bram

23
ANALISIS MASALAH 1. Bram, laki-laki, usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap. Sampai saat ini belum bisa makan bubur, sehingga masih diberi susu formula. Bram belum juga bisa makan biskuit sendiri. Bram belum bisa mengoceh dan meraih benda. (Chief Complain) Bagaimana pemberian makanan yang normal pada anak laki-laki 8 bulan? Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: - Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula makanan padat kalori - Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride) - Modular, terbuat dari makronutrien tunggal Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia, perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam amino

Upload: ichakhair

Post on 22-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Bram

ANALISIS MASALAH

1. Bram, laki-laki, usia 8 bulan, dibawa ke RSMH karena belum tengkurap.

Sampai saat ini belum bisa makan bubur, sehingga masih diberi susu formula.

Bram belum juga bisa makan biskuit sendiri. Bram belum bisa mengoceh dan

meraih benda. (Chief Complain)

Bagaimana pemberian makanan yang normal pada anak laki-laki 8 bulan?

Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia

dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1

tahun ASI dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan

keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan

keluarga. Jenis sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi

gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:

- Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi

gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula

makanan padat kalori

- Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein

terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride)

- Modular, terbuat dari makronutrien tunggal

Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia,

perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa

asam amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan asam amino yang

secara khusus/kondisional menjadi esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein

yang bisa berbeda antara bayi dan anak.

Indikasi MPASI

1. Kemampuan bayi menegakkan kepala

2. Bayi menunjukkan keinginan untuk makan

3. Refeks menjulurkan lidah hilang

Tabel makanan yang dapat diberikan pada bayi usia 6-8 bulan

6-7 bulan ASI Saat dibutuhkan

Page 2: Bram

1. Buah lunak/sari buah

2. Bubur : bubur

havermout/bubur tepung

beras

1-2 kali sehari

7-9 bulan ASI Saat dibutuhkan

1. Buah-buahan

2. Hati ayam atau kacang-

kacangan

3. Beras merah atau ubi

4. Sayuran (wortel, bayam

5. Minyak/santan/advokad

3-4 kali sehari

2. Riwayat kelahiran: Lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 37 minggu

dengan berat badan waktu lahir 2400 gram. Segera setelah lahir bayi tidak

menangis, skor APGAR 1 menit 3, dan menit kelima 5. Dirawat di RS selama 10

hari karena susah bernafas.

Page 3: Bram

Perawatan apa yang diberikan pada bayi baru lahir dengan gejala susah

nafas?

Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam mengatasi

transisi dari intrauterin ke ekstrauterin, namun sejumlah kecil membutuhkan berbagai derajat

resusitasi.

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:

- apakah bayi cukup bulan?

- apakah air ketuban jernih?

- apakah bayi bernapas atau menangis?

- apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur

perawatan rutindan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya

dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu.

Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu

atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:

1. Langkah awal dalam stabilisasi

a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan

telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi

seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi

hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus.

Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan

tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi

dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang

bisa digunakan adalah alas penghangat.

b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi

menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang

akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk

melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan

pipa endotrakeal.

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Page 4: Bram

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia

aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah

aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya

bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa

sentermenunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna

dalam mencegah aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan

jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada / tidaknya

mekonium.

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi

mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung

kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul

pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea

meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke

dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan

daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,

pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa

mekoneum.

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang

benar

Meletakkan pada posisi yang benar,menghisap sekret, dan mengeringkan akan

memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila

setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum

bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk

atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau

ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada

hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder,

rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya

cukup satu atau dua tepukanpada telapak kaki atau gosokan pada punggung.

Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan

rangsangan taktil.

2. Ventilasi tekanan positif

3. Kompresi dada

4. Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)

Page 5: Bram

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan

dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan

warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali,

dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1).

Page 6: Bram
Page 7: Bram

3. Bram, laki-laki usia 8 bulan, mengalami gangguan perkembangan motorik

karena Cerebral Palsy dengan faktor resiko asfiksia perinatal dan BBLR.

a. Faktor Resiko

a) Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik.

Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

Anoksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi

maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena radiasi sinar-X dan keracunan

kehamilan dapat menimbulkan “Cerebral palsy”

b) Perinatal

1. Anoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain injury”.

Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada

kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen

tertentu dan lahir dengan seksio caesaria.

2. Perdarahan otak

Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi

anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan

pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan

spatium subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumuhan

spaatis.

3. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak yang

lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah enzim,

faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.

4. Ikterus

Page 8: Bram

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak

yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada

kelainan inkompatibilitas golongan darah.

5. Meningitis Purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa “Cerebral palsy”.

c) Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat

menyebabkan “cerebral palsy”.

1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.

2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,

ensefalomielitis.

3. Kern icterus

Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal atau

devisiensi enzim hati.

FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY

b. Komplikasi

a. Kontrol neurologis abnormal

b. Sensasi dan persepsi abnormal

c. Gangguan gastrointestinal (missal:muntah, konstipasi, atau obstruksi usus)

Page 9: Bram

d. Abnormalitas pendengaran dan penglihatan

e. Fungsi oral-motor terganggu

f. Massa tulang berkurang signifikan pada dewasa dan anak-anak yang tidak

dirawat

g. Kesehatan mental

h. Kejang

i. Kontraktur dan spastisitas

j. Inkontinensia urin

k. Retardasi mental

l. Masalah pendengaran

m. Malnutrisi

n. Gagal tumbuh

o. Isolasi social

p. Osteoporosis

q. Dysphagia (Hendy & Soetjiningsih, 2013: hal 541-542)

Page 10: Bram

LEARNING ISSUE

GANGGUAN MOTORIK PADA ANAK

Gangguan motorik pada anak dapat disebabkan oleh karena adanya kelainan atau penyakit

pada :

- Otak

- Sumsum tulang belakang

- Genetik

- Saraf tepi

- Otot

contoh gangguan motorik yang disebabkan adanya kelainan pada otak yaitu Cerebral Palsy,

karena jumlahnya lebih banyak yang datang ke Rumah Sakit, dibanding lainnya.

Cerebral Palsy adalah lesi otak non progresif, yang terjadi sebelum, selama, atau segera

setelah lahir, yang menyebabkan kelainan fungsi neuromuskuler berupa abnormalitas tonus

otot, gangguan koordinasi gerak otot disertai ketidakmampuan dalam menjadi postur dan

keseimbangan tubuh.

Etiologi :

Penyebab Cerebral Palsy bisa bersifat :

- Prenatal : Infeksi (TORCH), anoksia, perdarahan, faktor Rh, kelainan metabolik,

sinar X, keracunan.

- Perinatal : Anoksia, kelainan plasenta, anoksia maternal, trauma, perdarahan otak,

induksi persalinan, partus lama, prematur.

- Postnatal : Trauma kepala, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, tumor otak,

hidrosefalus, dsb.

Tabel Etiologi Cerebral Palsy

Page 11: Bram

Kongenital Didapat

Pre-natal Perinatal Pasca-natal

Anoksia Anoksia Trauma

Syok anemia maternal Obsruksi pernapasan Fraktur tengkorak

Gangguan plasenta Atelektasis Kontusio serebri

Inkompatibilitas Rh Plansenta previa

Plasenta prematur Infeksi

Infeksi Maternal Sedasi berlebihan Meningitis

Rubella Kelahiran sungsang Ensefalitis

Toksoplasmosis

Sitomegalovirus Trauma Gangguan serebrovaskular

Herpes Virus Disproporsi sefalopelvik

Anoksia

Komplikasi Seksio sesarea Syok

Trauma Keracunan

Prematuritas Nyaris Tenggelam

Faktor Metabolik

Tumor Otak

Malformasi otak

Page 12: Bram

Menurut beratnya Cerebral Palsy

Secara beratnya Cerebral Palsy dapat diobati (1) Ringan, pasien tidak memerlukan

pengobatan, tidak ada masalah bicara dapat melaksanakan kebutuhannya sehari-hari, dan

ambulasi tanpa bantuan alat, (2) Sedang, pasien memerlukan pengobatan atau perawatan,

tidak dapat merawat dirinya sendiri, juga tidak dapat ambulasi sendiri atau bicara. Pada

pasien memerlukan “braces” atau alat bantu diri, (3) Berat. Di sini pasien memerlukan

pengobatan dan perawatan, tetapi oleh karena keadaannya begitu berat maka prognosis untuk

kemungkinan perawatan sendiri ambulasi dan bicara adalah jelek.

Evaluasi Klinis

Menemukan secara dini adanya reflek abnormal yang persisten sangat penting artinya

untuk lebih efektif mencapai tujuan habilitasi pada anak dengan Cerebral Palsy. Pengetahuan

tentang respons refleks yang normal dan abnormal adalah merupakan dasar evaluasi klinis

dan menetukan metoda upaya habilitasi bagi pasien Cerebral Palsy.

Refleks primitif penting dalam perkembangan normal. Respons dari refleks ini

mempersiapkan si bayi untuk mengalami perkembangan yang progresif seperti berguling,

duduk, merangkak, berdiri dan sebagainya. Dalam perkembangan normal, reflek spinal dan

batang otak primitif ini secara berangsur berkurang sesuai dengan makin tingginya pola gerak

dan terbentuknya reaksi keseimbangan. Apabila kontrol inhibisi dari pusat yang lebih tinggi

terputus atau rusak , maka pola reflek primitif akan mendominasi aktivitas sensoris motorik.

Tetapi disfungsi neurologik tertentu akibat dari lesi sistem saraf pusat, akan menghilangkan

control inhibisi terhadap refleks primitif, ini dapat terlihat pada penderita Cerebral Palsy.

Terdapat tiga tingkat perkembangan refleks, yaitu :

1. Tingkat Apedal, saat ini predominan reflek spinal dan batang otak dengan

perkembangan motorik baru berupa berbaring telentang atau tengkurap.

2. Tingkat Quadrupedal, saat ini yang predominan adalah perkembangan midbrain,

dengan timbulnya reaksi gerak, sedangkan dari perkembangan motorik, anak sudah dapat

berguling, duduk dan merangkak.

3. Tingkat Bipedal, yaitu perkembangan tingkat kortex dengan timbulnya reaksi

keseimbangan, dan perkembangan motorik anak telah dapat berdiri dan berjalan.

Page 13: Bram

Atas dasar prinsip umum diatas, dapat dilakukan evaluasi klinis pasien Cerebral

Palsy, berupa :

Refleks Spinal

Reflek spinal disalurkan oleh daerah di sistem saraf pusat sampai ke dasar ventrikal IV.

Refleks spinal ini mengkoordinasikan otot ekstremitas dalam pola fleksi atau ekstensi total.

Reaksi positif atau negatif dari refleks spinal masih mungkin ditemukan pada bayi normal

dalam usia dua bulan pertama. Reaksi positif yang tetapi ada setelah melewati usia dua bulan

menunjukkan gangguan pematangan sistem saraf pusat, sedangkan yang normal adalah reaksi

yang negatif.

Refleks Batang Otak

Refleks batang otak disalurkan oleh daerah Nukleus Nervus VIII ke bawah ke Nukleus

Rubra. Refleks batang otak adalah reflek postural statis dengan pengaruh perobahan distribusi

tonus otot di seluruh tubuh, apakah sebagai respons terhadap perobahan posisi kepala dan

tubuh oleh karena perangsangan labyrinth atau perobahan posisi kepala terhadap tubuh oleh

karena rangsangan proprioseptif otot leher. Reaksi positif atau negatif refleks batang otak

mungkin ditemukan pada anak usia 4 – 6 bulan pertama. Reaksi yang tetap positif setelah

usia melewati 6 bulan mungkin menunjukkan perlambatan maturasi sistem saraf pusat.

Reaksi negatif adalah normal.

Refleks Midbrain

Reaksi penyesuaian (“righting reactions”) diintegrasikan di tingkat midbrain, di atas

nukleus rubra. Reaksi penyesuaian ini berinteraksi dengan setiap bagian kerja tubuh sehingga

membentuk hubungan yang normal antara kepala dan tubuh atau dengan setiap bagian tubuh

lainnya. Reaksi ini merupakan reaksi yang pertama kali timbul yaitu segera setelah lahir dan

mencapai maksimal pada usia 10 – 12 bulan. Selanjutnya, dengan meningkatnya kontrol dari

korteks, reaksi ini secara berangsur dirobah dan dihambat dan akhirnya menghilang pada

akhir usia 5 tahun. Kombinasi kerja reaksi ini memungkinkan si anak berguling, duduk,

merangkak.

Refleks Korteks

Reaksi ini ditimbulkan oleh interaksi korteks, ganglia basalis, dan serebelum.

Pematangan reaksi keseimbangan akan mengantarkan individu memasuki tingkat

Page 14: Bram

perkembangan motorik manusia normal yaitu berdiri dan berjalan dengan dua kaki dan tubuh

melakukan adaptasi terhadap perobahan pusat gaya berat tubuh. Reaksi ini timbul mulai usia

6 bulan. Reaksi positif pada setiap tingkat menunjukkan kemungkinan adanya aktivitas

motorik yang lebih tinggi.

Masalah klinis yang utama dari penderita Cerebral Palsy adalah defisiensi kontrol

motorik, sehingga tujuan utama dari habilitasi adalah membantu individu dengan Cerebral

Palsy memperoleh, mempelajari, kesanggupan motorik baru, dan mengembangkannya ke

tingkat fungsional tertentu. Tetapi selain defisiensi motorik, biasanya pada penderita Cerebral

Palsy juga disertai oleh gangguan fungsi kognitif, gangguan bicara, kejang dan

sebagainya, sehingga secara keseluruhan penderita Cerebral memerlukan penanganan

bersama oleh beberapa disiplin ilmu.

Dalam hal habilitasi motorik pada penderita Cerebral Palsy, pola umum adalah berupa

(1) latihan fungsi motorik yang tepat, (2) bantuan agar pasien Cerebral Palsy dapat berfungsi,

apakah berupa bantuan manusia atau alat (3) kemudian membantu dengan alat khusus, (4)

kemudian membatasi keperluan alat bantu dengan melakukan modifikasi lingkungan, (5)

memberikan latihan lebih lanjut untuk dapat mengkompensasi cacatnya, (6) modifikasi

anatomi dan fisiologi dengan prosedur pembedahan atau pengobatan.

PRINSIP TERAPI

I. Fisioterapi

1. Inhibisi adalah tehnik untuk mencegah tumbuhnya patrun patologis (reaksi asosiasi,

ATNR dan total patrun serta spastisitas) dengan cara memposisikan ekstremitas /

badan, pada posisi tertentu terhadap bagian badan yang lain.

2. Fasilitasi, adalah teknik untuk mempermudah tumbuhnya gerakan dalam pola

normal dengan cara memposisikan ektremitas / badan di posisi tertentu.

3. Mengontrol tonus refleks sikap.

Antara inhibisi dan fasilitasi memang berkaitan langsung, maksudnya dengan

melakukan inhibisi otomatis memberikan fasilitasi pergerakan yang lebih normal.

II. Okupasi Terapi

Terapi okupasi memulai campur tangannya dengan mengembangkan aktivitas yang

berfokus pada :

Page 15: Bram

- Keterampilan menolong diri sendiri

- Aktivitas kehidupan sehari-hari

- Pemilihan permainan yang tepat untuk meningkatkan keterampilan halus tangan.

Seringkali okupasi terapi membutuhkan alat-alat bantu, seperti :

- Orthose untuk extremitas atas (misalnya : splint)

- Modifikasi alat bantu duduk (untuk mempertimbangkan alignment yang baik saat

duduk).

Dalam perkembangan yang maju perlahan-lahan, merangkak, setengah berlutut, dan

berusaha berdiri tegak, dengan pola “extensor thrust”, ketidak seimbangan otot-otot yang

spastik, tidak memungkinkannya untuk dapat mengontrol sikap sendiri. Mungkin dengan

postur “scissored of legs” akibat overaktifnya adduktor. Bila dengan streching

overaktifnya adduktor sulit dikendalikan usaha medik lainnya dapat dilakukan, sehingga

memungkinkan untuk dapat mengontrol stabilitas duduk dan stabilitas diproksimal untuk

berdiri.

Sedangkan spastisitas dari m. Gastrocnemius – Soleus yang tidak memungkinkannya

untuk “foot flat stance”. Pemakaian inhibitive cast untuk mengontrol equinus dapat

diterima, yaitu : bivalve cast silinder.

Dengan demikian anak mampu untuk meningkatkan kemampuannya untuk duduk

dan berdiri dan menjadi awal pergerakan tungkai untuk berjalan.

III. Terapi Lain

Terapi lain tergantung gangguan lain yang menyertai, dapat berupa terapi wicara,

terapi perilaku dsb.

Page 16: Bram

Tabel Gangguan Motorik yang menyertai Cerebral Palsy

Gangguan Lokasi Lesi Ciri-Ciri

Spastisitas

Korteks motorik,

area IV, sistem

piramidal

Meningkatnya tonus otot, refleks yang hiperaktif,

mudah munculnya refleks peregangan, meningkatnya

tahanan pada jangkauan gerak sendi yang penuh

Atetoid

Ganglia basalis,

sistem

ekstrapiramidal

Gerakan menggeliat yang perlahan, involunter, dan

terus-menerus, pada ekstremitas, leher, wajah.

Ataksia

Cerebelum atau

tracus

cerebellaris

Gaya berjalan yang tidak mantap, berbasis lebar,

dismetria; intention tremor pada ekstremitas superior;

gaya berjalan trunkus yang terhuyung-huyung

Tremor Ganglia basalis

Seringkali herediter; tremor otot halus mirip dengan

tremor pada parkinsonisme; tidak menyebabkan

ketidakmampuan yang serius.

RigiditasDifus; ganglia

basalis, korteks

Otot-otot berkontraksi dengan lambat dan kaku;

tahanan terhadap gerakan otot meningkat di seluruh

jangkauan gerak;’ gerakan-gerakan volunter yang

lambat dan membutuhkan banyak tenaga.

Hipotonia Korteks motorik,

area IV

Penurunan tonus otot yang nyata, hiperelastis sendi;

refleks tendon dalam hiperaktif walaupun tonus otot

berkurang (jika asalnya sentral)