bruce loos is

10
38 PENGARUH VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPI PERAH DENGAN BERBAGAI PARITAS TERHADAP EFISIENSI REPRODUKSI Utami Kurniawati 1) , Pratiwi Trisunuwati 2) , dan Sri Wahyuningsih 2) 1) Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, Jl. Diponegoro 8 Batu 2) Dosen Program Studi Ilmu Ternak, Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Vaksinasi brucella tidak hanya dapat menurunkan prevalensi brucellosis, tetapi dapat mempengaruhi efisiensi reproduksi. Guna mengetahui pengaruh vaksinasi brucellosis terhadap efisiensi reproduksi sapi perah dengan variabel service per conception (S/C), days open (DO) dan calving interval (CI) dilakukan analisis data pada sapi perah. Data dari catatan individu 100 ekor sapi perah paritas satu, dua dan tiga milik peternak untuk variabel-variabel diatas dianalisis dengan diskripsi dan rancangan acak kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi mempunyai pengaruh nyata terhadap Days open /DO dan service per conception (S/C). (JIIPB 2010 Vol 20 No 1: 38-47). Kata kunci : Brucellosis, Efisiensi reproduksi, Vaksinasi ABSTRACT Brucella vaccination was not only able to reduce the prevalence of brucellosis, but it could also affect reproductive efficiency. The objective of the study was to know the effect of brucellosis vaccination on reproductive efficiency of dairy cattle in terms of service per conception (S/C), days open (DO) and calving interval (CI). Data from individual records of 100 dairy cows at parity one, two and three owned by ranchers were analyzed descriptively based on a randomized block design. The results showed that vaccination had a significant effect on days open (DO) and services per conception (S/C). (JIIPB 2010 Vol 20 No 1: 38-47). Key words: Brucellosis, reproductive efficiency, Vaccination

Upload: tia-kawairiizhuka

Post on 10-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

38

PENGARUH VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPIPERAH DENGAN BERBAGAI PARITAS TERHADAP

EFISIENSI REPRODUKSI

Utami Kurniawati 1), Pratiwi Trisunuwati 2), dan Sri Wahyuningsih 2)

1)Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, Jl. Diponegoro 8 Batu2)Dosen Program Studi Ilmu Ternak, Program Pasca Sarjana, Universitas

Brawijaya Malang

ABSTRAK

Vaksinasi brucella tidak hanya dapat menurunkan prevalensi brucellosis, tetapidapat mempengaruhi efisiensi reproduksi. Guna mengetahui pengaruh vaksinasibrucellosis terhadap efisiensi reproduksi sapi perah dengan variabel service perconception (S/C), days open (DO) dan calving interval (CI) dilakukan analisis datapada sapi perah. Data dari catatan individu 100 ekor sapi perah paritas satu, dua dantiga milik peternak untuk variabel-variabel diatas dianalisis dengan diskripsi danrancangan acak kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi mempunyaipengaruh nyata terhadap Days open /DO dan service per conception (S/C). (JIIPB2010 Vol 20 No 1: 38-47).

Kata kunci : Brucellosis, Efisiensi reproduksi, Vaksinasi

ABSTRACT

Brucella vaccination was not only able to reduce the prevalence of brucellosis,but it could also affect reproductive efficiency. The objective of the study was to knowthe effect of brucellosis vaccination on reproductive efficiency of dairy cattle in terms ofservice per conception (S/C), days open (DO) and calving interval (CI). Data fromindividual records of 100 dairy cows at parity one, two and three owned by rancherswere analyzed descriptively based on a randomized block design. The results showedthat vaccination had a significant effect on days open (DO) and services per conception(S/C). (JIIPB 2010 Vol 20 No 1: 38-47).

Key words: Brucellosis, reproductive efficiency, Vaccination

39

PENDAHULUAN

Populasi sapi perah pada tahun2006 di Indonesia tercatat hanya382.313 ekor dengan lajuperkembangan populasi mencapai 2,5%per tahun. Peningkatan populasi dantingkat produksi diperkirakan tidakbanyak berubah, sehingga produksi susunasional tidak banyak mengalamiperubahan yang signifikan dalamdekade terahir ini. Populasi danproduktivitas sapi perah tersebut tidaksebanding dengan tingkat konsumsisusu penduduk Indonesia yangberjumlah 210 juta jiwa. Kondisi inimenyebabkan produksi susu lokal hanyadapat mensuplai sekitar 30% konsumsisusu nasional. Beberapa penyakit dapatmenyerang sapi perah dan telahmempengaruhi produktivitas dankualitas susu yang dihasilkan sepertimastitis, penyakit Brucellosis, infectiousbovine rhinotracheitis (IBR), bovineviral diarrhoea (BVD) dancolibacillosis. Brucellosis adalahpenyakit menular pada hewan danmanusia yang disebabkan oleh bakteriBrucella abortus dan hampir seluruhpropinsi di Indonesia sudah tertular olehpenyakit ini. (Toharmat et al., 2009).Penyakit inilah yang seringmenimbulkan terjadinya gangguanreproduksi dan keguguran padakebuntingan 5-7 bulan. Keguguranmerupakan gejala klinis yangpatognomonis (gejala utama) pada awalinfeksi. Setelah beberapa kalikeguguran, atau adanya gangguankelahiran, perlekatan plasenta jugasering terjadi.

Program pengendalian danpemberantasan Brucellosis pada sapitelah dilakukan oleh pemerintah denganprogram vaksinasi dan potong bersyarat(test and slaughter) namunkenyataannya penyebaran penyakit inidari tahun ke tahun semakin meningkat.

Meningkatnya penyebaran Brucellosispada sapi ini dapat dikarenakan adanyamutasi ternak yang kurang dapatdipantau oleh petugas peternakan, biayakompensasi pengganti sapi reaktorpositif sangat mahal dan kurangnyakesadaran dan pengetahuan peternak.Oleh karena itu, Brucellosis menjadisalah satu prioritas nasional untukdilakukan pencegahan, pengendaliandan pemberantasannya, karena dampakkerugian ekonomi yang ditimbulkanditaksir mencapai Rp. 138,5 miliarsetiap tahunnya akibat tingginya angkakeguguran, lahir mati, lahir lemah,infertilitas dan sterilitas pada sapi(Anonimus, 1998).

Gangguan reproduksi yangsering dikeluhkan peternak diantaranya:masalah umur betina mulai beranak,jarak induk beranak kembali, kawinberulang, abortus, kelemahan anak yangbaru dilahirkan dan lain sebagainyayang menyangkut hewan betina (AbdulA. 2004). Gangguan reproduksi padasapi dapat diakibatkan oleh berbagaifaktor, diantaranya adalah yang bersifattidak menulari (non infectious agent)dan yang bersifat menular (infectiousagent). Khusus untuk gangguanreproduksi yang diakibatkan oleh ageninfeksius atau penyakit menular,Bearden dan Fuquay (1997)menerangkan bahwa penyakitreproduksi menular dapatmengakibatkan abortus, pyometra,endometritis, kematian embrio,kemajiran, plasenta tertahan, kerusakansyaraf pusat dari fetus, sterilitas padapejantan. Dengan demikian akibatnyagangguan reproduksi pada ternak akanmerugikan para peternak dan secaranasional tentunya akan rnemperlambatlaju peningkatan populasi ternak didalam negeri .

Menurut Toharmat, et al (2007),Brucellosis adalah penyakit menularpada hewan dan manusia yang

40

disebabkan oleh bakteri Brucellaabortus. Hampir seluruh propinsi diIndonesia sudah tertular oleh penyakitini. Kejadian Brucellosis di daerahkantong ternak seperti Sulawesi danNTT masing-masing mencapai 14,3%dan 6,6%, sedangkan di daerahpenyebaran ternak seperti Lampungmencapai 55,0%, Bengkulu 61,3%,Sumatera Selatan 50,9%, Riau 20,0%dan Sumatera Utara 32,4%. Khususpada sapi perah di Indonesia Brucellosismencapai 1,78% dengan rincian 11,8%di DKI Jakarta, 2,7% di Jawa Timur,0,3% di Jawa Barat dan 0,17% di NAD.

Program pengendalian Brucellosissejak tahun 2005 diprioritaskan untuksapi perah di Pulau Jawa melaluiprogram vaksinasi untuk daerah tertulardengan prevalensi lebih dari 2% dansapi potong bersyarat untuk daerahdengan prevalensi kurang dari 2%.Pemerintah saat ini memfokuskanpemakaian vaksin B. abortus RB51untuk pengendalian Brucellosis padasapi perah. Data epidemiologiBrucellosis pada saat ini belummenunjukkan gambaran prevalensi yangjelas di masing-masing daerah, sehinggasulit untuk menentukan langkah yangdiambil dalam pencegahan danpemberantasan Brucellosis.

Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis pengaruh vaksinasibrucella terhadap efisiensi reproduksi,dengan harapan dapat dipergunakansebagai bahan pertimbangan dalamupaya pencegahan dan pemberantasanBrucellosis.

METODA DAN MATERI

Penelitian dilakukan denganmengambil lokasi pada wilayah kerjaDinas Pertanian dan Kehutanan KotaBatu dengan mempertimbangkanpenyebaran sapi perah dan wilayahyang berdekatan, yaitu:

a. Desa Junrejo dan Desa TlekungKecamatan Junrejo

b. Desa Pesanggrahan dan Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu.

Uji serologi, untuk uji Rose Bengal Test(RBT) dilakukan di LaboratoriumKesehatan Hewan Jabung – Malang danuntuk uji Complemen Fixation Test(CFT) dilakukan di Balai BesarVeteriner Wates – Yogyakarta.Penelitian dilaksanakan selama 2 bulandari Juni – Juli 2010.

Penelitian ini menggunakanbahan–bahan berupa induk sapi perahPeranakan Fries Holland (PFH) terdiridari Paritas1 atau sapi beranak ke-1,sapi beranak ke-2 (Paritas 2) dan sapiberanak ke-3 (Paritas 3) yangmempunyai catatan lengkap, masihproduktif, berumur 2 – 5 tahun, denganjumlah ternak 100 ekor (50 ekor yangdivaksin brucella dan 50 ekor yangtidak divaksin) dan induk dikawinkansecara inseminasi buatan.

Prosedur penelitian dilakukandengan pengumpulan data berupa dataprimer dan sekunder. Data primerdiperlukan untuk memperolehketerangan terinci, tentang: efisiensireproduksi dan aspek kesehatan hewan(vaksinasi Brucellosis). Data sekunderyang dikumpulkan terdiri dari 2 jenis,yaitu: keadaan umum wilayah dan datahasil Kegiatan IB. Komposit sampelberupa: serum darah sampel baik yangsudah divaksin maupun yang tidakdivaksin.

Variabel yang diamati terhadap,variabel bebas vaksin brucella adalahefisiensi reproduksi hasil IB yangmeliputi: service per conception (S/C),days open (DO) dan calving interval(CI). Variabel S/C, CI dan DOdianalisis secara deskripsi,dibandingkan antara ternak yangdivaksinasi dengan brucella dan yangtidak divaksinasi dengan brucella danuntuk mengetahui pengaruh vaksinasi

41

brucella terhadap efisiensi reproduksimaka analisa data digunakan denganrancangan acak kelompok (Steell danTorrie, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi PenelitianKota Batu termasuk daerah

produsen susu segar di Jawa Timur,dengan rata-rata produksi perharimencapai 16.400 lt/hari dan populasisapi perah 6.924 ekor. Potensi produksidan populasi sapi perah di Kota Batumasih dapat ditingkatkan karenadidukung dengan:1. Iklim yang memenuhi syarat

untuk perkembangan sapi perah,secara umum wilayah Kota Batutermasuk daerah dingin dengansuhu udara rata-rata 21,5 °C,kelembaban nisbi 86%, kecepatanangin mencapai 10,73 km/jam dancurah hujan di Kota Batu tercatat6.213 mm.

2. Tersedianya sumberdaya lahandan kecukupan hijauan, dari lahanhijauan (HMT) tersedia seluas4.686 ha untuk memenuhi pakanternak ruminansia secarakeseluruhan. Luasan ini biladiasumsi produksi per ha pertahun sebanyak 400 ton, berartiakan tersedia HMT (rumput gajah,rumput lapang, legume, limbahpertanian) 1.874.400 ton rumputsegar. Jumlah ini identik dengan26.776.224,8 kgBK, sehinggamasih kelebihan sebesar118.392.735,2 kgBK/hari makacukup untuk memenuhi 40.545,45Unit Ternak (UT).

3. Sosio teknologi masyarakatkondusif, secara sosial masyarakat

sudah bisa menerima keberadaanternak dilingkungannya.

4. Adanya lembaga inovasi danaksesbilitas pemasaran, usahapeternakan di Kota Batu terpacuadanya lembaga koperasisehingga usaha sapi perah tidakmengalami kesulitan dalam halpemasaran. (Anonimus, 2010)Namun pada kenyataannya

perkembangan sapi perah di Kota Batusaat ini mengalami penurunan sebanyak23 %. Banyak hal yang mempengaruhipenurunan populasi sapi perah di KotaBatu, diantaranya mutasi ternak,peternak belum memperhatikan aspekreproduksi (pubertas,fertilisasi/kesuburan, siklus berahi,perkawinan, kebuntingan dan kelahiran)dan penyakit hewan menular strategis.Salah satu diantara penyakit hewanmenular strategis tersebut adalahBrucellosis. Penyebaran brucellosissangat erat hubungannya denganmanajemen kandang, sumber pakan,kepadatan populasi pada suatu lokasi,tipologi beternak yang berkaitan eratdengan faktor sosio-ekonomi peternak,serta lalulintas ternak atau mutasi sapidari satu lokasi ke lokasi lainnya.

Keadaan Responden

Peternak sebagai pemilik ternaksapi diangkat sebagai responden, baikpada kelompok ternak yang divaksinmaupun yang tidak divaksin. Identitasresponden, meliputi: umur, tingkatpendidikan, pengalaman beternak danscoring terhadap kemampuanmendeteksi berahi pada ternak sapiperah, disajikan pada tabel 1. sebagaiberikut ini:

42

Tabel 1. Identitas Responden

No. UraianStatus vaksinasi

Kelompok divaksin Kelompok tidak divaksin

Jumlah Rata-rata % Jumlah Rata-rata %

1. Umur responden (tahun) - 43,34±6,66 - - 38,66±9,43 -2. Pendidikan:

SD 6 - 20 40 - 80SLTP 14 - 47 5 - 10SLTA 10 - 33 1 - 2Tidak sekolah - - - 4 - 8Jumlah 30 100 100

3. Lama beternak (tahun) - 15,82±4,51 - - 12,92±4,62 -4. Skor pengamatan birahi - 3,80±0,40 - - 3,42±0,49 -

Rata–rata responden padakelompok ternak yang divaksin berumur43,34±6,66 tahun, lebih tuadibandingkan dengan responden padakelompok ternak yang tidak divaksinyakni 38,66±9,43 tahun. Tingkatpendidikan responden pada kelompokternak yang tidak divaksin sebagianbesar (80%) tamatan SD, sedangkanpada kelompok ternak yang divaksinsebagian besar (47%) lulusan SLTP.Pengalaman beternak sapi perah padakelompok ternak yang divaksin lebihlama (15,82±4,51 tahun) dibandingkandengan responden pada kelompokternak yang tidak divaksin (12,92 ± 4,62tahun). Begitu juga dengan skoringpengamatan peternak terhadap deteksibirahi yang menunjukkan bahwa

kemampuan responden dalammendeteksi birahi pada kelompokternak yang divaksin lebih baikdibandingkan dengan kelompok ternakyang tidak divaksin. Pendidikanresponden yang sebagian besar tamatanSD pada kelompok ternak yang tidakdivaksin cenderung berpengaruhterhadap tingkat adopsi penguasaanmanajemen pemeliharaan maupun padaaspek reproduksi.

Analisis Vaksinasi Brucella denganEfisiensi Repdoduksi (S/C, DO danCI)

Nilai rata-rata untuk masing-masing variabel yang dianalisis dalampenelitian ini tertera di dalam Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Vaksinasi Brucella dengan Efisiensi Reproduksi (S/C, DO dan CI)

VaksinasiJumlah

Efisiensi reproduksi

S/C DO (hari) CI (bulan)Kelompok divaksin 50 3,06±2,20a 96,34±55,01a 13,2±1,2

Kelompok tidak divaksin 50 3,82±1,60b 144,76±64,50b 14,6±2,3

Rata–rata100 3,21±1,43 116,82±65,11 13,9±4,0

Keterangan : a-b Superskrip yang beda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaanyang nyata (P < 0,05)

43

Pada tabel 2 terlihat bahwa rata-rata S/C pada kedua kelompok ternakberbeda nyata (P<0,05). S/C kelompokyang divaksin (3,06±2,20) lebih kecildibandingkan dengan kelompok yangtidak divaksin (3,82±1,60). MenurutToelihere (1993), S/C normal antara1,6–2,0. S/C semakin turun mendekatiangka 1 berarti semakin tinggi pulatingkat kesuburan sapi-sapi betina.Tingginya rata–rata S/C pada kelompokyang tidak divaksin karena adanyakasus positif Brucellosis.

Bearden dan Fuquay (1997)menerangkan bahwa penyakitreproduksi menular dapatmengakibatkan abortus, pyometra,endometritis, kematian embrio,kemajiran, plasenta tertahan, kerusakansyaraf pusat dari fetus dan sterilitaspada pejantan. Adanya infeksi padasaluran reproduksi akan menyebabkanS/C semakin tinggi karena tidak terjadiimplantasi akibat infeksi tersebutsehingga angka perkawinan (IB)semakin sering. Kejadian ini akanmerugikan peternak sapi perah dansecara nasional tentunya akanmemperlambat laju peningkatanpopulasi ternak. Faktor reproduksiumumnya mempunyai nilai heritabilitasyang rendah. Oleh sebab itu faktorlingkungan (kualitas dan kuantitaspakan, penyakit, dan manajemenreproduksi) sangat berperan terhadapkondisi reproduksi ternak (Dudi, dkk.2006). S/C yang dicapai dalampenelitian ini diatas rata-rata S/C padaKabupaten Malang yakni 1.78-2.66. Halini berarti adanya penurunan tingkatkesuburan sapi (Hakim, 1989).

Tabel 2. menunjukkan bahwarata-rata DO pada kedua kelompokternak berbeda nyata (P<0,05). DO padakelompok yang divaksin adalah96,34±55,01 hari atau lebih pendekdibandingkan dengan DO padakelompok yang tidak divaksin yakni

sebesar 144,76±64,50 hari. MenurutJaenudeen dan Hafez (1993), DO yangideal berkisar antara 55 sampai 85 hari.Faktor-faktor yang mempengaruhi DO,antara lain kecukupan pemberian pakan,deteksi birahi, kesuburan induk danpejantan, deteksi kebuntingan danpenyakit reproduksi.

Panjangnya DO akanmenyebabkan pada panjangnya masalaktasi dan berdampak terhadapperpanjangnya calving interval (CI)sehingga akan merugikan peternak.Penelitian yang telah dilakukan padasapi perah di Inggris menunjukkanbahwa kerugian yang dialami peternaksekitar $1.20/hari apabila terjadiperpanjangan calving interval lebih dari365 hari (Barnett dan Larkin (1973)dalam Siregar, 2001). Sedangkanpenelitian di daerah Bogor danLembang menunjukkan kerugian rata-rata peternak akibat terjadinyaperpanjangan CI lebih dari 365 hariadalah Rp. 2.308,7/ekor/hari di daerahBogor dan Rp. 2.333,92/ekor/harididaerah Lembang (Siregar dan Rays(1992) dalam Siregar, 2001).

Days open yang optimal pada sapiperah induk adalah 85 hari. Artinya, 85hari setelah sapi perah melahirkan,induk harus sudah bunting kembali(Barnett dan Larkin (1973) dalamSiregar, 2001). Hasil penelitian inididapat rata-rata DO sebesar116,82±65,11 hari, diatas rata-rata DOKabupaten Malang dimana Daysopennya sebesar 44.5±13 hari (Ihsan,2000) yang berarti tidak optimal sebabpanjang masa laktasi dan CI tergantungdari DO. Semakin panjang DO akanberakibat terhadap panjang laktasi danCI yang semakin panjang akanberakibat terhadap penurunan produksisusu dan kelahiran anak, sehinggapenerimaan juga berkurang.

Pada tabel 2. terlihat bahwa rata-rata CI pada kelompok ternak yang

44

divaksin adalah 13,2±1,2 bulan ataulebih kecil dibandingkan dengankelompok ternak yang tidak divaksinsebesar 14,6±2,3 bulan. Jainudeen danHafez (1993) serta Toelihere (1993)menyatakan bahwa daya reproduksiternak sapi sangat dipengaruhi oleh CIdengan jarak yang ideal 12 bulan. Nilaiheritabilitas untuk sifat calving intervalrendah pada sapi perah yaitu 0,00-0,10(Warwick., dkk, 1983). Hal inibermakna bahwa faktor non genetik,yakni faktor lingkungan dan fisiologitubuh lebih banyak berperan dalammenentukannya. Faktor-faktor tersebutantara lain adalah birahi pertama kalisesudah beranak, berat badan, produksisusu, pakan dan juga bangsa/breed sapi(Hafez, 2000). Siregar (1983)menyebutkan bahwa masa kosong yangpanjang akan menurunkan produktivitasdan memperpanjang jarak beranak. CImerupakan suatu kurun waktu yangsangat penting bagi peternak karenaberkaitan dengan kesinambungan

produksi susu, sehingga semakinpanjang CI maka kerugian yang dialamipeternak semakin besar dan berdampakpada meningkatnya biaya pakan,pemeliharaan, obat-obatan,perkandangan dan sarana lainnya.Keadaan ini akan menentukan tingkatkeuntungan peternak dalam mengelolausaha peternakan (Suyadi, 2002).

Rata–rata CI yang dicapai dalampenelitian ini adalah 13,9±4,0 bulanyang berarti ada masalah pada aspekreproduksi karena CI yang optimumadalah 11.8–13.5 bulan Varmer, et al(1984). CI yang tinggi akanmempengaruhi efisiensi reproduksikarena akan menyebabkan jumlah anakyang dilahirkan semakin sedikit danmasa laktasi semakin pendek.Perbandingan efisiensi reproduksi (S/C,DO dan CI) pada kelompok yangdivaksin brucella dan yang tidakdivaksin dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini.

Gambar 1. Perbandingan S/C antara kelompok vaksin Brucella dan tidak divaksin

45

Gambar 2. Perbandingan DO antara kelompok vaksin Brucella dan tidak divaksin

Gambar 3. Perbandingan CI antara kelompok vaksin Brucella dan tidak divaksin

Perbandingan untuk masing-masing variabel yang dianalisis dalampenelitian ini tergambar didalamGambar 1, 2 dan 3. Pada gambar-gambar diatas terlihat S/C padakelompok ternak yang divaksin brucellalebih baik (3,06±2,20) dibandingkandengan kelompok ternak yang tidakdivaksin (3,82±1,60), begitu puladengan DO kelompok ternak yangdivaksin brucella lebih baik(96,34±55,01 hari) dibandingkandengan kelompok ternak yang tidakdivaksin (144,76±64,50 hari). Samahalnya pada S/C dan DO variabel CImenunjukkan kelompok ternak yangdivaksin brucella lebih baik (13,2±1,2bulan) dibandingkan dengan kelompokternak yang tidak divaksin 14,6±2,3bulan.

Data diatas didapat rata–rataS/C, DO dan CI pada kelompok ternakyang divaksin brucella lebih baikdibandingkan dengan kelompok ternakyang tidak divaksin, sehingga efisiensireproduksi pada kelompok ternak yangdivaksin brucella lebih baikdibandingkan dengan kelompok ternakyang tidak divaksin. Pada kelompokternak yang tidak divaksin terdapatkasus brucellosis, dimana gejala yangdialami selain abortus, pyometra,endometritis, kematian embrio,kemajiran juga retensi placenta, retensipalcenta dan endometritis yang akanmenghambat efisiensi reproduksi.Proses reproduksi banyak dipengaruhioleh berbagai faktor, baik faktor daridalam maupun faktor dari luar tubuhternak. Reproduksi sapi perah berkaitan

46

dengan persentase kelahiran,kemampuan reproduksi (menghasilkanketurunan) dan efisiensi produksi susu.Ternak yang mempunyai kemampuanreproduksi tinggi dengan pengelolaanyang baik maka akan menghasilkanefisiensi reproduksi yang tinggi diikutidengan produktivitas yang tinggi pula.Dengan demikian jika S/C, DO dan CItidak optimum maka efisiensireproduksi menjadi kurang danproduktifitasnyapun menurun.

KESIMPULAN

Efisiensi reproduksi pada ternakyang divaksin Brucella lebih baik (S/C3,06± 2,20, DO 90,34±55,02, hari danCI 13,06±1,24 bulan) dari pada ternakyang tidak divaksin Brucella (S/C 3,82±1,60, DO 144,76±64,50, hari dan CI14,64±2,26 bulan).

Faktor penyakit (Brucellosis)menyebabkan efisiensi reproduksimenjadi tidak optimum.

Vaksinasi mempunyai pengaruhyang nyata terhadap Days Open (DO)dan Service per Conception (S/C).

SARAN

Efisiensi reproduksi (days open,service per conception dan calvinginterval) dapat digunakan sebagairujukan dalam memperbaiki sistemreproduksi dan peningkatan produksisusu karena service per conception yangtinggi >2 dapat memperpanjang daysopen sehingga calving interval >12–14bulan semakin panjang dan produksisusu menurun.

Hasil penelitian dapat digunakansebagai rujukan/ pedoman dalampelaksanaan pencegahan danpemberantasan Brucellosis pada suatudaerah tertular karena hasil penelitianvaksinasi Brucella dapat meningkatkanefisiensi reproduksi dan sebagai acuan

dalam rangka pemberantasanBrucellosis serta untuk memperbaikiproduktifitas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, A. R. M. 2004. Strategipengendalian penyakit reproduksimenular untuk meningkatkanefisiensi reproduksi sapi potong.Wartazoa Vol. 14 No. 3.

Anonimus. 1998. Penyakit keluronmenular (Brucellosis). Pedomanpengendalian penyakit menular.Bina Direktorat KesehatanHewan. Dirjen Peternakan,Jakarta . him . I -21 .

Anonimus. 2010. Laporan tahunanDinas Pertanian dan KehutananKota Batu Tahun 2009. DinasPertanian dan Kehutanan KotaBatu.

Bearden, J. H. dan Fuquay, J. W. 1997.Applied animal reproduction.Prentice-Hall, Inc. USA,

Barnett, M. A. and P. J. Larkin. 1973.Milk and beef production in thetropic. Dalam: Siregar, S. B.2001. Optimalisasi panjang laktasidan selang beranak pada sapiperah induk melalui intensifikasipelaksanaan inseminasi buatan.Met. Pet. Co. 24 No. 2

Dudi, Dedi R, dan Tidi D. 2006.Evaluasi potensi genetik sapiperah Fries Holland (FH) diKoperasi Serba Usaha (KSU)Tandangsari KabupatenSumedang. Jurnal Ilmu Ternak.Vol.6 No. 1

Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction infarm animals. Hafez, E. S. E.Editor. Lea and Febiger.Philadelphia.

Hakim, R. 1989. Calving interval padasapi perah asal Amerika dan NewZealand proyek tahun 1987/1988pada berbagai KUD di Jawa

47

Makalah Lokakarya I. Batu–Malang.

Ihsan, M. N. 2001. Evaluasi inseminasibuatan pada sapi perah diKabupaten Malang. JIPTUMM.

Jainudeen, M. R. dan E. S. E. Hafez.1993. Cattle and water buffalo.Dalam: E. S. E. Hafez (Ed).Reproduction in farm animals. 6th

Ed., Lea and Febiger.Philadelphia.

Siregar, A. 1983. Inseminasi buatan,rekording dan perlakuan Terhadapliquid nitrogen refrigerator. BLPPCinagara Bogor.

Siregar., S. B. dan A. K. Rays. 1992.Dampak jarak beranak sapi perahinduk terhadap pendapatanpeternak sapi perah. Dalam:Siregar S. B. 2001. Optimalisasipanjang laktasi dan selangberanak pada sapi perah indukmelalui intensifikasi pelaksanaaninseminasi buatan. J: Met. Pet.Co. 24 No. 2.

Steell R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995.Prinsip dan prosedur statistika.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suyadi. 2002. Manajemen dan teknologireproduksi pada sapi. FakultasPeternakan UniversitasBrawijaya Malang

Toelihere, M. R. 1993. Inseminasibuatan pada ternak. PenerbitAngkasa. Bandung.

Toharmat. Abdullah, L. L., Nahrowi,Sudarman, A., Sumantri, C.,Baga, L., Saleh, A., Maheswari,R. R. A., Evvyernie, D.,Burhanuddin, Komala, I., Setiana,M. A. dan Setiono A. 2007.Roadmap dan grand strategipengembangan industri sapi perahnasional. Makalah disajikan padaPertemuan Kelompok KerjaPersusuan Nasional Ditjennak.Solo. 8-10 Agustus 2007.

Varmer, M. A., J. L. Majeskie, and S.C. Garlichs. 1984. Interpretingreproductive efficiency indexes.dairy integrated reproductivemanagement. University ofMaryland.

Warwick, E. J., J. A. Astuti., dan W.Hardjosubroto. 1983. Pemuliaanternak. Gajah Mada UniversityPress. Jogjakarta.