bst kel b- meningitis

Upload: frachmina

Post on 06-Apr-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    1/30

    BAB I

    STATUS PASIEN

    I. KETERANGAN UMUM

    Nama : Tn. E

    Umur : 40 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Katapang

    Pekerjaan : Buruh

    Status marital : Menikah

    Agama : Islam

    Masuk RS : 01 Desember 2011

    Tanggal Pemeriksaan : 06 Desember 2011

    II. ANAMNESA

    Keluhan Utama : Nyeri kepala

    Anamnesa Khusus :

    Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

    Sejak 2 minggu sebelum masuk ke RS, pasien mengeluhkan nyeri kepala yang terus-

    menerus dan semakin lama semakin berat. Nyeri dipengaruhi oleh perubahan posisi. Keluhan

    disertai dengan pusing, penglihatan terasa berbayang, mual dan muntah. Pasien juga

    mengeluhkan adanya demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan

    terus-menerus, tinggi, dan hanya turun jika pasien minum obat. Sejak 1 minggu sebelum

    masuk rumah sakit pasien mulai merasakan tangan dan kaki sebelah kiri terasa lemah.

    Semakin lama semakin terasa lemah hingga pasien tidak bisa menggerakkan tangan kirinya.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    2/30

    Kaki kirinya masih bisa digerakkan tetapi tidak bisa dibawa berjalan. Pasien menyangkal

    adanya baal dan kesemutan. Keluhan kejang dan penurunan kesadaran juga disangkal oleh

    pasien.

    Pasien mengaku adanya riwayat batuk lama, berdahak, keringat pada malam hari,

    nafsu makan menurun disertai dengan penurunan berat badan. Di keluarga pasien ada yang

    mempunyai riwayat dengan keluhan yang sama.

    Pasien mempunyai riwayat sakit telinga beberapa bulan yang lalu. Sakit telinga

    disertai dengan telinga terasa penuh dan berdengung. Tidak ada cairan yang keluar dari

    telinga. Pasien juga mempunyai gigi berlubang dan pasien tidak memeriksakan ke dokter

    gigi.

    Pasien memiliki hobi memelihara burung dirumahnya. Pasien mempunyai kebiasaan

    merokok setengah bungkus per hari. Pasien juga mempunyai riwayat mengkonsumsi

    minuman beralkohol, tetapi sudah berhenti sejak beberapa tahun yang lalu. Riwayat

    mengkonsumsi obat-obatan terlarang, menggunakan jarum suntik bersamaan dan berganti-

    ganti pasangan disangkal oleh pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit tekanan

    darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung dan ginjal.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Dilakukan tanggal 6 Desember 2011.

    KEADAAN UMUM

    Kesadaran : Komposmentis

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    3/30

    Tensi : 110/70 mmHg

    Nadi : 88x/menit, regular, equal, isi cukup

    Pernafasan : 22x/menit

    Suhu : 37,4C

    STATUS INTERNA

    Kepala : Normal

    Mata

    Konjungtiva : anemis - / -

    Sklera : ikterik - / -

    Lidah : bercak putih dan kotor

    Leher : teraba pembesaran KGB, tidak terlihat peningkatan JVP, tidak

    teraba pembesaran kelenjar tiroid

    Thoraks : bentuk dan gerak simetris

    Jantung : bunyi jantung murni regular, murmur (-)

    Paru-paru : VBS kiri=kanan

    Ronkhi -/-, Wheezing -/-

    Abdomen : Datar, lembut

    Hepar/Lien tidak teraba

    Bising usus (+) / tidak meningkat

    Ekstremitas : atrofi -/+ , sianosis -/-, edema -/-

    STATUS NEUROLOGIKUS

    Pemeriksaan Umum

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    4/30

    Kepala : Normal

    Tingkat Kesadaran : Komposmentis

    Tanda Rangsang Meningen dan Iritasi Radikal Spinal:

    Kaku Kuduk : +

    Laseque : -/-

    Brudzinsky I/II/III : -/-/-

    Kernigs : -/-

    SARAF OTAK

    N I : Penciuman N/N

    NII : Visus N/N

    Lapang pandang N/N

    N III/IV/VI : Ptosis : -/-

    Pupil : bulat isokor ODS 3mm

    Refleks cahaya : +/+

    Posisi mata : di tengah

    Gerakan bola mata : N/N

    N VII

    Angkat alis mata : Normal

    Memejamkan mata : Kanan dan kiri normal

    Plika nasolabialis : Asiemtris

    N VIII

    Pendengaran : Baik

    Keseimbangan : Tidak dilakukan

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    5/30

    N IX/X

    Suara/bicara : Baik

    Gag refleks : Tidak dilakukan

    N XI

    Menengok kanan kiri : Normal

    NXII : Asimetris

    Nistagmus : (-)

    N V : Sensorik : normal

    Motorik : normal

    Sistem Motorik :

    Anggota badan atas :

    Kekuatan otot 5/0, hipotonus, atrofi -/-, fasikulasi -/-

    Anggota badan bawah:

    Kekuatan otot 5/4, hipotonus, atrofi +/+, fasikulasi -/-

    Sistem Sensorik :

    Eksteroseptif : +/+

    Propioseptif : tidak dilakukan

    REFLEK

    Refleks Fisiologis

    Reflex Kaki kanan/kaki kiriBiseps +/+Triseps +/+Brahioradialis +/+

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    6/30

    Patella +/+Achilles +/+

    Refleks Patologis

    Reflex Kaki kanan/kaki kiri

    Babinski -/-

    Chaddock -/-

    Oppenheim -/-

    Gordon -/-

    Scheiffer -/-

    Refleks Primitif

    Glabella -

    Snout -

    Palmomental -

    Grasp -

    FOTO THORAKS

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    7/30

    Kesan :

    TB paru aktif

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    8/30

    Hasil CT Scan tanpa kontras

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    9/30

    Hasil CT Scan dengan kontras

    IV. DIAGNOSIS BANDING

    Meningitis e.c Mycobacterium Tuberculosa + TB paru + Candidiasis oral

    Meningitis e.c Toxoplasma + TB paru + Candidiasis oral

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    10/30

    Meningitis e.c fungal + TB paru + Candidiasis oral

    Abses Serebri + TB paru + Candidiasis oral

    Tumor Serebri + TB paru + Candidiasis oral

    V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit

    GDS

    Pemeriksaan cairan serebrospinal

    Kultur CSS

    Tes Serologis / Imunologi

    Tes LA: antigen bakteri pada CSS, spesifisitas 100%; sensitivitas 80% untuk

    Haemophillus danPneumococcus, dan 50% untukMeningococcus

    PCR: deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tersedia untuk semua organisme

    penyebab yang dicurigai. Spesifisitas dan sensitivitas PCR tidak diketahui, dan

    penundaan keluarnya hasil (3-5 hari) mengakibatkan tes kurang membantu

    dibanding kombinasi dari pewarnaan gram, kultur, dan tes LA.

    CD 4 dan CD 8

    IgG dan IgM

    Fungsi Ginjal : ureum kreatinin

    Fungsi Hati : SGOT dan SGPT

    Kultur darah

    Pemeriksaan elektrolit serum: melihat kemungkinan gangguan sekresi ADH

    VI. DIAGNOSA KERJA

    Meningitis Tuberculosis + TB Paru + Candidiasis Oral

    VII. TERAPI

    Pasien meningitis harus dirawat di Rumah sakit.

    Terapi Umum

    Bed rest

    Bebaskan airway, O2 lembab 2-3 ltr.

    Pasang NGT, kateter.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    11/30

    Nacl 0,9 % (20gtt/menit)

    Diet tinggi kalori, protein

    Meningitis Tuberkulosa- Isoniazid 300 mg

    - Rifampin 450 mg

    - Pirazinamid 1500 mg

    - Streptomisin 750 mg

    - Etambutol 1000 mg

    - Etionamid 500 mg

    Tahap intensif: paduan RHZE

    Tahap lanjutan: paduan 4RH atau 4R3H3

    Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk mencegah neuropati

    Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS,

    VIII. PROGNOSA

    Quo ad vitam : dubia ad bonam

    Quo ad functionam : dubia ad bonam

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    12/30

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi dan Fisiologi

    2.1.1 Meninges

    Otak dilindungi oleh tulang tengkorak serta dibungkus membran jaringan ikat yang

    disebut meninges. Dimulai dari lapisan paling luar, berturut-turut terdapat dura mater,

    araknoid mater, dan pia mater. Araknoid dan pia mater saling melekat dan seringkali

    dipandang sebagai 1 membran yang disebut pia-araknoid.

    Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat. Dura mater

    dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, disebut ruang subdural. Permukaan dalam dan

    luar dura mater dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.

    Arachnoidea mater bentuknya seperti jaring laba-laba. Terdiri atas jaringan ikat

    tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Memiliki 2

    komponen, yaitulapisan yang berkontak dengan dura mater dan sebuah sistem trabekel yang

    menghubungkan lapisan itu dengan pia mater. Rongga di antara trabekel membentuk ruang

    subaraknoid, yang terisi cairan serebrospinal (CSF). Pada beberapa daerah, araknoid

    menerobos dura mater, membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam

    dura mater. Juluran ini (yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena) disebut vili araknoid,

    fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus.

    Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh

    darah. Pia mater dilapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim. Pia mater

    menyusuri seluruh lekuk permukaan SSP dan menyusup ke dalamnya untuk jarak tertentu

    bersama pembuluh darah. Pembuluh darah menembus SSP melalui terowongan yang dilapisi

    oleh pia mater, disebut ruang perivaskular. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah

    ditransformasi menjadi kapiler. Susunan dari luar ke dalam: Periostem tengkorak ruang

    epidural duramater ruang subdural arachnoid ruang subarachoid piamater

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    13/30

    2.1.2 Cerebrospinal Fluid

    Cerebrospinal Fluid (CSF) merupakan cairan yang mengelilingi ruang

    subarakhnoid sekitar otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak.

    Cerebrospinal Fluid merupakan cairan tidak berwarna yang melindungi otak dan spinal cord

    dari cedera yang disebabkan oleh faktor kimia dan fisika. Cairan ini mengangkut oksigen,

    glukosa, dan bahan kimia yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. Volume total

    dari CSF adalah 80-150ml.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    14/30

    Cairan CSF dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari. Sebanyak 2/3 CSF

    dihasilkan dari plexus choroideus dan 1/3-nya dihasilkan dari sel ependim yang ada di

    permukaan ventrikel. Darah yang masuk ke dalam otak mengalami ultrafiltrasi pada plexus

    choroid dan diubah menjadi CSF.

    CSF dihasilkan oleh :

    1. Plexus choroid : jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari

    piamater pada ventrikel ke-3 dan ke-4.

    2. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah

    cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun

    menutupi choroid plexus sebagai blood-brain barrier sehingga berfungsi untuk

    mengatur komposisi CSF.

    Sirkulasi CSF

    Keterangan:Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) menuju

    ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid)

    melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan

    kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4

    bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi

    di vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater kembali ke

    aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    15/30

    Fungsi CSF

    a) Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord

    b) Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya

    berat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung

    dalam cairan ini)

    c) Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran

    zat antara CSF dan sel saraf

    d) Mempertahankan tekanan intracranial

    e) Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa

    f) Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf

    g) Menjaga hemeostatis dengan cara:

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    16/30

    1. Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla

    spinalis.)

    2. Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan

    jaringan saraf)

    3. Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang

    berbahaya)

    a. Normal performance of CSF

    Jernih (tidak berwarna) seperti air.

    Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 5 sel/ml dan monosit).

    Tidak ditemukan mikroorganisme Sifatnya basa / alkali

    Tidak berbau

    Perubahan performa CSF karena infeksi :

    Infeksi bakteri bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada

    neutrofil neutrofil tertarik kadar neutrofil dalam CSF meningkat

    Infeksi bakteri bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi kadar

    glukosa dalam CSF menurun

    Infeksi bakteri terjadi peradangan permeabilitas sawar darah otak terganggu

    protein berukuran besar dapat masuk terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF

    Infeksi bakteri terjadi pendarahan warna CSF akan berubah

    b. Konstituen CSF

    Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung

    glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel

    darah putih, tetapi tidak mengandung protein.

    a. Protein Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh

    protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas

    BBB)

    b. Glukosa Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah).

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    17/30

    c. Asam laktat Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan

    glukosa)

    d. Ureum Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah

    e. Glutamine Normal : 20 mg/dl

    f. Enzim enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga

    terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah

    g. Zat-zat lain :

    Konsentrasi Na sama dengan pada plasma

    Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma

    Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma

    Sedikit ion bikarbonat.

    Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal

    kadar CSF relatif terhadap kadar plasma

    - Tekanan

    - pH

    - Protein total

    - Imunoglobin

    - Albumin / globulin

    - Glukosa

    - Asam Laktat

    - Urea (sebagai nitrogen urea)

    - Glutamin

    - Limfosit

    75-200 mmH2O

    7,32-7,35

    15-45 mg/dl

    0,75-3,5 mg/dl

    8 : 1

    40-70 mg/dl

    10-20 mg/dl

    10-15 mg/dl

    < 20 mg/dl

    2-5/ml

    Sedikit lebih rendah

    0,2-0,5 %

    < 0,1 %

    3-4 kali lebih tinggi

    50-80 % dari kadar dalam darah

    30-60 menit sebelumnyaHampir sama

    Hampir sama

    Hampir sama

    2.2 Meningitis

    2.2.1 Definisi

    Meningitis adalah suatu infeksi yang mengenai arakhnoid, piameter, dan cairan

    serebrospinal di dalam sistem ventrikel yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis

    2.2.2 Epidemiologi

    Meningitis Bakterial

    Insidensinya mencapai 3-5 kasus per 100.000 populasi per tahun, dapat terjadi pada

    anak-anak dan dewasa. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Neisseria

    meningitidis, Streptococcus pneumonia, danHaemophilus influenza tipe B.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    18/30

    Meningitis Jamur

    Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans

    dan Coccoides immites, sedangkan insidensi infeksi jamur yang disebabkan oleh

    Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Sporothrix schenckii dan Candida

    dilaporkan meningkat. Insidensi meningitis kriptokokal meningkat seiring dengan

    meningkatnya insidensi AIDS.

    Meningitis Viral / Aseptik

    Penyebab meningitis viral di dunia meliputi enterovirus, mumps, measles, VZV, dan

    HIV. Insidensi menurun sesuai meningkatnya usia, semakin muda usia pasien, risiko

    terjadinya meningitis viral semakin meningkat.

    Pada neonatus berusia lebih dari 7 hari, enterovirus merupakan etiologi tersering dari

    meningitis viral. Insidensi pada setahun pertama kehidupan 20x lebih besar daripada anak-

    anak lebih tua dan dewasa.

    2.2.3 Etiologi

    Bakteri

    a. Streptococcus pneumoniae (50%)

    Sering terjadi pada orang dewasa berusia di atas 20 tahun dan timbul karena

    sebelumnya pasien menderita penyakit sinusitis, otitis media (permasalahan THT).

    Berhubungan dengan alkoholisme, penyakit diabetes, hypogammaglobulinemia, dan

    juga trauma kepala.

    b. Neisseria meningitidis (25%)

    Kejadian pada anak-anak dan pada dewasa muda berusia 2-20thn sekitar 60%, paling

    sering merupakan penyebaran dari infeksi nasofaring dan juga berhubungan dengan

    pasien yang menderita diabetes, sirosis, dan Infeksi Saluran Kemih.

    c. Streptococcus group B (15%)

    Sering pada neonatus dan frekuensi kejadian meningkat pada individu berusia lebih

    dari 50 tahun serta pasien yang memiliki penyakit infeksi streptokokal.

    d. Listeria monocytogenes (10%)

    Sering pada neonatus berusia kurang dari 1 bulan dan kejadiannya sering terjadi

    akibat pasien meminum susu yang terkontaminasi Listeria.

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    19/30

    e. Haemophilus influenza type B (

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    20/30

    terletak pada bagian dalam atau parenkin spinal cord akan membesar membentuk

    tuberkuloma atau abses tuberkulus.

    Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang subarakhnoid

    dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara mikroskopis eksudat terdiri dari

    lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan limfosit. Sejalan progresivitas penyakit,

    limfosit akan mendominasi dan dapat dijumpai fibroblas.

    B. Meningitis Bakterialis

    Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran

    pernafasan yang dapat mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga memudahkan

    timbulnya infeksi oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring menghasilkan IgA

    protease yang dapat merusak barier mukosa dan memungkinkan bakteri menempel pada sel

    epitel nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran

    darah.

    Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi

    karena bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan antikomplemen,

    maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak

    lalu, mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses

    masuk ke ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi di

    cairanserebrospinal karena cairan tersebut kurang memiliki pertahanan seluler (komplemen,

    antibodi, sel fagosit).

    Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan

    komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan asam

    teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial

    melepaskanproinflamatory cytokines: TNFdan IL-1. Selanjutnya terjadi serangkaian proses

    inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit dan komplemen mudah

    masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin mengakibatkanedema

    vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena

    dan vaskulitis sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada

    jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan

    serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat meningktakan tekanan intrakranial

    sehingga timbullah edema interstitial di otak.

    C. Meningitis Jamur

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    21/30

    Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui, namun

    keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon imunologi merupakan hal

    yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini. Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien

    dengan lekopenia, fungsi limfosit T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya tidak

    mencukupi. Untuk alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami infeksi jamur.

    D. Meningitis Viral

    Virus masuk ke SSP melalui dua jalur yaitu hematogen (tersering) atau melalui

    serabut saraf (pada jenis virus tertentu seperti herpervirus dan beberapa enterovirus).Virus

    bereplikasi di sitem organ lalu menyebar ke darah. Viremia primer terjadi ke organ

    retikuloendotelial. Jika replikasi virus tetap terjadi meskipun sudah ada pertahanan imunologi

    maka viremia sekunder akan terjadi. Proses terakhir inilah yang kemudian dianggap berperan

    terhadap penyebaran virus ke SSP. Virus mungkin melewati sawar darah otak langsung di

    tingkat endotelial kapiler atau melalui defek natural (are postrema atau daerah lain yang tidak

    memiliki sawar). Respon inflamasi terlihat dari pleositosis yaitu PMN meningkat dalam 24-

    48 jam pertama lalu diikuti peningkatan monosit dan limfosit.

    2.2.5 Klasifikasi

    A. Berdasarkan onset

    Acute : 7hari, mempunyai karakteristik syndrome neurologic untuk

    >4minggu dan berkaitan dengan inflamasi yang persistent di CSF (WBC > 5L).

    Penyebab : infeksi meningeal, keganasan, noninfectious inflammatory disorder,

    meningitis kimiawi and infeksi parameningeal.

    B. Berdasarkan penyebab dan hasil pemeriksaan CSF

    Meningitis purulenta (Bakterialis)

    Meningitis Serosa :

    Meningitis Tuberkulosa

    Meningitis Viral / Aseptik

    Meningitis Sifilitika (Lues SSP)

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    22/30

    Mengitis Jamur

    2.2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosa

    Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk

    Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)

    - N II : papil edema, kebutaan

    - N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia

    - N V : fotofobia

    - N VII : paresis facial

    - N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo

    Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil

    Kebingungan atau penurunan respons

    TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar

    Komplikasi neurologis:

    Ventrikulitis, Efusi subdural, Meningitis berulang, Abses otak, Paresis,

    Hidrosefalus, Epilepsi

    Komplikasi non-neurologis :

    Artritis, Endokarditis bakterial akut, SIADH, Gangguan koagulasi DIC, Syok.

    Demam : Perubahan setting temperatur di hipothalamus akibat sel-sel inflamasi

    Kaku kuduk : tanda iritasi meningen karena adanya refleks spasme dari otot-otot

    ekstensor leher

    Nyeri kepala : akibat perangsangan nociceptor di subdural oleh meningen yang

    teriritasi dan vasodilatasi pembuluh darah untuk mendatangkan

    banyaknya komponen sel-sel darahKernig, Laseque dan Brudzinski sign: tanda iritasi meningen karena radiks yang

    mempersarafi otot-otot yang dirangsang terinflamasi.

    I. Terapi

    Penanganan Meningitis Tuberkulosis

    - Perawatan di rumah sakit dengan istirahat di tempat tidur

    - Untuk penderita sudah penurunan kesadaran sampai koma, maka diperlukan :

    (a) pengawasan saluran pernafasan yangg baik

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    23/30

    (b) keseimbangan cairan & elektrolit

    (c) kateterisasi urin

    (d) perubahan posisi tidur penderita sesering mungkin untuk mencegah dekubitus

    - Perawatan pasien tergantung pada hasil temuan LCS: limfositik plesitosis, penurunan

    glukosa, dsb.

    - Diperlukan diet dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak dan mineral yangg

    baik. Rekomendasi: diet tinggi kalori tinggi protein dan cairan infus glukosa 5% dua

    bagian dengan NaCl 0.9% satu bagian untuk keadaan dehidrasinya.

    - Tabel menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di

    Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:

    Nama obat Dosis

    Harian

    Dosis berkala

    3x

    BB 50kg Seminggu

    Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg

    Rifampin

    Pyrazinamid

    Streptomysin

    Ethambutol

    Etionamid

    450 mg

    1500 mg

    750 mg

    1000 mg

    500 mg

    600 mg

    2000 mg

    1000 mg

    1500 mg

    750 mg

    600 mg

    2-3 g

    1000 mg

    1-1.5 g

    -

    - Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan

    masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4

    macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap

    intensif cukup diberikan 3 macam obat saja iaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis

    pemberian isoniazid, rifampisin, dan pyrazinamid akan memberikan efek bakterisid

    yang terbaik.

    - Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien dengan

    tuberculosis berat (meningitis, tuberculosis diseminata, spondilitis dengan gangguan

    neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (6R7H7 atau

    7R7H7).

    - Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk encegah neuropati

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    24/30

    - Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS, produksi sitokin

    inflamasi, jumlah leukosit, sehingga proses inflamasi di ruang subarakhnoid

    berkurang & meminimalisasi kerusakan sawar darah otak.

    - Dexamethasone direkomendasi pada kasus meningitis tuberkulosa apabila ada salah

    satu komplikasi di bawah:

    (a) penurunan kesadaran

    (b) papiledema

    (c) defisit neurologic fokal

    (d) tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O

    Dosisnya adalah 10 mg bolus intravena kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3

    minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

    Management Meningitis Bakterialis

    Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera

    diberikan walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik

    yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis

    yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).

    Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi,

    pengetahuan tentang pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara

    empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta

    kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orang

    tua (ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga).

    Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol

    masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu

    penuh.

    Obat Utama Obat Alternatif Neonatus Ampisilin + Gentamisin

    Ampisilin + Seftriakson

    Vankomisin + Gentamisin

    Bayi dan anak-anak Ampisilin + Kloramfenikol

    Ampisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol

    Dewasa Ampisilin + Seftriakson

    Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + Gentamisin

    Karena fraktur tengkorak

    atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim

    Ampisilin + Seftazidim

    Eritromisin + Kloramfenikol

    Keadaan imunosupresi Eritrimosin/Vankomisin +

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    25/30

    atau keganasan Kloramfenikol

    Management Meningitis Jamur

    Obat yang sering dipakai pada penanganan menigitis jamur diantaranya:

    1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.

    2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan

    Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi

    serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak

    diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.

    3. Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal

    meningitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah dan

    memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.

    4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan

    untuk infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan

    Amfoterisin.

    5. Kombinasi Obat

    Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas

    Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari

    per oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama

    8-10 minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi

    oleh Cryptococcus neoformans.

    Amfoterisin B 0,5 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu

    diteruskan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi

    Coociodes immitis.

    Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari

    per oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv

    selama 4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.

    Penanganan Meningitis Viral

    - Simptomatis dan terapi suportif

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    26/30

    - Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai defisiensi

    imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien dengan hasil

    pemeriksaan LCS cenderung ke arah infeksi meningitis bakterial)

    - Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan tidak banyak

    gangguan, dan juga agak gelap

    - Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik diberikan

    untuk menurunkan demam

    - Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi

    hiponatremia akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)

    - Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:

    (a) Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari

    (b) Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia

    (c) Apabila ada keraguan mengenai diagnosa

    - Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:

    (a) HSV-1 atau -2

    (b) Infeksi EBV atau VZV yang parah

    - Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam 3 dosis

    terbagi) selama 7 hari

    - Untuk pasien yang tidak terlampau parah:

    (a) Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)

    (b) Famciclovir (500mg, tid)

    (c) Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu

    - Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi aktif.

    - Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas humoral,

    sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV

    - Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang disebabkan oleh

    poliovirus, mumps, dan infeksi measles.

    II. Komplikasi

    Neurologis:

    Hydrocephalus

    Vasculitis (parese/plegi, diffuse brain injury, edema)

    Arachnoiditis

    Seizure

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    27/30

    Non-neurologis

    SIADH

    Pneumonia

    Thrombophlebitis

    Urinary tract infection

    Decubitis

    Contracture

    Dehydration

    Arthritis (direct infection or immune complex deposition)

    Acute bacteria endocarditis

    Shock

    Tingkat kesadaran dan keparahan penyakit pada admisi awal memiliki korelasi kuat dengan

    prognosa pasien. Pasien yang datang dengan Stadium 2 atau 3 Meningitis Tuberkulosamemiliki sequelae (gejala sisa) yang cukup parah.

    III. Prognosis

    Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan

    Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%

    Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset tiba-tiba

    prognosis kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati 10%. Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif dan

    kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%. Prognosis buruk

    apabila terdapat koma, seizure, dan hitung jenis yang teramat rendah pada cairan

    serebrospinal.

    Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.

    Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..

    1. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission2. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision

    3. Ada tanda-tanda TTIK

    4. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)

    5. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya pemasangan

    mechanical ventilation

    6. Keterlambatan dalam penanganan dini

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    28/30

    Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa

    BTA masuk tubuh

    Tersering melalui inhalasi

    Jarang pada kulit, saluran cerna

    Multiplikasi

    Infeksi paru / focus infeksi lain

    Penyebaran hematogen

    Meningens

    Membentuk tuberkel

    BTA tidak aktif / dormain

    Bila daya tahan tubuh menurun

    Rupture tuberkel meningen

    Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

    MENINGITIS

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    29/30

    BAB III

    PEMBAHASAN KASUS

    Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai meningitis karena adanya trias gejala

    meningitis:

    1. Nyeri kepala (anamnesis)

    2. Demam (anamnesis)

    3. Kaku kuduk (pemeriksaan fisik)

    Dari hasil anamnesis di dapatkan pasien memiliki resiko meningitis, dari:

    1. Riwayat batuk lama, demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, penurunan berat

    badan, dapat mengarahkan ke penyakit Tb paru sebagai sumber penyebaran penyakit.

    2. Riwayat memelihara hewan unggas yang dapat mengarahkan ke penyakit toxoplasmosis

    sebagai sumber penyebaran penyakit.

    3. Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol sebagai faktor resiko yang dapat

    mempercepat penyebaran infeksi.

    Namun, dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan pula beberapa

    informasi yang dapat memunculkan diagnosa lainnya sebagai diagnosa banding:

    1. Riwayat infeksi telinga yang tidak diobati yang memungkinkan sebagai sumber

    penyakit yang dapat menyebar dan menyebabkan abses serebri.

    2. Riwayat infeksi gigi yang tidak diobati yang memungkinkan sebagai sumber penyakit

    yang dapat menyebar dan menyebabkan abses serebri.

    3. Penampilan fisik yang kurus dan terdapatnya keluhan rambut rontok memungkinkan

    munculnya diagnosis HIV AIDS, namun keluhan tersebut dapat di sangkal dengan

  • 8/3/2019 Bst Kel B- Meningitis

    30/30

    anamnesis bahwa pasien menyangkal pernah menggunakan obat-obatan terlarang,

    memakai jarum suntik secara bersamaan, dan riwayat bergonta ganti pasangan.

    4. Adanya hasil pemeriksaan lidah yang berwarna putih, yang memungkinkan diagnosis

    meningitis yang disebabkan oleh jamur (Candida Albicans).

    5. Adanya keluhan lumpuh pada tangan sebelah kiri dan juga deviasi pada plika

    nasolabialis memungkinkan 2 diagnosis, yaitu meningitis dan stroke. Namun stroke

    dipatahkan dengan keadaaan kelumpuhan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba, tapi

    pasien sebelumnya sakit terlebih dahulu.

    6. Adanya penurunan berat badan yang drastis dan dari hasil pemeriksaan CT scan yang

    menunjukkan adanya lesi yang multipel dan gambaran hipodense, memungkinkan

    diagnosis tumor, tetapi dari hasil anamnesis bahwa tidak ada riwayat keluarga yang

    menderita tumor. Namun pada pasien ini, masih memungkinkan diagnosa tumor.

    Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien memiliki gejala-gejala

    yang lebih menguatkan kearah meningitis, seperti:

    1. Gejala TTIK: mual, muntah, nyeri kepala

    2. Adanya Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)

    a. N VII : deviasi ke arah kanan dari plika nasolabialis

    b. N XII : deviasi lidah ke arah kiri

    3. Adanya penurunan fungsi motorik pada tangan kiri, dengan nilai ROM 0