bronkiolitis

12
REFLEKSI KASUS BRONKIOLITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh : Sigit Kurniawan 20090310184 Diajukan Kepada : dr. Anik Dwiani Sp. A BAGIAN ILMU ANAK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Upload: sigit-kurniawan

Post on 10-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bronkiolitis

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUSBRONKIOLITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu AnakFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Sigit Kurniawan20090310184

Diajukan Kepada :dr. Anik Dwiani Sp. A

BAGIAN ILMU ANAK RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTULFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015Pengalaman Bayi laki lki usia 11 bulan datang dengan keluhan 3 hari batuk (+), dahak (+) tidak dapat dikeluarkan, pilek (+), sesak (-), ngik-ngik (-), demam (+) anget-anget, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-), muntah 1x/hari setelah batuk @2 sendok makan, berisi dahak (+) warna putih encer (+) bercampur susu, BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak masih bermain seperti biasa, makan dan minum tidak terganggu. 1 hari SMRS anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat dikeluarkan, sesak (+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-biru disekitar mulut (-), demam (+) tidak tinggi terus menerus, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah 1x/hari 2-3 sendok makan berisi dahak kental warna putih dan susu, nafsu makan dan minum susu anak terganggu, buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan, kemudian dibawa ke puskesmas dan diberi obat kotrimoksazol dan surat pengantar ke RS Panembahan Senopati Bantul, karena batuk yang terus bertambah dan disertai sesak, anak kemudian dibawa ke RS Panembahan Senopati bantul.

Masalah yang dikajiBagaimana penegakan diagnosis Bronkiolitis pada anak?

Analisis kritisDefenisi Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkioli) yang sering terjadi pada anak di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi umur 2-8 bulan.1-4EtiologiRespiratory Syncytial Virus merupakan agen penyebab pada 50 90 % kasus, sisanya oleh virus para influenza, mikoplasma, adenovirus dan virus lainnya. Infeksi primer oleh bakteri penyebab belum dilaporkan.1,-4,7Patofisiologi Secara harfiah pernafasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfir menuju ke sel-sel dan keluarnya karbondioksida dari sel-sel ke udara bebas. Jika hal ini diuraikan lagi akan terbagi menjadi pernafasan eksternal (difusi oksigen dan kabondioksida melalui mambran kapiler alveoli) dan pernafasan internal (rekasi-reaksi kimia intraseluler dimana oksigen dipakai dan karbondioksida dihasilkan sewaktu sel memetabolismekan karbohidrat dan substansi lain untuk membangkitkan ATP dan pelepasan energi).8 Setelah melewati hidung dan faring, udara didistribusikan kedalam paru melalui trakea, bronkus dan bronkioli. Satu masalah yang paling penting pada semua jalan pernafasan adalah memelihara agar tetap terbuka, sehingga aliran udara keluar masuk alveoli berjalan lancar. Cincin kartilago pada trakea dan bronkus berfungsi untuk mempertahankan rigiditas dan menjaga terjadinya kolap. Adapun bronkiolus dindingnya hanya terbentuk oleh otot polos dan diameternya sangat kecil yaitu 1 1,5 mm, sehingga mudah terjadi obstruksi baik oleh proses inflamasi maupun spasme otot itu sendiri.8 Patofisiologi bronkiolitis berawal dari invasi virus pada percabangan bronkus kecil, menyebabkan nekrosis epitel yang kemudian berproliferasi membentuk sel yang kuboid atau gepeng tanpa silia. Rusaknya sel epitel bersilia menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan lokal. Jaringan peribronkial mengalami infiltrasi lekosit, sel plasma dan makrofag, dan sebagian limfosit bermigrasi diantara sel epitel sehingga timbul udem, akumulasi mukus dan debris seluler hingga terjadi obstruksi lumen bronkiolus.9 Resistensi aliran udara meningkat pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi karena radius saluran napas kecil selama fase ekspirasi, maka terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan menimbulkan hiperinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total dan udara diserap. Proses patologik ini mengganggu pertukaran udara di paru, menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia. Sebagai kompensasi frekuensi napas akan meningkat. Umumnya hiperkapnia tidak terjadi kecuali pada penyakit yang sangat berat. Penyembuhan terjadi secara bertahap. Regenerasi lapisan basal mulai hari ke 3 4 dan regenerasi silia terjadi setelah 15 hari.9Skema 1. Patofisiologi Bronkiolitis

Infeksi virus dari saluran pernafasan bagian bawahUdemKerusakan epitelHipersekresiObstruksi saluran nafas kecilAtelektasisdan hiperinflasiPenurunan kompliansi paruPeningkatan kerja pernafasanKelelahan otot pernafasanHipoksemiHiperkarbiApneuAsidosisSyokHenti nafas dan jantung

Dasar Diagnosisa.AnamnesisPada bayi dengan bronkiolitis biasanya mempunyai riwayat terpajan pada anak yang lebih tua atau orang dewasa yang mempunyai penyakit pernafasan ringan pada minggu sebelum mulainya penyakit. Bayi mula-mula menderita penyakit infeksi ringan pada saluran pernafasan disertai batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak napas, makin lama makin hebat, pernapasan dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan batuk. Pada kasus ringan gejala menghilang dalam 1 3 hari. Pada penyakit yang lebih berat gejala-gejala dapat berkembang dalam beberapa jam dan perjalanan penyakit menjadi berlarut-larut.1-4b.Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, anak nampak gelisah, sesak napas, napas cepat dan dalam (60-80x/menit), napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi otot pernapasan akibat penggunaan otot-otot asesoris pernafasan karena paru terus-menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Overinflasi paru dapat mengakibatkan hati dan limpa teraba di bawah tepi kosta. Pada perkusi terdengar suara hipersonor. Ronki basah halus dapat terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Fase ekspirasi pernafasan diperpanjang dan mengi/wheezing dapat terdengar. Pada sebagian besar kasus berat, suara pernafasan hampir tidak dapat didengar bila obstruksi bronkiolus hampir total.1-5c.Pemeriksaan X-foto thorax Pemeriksaan X-foto thorax mungkin masih normal atau menunjukkan adanya hiperinflasi paru (hiperaerasi) dengan diafragma datar dan kenaikan diameter anteroposterior pada foto lateral. Nampak penebalan peribronkial pada 50 % kasus, area konsolidasi pada 25 % kasus, dan area kolaps segmen atau lobar pada 10 %, atau ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder tehadap obstruksi atau inflamasi alveolus. Pneumonia bakteri secara dini tidak dapat disingkirkan dengan hanya pemeriksaan radiologik saja.1-6

d.Pemeriksaan Penunjang LainnyaLekosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada penyakit virus lain jarang ditemukan pada bronkiolitis. Uji faal paru menunjukan peningkatan Functional Residual Capacity, bertambahnya tahanan paru dan turunnya compliance. Setelah 4 5 hari fungsi paru membaik dan setelah 10 hari tahanan paru dan compliance kembali normal. Analisis gas darah menunjukan PaO2 rendah sedangkan PaCO2 normal atau meningkat. Derajat peningkatan PaCO2 tidak berhubungan dengan beratnya penyakit. Biakan nasofaring menunjukkan flora bakteri yang normal. Virus dapat diperagakan pada sekresi nasofaring dengan deteksi antigen (misalnya ELISA) atau dengan biakan.1-6Pada penderita ini data-data yang mendukung diagnosis bronkiolitis adalah riwayat batuk yang makin lama makin berat, ada panas subfibril, sesak, tetapi tidak tampak sianosis dan ada riwayat mengi.Pemeriksaan fisik didapatkan dispenu dengan frekuensi pernafasan 55x /menit, suhu 37 oC, terdapat retraksi epigastrial. Pada auskultasi paru terdapat wheezing, hantaran, eksperium memanjang. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat trombositosis, lekosit dan hitung jenis terdapat kesan limfosit teraktivasi dan gambaran infeksi virus. Adapun hasil pemeriksaan X-foto thorax memberikan gambaran corakan bronkovaskuler yang meningkat, dan tampak bercak perihiller dan parakordial kanan. Hal ini kurang sesuai untuk bronkiolitis yang ditandai dengan hiperaerasi paru dan peningkatan diameter anteroposterior pada foto lateral serta diafragma lebih rendah.3,4Diagnosis banding yang paling lazim dari bronkiolitis adalah asma bronkiale dan bronkopneumoni yang disertai dengan overinflasi paru. Wujud lain yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis adalah gagal jantung kongestif, pertusis, kistik fibrosis, benda asing di trakea dan keracunan organofosfat.3Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan atas dasar bahwa pada penderita ini tidak dijumpai keadaan yang mendukung asma berupa : riwayat atopy pada keluarga , serangan/episode sesak yang berulang-ulang, mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi yang sangat memanjang. Asma juga jarang terjadi pada umur kurang dari satu tahun dan memberikan respon yang baik terhadap suntikan adrenalin atau albuterol aerosol.3,4Sedangkan diagnosis banding bronkopneumoni memang cukup sulit, apalagi didukung dengan gambaran X-foto thorax, namun keadaan klinis dan laboratoris tidak mendukung ke arah bronkopneumoni, yaitu pada bonkopneumoni panasnya tinggi, dari auskultasi paru didapatkan ronki basah halus nyaring, jarang atau tidak dijumpai wheezing maupun eksperium memanjang. Derajat sesaknya juga sesuai dengan temuan klinis (banyaknya infiltrat paru), sedangkan penderita ini terjadi sesak tanpa sianosis. Bronkopneumoni tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid.3Pemeriksaan penunjang lain pada penderita ini belum diperlukan. Analisa gas darah (BGA) tidak dilakukan dengan alasan sudah terjadi perbaikan klinis setelah pemberian nebulizer . Deteksi agen penyebab dengan serologi masih jarang dilakukan. Demikian pula screening tuberkulosis dengan PPD 5 TU atau BCG tes tidak dilakukan karena anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidhartani M. Bronkiolitis. Dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008: 333-347 2. Wastoro D. Infeksi pernafasan akut pada anak. Dalam : Kuliah pulmonologi tahun 1996. Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 1996 : 1 8 3. Staf Pengajar FK UI. Bronkiolitis akut. Dalam : Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 3. Jakarta. Bagian IKA FK UI. 1991 : 1233 12344. Trastotenojo MS, Sidhartani M, Wastoro D. Pulmonologi anak. Dalam : Hartantyo I, Susanto R, Tamam M dkk editor. Pedoman pelayanan medik anak edisi kedua. Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 1997 : 83 855. Mansjoer, Suprohaita, dkk. Bronkiolitis akut. Dalam : Kapita selekta kedokteran jilid 2. Jakarta. Media Ausculapius FK UI. 2000 : 468 4696. Orenstein DM. Bronkiolitis. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson, ilmu kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 1484 1486 7. McIntosh K. Virus sinsitial respiratori. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson, ilmu kesehatan anak edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 1112 11148. Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran jilid II edisi 7. Jakarta. EGC. 1994 : 158 159