bronkopnemonia
DESCRIPTION
bronkopnemonia adalahTRANSCRIPT
BRONKOPENUMONIA
A. Definisi
Bronkopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari
pneumonia, yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah
yang mengenai parenkim paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri,
virus, jamur maupun benda asing lainnya. Bronkopneumonia biasanya
didahului oleh gejala – gejala peradangan saluran nafas bagian atas seperti
batu pilek selama beberapa hari yang kemudian diikuti dengan kenaikan suhu
yang tiba – tiba. Batuk yang terjadi mula – mula bersifat kering, lama
kelamaan batuk menjadi produktif. Hal tersebut umumnya membuat anak
menjadi gelisah, dispneu, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal
disertai dengan pernafasan cuping hidung. Bila hal ini terus berlanjut maka
akan terdapat sianosis disekitar mulut dan hidung.1
B. Epidemiologi
Pnuemonia dan infeksi saluran pernafasan bawah merupakan penyebab
utama kematian dunia. The World Health Oraganization (WHO) Child
Health Epidemiology Reference Group memperkirakan bahwa insidensi
dari pneumonia setiap tahunnya terdapat 150,7 juta kasus baru dan 11-20
juta diantaranya merupakan kasus berat yang memerlukan rawat inap. Lalu
95% dari kasus pneumonia pada anak-anak di seluruh dunia terjadi di
negara yang berkembang. Sekitar 150 juta kasus baru setiap tahun muncul
pada anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun.2 Pneumonia merupakan
penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita di
Indonesia pada tahun 2007. Rata-rata 83 balita meninggal setiap hari
akibat pneumonia.3
C. Etiologi
Adapun mikroorganisme penyebab pneumonia ialah Streptococcus
pneumonia ( penyebab bakteri yang paling sering ), kemudian Chlamidia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia. Selain itu juga dapat disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes¸ Sraphylococcus aereus, Hemophyllus
influenza, Mycobacterium tuberculosis, Salmonella, Escheria coli,
Pneumocytis jiroveci. Pada anak bayi dan anak umur < 5 tahun 45% dari
pneumoni disebabkan oleh virus dan yang terbanyak yaiut virus influenza
dan respiratory syncytial virus, dan penyebab yang lain ialah parainfluenza
virus, adenovirus, rhinovirus, dan metepneumovirus.4 Berdasarkan WHO
penyebab bakteri yang pertama adalah Streptococcus pneumonia dan
kedua adalah Haemophilus influenzae type b (Hib). Sedangkan untuk
penyebab virus menurut WHO yang paling sering adalah respiratory
syncytial virus. Pada anak dengan HIV, Pneumocystis jiroveci merupakan
penyebab utama dari pneumonia dan kira kira penyebab satu setengah
kematian yang terjadi akibat pneumonia.5
Tabel 1. Etiologi Pneumonia6
Bakeri Sering : Streptococcus peneumonia, Group B streptococci, Group A
streptococci, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia trachomatis
Jarang : Heomophillus influenxa type B, Staphylococcus aureus,
Moraxella cataralis
Virus Sering : Respiratory syntical virus, Parainfluenza types 1-3, Influenxa A,
B, Adenovirus, Metapneumovirus
Jarang : Rhinovirus, Enterovirus, Herpes simplex, Cytomegalovirus,
Measles, Varicellas
Fungal Histoplasma capsulatum, Crytpcoccus neoformans, Aspergillus species,
Macomycosis
Ricketssial Coxiella burnetti, Ricketsia rickettsia
Mycobacteria Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium avium-intracellulare
l
Pasasitic Pneumocytis tuberculosis, Eosinophilic
D. Faktor Resiko
WHO menyatakan bahwa ada beberapa faktor resiko yang berhubungan
dengan terjadinya pneunonia. Faktor resiko tersebut terkait antara host
dengan lingkungannya. Terdapat 3 kategori faktor resiko yaitu7:
a. faktor resiko yang pasti (definite risk factor)
i. Malnutrisi ( berat badan berdasarkan umur Z score < 2 )
ii. Berat badan lahir rendah ( BBLR, ≤ 2500 gram )
iii. Tidak mendapatkan ASI eksklusif (terutama dalam 4 bulan
pertama kehidupan )
iv. Tidak mendapatkan imunisasi campak dalam 12 bulan
kehidupan pertama
v. Polusi udara di dalam ruangan
vi. Lingkungan yang padat
b. faktor yang resiko yang lebih mungkin ( likely factor risk )
i. Orang tua yang merokok
ii. Adanya defisiensi zinc
iii. Adanya penyakit penyerta, seperti : diare, penyakit jantung,
asma
c. faktor resiko yang mungkin ( possible risk factor )
i. Tingkat edukasi orang tua
ii. Dititipkan di tempat penititpan anak
iii. Curah hujan, kelembaban udara
iv. Defisiensi vitamin A
E. Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula mula terjadi edema akibat reaksi jaringan
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman dan jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN,
fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosist PMN di alveoli dan
terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
akan megalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistim bronkopulmoner jaringan paru
yang tidak terkena akan tetap normal. Antibiotik yang diberikan sedini
mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga stadium khas
yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.8
F. Gejala Klinis
Gambran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malasise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulomoner.
b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih dan
sianosis.8
G. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya orang tua akan mengeluhakan anaknya
tampak sesak dan batuk yang hebat. Sebagian besar bayi yang
terkena mempunyai riwayat terpajan pada anak yang lebih tua atau
orang dewasa yang menderita penyakit pernapasan ringan pada
minggu sebelum mulainya penyakit. Bayi mula - mula menderita
infeksi ringan pada saluran pernapasan atas disertai dengan ingus
yang serous dan bersin. Gejala – gejala ini biasanya berakhir
beberapa hari dan dapat disertai dengan penurunan nafsu makan
dan demam 38,5 –39 o C, walaupun demikian suhu dapat berkisar
dari subnormal sampai meningkat dengan jelas. Perkembangan
kegawatan pernafasan secara bertahap ditandai dengan batuk
mengi paroksismal, dispneu, dan iritabilitas. Menyusu – ibu atau –
botol dapat sangat sulit, karena frekuensi pernafasan yang cepat
tersebut tidak memberikan kesempatan untuk menghisap dan
menelan.2,8
b. Pemeriksaan fisik
i. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot
epigastik, intercostal, suprasternal dan pernapasan cuping
hidung. Tekanaan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu haringan ikat
interkostal, subkostal dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikanya, ruang intercostal yang melenting
dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
postif. Retraksi lebih muda terlihat pada bayi yang baru
lahir dimana jaringan ikat intercostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Pengembangan
cuping hidung adalah tanda yang sensitive akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi
memendek secara abnormal. Pengembangan hidung
anterior dan menurunkan resistensi halan napas atas. Selain
itu juga dapat menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
ii. Pada palpasi ditemukan vocal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masoh
terbuka, namun bila terjadi perluasan infekrsi paru (kolpas
paru) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
iii. Pada perkusi tidak terdapat kelainan2
iv. Pada aukultasi ditemukan suara nafas melamah dan ronki.8
c. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung jenis leukosit dapat membantu membedakan
pneumonia viral dan baketerial.Infeksi virus leukosit normal atau
meningkat tetapi tidak melebih 20.000.mm3 dengan limfosit
premdoninan. Infeksi bakteri leukosit mengingkat 15.000 –
40.000 / mm3 dengan neutrophil yang premodominans serta pada
hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan Laju
Endap Darah (LED). Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan
hipoksemia dan hipkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura atau darah bersifat invasive sehingga tidak dilakukan.2,8
d. Radiologis
Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien
dengan tanda dan gejala klinik distress penafasan seperti takipnea,
batuk dan ronki dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari:
i. Infiltrat intersisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi.
ii. Infiltrat alveolar, merupakan konsilidai paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus
disebut pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal
yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak
terlalu tefas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia.
iii. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata
pada kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrate yang
dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.7
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi
infiltral ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua
paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumona pada
anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu
merupakan predictor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan
resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.8
WHO mengembangkan pedoman diagnosis secara sederhana.
Gejala klinis sederhana tersebut meliputi nafas cepat, sesak nafas
dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan. Nafas cepat ini dihitung dalam 1 menit dan keadaan
pasien dalam kondisi tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat
adanya tarikan dinding dada bagian bawah ked lam ketika menarik
nafas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya anak berusia 2 bulan –
5 tahun adalah tidak dapat minum, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk; tanda bahaya bayi dibawah 2 bulan adalah malas
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/
badan terasa dingin. Berikut ini adalah kalsifikasi pneumonia
berdasarkan perdoman tersebut
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
1. Pneumonia berat
a. Bila ada sesak nafas
b. Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Pnenumonia
a. Bila tidak ada sesak nafas
b. Ada nafas cepat dengan laju napas
i. > 50 x/ menit untuk usia 2 bulan – 1tahun
ii. > 40 x/ menit untuk anak >1 tahun – 5 tahun
c. Tidak perlu rawat inap, diberikan antibiotik oral
3. Bukan pneumonia
a. Bila tidak ada nafas cepat sesak nafas
b. Tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik,
hanya diberikan pengobatan simtomatis.
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitmya
lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan
kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah
sebagai berikut
1. Pneumonia
a. Bila ada nafas cepat ( > 60x/ menit) atau sesak nafas
b. Harus dirawat dan diberikan antibiotik
2. Bukan pneumonia
a. Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
b. Tidak perlu rawat, cukup diberika pengobatan
simtomatis.8
H. Pentalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus
a. Penatalaksaan Umum.
i. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas
hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
ii. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
iii. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
i. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibiotki awal.
ii. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan
suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
iii. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme
penyebab dan manifestasi klinis. 9
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi antara lain:
kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis,
berat ringan penyakit, riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis,
dan ada tidaknya penyakit yang mendasari.
Untuk pneumonia rawat jalan atau pneumonia ringan dapat diberikan
antibiotik lini pertama oral yaitu amoksislin (dosis 25 mg/ kgBB) atau
kotrikmoksasol (dosis 4 mg/ kgBB TMP). Untuk pneumonia rawat inap
dapat diberikian antibiotik betalaktam atau klroremafenikol. Terapi
antibiotik harus diteruskan selama 7 – 10 hari pada pasien pneumonia
tanpa komplikasi.8
I. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, penumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti mengitis
purulenta. Empieama torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi
pada pneumonia bakteri. Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi
miokarditis (tekanan sitolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase
meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia
anak beruisa 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan
yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik
noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.8
J. Prognosis
Secara keseluruhan prognosisnya adalah baik. Hampir semua kasus yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh tanpa pengobatan, bakteri patogen
dan organisme atipikal memberikan respon terhadap terapi antimikroba.
The United Nations Children's Fund (UNICEF) 3 juta anak meninggal di
seluruh dunia karena pneumonia, kematian ini terjadi pada anak yang
memiliki kondisi khusus yang menyertai saat terkena pneumonia seperti
chronic lung disease of prematurity, penyakit jantung bawaan, dan
imunosupresi.2