budaya dan pariwisata bidang ilmu - · pdf filemunculnya seorang tokoh di tengah-tengah...

48
1 Bidang Unggulan : Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu : Sejarah LAPORAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI I GUSTI KETUT KALER : SEBUAH BIOGRAFI INTELEKTUAL Dr. Drs. I Putu Gede Suwitha, SU Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, MA Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, MSi Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S. M.Hum Drs. I Wayan Tagel Edy, MS PROGRAM STUDI / JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA Februari 2015 Dibayari oleh DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 016/UD 14.1.1/PNL.01.03.00/2015BAB I

Upload: vanlien

Post on 05-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

1  

Bidang Unggulan : Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu : Sejarah

LAPORAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

I GUSTI KETUT KALER : SEBUAH BIOGRAFI INTELEKTUAL

Dr. Drs. I Putu Gede Suwitha, SU Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, MA

Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, MSi Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S. M.Hum

Drs. I Wayan Tagel Edy, MS

PROGRAM STUDI / JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA Februari 2015

Dibayari oleh DIPA PNBP Universitas Udayana

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor : 016/UD 14.1.1/PNL.01.03.00/2015BAB I

Page 2: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

2  

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. …. i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. …. 1

1.1LATAR BELAKANG ............................................................................... …. 1

1.2RUMUSAN MASALAH .......................................................................... … 2

1.3KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... … 2

1.4TUJUAN KEGIATAN .............................................................................. … 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. … 5

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. … 6

BAB IV I GUSTI KETUT KALER DAN PENGABDIANNYA…………….. 7

4.1 MASA KECIL I GUSTI KETUT KALER………………………………… 7

4.2 PENDIDIKAN …………………………………………………………….. 9

4.3 MASA BERUMAH TANGGA ………………………………………….. 11

4.4 MASA TUA ………………………………………………………………. 13

BAB V MASA PENGABDIAN I GUSTI KETUT KALER ………………… 16

5.1 SEBAGAI PENDIDIK ……………………………………………….. … 16

5.2 SEBAGAI PEJUANG ………………………………………………….. 17

5.3 SEBAGAI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ………... 23

BAB VI BEBERAPA HASIL KARYA I GUSTI KETUT KALER ………... 31

6.1 HASIL KARYA DALAM BIDANG AGAMA ……………………….… 31

6.2 HASIL KARYA DALAM BIDANG KEBUDAYAAN ………………… 36

KESIMPULAN …………………………………………………………….…. 45

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ….. 46

Page 3: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

3  

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menulis biografi seorang tokoh sejak dahulu dirasakan penting

manfaatnya.Dalam lingkup nasional, seorang yang berjasa terhadap bangsa dan

negara atau seorang tokoh yang berjasa dalam bidang tertentu sudah banyak ditulis

biografinya. Demikian juga seorang tokoh penting dalam tingkat lokal peranannya

hampir sama, hanya saja dalam lingkup yang lebih kecil (mikro).

Dalam hubungan ini tim jurusan sejarah memprakarsai untuk menulis

biografi seorang tokoh lokal yang berjasa dalam memperkuat dan memajukan adat

istiadat dan agama Hindu di Bali dalam kerangka memperkuat budaya, adat dan

ajeg Bali yang sekarang mendapat momentum yang sangat tepat. Tokoh yang

dimaksud adalah I Gusti Ketut Kaler, seorang tokoh yang pada masa hidupnya

didorong oleh rasa cinta kebudayaan, khususnya adat dan agama Hindu, sangat

berjasa dalam memperkuat akar-akar budaya.Fondasi budaya Bali ketika itu belum

ajeg, belum mengakar, karena Indonesia khususnya Bali baru menyelesaikan

revolusi fisik yang berakhir setelah tahun 1950 an.

Orang arif berkata bahwa kita belajar dari sejarah dan belajar dari

pengalaman, karena pengalaman itu adalah guru kehidupan.Menulis biografi

seorang tokoh karena tokoh tersebut menarik dan mempunyai suatu atau pelbagai

perbuatan yang patut diketengahkan. Peran I Gusti Ketut Kaler, baik sebagai

cendikiawan maupun pemikir dengan gagasan-gagasannya yang cemerlang tentang

budaya dan adat, sehingga menarik untuk ditulis. Dalam kenyataannya peran

seseorang dalam suatu jaman tampak dalam proses sejarah. Bahkan tidak jarang

sangat menentukan perkembangan yang terjadi dalam suatu jaman. Oleh karena itu

tidak mengherankan seorang pemikir Barat – Carlyle berpendapat bahwa : sejarah

dunia merupakan serangkaian riwayat hidup orang-orang besar. Pandangan tersebut

tentu sangat bersifat determinisme dan dengan sendirinya mengandung kebenaran.

Munculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat tidak bisa

dipisahkan dengan situasi di masyarakat pada jamannya.Kemunculan seorang I

Gusti Kaler telah dikenal luas, baik dalam lingkungan masyarakat umum di Bali,

maupun di kalangan birokrasi pada waktu itu, dimana sanga tokoh aktif mengabdi

pada jawatan agama propinsi Bali. Di kalangan tokoh agama, adat, dan budaya

Page 4: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

4  

tokoh ini dikenal berjuang untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan : mau

dibawa kemana adat, budaya dan agama.

1.2 Rumusan Masalah

Biografi yang ideal menurut Kuntowijoyo (2003), hendaknya mampu

mengangkat aspek kejiwaan seorang tokoh. Dengan kata lain bukan menekankan

“makna subyektif”, seperti tokoh menafsirkan sendiri suatu kejadian. Biografi yang

beraspek sejarah kejiwaan harusnya mengangkat soal-soal “dibawah sadar” yang

merupakan penjelasan dari luar yang dipikirkan oleh sejarawan, bukan oleh

tokoh.Untuk menulis biografi model ini yang harus mendapat perhatian adalah

penjelasan pembentukan pribadi, interaksi dengan lingkungan dan perkembangaan

kejiwaan (Kuntowijoyo, 2003). Berdasarkan latar belakang kondisi yang telah

digambarkan diatas, dapat diajukan beberapa permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana kehidupan I Gusti Ketut Kaler pada waktu kecil

b. Pengaruh lingkungna sosial budaya yang mana yang membentuk atau

mempengaruhi pikirannya.

c. Bagaimana pendidikannya dan pengaruh guru-gurunya

d. Bagaimana konsep pemikirannya dalam pengembangan budaya, adat, dan

agama.

e. Demikian pula mau dibawa kemana adat, budaya, dan agama Hindu.

1.3 Kerangka Pemikiran

Biografi I Gusti Ketut Kaler merupakan biografi sejarah intelektual

meminjam konsep Kuntowijoyo (2003).Penulisan sejarah intelektual berangkat dari

suatu pemahaman bahwa semua perbuatan manusia selalu dipengaruhi oleh pikiran,

karena dalam kesehariannya mereka berdampingan dengan ide. Hal ini dapat dilihat

dari ide atau pemikiran-pemikiran yang menyertai perjuangan dalam

memasyarakatkan adat dan budaya Bali terutama dalam bukunya : Butir-butir

tercecer tentang adat Bali. Menurut Nyoman Wijaya (2012 : 9-10). Biografi

intelektual seorang tokoh harus melacak pemikiran dalam tiga hal yaitu :

pemikiran-pemikiran tokoh yang berpengaruh pada kejadian sejarah : konteks

Page 5: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

5  

sejarah tempat pemikiran tokoh tersebut muncul, tumbuh dan berkembang (sejarah

di permukaan) dan pengaruh pemikirannya pada masyarakat.

Pemikiran pertama yang berpengaruh, pada kejadian sejarah mengarah pada

genesis pemikiran I Gusti Ketut Kaler, yang tentu mendapat pengaruh dari

pemikiran-pemikiran sebelumnya. Demikian juga konsistensi pemikirannya.

Evaluasi pemikirannya dengan melihat tahapan-tahapan pemikiran, perubahan,

varian pemikirannya.Hal ini mengacu seperti yang dikatakan Wijaya kita lihat pada

teks-teks yang ada.

Pemikiran kedua atau pendekatan dengan melihat pada konteks sejarah,

konteks budaya.Apakah pemikiran I Gusti Ketut Kaler dilator belakangi oleh

peristiwa sejarah, baik peristiwa yang besar maupun peristiwa yang kecil namun

cukup berpengaruh.Apakah pemikiran mempunyai latar belakang politik, budaya

atau budaya seperti gelombang triwangsa.Selanjutnya menurut Nyoman Wijaya,

menyasar pada hubungan antara pemikiran dengan masyarakat.

Dalam penulisan biografi, tidak cukup hanya proses menerangkan, tetapi

juga mengerti sang tokoh. Menerangkan adalah proses menjelaskan dari luar

sebagai proses sebab akibat di luar kesadarannya. Mengerti sang tokoh merupakan

“proses dari dalam” berdasarkan “makna subyektif”, sebagaimana ia menafsirkan

hidupnya. Jadi penulisan biografi bukan hanya berusaha memaknai, tetapi juga

mendalami kepribadiannya seperti yang dikatakan oleh Sartono Kartodirdjo (1992).

1.4 Tujuan Kegiatan

Didasari atas permasalahan diatas, tujuan umum penelitian adalah untuk

mengkaji pemikiran I Gusti Ketut Kaler dalam bidang adat, budaya, dan agama.

Dalam hal ini akan dilihat adanya kesinambungan pemikiran beliau dalam kerangka

: teks, konteks dan pengaruh pemikirannya pada masyarakat. Tujuan khusus yang

hendak dicapai dalam penulisan biografi adalah ingin mengungkapkan secara

indept tentang biografi I Gusti Ketut Kaler sebagai tokoh pemikir dalam bidang

adat, budaya, dan agama, terutama akan lebih berpusat pada hal-hal sebagai berikut

a. Melestarikan pemikiran I Gusti Ketut Kaler terutama dalam bidang adat,

budaya, dan agama.

b. Kemudian mengembangkan pemikirannya dalam konteks kekinian untuk

mengembangkan budaya, adat, dan agama kedepan.

Page 6: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

6  

c. Kisah hidup dan perjuangan sang tokoh akan berguna bagi generasi penerus

dan masyarakat ilmiah di Bali.

d. Akhirnya melalui penulisan biografi akan dapat melengkapi kesejarahan

dalam konteks masyarakat Bali.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

7  

Untuk menyelesaikan jenis penulisan sejarah yang berupa autobiografi dan

biografi dalam arti yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti aspek-

aspek ekonomi, budaya, dan politik digunakan teori yang dikembangkan oleh

Sartono Kartodirdjo yang berjudul Pemikiran dan Perkembangan Historiografi

Indonesia : Suatu Alternatif. Jakarta : Gramedia, 1982. Teori ini sangat relevan

dengan fenomena biografi komprehensif yang akan dikerjakan.

Pendekatan biografi juga dianjurkan oleh Taufik Abdullah. Penulis biografi

dapat mempersoalkan seberapa jauh ia dapat mengetahui sepenuhnya kehidupan

seseorang yang paling fundamental, bagaimana penulis biografi mengungkap dan

mengerti pergumulan aktor sejarah dengan lingkungan yang mengintari. Masalah

ini akan menjadi lebih sulit bagi penulis biografi yang harus berhadapan dengan

tokoh “besar”. Makin dianggap “besar” seorang tokoh, makin sulit pula untuk

mengetahui tokoh tersebut. (Taufik Abdullah, Manusia dalam Kemelut Sejarah.

Jakarta :LP3ES, hlm. 1-19.).

Pendekatan psikologi yang oleh Dilthey dikenal dengan pendekatan

verstehen juga digunakan. Dengan metode verstehen, peneliti berusaha

menempatkan diri pada subjek yang diteliti seakan-akan peneliti terlibat dalam

proses kejiwaan yang dialami aktor sejarah, dan sekaligus berada di luarnya.

Dengan mempertemukan dimensi luar (mengetahui) dan dimensi dalam

(“menghayati”).Verstehen adalah kemampuan untuk memasuki alam pikiran actor

sejarah pada kelampauan. Lihat Sartono Kartodirdjo dengan judul tulisan “Max

Weber dan Dilthey” dalam Lembaran Sedjarah No. 6 : UGM, 1970 ; R.F. Beerling

dalam Filsafat Dewasa Ini I (Djakarta : Balai Pustaka, 1950); dan Taufik Abdullah

dalam Sejarah Lokal di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,

1978.

Di samping hal diatas, kerangka konseptual juga diambil dari buku-buku

terbitan Investarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan yang sudah mengerjakan biografi tokoh-tokoh nasional dan tokoh-

tokoh lokal.

BAB III

METODE PENELITIAN

Page 8: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

8  

Untuk menunjang analisis dipergunakan metode sejarah, baik dalam

pengumpulan sumber (data) maupun dalam analisis. Dengan studi komprehensif,

dengan metode autobiografi yang diedisikan akan dapat diketahui lingkungan

sosial-budaya seorang actor sejarah, jiwa zamannya (zeitgeist-nya). Misalnya,

bagaimana figure seorang aktor sejarah mengenai perkembangan segi

intelektualnya, bagaimana waktu kecilnya, pengaruh lingkungan sosial-kultural,

pengaruh pendidikan gurunya, konsep pemikirannya, dan sebagainya.Dalam hal ini,

pendekatan antropologi dan sosiologi mengenai pengaruh lingkungan sangat

membantu sebagai kerangka konseptual.

Seseorang yang berjasa atau seorang pahlawan pada hakikatnya adalah

manusia biasa.Ia tidak lepas dari lingkungan dan zaman di mana ia dilahirkan,

hidup, dan mengembangkan segala aktivitasnya. Untuk itu, untuk mendapat

gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh tersebut, perlu kita coba menghayati

dan memahami manusia dan masyarakat tempat hidupnya.Untuk itu, untuk

mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh tersebut, perlu kita coba

menghayati dan memahami manusia masyarakat tempat hidupnya.Untuk itu, untuk

mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang tokoh tersebut perlu kita coba

menghayati dan memahami manusia dan tempat hidupnya. Untuk itu, konsep-

konsep psikologi dengan pendekatan verstehen akan sangat membantu. Dari segi

kejiwaan, mengapa seorang aktor sejarah mempunyai ide atau pemikiran seperti itu

akan sangat membantu analisis.

Penelitian ini juga menerapkan apa yang disebut dengan life history, dalam

hal ini ingin mengetahui kehidupan seorang tokoh I Gusti Ketut Kaler. Data yang

diperoleh akan dilengkapi dengan data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis.

Gagasan dan pemikiran luhur serta berbobot akan diperoleh untuk mengetahui

mengapa perlu didirikan universitas di Bali, dan menuju kemana Universitas

Udayana dalam menghadapi tantangan masa depan.

BAB IV

Page 9: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

9  

I GUSTI KETUT KALER DAN PENGABDIANNYA

4.1 Masa Kecil I Gusti Ketut Kaler

I Gusti Ketut Kaler adalah seorang budayawan, pemerhati masalah adat istiadat

Bali sekaligus dikenal sebagai tokoh politik PNI (Partai Nasional Indonesia) pada

jamannya.I Gusti Ketut Kaler dikenal juga sebagai seorang pejuang pada masa revolusi

fisik tahun 1945 sampai dengan 1950. Ia lahir di Banjar Tengah, Desa Blahkiuh,

Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, pada tanggal 1 Agustus 1923 dari

pasangan I Gusti Ketut Gendjor dan I Gusti Ayu Made Onggar. Berdasarkan kalender

Bali, kelahiran I Gusti Ketut Kaler jatuh pada hari Rabu (Budha) Wage dengan wuku

langkir.Berdasarkan kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Bali, orang yang

lahir, pada masa itu dipercayai mempunyai watak satria wibawa, berlaku ramah dalam

pergaulan dan memiliki watak yang keras. Kaler adalah putra kelima dan anak laki-laki

satu-satunya dari enam bersaudara yaitu : I Gusti Ayu Putu Raka, I Gusti Ayu Made

Ngurah, I Gusti Ayu Nyoman Rai, I Gusti Ayu Nyoman Muklik, I Gusti Ketut Kaler,,

dan I Gusti Ayu Cemeng.

Apabila dilihat dari silsilah keluarga, I Gusti Ketut Kaler adalah keturunan

Arya Kepakisan yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Nama Kaler sendiri mulai

digunakan pada masa Dalem Sagening, Raja Klungkung.Salah satu dari Patih Raja

Klungkung adalah I Gusti Kaler Pranama, yang menurut cerita Puri yang didiaminya

terletak di sebelah Utara (Ler) dari kerajaan.Kemudian berlanjut pada masa Kerajaan

Mengwi dimana keturunan I Gusti Ketut Kaler Pranama di kerajaan ini juga menempati

Puri yang berada di sebelah Utara dari kerajaan.

Dari gambaran mengenai silsilah I Gusti Ketut Kaler dapat disimpulkan bahwa

Kaler berasal dari keluarga bangsawan sebagai keturunan Ksatria.Keturunan atau

Page 10: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

10  

golongan Ksatria pada masyarakat Bali mempunyai kedudukan yang cukup tinggi pada

masyarakat.Mengenai tingkatan atau status pada masyarakat yang di Bali dikenal

sebagai sistem kasta sebenarnya sudah ada sejak jaman sebelum Kerajaan

Majapahit.Akan tetapi ada perbedaan yang menyolok dalam pengkastaan seseorang

antara jaman sebelum Majapahit dan sesudahnya.

Sistem kekerabatan yang berlaku di masyarakat Bali adalah sistem

paternalistik, yakni sistem kekerabatan yang dilihat dari sistem keturunan

Ayah.Berlakunya sistem ini dapat dilihat dari sistem hak waris, dan penerus keturunan

hanya pada anak laki-laki.Apabila terjadi perkawinan yang eksogami (campuran),

wanita dari kasta yang lebih tinggi kawin dengan laki-laki dari kasta yang lebih rendah

maka kasta dari pihak istri disesuaikan dengan kasta pihak suami.Namun apabila istri

memiliki kasta yang lebih rendah dibandingkan suaminya maka haknya disesuaikan

dengan kasta suaminya.

Desa Blahkiuh tempat Kaler dilahirkan dan disebarkan adalah sebuah desa

yang berhawa sejuk dan bertanah subur yang cocok untuk tanaman perkebunan seperti

cengkeh, kopi, coklat, vanili, dan areal persawahan. Wilayah Desa Blahkiuh di sebelah

Utara dibatasi oleh Desa Sangeh, batas sebelah Timur Desa Bongkasa, batas sebelah

Selatan Desa Abiansemal, dan batas sebelah Barat Sungai Ayunan.

Orang Tua I Gusti Ketut Kaler adalah seorang petani yang mempunyai lahan

yang cukup luas.Selain sebagai petani ayahnya adalah Kelian Desa Blahkiuh yang

cukup disegani masyarakat. Sejak kecil Kaler dikenal sebagai anak yang selalu ingin

tahu, setiap ada pertemuan-pertemuan adat baik itu di rumah orang tuanya maupun di

wantilan desa ia selalu ingin tahu apa yang dibicarakan pada pertemuan tersebut.

Kaler dikenal sebagai remaja yang energik, senang berolah raga seperti olah

raga atletik dan sepak bola. Menurut I Gusti Putu Oka, salah seorang teman

Page 11: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

11  

sepermainannya dulu, ia dan Kaler selalu menempati posisi penyerang depan. Selain

sebagai pemain Kaler juga menjadi wasit dalam pertandingan sepak bola.Hobi lainnya

adalah memancing yang sangat digemarinya sejak kecil hingga tua. Kesenangan

memancing ini kadang kala digunakannya untuk mencari inspirasi untuk menulis,

kesenangan ini sudah mulai dilakukan semenjak ia lulus Sekolah Dasar.

Dalam menulis ia sering menggunakan nama samara “Arya Utara Wungsu”

yang mempunyai arti : Arya berarti dari golongan Ksatria, Utara sama artinya dengan

Kaler, dan Wungsu mempunyai arti bungsu.

4.2 Pendidikan

Pada usia delapan tahun tepatnya tahun 1931, I Gusti Ketut Kaler mulai

mengecap pendidikan formal di Sekolah Desa, walaupun sebelumnya ayahnya telah

berusaha untuk memasukkannya ke HIS (Holland Inlandshe School) di Denpasar.

Sebagai anak seorang Kelian Desa tidak memungkinkannya untuk masuk ke sekolah

tersebut.

Setelah lulus dari Sekolah Desa tahun 1934, ia melanjutkan ke Vervolg School

dan tamat pada tahun 1939. Pelajaran yang diajarkan di Vervolg School diantaranya

bahasa Melayu, menulis latin, bahasa Bali dan berhitung. Berbarengan dengan

pendidikannya di sekolah formal, kaler juga mengenyam pendidikan non formal, yakni

belajar mengenai kebudayaan dan masalah adat istiadat pada masyarakat Bali.Ia belajar

ilmu tersebut kepada I Gusti Agung Putu Mayun, seorang Punggawa di Abiansemal.

Selain Kaler, yang belajar kepada I Gusti Agung Putu Mayun pada saat itu

adalah I Gusti Putu Oka dan Ida Bagus Mayun yang keduanya adalah teman

sepermainan. I Gusti Agung Putu Mayun mengajarkan kepada mereka mengenai

kebudayaan dan adat istiadat Bali yang bersumber dari lontar-lontar.Pelajaran pertama

Page 12: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

12  

dimulai dengan bagaimana membaca lontar yang kemudian dilanjutkan mengenai

pemahaman mengenai isi lontar tersebut. Proses belajar mengajar ini dilaksanakan di

sebuah padepokan yang dikenal dengan Padepokan Dukuh.

I Gusti Agung Putu Mayun dikenal sebagai seorang guru yang berdisiplin

tinggi, murid-muridnya diharuskan datang tepat waktu dan tidak bolah lalai dengan

tugas yang ia berikan. Lontar-lontar yang dipelajari antara lain, lontar Bharata Yudha

dan lontar Sutasoma.

Diantara ketiga murid tersebut, Kaler merupakan murid yang paling tertarik

mengenai apa yang diajarkan oleh gurunya. Ketertarikannya mengenai masalah-masalah

budaya dan adat istiadat Bali dapat dilihat dari keingintahuannya yang besar mengenai

hal tersebut.Iaselalu membaca buku-buku yang memberikan informasi mengenai

budaya dan adat.

Dari gambaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perhatian I Gusti

Ketut Kaler terhadap masalah-masalah kebudayaan dan adat istiadat Bali sudah tumbuh

sejak ia mulai mengenyam pendidikan formal maupun informal.

Tahun 1936 setelah ia tamat dari Vervolg School, Kaler bekerja sebagai juru

tulis di Desa Abiansemal sampai dengan tahun 1939. Setelah selama tiga tahun bekerja

sebagai juru tulis, ia mengikuti Kursus Guru Desa yang pada waktu itu bernama Cursus

Voor Volksondenr Wijzer. Kursus ini ditempuhnya selama dua tahun, tahun 1941 ia

mulai mengajar di Sekola Desa di Intaran. Kemudian pada tahun 1942 ia dipindahkan

ke Sekolah Desa Blahkiuh dan pada tahun 1943 ia dipindahkan kembali ke Sekolah

Desa Mengwitani. Mengenai bagaimana I Gusti Ketut Kaler mengajar, salah seorang

mantan muridnya di Sekolah Desa Blahkiuh menceritakan pengalamannya. I Gusti

Ketut Kaler adalah seorang guru yang berdisiplin tinggi, sebelum pelajaran dimulai, ia

sudah berada di dalam kelas, dan selalu memeriksa tugas-tugas yang Ia berikan. Bahkan

Page 13: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

13  

menurut mantan muridnya yang lain I Made Chandra, perhatian I Gusti Ketut Kaler

terhadap murid-muridnya tidak saja pada lingkungan sekolah melainkan juga ketika

diluar jam sekolah. Apabila ia melihat muridnya bermain diluar jam belajar ia akan

menegurnya.

Tahun 1944 ia mendapat tugas belajar pada kursus Rinzi Zakyu Yesusyo yaitu

kursus yang diselenggarakan pemerintah Jepang untu persamaan Sekolah Guru Belanda

(SGB). Setelah lulus dari kursus ini pada tahun 1945, I Gusti Ketut Kaler diangkat

menjadi guru Sihang Gakko di Singaraja.

4.3 Masa Berumah Tangga

Perkawinan adalah suatu hal yang wajar dan penting.Ajaran agama

menganjurkan adanya perkawinan sebagai sarana menciptakan generasi penerus. Pada

tanggal 10 Oktober 1943 di usia yang terbilang cukup untuk melangsungkan sebuah

perkawinan pada masa itu. Kaler mempersunting seorang gadis dari golongan kasta

biasa yang berasal dari desanya sendiri.Gadis tersebut bernama Ni Ketut Moning anak

seorang petani dari banjar Benah Kawan.Ni Ketut Moning pada masa itu dikenal

sebagai salah satu kembang desa yang menjadi rebutan pemuda desa Blahkiuh pada

masa itu.

Perkawinan tersebut sempat ditentang oleh orang tuanya yang mengharapkan

Kaler bisa mendapatkan gadis dengna derajat yang sama. Akan tetapi setelah Kaler

mendesak dan menunjukkan keinginannya yang besar untuk mempersunting gadis

pujaannya itu, membuat orang tuanya menyerah dan merestui perkawinan tersebut.

Perkawinan Kaler dengan Ni Ketut Moning menghasilkan Sembilan orang

putra putri yaitu : I Gusti Agung Ayu Sudartini, I Gusti Agung Ayu Sudarmi, I Gusti

Agung Ayu Sudarti, I Gusti Agung Sudarniti, I Gusti Agung Putu Sudarsana, I Gusti

Page 14: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

14  

Agung Made Sudarma, I Gusti Agung Ketut Sudaratmaja, I Gusti Agung Ayu

Sudarningsih, dan I Gusti Agung Ayu Sudarmiati.

Kaler sebagai seorang kepala rumah tangga berusaha untuk selalu menjalankan

tugas dan kewajibannya dengan baik. Sebagai seorang bapak ia berusaha dekat dengan

anak-anaknya, diajaknya mereka untuk selalu terbuka dan membicarakan masalah-

masalah yang mereka hadapi.

Profesi sebagai seorang guru pada masa itu adalah profesi yang cukup

terpandang di masyarakat.Kaler yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar menyadari

pentingnya pendidikan untuk putra putrinya. Kepada mereka, ia sebagai seorang bapak

menanamkan suatu pengertian bahwa pengalaman itu adalah guru yang terbaik, rasa

tanggungjawab pada diri sendiri, hidup sederhana seperti masyarakat umumnya,

berwatak jujur dan bersikap sopan pada siapapun.

I Gusti Ketut Kaler dimata anak-anaknya adalah figur yang mempunyaiwatak

yang keras dalam hal disiplin, ia selalu bertanggungjawab dalam setiap tugasnya. Watak

dan sikap seperti itulah yang masih diingat mengenai ayahnya. Watak dan sikap Kaler

yang keras dan disiplin ini tidak membuatnya menjadi kaku dan menciptakan jarak

antara ia dan keluarganya.

Keluarga ini dikenal sebagai keluarga yang sederhana dan harmonis.Hubungan

antara suami, istri dan anak-anak berjalan baik.Keluarga I Gusti Ketut Kaler yang

termasuk kedalam keluarga lingkungan puri tidak menjadikan keluarga ini menjadi

sombong, melainkan sebaliknya.Keluarga ini oleh lingkungannya dijadikan tempat

untuk bertanya dan belajar mengenai kehidupan.Anak-anak bermain dan belajar disini,

para orang tua belajar mengenai lontar dan membicarakan masalah-masalah adat dan

perkembangan desa mereka.

Page 15: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

15  

Satu hal lagi yang patut di teladani dari keluarga ini adalah tersedianya waktu

untuk berlibur bersama menikmati alam.Kaler yang mempunyai kesenangan

memancing ikan di sungai, seringkali mengajak keluarganya turut serta sekaligus untuk

bersantai dan menikmati makanan yang dibawa dari rumah.Di saat-saat seperti inilah

keakraban anggota keluarga terbina.

Perhatian dan rasa kasih sayang terhadap putra-putrinya tidak hanya

diperlihatkan sejak mereka masih anak-anak melainkan terus berlanjut pada saat mereka

remaja dan menikah.Ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi anak-anaknya.

Salah satu pendapatnya mengenai keluarga yang selalu diingat oleh orang-orang yang

pernah dekat dengannya, adalah bahwasannya rumah merupakan tempat yang tepat

untuk menerapkan ilmu yang didapat sepanjang ilmu tersebut dapat menciptakan

kebaikan bagi keluarga tersebut.Keberhasilan pemimpin keluarga adalah tercermin dari

keharmonisan keluarga tersebut.

4.4 Masa Tua

I Gusti Ketut Kaler memasuki masa pensiun pada tanggal 1 September 1979,

dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bagian Urusan Bali pada Kantor Agama Daerah

Tingkat I Bali.

Ia dikenal sebagai pemerhati masalah kebudayan serta adat istiadat Bali tetap

eksis memberikan pandangan dan pemikirannya serta juga lontaran kritik terhadap

kebijakan pemerintah mengenai masalah tersebut di atas. Kritik-kritik dan

pandangannya mengenai kebijaksanaan pemerintah dapat dilihat dari tulisan-tulisannya

di surat kabar seperti harian Bali Post. Usahanya untuk melestarikan budaya dan adat

istiadat Bali diwujudkannya dengan tulisannya yang dimulai pada tahun 1979 di harian

Bali Post dengan judul “Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali”.

Page 16: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

16  

Kaler berharap dengan adanya tulisan ini umat Hindu dapat lebih memahami

mengenai adat dan budayanya.Pentingnya umat Hindu di Bali memahami budaya dan

adat istiadat adalah dikarenakan hubungan Agama Hindu di Bali dengan budaya

berkaitan erat dan sejalan. Butir-butir tercecer tentang adat Bali akan sangat berguna

untuk melestarikan adat kehidupan umat beragama Hindu khususnya umat Hindu di

Bali.

Kegiatan I Gusti Ketut Kaler di masa tuanya selain menulis adalah,

memberikan pembekalan khusus berupa materi persiapan mahasiswa kedokteran yang

akan terjun ke masyarakat. Pembekalan tersebut diberikan dengan tujuan untuk

mempersiapkan mental dokter muda dalam menghadapi masyarakat yang

beragam.Dipercayanya Kaler untuk memberikan materi pembekalan tersebut, dengan

pertimbangan bahwa I Gusti Ketut Kaler merupakan orang yang tepat dan mengerti

benar permasalahan kemasyarakatan.

Memasuki tahun 1990-an, keaktifannya di luar rumah mulai berkurang.Hal itu

berkaitan dengan kondisi kesehatan fisiknya yang mulai menurun. Penyakit paru-

parunya mulai kambuh kembali, akan tetapi hal itu tidak menyurutkan minatnya untuk

terus menulis dan memposisikan dirinya sebagai orang yang terus konsisten terhadap

budaya dan adat istiadat Bali yang harus terus dipertahankan. Berdasarkan keterangan

dokter paru-paru yang merawatnya, kambuhnya penyakit paru-paru I Gusti Ketut KAler

adalah berkaitan dengan kebiasaan merokok yang tidak bisa ditinggalkannya.Selain itu

kebiasaannya begadang hingga larut malam tanpa mengindahkan kesehatan fisiknya.

I Gusti Ketut Kaler terus menuangkan ide-ide pemikirannya yang diketik

dengan mesin tik tuanya.Terkadang pada saat-saat tertentu Kaler mengundang para

wartawan untuk mendengarkan pandangan-pandangannya mengenai budaya dan adat

istiadat maupun kritik terhadap kebijaksanaan pemerintah. Sampai pada akhirnya, Ia

Page 17: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

17  

tidak bisa lagi untuk mengetik sendiri naskahnya dan oleh pihak keluarganya

didatangkan asisten untuk mengetik. Salah seorang teman I Gusti Ketut Kaler yang

berprofesi wartawan yang sering diundangnya berdiskusi adalah I Gusti Ngurah

Supartha.Ia sering diajak mendiskusikan masalah-masalah yang sedang menghangat

terutama sekali masalah kebudayaan. Menurutnya Kaler adalah orang yang keras dan

konsisten dalam mempertahankan pendapatnya, misalnya pada tahun 1980-an muncul

kasus penggunaan kata-kata yang bersifat religi untuk kegunaan bidang komersial. Ia

beraksi dengan mengirimi surat kepada gubernur untuk memperhatikan hal tersebut.

Kemudian memasuki tahun 1995, penyakit yang dideritanya semakin parah dan

harus segera dibawa ke Rumah Sakit Umum Sanglah.Setelah mendapatkan pemeriksaan

dan pengobatan dalam beberapa hari, kesehatannya tidak menunjukkan tanda-tanda

kesembuhan.Pada akhirnya pada tanggal 28 Desember 1995, I Gusti Ketut Kaler

menghembuskan nafas yang terakhir akibat penyakit paru-paru yang dideritanya.

BAB V

MASA PENGABDIAN I GUSTI KETUT KALER

Page 18: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

18  

5.1 Sebagai Pendidik

Perlu diingatkan kembali bahwa dalam medan informal tidak selalu ada guru

formal, berbeda dengan medan formal, dan non formal, misalnya apabila pengajaran

dilakukan secara perorangan yang mungkin juga mengambil tempat di rumah pribadi

seperti esring dilakukan oleh I Gusti Ketut Kaler. Pengajaran semacam itu, apabila

dilihat dari fungsi dan peranan guru di atas, berlangsung dalam situasi seperti itu terjadi

proses belajar dan mengajar secara resmi. Karena itu kedudukan guru dalam hal ini

digolongkan sebagai guru formal. Harus dibedakan dari kedudukan guru non formal dan

informal lainnya, dimana proses belajar mengajar antar guru dan murid tidak terjadi

dalam situasi resmi seperti itu.

Dengan mengikuti pembatasan guru atas tiga pengertian di atas kiranya akan

lebih memudahkan dalam memahami peranan I Gusti Ketut Kaler dalam profesinya

sebagai guru atau pendidik. Tahun 1941, I Gusti Ketut Kaler lulus dari Kursus Guru

Desa yang waktu itu bernama Inlandsch Volkonsderwijzer. Karir mengajarnya yang

pertama setelah tamat dari kursus Guru Sekolah Desa adalah di sekolah desa.Kemudian

pada tahun 1942, I Gusti Ketut Kaler dipindahtugaskan mengajar di Sekolah Desa

Blahkiuh di kampung halamannya.

Tahun 1942, Jepang masuk ke Indonesia termasuk juga daerah Bali.Dengan

bergantinya penjajah di wilayah Indonesia dengan sendirinya merubah sistem yang telah

ada sebelumnya.Perubahan tersebut juga terjadi dalam sistem pendidikan. Guru-guru

yang berasal dari pendidikan diberhentikan atau ditugaskan untuk mengikuti persamaan

pendidkan guru model Jepang. Sekolah tersebut bernama Rinsi Zyokyu Yoseizyo.

Sebagai seorang guru desa pada saat itu, Kaler mendapat kesempatan untuk

mengikuti Sekolah Persamaan Guru tersebut. Mulai Maret 1944 sampai dengan Maret

Page 19: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

19  

1945, ia mengikuti Rinsi Zyokyu Yoseizyo (Sekolah Pendidikan Guru) di Singaraja.

Setelah tamat dari Sekolah Pendidikan Guru tersebut, ia diangkat menjadi guru

Sihanggakko di Singaraja. Sekolah Shihanggakko ini adalah Sekolah Guru B. selain

mendapat tugas mengajar di Sekolah Guru B ia juga ditugaskan di Djosi Sihanggakko

(Sekolah Guru A) di Singaraja.

Pada dasarnya tujuan dari penerapan sistem pendidikan Jepang di wilayah

jajahannya Asia Timur Raya adalah untuk menanamkan semangat Hiokko Itiu yaitu

menanamkan arti perang Asia Timur Raya dan kemenangan di pihak Nippon. Oleh

karena itu dalam sistem pendidikan Jepang disamping belajar ilmu pengetahuan juga

diajarkan latihan baris berbaris dan latihan perang, mengerjakan kerajinan tangan

seperti memintal benang, merajut peralatan dari sabut kelapa dan sebagainya.

Suatu hal yang dianggap penting pada waktu itu adalah para pelajar diwajibkan

ikut menanam kapas dan pohon jarak seperti juga yang dikerjakan oleh masyarakat

banyak, dengan tujuan untuk membantu kepentingan perang.

5.2 Sebagai Pejuang

Pengabdian I Gusti Ketut Kaler pada bangsanya tidak saja terbatas dalam

bidang pendidikan melainkan juga ia turut serta dalam usaha mengusir penjajah.

Keterlibatannya terutama sekali saat terjadinya revolusi fisik di Bali tahun 1945-

1950.Keterlibatan Kaler dalam perlawanan terhadap penjajahan dapat dilihat dari

keaktifannya dalam Organisasi Kepemudaan yang mempunyai visi perlawanan terhadap

bangsa penjajah seperti Belanda dan Jepang.

Tanggal 19 Pebruari 1942, Jepang mendarat di Pulau Bali dengan perlawanan

yang tidak berarti dari tentara Hindia Belanda yang sudah berkuasa sebelumnya di

Pulau Bali. Pada awalnya kedatangan tentara Jepang di Pulau Bali membuat rakyat

Page 20: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

20  

ketakutan, karena umumnya tentara Jepang yang pertama kali mendarat di pulau Bali

berwajah seram, bengis dan kasar. Kemudian setelah tiga bulan mereka berada di Bali,

yaitu pada bulan Mei 1942, balatentara Jepang yang pertama kali mendarat di Bali

digantikan oleh Angkatan Laut Jepang. Serdadu-serdadu Angkatan Laut Jepang ini

mulai mendekati penduduk dengan cara beramah tamah.

Tidak lama kemudian, Angkatan Laut Jepang dengan resmi mulai menjalankan

pemerintahan sipil dengan pegawai-pegawainya didatangkan langsung dari negeri

Matahari Terbit.Pemerintahan sipil ini disebut Pemerintahan Minseibu, yang dikepalai

oleh Cokang yang berkedudukan di Singaraja. Untuk mendapatkan simpati dari rakyat

Indonesia pada umumnya dan rakyat Bali pada khususnya, pemerintah Pendudukan

Balatentara Jepang Raya mengatakan bahwa kedatangan mereka ini tiada lain adalah

untuk kepentingan Bangsa Asia yang terjajah.

Pada saat itu Jepang sedang menghadapi negara Serikat seperti : Amerika,

Inggris, dan Australia. Jepang berusaha mempropoganda masyarakat Indonesia pada

umumnya dan masyarakat Bali khususnya, bahwa perang tersebut merupakan perang

antara negara-negara Serikat dengan negara Asia yang termasuk di dalamnya negara

Indonesia.

Pemuda-pemuda Indonesia banyak yang direkrut untuk menjadi Tentara

Pembela Tanah Air (PETA) demi kepentingan perang tersebut.Demikian berhasilnya

propaganda yang dilancarkan oleh Jepang dengan lembaga khususnya Sendenbu-

Sendeka dan Naimobu, sehingga rakyat Indonesia tidak merasa jika tenaga dan hartanya

dikuras untuk kepentingan perang Jepang.

Kian hari permintaan penjajah Jepang kian bertambah seiring membengkaknya

keperluan perang.Sebagian besar hasil pertanian diambil untuk keperluan perang.

Pemerintah Jepang membentuk Barisan Pekerja Sukarela Bali (BPSB) yang nantinya

Page 21: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

21  

akan dikirim ke Sulawesi dan Kalimantan sebagai pelopor pembukaan lahan pertanian.

Akibat dari rongrongan ini lambat laun rakyat Indonesia tidak terkecuali rakyat Bali

menderita kemiskinan dan kelaparan yang hebat. Banyak rakyat yang mati, seperti

halnya Barisan Pekerja Sukarela Bali yang dikirim ke Kalimantan dan Sulawesi akibat

miskinnya pengetahuan akan wilayah yang baru dan persediaan makanan yang menipis.

Peperangan yang menimbulkan kemiskinan dan penderitaan ini menyadarkan

para pemuda untuk memberontak melawan penindasan.Mereka membentuk gerakan

bawah tanah yang dipimpin oleh Made Widjakusuma, I Gusti Ngurah Rai, Nyoman

Mantik, dan kawan-kawannya.Gerakan bawah tanah ini berusaha menjalin hubungan

dengan pemuda-pemuda di Jawa.

Pada saat itu I Gusti Ketut Kaler sudah mulai mengajar di Sekolah

Sihanggakko Sug sebagai guru Bahasa Indonesia.Ia sebagai pemuda merasa tergerak

untuk ikut gerakan tersebut. Sebagai seorang guru yang mengerti Bahasa Jepang, Kaler

bertugas untuk mengartikan dokumen-dokumen berbahasa Jepang ke dalam Bahasa

Indonesia. Selain itu, ia dan para pemuda lainnya bertugas untuk mempropagandakan

mengenai kebebasan dan persiapan untuk melawan penindasan Jepang. Sebagai seorang

guru Kaler tidak mendapatkan kesulitan yang berarti untuk menjelaskan kepada murid-

muridnya mengenai perlawanan-perlawanan para pemuda terhadap penjajah Jepang

untuk meraih kemerdekaan.Di Pulau Jawa dan pulau lainnya, semangat untuk merdeka

dengan melawan balatentara Jepang terus dikobarkan.

Persiapan-persiapan dan pembagian tugas sudah terencana dengan baik.Kontak

hubungan dengan pemuda Pergerakan di Pulau Jawa sudah terjalin. Melalui siaran radio

Jepang di Tokyo yang diterima para pemuda Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1945,

Bangsa Indonesia mengetahui kekalahan Jepang terhadap negara Sekutu. Kemudian

pada tanggal 17 Agutus 1945 Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno-Hatta.

Page 22: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

22  

Berita mengenai Proklamasi Kemerdekaan tersebut sesungguhnya sudah

langsung di dengar oleh pemuda-pemuda di Bali tidak lama setelah

pembacaannya.Akan tetapi tentara Jepang baru mengumumkannya pada tanggal 21

Agustus 1945.Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sekolah-sekolah

bentukan Jepang terlantar begitu saja.Namun keadaan ini tidak berlangsung lama, pada

tanggal 23 Agustus 1945 Mr. I Gusti Ketut Pudja tiba dari Jakarta.Ia memberitahukan

bahwa dirinya telah diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Sunda Kecil.

Akan tetapi masyarakat masih berada dalam kebingungan bahwa dikabarkan

Pemerintah Republik Indonesia telah terbentuk namun kenyataannya tentara

pendudukan Jepang masih berkuasa.Mengenai masalah pendidikan, Gubernur Sunda

Kecil berinisiatif untuk mengaktifkan kembali sekolah-sekolah yang dulu telah

ada.Guru-guru pada masa penjajahan Belanda dan Jepang dikumpulkan dan diberi tugas

untuk mengajar kembali.I Gusti Ketut Kaler yang dianggap sebagai orang yang

mengerti mengenai pengajaran mendapat tugas sebagai Kepala Sekolah di Sekolah

Rakyat Kesiman.Ia memutuskan untuk tidak membatasi mereka yang berkeinginan

untuk sekolah.

Tidak lama setelah ia dipindahtugaskan ke Kesiman Denpasar, pada tanggal 30

September 1945, lahirlah organisasi pemuda yang bersifat sentral dengan nama pemuda

Republik Indonesia (PRI). Dengan lahirnya PRI di Denpasar dan PESINDO di

Singaraja, semakin tegaslah kehendak pemuda-pemuda revolusioner yang tergabung di

dalamnya.Kedua organisasi pemuda ini mempunyai tujuan dan hasrat tegas terhadap

Indonesia Merdeka.

Sebagai seorang pemuda yang peduli akan perjuangan demi kedaulatan

bangsanya I Gusti Ketut Kaler masuk menjadi anggota PRI dan langsung dipercaya

sebagai Ketua Ranting Kesiman. Dalam waktu singkat, cita-cita dan semangat pemuda-

Page 23: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

23  

pemuda revolusioner sudah dapat meluas ke daerah-daerah lainnya.Para pemuda ini

mendukung sepenuhnya pemerintah Republik Indonesia merdeka secara perlahan dan

pasti mereka mulai menyusun kekuatan guna melawan tentara Jepang.

Bentuk perlawanan mereka mula-mula ditunjukkan melalui tuntutan yang

diajukan secara tertulis.Tuntutan mereka berupa pengakuan bahwa Bangsa Indonesia

telah merdeka dan berhak untuk mengatur wilayahnya.Akan tetapi tuntutan secara

tertulis tidak dihiraukan oleh tentara Jepang.Karena usaha tersebut tidak berhasil,

pemerintah dan rakyat Bali pada khususnya berdemonsntrasi dan menyampaikan

ultimatum penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Indonesia.Pada akhirnya atas

desakan rakyat yang begitu besar, Jepang menyerahkan kekuasaannya kepada

pemerintah sipil Propinsi Sunda Kecil di bawah kekuasaan Pemerintah Republik

Indonesia.

Pada tanggal 18 Pebruari 1946, tentara Serikat mendarat di Benoa dengan

membawa tugas melucuti tentara Jepang dan memulihkan keamanan.Kemudian pada

tanggal 2 Maret 1946, Serdadu Gajah Merah yang merupakan satu kesatuan alat

pemerintah NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di bawah pimpinan F.H.

Ter Meulen mendarat di pantai sanur.Kedatangan pasukan Gajah Merah NICA yang

memboncengi tentara sekutu dengan tujuan untuk berkuasa kembali di wilayah

Republik Indonesia. Tanggal 11 Maret 1946, NICA melancarkan aksinya dengan

menangkap dan memenjarakan Gubernur Sunda Kecil Mr. Pudja, Ketua KNI (Komite

Nasional Indonesia) Manuaba, dan beberapa orang kepala jawatan pemerintah Republik

Indonesia.

Melihat situasi yang semakin tidak menentu pasca pendaratan tentara serikat

termasuk di dalamnya tentara NICA, Tentara Republik Indonesia (TRI) Sunda Kecil

yang dipimpin oleh Gusti Ngurah Rai merencanakan perfusion seluruh organisasi

Page 24: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

24  

perjuangan yang ada di Sunda Kecil. Pada tanggal4 April 1946 rencana tersebut

direalisasikan dengan pertemuan di desa Munduk Malang dengan pembentukan Dewan

Perjuangan Rakyat Indonesia (DPRI) Sunda Kecil yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah

Rai. Jadi jelas disini DPRI adalah penggabungan dari PRI dan PESINDO di satu pihak

dengan TRI dan resimen Sunda Kecil di lain pihak. Mereka dari PRI dan PESINDO,

sesuai dengan langkah perjuangan bersenjata, lalu dimobilisasikan ke dalam kesatuan

Tentara Resimen Sunda Kecil di bawah komando MBU (Markas Besar Umum).

I Gusti Ketut Kaler sebagai anggota PRI yang termasuk juga dalam Dewan

Perjuangan Republik Indonesia turut aktif menjalankan garis perjuanga yang

ditetapkan.Ia dan pemuda revolusioner lainnya bertugas menyadarkan masyarakat

pentingnya perjuangan, melatih para pemuda lainnya dalam Palang Merah, persiapan

persediaan bahan makanan dan pakaian serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan

perjuangan. Segera pula disusun kesatuan-kesatuan dalam regu dengan pembagian yang

rapi, juga direncanakan penyerbuan perang gerilya, baik yang berupa serangan

mendadak, cegatan di jalanan, serbuan pos-pos musuh maupun aksi-aksi lainnya dengan

cermat dan teliti.

Penyerangan pertama terhadap tentara NICA terjadi di desa Bebetin, Buleleng

pada tanggal 9 April 1946, kemudian disusul dengan pertempuran-pertempuran lainnya

di Denpasar, Penebel Tabanan, dan daerah lainnya.Puncaknya adalah pertempuran

terbesar pada tanggal 20 Nopember 1946 yang dikenal dengan peristiwa Puputan

Margarana. Peristiwa ini menewaskan para pemimpin-pemimpin kesatuan DPRI antara

lain : Kolonel Ngurah Rai, Major Wisnu, Major Debes, Major Sugianyar, Letnan

Dwinda dan lain-lain.

Selanjutnya militer Belanda melakukan penangkapan terhadap pemuda-

pemuda revolusioner lainnya termasuk I Gusti Ketut Kaler.Kaler ditangkap dan

Page 25: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

25  

dipenjarakan di Penjara Denpasar dari tahun 1946 sampai dengan tahun 1948. Selepas

dari penjara ia bergabung kembali dengan PDRI yang dipimpin oleh Ida Bagus Tantera

dan menjabat sebagai Komandan Awang-awang. PDRI dibawah pimpinan Tantera

bertekad untuk memperjuangkan Negara Republik Indonesia dalam bentuk kesatuan

dan berseru kepada seluruh rakyat agar tetap tenang dan waspada dari serangan musuh.

Pada tanggal 17 Januari 1948, terjadi perundingan antara Indonesia dan

Belanda yang disaksikan oleh Dewan Keamanan Bangsa-Bangsa (PBB) di atas sebuah

kapal yang bernama Renville yang kemudian dikenal dengan Persetujuan Renville.Pada

tanggal 14 Mei 1948, secara tidak diduga dan membuat kaget seluruh rakyat, Anggota

staf pimpinan MBU DPRI memutuskan untuk mengadakan penyerahan umum kepada

Dewan Raja-raja Bali.

Keputusan tersebut mereka laksanakan berdasarkan kesadaran untuk merubah

bentuk perjuangan kedalam bentuk perjuangan yang lebih nyata.Mereka sadar

kemerdekaan ini telah didapatkan, sekarang tinggalah bagaimana menyusun dan

membangun, agar kemerdekaan itu betul-betul sempurna dan kuat.

5.3 Sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Pertumbuhan dan perkembangan organisasi di Bali berkaitan erat dengan

perkembangan pendidikan di kalangan masyarakat Bali. Sebagai ciri tumbuhnya

kesadaran masyarakat akan kemajuan di bidang pendidikan, muncul gagasan dari

kalangan masyarakat terpelajar untuk mendirikan organisasi yang bercorak modern.

Pembukaan sekolah-sekolah modern sebagai imbas dari politik etis, lama-

kelamaan menjadi boomerang bagi pemerintah colonial karena sedikit demi sedikit para

pelajar mulai sadar tentang kehidupan sosia politik bangsanya yang masih terbelakang.

Kesadaran politik para pelajar di Bali pada awalnya adalah untuk meningkatkan harkat

Page 26: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

26  

dan harga diri masyarakat Bali, seperti dapat dilihat dengan berdirinya Perkumpulan

Setiti Bali di Singaraja pada tahun 1917.Hal ini sebagai reaksi atas pergerakan Sarekat

Islam yang dibawa oleh H.O.S Cokroaminoto di Bali.Perkumpulan ini berdiri sampai

tahun 1920, bergerak dalam bidang adat istiadat, agama, dan ekonomi.

Pada tahun 1920 di Denpasar berdiri Perguruan Taman Siswa yang dibawa

oleh I Putu Kaler dari Jawa, tetapi mengalami kemacetan.Pada tahun 1924, lahirlah

perkumpulan Shanti yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan dan kebudayaan

masyarakat Bali, namun perkumpulan ini tidak berlangsung lama karena timbul

pertentangan di kalangan anggota-anggotanya. Pertentangan yang tajam mengenai

masalah kasta yang menjadi sebab utama, sehingga pada tahun 1924 berdirilah Bali

Adnyana yang dipelopori oleh golongan Tri Wangsa seperti I Gusti Cakratanaya.

Golongan Jaba juga mendirikan perkumpulan sendiri yakni Suryakanta pada tanggal 1

Nopember 1925 yang dipelopori oleh I Ketut Sandi, Ketut Nasa, I Nengah Metra.

Perkumpulan Suryakanta ini dapat dikatakan sebagai cikal bakal organisasi yang

bersifat nasionalisme karena pemimpin-pemimpinnya adalah para pelajar yang lulus

dari Jawa dan dapat mengecap pergaulan yang luas dan bersifat nasional.

Pada tahun 1933 di Denpasar berdiri organisasi yang bersifat nasional dan

bergerak dalam bidang pendidikan yaitu Taman Siswa atas inisiatif Nyoman

Pegeg.Taman Siswa ini bertujuan membangun semangat nasionalisme di kalangan

masyarakat Bali dan lebih banyak bergerak dalam bidang pendidikan.Lewat pendidikan

ini mereka dapat mengikuti perkembangan situasi politik di Jawa.Pada pertengahan dasa

warsa tahun 30-an, di kalangan perempuan Bali mulai ada kesadaran berorganisasi,

meskipun masih bersifat elit dan terbatas di kalngan intern saja yaitu dengan berdirinya

Perkumpulan Peroekoenan Istri di Denpasar tahun 1934. Pada tanggal 14 Juli 1935 di

Page 27: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

27  

Denpasar berdiri Perkumpulan Eka Laksana yang anggota-anggotanya terdiri dari

pelajar-pelajar Bali dan Lombok, mengukuhkan tali persaudaraan anggota-anggotanya.

Pada akhir tahun 1935 berdiri satu perkumpulan profesi yaitu Persatoean

Goeroe-Goeroe Denpasar yang dipelopori oleh guru-guru H.I.S. seperti : I Nyoman

Merta dan I Gusti Putu Merta. Pada tanggal 26 Juli 1936 berdiri perkumpulan Bali

Dharma Laksana sebagai hasil fusi dari 2 buah organisasi yang bertujuan sama yaitu

memperluas Studie Fond, untuk memperluas pendidikan dan pengajaran di kalangan

rakyat Bali. Fusi ini dilakukan oleh Bali Studi Fond Singaraja dengan Eka Laksana

Denpasar. Perkumpulan ini adalah perkumpulan yang terbesar dan terluas selama masa

penjajahan Belanda dan mempunyai pengaruh yang cukup mendalam tidak hanya di

pulau Bali saja, tetapi juga pada masyarakat Bali di luar pulau seperti Yogyakarta,

Surabaya, ataupun Makasar. Untuk menerangkan dan menyebarkan ide-idenya, Bali

Dharma Laksana mempunyai majalah yang terbit setiap bulan sekali yang bernama

Djatajoe.Bali Dharma Laksana pada mulanya adalah perkumpulan yang bergerak dalam

bidang sosial, tetapi lama kelamaan mulai terpengaruh oleh unsur-unsur politik karena

banyak anggota-anggotanya yang terlibat dalam partai politik.

Kemerdekaan RI yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal

17 Agustus 1945 menyebabkan semangat Rakyat Indonesia semakin menggelora. Berita

tentang Kemerdekaan RI di Bali dibawa oleh Mr. I Gusti Ketut Pudja yang telah

diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Gubernur Sunda Kecil Mr. I Gusti Ketut Pudja

tiba di Singaraja pada tanggal 23 Agustus 1945, dan kedatangannya ini menjelaskan

semangat rakyat semakin bergelora. Setelah kemerdekaan inilah muncul kembali

organisasi sosial politik Parrindo (Partai Rakyat Indonesia) di Denpasar pada tanggal 6

Desember 1946 yang diketuai oleh I Gusti Putu Merta. Parrindo didirikan dengan tujuan

memperjuangkan Indonesia Merdeka dan menghapuskan penjajahan di atas bumi

Page 28: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

28  

Indonesia.Dalam geraknya Parrindo lebih berorientasi memperjuangkan kemerdekaan

melalui pendidikan rakyat.Langkah nyata yang dilakukan Parrindo, yakni pada tanggal

8 Desember 1946 Parrindo mendirikan Sekolah Lanjut Umum dan Kursus-kursus

Pemberantasan Buta Huruf (PBH).Dengan konsep perjuangan yang dilakukan Parrindo

inilah menarik masyarakat luas hingga menyebar hampir di seluruh Bali.

Melihat gerak inilah pemerintah Belanda mulai resah.Untuk itu pemerintah

mulai melakukan ganjalan-ganjalan terhadap program-program Parrindo.Taktik pertama

adalah dengan mendirikan organisasi tandingan yaitu PADI (Partai Demokrasi

Indonesia) yang dipimpin oleh Dewa Agung Gde Oka yang tujuannya bekerjasama

dengan NICA.Taktik Belanda ini kurang berhasil malah Parrindo semakin lama

semakin besar.Oleh karena itu Belanda menggunakan taktik kedua yaitu memfitnah

para pemimpin Parrindo dan menuduh partai ini mempunyai niat tidak baik dan

mempunyai hubungan dengan para perusuh dan perampok. Dengan tuduhan itu

Parrindo dinyatakan sebagai partai terlarang dan I Gusti Putu Merta beserta pemimpin

yang lain ditangkap dan dipenjarakan. Tahun 1949 I Gusti Putu Merta dibebaskan oleh

pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT).

Konferensi Meja Bundar (KMB) di den Haag telah mengakhiri konflik

bersenjata antara Republik Indonesia dengan Belanda dan menjadikan NIT (Negara

Indonesia Timur) sebagai bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Di Bali,

para pejuang yang tergabung dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)

kemudian menerima pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949 dengan

turun dari gunung-gunung untuk menyambut pemerintah RIS. Dalam bidang politik

terbentuknya RIS menyebabkan suatu kestabilan, sehingga pada tanggal 15 Mei 1949

Gubernur Sunda Kecil mengumumkan dicabutnya keadaan Darurat Perang atau Staat

Orloog Van Beleg (SOB) hingga memungkinkan terbentuknya partai-partai politik

Page 29: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

29  

seperti : Partai Nasional Indonesia (PNI), Kesatuan Pemuda Nasional Indonesia (KPNI),

Partai Sosialis Indonesia (PSI), Ikatan Rakyat Murba Indonesia (IRMI), dan lain

sebagainya.

Terbentuknya Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bali diawali dengan PNI

cabang Singaraja pada tanggal 27 Maret 1950 yang kemudian disusul pembentukan PNI

cabang Jembrana, Tabanan, dan Badung. Dengan terbentuknya cabang PNI di beberapa

daerah di Bali muncul gagasan dari I Gusti Putu Merta untuk mendrikan Dewan

Pimpinan Daerah Bali.Atas usulan tersebut pada pertengahan bulan Mei 1950 diadakan

pertemuan di Denpasar untuk pembentukan DPD PNI daerah Bali. Dalam pertemuan itu

berhasil ditetapkan susunan pengurus DPD PNI daerah Bali yakni Ketua : I Gusti Putu

Merta; Sekretaris : I Gede Putu Kamayana; Bendahara : I Ketut Kaut.

Secara hitungan waktu, PNI adalah organisasi yang cepat berkembang dan

mendapatkan dukungan yang luas dari segala lapisan masyarakat Bali.Hal itu tidak

terlepas dari masuknya para elit bangsawan yang mempunyai pengaruh yang luas

terhadap rakyatnya.Selain itu PNI sebagai organisasi politik terbuka yang tidak

membedakan agama, suku dan ras, menarik minat rakyat Bali untuk bergabung.Seperti

juga rakyat Bali pada umumnya, I Gusti Ketut Kaler juga tertarik untuk masuk PNI dan

langsung menjadi Ketua Ranting PNI Blahkiuh, Badung, tempat dia berdomisili.

Pasca pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949 oleh Belanda

kepada Indonesia, rakyat mendesak pemerintah untuk mengadakan perubahan. Tuntutan

rakyat akan perubahan tersebut antara lain : mengenai pembentukan susunan

pemerintahan yang baru sesuai dengan kehendak perjuangan dan jiwa nasional bangsa

Indonesia.

Tuntutan rakyat mengenai perubahan ketatanegaraan di Bali ditanggapi

pemerintah dengan mengadakan siding Peruman Agung pada tanggal 6 Juni

Page 30: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

30  

1950.Siding tersebut pada intinya menyetujui adanya perubahan di dalam susunan

pemerintahan di Bali.

Salah satu perubahan tersebut diantaranya adalah pembentukan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Bali.Pembentukan lembaga ini adalah masih bersifat

sementara dan pembagian kursi dewan diputuskan melalui kompromi politik.Kursi-

kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali dibagi antara organisasi-organisasi politik

dan organisasi-organisasi lainnya yang ada tanpa memperhatikan besar kecilnya

keanggotaan.

Berdasarkan kompromi politik tersebut terbentuklah DPRD Bali dengan 41

anggota yang keanggotaannya terdiri dari : Partai Nasional Indonesia, Masyumi, KPNI,

IRMI, GBI, Persatuan Wanita Indonesia, Golongan Tani, serta orang-orang yang tidak

terikat partai dan organisasi.

Pelantikan anggota DPRD Bali yang pertama dilaksanakan pada tanggal 25

September 1950 di Pendopo Bali Hotel Denpasar.I Gusti Ketut Kaler adalah salah

seorang yang terpilih untuk duduk di kursi DPRD Bali mewakili organisasi politik

PNI.Dipercayakannya Kaler mewakili PNI di DPRD Bali yang pertama, adalah

berdasarkan pertimbangan sikapnya yang tegas dalam mempertahankan pendapat.Orang

yang mempunyai sikap tegas dan mewakili suara rakyat yang pantas duduk di Lembaga

Perwakilan Rakyat.

DPRD Bali yang mewakili rakyat Bali mempunyai rasa tanggung jawab yang

besar untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat Bali.Peranan I Gusti Ketut Kaler

dalam Lembaga Perwakilan Rakyat adalah bersifat kolektif, artiya hasil-hasil keputusan

yang diambil DRPD adalah bersifat bersama.Akan tetapi ada beberapa keputusan

penting yang dihasilkan DPRD Bali atas usaha PNI untuk meningkatkan kesejahteraan

petani.Salah satu keputusan tersebut adalah ditetapkannya peraturan tentang

Page 31: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

31  

penyakap.Peraturan ini dibuat karena sering terjadinya pencabutan tanah garapan secara

sewenang-wenang oleh pemilik tanah. Selanjutnya DPRD Bali juga menghasilkan suatu

keputusan yang berkaitan dengna martabat wanita Bali yakni, peraturan mengenai

larangan memotret wanita Bali. Pelarangan yang dimaksud adalah pemotretan wanita

Bali dalam keadaan terbuka dadanya lebih-lebih dalam keadaan telanjang.

Di samping itu, PNI lewat wakil-wakilnya di DPRD juga telah

memperjuangkan pengembangan Industri Kecil dan sektor pariwisata di Bali.I Gusti

Ketut Kaler aktif menjadi anggota DPRD Bali sejak DPRD Bali yang pertama sampai

dengan tahun 1960. Dalam kurun waktu tersebut telah banyak yang ia sumbangkan bagi

masyarakat Bali. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir jabatannya di DPRD sebagai

wakil ketua dewan.Sebagai anggota dewan, I Gusti Ketut Kaler pada masa situ dikenal

sebagai anggota yang rajin turun ke desa-desa.Tujuannya turun ke desa adalah untuk

lebih dekat dengan rakyatnya dan mensosialisasikan keputusan-keputusan dewan.

Tak lama setelah lepas dari jabatan tersebut, tepatnya pada tanggal 15 Agustus

1960 I Gusti Ketut Kaler diangkat kembali sebagai anggota Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara (MPRS).Ia diangkat sebagai utusan alim ulama Hindu Bali. Pada

posisinya yang baru inilah peranannya cukup dirasakan bagi proses pengakuan agama

Hindu di Indonesia.

Proses untuk mendaptkan legalitas dari Pemerintah mengenai Agama Hindu

sudah dimulai sejak tahun 1952. Dewan Pemerintah Daerah Bali pada tanggal 14

November 1952 mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara

Daerah Bali untuk membentuk Dinas Agama Otonom Daerah Bali. Usulan tersebut

disetujui dengan dikeluarkannya surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Bali tanggal 24 Maret 1953. Dengan dibentuknya Dinas Agama Otonom Daerah Bali,

pelayanan keagamaan umat Hindu lebih baik dari yang sebelumnya.

Page 32: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

32  

Memasuki tahun 1957, kaum intelektual Hindu lebih banyak mengadakan

konferensi untuk membicarakan perjuangan memperoleh pengakuan dan kedudukan

Agama Hindu Bali dalam Kementerian Agama.Pada tanggal 28 sampai dengan 31 Juli

1957 berlangsung Konferensi Angkatan Muda Hindu Bali.Konferensi ini berlangsung di

Denpasar atas inisiatif dari gerakan Kumara Bhavana yang dipimpin oleh Wedastera

Suyasa. Masalah yang dibahas dalam konferensi ini adalah : pertama, Agama Hindu dan

perjuangannya; kedua, masalah pendidikan, kebudayaan, tourisme dan perjuangannya;

ketiga, organisasi-organisasi dan perjuangannya.

Pada tahun 1958 pihak Kementerian Agama Republik Indonesia meminta agar

Jawatan Agama Hindu Bali yang otonom itu segera dibubarkan, karena memang sudah

tidak disetujui dari sejak berdirinya. Sementara itu, pihak Kementerian Agama belum

memberikan kepastian tentang diterimanya Agama Hindu Bali menjadi bagian dalam

Kementerian Agama.Oleh karena itu, Kaum Intelektual Hindu memandang perlu

mengadakan Gerakan Aksi Bersama. Gerakan ini dipimpin oleh I Gusti Ketut Kaler dari

Dinas Agama dan akan segera mengirimkan delegasinya ke Jakarta.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh gerakan ini adalah, mengirim telegram

atau surat kilat kepada Menteri Agama, perdana menteri, Presiden, Dewan Nasional,

Ketua Parlemen, Ketua Konstituante, Menteri Dalam Negeri, Penguasa Perang Pusat,

Kepala Daerah Setempat (Walikota, Bupati, Residen, Gubernur), dan sebagainya. Isi

dari telegram tersebut adlah menuntut dengan segera diadakannya Bagian Hindu Bali di

dalam Kementerian Agama Republik Indonesia; Mempertahankan Kedudukan Jawatan

Agama Hindu Bali Otonom; menghapuskan Kementerian Agama yang ada atau

meninjau kembali struktur organisasi kementerian Agama dan menuntut agar semua

agama di Indonesia mendapat perlakuan yang sama.

BAB VI

BEBERAPA HASIL KARYA I GUSTI KETUT KALER

Page 33: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

33  

Semasa hidupnya I Gusti Ketut Kaler selain dikenal sebagai budayawan,

pemerhati masalah adat istiadat, Ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang cukup

produktif. apabila dipilah-pilah karyanya yang terpenting adalah : (1) Dalam bidang

Agama ; (2) dan bidang Kebudayaan khususnya masalah adat. Hasil karya I Gusti Ketut

Kaler tersebut berupa artikel yang dimuat di majalah ataupun surat kabar dan juga

dalam bentuk buku yang telah diperbanyak.

Untuk mengetahui ide-ide pemikiran I Gusti Ketut Kaler, dalam bab ini akan

diungkapkan hasil karya I Gusti Ketut Kaler; seperti kumpulan tulisannya di Harian Bali

Post mulai tahun 1979 sampai dengan tahun 1981, yang kemudian diterbitkan dalam

bentuk buku oleh percetakan CV. Kayumas Agung Denpasar.

6.1 Hasil Karya Dalam Bidang Agama

Dengan latar belakang jabatan yang pernah disandangnya di Kantor Urusan

Agama, sedikit banyak dapatlah dipahami konstribusi pemikirannya dalam bidang

agama.Salah satu wujud nyatanya tersebut yakni perjuangannya untuk menuntut

pengakuan Agama Hindu sebagai salah satu agama yang diakui secara resmi di

Indonesia. Ia dipercaya untuk mengkoordinir suatu aksi yang dikenal dengan “Gerakan

aksi bersama menuntut bagian Hindu dalam Kementerian Agama Republik Indonesia”,

pada than 1958, dan perjuangannya ketika menjabat sebagai anggota MPRS (Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementera) yang dijabatanya dari tahun 1960-1968. Semasa

menjabat di MPRS, I Gusti Ketut Kaler turut mengkonsep dan memperjuangkan

Rancangan Ketetapan (Rantap) MPRS Nomor XXVIII/MPRS/1967, tentang

peningkatan Biro Hindu Bali Departemen Agama menjadi Direktorat bahkan menjadi

Direktorat Jenderal. Sedangkan hasil karya tulisannya dalam bidang agama adalah,

Page 34: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

34  

seperti misalnya :Tuntunan Muspa yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1971 oleh

penerbit Guna Agung, Denpasar.

Pada masa itu Kaler menyadari bahwa telah cukup banyak buku yang berisikan

tuntunan dan bimbingan mengenai pelaksanaan ajaran Agama Hindu.Akan tetapi buku

tersebut huruf dan bahasanya masih menggunakan sistematika lontar.I Gusti Ketut

Kaler mempunyai kesimpulan bahwa generasi muda kebanyakan tidak dapat membaca

dan memahami apalagi untuk mengambil pelajaran dari padanya.Keadaan seperti inilah

yang mendorong I Gusti Ketut Kaler menulis buku-buku tuntunan ajaran Agama Hindu

ke dalam bahasa yang mudah dipahami.Terbukti setelah buku tersebut diterbitkan,

sambutan masyarakat begitu besar.

Selain alasan tersbeut di atas penyusunan buku Tuntunan Muspa, sebagaimana

ditulis dalam kata pendahuluannya, Kaler mempunyai harapan agar masyarakat Hindu

khususnya di Bali melaksanakan ajaran agama dengan baik, mengerti apa yang

dilakukannya, tidak sekedar Mulo keto, memang begitu adanya tanpa ada usaha untuk

mengetahui latar belakang perintah ajaran tersebut. Buku Tuntunan Muspa ini

memberikan gambaran atau cara-cara bersembahyang umat Hindu kepada Tuhannya

secara lebih praktis dalam pemahamannya.

Kaler memberikan keterangan mengenai Muspa menjadi beberapa bagian,

bagian pertama mengenai persiapan Muspa.Persiapan yang harus dilakukan oleh umat

sebelum Muspa pertama adalah Wahya, yakni persiapan pengetahuan mengenai gerak

dan sikap diri mengenai pelaksanaan Muspa.Kedua, Adyamika atau sikap batin yang

baik.Untuk melakukan sembah yang baik adalah ketenangan hati.

Lebih jelasnya Kaler memberikan penjabaran langkah-langkah persiapan

Muspa serta alat-alat yang digunakan sebagai berikut :

Page 35: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

35  

1. Asuci Laksana, mandi atau membersihkan tubuh serta berpakaian bersih dan

sopan.

2. Bunga, adalah lambang dari kesucian hati dan jiwa. Gunakanlah bunga yang

segar sebagai bentuk dari kesungguhan hati.

3. Dupa, apinya dupa adalah Angga Sarira Hyang Agni. Api dengan sinarnya,

adalah penerangan dalam alam ini. Ini berarti bahwa Hyang Agni adalah maha

melihat atau saksi dari segala perbuatan manusia.

4. Air, hendaklah air yang digunakan adalah air bersih. Walaupun sebelumnya

sudah mandi dan menyucikan diri, maka pada permulaan Muspa hendaknya

berkumur dan cuci tangan. Ini penting dilakukan karena dalam Muspa kedua indra

inilah yang paling besar peranannya.

Dalam bab lain Kaler juga, menerangkan mengenai sikap Muspa yang baik.

Sikap Muspa yang baik yaitu :

1. Tempat duduk atau posisi duduk. Hendaklah dalam menentukan tempat duduk

atau posisi duduk di depan atau menghadap Pelinggih atau Stana dari Ida

Sanghyang Widhi dalam jarak seperlunya.

2. Sikap duduk. Cara duduk untuk Muspa yang baik adalah masila untuk pria dan

matimpuh untuk wanita. Usahakan sikap duduk tersebut dengan badan yang tegak

tetapi tidak kaku.

3. Katupan tangan. Kiranya sudah jelas, bahwa Muspa diwujudkan dengan

mengatupkan yang pada ujung jarinya berisi sedikit bunga serta diangkat naik

setinggi kepala.

4. Letak bunga. Dalam Muspa bunga digunakan dengan cara menjepitnya di

ujung jari. Bunga adalah perwujudan dari kesucian hati. Oleh karena itu jepitlah

Page 36: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

36  

bunga di antara jari tengah kedua belah tangan. Kesucian hati yang dilambangkan

dengan bunga merupakan tajuk dari pelaksanaan Muspa.

5. Sikap hati. Muspa harus dilakukan dengan kesucian dan ketenangan hati.

Ketenangan hati dapat dicapai dengan mengurangi pengaruh-pengaruh yang

menyentuh hati. Pengaruh itu biasanya datang dari Panca Indra terutama mata.

Untuk ketenangan hati hendaklah mata dipejamkan waktu melaksanakan Muspa.

Pernapasan yang teratur juga merupakan usaha untuk menenangkan hati.

Selanjutnya mengenai Muspa itu sendiri Kaler menerangkan urutan

pelaksanaannya sebagai berikut :

a. Muspa puyung (pendahuluan sembah), dengan tangan lebih tinggi dari ubun-

ubun dan mengucapkan puja ; “Om, atma tatwatma suddhamam ya nama swaha”.

Yang mempunyai arti ; “Ya Tuhan, jiwatma hamba pada hakekatnya suci, hingga

wajarlah hamba berhubungan dengan Dikau” kemudian tangan diturunkan.

b. Melakukan sembah. Sembah dilakukan dengan bunga di tangan dan

mengangkatnya lebih tinggi dari ubun-ubun dengan membaca puja-puja.

c. Muspa puyung (penutup sembah) dengan tangan lebih tinggi dari ubun-ubun

dan mengucapkan puja ; “Om, dewa suksma parama cintia ya nama swaha; Om,

canti, canti, canti”. Yang artinya ; “Ya Tuhan, dipersilahkan kembali secara gaib ke

kahyangan, hamba telah selesaikan Muspa yang kita lakukan”.

Dari buku Tuntunan Muspa ini bisa digambarkan mengenai ide-ide I Gusti

Ketut Kaler untuk memudahkan pemahaman perintah agama untuk dilaksanakan.

Idenya itu diwujudkan ke dalam buku hasil dari alih bahasa yang mudah dimengerti

oleh generasi sekarang.

Hasil karya yang lain, adalah Cudami Pewiwahan / Perkawinan Dalam

Masyarakat Hindu di Bali. Buku ini mengungkapkan tentang masalah agama dan

Page 37: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

37  

kaitannya dengan masalah budaya khususnya mengenai perkawinan dalam masyarakat

Hindu di Bali.Dalam tulisannya ini I Gusti Ketut Kaler menerangkan masalah makna

perkawinan yakni, ikatan lahir batin, bahkan kemanggulangan pribadi antara seornag

laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kaler dalam bukunya juga menerangkan syarat dan larangan perkawinan dalam

masyarakat Hindu Bali. Syarat perkawinan tersebut ialah :

1. Tentang Umur. Secara pasti mengenai umur berapa angka tahun tertentu

memang tidak ada, akan tetapi seorang wanita boleh melakukan perkawinan apabila

telah dewasa. Kedewasaan wanita ditandai dengan datang bulan/menstruasi,

sedangkan pada kaum laki-laki apabila sudah bekerja atau berpenghasilan.

2. Kesehatan. Kesehatan yang dimaksud disini adalah keadaan fisik atau jasmani

yang sehat dan tidak memiliki cacat atau penyakit menahun. Contoh dari penyakit

menahun tersebut antara lain : a). Gila atau sakit ingatan; b) Lelaki mandul atau

impoten; c). Lelaki yang basur atau buah pelir membesar; dan d). Wanita kuming

atau tidak pernah datang bulan.

Dalam sub bab upacara pokok dalam perkawinan I Gusti Ketut Kaler

mengungkapkan unsur-unsur upacara apa yang harus dilaksanakan. Unsur-unsur

upacara tersebut antara lain adalah : 1). Adanya sesajen yang dihaturkan ke Surya

(matahari) dan di Pemerajan (tempat sembahyang keluarga). 2). Hadirnya wakil

masyarakat (biasanya Prajuru Desa minimal Kelihan Desa) selaku unsur Manusa Sakti

dalam wujud yang sebenarnya. 3). Disajikannya Sajen Byakala / Pekala-kalaan oleh

kedua mempelai selaku sarana penyucian. 4). Disajikannya sajen sesayut oleh kedua

mempelai, selaku upaya keagamaan untuk mengikat kedua pribadi yang bersangkutan

guna menjadi tunggal selaku suami istri.

Page 38: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

38  

Setelah selesai upacara perkawinan khusus dalam lingkungan keluarga,

selanjutnya dilaksanakan acara yang melibatkan masyarakat. Tujuan dari pelaksanaan

upacara yang melibatkan masyarakat adalah :

1. Untuk memberitahukan kepada masyarakat lingkungan mengenai telah

terjadinya perkawinan tersebut, sehingga keabsahannya mendapatkan dukungan,

pengakuan, dan penghormatan masyarakat.

2. Dengan terjadinya perkawinan tersebut berubahlah kedudukan masing-masing

yang bersangkutan dalam keluarganya. Secara langsung berubah pulalah

kewajibannya dalam masyarakat desa atau banjar.

Dari tulisannya ini, I Gusti Ketut Kaler menyumbangkan pemikirannya

mengenai pelaksanaan perkawinan yang berlaku pada masyarakat Hindu di Bali.Ia

berharap buku ini dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam pelaksanaan upacara

perkawinan yang sesuai dengan ajaran Agama Hindu sekaligus sejalan dengan budaya

masyarakat Bali.

6.2 Hasil Karya dalam Bidang Kebudayaan

Salah satu perhatian yang besar I Gusti Ketut Kaler dalam wujud kebudayaan

adalah dalam wujud permasalahan adat.Menurut Koentjaraningrat ada tiga wujud

kebudayaan. Wujud pertama adalah, cultural system (ide-ide), gagasan, nilai, norma,

peraturan ; kedua, cocial system (kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia

dan masyarakat); dan ketiga, artifacts (kebudayaan fisik).

Adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat merupakan salah satu dari wujud

kebudayaan. Adat terkatagori dalam wujud kebudayaan cultural system yang artinya

adat merupakan suatu gagasan, nilai, norma yang berisi peraturan yang berlaku pada

masyarakat tertentu.

Page 39: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

39  

Masalah adat menjadi salah satu perhatian I Gusti Ketut Kaler.Bentuk

perhatiannya itu diwujudkan dalam tulisan mengenai adat yang dimuat dalam Harian

Umum Bali Post.Hasil karya I Gusti Ketut Kaler dalam bidang Adat Bali yang

dirasakan kegunaannya bagi usaha pelestarian adat kehidupan umat Beragama Hindu di

Bali, adalah bukunya yang berjudul Butir-buti Tercecer Tentang Adat Bali.Buku ini

diterbitkan dalam 2 jilid oleh percetakan CV. Kayumas Agung, dan merupakan

kumpulan tulisannya di harian Bali Post tahun 1979-1981.Buku Butir-Butir Tercecer

Tentang Adat Bali diterbitkan pertama kali tahun 1982 dan kemudian atas permintaan

masyarakat buku tersebut dicetak kembali pada tahun 1994.

Kecenderungannya untuk menulis mengenai adat yang tercecer timbul dari rasa

tanggung jawabnya untuk mewariskan nilai-nilai budaya dalam hal ini adalah masalah

adat.Kaler menyadari adanya pergeseran jaman pada masa ini, dimana orang tua hampir

tidak ada waktu untuk bercerita tentang adat yang berlaku pada masyarakat. Oleh

karena itu ia berkenan untuk menuliskannya dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh

generasi sekarang.

Buku Butir-butir Tercecer Tentang Adat Bali, berisikan kumpulan materi

mengenai adat yang berlaku pada masyarakat Bali. Adat yang berlaku pada masyarakat

berkaitan erat dengan permasalahan agama dan kehidupan sosial masyarakatnya.Salah

satu materi adat yang berkaitan dengan kedua hal tersebut di atas adalah konsep Tri Hita

Karana.Secara harfiah kata demi kata mempunyai arti :Tri, artinya tiga ; Hita, artinya

baik, senang, lestari; dan Karana, artinya sebab musabab atau sumbernya sebab. Jadi

kata Tri Hita Karana jika dirangkaikan mempunyai arti Tiga buah unsur yang

merupakan sumbernya sebab timbulnya kebaikan.

Jelas disini Tri Hita Karana adalah yang menjadi landasan untuk mencapai

kebahagiaan manusia lahir dan bathin.Ketiga sebab utama tersebut dapat dicerminkan

Page 40: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

40  

dalam hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), antara

manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan hubungan antara manusia dengan alam

sekitarnya (Palemahan).

Manusia tetap manusia.Ia dilengkapi oleh cipta, rasa dan karsa, selaku daya

kemampuan jiwa sesuai dengan anugerah-Nya. Manusia, tidaklah puas hanya dengan

menempati Bhuana Agung dalam keadaan alamiah semata sebagai wadah baginya.Dari

hasil interaksi sesama manusia, mereka mulai membuat rumah, banjar, desa, dan bahkan

membentuk suatu negara sebagai wadah bersama.

Sejalan dengan pembentukan wadah tersebut konsep Tri Hita Karana selaku

unsur tri tunggal diterapkan pula dalam bentuk wadah tersebut misalnya :

1. Rumah

a. Unsur Tuhan (Parahyangan) dilambangkan dalam bentuk Pemrajan / Sanggah

(tempat umat Hindu bersembahyang sehari-hari).

b. Unsur manusia (Pawongan) sebagai yang menempati rumah tersebut.

c. Dan bangunan rumah secara keseluruhan sebagai wujud dari Palemahan.

2. Desa

a. Unsur Tuhan (Parahyangan) diwujudkan dalam bentuk Pura Desa.

b. Semua warga desa merupakan perwujudan dari Pawongan.

c. Tanah wilayah desa termasuk di dalamnya daerah pemukiman adalah

palemahannya.

Konsep Tri Hita Karana pada masa pembangunan sekarang ini mempunyai

keterkaitan yang erat.Konsep ini bisa dijadikan sebagai landasan pembangunan

masyarakat maupun pembangunan fisik, khususnya di Bali.

Kesepakatan tokoh-tokoh Bali mengenai keselarasan konsep ini dengan

permasalahan pembangunan, tercermin dalam Diskusi Terbatas bertema “Tri Hita

Page 41: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

41  

Karana, Tafsir Konstektual dan Tantangan Dalam Penerapannya”, yang diadakan oleh

Harian Umum Bali Post di Rumah Makan Sari Warta Boga, Sabtu, 9 Agustus 1997.

Menurut Ketut Wiana, Tri Hita Karana merupakan konsep yang hendak

dipakai untuk mencapai tujuan hidup yaitu :Dharma, Artha, Kama, dan Moksha.

Pencapaian tujuan ini memerlukan suasana keharmonisan yang bisa dicapai dengan

konsep Tri Hita Karana, oleh karena itu konsep ini harus dijabarkan dalam konsep tata

ruang, sehingga terwujud kehidupan yang harmonis.

Sedangkan Ir. Nyoman Gelebet berbicara lebih kongret mengenai masalah ini,

menurutnya bagaimanapun konsep Tri Hita Karana harus diwujudkan menjadi

Peraturan Daerah (PERDA) Tata Ruang dan Pola Dasar Pembangunan Bali agar tidak

hanya menjadi pasal karet.

Ibu Gedong Bagoes Oka dalam pendapatnya mengenai konsep Tri Hita Karana

adalah, sesungguhnya jiwa dari konsep ini ada dalam Veda/Vedanta.Konsep ini

hendaknya dipakai sebagai pegangan Umat Hindu dalam menciptakan kehidupan

masyarakat yang sejahtera, Jagat Thita.Sejahtera menurut Visi Vedanta ialah, hidup

manusia dimana dirangsang pemikiran dan sikapnya untuk meningkatkan diri, hingga

menuju dan menempuh jalan ke Widhi (Tuhan).Konsep Tri Hita Karana memberikan

petunjuk singkat dan jelas bagaimana manusia bisa menciptakan keharmonisan.

Pada diskusi ini sempat muncul polemik terhadap permasalahan siapa yang

sesungguhnya memunculkan konsep Tri Hita Karana tersebut.

Menurut I Made Japa, orang yang tahu banyak awal mula lahirnya konsep Tri

Hita Karana, konsep ini dalam situasi tatanan kemasyarakatan yang kacau balau akibat

peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Masyarakat pemberontakan Partai

Komunis Indonesia.Masyarakat satu dengan yang lainnya saling curiga, terjadi

perkelahian hampir setiap hari antar banjar bahkan antar desa.

Page 42: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

42  

Akibat situasi yang semakin memanas tersebut, para tokoh Bali seperti Ida

Bagus Mantra, I Gusti Ngurah Pindha dan I Gusti Ketut Kaler berinisiatif membentuk

Badan Perjuangan Umat Hindu Bali (BPUHB) dan Badan Perjuangan Umat Hindu

Dharma).Kedua organisasi ini bertugas memberikan pemikiran dan rumusan pemecahan

masalah yang berkembang di masyarakat.

I Gusti Ketut Kaler selaku Pimpinan Kantor Agama Daerah (KAD) turun ke

desa-desa untuk memberikan penyuluhan dengan mengacu pada konsep Tri Hita

Karana. Dengan adanya penyuluhan dan proses sosialisasi konsep Tri Hita Karana oleh

I Gusti Ketut Kaler, masyarakat Bali mulai hidup dengan tenang. Atas dasar

keberhasilan inilah, kedua organisasi perjuangan umat Hindu sepakat bahwa konsep Tri

Hita Karana dijadikan acuan dalam pelaksanaan penyuluhan agama dan adat di desa-

desa.

Bahkan menurut Ngurah Oka Supartha, I Gusti Ketut Kaler telah menyusun

buku mengenai awig-awig desa di Bali.Buku ini berisi pedoman dalam penyusunan

peraturan desa.

Sedangkan menurut Merta Sutedja, konsep Tri Hita Karana adalah hasil

pemikirannya yang ia rumuskan pada tahun 1968. Konsep ini Ia ciptakan dari rasa

keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Bali pada masa itu. Untuk pertama kali

konsep ini ditulisnya dengan ejaan Tri Ita Karana dengan unsurnya manusia, urip dan

bhuana. Konsep Tri Hita Karana menurut Merta Sutedja adalah hasil pemahamannya

mengenai terhadap Lontar Sutasoma dan Lontar Ramayana.

Untuk mensosialisasikan konsep ini Merta Sutedja menghadap I Gusti Bagus

Sugriwa dan I Gusti Ketut Kaler, dua tokoh budayawan Bali dan sekaligus mantan

gurunya di Sekolah Dasar Kayumas Kelod Denpasar.Kedua tokoh ini sangat senang dan

mendorong Merta Sutedja untuk terus menggali kebudayaan Bali.

Page 43: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

43  

Berdasarkan data yang ada untuk menentukan pencetus konsep Tri Hita Karana

memanglah sulit. Dari kedua belah pihak mempunyai bukti-bukti yang mendukung,

akan tetapi untuk saat ini permasalahan tersebut tidaklah begitu penting untuk

dipermasalahkan. Seperti juga kesepakatan yang terjadi dalam diskusi mengenai konsep

Tri Hita Karana.Peserta diskusi tersebut seperti Ir. Nyoman Gelebet dan Ibu Gedoeng

Bagoes Oka sepakat bahwa permasalahan tersebut tidak perlu dimunculkan, karena

sekarang yang terpenting adalah bagaimana menerapkan konsep tersebut secara nyata.

Pada dasarnya konsep ini pada tataran ide memang cukup baik.Konsep Tri Hita

Karana memberikan gambaran kepada masyarakat Bali tentang pentingnya

keseimbangan.Batasan-batasan terhadap eksploitasi alam, hubungan dengan sesama

manusia dan rasa syukur kepada penciptanya.Niat baik pemerintah daerah Bali untuk

menjadikan konsep Tri Hita Karana sebagai landasan pembangunan daerah adalah

langkah yang baik.Akan tetapi tidaklah hanya sekedar wacana belaka yang hanya

dibicarakan dalam forum diskusi tanpa ada wujud nyata pelaksanaanya.

Perkembangan Pariwisata Budaya yang dicanangkan pemerintah daerah Bali

sudah seharusnya memikirkan konsep Tri Hita Karana menjadi Peraturan Daerah

(PERDA), yang mendukung perkembangan Pariwisata Budaya.

Perihal lainnya yang tertulis dalam buku Butir-butir Tercecer Tentang Adat

Bali adalah permasalahan hubungan kemasyarakatan, misalnya tenggang rasa kepada

tetangga.Hokum adat Sepat Gantung sebagai contoh. Hokum adat ini diterapkan untuk

memecahkan persoalan adanya tanaman atau bangunan yang melanggar pekarangan

orang lain. Sepat gantung adalah suatu alat yang biasanya digunakan buruh bangunan

untuk membuat garis lurus vertical (atas bawah).

Contoh kasus, apabila ada pohon buah yang mana batang dahannya melewati

batas tanah pekarangan orang lain, apabila ada kesepakatan diantara keduanya (pemilik

Page 44: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

44  

pohon dan pemilik tanah yang dilanggar) membiarkan dahan yang melanggar untuk

tidak dipotong dengan syarat buah dahan tersebut menjadi milik tanah yang dilanggar.

Dalam hal bangunan Hukum Adat Sepat Gantung adalah suatu acuan bagi seseorang

dalam mendirikan bangunan, seperti bagian atap atau talang melanggar batas tanah

orang lain.

Ide pemikiran I Gusti Ketut Kaler dalambidang kebudayaan tidak saja terbatas

pada permasalahan adat saja melainkan juga bentuk kebudayaan lainnya.Kebudayaan

bercocok tanam pada masyarakat Bali yang berciri khas pengairan yang dikenal dengan

Subak menjadi perhatiannya juga. Wujud perhatiannya dapat dilihat dari surat

bertanggal 17 Agustus 1975, yang dikirim kepada Instansi Pertanian mengenai “Satu

gagasan tentang Cagar Budaya” (Museum Subak). Kaler memandang perlu didirikan

museum Subak di Bali dengan beberapa pertimbangan :

1. Subak, adalah suatu lembaga pengaturan perairan sawah yang hanya ada di

Bali.

2. Sebagai suatu lembaga asli / tradisional, ia tidak terlepas dari terjangan proses

akulturasi kebudayaan.

3. Oleh karena itu selagi masih ada informan, data, dan kelengkapannya yang

berkaitan dengan Subak perlu didirikannya museum Subak.

Secara lebih jelasnya mengenai tujuan pendirian Museum Subak, Kaler

memberikan penjelasannya :

1. Menghimpun berbagai macam benda dan data tentang Subak serta yang

bertalian dengan itu, dan menyuguhkannya selaku sarana penelitian / studi.

2. Menyelamatkan / mengamankan berbagai benda tentang dan yang bertalian

dengan Subak, khususnya yang mempunyai nilai sejarah.

Page 45: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

45  

3. Menyuguhkan penerangan secara visual dan dramatisasi tentang dan yang

bertalian dengan Subak, baik untuk pelajaran / penelitian maupun bagi wisatawan.

Usulan mengenai pembangunan Museum Subak ini ditanggapi dan diterima

oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, pada masa

itu.

Pada musim tanam tahun 1979, Subak Rijasa memperoleh juara I Supra Insus

Tingkat Nasional, berhubungan dengan hal tersebut, gubernur mempunyai gagasan

untuk mendirikan Museum Subak di Desa Sanggulan, Kabupaten Daerah Tingkat II

Tabanan. Pada tahun 1979 pembangunan Museum Subak ini mulai dilaksanakan, dan

secara resmi dibuka pada tanggal 13 Oktober 1981.

Museum Subak ini terdiri dari :

1. Bangunan atau komplek suci dengan Padmasana, Bedugul dan lainnya. Tata

Ruang dan Tata Letak dari bangunan-bangunan dimaksud disesuaikan dengan

lingkungan di sekitarnya dengan mengikuti pola pembangunan tradisional :Tri

Mandala, Tri Angga, dan Asta Kosala Kosali.

2. Bangunan utama terdiri dari dua gedung yaitu, gedung pusat informasi dan

gedung pameran.

3. Museum Terbuka yang diwujudkan sebagai Subak Mini, yang dipakai sebagai

peragaan kegiatan Subak mulai dari sistem irigrasi sampai proses kegiatan petani di

sawah.

Konsep Subak itu sendiri pada dasarnya bagian dari cerminan konsep Tri Hita

Karana.Unsur Parhyangan di dalam sistem Subak diwujudkan dalam pembangunan

Pura. Pura-pura yang ada di lingkungan Subak antara lain :

a. Pura Bedugul, yang dibangun pada setiap tempat pembagian air dan bangunan

bendungan.

Page 46: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

46  

b. Pura Ulun Siwi, yang dibangun pada setiap wilayah Subak atau beberapa

Subak yang mempunyai sumber air yang sama.

c. Pura Ulun Danu, yang terdapat pada keempat danau yang ada di Bali yaitu :

Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.

Unsur Pawongan pada sistem Subak terwujud dalam : (1) Awig-awig, yang

memuat bentuk hukum tertulis yaitu seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman

bertingkah laku dalam masyarakat petani, dan disertai sanksi-sanksi yang dilaksanakan

secara tegas dan nyata. (2). Anggota, secara umum anggota Subak dapat dibedakan atas

tiga kelompok, (a), Krama Pengayah / Anggota Aktif yaitu anggota Subak yang secara

aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan Subak. (b). Krama Pengampel/ Anggota Pasif

yaitu, anggota Subak yang karena alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalam

kegiatan-kegiatan Subak. (c). Krama leleputan / Anggota Khusus yaitu, anggota Subak

yang dibebaskan dari berbagai kewajiban Subak, karena yang bersangkutan memegang

jabatan tertentu di dalam masyarakat, seperti pemangku, bendesa adat, ataupun

sulinggih.

Adapun unsur Palemahan di dalam sistem Subak adalah : (1). Irigrasi, irigrasi

adalah sistem pengairan untuk keperluan bercocok tanam. Sistem Irigasi Subak terdiri

dari ;empalan / bending dam yang berfungsi sebagai bangunan pengambil air dari

sumbernya (sungai), dan aungan / terowongan, tempat air dialirkan. (2). Tanah, unsur

ini merupakan tempat utama bagi para petani untuk bercocok tanam.

Kiprah I Gusti Ketut Kaler dalam bidang kebudayaan tidak terbatas pada

bidang diatas saja. Tahun 1970, I Gusti Ketut Kaler diangkat oleh Gubernur Bali

sebagai anggota team penasehat pembuatan film di daerah Bali atau yang menyangkut

daerah Bali.

Tugas dari team ini antara lain; memberikan pertimbangan kepada gubernur

terhadap permohonan melakukan pengambilan gambar di daerah Bali, dan

mendampingi pemohon pembuatan film pada saat pengambilan gambar dan

memberikan pertimbangan serta batasan-batasan mana saja yang boleh diambil

Page 47: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

47  

gambarnya. Beberapa film yang dibuat di Bali dengan mendapatkan pertimbangan team

ini antara lain; Film Pandji Tengkorak, Kabut Di Kintamani, dan Kutukan Dewata.

KESIMPULAN

I Gusti Ketut Kaler dilahirkan dari kelurga Puri yang cukup

terpandang.Ayahnya menjabat sebagai Kelian Desa yang cukup disegani.Ayahnya

mempunyai pengetahuan yang baik tentang adat dan agama.Aktifitas ayahnya sebagai

tokoh adat, menarik minat Kaler muda untuk mempedalam pengetahuan tentang adat,

agama, dan budaya.

Sarana untuk menambah pengetahuan mengenai alat dan buaya cukup tersedia

dirumahnya, yaitu berupa lontar-lontar koleksi ayahnya.Disamping itu yang membentuk

kepribadian Kaler muda adalah gurunya di sekolah desa dan juga sekolah Jeoang yang

disamakan dengan SGB (Sekolah Guru Barwah). Guru pada jaman itu mampu

membentuk karakter anak didiknya.

Fakultas internal dan eksternal tersebut telah mempengaruhi pembentukan

kepribadiannya dan Pak Kaler kemudian melejit dalam bidang pemerintahan dan juga

politik, disamping budaya.I Gusti Ketut Kaler sepakat bahwa modernisasi bukan

westernisasi.

Page 48: Budaya dan Pariwisata Bidang Ilmu - · PDF fileMunculnya seorang tokoh di tengah-tengah masyarakat ... Melestarikan pemikiran I Gusti ... konteks kekinian untuk mengembangkan budaya,

48  

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1978. Manusia Dalam Kemelut Sejarah. Jakarta : LP3ES. ________. 1978. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press. Beerling, R.F. 1950. Filsafat Dewasa Ini. Djakarta : Balai Pustaka. Parimartha, I Gde. 1998. Prof. Dr. I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah :Sebuah

Biografi Pendidikan. Denpasar : Upada Sastra. Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana. Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia

:Suatu Alternatif. Jakarta : Gramedia. _______________. 1970. “Max Weber dan Dilthey”, dalam Lembaran Sejarah No.

6 Yogyakarta : UGM. Wijaya, Nyoman. 2012. Menerobos Badai :Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti

Ngurah Bagus.Denpasar : Pustaka Larasan.