“bukankah hati kita...

24
Insert pictures into this white area. Height should be 3.41 inches. © 2015 Rockwell Collins. All rights reserved. Rockwell Collins Proprietary Information © 2015 Rockwell Collins. All rights reserved. Rockwell Collins Proprietary Information Combined Vision Systems - HUD, Enhanced Vision and Synthetic Vision Systems Aviation Electronics Europe Conference Munich March 26, 2015

Upload: vantram

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Bab 1

“Di mana aku dapat menemukan Tuhan?”

“Ia tepat di depanmu.” “Lalu mengapa aku tidak melihat Dia?”

“Mengapa orang mabuk tidak melihat rumahnya?” Menyusul Sang Guru berkata,

“Temukan apa yang membuat engkau mabuk. Untuk melihat engkau harus sadar.”1

1. LATAR BELAKANG

1.1. Mistik Kristen dan Zen

Di Indonesia, wacana populer tentang Mistik dalam hubungannya dengan

kekayaan dari berbagai agama dan atau tradisi religius2, sedikit banyak ikut di ramaikan

dengan diterbitkannya beberapa buku cerita meditatif yang dimaksudkan untuk

pendalaman hidup rohani karangan pastor Yesuit berkebangsaan India, Anthony de

Mello. Buku-buku de Mello antara lain Burung Berkicau (terbitan Cipta Loka Caraka,

1984), Sejenak Bijak (terbitan Kanisius, 1987), Doa Sang Katak 1 (terbitan Kanisius,

1990), Doa Sang Katak 2 (terbitan Kanisius, 1990), Berbasa-basi sejenak 1 (terbitan

Kanisius dan Obor, 1997), Berbasa basi sejenak 2 (terbitan Kanisius dan Obor, 1997) .

Dalam prakata buku Burung Berkicau Mello menulis,

di dalam buku ini disajikan banyak cerita, baik kuno maupun modern.

Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan Buddha, Hindu

dan Kristen; dari aliran Zen dan Sufi serta daerah Hasidi, Rusia dan

1 Anthony de Mello, Sejenak Bijak (Yogyakarta, 1987), p. 72. 2 Yang dimaksudkan dengan tradisi religius meliputi ajaran-ajaran moral (tulisan maupun lisan) yang terejawantahkan dalam literatur, bahasa, kebiasaan, festival, mitologi, legenda, kisah dan agama rakyat. Namun selain itu juga meliputi makna, pemikiran religius dan perspektif serta pandangan hidup tentang semesta. Lihat Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p.5.

1

Page 2: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Tiongkok....ingat-ingatlah cerita itu sepanjang hari dan biarkanlah

keharuman atau getaran nadanya membayangi anda. Biarkanlah cerita itu

berbicara kepada hati anda, bukan kepada otak anda. Cara ini juga

mungkin membuat anda menjadi seorang mistik.3

Sedangkan dalam pengantar buku Sejenak Bijak, Mello menulis,

Sang Guru dalam cerita-cerita ini bukanlah satu orang. Ia itu Guru Hindu,

Roshi Zen, Sang Bijak Tao, Rabbi Yahudi, rahib Kristen, Sufi mistik, Lao

Tze dan Sokrates, Budha dan Yesus, Zarathustra dan Muhammad.

Ajarannya ditemukan di abad ketujuh sebelum Masehi dan pada abad ke-

20 ini. Kebijaksanaannya itu milik Timur dan Barat bersama....jika anda

membaca halaman cetakan ini, dan bergulat dengan bahasa Guru yang

penuh rahasia, mungkin sekali tanpa sengaja anda akan sempat

menemukan Ajaran Keheningan yang tersembunyi di dalam buku ini, dan

terbangun serta jadi berubah.4

Di dalam kehidupan mistik, terangkumlah pengalaman orang-orang dari

berbagai tradisi dan agama. Itulah sebabnya dalam salah satu sub bab buku

Fenomenologi Agama karangan Mariasusai Dhavamony yang bertajuk

“Mistisisme”, Dhavamony melakukan pembahasan ke atas pengalaman Zen,

mistisime Hindu, dan kaum Sufi5. Sementara itu mistikus Kristen William

Johnston dalam buku terbarunya yang berjudul Teologi Mistik, Ilmu Cinta juga

mengetengahkan berbagai pengalaman mistik non Kristen di samping kajian

tentang pengalaman mistik dalam lingkup Kristen.6 Ketika kajian terhadap

pengalaman religius dilakukan, orang akan menemukan adanya ketegangan

kreatif yang dialektis di antara keunikan pengalaman dalam tradisi religiusnya

sendiri dan “getaran-getaran frekuensi ” yang digaungkan oleh tradisi religius

3 Anthony de Mello,. Burung Berkicau (Jakarta, 1984), p.10, 11. 4 Anthony de Mello, Sejenak Bijak (Yogyakarta, 1987), p. 7,8. 5 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Kanisius, 1995), p. 273-290. 6 William Johnston, Teologi Mistik Ilmu Cinta, (Kanisius, 2001).

2

Page 3: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

lain. Tesis ini ditulis dalam kesadaran akan adanya ketegangan kreatif yang

dialektis itu.

Dalam kesadaran semacam tadi, dalam tesis ini ada dua tradisi religius

yang hendak digumuli oleh penulis yakni mistik Kristen dan Zen. Minat penulis

atas pilhan ini didasarkan pada beberapa hal : (1) kesadaran adanya hibriditas di

kalangan orang Kristen Tionghoa di Indonesia; (2) realitas keberadaan

Buddhisme di Indonesia sebagai salah satu konteks pluralitas agama; (3)

ketertarikan pada kajian di seputar pengalaman religius manusia; (4) minat pada

pendalaman dialog intra dan interreligiusitas, serta (5) adanya kajian sistematis

yang menunjukkan afinitas di antara mistik Kristen dan Zen.

Kita dapat mengasumsikan adanya afinitas yang relatif erat antara mistik

Kristen dan Zen. Terhadap kedua hal ini perlu diberikan keterangan terlebih

dahulu. Mengenai mistisisme, haruslah disadari adanya banyak definisi

tentangnya. Justru karena itu batasan tentang hal ini menjadi diperlukan. Dalam

hal ini penulis mengetengahkan apa yang dipahami oleh Allister Mc Grath

tentang mistisisme dalam rangka diskusi mengenai spiritualitas kristiani, yakni

sebagai :

an approach to the Christian faith which places particular emphasis

upon the relational, spiritual, or experential aspects of the faith, as

opposed to the more cognitive or intellectual aspects, which are

traditionally assigned to the field of theology...on the basis of this

understanding of the term, a “mystic” or “mystical writer” is a Christian

who deals primarily with the experiencing of God and with the

transformation of the religious consciousness7

7 Alister E. Mc Grath, Christian Spirituality, (Oxford, 1999), p. 5

3

Page 4: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Sedangkan mengenai Zen, di tahap ini dapat dikemukakan apa yang ditulis oleh

Thomas Merton. Pakar Zen dari ordo Jesuit ini menulis,

sukar bagi kita untuk memberikan batasan secara tepat apa itu

pengalaman Zen, karena tradisi Zen sendiri menolak setiap abstraksi

ataupun penggambaran deskriptif mengenainya....namun setidaknya

dengan menyadari hal tersebut dapat dikatakan bahwa Zen adalah

kesadaran ontologis mengenai ada yang murni di seberang subjek-

objek, suatu pemahaman yang langsung mengenai ada-nya dalam

kebegituannya.8

Beberapa orang Kristen - terutama ordo Jesuit - yang menggeluti Zen

menuliskan pendalaman yang mendukung nisbah kedua hal tersebut9. Johnston

menulis tentang pastor Jesuit pakar Zen yang bernama Enomiya-Lassalle,

sebagai berikut :

ketika Enomiya-Lassalle “memperkenalkan praktek Zen kepada

ratusan orang kristen ia mendapatkan perlawanan. Pencerahan Zen,

demikian konon kabarnya, adalah pencerahan monisme, dan tidak

cocok dengan Injil. Terhadap hal ini Lassalle menjawab bahwa dia

dan orang-orang kristiani lainnya sekilas pandang telah melihat satori

dan bahwa satori jauh dari menjauhkan mereka dari Injil, sebaliknya,

pengalaman itu memperdalam komitmen mereka kepada Yesus

Kristus....Menurut Lassalle Zen dapat dipadukan ke dalam agama

kristen di mana orang berbakti kepada Yesus, Injil dan Gereja10.

Lassale bahkan menyatakan bahwa “satori yang merupakan mutiara indah

kebudayaan dan agama Asia itu tidak hanya dapat dipadukan (dengan

8Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), p. 14. 9 Misalnya, H.M. Enomiya-Lassalle, ZEN Way to Enlightenment (London, 1966), Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), William Johnston, The Still Point, reflections on Zen and Christian Mysticism, (New York, 1970), JK Kadowaki SJ, Zen and The Bible, A Priest’s Experience, (London, 1977), William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001). 10 William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p. 131-132

4

Page 5: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Kekristenan) melainkan harus dipadukan”11. Menurut Johnston, “pendekatan

Lassalle ini terus menerus membangkitkan masalah yang tidak dapat dihindari,

yakni masalah teologi dan pastoral”12. Sayang sekali Johnston tidak menjelaskan

maksudnya lebih jauh. Walaupun ada “perlawanan” dari pihak Kristen (tentang

kemonismean13 Zen) dan Buddhis14, namun Lassalle tidak mengubah

pendiriannya. Ia tidaklah sendirian dalam mendalami hubungan dialektis antara

Zen dan Kekristenan ini. Thomas Merton misalnya, ketika menelaah guru Zen

bernama Hui Neng, menulis,

Hui Neng’s Zen is not a “liberation” from matter in order to “bind” us to

interior purity, dhyana, illumination, and so on. It is a liberation from all

forms of bondage to techniques, to exercises, to systems of thought and of

spirituality, to specific forms of individual spiritual achievement, to limited

and dogmatic social programs. Hui Neng’s aim was the direct awareness in

which is formed the ‘truth that makes us free’ – not the truth as an object of

knowledge only, but the truth lived and experienced in concrete and

existential awareness. For this reason it is axiomatic in the Zen of Hui Neng

that works and external concerns should in no way be regarded as

obstacles to Zen; on the contrary, Zen is manisfested in them as well as

anywhere else, including eating, sleeping, or humblest material functions. If

the Zen of Hui Neng is properly understood, we see that it is in fact a

necessary condition for the ‘convergence’.... But it is not by itself a sufficient

11 William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p. 131-132. Mengenai pendalaman dan “how to” dari pemaduan ini, telah pernah ditulis Johnston dalam bukunya The Still Point, reflections on Zen and Christian Mysticism (lihat catatan kaki no. 9). 12 Ibid, p. 132. 13 Dalam A New Dictionary of Christian Theology diuraikan pemahaman monisme dalam hubunganya dengan epistemologi, filsafat dan teologi Kristen. Monisme dalam pengertian sederhana sebagai paham yang beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari satu asas sering juga dikaitkan dengan pantheisme yang ekspresi klasiknya dirumuskan dengan deus sive natura (Allah, yang adalah, alam)…dalam diskusi teologis monisme dianggap oleh beberapa orang ada dalam teologi proses terutama dalam gagasan Alfred North Whitehead yang meyakini adanya satu realitas utama yang mengaktualisasikan diri dalam semua entitas yang dapat kita ketahui dan pikirkan. Ini oleh beberapa orang disebut sebagai panentheisme. Lihat Alan Richardson & John Bowden, A New Dictionary of Christian Theology (London, 1983), p. 380. 14 William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001), p. 132. Beberapa masalah datang dari para Buddhis yang menganggap Zen Lassalle, yang memisahkan Zen dari Buddhisme Zen, adalah Zen bidaah (gedo Zen).

5

Page 6: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

condition. We must also look to the transcendent and personal center upon

which this love, liberated by illumination and freedom, can converge. That

center is the Risen and Deathless Christ in Whom all are fulfilled in One.15

Dari pernyataan Thomas Merton di atas kita mendapatkan masukan mengenai

hubungan yang dekat bahkan konvergen di antara pencerahan Zen dengan

peristiwa Yesus Kristus yang menjadi inti iman Kristen kita. Keterkaitan Zen dan

iman Kristen yang memperkaya kajian terhadap Alkitab telah dicoba dilakukan

secara cukup mendetail oleh J.K. Kadowaki, S.J. Dalam bukunya , Zen and The

Bible, A Priest’s Experience, J.K. Kadowaki mendalami beberapa bagian Alkitab

dari perspektif Zen. Kutipan-kutipan dari Alkitab yang didalami itu antara lain

adalah :

“Jika matamu menyesatkan engkau, cungkil dan buanglah” (Mat

5:29), “Bertobat dan percayalah kepada Injil” (Mrk 1: 15), “Hidup

kekal” (1 Yoh 2), “Yesus dan perempuan yang berzinah” (Yoh 8 : 2-

11), “Unta dan lubang jarum” (Mrk 10:25), “Dosa satu orang dan

kematian semua orang” (Roma 5: 12-19), “Berbahagialah orang yang

miskin” (Lukas 6:20), “ Pandanglah burung-burung di udara” (Mat

6:26), “Inilah tubuhku” (Mat 26: 26), “Kasihilah musuhmu” (Luk 6 ; 35-

36), “Tubuhmu adalah Bait Allah”(1 Kor 6:19), “Jika biji gandum itu

mati ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24), “Salib

Yesus”(Mrk 15: 16-37), “Salib dan kebangkitan Yesus”.16

Kadowaki telah membuktikan bahwa pendekatan semacam ini dimungkinkan. Jalan ke

arah pendalaman dialektis Zen dan Kekristenan yang digagas oleh Lassalle dan Merton

semakin jelas “bentuk”nya. Salah satu kenyataan tekstual yang amat kuat mendasari

didalaminya pendekatan semacam ini adalah karena kita memiliki teks-teks yang

berdimensi mistik dan sekaligus mengandung pencerahan. Dalam Kekristenan teks

15 Thomas Merton, Mystics & Zen Masters (New York, 1967), p. 42. Konvergensi, adalah gagasan yang oleh Zaehner dipahami sebagai suatu era baru dalam kajian religiusitas manusia, lih Merton p. 3 dst. 16 Dalam buku JK Kadowaki, Zen and The Bible, A Priest’s Experience, (London, 1977).

6

Page 7: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Kitab Suci adalah sumber utama untuk mendalami kehidupan beriman dan teologi,

termasuk di dalamnya teologi mistik. Tentu saja tidak semua bagian Kitab Suci berbicara

tentang teologi mistik, namun demikian harus dicatat bahwa ada teks-teks yang

kandungan mistiknya amat kental. William Johnston menulis,

Ada naskah-naskah tertentu yang mengandung nilai istimewa untuk teologi

mistik yang terus diulang oleh para bapa gereja, yakni : Naskah Doa Bapa

Kami, kisah Maria yang bersimpuh menghadap kaki Yesus yang menjadi

model anutan paling bagus mengenai kontemplasi, naskah-naskah penting

lain ada dalam surat-surat Paulus misalnya Galatia 2 :20 (“Aku hidup, tetapi

sekarang bukan aku, melainkan Kristus yang hidup di dalam diriku”), surat 1

Korintus 6: 17 (“barangsiapa bersatu dengan Tuhan menjadi satu roh dengan

Dia”), juga pengalaman Musa yang beralih rupa ketika mendaki gunung ....

Bagi orang-orang Kristen perdana kata-kata liturgi yang didaraskan ketika

mereka berkumpul di meja Tuhan untuk memecahkan roti (“Inilah tubuhKu

yang diserahkan bagimu. Inilah piala darahKu, darah perjanjian Baru dan

Kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan

dosa. Kenangkanlah Aku dengan merayakan peristiwa ini”), adalah kata-kata

yang paling bermakna dalam seluruh Kitab Suci. Kata-kata itu mematrikan

misteri iman : wafat dan kebangkitan Yesus. Dengan demikian pusat

pengalaman religius orang Kristen –pengalaman yang akhirnya menjadi

acuan semua teologi mistik- adalah mati dan bangkit bersama Yesus yang

telah wafat dan telah bangkit.”17

Selain bagian Kitab Suci yang disajikan Johston itu, kita pun cukup terbiasa

mengenali bahwa ada bagian-bagian lain dalam Kitab Suci yang mengemukakan

teologi mistik misalnya Injil Yohanes yang sarat dengan teologi Unio Mystica antara

Bapa, Yesus dan orang-orang yang percaya (Yohanes 17), juga pengalaman mistik

Paulus dalam 2 Korintus 12 : 2-418.

17William Johston, Teologi Mistik, Ilmu Cinta (Yogyakarta, 2001)., p. 30 18 Christopher Rowland, The Open Heaven, A Study of Apocalyptic In Judaism and Early Christianity, (New York, 1982), p. 380-381; Lihat juga tesis Pasca Sarjana karya Firman Panjaitan, Teologi Mistik sebagai Jalan Hidup, (Yogyakarta, 2003).

7

Page 8: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

1.2. Teks Emaus, sebuah ajuan

Penulis beranggapan bahwa berkaitan dengan dialektika mistik Kristen dan

pencerahan Zen, daftar teks kitab Suci yang dikemukakan dalam paragraf di atas (selain

yang dipergunakan oleh Kadowaki maupun yang ditunjukkan oleh Johnston) masih bisa

bertambah. Oleh karena itu penulis bermaksud mengajukan penelaahan tentang suatu

bagian dari kisah Injil, terutama kisah perjumpaan Yesus yang bangkit dengan para

murid, yang menurut penulis mengandung kadar mistik yang perlu digali dengan

mendalam. Teks itu adalah kisah Emaus dalam Lukas 24 : 13-35. Sejauh yang

diketahui oleh penulis, kisah Emaus ini belum banyak didalami dalam kerangka

dialektika mistik Kristen dan Zen. Mengapa demikian ? Barangkali ada beberapa

kemungkinan, yakni (a) bisa jadi pendapat bahwa teks Emaus ini berdimensi mistik

adalah pendapat yang salah, atau (b) sebetulnya teks Emaus memang berdimensi

mistik namun para penafsir tidak cenderung melihat afinitasnya dengan pengalaman

pencerahan Zen.

Tesis ini bergerak pada asumsi kemungkinan (b)19. Bila kemungkinan (b) boleh

disebut sebagai suatu “lubang”, maka penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk

mengisi ”lubang” tersebut. Tentu saja dapat diajukan pertanyaan semacam “Apakah

semua bagian atau kisah dalam Alkitab dapat dilihat dari perspektif Zen?”. Terhadap

pertanyaan ini, tidak tersedia jawaban yang mudah dan tunggal. Barangkali tidak cukup

memadai untuk mengatakan bahwa perspektif Zen dapat digunakan secara sah untuk

menafsirkan seluruh bagian Alkitab. Namun setidaknya, terhadap kisah Emaus kita

dapat mencoba untuk melakukan upaya tafsir yang sedemikian ini. Alasan terhadap

ajuan ini sebagai suatu upaya tafsir yang sah setidaknya didukung oleh beberapa

macam hal. Pertama, adanya diskursus Hermeneutik/Penafsiran Alkitabiah Asia dalam 19 Teks kotbah yang dihantarkan E.G. Singgih dalam pembukaan Kuliah Alih Tahun Persetia 2004 yang bertajuk “Mysticism” , adalah teks kisah Emaus. Setidaknya ini dapat dipertimbangkan sebagai petunjuk bahwa dalam teks Emaus diakui mengandung teologi mistik.

8

Page 9: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

ranah penafsiran Alkitab. Kedua, adanya diskursus Hermeneutik Multi Iman. Ketiga,

adanya “gaung” di antara Zen dan kisah Emaus.

Sebelum penulis memberikan gambaran mengenai signifikansi ke 3 macam hal

di atas, terlebih dahulu akan disajikan tilikan singkat mengenai diskursus

metode/pendekatan tafsir, sebagai “ladang” tempat ke 3 macam hal itu diolah.

1.3. Tilikan singkat tentang metode/pendekatan20 tafsir: jenis & tujuan.

Sekilas tentang berbagai jenis tafsir

Dalam Dictionary of Biblical Interpretation21, kita mendapatkan gambaran yang

luas mengenai berbagai metode/pendekatan tafsir dalam buku-buku yang berfokus pada

diskursus metodologi penafsiran teks Alkitab. George Aichele dan kawan-kawan22

misalnya mengemukakan setidaknya 7 pendekatan, yaitu kritik respon pembaca, kritik

strukturalis dan narratologis, kritik poststrukturalis, kritik retoris, kritik psikoanalisis, kritik

feminis dan kritik ideologis. Sementara Severino Croatto23, mengetengahkan 5

pendekatan terhadap Kitab Suci, masing-masing adalah: realitas masa kini sebagai

“teks” utama, konkordisme, metode historis kritis, analisis struktural dan hermeneutik.

20 Schneiders memilah definisi metode, metodologi dan pendekatan. Metode adalah suatu prosedur tertentu yang digunakan untuk menghasilkan hal-hal tertentu dalam suatu teks; Metodologi merujuk kepada suatu struktur yang menyeluruh dan fungsi yang saling terkait serta sistematis dari sekumpulan metode yang mengimplikasikan suatu pendekatan terhadap teks; Pendekatan merujuk kepada suatu cara tertentu untuk menggumuli teks yang meliputi suatu metodologi yang terartikulasikan yang pada gilirannya menggerakkan peran dari metode-metode tertentu, lihat Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p. 111. Namun dalam tesis ini penulis menggunakan istilah metode atau pendekatan untuk menunjukkan pada cara yang dipakai oleh penafsir dalam menggumuli sebuah teks untuk mendapatkan pengetahuan dan pengertian melalui aktifitas penggumulan itu. 21 John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation, (Nashville, 1999). 22George Aichele (ed), The Postmodern Bible, (London, 1995). 23 Severino Croatto, Biblical Hermeneutics, toward a theory of reading as the production of Meaning,( New York, 1995), p. 5-11.

9

Page 10: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Sedangkan Sandra Schneiders24 mengemukakan beberapa diantaranya, yakni

pendekatan historis, pendekatan literer, pendekatan psikologis dan sosiologis,

pendekatan kritik ideologis, pendekatan theologis, religius dan spiritualitas.

Kepada kita disajikan beragam pendekatan, beragam metode dari yang klasik

hingga yang postmodernis. Tentu saja tidak ada metode tafsir yang terbaik pada dirinya

sendiri. Ketepatan dalam menggunakan satu atau lebih metode tafsir, setidaknya,

ditentukan oleh tujuan dan objek tafsirnya. Menurut Theo Witkamp “metode yang

dipakai biasanya tergantung pada pertanyaan yang ditanyakan kepada teks atau pada

kadar teks yang dipelajari, oleh karena itu kebanyakan metode-metode dipandang

sebagai pelengkap, yaitu dapat digunakan bersama-sama”25.

Tujuan metode/pendekatan tafsir

Menarik memperhatikan wacana yang dikemukakan Schneiders sehubungan

dengan adanya “dua tujuan dari metode/pendekatan terhadap teks yakni untuk

memperoleh informasi dan transformasi dari teks (the objective of information and the

objective of transformation)”26. Bagi Schneiders, kedua tujuan ini amat terkait namun

tidak identik. Selengkapnya Schneiders menuliskan :

Pada the objective of information, kita meneliti tentang bagaimana sebuah

teks dihasilkan (siapa yang menulis, kapan, dimana, dalam bahasa apa)

dan tentang transmisi dari teks itu (apakah sebuah teks itu asli, apakah

salinan terhadapnya adalah akurat). Kita berupaya untuk memahami posisi

teologis yang disajikan oleh teks dan hubungan antar teks serta dunia

pemikiran yang menyekitarinya. Kita berupaya membangun suatu jenis

spiritualitas dan praktek religiusitas yang disajikan oleh teks itu. Semua

24 Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p. 114-122. 25 Theo Witkamp, “Tentang Metode Metode Penelitian Teologi”, dalam Penelitian Teologi, Majalah Gema Duta Wacana, no. 42, 1992, p.47-48. 26 Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p. 13.

10

Page 11: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

penelaahan ini didorong oleh keinginan untuk mendapatkan informasi.

Sedangkan dalam the objective of transformation, tujuannya adalah untuk

bergerak melampaui penemuan tentang apa yang dikatakan atau

dipertanyakan oleh teks sebagai sesuatu yang benar dan segala

konsekuensi personal yang mungkin ditanggung oleh pembaca atau yang

lainnya. Pembacaan transformasional ini terutama adalah sebuah proyek

eksistensial bukan proyek kesejarahan, oleh karenanya dalam wahana

religius, ia termasuk ke dalam ranah spiritualitas. Yang dipentingkan dalam

the objective of transformation ini adalah menghantar pembaca, sebisa

mungkin, kepada kebenaran dalam artian pelibatan yang eksistensial

dengan kebenaran itu hingga menghasilkan buah, dan bukan sekedar

dalam pengetahuan yang abstrak27.

Namun demikian, sembari memperhatikan dan mempertimbangkan wacana

yang dikemukakan Schneiders, kita seyogyanya juga menyadari bahwa apa yang

dimaksudkan sebagai karya yang bertujuan informasi bisa jadi bahkan sangat mungkin

dikerjakan dalam suatu spirit yang transformatif. Demikian pula sebaliknya, karya yang

dimaksudkan sebagai yang bertujuan tranformatif tidak boleh menisbikan masukan-

masukan yang informatif. Jadi yang informatif bisa juga transformatif dan sebaliknya.

Oleh karenanya yang penting bukan sekedar membagi yang informatif dan yang

transformatif secara kaku melainkan senantiasa menyadari adanya keterkaitan di antara

keduanya sebagai sesuatu yang bukan saja bergerak secara dialektis, namun juga

inheren satu sama lain. Keterkaitan kedua tujuan ini menjadi hal yang penting bagi

penulis karena materi tekstual yang hendak ditafsirkan adalah teks yang menyoroti

suatu pengalaman religius, yang disatu pihak diharapkan mengandung daya

transformasi namun juga sekaligus mengandung dimensi kajian intelektual.

27 Sandra Schneiders, The Revelatory Text, Interpreting The New Testament as Sacred Scripture, (New York, 1991), p. 14.

11

Page 12: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

1.3.1. Wacana tentang Penafsiran/Hermeneutik Alkitabiah Asia28

Karena Zen yang hendak dipergunakan untuk berdialog dengan teks

Emaus adalah adalah salah satu tradisi religius Asia maka mengenai hal keAsiaan

dalam diskursus penafsiran perlu ditunjukkan signifikansinya. Pada entry tentang

Asian Biblical Interpretation kita mendapati sub entry yang berjudul Hermeneutik

Kultural (Cultural Hermeneutics)29, yakni “upaya dan teori menafsir teks Alkitab

yang dilakukan orang-orang Asia di dalam konteks sosiokultur dan tradisi religius

asli (native) mereka sendiri.”30 Artikulasi dari upaya hermeneutis semacam ini

bervariasi, “ada yang menggumuli kontekstualisasi ada pula yang menggunakan

kategori-kategori religiusitas Asia untuk memahami tradisi Kristen, terutama

mengenai Yesus Kristus. Beberapa ahli, demikian rangkuman dalam Dictionary of

Biblical Interpretation, merujuk pendekatan-pendekatan hermeneutis mereka

sebagai “cross textual”, “dialogical” atau “ dialogical imagination”, yakni

pendekatan hermeneutis yang menghantar masuk berbagai realitas kultur Asia ke

dalam percakapan dengan tradisi Alkitabiah”31.

Menurut Archie Lee, “lokasi sosial dari seorang penafsir masuk ke dalam proses

menafsir dengan amat cepat”32. Gagasan tentang “lokasi” ini meliputi issue yang

kompleks mengenai ras, gender, kelas sosial, umur, permainan kuasa dan juga relasi

politis. Hal inilah yang oleh Lee, mengutip diskusi dalam The Postmodern Bible, disebut

dengan a hybrid set of locations”33. Lee menyarankan agar para penafsir,

memberikan tekanan yang lebih besar pada respon pembaca dan tindakan

pembacaan yang dibentuk oleh interaksi di antara teks dan pembaca. 28 John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation, (Nashville, 1999) p. 70-74. 29 Sub entry selain cultural hermeneutics, pada bagian Asian Biblical Interpretation adalah wissenschaft, liberation perspectives, feminist hermeneutics, dan post colonial interpretation. Ibid. 30 Ibid, p. 70, 71. 31 Ibid, p. 71. 32 Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p. 2. 33 Ibid, lihat juga The Postmodern Bible, The Bible and Culture Collective, (New Haven and London, 1995).

12

Page 13: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Metode tafsir yang diusulkannya adalah penafsiran lintas kultural. Prinsip

dasar yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah pendekatan

hermeneutis yang menempatkan realitas kultur Asia dalam percakapan

dengan tradisi Alkitab34.

Sebagaimana halnya dengan percakapan sesehari, setiap pihak diminta untuk

berbicara, mendengar, menanggapi. Prinsipnya kedua belah pihak berinteraksi dalam

dialog. Model hermeneutik Alkitab dari perspektif Asia35 yang dialogis semacam ini

“memberikan tekanan pluralitas makna, multiplikasi kisah, dan multi poros kerangka

analisis karena model semacam ini berakar pada keragaman dan pluralitas Asia”36.

Berkenaan dengan ragam pembacaan terhadap kitab Suci, Robert Setio

mengemukakan pembagian penafsiran menurut M.H. Abrams, yakni :

(1) Mimetic, teks Alkitab dipahami sebagai representasi dari suatu

realitas; (2) Expressive, yang memusatkan perhatian pada pengarang

atau penulis; (3) Objective, yang memusatkan perhatian pada teksnya

sendiri apa adanya; dan (4) Pragmatic, yang memfokuskan perhatian

pada pembaca (reader oriented). Dalam pembacaan pragmatic ini

persoalan yang dibahas adalah bagaimana efek cerita bagi pembaca.

Bagaimana pikiran pembaca dibentuk atau diarahkan oleh narator

sehingga akhirnya pembaca akan menyetujui pemikiran tertentu atau

mendukung serta mau mempraktikkan nilai tertentu dan sebaliknya

membenci pemikiran atau nilai yang bertentangan ....Bila di Barat sendiri

perkembangan mengarah ke tipe 4 maka ini bisa mengingatkan kita akan

semakin dimungkinkannya muatan-muatan budaya kita yang membentuk

diri kita sebagai pembaca untuk ikut berperan dalam penafsiran.37

34 John H. Hayes (gen ed), Dictionary of Biblical Interpretation (A-J), (Nashville, 1999), p. 71. 35 Istilah Hermeneutik Alkitab dari Perspektif Asia diambil dari judul buku R.S. Sugitharajah, Asian Biblical Hermeneutics and Post Colonialism, Contesting the Interpretations, (New York, 1998). 36 Kwok Pui-lan, Discovering The Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p. 39. 37 Robert Setio, “Membaca Alkitab Secara Pragmatis”, dalam Forum Biblika no. 11 (Jakarta, 2000). P. 52-54.

13

Page 14: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

Memperhatikan wacana di atas, penulis melihat bahwa pijakan untuk mendialogkan

kisah Emaus dan Zen sebagai suatu kekayaan tradisi religius yang berangkat dari

realitas nilai dan kultur Asia adalah pijakan yang cukup kokoh.

1.3.2. Hermeneutik Multi Iman

Selain keAsiaannya, penulis ingin memperlihatkan bahwa kesahihan penafsiran

yang mempertimbangkan Zen sebagai mitra dialog dalam memahami teks Kitab Suci

juga meliputi keberadaan Zen sebagai kekayaan dari tradisi religius yang non Kristen.

Hal semacam ini secara akademis dimungkinkan atas dasar pendalaman dari wacana

hermeneutik multi iman.

Istilah hermeneutik multi iman (multifaith hermeneutics) diintrodusir oleh Kwok

Pui-lan dalam salah satu dari sepuluh thesis (pernyataan) yang ia gagas dalam rangka

menggumuli rasisme dan etnosentrisme dalam penafsiran Alkitab. Rumusan thesis

tentang hermeneutik multi iman itu selengkapnya adalah : “The Bible must also be read

from the perspective of other faith traditions. Multifaith hermeneutics looks at ourselves

as others see us, so that we may be able to see ourselves more clearly38”. Ini menurut

Kwok bukan suatu hal yang mudah.

Oleh karena itu menurut Kwok, langkah pertama untuk menuju suatu

hermeneutik multi iman adalah:

mengakui bahwa sebagian besar orang di dunia hidup dalam budaya-

budaya yang tidak diasah oleh cara pandang yang Alkitabiah. Orang yang

hidup dalam konteks multi iman, dengan demikian, perlu mempelajari

Alkitab dalam perbandingannya dengan tulisan-tulisan suci lain untuk

menelaah baik tema-tema yang sama secara umum maupun penekanan-

penekanan yang berbeda .... bahkan Alkitab juga dapat ditafsirkan dari

perspektif religius yang lain itu. Berkaitan dengan wacana hermeneutik

38 Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p. 92.

14

Page 15: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

multi iman ini, tugas yang paling sulit adalah bagaimana menafsirkan ulang

Alkitab setelah melihatnya melalui lensa tradisi iman yang lain. Sungguh

dibutuhkan kerendahan hati intelektual dan sekaligus keterbukaan yang

radikal terhadap penyingkapan illahi yang ada dalam budaya dan iman lain

.... namun pada saat yang sama, perlu juga diketahui bahwa masukan dan

hikmat yang ada di dalam Alkitab adalah juga suatu sumber religius bagi

kemanusiaan dan oleh karenanya perlu dibagikan, diuji, dan dikoreksi di

dalam komunitas khalayak manusia yang lebih luas39.

Dengan memperhatikan wacana di atas, penulis semakin dikuatkan untuk melakukan

upaya tafsir yang mempertimbangkan perspektif Zen dalam “membaca” kisah Emaus

dalam rangka ambil bagian dalam dialog spiritualitas agama-agama.

1.3.3. “Gaung” kisah Emaus dan Zen

Pada bagian ini penulis ingin menunjukkan bahwa pilihan kajian yang dialogis ke

atas Zen dan kisah Emaus bukanlah pilihan yang tidak dapat dibuktikan dari sudut

pandang bangunan gagasan (Zen) dan bangunan penceritaan (teks Emaus).

Memperhatikan kisah Emaus sebagaimana diceritakan Injil Lukas ini, juga menimbang

diskursus tentang penafsiran/hermeneutik Alkitabiah yang memberikan tekanan pada

pembaca dalam konteks sosio kultural religiusnya, penulis menduga bahwa kisah

Emaus ini dapat diperjumpakan dan dibaca secara “berbeda” dari perspektif tradisi

religius Asia, seperti Zen. Nilai-nilai Zen yang amat mengetengahkan pentingnya

pengalaman menjadi “terbuka” dan mengalami satori/“pencerahan serta pentingnya

koan dan zazen sebagai media edukatif untuk mengalami pencerahan (akan dijelaskan

dalam bab 2/ pen), agaknya dapat dirasakan afinitas gaungnya dengan kisah Emaus

dalam Lukas 24 : 13-35. Kisah ini menyaksikan pengalaman perjumpaan Yesus dengan

39 Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p. 93.

15

Page 16: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

2 orang murid yang matanya “terhalangi”, mengamati edukasi religius (lewat dialog

Yesus dan kedua orang murid itu) serta mendapatkan pengalaman mata “terbuka”

melihat Yesus yang segera lenyap dari tengah-tengah mereka setelah Ia memecah-

mecah roti. Kisah Emaus dengan demikian patut diduga menggemakan semacam

pengalaman pencerahan “ala Zen” dalam perjumpaan dengan Yesus dengan 2 orang

murid - yang kemudian menyatakan bahwa hati mereka berkobar-kobar- baik melalui

ketersembunyian maupun penampakan kehadiranNya40.

Afinitas gaung dari kisah Emaus dan Zen inilah yang akan dikaji lebih jauh dalam

tesis yang dimaksudkan untuk mengkaji suatu pengalaman religius. Pengalaman religius

terhadap Yang Illahi atau Realitas yang tentu saja tidak dapat dijelaskan secara tuntas

karena melampaui kata dan nalar manusia, memang bukan monopoli tradisi religius

Asia. Namun demikian penafsiran Alkitab yang berpijak pada tradisi religiusitas Asia

agaknya tetap memerlukan peneguhan. Dialog penafsiran Alkitab dengan tradisi Asia

tidak berarti menyingkirkan kekuatan dan kekayaan khasanah tafsir yang dikembangkan

di Barat yang dibentuk oleh latar belakang sejarah dan tatanan sosialnya. Sumbangan

dari tradisi intelektual di Barat perlu tetap dipelihara, namun itu berarti dipelihara dalam

keseimbangan atau ketegangan dialektisnya dengan menggarisbawahi peran pembaca

di Timur (Baca Asia, atau lebih spesifik lagi : Indonesia) yang hidup dalam tradisi religius

Asia, tanpa perlu mengkontraskannya secara keras. Bagi orang Kristen Asia dan orang

Kristen di Asia, mengalami Yang Illahi atau mengalami Realitas dengan demikian dapat

didalami dan dikemukakan dengan dialektika interaktif dengan tradisi religius yang

memberikan identitas sekaligus pemaknaan hikmat orang Asia dengan segala dimensi

hibriditasnya.

40 Kisah klasik dari tradisi Zen tentang ikan kecil di tengah laut yang bertanya kepada ikan besar mengenai “dimana ia dapat menemukan lautan” agaknya mengandung gagasan yang bisa jadi akan sangat interaktif dengan idea tentang ketersembunyian dan ketersingkapan Yang Illahi, lihat Anthony de Mello, Burung Berkicau, (Jakarta, 1994), p. 23.

16

Page 17: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

2. PERMASALAHAN

Mencermati berbagai wacana yang dikemukakan pada bagian latar belakang ,

maka permasalahan utama yang hendak dikaji melalui tesis ini adalah :

Bagaimanakah penafsiran berperspektif Zen yang dikaji secara dialektis dapat

meretas jalan masuk bagi pembaca Asia dalam hybriditasnya untuk memahami teks

sedemikian rupa sehingga diperoleh pengayaan, pendalaman, dan alternatif

pemahaman terhadap pengalaman religius dalam kisah Emaus sebagai pengalaman

yang berdimensi mistik?

3. TUJUAN

Tujuan dari tesis terkait dengan rumusan permasalahan di atas adalah untuk :

1. Memaparkan proses dan hasil dialog kisah Emaus dengan Zen, yang berangkat

dan mengumuli titik-titik temu dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada,

untuk dapat memperkaya dan memberikan alternatif tafsiran terhadap kisah

Emaus dari perspektif Zen dalam dinamika edukasi religius dan pengalaman

pencerahannya.

2. Mengkaji pengayaan dan pendalaman makna teks bagi spiritualitas Kristen pada

umumnya dan secara khusus bagi spiritualitas Kristen Asia yang bertujuan

informasional-tranformatif bagi pembaca di Asia (Indonesia) dalam wacana

dialog inter dan intra religius.

17

Page 18: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

4. HIPOTESIS

1. Pembaca Asia diduga akan memperoleh alternatif pengayaan dan pendalaman

makna dan pemahaman terhadap teks Emaus melalui metode tafsir yang belajar dari

masukan tradisi religius Asia yang dikerjakan dengan kreatif dan bertangung jawab

daripada bila teks (misalnya) didekati dengan mengunakan pendekatan historis kritis41

saja .

2. Kajian perspektif Zen terhadap kisah Emaus tentang edukasi religius dari Yesus yang

bangkit terhadap murid-murid yang matanya “terhalangi” hingga “dibukakan” dan

dihayati dalam suasana hati yang “berkobar-kobar”, menghasilkan penemuan akan

adanya “kedekatan gaung” maupun pengakuan akan keberbedaan di antara keduanya.

3. Teks Emaus adalah teks yang berdimensi mistik sekaligus memuat gagasan yang

dapat dianggap sebagai berdimensi Zen.

4. Pada gilirannya hasil tafsir yang didapatkan melalui penelitian tekstual yang dialektis

semacam ini dapat diiduga sebagai masukan demi pendalaman diskursif mengenai

studi tentang spiritualitas agama-agama.

41 Perlulah kita mempertimbangkan masukan kritis dari A. Lee dan Kwok Pui-lan khususnya tentang keterbatasan pendekatan historis kritis. Lee menulis, “the method of historical criticism intends to eluciade the history of the text. Biblical scholars, however, have admitted the limitation of this method. It presupposes an alleged objectivity which can be retrived by scientific method and it does not take into account the vital interaction between the contemporary reader, the received text and the act of readings in the interpretation process”, dalam Archie C.C. Lee, Cross-Textual Interpretation and Its Implications for Biblical Studies, tanpa tahun, p.1 dan 2. Lihat juga komentar tegas dari Kwok Pui-lan, “The Eurocentric positivist approach must not be taken as the sole norm for historical quest. The Bible is too important to be subjected to only one norm or model of interpretation. The fruits of historical-critical method must be tested and challenged by local religious communities that are daily reading the Bible anew and that have tried to weave their own stories and struggles with the biblical narratives”, dalam Kwok Pui-lam, Discovering the Bible in Non-Biblical World, (New York, 1995), p. 86.

18

Page 19: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

5. JUDUL

Memperhatikan wacana yang telah dikemukakan, maka tesis ini akan diberi judul :

“ BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBAR ? ”

Upaya Menafsirkan Kisah Emaus dari Perspektif Zen Secara Kritis

6. METODE

Narasi dalam kisah Emaus ini terutama akan didalami dengan cara belajar dari tradisi

Zen, melintas ke ranah Zen, belajar dari perspektif Zen untuk kemudian menafsirkan

teks Emaus. Sembari mengerjakan tafsir dari perspektif Zen ini, penulis akan melakukan

semacam critical reading of the reading secara dialogis. Tilikan critical reading yang

terutama ditujukan pada pembacaan dari perspektif Zen terhadap kisah Emaus ini

beranjak dari narasi yang ada di dalam kisah Emaus itu sendiri. Melalui metode

semacam ini juga dibuka kemungkinan akan didapatinya pengakuan kesamaan “gaung”

dan atau perbedaan substansial di antara kisah Emaus dan kandungan religius dalam

Zen itu sendiri. Masukan-masukan dari pendekatan lain sejauh sesuai dengan

permasalahan dalam teks akan dipertimbangkan. Langkah-langkah semacam inilah

yang penulis maksudkan dengan “upaya menafsirkan kisah Emaus dari perspektif Zen

secara kritis”.

19

Page 20: “BUKANKAH HATI KITA BERKOBAR-KOBARsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/50030168/c515d... · Cerita-cerita ini dikumpulkan dari lingkungan keagamaan ... Dhavamony melakukan

Tesis Daniel K. Listijabudi

7. SISTEMATIKA

BAB SATU

Bab ini mengetengahkan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan, Hipotesis, Judul,

Metode dan Sistematika Pembahasan.

BAB DUA

Bab ini mengemukakan wacana tentang Zen sebagai suatu Tradisi Religius, baik

sekelumit sejarah, inti sari ajaran, edukasi dan pengalaman religiusnya. Acuan utama

adalah tulisan pakar Zen terutama D.T. Suzuki. Namun demikian pandangan dari pakar

Zen yang Kristen seperti H.M. Enomiya-Lassalle, Heinrich Dumoulin, J.K. Kadowaki,

Alan Watts, Merton dan Johnston serta beberapa pakar lain akan juga dikemukakan.

BAB TIGA

Pada bagian in dengan belajar dari Zen penulis berupaya menafsirkan kisah Emaus.

Dalam upaya ini selain mencoba menafsirkan kisah Emaus dari perskeptif Zen, akan

juga dikemukakan pertimbangan-pertimbangan kritis penulis terhadap penafsiran itu

secara dialektis, sebagai a critical reading of the reading.

BAB EMPAT

Bab keempat ini akan menyajikan kesimpulan hasil tafsir dan refleksi lebih lanjut yang

dapat dikembangkan dari hasil tafsiran. Terkait dengan hasil dan refleksi itu

dimungkinkan pula adanya pengemukaan wacana mengenai studi dan spiritualitas

agama-agama.

20