran
Dalam skala nanometer, sifat baru dan fenomena unik dari bahan
akan muncul. Hal ini diakibatkan karena ukuran dari nanomaterial
menjadi komparabel dengan banyak parameter fisis seperti
ukuran gelombang kuantum, ukuran koherensi dan domain
dimensi yang kesemuaannya menetukan sifat-sifat dari material.
Beberapa terobosan penting telah muncul di bidang
nanoteknologi. Pengembangan ini dapat ditemukan di berbagai
produk yang digunakan di seluruh dunia. Sebagai contohnya adalah
katalis pengubah pada kendaraan yang mereduksi polutan udara,
devais pada komputer, beberapa pelindung terik matahari, kosmetik
10
yang secara transparan dapat menghalangi radiasi berbahaya dari
matahari, pelapis khusus pakaian dan perlengkapan olahraga yang
dapat meningkatkan kinerja dan performa atlit. Hingga saat ini para
ilmuwan yakin bahwa mereka baru menguak sedikit dari potensi
nanoteknologi.
Nanoteknologi saat ini berada pada masa pertumbuhannya, dan
tidak seorang pun yang dapat memprediksi secara akurat apa yang
akan dihasilkan dari perkembangan penuh bidang nanoteknologi di
beberapa dekade kedepan. Meskipun demikian, para ilmuwan yakin
bahwa nanoteknologi akan membawa pengaruh yang penting di
bidang medis dan kesehatan; produksi dan konservasi energi;
kebersihan dan perlindungan lingkungan; elektronik, komputer dan
sensor; keamanan dan pertahanan dunia.
11
Bab 2 Baterai Lithium-ion
Baterai Lithium-ion terus
mengalami perkembangan.
Disinyalir kunci kesuksesan
mobil listrik terletak pada
optimalisasi baterai lithium-
ion. Hingga saat ini, baik para
peneliti dan praktisi masih
terus berusaha meningkatkan
performa dari baterai lithium.
12
2.1 Sejarah Baterai Lithium pertama kali ditemukan oleh M.S. Whittingham
pada tahun 1970 yang menggunakan Titanium(II)Sulfide sebagai
katoda dan logam Lithium sebagai anoda.
Dengan penelitian yang intensif selama lebih dari 20 tahun,
akhirnya pada tahun 1991 Sony tampil sebagai pionir yang mampu
memproduksi secara komersial baterai lithium-ion. Sejak produksi
komersial tahun 1991, produksi baterai lithium-ion mengalami
kenaikan yang sangat pesat karena telah membuat revolusi didunia
elektronik. Hampir semua jenis gadget elektronik seperti handphone,
laptop, kamera bahkan mobil hibrida menggunakan baterai lithium-
ion.
Gambar 2.1 Lapisan-lapisan pada baterai lithium-ion
13
Selain Lithium-ion, ada juga baterai yang disebut baterai lithium.
Baterai Lithium adalah baterai yang umumnya tidak bisa diisi ulang
atau hanya sekali pakai habis, sedangkan baterai Lithium-ion justru
sebaliknya. Perbedaan lain dari kedua baterai tersebut adalah materi
dasarnya. Baterai lithium menggunakan logam murni, sedangkan
baterai Lithium-ion menggunakan campuran lithium yang jauh lebih
stabil dan dapat diisi ulang beberapa ratus kali.
Saat ini negara Jepang merupakan produsen baterai terbesar
yang dimotori oleh Sony, Panasonic, dan Toshiba. Lithium-ion baterai
juga merupakan pemimpin produk beterai yang menguasai 46% atau
sekitar 4 milliar US dollar pangsa pasar pada tahun 2007.
Elektrokimia berbasis lithium menawarkan beberapa ciri yang
menonjol. Salah satunya adalah lithium merupakan unsur logam
paling ringan dan memiliki potensial redoks sangat rendah [E(Li+/Li) =
-3,04 V], yang memungkinkan sel memiliki tegangan tinggi dan
densitas energi besar. Selain itu, ion Li+ memiliki jari-jari ion kecil yang
menguntungkan untuk difusi dalam padatan. Dipadukan dengan umur
siklusnya yang lama dan kecepatan pengisian yang tinggi, sifat ini yang
menyebabkan teknologi ion lithium mampu menangkap pasar
elektronik portabel.
Selain yang disebutkan pada ciri-ciri diatas, baterai ion lithium
merupakan baterai yang ringan dan kompak, beroperasi dengan
tegangan sel -4 V dengan energi spesifik dalam kisaran 100-180
Wh/kg.
2.2 Mekanisme Kerja Sejak diproduksi tahun 1991, baterai lithium-ion tidak mengalami
perubahan signifikan pada mekanisme kerja baterai. Ada 3 elemen
yang berperan dalam proses discharge (dipakai) dan recharge (diisi)
pada baterai lithium-ion komersial, yaitu: elektroda positif yang
14
mengandung LiCoO2, elektroda negatif yang terbuat dari karbon grafit
(C6), dan separator yang terbuat dari lapisan tipis plastik yang dapat
dilalui oleh ion-ion. Pada tipe baterai ini anoda dan katoda adalah
bahan dimana, dan dari mana, ion lithium bermigrasi melalui
elektrolit, kemudian disisipkan (proses interkalasi) dan diekstraksi
(proses deinterkalasi) kedalam elektroda (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Skema Interkalasi Baterai Lithium (Stark, 2011)
Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau
molekul) ke dalam antar lapis senyawa berstruktur lapis. Schubert
(2002) mendefinisikan interkalasi adalah suatu penyisipan suatu
spesies pada ruang antar lapis dari padatan dengan tetap
mempertahankan struktur berlapisnya, sehingga keunggulan bahan
anoda dan katoda terletak pada stabilitas kristal dalam proses
interkalasi. Atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan
disebut sebagai interkalan, sedangkan yang merupakan tempat yang
akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul disebut sebagai
interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena
15
interkalan akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan
untuk mengembang. Pada umumnya bahan mempunyai tiga kategori
model dalam melakukan interkalasi, yaitu interkalasi dalam satu
dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi.
Pada proses discharge atau disaat baterai digunakan, ion Li+
bergerak dari elektroda negatif ke elektroda positif melalui separator,
sehingga elektron bergerak dengan arah yang sama. Aliran elektron
inilah yang menghasilkan energi listrik. Proses sebaliknya terjadi ketika
baterai diisi mengikuti reaksi berikut:
Elektroda Negatif : LiCoO2 –> Li1-xCoO2 + xLi+ + xe-
Elektroda Positif : xLi+ + xe- + 6C –> LixC6
Reaksi keseluruhannya adalah: xLi+ + xe- + LiCoO2 –> Li2O + CoO
Selama pengisian ulang ion Li+ dipisahkan dan oksidasi Co3+
menjadi Co4+ terjadi. Pasangan Co3+/Co4+ memasok tegangan sel kira-
kira 4,0 V.
Anoda yang umum digunakan adalah grafit, misal: mesocarbon
microbeads, dengan katoda oksida logam lithium, misal: lapisan oksida
yaitu lithium cobalt oxide (LiCoO2) yang telah dikomersialkan, spinel
yaitu lithium manganese oxide, Olivin LiFePO4 yang menjadi pokok
bahasan dalam buku ini, dll. Elektrolit yang umum digunakan adalah
garam lithium, misal: lithium hexafluorophosphate, dalam pelarut
organik, misal: ethylene carbonate-dimethyl carbonate yang
dipisahkan oleh membran.
Baterai lithium yang sudah diproduksi sekarang berbasis polimer,
yaitu komponen selnya terutama elektrodanya merupakan bahan
komposit dengan matrik polimer. Bahan anodanya menggunakan
grafit. Bahan katoda digunakan bahan lithium mangan oxide. Bahan
elektrolitnya berasal dari garam lithium cair, seperti lithium perklorat
atau lithium boron florida. Baterai lithium yang dikembangkan
16
merupakan solid polymer battery (SPB) dengan bahan elektrolit padat
LTAP (Lithium Titanium Alumunium Phosphate).
Selain memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan
baterai lainnya. Sifat reaktif lithium merupakan kendala dari
pembuatan baterai lithium-ion. Kendala utama yang mempersulit
bahkan merugikan produsen baterai dan konsumen adalah faktor
keamanan.
Dalam pembuatan baterai lithium-ion, tahap akhir sebelum
dipasarkan adalah awal pengisian baterai sekitar 40% dari kapasitas
baterai. Tahap awal charging (pengisian) baterai merupakan tahap
yang sangat rentan kebakaran. Salah satu peristiwa yang terjadi
adalah di Jepang pada tahun 2007 dimana pabrik baterai Panasonic
terbakar saat tahap pengisian baterai. Pada tahun 2006 dan 2008,
Sony menarik lebih dari 10 juta baterai untuk PC-nya karena adanya
kendala keamanan. Di tahap konsumen juga kadang terjadi insiden
akibat baterai lithium-ion. Pada Juni 2006 di Osaka, salah satu
notebook peserta konferensi tiba-tiba terbakar yang mengakibatkan
kebakaran. Hal ini ternyata disebabkan oleh kontaminasi bubuk logam
pada baterai.
Berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan oleh
produsen baterai, penyebab terjadinya api pada baterai lithium-ion
adalah kontak lithium dengan logam lain, overcharge, dan
pemanasan. Sedikit saja lithium ini kontak dengan serbuk logam akan
menyebabkan api, sehingga dilarang untuk menusuk baterai dengan
paku atau benda lain. Pemakaian charger yang tidak sesuai pada saat
pengisian baterai dengan tegangan diatas yang seharusnya dalam
jangka waktu lama dapat menyebakan kebakaran. Dan pemanasan
diatas 60 derajat juga dapat membahayakan pengguna. Namun, saat
ini baterai telah dilengkapi dengan termometer dan polimer separator
yang dapat mencegah bahaya karena tingginya temperatur.
17
Salah satu kendala yang lain dari baterai lithium-ion selain
keamanan adalah sumber lithium itu sendiri. Saat ini lithium terbanyak
dimiliki oleh negara Chili yang menyimpan cadangan lithium sekitar 3
juta ton atau sekitar 73.2% cadangan dunia. Sedangkan di negara-
negara lain adalah sisanya atau sekitar 26.8% yang setengahnya
dimiliki oleh China. Sehingga, negara-negara produsen baterai lithium-
ion sangat tergantung oleh kondisi politik negara Chili.
Dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh baterai
lithium-ion, sampai saat ini baterai lithium-ion tetap menjanjikan
untuk energi listrik yang bebas polusi. Dengan kombinasi sumber
energi listrik dari tenaga matahari dan angin, masa depan baterai
lithium-ion yang akan digunakan tdiiap rumah dan kendaraan sebagai
penyimpan energi listrik sangat berperan untuk mengurangi
penggunaan listrik yang bersumber dari bahan fosil.
Toshiba berhasil membuat baterai Lithium-Ion yang cukup diisi
ulang hanya dalam satu menit. Hal ini berbeda dengan batetrai ponsel
pada umumnya yang berkapasitas 700mAh membutuhkan waktu
pengisian ulang dalam dua jam. Baterai ini bisa mengembalikan
kapasitasnya sebanyak 80 persen hanya dalam satu menit dan setelah
seribu kali direcharge hanya kehilangan kapasitas sebesar satu persen.
Kini harga baterai Li-ion masih mahal. Akibatnya, mobil listrik atau
hibrida masin susah dijangkau oleh kebanyakan orang. Sebenarnya,
mobil hibrida yang selama ini dibuat oleh Toyota (Prius) dan Honda
(Civic) masih menggunakan baterai NiMH. Kemampuan lebih baik dari
baterai konvensional yang menggunakan bahan dasar timah hitam.
Toyota sendiri mengaku, faktor yang menyebabkan mobil hibrida
mahal adalah baterai. Karena itulah, perusahaan mobil terbesar di
Jepang ini terus menggenjot Prius bisa dijual 1 juta unit per tahun di
seluruh dunia agar harganya nanti bisa ditekan.
18
Dengan makin gencarnya berbagai perusahaan membuat baterai
Li-ion, dikabarkan, baik Toyota maupun Honda segera akan beralih ke
baterai jenis tersebut. Namun, yang cukup menarik, Mitsubishi yang
sudah beberapa kali memamerkan mobil listrik murni di Indoneia,
iMiEV, sudah mengguankan baterai Li-ion.
Dengan makin banyaknya perusahaan otomotif menawarkan
kendaraan bertenaga listrik dan hibrida (ramah lingkungan), baik
mobil maupun motor, membawa harapan baru bagi pengembangan
baterai Li-ion. Tak hanya harganya yang diperkirakan akan jadi lebih
murah karena diproduksi secara massal, kemampuan kerja makin baik
pula.
Kini banyak perusahaan besar dan kecil di negara maju, seperti
Jerman, Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, mengembangkan Li-
ion. Bahkan, lembaga riset dan perguruan tinggi ikut
mengembangkannya. Maklum, selain kendaraan bermotor yang
jumlahnya sangat banyak, perlengkapan elektronik pengguna Li-ion
juga semakin banyak.
Seperti sekarang ini, dikarenakan harga minyak semakin naik,
upaya pengembangan dan pemanfaatan Li-ion makin gencar. Tidak
hanya mobil yang ditawarkan dengan tenaga listrik murni atau hibrida,
tetapi juga sepeda motor.
Di lain hal, penggembangan penggerak, seperti motor listrik
untuk menjalankan mobil dan motor, juga semakin maju. Motor listrik
mampu menghasilkan tenaga yang besar. Putarannya juga lebih tinggi.
Kemampuan mobil dan motor pun tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan menggunakan motor bakar. Malah, dalam
mengelola atau memanfaatkan energi, mobil dan motor listrik lebih
efisien. Penampilan mobil yang murni mengandalkan energi listrik
atau baterai Li-ion juga makin menarik, sporty dan gaya.
19
Masalah yang masih menganjal dalam pengembangan Li-ion
adalah pembuatannya masih harus dalam bentuk sel-sel dengan
jumlah banyak. Padahal, untuk mobil diperlukan ukuran besar agar
bisa menghasilkan tenaga yang besar. Ukuran merupakan tantangan
yang masih sulit diatasi produsen Li-ion karena ini nanti menyangkut
masalah produksi dan akhirnya adalah harga.
Sebagai contoh, Volvo harus menggunakan 3.000 sel Li-ion yang
terdiri dari baterai dengan ukuran AA untuk mobil konsepnya, 3CC,
yang menghasilkan tenaga 105 PS. Kalau dibuat dengan ukuran besar
dengan menggunakan bahan kobalt, menyebabkan unit cepat panas
dan selanjutnya menimbulkan kebakaran atau ledakan.
Pengembangan baterai Lithium-ion kini juga mulai
memanfaatkan teknologi nano atau mencari materi yang mampu
menghasilkan kinerja lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian, dengan
teknologi nano, Li-ion bisa diisi 10 kali lebih cepat dari baterai sejenis
sekarang ini. Meski begitu, baterai ini tetap saja ditemui
kelemahannya.
Contohnya, Altarinano, sebuah perusahaan kecil di Reno,
Nevada, Amerika Serikat telah menggunakan material elektroda yang
disebut titanet berukuran nano. Kemampuannya menghasilkan
tenaga 3 kali lebih besar dari Li-ion yang ada sekarang dan bisa diisi
penuh hanya selama 6 menit. Masalahnya, kapasitas energinya
setengah sel Li-ion normal. Padahal bisa diisi ulang sampai 2.000 kali
selama 20 tahun atau empat kali umur baterai Li-ion sekarang.
Kelompok peneliti di MIT (Massachussets Institute of
Technology) juga telah berhasil mengembangkan kabel berukuran
nano untuk Li-ion ultra tipis dengan densitas energi tiga kali Li-ion
biasa, sedangkan di Perancis, Li-ion dikembangkan dengan
nanostruktur. Malah, ada para ahli yang mencoba menggunakan
emas.
20
2.3 Macam-macam Katoda Baterai Lithium Diantara tiga komponen utama baterai yang berupa katoda,
anoda, dan elektrolit. Bahan katoda merupakan bahan yang paling
mahal dan salah satu komponen terberat dalam baterai, sehingga
dibutuhkan penelitian intensif untuk fokus pada katoda.
Dalam teknologi baterai ion lithium, tegangan sel dan
kapasitasnya sangat ditentukan oleh bahan katoda yang juga
merupakan faktor pembatas dalam laju migrasi Li
Sejak tahun 1980 ketika LiCoO2 menjadi katoda komerisal untuk
baterai lithium-ion, logam-logam transisi yang dapat menjadi
interkalat merupakan subjek penelitan utama dalam studi katoda
baterai lithium-ion. Struktur merupakan acuan untuk
mengkategorisasikan katoda, bahan katoda konvensional mencakup
senyawa lapisan oksida LiMO2 (M adalah logam yang dapat berupa Co,
Ni, Mn, dll), senyawa spinel LiM2O4 (M = Mn, dll), dan senyawa olivin
LiMPO4 (M = Fe, Mn, Ni, Co,dll). Sebagian besar penelitian yang
dilakukan berkisar pada bahan-bahan dan turunannya.
Struktur interkalasi bahan baru seperti silikat, borat dan tavorit
juga mendapatkan perhatian yang intensif dalam beberapa tahun
terakhir. Dalam optimasi dan pengembangan baterai lithium-
ion,terdapat beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan yakni:
(1) kepadatan energi,
(2) tingkat kapasitas,
(3) kinerja cycling,
(4) keamanan,
(5) biaya.
Kepadatan energi ditentukan dengan kapasitas reversibel
material dan tegangan operasi, yang sebagian besar ditentukan oleh
bahan kimia intrinsik seperti pasangan redoks efektif dan konsentrasi
21
lithium maksimum bahan aktif. Untuk tingkat kapasitas dan stabilitas
cycling, mobilitas elektronik dan ion adalah faktor penentu utama,
meskipun morfologi partikel juga faktor penting karena sifat
anisotropik dari struktur dan bahkan memainkan penting peran dalam
beberapa kasus. Oleh karena itu, optimasi bahan biasanya terbuat dari
dua aspek penting, yakni untuk mengubah intrinsic kimia dan
memodifikasi morfologi (sifat permukaan, ukuran partikel, dll) dari
bahan.
Gambar 2.3 Gravimetri kepadatan energi katoda teoritis dan praktis
pada bahan yang berbeda-beda
Gambar 2.3 membandingkan gravimetri kepadatan energi
katoda teoritis dan praktis pada bahan yang berbeda-beda yang saat
ini di banyak diteliti. Sementara beberapa bahan seperti LiFeBO3 dan
LiFeSO4F sudah mendekati kepadatan energi teoretisnya, sementara
untuk bahan lain, termasuk lapisan oksida konvensional dan senyawa
22
spinel, perbedaan yang signifikan pada kepadatan energi masih ada
antara teoritis dan praktis.
Untuk bahan-bahan tertentu seperti olivin LiFePO4, perbaikan
properti yang signifikan telah dicapai selama dekade terakhir dengan
bantuan teknologi baru yang telah dikembangkan.
Gambar 2.4. Yang berwarna biru adalah logam transisi, merah adalah
lithium-ion, kuning adalah ion P/Si/B (a) Senyawa Lapisan Oksida LiMO2 (b)
Senyawa Spinel LiM2O4 (c) Senyawa Olivin LiMPO4 (d) Senyawa Silicate
Li2MSiO4 (e) Senyawa Tavorite LiMPO4F (f) Senyawa Borate LiMBO3
Diantara banyaknya bahan polyanion, Olivin LiFePO4 paling
banyak diteliti dikarenakan sifat elektrokimianya yang memuaskan,
23
berharga murah, tidak beracun, stabilitas termal yang bagus dan
ramah lingkungan.
Bahan ini mendapatkan perhatian intensif dikarenakan stabilitas
bawaan dalam kelompok polyanion, yakni kemampuan untuk
menunda atau mengurangi hilangnya oksigen yang terjadi pada
lapisan senyawa oksida dan senyawa spinel.
Bagaimanapun, harganya yang murah, tahan lama dan sifatnya
yang ramah lingkungan menjadikan katoda dengan bahan ini sangat
potensial untuk bahan katoda yang dapat dikomersialisasi. Namun,
kendala terletak pada konduktivitas intrinsic dari bahan ini yang masih
rendah, hal ini ditambah dengan pengurangan ukuran pelapisan
dengan karbon dapat meningkatkan biaya sintesa katoda ini dengan
sangat drastis.
LiFePO4 atau lithium iron phosphate dengan struktur seperti
senyawa olivin (gambar 2.5) adalah salah satu bahan yang banyak
digunakan dalam penelitian aplikasi baterai Li. Lithium memiliki
elektron valensi +1, besi +2 dan phosphate -3. Atom besi berada
ditengah dikelilingi dengan enam atom oksigen membentuk bentuk
oktahedron FeO6. Atom phosphor dari phosphat dengan empat atom
oksigen membentuk tetrahedron dengan phosphor ditengah.
Kerangka zigzag dibentuk oleh oktahedral FeO6 yang memakai
bersama atom O disisi pojok dengan tetrahedral PO4. Ion lithium
terletak dalam struktur zigzag oktahedral. Oktahedral FeO6
dihubungkan melalui pemakaian bersama edge dari sisi bc. Group LiO6
membentuk rantai linier oktahedral paralel axis b. Oktahedral FeO6
berbagi edge dengan dua oktahedral LiO6 dan satu tetrahedron PO4.
Dalam ilmu crystallografi, struktur ini termasuk dalam space group
Pmnb dari sistem kristal orthorhombic.
LiFePO4, secara teoritis, memiliki kapasitas muatan 170
mAh/g dan voltage open – circuit sebesar 3,45 V. Struktur kristal olivin
24
memiliki parameter kisi a = 0,6008, b = 1,0334 dan c = 0,4693. Dari
stuktur itu ada terowongan satu dimensi yang dibentuk oleh edge
shared Li oktahedral dimana Li+ bermigrasi melalui terowongan ini.
Hambatan utama untuk mencapai kapasitas teoritis adalah
konduktifitas elektronik intrinsik dan kecepatan difusi ion Li+ yang
rendah. (Zhang, 2012)
Gambar 2.5 Struktur Kristal LiFePO4
Phosphat dari kristal LiFePO4 menstabilkan keseluruhan
kerangka, memberikan stabilitas thermal dan performa cycling yang
baik. Berbeda dari dua material katode yang lama (LiMnO4 dan LiCoO2)
ion lithium dari LiFePO4 bergerak dalam free volume satu dimensi dari
kisi – kisi. Selama charge/discharge, ion lithium masuk/keluar dalam
LiFePO4 sedangkan ion Fe direduksi/dioksidasi. Proses ini reversible.
Reaksi yang terjadi selama pemuatan dan pelepasan dari baterai
lithium adalah LiFe(II)PO4 Fe(III)PO4 + Li+ + e-
Gambar 2.4 Struktur Kristal
LiFePO4
25
Bab 3 Metode Pembuatan Nanomaterial
Nanoteknologi saat ini
berada pada masa
pertumbuhannya dan tidak
seorang pun yang dapat
memprediksi secara akurat
apa yang akan dihasilkan dari
perkembangan penuh bidang
nanoteknologi di beberapa
dekade kedepan. Beberapa
terobosan penting telah
muncul di bidang
nanoteknologi. Oleh karena
itu,mengetahui metode
pembuatan/sintesis
nanomaterial menjadi sangat
penting bagi para ilmuan dan
praktisi.
26
3.1 Mekanisme Umum Sintesis Nanomaterial Ada dua metode yang dapat digunakan dalam sintesis
nanomaterial, yaitu secara top-down dan bottom-up. Top-down
merupakan pembuatan struktur nano dengan memperkecil material
yang besar, sedangkan bottom-up merupakan cara merangkai atom
atau molekul dan menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk
membentuk nano struktur (Greiner 2009). Sintesis nanopartikel
dengan metode top-down dan bottom-up dapat dilihat pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1 Teknis sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up
Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material
dihancurkan dan dihaluskan sedemikian rupa sampai berukuran
nanometer. Kemudian dari partikel halus yang diperoleh, dibuat
material baru yang mempunyai sifat-sifat dan performa yang lebih
baik dan berbeda dengan bulk material aslinya. Contoh metode top-
down adalah penggerusan dengan alat milling, sedangkan teknologi
bottom-up yaitu menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan
aglomerasi fasa gas (Dutta dan Hofmann 2005). Pendekatan top-down
dapat meliputi teknik pembuatan devais elektronik dari
semikonduktor silikon yang dibentuk sesuai pola tertentu. Dengan
pendekatan ini, dapat dibuat IC yang berukuran 1 cm2 berisikan
27
bermilyar-milyar transistor untuk komponen hardisk dengan kapasitas
penyimpanan terabyte.
Pendekatan top-down juga dapat dilakukan dengan teknik MA-
PM (mechanical alloying-powder metallurgy) atau MM-PM
(mechanical milling-powder metallurgy), dimana material
dihancurkan sampai menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan
penghalusan butiran partikelnya sampai berukurun puluhan
nanometer. Kemudian, bubuk yang telah halus disinter (dibakar)
dengan kondisi tertentu sehingga didapatkan material final yang
memiliki sifat-sifat dan performan yang sangat unggul berbeda
dengan bulk material aslinya. Sebagai contoh, nanobaja diperoleh dari
penghalusan partikel bubuk besi dan karbon dengan teknik MA
sampai berukuran 30 nm, kemudian disinter pada suhu mendekati
suhu eutectoid (A1: 723°C) pada tekanan 41 MPa dalam suasana gas
nitrogen. Nano baja berstruktur halus (mencapai beberapa puluh nm)
memiliki kekuatan dan umur 2 kali lipat. Teknologi ini sangat
sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk
pembuatannya. Teknologi top-down lebih populer dibandingkan
teknologi bottom-up. Top-down dikenal sebagai "nanosizing", dalam
kata lain top-down adalah proses yang memecah kristal partikel besar
menjadi potongan-potongan kecil (Gulsun et al. 2009).
Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan
menyusun dan mengontrol atom demi atom atau molekul demi
molekul sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi
tertentu yang diinginkan. Misalnya, kumpulan atom karbon didesain
sedemikian rupa sehingga membentuk struktur heksagonal sehingga
menghasilkan berlian yang memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Pada
saat yang bersamaan, sekumpulan atom karbon dapat disusun
membentuk struktur segienam rombik sehingga menjadi arang yang
sangat lunak sekali. Dengan nanoteknologi dimungkinkan membuat
28
berlian buatan sesuai yang kita inginkan. Dewasa ini telah berhasil
ditemukan struktur karbon yang lain seperti karbon 60 (fullerena),
carbon nano tube dll yang memiliki kekuatan dan fungsi yang sangat
istimewa dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang.
Penjabaran dari metode sintesis nanomaterial diantaranya
sintesis plasma, wet-phase processing, flame spray pyrolysis,
presipitasi kimia, sol-gel processing, pengolahan mekanik, sintesis
mechanicochemical, high-energy ball milling, chemical vapour
deposition dan ablasi laser (Park 2007). Beberapa metode lainnya
adalah co-precipitation, ultrasound irradiation, elektrokimia, dan
sintesis hidrotermal (Kosa et al. 2009). Penelitian Sun et al. (2010)
berhasil membuat nanopartikel kalsium menggunakan teknik spray
drying dengan penggunaan two-liquid nozzle.
3.2 Mekanisme Pembentukan Partikel Berbagai reaktor flame telah digunakan dan diklasifikasikan
berdasarkan kondisi dari prekursor yang disuplay. Pada prekursor
liquid dapat dibagi menjadi Vapour-Fed Aerosol Flame Synthesis
(VAFS), Liquid Fed Aerosol Flame Synthesis (LAFS), dan flame spray
pyrolysis (FSP).
Vapour-Fed Aerosol Flame Synthesis (VAFS) adalah pembakaran
(atau hydrolysis) dari prekursor volatile dalam hydrocarbon, hidrogen
atau flame halida. Partikel dibentuk setelah konversi prekursor melalui
nukleasi dari fase gas dan tumbuh melalui reaksi permukaan dan/atau
koagulasi dan berikutnya bergabung membentuk large particle. VAFS
digunakan dalam industri untuk pembentukan silika, alumina dan
titania. Namun, ketersediaan prekursor volatile dengan harga yang
layak membatasi VAFS hanya untuk beberapa bahan material.
Liquid Fed Aerosol Flame Synthesis (LAFS) lebih serbaguna karena
prekursor non-volatile bisa dipakai. Biasanya larutan prekursor, emulsi
29
atau slurry dispray dan dikonversi menjadi produk partikel. Penguapan
sempurna akan membentuk partikel padat sedangkan penguapan
tidak sempurna akan membentuk hollow particles dan shell-like
particles. Spraying dilakukan dengan mengatomisasi larutan melalui
bantuan udara atau pipa ultrasonik.
Gambar 3.2 Skema Mekanisme Pembentukan Partikel Flame Assisted Spray
Pyrolysis (FASP), Flame Spray Pyrolysis (FSP) dan Vapour-fed Aerosol Flame
Synthesis (VAFS) (Strobel, 2007)
Tergantung pada komposisi larutan, evaporasi prekursor dibantu
oleh sumber panas dari luar, dapat digolongkan menjadi tiga macam
mekanisme pembentukan partikel yaitu. Untuk prekursor yang dapat
terbakar, larutan organik dengan enthalpy tinggi akan digunakan
sebagai sumber nyala dan menjaga pembakaran. Proses ini disebut
sebagai flame spray pyrolysis (FSP). Untuk prekursor inorganik dengan
enthalpy rendah (contohnya aqueous), eksternal flame digunakan
sebagai sumber panas dalam bentuk hot wall. Proses ini disebut
flame-assisted spray pyrolysis (FASP). (Strobel, 2007)
30
Pada prekursor solid, mekanisme yang terjadi berbeda. Ada tiga
kemungkinan dalam pembentukan partikel menggunakan partikel
submicron – micron sebagai prekursor, yaitu : nanopartikel,
nanopartikel dan partikel dengan ukuran mengecil dan partikel yang
relatif tidak berubah ukurannya. Nanopartikel dimulai dari
menguapan prekursor solid untuk menghasilkan uap atau monomer –
monomer (molekul – molekul). Partikel terbentuk disebabkan oleh
nukleasi dari uap ketika supersaturation terjadi baik oleh peningkatan
konsentrasi uap atau karena penurunan suhu. Partikel pertama yang
terbentuk oleh proses nukleasi disebut cluster – cluster. Cluster –
cluster ini selanjutnya tumbuh melalui koagulasi dengan cluster atau
partikel lainnya dan kondensasi dengan monomer.
Adakalanya supersaturation terjadi ketika evaporasi dari
prekursor partikel tidak sempurna, menghasilkan ukuran bimodal.
Terdiri dari partikel submicron – micron dengan ukuran lebih kecil dari
ukuran awal dan nanopartikel yang timbul dari sintesis partikel fase
gas.
Partikel dengan ukuran yang relatif tidak berubah terjadi ketika
partikel awal tidak mengalami evaporasi. Hal ini disebabkan karena
suhu lingkungan cukup rendah untuk menginisiasi terjadinya
evaporasi. (Widiyastuti, 2008).
3.3 Flame Spray Pyrolysis Metode flame spray pyrolysis merupakan salah satu metode
sintesis partikel melalui proses aerosol. Aerosol adalah partikel kecil
(solid atau liquid) yang tersuspensi di dalam gas.
Diantara proses fase gas yang lain, sintesis material
menggunakan flame tidak membutuhkan tambahan sumber energi
untuk mengkonversi prekursor seperti halnya plasma, laser atau
elektris heated walls sehingga inverstasi lebih rendah dan dapat
31
discale up. Energi proses flame untuk membentuk partikel dihasilkan
dari reaksi kimia. Kemudian, energi yang dilepaskan dipindahkan
dengan cepat melalui radiasi dan konveksi yang mana sangat penting
untuk sintesis partikel nano. (Strobel, 2007)
Gambar 3.3 Skema Mekanisme Pembentukan Partikel dari Solid – fed Flame
Synthesis (Widiyastuti, 2008)
Suhu di dalam flame reactor lebih rendah dari plasma reactor
namun lebih tinggi dari hot – wall, evaporation – condensation, dan
laser reactor. Flame reactor relatif mudah konstruksinya dibandingkan
dengan sistem yang lain.
Ada dua macam tipe reaktor flame. Difusi dan premix. Dalam
flame difussion, reaktan tidak berkontak satu dengan yang lain sampai
keluar burner yang terletak di dalam reaktor. Difusi ini menghasilkan
nyala pada daerah dimana fuel dan oksigen atau udara kontak satu
sama lain. Dalam premixed flame, fuel dan sumber oksigen (udara
misalkan) bercampur lebih dulu. Setelah keluar burner keduanya
32
terbakar. Tipe flame ini cukup berbahaya karena fuel dan sumber
oksigen bersatu dalam satu line menuju burner.
Keuntungan dari reaktor flame adalah :
a. Oksida – oksida sederhana dengan mudah dapat dihasilkan
dalam waktu yang pendek (dalam beberapa detik)
b. Sistem sederhana dan relatif tidak mahal untuk dibuat dan
dioperasikan
c. Dapat digunakan pada prekursor yang volatile atau tidak
volatile
d. Kemurnian tinggi
e. Range ukuran partikel yang dapat dibuat besar
Kerugian dari reaktor flame adalah :
a. Pembentukan agglomerate pada banyak kondisi
b. Distribusi ukuran partikel yang besar
c. Profil aliran dan temperatur yang tidak seragam
d. Sulit digunakan untuk menghasilkan banyak material
terutama yang mudah teroksidasi seperti golongan nitrit,
borit dll
e. Properties partikel dipengaruhi dengan signifikan oleh
pencampuran dari prekursor
(Kodas, 1999)
Meskipun ada banyak hipotesa mengapa pelapisan bahan katoda
dapat meningkatkan performa bahan, mekanisme terperici masih
belum dapat diketahui dan masih berada dalam penyelidikan yang
intensif.
33
Bab 4 Analisis dan Karakterisasi
Untuk dapat
mengidentifikasi produk
yang dihasilkan pada
penelitian nanomaterial,
karakterisasi dan analisis
menjadi sangat diperlukan.
Pada umumnya, percobaan
mengenai nanomaterial
dapat dikarakterisasi dan
dianalisis melalui SEM, XRD
dan FTIR
34
4.1 Scanning Elektron Microscopy (SEM) Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya.
Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa
mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Pada gambar 4.1, diberikan
perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan elektron.
Gambar 4.1 Hasil mikroskop Cahaya (kiri) dan Hasil Mikroskop Elektron
(kanan)
Disamping itu dengan menggunakan elektron akan mendapatkan
beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi.
Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis
pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis seperti pada
gambar dibawah 4.2.
Gambar 4.2 Pantulan pada material
35
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa
peralatan utama antara lain:
1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari
unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron
yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan
magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka
jika ada molekul udara yang lain elektron yang berjalan
menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum
mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara
menjadi sangat penting.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan
dipercepat dengan anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan
sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan
mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh
detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar 4.3.
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari
pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan
karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal
backscattered elektron. Sinyal -sinyal tersebut dijelaskan pada gambar
dibawah 4.4.
36
Gambar 4.3 Skema SEM
Gambar 4.4 Gambar hasil sinyal pada SEM
37
Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan
backscattered adalah sebagai berikut: elektron sekunder
menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang
tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan
backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari
atom – atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul
tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul
rendah. Contoh perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan
pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.5 Perbedaan Secondary Elektrons dan Backscattered Elektrons
Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan dengan
gambar 4.6. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan
elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan
permukaan yang rendah atau datar.
Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron
dijelaskan dengan gambar 4.7, ini yang secara prinsip atom – atom
dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan
lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom
berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk
membedakan jenis atom.
38
Gambar 4.6 Mekanisme Kontras pada Elektron Sekunder
Gambar 4.7 Mekanisme Kontras pada Elektron Tersebar
Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang
mengandung multi atom para peneliti lebih banyak mengunakan
teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM
dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya
39
fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan
menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui
komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan
maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu
unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat
elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna
berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan.
EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif dari
persentase masing – masing elemen. Contoh dari aplikasi EDS
digambarkan pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Contoh Aplikasi dari EDS
Aplikasi dari teknik SEM – EDS dirangkum sebagai berikut:
1. Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan,
reflektivitas dsb)
40
2. Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda
sampel
3. Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda
secara kuantitatif dan kualitatif.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
1. Memerlukan kondisi vakum
2. Hanya menganalisa permukaan
3. Resolusi lebih rendah dari TEM
4. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor
maka perlu dilapis logam seperti emas.
4.2 X-Ray Diffraction (XRD) Difraksi sinar-X pertama kali ditemukan oleh Max von Laue tahun
1913 dan pengembangannya oleh Bragg, merupakan salah satu
metode baku yang penting untuk mengkarakterisasi material.
Hamburan sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembakkan
dengan elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung
vakum. Suatu kristal dapat digunakan untuk mendifraksi berkas sinar-
X dikarenakan orde dari panjang gelombang sinar-X hampir sama atau
lebih kecil dengan orde jarak antar atom dalam suatu kristal
(Zulianingsih, 2012).
Karakterisasi menggunakan metode difraksi merupakan metode
analisa yang penting untuk menganalisa suatu kristal. Karakterisasi
XRD dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal
menggunakan sinar-X. Metode ini dapat digunakan untuk
menentukan jenis struktur, ukuran butir, konstanta kisi, dan FWHM.
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang diantara 400-800 nm (Smallman & Bishop, 1999).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik bertenaga tinggi
berkisar antara sekitar 200eV sampai dengan 1 MeV, terletak antara
41
ultra-ungu dan sinar-γ. Sinar ini dihasilkan ketika partikel bermuatan
listrik, misalnya elektron, yang bergerak dengan kecepatan tinggi
ditumbukkan pada logam berat. Pada peristiwa ini tenaga kinetic
partikel elektron berubah menjadi radiasi elektromagnetik. Panjang
gelombang radiasi yang dipancarkan bergantung pada tenaga kinetic
elektron.
Selain radiasi Bremsstrahlung, elektron yang ditumbukkan ke
logam berat akan menghasilkan radiasi sinar-X dengan gelombang
cemiri. Proses terjadinya sinar-X cemiri adalah sebagai berikut.
Tumbukan antara elektron bebas yang dipercepat dengan atom
sasaran menghasilkan transfer tenaga. Elektron bebas yang
ditumbukkan memberikan tenaganya kepada elektron orbit atom
sasaran. Apabila tenaga yang ditransfer cukup besar, terjadi peristiwa
ionisasi. Tenaga ionisasi elektron terluar hanyalah sekitar 100 eV dan
tenaga ionisasi elektron dari kulit K sekitar 120 keV. Tetapi sinar-X
memiliki kebolehjadian yang lebih besar berinteraksi dengan elektron
di kulit K daripada dengan elektron di kulit atom yang lebih luar
(Suharyana, 2012).
Misalkan sebuah elektron di kulit K terionisasi sehingga terdapat
sebuah kekosongan elektron di kulit K. Tempat yang kosong ini segera
diisi oleh elektron yang berada pada keadaan tenaga yang lebih tinggi,
misalnya elektron di kulit L atau M yang disertai dengan pancaran
sebuah photon. Jika elektron pengisi kekosongan berasal dari kulit L
maka sinar-X yang dihasilkan dinamakan sinar-x Ka. Sedangkan jika
berasal dari kulit L dinamakan sinar-X Kb, dan bila berasal dari kulit M
dinamakan sinar-X Kg(Suharyana, 2012).
Ketika kulit L terdapat sebuah lubang elektron karena
ditinggalkan oleh elektron yang berpindah ke kulit K, maka sebuah
elektron dari kulit M, N atau O akan bertransisi mengisi lubang
tersebut. Kelebihan tenaga elektron yang berpindah dipancarkan
42
dalam bentuk sebuah photon yaitu radiasi sinar-X cemiri. Bila elekron
yang mengisi berasal dari kulit M maka sinar-X yang terjadi dinamakan
sinar-X La, sedangkan jika berasal dari kulit N dinamakan sinar-X Lb.
Untuk keperluan difraksi, sinar-X yang dipergunakan hanyalah
yang memiliki panjang gelombang tertentu saja, biasanya dipilih yang
paling intens yaitu sinar-X
Ka. Sinar ini dapat dipilah dari sinar-X Bremsstrahlung serta sinar-
X Kb menggunakan monokromator. Material monokromator yang
sering digunakan analah Kristal tunggal Ge atau C. Sinar-X dengan
panjang gelombang tunggal akan memberikan data difraksi yang
sangat bagus. Namun, harga monokromator relatif sangat mahal. Cara
lain yang lebih murah untuk mendapatkan sinar-X cemiri dengan
panjang gelombang tunggal adalah dengan memasang filter, yaitu
logam tipis dengan ketebalan tertentu. Jenis filter logam yang
diperlukan bergantung pada sumber radiasi sinar-X yang digunakan.
Perlu dituliskan di sini, penggunaan filter memang murah, dapat
menghalangi sinar-X namun kerugiannya adalah intensitas menjadi
berkurang (Suharyana, 2012)
Komponen utama XRD yaitu terdiri dari tabung katoda (tempat
terbentuknya sinar-X), sampel holder dan detektor. Pada XRD yang
berada di lab pusat MIPA ini menggunakan sumber Co dengan
komponen lain berupa cooler yang digunakan untuk mendinginkan,
karena ketika proses pembentukan sinar-X dikeluarkan energi yang
tinggi dan menghasilkan panas. Kemudian seperangkat komputer dan
CPU.
XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas
difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari
XRD berupa intensitas difraksi sinar-X yang terdifraksi dan sudut-sudut
2θ. Tiap pol ayang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal
yang memiliki orientasi tertentu. (Widyawati, 2012).
43
Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material
(sampel), sehingga intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih
rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-X yang dihamburkan
ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) dan ada juga
yang saling menguatkan (interferensi konstrktif). Interferensi
konstruktif ini merupakan peristiwa difraksi seperti pada Gambar 2.5
(Grant & Suryanayana, 1998).
Gambar 4.9 Difraksi Sinar-X (Grant & Suryanayana, 1998)
Berdasarkan Gambar 4.9 dapat dituliskan suatu persamaan yang
disebut dengan hukum Bragg.
Persamaan tersebut adalah :
Beda lintasan (δ) = n λ
δ = DE + EC’
δ = 2EC’
δ = 2EC sinθ ,
EC = d
δ = 2 d sinθ
sehingga beda lintasannya
44
n λ = 2 d sinθ
Dengan λ merupakan panjang gelombang, d adalah jarak antar
bidang, n adalah bilangan bulat (1,2,3, …) yang menyatakan orde
berkas yang dihambur, dan θ adalah sudut difraksi.
Suatu material jika dikenai sinar-X maka intensitas sinar yang
ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini
disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga
penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas
sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan karena
fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya
yang sama. Berkas sinar-X yang menguatkan (interferensi konstruktif)
dari gelombang yang terhambur merupakan peristiwa difraksi. Sinar-
X yang mengenai bidang kristal akan terhambur ke segala arah, agar
terjadi interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda
jarak lintasnya maka harus memenuhi pola nλ (Taqiyah, 2012).
4.3 Fourier Trasform Infra Red (FTIR) Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra
Red) adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang
membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran
dari Spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan gelombang yang
dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang
ahli matematika dari Perancis. Fourier mengemukakan deret
persamaan gelombang elektronik sebagai persamaan berikut :
f(t)=
dimana :
- a dan b merupakan suatu tetapan
- t adalah waktu
- ω adalah frekwensi sudut (radian per detik)
45
( ω = 2 Π f dan f adalah frekwensi dalam Hertz)
Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat
digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekwensi.
Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik dari
daerah waktu ke daerah frekwensi atau sebaliknya disebut
Transformasi Fourier (Fourier Transform).
Gambar 4.10 Difraksi Sinar-X (Grant & Suryanayana, 1998)
46
Berikut adalah keterangan dari setiap penyusun piranti FTIR.
1. Sumber Sinar
Radiasi infra merah dihasilkan dari pemanasan suatu sumber
radiasi dengan listrik sampai suhu antara 1500 dan 2000 K. Sumber
radiasi yang biasa digunakan berupa lampu Nernst Glower, Globar dan
Kawat Nikrom. Nernst Glower merupakan campuran oksida dari
zirkon (Zr) dan yitrium (Y) yaitu ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida
thorium (Th) dan serium (Ce). Nernst Glower ini berupa silinder
dengan diameter 1 sampai 2 mm dan panjang 20 mm. Pada ujung
silinder dilapisi platina untuk melewatkan arus listrik. Nernst Glower
mempunyai radiasi maksimum pada panjang gelombang 1.4 μm atau
bilangan gelombang 7100 cm.
Globar merupakan sebatang silikon karbida (SiC) biasanya
dengan diameter 5 mm dan panjang 50 mm. Radiasi maksimum
Globar terjadi pada panjang gelombang
1,8-2,0 m atau bilangan gelombang 7100 cm-1. Kawat Nikhrom
merupakan campuran nikel (Ni) dan Krom (Cr). Kawat ini berbentuk
spiral dan mempunyai intensitas radiasi lebih rendah dari Nernst
Glower dan Globar tetapi umurnya lebih panjang.
2. Tempat Sampel
Wadah sampel atau sel tergantung dari jenis sampel. Untuk
sampel berbentuk gas digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang
berkas radiasi 40 m. Hal ini dimungkinkan untuk menaikkan
sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas
radiasi berulang kali melalui sampel.
Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya
mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm biasanya dibuat
lapisan tipis (film) diantara dua keping senyawa yang transparan
terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan adalah
natrium klorida (NaCI), kalsium fluorida (CaF2), dan kalsium iodida
47
(CaI). Dapat pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam
sel larutan.
Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi
kurang dari 1 mm (seperti wadah sampel untuk cairan). Sampel
berbentuk padatan ini dapat dibuat pelet, pasta, atau lapisan tipis.
Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan kristal KBr (0.1 - 2.0
% berdasar berat ) sehingga merata kemudian ditekan (ada kalanya
sampai 8 ton) sampai diperoleh pelet atau pil tipis. Pasta (mull) dibuat
dengan mencampur sampel dan setetes bahan pasta sehingga merata
kemudian dilapiskan diantara dua keping NaCl yang transparan
terhadap radiasi infra merah. Bahan pasta yang biasa digunakan
adalah parafin cair. Lapis tipis dibuat dengan meneteskan larutan
dalam pelarut yang mudah menguap pada permukaan kepingan NaCI
dan dibiarkan sampai menguap.
3. Monokromator
Pada pemilihan panjang gelombang infra merah dapat digunakan
filter, prisma atau grating. Sehingga memungkinkan sebagian sinar
melewati sampel dan sebagian melewati blanko (reference). Setelah
dua berkas tersebut bergabung kembali kemudian dilewatkan ke
dalam monokromator.
Untuk tujuan analisis kuantitatif, biasa digunakan filter seperti:
filter dengan panjang gelombang 9,0 μm untuk penentuan
asetaldehida, filter dengan panjang
gelombang 13,4 μm untuk o-diklorobenzena, dan filter dengan
panjang gelombang 4,5 μm untuk dinitrogen oksida. Ada juga filter
yang mempunyai kisaran 2,5 sampai 4,5 μm, 4,5 sampai 8 μm, dan 8
sampai 14,5 μm.
4. Detektor
Setelah radiasi infra merah melewati monokromator kemudian
berkas radiasi ini dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya
48
ditangkap oleh detektor. Detektor pada spektrofotometer infra merah
merupakan alat yang bisa mengukur atau mendeteksi energi radiasi
akibat pengaruh panas. Berbeda dengan detektor lainnya ( seperti:
phototube) dimana pengukuran radiasi infra merah lebih sulit karena
intensitas radiasi rendah dan energi foton infra merah juga rendah.
Akibatnya sinyal dari detektor infra merah kecil sehingga dalam
pengukurannya harus diperbesar.
Terdapat dua macam detektor, yaitu:
- Termokopel (thermocouple)
- Bolometer
5. Rekorder
Sinyal yang dihasilkan dari detektor kemudian direkam sebagai
spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi.
Spektrum infra merah ini menunjukkan hubungan antara absorpsi dan
frekuensi atau bilanqan gelombang atau panjang gelombang. Sebagai
absis adalah frekuensi (Hertz, detik-1) atau panjang gelombang (µm)
atau bilangan gelombang (cm-1) dan sebagai ordinat adalah
transmitan (%) atau absorban.
Gambar 4.11 Spektrum absorban dan transmitan
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk membaca hasil FTIR
1. Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari spektrum. X-sumbu dari
spektrum IR diberi label sebagai "bilangan gelombang" dan
jumlahnya berkisar dari 400 di paling kanan untuk 4.000 di
paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan. Sumbu
49
Y diberi label sebagai "transmitansi Persen" dan jumlahnya
berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas.
2. Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua
spektrum inframerah mengandung banyak puncak.
Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan
untuk membaca spektrum.
3. Tentukan daerah spektrum di mana puncak karakteristik ada.
Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah.
Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang
wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah
berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat
dari 1.500 ke 400.
4. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama.
Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 4.000
hingga 2.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang
disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal.
5. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah kedua. Jika
spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500
hingga 2.000, puncak sesuai dengan penyerapan yang
disebabkan oleh ikatan rangkap tiga.
6. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika
spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.000
sampai 1.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang
disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N dan C = C.
7. Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah
keempat spektrum IR lain. Yang keempat dikenal sebagai
daerah sidik jari dari spektrum IR dan mengandung sejumlah
besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam
ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam spektrum IR,
termasuk yang di wilayah keempat, adalah identik dengan
50
puncak spektrum lain, maka Anda dapat yakin bahwa dua
senyawa adalah identik.
51
Bab 5 Sintesis Nanokomposit LiFePO4
Melalui Flame Spray Pyrolysys
Metode Flame Spray
Pyrolisis digunakan karena
dapat menghasilkan partikel
dengan range ukuran
micrometer hingga
nanometer, proses sintesis
yang satu tahap, dapat
menghasilkan partikel tunggal
maupun multikomponen,
prosesnya relatif cepat dan
dapat diterapkan dalam
industri
52
5.1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya Penelitian sintesis partikel LiFePO4 telah dilakukan oleh Hamid
dkk (2012) dengan dua tahapan. Tahap pertama dengan metode
flame untuk mensintesis FePO4.xH2O dari prekursor Fe (III)
Acetylacetonate dan tri-butylphosphate dengan pelarut toluen.
Selanjutnya dilakukan tahap kedua dengan metode solid state
reaction untuk menghasilkan LiFePO4/C dari reaktan FePO4 dan Li2CO3
dan sumber carbon berupa glukosa. Produk yang dihasilkan
menunjukkan peningkatan kapasitas dibandingkan dengan material
yang sama yang dihasilkan dari metode canggih lain karena adanya
reduksi ukuran.
Liu (2009) menggunakan tiga tahapan sintesis yaitu ball mill,
spray drying dan thermal treatment. Prekursor terdiri dari
FePO4.4H2O, LiOH.H2O dan citric acid sebagai sumber karbon.
Diperoleh produk dengan peningkatan konduktivitas elektronik yang
tinggi dan cycle ability yang panjang.
Waser (2011) mensintesis partikel Core–shell nano LiFePO4
dengan metode flame spray pyrolysis (FSP) dari LiFePO4 dan dicoating
in-situ downstream melalui auto thermal carbonization (pyrolysis) dari
swirl-fed C2H2 dalam atmosfer O2. Diperoleh kristal LiFePO4 dengan
electrochemical performance yang lebih baik. LiFePO4 yang dicoating
carbon menunjukkan superior cycle stability dan higher rate capability.
Pada penelitian ini akan disintesis partikel komposit LiFePO4/C
dengan metode satu tahap flame spray pyrolysis (FSP). Prekursor yang
digunakan adalah FeCl2, LiOH dan (NH4)2HPO4 yang lebih murah
dibandingkan dengan prekursor lain.
53
5.2 Metode Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan eksperiment.
Pendekatan eksperiment dilakukan untuk mempelajari pengaruh
kondisi operasi pembentukan partikel dengan metode flame spray
pyrolysis terhadap performa dari LiFePO4 yang dipengaruhi oleh
ukuran dan komposisi komposit.
Metode Flame Spray Pyrolisis digunakan karena metoda ini dapat
menghasilkan partikel dari micrometer hingga nanometer (ukuran
nanometer sangat penting karena berpengaruh terhadap
konduktivitas Lithium, bahwa semakin kecil ukuran partikel maka
konduktivitas listriknya semakin besar), proses sintesis yang satu
tahap, dapat menghasilkan partikel tunggal maupun multikomponen,
prosesnya relatif cepat dan dapat diterapkan dalam industri. Jadi
digunakan metode Flame Spray Pyrolysis untuk mensintesis
nanokomposit LiFePO4 seperti pada gambar 5.1.
Gambar 5.1 Keunggulan metode Flame Spray Pyrolysis
Kondisi operasi seperti suhu dan tekanan pada proses ini
berkaitan erat terhadap proses pembentukan partikel yang
selanjutnya mempengaruhi morfologi, kristalinitas dan ukuran
produk. Beberapa penelitian flame spray pyrolysis menggunakan
umpan gas (Strobel, 2007), liquid (Widiyastuti, 2007) dan solid
54
(Widiyastuti, 2009) telah dilakukan. Pada umpan gas, diperoleh
partikel dengan ukuran nanometer dan dengan menggunakan umpan
liquid dan solid diperoleh ukuran mikrometer sampai nanometer
tergantung pada suhu operasi yang digunakan.
Umpan liquid pada proses aerosol menarik untuk dipelajari
karena mudah dalam mengontrol ukuran, proses reaksi dan
pembentukan partikel berjalan satu tahap. LiFePO4 merupakan
partikel yang sedang dikembangkan sebagai bahan baterai lithium.
Beberapa metode sudah dikembangkan seperti ball mill dan
microwave heating (Song, 2007), spray pyrolysis (Konarova, 2008) dan
flame spray pyrolysis (Waser, 2011). Namun demikian, perlu
penelitian lebih lanjut untuk memahami proses pembentukan partikel
LiFePO4 dalam proses flame spray pyrolysis. Selain tekanan operasi,
laju alir bahan bakar dan oksidizer, laju alir gas pembawa memiliki
peran penting dalam proses pembentukan partikel.
Bahan yang digunakan:
LiOH (98% berat, Merck Jerman)
FeSO4.7H2O (99% berat, Merck Jerman)
(NH4)2HPO4 (99% berat, Merck Jerman)
HNO3 (65% berat, Merck Jerman) 0,1 M
Glukosa
Aquadest
Gas LPG
Udara bebas
55
Gambar 5.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
Peralatan eksperimen:
Flowmeter (KUFLOC RK 1200, Jepang) berfungsi sebagai
pengukur laju aliran gas oksigen, gas pembawa serta fuel gas.
Ultrasonic nebulizer (OMRON NE-U17, Jepang) berfungsi
sebagai penghasil droplet larutan yang akan dispray menuju
zona pembakaran.
56
Cyclone (homemade) berfungsi untuk memisahkan droplet
yang berukuran relatif besar dari larutan prekursor.
Burner (homemade) berfungsi sebagai sumber panas. Burner
ini tersusun dari tiga tube konsentris dengan center tube
sebagai tempat masuknya prekursor sedangkan dua tube
pada bagian tepi sebagai tempat masuknya fuel gas (LPG) dan
udara bebas.
Electrostatic presipitation (homemade) berfungsi menangkap
partikel yang dihasilkan pada proses flame.
Water Trap (homemade) berfungsi untuk menampung
kondensat dan menangkap partikel yang masih lolos dari ESP.
Vakum pump (Vacuum pump, TW-1,5D, 0,25 HP)berfungsi
untuk menarik gas hasil proses flame.
Compressor udara (Hitachi, 0,75OU-8,5S, USA) untuk
menghasilkan udara dengan tekanan yang lebih tinggi.
Prosedur Penelitian:
1. Penelitian diawali dengan membuat larutan prekursor
dengan melarutkan LiOH.2H2O, FeCl2 dan (NH4)2HPO4
dalam air sebagai pelarut dalam suasana asam.
2. Dicampurkan dengan glukosa sebagai variabel bebas
untuk analisis komposisi, variable bebasnya adalah
konsentrasi glukosa dengan persentase 0%, 0,1%, 0,15%,
0,20% dan 0,25% terhadap persentase prekursor.
3. Larutan kemudian diaduk hingga homogen pada
temperatur ruang sebelum dinebulasi.
4. Larutan prekursor dinebulasi menggunakan ultrasonic
nebulizer sehingga menghasilkan droplet dari larutan
prekursor yang telah disiapkan.
57
5. Droplet dibawa menuju diffusion flame oleh udara
sebagai pembawa gas. Sementara udara bebas digunakan
untuk proses pembakaran.
6. Gas pembawa dan udara bebas dialirkan pada pipa luar
dengan perbandingan laju alir yang telah ditetapkan.
Variabel-variabel yang digunakan sebagai variable bebas
adalah laju alir gas pembawa yakni 1 L/menit, 2L/menit
dan 3L/menit. Variabel terikat adalah ukuran
nanokomposit LiFePO4.
7. Gas hasil pembakaran didinginkan sehingga terbentuk
kondensat yang ditampung dalam cold trap.
8. Partikel yang dihasilkan pada eksperimen ini terkumpul
dalam powder collector dilapisi dengan glukosa sehingga
diperoleh komposit LiFePO4/C. Jadi setiap keadaan
terdapat sample yang dilapisi glukosa dan sample yang
tidak dilapisi glukosa, sehingga keseluruhan terdapat 10
sampel.
9. Dilakukan analisa morfologi, ukuran dan derajat
kristalnya. Untuk derajat kristalnya menggunakan XRD (X-
ray Diffraction) X’Pert RINT 2200 V Philiph CuKα
(λ=1,5418 Å). Sedangkan untuk morfologi, ukuran partikel
dengan menggunakan SEM (scanning elektron
microscope) Zeiss Evo MA LS series dan bantuan program
imageMIF.
58
Gambar 5.3 Konfigurasi Alat
59
Gambar 5.4 Prosedur Penelitian
Dimensi reaktor burner
Diameter Prekursor Inlet : 1,5 cm
Diameter Fuel Inlet : 2,8 cm
Diameter Udara Inlet : 3,6 cm
Panjang : 80 cm
Diameter Reaktor : 9 cm
60
Gambar 5.5. Skema Geometri Reaktor Flame Spray Pyrolysis
Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah laju alir gas pembawa dan
konsentrasi glukosa. Variabel-variabel yang digunakan sebagai
variable bebas adalah laju alir gas pembawa yakni 1 L/menit, 2L/menit
dan 3L/menit. Variabel terikat adalah ukuran nanokomposit LiFePO4.
61
Untuk analisis komposisi, variable bebasnya adalah konsentrasi
glukosa dengan persentase 0%, 0,1%, 0,15%, 0,20% dan 0,25%
terhadap persentase prekursor.
Analisis
Morfologi partikel yang dihasilkan melalui flame spray pyrolysis
dianalisis menggunakan SEM (scanning elektron microscope) (Zeiss
Evo MA LS ,Cambridge, England). Diameter rata-rata serta distribusi
ukuran partikel hasil SEM dihitung menggunakan program Image MIF
dengan jumlah partikel sekitar 200 partikel. Sedangkan untuk
menganalisis kristalinitas partikel digunakan XRD (X Ray Difraction)
(Panjang Gelombang Cu-Kα 1,54 A0, 40 kV, 30 mA, tipe JEOL XRD
6000, X’pert Philips, Netherland) Philips.
5.3 Hasil Penelitian
5.3.1. Pengaruh Laju Alir Gas Pembawa Pengaruh laju alir gas pembawa dilakukan melalui eksperimen
dan simulasi. Untuk mengetahui pengaruh laju alir gas pembawa,
variabel gas pembawa sebesar 1, 2 dan 3 liter/menit. Droplet
polidisperse mengikuti distribusi Rosin Ramler. Banyaknya droplet
yang terbawa pada beberapa laju alir gas pembawa tercantum pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Rate volume droplet terhadap laju alir gas pembawa
Laju alir gas pembawa
(liter/menit)
Rate volume droplet
(m3/s)
1 6,25 x 10-9
2 15,89 x 10-9
3 20,48 x 10-9
62
Gambar 5.6 Contour suhu pada laju alir gas pembawa (a) 1 (b) 2 dan (c) 3
liter/menit
Laju alir LPG dan oksidizer ditetapkan sebesar 0,5 liter/menit
dan 2,5 m3/jam berturut-turut. Berdasarkan hasil simulasi yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa semakin besar laju
alir dari gas pembawa maka semakin kecil pula suhu pembakaran.
K
(a) (b) (c)
63
Gambar 5.7 Distribusi suhu berbagai laju alir pada center reaktor (bidang
pengamatan line A) berdasarkan (a) simulasi dan (b) eksperimen
0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18
200
400
600
800
1000
1200
Suhu (
K)
Panjang Reaktor (m)
1 liter/menit
2 liter/menit
3 liter/menit
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
500
1000
1500
2000
2500
Suhu (
K)
Panjang Reaktor (m)
1 liter/menit
2 liter/menit
3 liter/menit
(a)
(b)
64
Gambar 5.7 menunjukkan bahwa peningkatan suhu pada reaktor
semakin pelan dengan semakin tingginya laju alir gas pembawa.
Keduanya disebabkan oleh semakin besarnya jumlah droplet yang
dibawa oleh gas pembawa menyebabkan panas yang diperlukan
untuk menguapkan droplet dalam flame semakin besar. Hasil
pengukuran suhu secara eksperimen menunjukkan hasil kualitatif
yang sama namun berbeda pada nilai kuantitatif yang disebabkan
karena simulasi pengaruh laju alir gas pembawa dengan
menggunakan model spesies transport single reaction sedangkan
pada kondisi aktual reaksi yang terjadi tidak berlangsung secara single
reaction.
Gambar 5.8 Vektor kecepatan untuk laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan
(c) 3 liter/menit, bidang pengamatan plane A
Berdasarkan pada Gambar 5.8 dapat dilihat bahwa vektor
kecepatan tidak dipengaruhi oleh beda laju alir gas pembawa. Hal ini
disebabkan karena laju alir gas pembawa jauh lebih kecil jika
m/s
(a) (b) (c)
m/s
(a) (b) (c)
65
dibandingkan dengan laju alir LPG ataupun laju alir oksidizer sehingga,
peningkatan jumlah laju alir gas pembawa relatif tidak mempengaruhi
laju pembakaran.
Gambar 5.9 Contour soot pada laju alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3
liter/menit, bidang pengamatan plane A
Berdasarkan pada Gambar 5.9 untuk contour soot pada
berbagai laju alir gas pembawa, diperoleh bahwa semakin besar laju
alir gas pembawa area terbentuknya soot semakin lebar.
Gambar 5.10 menunjukkan perubahan diameter droplet
pada beberapa laju alir dan initial size. Peningkatan laju alir gas
pembawa, menyebabkan suhu flame semakin rendah sehingga laju
(a) (b) (c)
fraksi mol
66
penguapan semakin kecil. Ukuran awal dari droplet juga memiliki
pengaruh terhadap laju penguapan. Semakin kecil ukuran awal
droplet semakin cepat pula laju penguapan sehingga ukuran droplet
semakin cepat mengecil. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widiyastuti (2007).
Gambar 5.10 Perubahan diameter droplet pada beberapa laju alir gas
pembawa dan beberapa ukuran awal.
Gambar 5.11 merupakan morfologi (kiri) dan distribusi
ukuran (kanan) partikel yang dipengaruhi oleh laju alir gas pembawa.
Ukuran partikel dihitung dari hasil analisa SEM sehingga diameter
yang dimaksud adalah diameter feret. Berdasarkan Gambar 4.12
diperoleh bahwa partikel produk memiliki ukuran polidisperse
(standart deviasi > 1), hal ini disebabkan oleh distribusi suhu dan
ukuran droplet awal yang polidisperse. Semakin besar laju alir
semakin besar pula ukuran partikel yang disebabkan semakin
0,000 0,001 0,002 0,003 0,004
0,0
5,0x10-6
1,0x10-5
1,5x10-5
2,0x10-5
2,5x10-5
3,0x10-5
dp (
m)
Panjang Reaktor (m)
1 liter/min
2 liter/min
3 liter/min
67
rendahnya suhu pemanasan dan waktu tinggal partikel yang semakin
cepat. Suhu yang rendah dan penguapan yang singkat akan
menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar. Namun, berdasarkan
Gambar 5.12 yang menunjukkan waktu tinggal yang hampir sama
antara laju alir 1, 2 dan 3 liter/menit, maka dapat disimpulkan pada
proses ini, pengaruh suhu lebih dominan dibandingkan dengan
pengaruh laju alir gas pembawa.
Gambar 5.11 Morfologi (kiri) dan distrbusi ukuran (kanan) partikel pada laju
alir gas pembawa (a) 1, (b) 2 dan (c) 3 liter/menit
100 1000 10000
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Fra
ksi
Ju
mla
h
Diameter (nm)
dp = 159 nm
σ = 1,701
dp = 340 nm
σ = 1,358
dp = 506 nm
σ = 1,526
100 1000 10000
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Fra
ksi
Jum
lah
Diameter (nm)
400 nm
(a)
400 nm
(b)
100 1000 10000
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Fra
ksi
Jum
lah
Diameter (nm)
400 nm
(c)
Simulasi
ukuran awalSimulasi
ukuran akhir
Eksperimen
Simulasi
ukuran awalSimulasi
ukuran akhir
Simulasi
ukuran awalSimulasi
ukuran akhir
Eksperimen
Eksperimen
68
Dari distribusi antara hasil eksperimen dan simulasi tampak
bahwa pada laju alir gas pembawa 3 liter/menit menunjukkan hasil
yang hampir sama. Hal ini karena pada laju alir gas pembawa 3
liter/menit partikel terbentuk melalui proses penguapan air dalam
droplet yang sesuai dengan simulasi yaitu dengan menganggap dalam
droplet hanya terjadi proses penguapan air.
Gambar 5.12 Grafik resident time partikel pada beberapa laju alir gas
pembawa
Partikel yang diperoleh memiliki morfologi bulat, tidak seragam,
sebagian teragglomerate. Pada laju alir gas pembawa 3 liter/menit
permukaan partikel lebih halus dibandingkan dengan laju alir gas
pembawa 1 dan 2 liter/menit. Pada laju alir gas pembawa 2
liter/menit, permukaan partikel tidak rata dan menunjukkan adanya
pelelehan atau serbuk lebih kecil yang semakin banyak pada laju alir
gas pembawa 1 liter/menit . Hal ini dimungkinkan karena semakin
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
Res
iden
t ti
me
(s)
Jarak dari burner (m)
1 liter/min
2 liter/min
3 liter/min
69
rendah laju alir gas pembawa semakin tinggi suhu pembakaran
seperti ditunjukkan dari hasil simulasi (Gambar 5.6) yang
menyebabkan sebagian droplet mengalami lisis.
Gambar 5.13 menunjukkan hasil analisa XRD partikel yang
terbentuk. Dari hasil analisa XRD, diperoleh partikel dengan bentuk
amorf. Pada laju alir yang semakin kecil, maka suhu semakin tinggi
yang menyebabkan partikel sebagian mulai mengkristal yang
ditunjukkan semakin tajamnya peak yang diperoleh.
Gambar 5.13 Grafik X-Ray diffraction pada beberapa laju alir gas pembawa
Untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dalam partikel
selanjutnya dilakuakan analisa FTIR. PO4 memiliki absorption band
yang kuat pada wavenumber sekitar 1000 dan 550 cm-1 dengan
rincian absorption band pada sekitar 900 cm-1 sampai 1000 cm-1
merupakan sifat dari getaran stretching simetri dan asimetri dari
group P-O. Range 300-600 cm-1 merupakan range simetri dan asimetri
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Inte
nsi
ty [
a.u
.]
1 liter/menit
2 liter/menit
3 liter/menit
LiFePO4 ICDD 40-1499
(02
0)
(011
)
(12
0)
(10
1)
(12
1)
(211
)(1
31
)
(111
)
(03
1)
(14
0)
(01
2) (
22
1) (
04
1)
(11
2)
(22
2)
(40
0)
(14
2)
(33
1)(1
60
)
(311
)
70
banding dari ikatan O-P-O (Chen, 2009). Tetrahedral ion PO43-
memiliki frekuensi vibrasi streatching fundamental 1600 cm-1 (Yang,
2009) dan 2000 cm-1 (Cimdina, 2012). Absorption band P-O-H berada
pada kisaran 3000 cm-1 (Eisazadeh, 2010).
Gambar 5.14 Hasil analisa FTIR untuk laju alir gas pembawa (a) 3, (b) 2 dan
(c) 1 liter/menit
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumbers (cm-1)
% T
ran
smit
ten
ce
16
44
,66
10
26
,15
23
61
,23
33
97
,62
91
5,2
2
68
6,9
2
16
47
,35
33
88
,46
10
18
,71
01
4,8
7
(a)
(b)
(c)
34
17
,73
19
50
,53
23
59
,61
H
O
P
H
O
P
H
O
P
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
P
O
P
Wavenumbers (cm-1)
% T
ran
smit
tan
ce
71
Berdasarkan Gambar 5.14 adanya absorption band P-O-H
dimungkin karena adanya impurities H3PO4 dalam partikel. Walaupun
FTIR tidak mampu mendeteksi adanya impurities dalam jumlah yang
kecil (level ppm) namun lebih sensitive dibandingkan dengan XRD
(Zaghib, 2008). Semakin kecil laju alir gas pembawa, absoption band
dari PO4 semakin banyak yang berarti semakin bebas pula molekul
bervibrasi. Bebasnya vibrasi ini berkaitan dengan kristalinitas yang
semakin tinggi yang sesuai dengan hasil XRD pada Gambar 5.13.
5.3.2 Pengaruh Konsentrasi Glukosa
Gambar 5.15 Hasil analisa SEM dengan perbandingan mol LiFePO4:glukosa
sebesar (a) 1:0, (b) 1:0,1, (c) 1:0,15 dan (d) 1:0,25
(a) (b)
(c) (d)
1 μm 1 μm
1 μm 1 μm
72
Gambar 5.16 Hasil analisa X-Ray Diffraction dengan berbagai perbandingan
mol LiFePO4:glukosa
Pada analisa pengaruh konsentasi glukosa ditetapkan besar laju
alir LPG sebesar 0,5 liter/menit, laju alir oksidizer 2,5 m3/jam dan laju
alir gas pembawa sebesar 1 liter/menit. Berdasarkan Gambar 5.15 dan
Gambar 5.16 dari hasil analisa SEM dan X-Ray Diffraction. Partikel yang
1: 0
1: 0,15
1: 0,20
1: 0,25
1: 0,10
LiFePO4 ICDD 40-1499
10 20 30 40 50 60 70 80 90
2
Inte
nsi
ty [
a.u
.]
(02
0)
(011
)(1
20
)(1
01)
(12
1)
(211
)(1
31)
(111
)
(031)
(14
0)
(01
2)
(22
1)
(041)
(11
2)
(222
)
(40
0)
(142)
(33
1)
(160)
(311
)
73
diperoleh memiliki morfologi bulat halus dan polidisperse. Semakin
besar konsentrasi glukosa semakin banyak partikel yang berbentuk
serbuk. Pada analisa X-Ray Diffraction, bertambahnya glukosa
menurunkan kristalinitas dari partikel. Bertambahnya glukosa sebagai
sumber carbon menyebabkan semakin bertambah pula carbon yang
tergantung. Carbon yang bersifat amorf, semakin bertambahkan maka
akan mengurangi kristalinitas dari partikel.
Gambar 5.17 Hasil analisa FTIR untuk konsentrasi glukosa (a) 1:0 (b) 1:0,15
(c) 1:0,2 dan (d) 1:0,3
16
44
,66
23
61
,23
33
97
,62
91
5,2
2
68
6,9
2
10
26
,15
10
23
,33
16
47
,94
33
77
,18
10
26
,04
16
47
,67
33
55
,88
16
37
,34
33
62
,49
10
15
,84
(a)
(b)
(c)
(d)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Wavenumbers (cm-1)
% T
ransm
itta
nce
H
O
P
O
P
O
P
O
P
O
O
3-
O
H
O
P
H
O
P
H
O
P
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
3-
O
O
P
O
O
P
O
Wavenumbers (cm-1)
% T
ransm
itta
nce
74
Berdasarkan hasil FTIR yang ditunjukkan pada Gambar 5.17.
Penambahan glukosa menyebabkan adanya transmittance dari gugus
PO4 yang hilang yang disebabkan karena adanya atom carbon pada
susunan kristal sehingga menyebabkan vibrasi dari gugus PO4
berkurang. Pada semua konsentrasi glukosa tidak ditemukan adanya
peak dari gugus C-C, C=C ataupun C=O yang menandakan semua
glukosa sudah terkonversi menjadi carbon.
5.4 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Semakin tinggi laju alir gas pembawa suhu pembakaran
semakin rendah dan partikel yang terbentuk semakin besar
2. Semakin tinggi laju alir gas LPG suhu pembakaran semakin
besar dan partikel yang terbentuk semakin kecil
3. Partikel yang terbentuk bersifat amorf
4. Sintering dan penambahan glukosa dapat meningkatkan
performa elektrokimia partikel
75
Daftar Pustaka
Chew, S.Y., Patey, T.J., Waser, O., Ng, S.H., Buchel, R., Tricoli, A.,
Krumeich, F., Wang, J., Liu, H.K., Pratsinis, S.E., Novak, P.,.
2008. Thin Nanostuctured LiMn2O4 Film by Flame Spray
Deposition an In Situ Annealing Method. Journal of Power
Sources, Vol. 189, hal. 449 – 453.
Doan, T. N. L., Bakenov Z., Taniguchi, I.,. 2010. Preparation of Carbon
Coated LiMnPO4 Powders by a Combination of Spray Pyrolysis
with Dry Ball-Milling Followed by Heat Treatment, Advanced
Powder Technology. Vol. 21, hal. 187 – 196.
Ellis BL, Nazar LF. 2012. Sodium and sodium-ion energy storage
batteries, Curr. Opin. Solid State Mater. Sci.,
http://dx.doi.org/10.1016/j.cossms. 2012.04.002
Grant, N. M., & Suryanayana, C. 1998. X-Ray Diffraction : A Partical
Approach. New York: Plennum Press.
Hamid, N.A., Wennig, S., Hardt, S., Heinzel, A., Schulz, C., Wiggers, H.
2012, High-capacity Cathodes for Lithium-ion Batteries from
Nanostructured LiFePO4 Synthesized by Highly-flexible and
Scalable Flame Spray Pyrolysis. Journal of Power Sources, Vol.
216, hal. 76 – 83.
Huang Y., Ren, H., Peng, Z., Zhou, Y. 2009. Synthesis of LiFePO4/Carbon
Composite from Nano-FePO4 by a Novel Stearic Acid Assisted
Rheological Phase Method. Electrochimica Acta, Vol. 55, hal.
311 – 315.
76
Kammler, H. K., Mädler, L., Pratsinis, S. E. 2001. Flame Synthesis of
Nanoparticles. Chemical Engineering Technology, Vol. 24, No.
6, hal. 583 – 596.
Kodas, T. T dan Smith, M. H. 1999. Aerosol Processing of Materials.
New York : John Wiley & Sons, Inc.
Liu, J., Wang, J., Yana, X., Zhanga, X., Yang, G., Jalbout, A. F., Wang, R.
2009. Long-term Cyclability of LiFePO4/carbon Composite
Cathode Material for Lithium-ion Battery Applications.
Electrochimica Acta, Vol. 54, hal. 5656 – 5659.
Pollet, BG, Staffel, I, Shang, JL, 2012. Current status of hibrida, battery
and fuel sel electric vehicles: From electrochemistry to market
prospects, Electrochim. Acta,
http://dx.doi.org/10.1016/j.electacta.2012.03.172
Reist, Parker C. 1993. Aerosol Science and Technology. Singapore :
McGraw – Hill, Inc.
Song, M. S., Kang Y. M., Kim, J. H., Kim, H. S., Kim, D. Y., Kwon H. S.,
Lee, J. Y. 2007. Simple and Fast Synthesis of LiFePO4-C
Composite for Lithium Rechargeable Batteries by Ball-Milling
and Microwave Heating. Journal of Power Sources, Vol. 166,
hal. 260 – 265.
Smallman, R., & Bishop, R. 1999. Modern Physics Metallurgy and
Materials Engineering. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Stark, Michael Andreas. 2011. Synthesis of Nanosized,
Electrochemically Active Lithium Transition Metal Phosphates,
Disertasi Doktor, Ulm University, Ulm.
Strobel, R., Pratsinis, S.E, .2007, Flame Aerosol Synthesis of Smart
Nanostructured Materials. Journal of Materials Chemistry,
Vol. 17, hal. 4743 – 4756.
Suharyana. 2012. Dasar-Dasar Dan Pemanfaatan Metode Difraksi
Sinar-X. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
77
Taqiyah, R. 2012. Perbandingan Struktur Kristal dan Morfologi Lapisan
Tipis Barium Titanat (BT) dan Barium Zirkonium Titanat (BZT)
yang ditumbuhkan dengan Metode Sol-Gel. Surakarta: Skripsi,
Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Waser, O., Buchel, R., Hintennach, A., Novák, P., Pratsinis, S. E. 2011.
Continuous Flame Aerosol Synthesis of Carbon-coated Nano-
LiFePO4 for Li-ion Batteries. Journal of Aerosol Science, Vol.
42, hal. 657 – 667.
Widiyastuti. 2008. Control of Particle Morphologies amd
Characteristics in Aerosol Processes, Thesis Doktor, Hiroshima
University, Hiroshima
Widyawati, N. 2012. Analisa Pengaruh Heating Rate terhadap tingkat
Kristal dan Ukuran Butir Lapisan BZT yang Ditumbuhkan
dengan Metode Sol Gel. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Yang, K., Lin, Z., Hu, X., Deng, Z., Suo, J. 2011. Preparation and
Electrochemical Properties of a LiFePO4/C Composite Cathode
Material by a Polymer – Pyrolysis –Reduction Method.
Electrochimica Acta, Vol. 56, hal. 2941 – 2946.
Zhang, Y., Huo, Q., Du, P., Wang, L., Zhang, A., Song, Y., Lv, Y., Li, G.
2012. Advances in New Cathode Material LiFePO4 for Lithium
Ion Batteries. Synthetic Metals. Vol. 162, hal. 1315 – 1326.
Zulianingsih, N. 2012. Analisa Pengaruh Jumlah Lapisan Tipis BZT yang
ditumbuhkan dengan Metode Sol Gel terhadap Ketebalan dan
Sifat Listrik (Kurva Histerisis). Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.