bss2010rmnh

Upload: fuadz-achie-de

Post on 12-Jul-2015

107 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Densitas dan Distribusi Kristal Kalsium Oksalat Dalam Umbi Dua Varian Porang (Amorphophallus muelleri Blume) di KPH Saradan, Jawa Timur pada Siklus Pertumbuhan KetigaMaurissa A. E.1, Retno Mastuti2, Nunung Harijati31

Maurissa A. E., Retno M., Nunung H., FMIPA, Universitas Barwijaya, Malang, Indonesia 1 [email protected] , [email protected], [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, kerapatan dan distribusi kristal kalsium oksalat dalam umbi dua varian porang (A dan C) di KPH Saradan, Jawa Timur pada tiga periode pengamatan dalam siklus pertumbuhan ketiga. Periode pengamatan didasarkan perbedaan morfologi tanaman porang. Umbi porang dengan berat relatif seragam dipotong melintang dan dibagi menjadi bagian tepi dan tengah. Setiap bagian diiris (1x10,01 cm), direndam dalam alkohol 96% (1-2 hari) yang dilanjutkan dalam NaOH 10% ( 1 jam). Kerapatan dan bentuk kristal kalsium oksalat pada tiga periode pengamatan dianalisis dengan ANOVA ( 5%) yang dilanjutkan uji Tukey. Distribusi kerapatan kristal dalam umbi dianalisis dengan uji T. Umbi dua varian porang pada tiga periode pengamatan memiliki bentuk dan pola distribusi kerapatan kristal kalsium oksalat yang sama. Beberapa bentuk kristal kalsium oksalat yang ditemukan adalah druse, rafida (besar dan kecil) dan kristal yang belum teridentifikasi yang disebut X1. Kristal rafida kecil dan druse memiliki kerapatan tertinggi. Kerapatan kristal kalsium oksalat dua varian porang pada periode pengamatan pertama lebih rendah dibandingkan periode pengamatan kedua. Kerapatan kristal kalsium oksalat pada periode pengamatan ketiga umbi porang varian A paling tinggi dibandingkan dua periode pengamatan sebelumnya. Sebaliknya, kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian C pada periode pengamatan ketiga paling lebih rendah dibandingkan dua periode pengamatan lainnya. Kerapatan kristal bagian tengah umbi lebih tinggi dibandingkan bagian tepi. Kata kunci : kristal kalsium oksalat, periode pengamatan, umbi porang

Pendahuluan Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif karena umbi tanaman ini mengandung kadar glukomanan yang cukup tinggi hingga 67% [15]. Di samping glukomanan, porang juga mengandung substansi lainnya yaitu kristal kalsium oksalat [8]. Kristal ini adalah persenyawaan antara kalsium dan asam oksalat yang tersebar pada berbagai organ tanaman yaitu batang, daun, bunga, buah, biji [4] dan umbi [2]. Pembentukan kristal kalsium oksalat terjadi di dalam sel idioblas yang merupakan sel yang berkembang dengan ukuran vakuola dan sitoplasma yang berbeda dengan sel di sekitarnya [12]. Secara umum, kristal kalsium oksalat dalam tanaman memiliki beberapa bentuk yaitu druse, prisma, pasir, rafida dan stiloid [5]. Bentuk dan lokasi kristal ini ditemukan secara spesifik pada tanaman sehingga dapat digunakan sebagai salah satu karakter dalam taksonomi [4]. Porang sebagai salah satu anggota genus Amorphophallus dari famili Araceae yang memiliki kristal yang paling banyak adalah jenis rafida dan druse [11] [12]. Kristal kalsium oksalat dalam tanaman memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai pengumpul dan penerus cahaya matahari pada daun [7], pengikat racun oksalat [7], meregulasi jumlah kalsium yang berlebihan atau kekurangan [7]. Kristal kalsium oksalat juga berperan dalam sistem pertahanan terhadap herbivor [5]. Kristal ini dapat menyebabkan iritasi apabila terjadi kontak langsung dengan kulit [14] di antaranya pada mulut, bibir dan tenggorokan [2]. Oleh karena dapat menyebabkan iritasi maka herbivor enggan mendekati tanaman yang mengandung kristal kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat yang terkandung dalam bahan makanan apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan terbentuknya endapan kristal dalam ginjal [8]. Porang merupakan tanaman yang memiliki beberapa siklus pertumbuhan. Satu siklus pertumbuhan porang berlangsung selama 12 hingga 13 bulan. Satu siklus pertumbuhan dimulai pada musim penghujan yang ditandai dengan munculnya tunas atau tanaman yang berasal dari umbi, kemudian tanaman akan tumbuh selama 6 sampai 7 bulan. Selanjutnya pada musim kemarau tanaman memasuki masa dormansi yang akan berlangsung selama 5 sampai 6 bulan. Pada masa dormansi, tanaman akan mengering dan

rebah. Siklus pertumbuhan berikutnya dimulai pada awal musim hujan dengan tangkai daun dan diameter tajuk daun yang lebih panjang/lebar dibandingkan tanaman porang pada siklus pertumbuhan sebelumnya [10]. Porang yang mengalami beberapa kali siklus pertumbuhan memiliki umbi yang semakin berat. Umbi porang umumnya dipanen pada siklus pertumbuhan ketiga. Tanaman porang pada siklus pertumbuhan pertama dan kedua merupakan fase pertumbuhan vegetatif, setelah siklus pertumbuhan ketiga porang mengalami fase pertumbuhan generatif. Pada fase pertumbuhan generatif tersebut tanaman porang mengalami penurunan kualitas umbi yaitu penurunan kadar glukomanan hingga 40% [13]. Menurut warta KPH Jember tahun 2007, KPH Saradan merupakan lokasi budidaya porang terbesar di Jawa Timur setelah KPH Nganjuk dengan luas lahan 615 hektar. Anatomi kristal kalsium oksalat tiga varian porang (varian A, B dan C) di KPH Saradan telah dianalisis pada berbagai bagian/jaringan tanaman yang tumbuh pada siklus pertumbuhan ketiga [3]. Pengamatan densitas dan bentuk kristal kalsium oksalat umbi porang varian B pada siklus pertumbuhan pertama, kedua dan ketiga menunjukkan adanya variasi kuantitas kristal kalsium oksalat berdasarkan volume dan bagian umbi [10]. Volume umbi porang sekitar 200-300 ml memiliki jumlah kristal kalsium oksalat paling tinggi dibanding volume umbi 75-100 ml dan >500 ml. Selain itu, bagian tengah umbi ternyata cenderung memiliki lebih banyak kristal kalsium oksalat dibanding bagian tepi. Karena kandungan kristal kalsium oksalat berkorelasi positif dengan berat umbi [1], maka perlu diketahui kerapatan dan bentuk kristal kalsium oksalat dalam umbi porang pada tiga periode dalam siklus pertumbuhan ketiga setelah masa dormansi siklus pertumbuhan kedua. Ketiga periode pengamatan ini didasarkan atas morfologi tanaman porang yang meliputi keadaan tajuk daun dan tangkai daun pada siklus pertumbuhan ketiga. Metodologi Sampel tanaman porang yang digunakan dalam penelitian ini adalah varian A dan C yang tumbuh pada siklus pertumbuhan ketiga di Hutan Klangon, KPH Saradan, Jawa Timur yang diambil dengan teknik pengambilan secara acak masing-masing sebanyak lima tanaman. Umbi setiap varian diambil dari tiga periode pengamatan setelah masa dormansi dari siklus pertumbuhan kedua. Morfologi tanaman digunakan sebagai dasar pengelompokan setiap periode pengamatan. Kategori tanaman periode pengamatan pertama mempunyai tangkai daun yang masih tegak dan tajuk daun berwarna hijau. Periode pengamatan kedua diketahui dari tanaman yang mulai layu dan warna daun yang menguning. Periode pengamatan ketiga ditandai dengan bagian tanaman yang ada di atas tanah sudah rebah dan berwarna coklat kering. Berikutnya dipilih tiga umbi dengan berat yang relatif seragam sebagai ulangan untuk masing-masing varian. Umbi yang telah dibersihkan dan dicatat morfologinya meliputi berat, keliling, tebal dan diameter, kemudian dipotong secara horizontal untuk memisahkan bagian atas dan bawah. Masing-masing bagian tersebut (atas dan bawah) dipisahkan kembali menjadi bagian tepi dan tengah. Bagian tepi adalah jarak 1 cm dari kulit umbi, sedangkan bagian tengah yang dimaksud merupakan bagian pusat umbi. Potongan bagian tepi dan tengah diiris dengan ukuran 1x1 cm2 sehingga didapatkan 8 potong. Masing-masing potongan diiris setebal 0,01 cm sebanyak 9 irisan. Seluruh irisan umbi kemudian dimasukkan dalam botol film dan direndam dalam alkohol 96% sebagai agen dehidrasi selama 1 hingga 2 hari. Berikutnya, larutan alkohol 96% diganti NaOH 10% sebagai agen penjernih yang direndam selama 1 jam. Penghitungan kristal kalsium oksalat secara mikroskopis dilakukan per bidang pandang dengan perbesaran 100x. Jumlah kristal kalsium oksalat total diperoleh dari 36 preparat dengan 3 bidang pandang yang berbeda sebagai ulangan teknis pengamatan per preparat. Data yang diperoleh yaitu bentuk kristal kalsium oksalat dan kerapatannya pada tiga periode pengamatan serta pada dua bagian umbi. Kerapatan kristal kalsium oksalat pada tiga periode pengamatan dan dua bagian umbi porang dihitung dengan menggunakan rumus: Kerapatan kristal kalsium oksalat = kristal kalsium oksalat / n Luas bidang pandang (cm2) n = ulangan teknis pengamatan per preparat

Sedangkan untuk mengetahui kerapatan masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat (X) dihitung dengan mengunakan rumus:

Kerapatan kristal kalsium oksalat X =

kristal kalsium oksalat x / n Luas bidang pandang (cm2) n = ulangan teknis pengamatan per preparat

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif yang dianalisis menggunakan program SPSS Windows for Release 12. Analisis mengenai kerapatan kristal kalsium oksalat pada tiga periode pengamatan serta kerapatan masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat dalam umbi menggunakan ANOVA (uji F) ( = 5%), yang dilanjutkan dengan uji Tukey. Analisis kerapatan kristal kalsium oksalat pada bagian tepi dan tengah umbi porang menggunakan uji T ( = 5%). Bentuk Kristal Kalsium Oksalat dalam Umbi Dua Varian Porang Bentuk kristal kalsium oksalat yang ditemukan dalam preparat umbi dua varian porang dan pada tiga periode pengamatan yaitu rafida (ukuran besar dan kecil) dan druse. Selain itu terdapat bentuk kristal yang tidak sama dengan dua bentuk yang sudah ada yang disebut X1 (Gambar 5).

A

B

C

D

Gambar 1. Berbagai bentuk kristal kalsium oksalat dalam umbi dua varian porang (perbesaran 100x). Individu kristal X1 (tanda panah) (A) (Bar = 40 m); Kristal rafida besar (B) (Bar = 280 m); Kristal rafida kecil (C) (Bar = 100 m); Kristal druse (D) (Bar = 60 m).

Kristal X1 merupakan kumpulan kristal rafida kecil yang dikelilingi oleh rongga besar. Kumpulan kristal tersebut berukuran 20 hingga 40 m yang terletak tepat ditengah di dalam rongga yang berukuran 100 hingga 310 m (Gambar 1A). Kristal ini belum teridentifikasi secara jelas bentuknya sehingga disebut sebagai kristal X1 untuk mempermudah penyebutan. Kristal kalsium oksalat X1 belum pernah dilaporkan sebelumnya pada berbagai jurnal penelitian, namun kristal ini pernah dilaporkan pada penelitian sebelumnya [3] sebagai salah satu jenis kristal kalsium oksalat dalam umbi porang yang berasal dari KPH Saradan, Jawa Timur. Kristal rafida beralur lurus merupakan karakteristik kristal kalsium oksalat pada famili Araceae dan genus Amorphophallus [12]. Karakteristik kristal rafida beralur lurus tersebut juga dijumpai pada umbi dua varian porang yang tumbuh di KPH Saradan. Ciri lain kristal rafida (60 280 m) yang tampak adalah seperti jarum dengan ujung rata dan saling melekat satu sama lain dalam satu berkas. Berdasarkan hasil pengamatan preparat umbi porang dengan perbesaran 100x, kristal rafida dapat dibagi menjadi dua yaitu kristal rafida besar (200 280 m) (Gambar 1B) dan kristal rafida kecil (60 100 m) (Gambar 1C). Kristal druse (50 60 m) yang ditemukan pada umbi porang berbentuk menyerupai bintang dengan banyak sisi dengan ujung yang tajam dan tumpul (Gambar 1D). Kristal druse merupakan kumpulan kristal-kristal dengan morfologi yang bervariasi, berpautan satu sama lain dan merupakan kristal tunggal [12]. Pada Aracea, umumnya kristal rafida ditemukan bersama dengan kristal druse [11].

Kerapatan Berbagai Bentuk Kristal Kalsium Oksalat Umbi Dua Varian Porang Tiga bentuk kristal kalsium oksalat yang ditemukan dalam umbi dua varian porang pada tiga periode pengamatan yaitu druse, rafida (besar dan kecil) dan X1. Kerapatan masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat tersebut antar tiga periode pengamatan pada umbi porang varian A berbeda (Gambar 2). Kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan pertama (19918/cm2) lebih rendah dibandingkan periode pengamatan kedua (27621/cm2), sedangkan kerapatan kristal pada periode pengamatan ketiga (41457/cm2) lebih tinggi dibandingkan dua periode pengamatan sebelumnya. Kristal X1 pada periode pengamatan ketiga (41457/cm2) memiliki kerapatan yang paling tinggi dibandingkan kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan pertama (19918/cm2) dan kedua (27621/cm2). Berdasarkan uji Tukey kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan pertama dan kedua tidak berbeda nyata, sedangkan kerapatan kristal X1 periode pengamatan ketiga berbeda nyata. Kerapatan kristal druse pada periode pengamatan pertama (47531/cm2) dan kedua (660167/cm2) lebih tinggi dibandingkan periode pengamatan ketiga (399106/cm2). Tetapi, berdasarkan uji Tukey menunjukkan bahwa kerapatan kristal druse pada tiga periode pengamatan tersebut tidak berbeda nyata.Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)500 400 300

bKerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

1000

a800 600 400 200 0 1 2 3

a a

a

a

200 100 0 1 2 3

Periode pengamatan

Periode pengamatan

(A)1400Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

(B)a bKerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

80

1200 1000 800 600 400 200 0 1

60

a a

a

40

20

b

02 3

1

2

3

Periode pengamatan

Periode pengamatan

(C)

(D)

Gambar 2. Kerapatan masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat umbi porang varian A pada tiga periode pengamatan. Kerapatan kristal kalsium oksalat X1 (A), kristal druse (B), kristal rafida kecil (C) dan kristal rafida besar (D). Catatan : notasi yang berbeda pada setiap bentuk kristal kalsium oksalat menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Tukey ( = 0,05)). Vertikal bar menunjukkan SE (Standard Error) (n=3).

Kerapatan kristal rafida kecil semakin tinggi dari periode pengamatan pertama hingga periode pengamatan ketiga yaitu masing-masing 67041/cm2, 992198/cm2 dan 105362/cm2. Tetapi berdasarkan uji Tukey diketahui bahwa kerapatan kristal pada periode pengamatan pertama dan kedua tidak berbeda nyata, sedangkan pada periode pengamatan ketiga memiliki kerapatan kristal yang berbeda nyata dibandingkan kerapatan pada periode pengamatan kedua. Kerapatan kristal rafida besar pada periode pengamatan kedua (107/cm2) lebih rendah dibandingkan periode pengamatan pertama (565/cm2) dan ketiga (419/cm2). Di samping itu, berdasarkan uji Tukey diketahui bahwa kerapatan

kristal rafida besar pada periode pengamatan kedua berbeda nyata dibandingkan dua periode pengamatan yang lainnya. Berbagai bentuk kristal kalsium oksalat yang ditemukan dalam umbi porang varian C memiliki kerapatan yang bervariasi (Gambar 3). Kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan ketiga (29120/cm2) lebih rendah dibandingkan dengan periode pengamatan pertama (46540/cm2) dan kedua (29120/cm2). Uji Tukey menunjukkan bahwa kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan pertama dan kedua tidak berbeda nyata, sedangkan kerapatan kristal X1 pada periode pengamatan ketiga berbeda nyata. Kerapatan kristal druse pada periode pengamatan ketiga (394101/cm2) paling rendah dibandingkan periode pengamatan pertama (59340/cm2) dan kedua (486167/cm2), tetapi kerapatan kristal antar tiga periode pengamatan tersebut berdasarkan uji Tukey tidak berbeda nyata. Kristal rafida kecil memiliki pola kerapatan yang cenderung semakin tinggi antar tiga periode pengamatan. Kerapatan kristal kalsium oksalat rafida kecil dari periode pengamatan pertama hingga periode pengamatan ketiga secara berturut-turut yaitu 75233/cm2, 84964/cm2 dan 96149/cm2. Berdasarkan uji Tukey diketahui bahwa kerapatan kristal tersebut pada periode pengamatan ketiga berbeda nyata dibandingkan kerapatan kristal pada dua periode pengamatan sebelumnya. Kristal rafida besar memiliki kerapatan yang relatif sama antar tiga periode pengamatan pertama (519/cm2), kedua (565/cm2) dan ketiga (569/cm2). Di samping itu, kerapatan kristal rafida besar pada tiga periode pengamatan tersebut berdasarkan uji Tukey tidak berbeda nyata.800Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2) Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

800

600

b b a

a600

a a

400

400

200

200

0 1 2 3

0 1 2 3

Periode pengamatan

Periode pengamatan

(A)1200Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

(B)b a80

1000 800 600 400 200 0 1

a

60

a

a

a

40

20

0

2 Periode pengamatan

3

1

2

3

Periode pengamatan

Gambar 3.

(C) (D) Kerapatan masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat umbi porang varian C pada tiga periode pengamatan. Kerapatan kristal kalsium oksalat X1 (A), kristal druse (B), kristal rafida kecil (C) dan kristal rafida besar (D). Catatan : notasi yang berbeda pada setiap bentuk kristal kalsium oksalat menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Tukey ( = 0,05)). Vertikal bar menunjukkan SE (Standard Error) (n=3).

Distribusi kristal rafida dan druse paling tinggi dibandingkan bentuk kristal lainnya dalam umbi dua varian porang. Hal tersebut sesuai dengan hasil review [11] yang menyatakan bahwa kristal druse dan rafida merupakan kristal kalsium oksalat yang banyak ditemukan pada famili Araceae. Apabila kerapatan kedua bentuk kristal tersebut dibandingkan diketahui bahwa kristal rafida kecil memiliki distribusi yang lebih luas dibandingkan kristal druse (Gambar 4). Hal tersebut berlaku pada umbi porang varian A dan varian C.

Dari Gambar 4 diketahui bahwa kristal rafida kecil lebih mendominasi (51% dan 47%) dari keseluruhan bentuk kristal kalsium oksalat dalam umbi dua varian (A dan C) porang. Bentuk kristal lainnya memiliki distribusi yang lebih rendah dibandingkan kristal rafida kecil yaitu druse (30% dan 27%), X1 (17% dan 23%) dan rafida besar (2% dan 3%). Varian ARafida besar 2% X1 17%

Rafida kecil 51%

Druse 30%

Varian C

Rafida besar 3%

X1 23%

Rafida kecil 47%

Druse 27%

Gambar 4. Distribusi masing-masing bentuk kristal kalsium oksalat dalam umbi porang varian A dan C.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya [3], kerapatan kristal druse lebih tinggi di bagian daun dibandingkan dibagian umbi. Di samping itu, telah dikemukakan bahwa kerapatan kristal druse yang tinggi dalam daun untuk mendukung sel palisade berkaitan dengan aktifitas fotosintesis [9]. Hal tersebut berhubungan dengan struktur kristal druse yang mempunyai banyak sisi sehingga dapat mendukung aktifitas fotosintesis karena sisi-sisi tersebut dapat memantulkan cahaya yang diterima kepada sel-sel disekitar. Waktu perkembangan, morfologi, distribusi dan kuantitas kristal yang terdapat pada jaringan tanaman memiliki fungsi tersendiri [12]. Berdasarkan hasil hipotesis [12] dinyatakan bahwa kristal rafida berfungsi untuk menghalangi herbivor. Selain itu keberadaan kristal rafida kecil pada penelitian ini tampaknya memiliki kaitan dengan umbi yang mengandung glukomanan yang tinggi. Kristal rafida kecil dalam umbi merupakan suatu keuntungan alamiah karena kristal tersebut menghindarkan umbi dari serangan herbivor. Dengan demikian kandungan glukomanan dapat terjaga. Di samping itu, kristal kalsium oksalat juga berperan dalam penyimpanan dan penyerapan kembali kalsium pada kondisi tertentu, karena kalsium dibutuhkan pada saat pertumbuhan sel. fungsi penyimpanan kalsium tersebut dapat dilakukan oleh kristal rafida dan druse, tetapi khusus pada organ umbi keberadaan kristal druse berfungsi hanya sebagai penyimpan kalsium. Kerapatan Kristal Kalsium Oksalat pada Tiga Periode Pengamatan dalam Umbi Dua Varian Porang Kerapatan kristal kalsium oksalat pada umbi porang varian A semakin tinggi dan pada varian C kerapatan kristal kalsium oksalat cenderung semakin rendah antar tiga periode pengamatan (Gambar 5). Kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian A pada periode pengamatan pertama (1392/cm2) lebih rendah dibandingkan periode pengamatan kedua (1831/cm2), sedangkan periode pengamatan ketiga memiliki kerapatan yang tertinggi (2045/cm2). Dari ketiga periode pengamatan digunakan umbi dengan berat rata-rata 538,97130; 595,57122 dan 933145 g untuk masing-masing periode pengamatan pertama, kedua dan ketiga. Berdasarkan uji Tukey diketahui bahwa kerapatan kristal kalsium oksalat pada periode pengamatan pertama dan kedua tidak berbeda nyata, sedangkan kerapatan kristal kalsium oksalat pada periode pengamatan kedua dan ketiga berbeda nyata. Kerapatan kristal kalsium oksalat pada umbi porang varian C memiliki pola yang beragam antar tiga periode pengamatan. Kerapatan kristal kalsium oksalat pada periode pengamatan pertama sebesar

1861/cm2 dengan berat umbi rata-rata 117011 g. Kerapatan kristal kalsium oksalat tersebut lebih rendah dibandingkan pada periode pengamatan kedua yaitu sebesar 1912/cm2 dengan berat umbi rata-rata 59672 g. Sedangkan kerapatan kristal kalsium oksalat pada periode pengamatan ketiga (1718/cm2) lebih rendah dibandingkan dua periode pengamatan sebelumnya dengan berat umbi rata-rata 90058 g. Tetapi, berdasarkan uji Tukey diketahui bahwa tinggi dan rendahnya kerapatan kristal kalsium oksalat pada tiga periode pengamatan tersebut tidak berbeda nyata.2500

Kerapatan kristal kalsium

a a

b a

a a

oksalat (per cm 2)

2000 1500 1000 500 0 A Periode pengamatan 1 Varian umbi porang Periode pengamatan 2 C

Periode pengamatan 3

Gambar 5. Kerapatan kristal kalsium oksalat umbi dua varian porang pada tiga periode pengamatan. Catatan : notasi yang berbeda pada varian yang sama menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Tukey ( = 0,05)). Vertikal bar menunjukkan SE (Standard Error) (n=3).

Perbedaan pola kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian A dan C antar tiga periode pengamatan salah satunya diduga dipengaruhi oleh berat umbi (Gambar 6). Hal tersebut ditunjukkan dengan berat umbi porang varian A yang semakin tinggi diikuti dengan kerapatan kristal kalsium oksalat yang semakin tinggi pula antar tiga periode pengamatan. Sebelumnya telah diketahui bahwa berat umbi berkorelasi positif dengan kerapatan kristal kalsium oksalat [1]. Tetapi berat umbi bukan salah satu faktor utama yang diduga mempengaruhi kerapatan kristal kalsium oksalat. Hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya kerapatan kristal kalsium oksalat pada porang varian C yang tidak berkorelasi positif dengan berat umbi. Dari tiga periode pengamatan, periode pengamatan kedua memiliki kerapatan kristal kalsium oksalat yang tertinggi dibandingkan periode pengamatan pertama dan ketiga tetapi memliki berat umbi terendah. Perbedaan pola berat umbi dan kerapatan kristal kalsium oksalat antar tiga periode pengamatan porang varian C, diduga dipengaruhi teknik seleksi berdasarkan berat umbi yang relatif seragam pada saat pengambilan sampel tanaman porang hanya berlaku bagi periode pengamatan yang sama dan mengabaikan jenis bibit. Tetapi, ternyata perbedaan jenis bibit porang diduga juga turut mempengaruhi ukuran vegetatif tanaman porang. Tiga jenis bibit porang yang umum digunakan yaitu biji, bulbil dan umbi. Khusus bibit dari umbi dapat dibagi menjadi dua yaitu umbi yang utuh dengan ukuran yang kecil dan potongan dari umbi berukuran besar. Ukuran bibit sangat mempengaruhi ukuran vegetatif tanaman porang [15]. Selain itu, genetik tanaman [15] juga diduga dapat mempengaruhi kondisi tanaman porang.

Berat umbi porang (g)

1400Berat umbi porang (g)

1400

1200 1000 800 600 400 200 0 1 2 Periode pengamatan

a a a

1200 1000 800 600 400 200 0

c b a

3

1

2

3

Periode pengamatan

(A)Kerapatan kristal kalsium oksalat (per cm2)

(B)a bKerapatan kristal kalsium 2 oksalat (per cm )

2500 2000 1500 1000 500 0

2500 2000 1500 1000 500 0 1

a

a

a

a

2

3

1

Periode Pengamatan

2 Periode pengamatan

3

(C)

(D)

Gambar 11. Berat dan kerapatan kristal kalsium oksalat umbi dua varian porang antar periode pengamatan. Berat umbi porang varian A (A) dan varian C (B) serta kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian A (C) dan varian C (D). Catatan : notasi yang berbeda pada varian yang sama menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Tukey ( = 0,05) Vertikal bar menunjukkan SE (Standard Error) (n=3).

Kerapatan Kristal Kalsium Oksalat Bagian Tepi dan Tengah Umbi Dua Varian Porang Kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian A dan C pada bagian tengah lebih tinggi dibandingkan bagian tepi (Gambar 12). Kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian A pada bagian tepi sebesar 1554272/cm2, sedangkan pada bagian tengah sebesar 1957145/cm2. Tetapi kerapatan kristal kalsium oksalat tersebut berdasarkan uji T diketahui tidak menunjukkan beda nyata. Selain itu, kerapatan kristal kalsium oksalat umbi porang varian C pada bagian tepi lebih rendah (162294/cm2) dibandingkan bagian tengah (2038 167/cm2). Kerapatan kristal kalsium oksalat pada bagian tepi dan tengah pada varian C berdasarkan uji T menunjukkan beda nyata.Kerapatan kristal kalsium oksalat (per-cm2)2500 2000

a a a

b

1500 1000 500 0 A

Varian

C

tepi

tengah

Gambar 12. Kerapatan kristal kalsium oksalat pada bagian tepi dan tengah umbi dua varian porang. Catatan : notasi yang berbeda pada varian yang sama menunjukkan beda nyata berdasarkan uji T ( = 0,05). Vertikal bar menunjukkan SE (Standard Error) (n=3).

Kerapatan kristal kalsium oksalat kedua varian porang pada bagian tengah lebih tinggi dibandingkan pada bagian tepi umbi. Perbedaan kerapatan kristal tersebut salah satunya diduga dipengaruhi oleh diameter sel parenkim dan idioblas pada kedua bagian umbi. Diameter sel parenkim umbi bagian tepi dan tengah yaitu 7,72 m dan 7,15 m. Di samping itu, diameter sel idioblas umbi bagian tepi dan tengah adalah 310 m dan 215 m. Diameter sel parenkim dan idioblas bagian tepi lebih besar dibandingkan bagian tengah, sehingga keberadaan antar kristal kalsium oksalat renggang. Hal tersebut berbanding terbalik pada umbi bagian tengah, diameter sel parenkim dan idioblas yang kecil menyebabkan keberadaan antar kristal kalsium oksalat yang lebih dekat. Dengan demikian ukuran diameter sel parenkim dan idioblas, secara langsung dapat mempengaruhi kerapatan kristal kalsium oksalat yang dapat dipengaruhi oleh jarak antar kristal kalsium oksalat. Bagian tepi umbi yang memiliki jarak antar kristal kalsium oksalat yang renggang memiliki kerapatan kristal yang rendah, sebaliknya jarak antar kristal kalsium oksalat yang rapat menyebabkan kerapatan kristal lebih tinggi. Perbedaan kerapatan kristal kalsium oksalat pada bagian tepi dan tengah pada umbi dua varian porang dapat dianalisis melalui keberadaan sel idioblas sebagai tempat pembentukan kristal kalsium oksalat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerapatan kristal kalsium oksalat bagian tengah lebih tinggi dibandingkan bagian tepi, sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah sel idioblas bagian tengah umbi lebih banyak dibandingkan bagian tepi. Analisis lainnya mengenai kerapatan kristal kalsium oksalat pada bagian umbi dapat diketahui umbi taro (Colocasia esculenta) [2]. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perbedaan kerapatan kristal kalsium oksalat bagian tepi dan tengah dapat dipengaruhi oleh keberadaan jaringan parenkim dan korteks. Tetapi tidak dijelaskan lebih lanjut seberapa besar pengaruh keberadaan kedua jaringan tersebut terhadap kerapatan kristal kalsium oksalat dalam umbi. Perbedaan kerapatan kristal kalsium oksalat juga telah diteliti pada beberapa organ tanaman Dieffebanchia yaitu akar lateral, tunas aksilar dan bagian inisiasi bunga [6]. Hal yang sama juga nampak pada penelitian kultur kalus tanaman Psychotria punctata Vatke, yang melaporkan bahwa terjadi peningkatan kerapatan kristal kalsium oksalat pada area nodul vaskular dan inisiasi akar selama kultur kalus berlangsung. Perbedaan kerapatan kristal tersebut juga ditemukan pada penelitian ini dalam organ umbi bagian tepi dan tengah [6]. Kerapatan kristal kalsium oksalat yang tinggi pada kultur kalus berkaitan dengan tinggi laju metabolisme yang terjadi pada area tersebut [6]. Di samping itu, berdasarkan pengamatan Dieffenbanchia yang ditumbuhkan dalam rumah kaca [6] disebutkan bahwa pembentukan kristal rafida berkaitan dengan tingginya pembelahan sel. Sel yang memiliki metabolisme yang tinggi mengalami peningkatan sintesis oksalat dari asam askorbat dan galaktosa, yang merupakan prekursor pembentukan oksalat [6]. Di samping itu, area tersebut selama proses iniasi dapat berfungsi sebagai physioligical sink yang memiliki konsentrasi ion kalsium yang meningkat. Tingginya level kedua komponen pembentuk kristal kalsium oksalat tersebut dapat menjadi pemicu terbentuknya kristal kalsium oksalat [6]. Diduga pada umbi dua varian porang bagian tengah memiliki laju metabolisme yang tinggi dibandingkan bagian tepi, sehingga intensitas pembentukan kristal kalsium oksalat pada bagian tengah tersebut menjadi lebih tinggi yang berakibat tingginya pada kerapatan kristal kalsium oksalat. Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Retno M, M.Agr.Sc., D.Agr.Sc. dan Ibu Dra. Nunung H, MSi. Ph.D atas arahan, kesabaran, bimbingan, serta dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian

makalah ini.Daftar pustaka [1] Ambarwati, E dan R. H. Murti. 2001. Analisis Korelasi dan Koefisien Lintas Sifat-sifat Agronomi Terhadap Komposisi Kimia Umbi Iles-Iles (Amorphophallus variabilis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fakultas Pertanian. Summaries (En, In) Ilmu Pertanian (Indonesia) 8: 55-61 Bradbury, J. H. dan R. W. Nixon. 1998. The Acridity of Raphides from the Edible Aroids. Journal Science Food Agriculture 76: 608-616 Endriyeni, E. 2009. Analisis Anatomi Kristal Kalsium Oksalat pada Beberapa Varian Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f.) di Klangon, Kecamatan Saradan, Madiun, Jawa

[2] [3]

[4] [5] [6]

[7]

[8] [9]

[10]

[11] [12] [13] [14] [15]

Timur. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang. Franceschi, V. R. dan H. T. Horner. 1980. Calcium Oxalate Crystals in Plants Botany Review 46 : 361-427 Franceschi, V. R. dan P. A. Nakata. 2005. Calcium Oxalate in Plants: Formation and Function. Annual Review of Plant Biology 56 : 41-71 Hui, C. 2003. The Distribution of Calcium Oxalate Crystals in Genus Dieffenbachia Schott and the Relationship Between Environmental Factors and Crystal Quantity and Qualitiy. Thesis. University of Florida. p : 58 Ilarslan, H., R. G. Palmer, J. Imsande dan H. T. Horner. 1997. Quantitative Determination of Calcium Oxalate and Oxalate in Developing Seeds of Soybean (Leguminosae). American Journal of Botany 84 : 1042-1046 Jansen, P. C. M., E. Westphal dan N. Wulijarni-Soetjipto. 1996. Plant Resources of South-East Asia 9: Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates. Prosea Foundation. Bogor Kuo-Huang, L-L., S. B. Maurice dan V. R. Franceschi. 2007. Correlations Between Calcium Oxalate Crystals and Photosynthetic Activities in Palisade Cells of Shade-Adapted Peperomia glabella. Botanical Studies 48 : 155-164 Mastuti, R., S. Indriani dan A. Roosdiana. 2008. Identifikasi Kandungan Asam Oksalat Terlarut dan Tak Larut serta Kuantitas Kristal Kalsium Oksalat Secara Mikroskopis dalam Umbi Tanaman Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f.) pada Berbagai Fase Perkembangan. Laporan Hasil Penelitian Program Research Grant I-MHERE. Universitas Brawijaya Prychid, C. J dan P. J. Rudall. 1999. Calcium Oxalate Crystals in Monocotyledons: A Review of their Structure and Systematics. Annals of Botany 84 : 725-739 Prychid, C. J., R. S. Jabaily dan P. J. Rudall. 2008. Cellular Ultrastructure and Crystal Development in Amorphophallus (Araceae). Annals of Botany 101 : 983-995 Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya. Biodiversitas 6 (3) : 185-190 Sunnel, L. A dan P. L. Healey. 1979. Distribution of Calcium Oxalate Crystal Idioblast in Corms of Taro (Colocasia esculenta). American Journal Botany 66 : 1029-1032 Wahyuni, S., E. A. Hadad, Hobir dan A. Denian. 2004. Plasma Nutfah Aneka Tanaman Perkebunan. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi TRO 16 : 28-42