bpp fisiologi penginderaan

10
Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 4 PRAKTIKUM FISIOLOGI FISIOLOGI PENGLIHATAN A. MODEL FUNGSIONAL MATA Tujuan Instruksional Umum Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya melalui model fungsional mata Tujuan Khusus 1. Menjelaskan padanan bagian-bagian model fungsional mata dengan bagian-bagian mata serta fungsinya 2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan refraksi serta tindakan koreksinya dengan menggunakan model fungsional mata: a. mata emetrop tanpa akomodasi b. mata miopia serta tindakan koreksinya c. mata hipermetropia serta tindakan koreksinya Alat yang diperlukan 1. Model fungsional mata dengan perlengkapannya 2. Lampu senter Tata kerja I. Mata sebagai susunan optik (Demonstrasi) Pelajari model fungsional mata dengan perlengkapannya (lihat Gambar 1): 1. Kornea 2. Iris 3. Tiruan lensa yang diisi air 4. Retina yang dapat diatur pada 3 posisi Pertanyaan 1. Mengapa disediakan 3 posisi retina? 5. Benda yang akan diberi cahaya. 6. Lensa sferis positif 7. Lensa sferis negatif Pertanyaan 2. Bagaimana cara membedakan lensa sferis negatif dengan lensa sferis positif? Pertanyaan 3. Cara apakah yang lebih baik untuk menentukan jenis dan kekuatan lensa? Gambar 1. Model Fungsional Mata Pengatur posisi retina Retina Spuit untuk mengisi air lensa Tempat meletakkan lensa sferis Lensa sferis Benda yang akan disinari Penanda posisi retina: I : penanda depan II : penanda tengah III : penanda belakang

Upload: johnssujono

Post on 20-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Selamat membaca

TRANSCRIPT

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 4

    PRAKTIKUM FISIOLOGI

    FISIOLOGI PENGLIHATAN

    A. MODEL FUNGSIONAL MATA

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya melalui model fungsional mata

    Tujuan Khusus

    1. Menjelaskan padanan bagian-bagian model fungsional mata dengan bagian-bagian mata serta fungsinya

    2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan refraksi serta tindakan koreksinya dengan menggunakan model

    fungsional mata:

    a. mata emetrop tanpa akomodasi

    b. mata miopia serta tindakan koreksinya

    c. mata hipermetropia serta tindakan koreksinya

    Alat yang diperlukan

    1. Model fungsional mata dengan perlengkapannya

    2. Lampu senter

    Tata kerja

    I. Mata sebagai susunan optik (Demonstrasi)

    Pelajari model fungsional mata dengan perlengkapannya (lihat Gambar 1):

    1. Kornea

    2. Iris

    3. Tiruan lensa yang diisi air

    4. Retina yang dapat diatur pada 3 posisi

    Pertanyaan 1. Mengapa disediakan 3 posisi retina?

    5. Benda yang akan diberi cahaya.

    6. Lensa sferis positif

    7. Lensa sferis negatif

    Pertanyaan 2. Bagaimana cara membedakan lensa sferis negatif dengan lensa sferis positif?

    Pertanyaan 3. Cara apakah yang lebih baik untuk menentukan jenis dan kekuatan lensa?

    Gambar 1. Model Fungsional Mata

    Pengatur posisi retina

    Retina

    Spuit untuk mengisi air lensa

    Tempat meletakkan lensa sferis

    Lensa sferis

    Benda yang akan disinari

    Penanda posisi retina: I : penanda depan II : penanda tengah III : penanda belakang

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 5

    II. Pembentukan bayangan benda

    1. Pasang retina di posisi II (sesuai penanda bagian tengah pada retina).

    2. Letakkan benda yang akan disinari cahaya di depan model mata

    3. Hidupkan senter dan arahkan pada benda hingga tampak bayangan jelas pada retina (jarak benda dapat

    disesuaikan sampai diperoleh bayangan jelas pada retina.

    Pertanyaan 4. Sebutkan sifat bayangan yang terbentuk!

    Pertanyaan 5. Sebutkan analogi keadaan ini dengan mata sebenarnya!

    III. Hipermetropia

    1. Setelah diperoleh bayangan tegas (butir II nomor 3) pindahkan retina ke posisi III (sesuai penanda bagian

    belakang pada retina). Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

    Pertanyaan 6. Mengapa bayangan menjadi kabur?

    2. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai (pada tempat lensa sferis) sehingga bayangan

    menjadi tegas kembali.

    Pertanyaan 7. Lensa apa yang saudara gunakan untuk koreksi?

    3. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan!

    IV. Miopia

    1. Angkat lensa sferis dari tempat lensa! Kembalikan retina ke posisi I. Perhatikan bayangan yang tegas.

    2. Pindahkan retina ke posisi I (sesuai penanda bagian depan pada retina). Perhatikan bayangan menjadi kabur.

    Pertanyaan 8. Mengapa bayangan menjadi kabur?

    3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di tempat lensa sferis sehingga bayangan menjadi

    tegas.

    Pertanyaan 9. Lensa apa yang saudara gunakan untuk tindakan tersebut?

    4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan!

    V. Mata Afakia

    1. Buat susunan seperti butir II nomor 3!

    2. Lepaskan lensa sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa kristalina.

    Pertanyaan 10. Apa contoh keadaan yang sesuai dengan kondisi mata afakia?

    Pertanyaan 11. Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengoreksi mata afakia?

    Pertanyaan 12. Jenis lensa apakah yang dapat digunakan untuk mengoreksi mata afakia?

    B. REFRAKSI

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya pada manusia

    Tujuan Khusus

    1. Menjelaskan hubungan diskriminasi dua titik dengan sudut penglihatan minimal

    2. Menjelaskan dasar pembuatan optotipi Snellen

    3. Menjelaskan pengertian visus dan refraksi pada manusia

    4. Menjelaskan dasar-dasar penetapan visus seseorang dengan menggunakan optotipi Snellen

    5. Mendemonstrasikan pelbagai kelainan refraksi serta prinsip tindak koreksinya pada manusia

    a. mata miopia serta tindakan koreksinya

    b. mata hipermetropia serta tindakan koreksinya

    6. Mendemonstrasikan adanya astigmatisma pada seseorang dengan menggunakan gambar kipas Lancaster-

    Regan

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 6

    Alat yang diperlukan

    1. Optotipi Snellen

    2. Seperangkat lensa percobaan (trial lense)

    3. Meteran

    4. Gambar kipas Lancaster-Regan

    5. Occluder

    Tata Kerja

    I. Visus (Ketajaman Penglihatan)

    1. Lakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP). Instruksikan OP untuk duduk menghadap

    optotipi Snellen pada jarak 6 m.

    Pertanyaan 13. Mengapa jarak baca harus 6 m?

    2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan occluder yang tersedia

    dalam kotak lensa!

    3. Periksa visus mata kanan OP dengan menyuruhnya membaca huruf yang saudara tunjuk. Mulailah dari baris

    huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf yang terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dilihat

    dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan benar tanpa kesalahan.

    Pertanyaan 14. Apabila pada pemeriksaan tersebut orang percobaan hanya mampu membaca lancar tanpa

    kesalahan sampai pada baris huruf yang ditandai dengan angka 30 Ft (9,14 m), berapakah

    visus mata kanan OP?

    Pertanyaan 15. Apakah dasar pembuatan optotipi Snellen?

    4. Catat visus mata kanan OP.

    5. Ulangi pemeriksaan ini pada:

    a. mata kiri

    b. kedua mata bersama-sama

    6. Catat hasil pemeriksaan saudara.

    II. Refraksi dan Koreksinya

    Dari pemeriksaan visus di atas (butir I) telah diketahui visus tanpa menggunakan lensa. Pada pemeriksaan berikut ini

    akan diperiksa daya bias susunan optik mata (refraksi mata).

    REFRAKSI

    1. Jika visus orang percobaan tanpa lensa = 6/6, maka refraksi mata itu tak mungkin miopi (M). Refraksi mata

    tersebut mungkin E (emetrop) atau H (hipermetrop).

    Pertanyaan 16. a. Dapatkah visus seseorang lebih besar dari 6/6?

    b. Mengapa mata hipermetrop dapat mempunyai visus 6/6?

    2. Untuk membedakan refraksi mata OP yang mempunyai visus 6/6 tersebut emetrop atau hipermetrop, maka

    dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

    3. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan occluder.

    4. Pasang lensa sferis +0,25D di depan mata kanannya dan periksa lagi visusnya.

    Pertanyaan 17. Bila sekarang visusnya menjadi lebih kecil, apakah kesimpulan Saudara?

    Pertanyaan 18. Bila visusnya ternyata tetap 6/6, bahkan OP merasa melihat lebih jelas, apakah kesimpulan

    Saudara?

    5. Jika refraksi mata kanan OP adalah emetropia, pemeriksaan dihentikan.

    6. Jika refraksi mata OP adalah hipermetropia, teruskan pemasangan lensa-lensa dengan setiap kali memberikan

    lensa positif yang 0,25D lebih kuat.

    7. Lensa positif yang terkuat, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat hipermetrop yang

    dinyatakan dalam dioptri (D).

    8. Catat derajat hipermetropia orang percobaan dalam dioptri.

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 7

    KOREKSI

    1. Jika visus mata kanan OP tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka refraksi mata OP biasanya miopia. Untuk

    menetapkan derajat miopia dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

    2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan occluder.

    3. Pasang lensa sferis negatif di depan mata kanannya, mulai dari -0,25D dengan setiap kali memberikan lensa

    negatif yang 0,25D lebih kuat.

    4. Periksa lagi visusnya setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa.

    5. Lensa negatif terlemah yang memberikan visus maksimal, merupakan ukuran bagi derajat miopia yang

    dinyatakan dalam dioptri.

    6. Catat derajat miopia orang percobaan dalam dioptri.

    Pertanyaan 19. Jika visus mata kanan OP tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, kelainan refraksi apa yang mungkin

    dijumpai selain miopia?

    Pertanyaan 20. Bila pada orang tua diperoleh visus tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka kelainan refraksi apa

    yang mungkin dijumpai pada orang tersebut?

    Pertanyaan 21. Apakah pada orang tua dapat diperoleh visus 6/6? Bagaimana keterangannya?

    7. Jika pada pemberian lensa sferis visus tetap tidak mencapai 6/6 maka harus diingat adanya kelainan refraksi

    astigmatisma. Cara memperbaiki astigmatisma dilakukan dengan lensa silindris sebagai berikut:

    8. Pasang bingkai kaca mata khusus pada OP dan tutup mata kirinya dengan occluder.

    9. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis sehingga visus OP tersebut maksimal.

    10. Instruksikan OP untuk melihat gambar kipas. Bila warna hitam garis pada semua meridian terlihat merata, berarti

    refraksi OP tidak astigmat. Hentikan pemeriksaan refraksi. Bila terdapat gambar garis yang lebih kabur, tentukan

    meridian yang terlihat paling tegas.

    11. Tambahkan sekarang di depan lensa sferis tersebut lensa silindris positif atau negatif yang sesuai dengan jenis

    lensa sferis di atas, dengan sumbu lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang terlihat paling tegas,

    sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata.

    12. Instruksikan OP untuk melihat kembali ke optotipi Snellen. Tentukan dan catat jenis serta kekuatan lensa sferis

    dan silindris, yang memberikan visus maksimal serta arah sumbu lensa silindris tersebut.

    Pertanyaan 22. Sebutkan nama alat lain untuk menentukan adanya kelainan refraksi astigmatisma.

    C. PERCOBAAN DIPLOPIA

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami mekanisme timbulnya diplopia

    Tujuan Khusus

    1. Mendemonstrasikan peristiwa diplopia

    2. Menjelaskan mekanisme timbulnya diplopia

    Tata Kerja

    1. Pandang suatu benda dengan kedua mata.

    2. Tekan bola mata kiri dari lateral untuk menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke medial.

    3. Perhatikan terjadinya penglihatan rangkap.

    Pertanyaan 23. Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan diplopia

    D. REFLEKS PUPIL

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

    Tujuan Khusus

    1. Mendemonstrasikan refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

    2. Menjelaskan dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

    Alat yang diperlukan

    - Penlight

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 8

    Tata Kerja

    1. Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata tersebut.

    Pertanyaan 24. Peristiwa apa yang Saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya?

    2. Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata kirinya.

    Pertanyaan 25. Peristiwa apa yang Saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya?

    E. REAKSI MELIHAT DEKAT

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat

    Tujuan Khusus

    1. Mendemonstrasikan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat

    2. Menjelaskan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat

    Tata Kerja

    1. Instruksikan OP untuk melihat jari pemeriksa yang ditempatkan pada jarak m di depannya.

    2. Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari pemeriksa sehingga kedua mata OP terlihat berkonvergensi.

    Pertanyaan 26. Perubahan apa yang saudara lihat pada pupil?

    Pertanyaan 27. Peristiwa apa saja yang terjadi pada peristiwa melihat dekat? Terangkan mekanismenya.

    F. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina

    Tujuan Khusus

    1. Menjelaskan cara membuat proyeksi eksternal bintik buta

    2. Mendemonstrasikan proyeksi eksternal bintik buta terhadap fovea sentralis

    Alat yang diperlukan

    1. Kertas putih

    2. Pulpen

    Tata Kerja

    1. Gambarlah tanda + di tengah sehelai kertas putih yang cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja.

    2. Instruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas tanda + pada jarak 20 cm,

    dan mengarahkan pandangannya pada tanda tersebut.

    3. Dengan mata OP tetap diarahkan pada tanda +, gerakkan ujung pensil mulai dari tanda + tersebut ke lateral mata

    yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan kemudian terlihat kembali. Beri tanda pada

    kertas dimana ujung pensil mulai tidak terlihat dan mulai terlihat kembali. Tetapkan titik tengahnya (beri tanda T).

    4. Dengan titik T sebagai titik pusat, buat 8 garis sesuai dengan 8 penjuru angin. Gerakkan ujung pensil ke 8 garis

    dengan setiap kali melewati titik T sambil mata OP tetap difokuskan pada tanda palang. Buatlah tanda di kertas

    tiap kali ujung pensil mulai tidak terlihat dan mulai terlihat lagi (jumlah tanda: 8, selain titik T).

    5. Hubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi eksternal bintik buta mata kanan OP.

    Pertanyaan 28. Di mana letak proyeksi bintik buta terhadap gambar palang kecil dan mengapa demikian?

    Pertanyaan 29. Di mana letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina?

    G. BUTA WARNA

    Tujuan Instruksional Umum

    Memahami buta warna organik dan fungsional

    Tujuan Khusus

    1. Menentukan ada tidaknya buta warna organik pada seseorang dan jenis kelainan buta warna seseorang (jika ada)

    berdasarkan buku pseudoisokromatik Ishihara

    2. Mendemonstrasikan cara menimbulkan buta warna fungsional pada seseorang dan menerangkan mekanisme

    terjadinya

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 9

    Alat yang diperlukan

    1. Buku pseudoisokromatik Ishihara

    2. Plastik mika warna merah dan hijau

    Tata Kerja

    BUTA WARNA ORGANIK

    1. Instruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara.

    2. Catat hasil pemeriksaan saudara.

    BUTA WARNA FUNGSIONAL

    1. Instruksikan OP untuk melihat melalui plastic mika warna merah atau hijau selama minimal 10 menit ke arah

    suatu bidang yang terang (awan putih).

    2. Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik

    Ishihara.

    3. Catat hasil pemeriksaan saudara.

    Pertanyaan 30. Bagaimana mekanisme terjadinya buta warna fungsional? Jelaskan!

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 10

    SIKAP, KESEIMBANGAN, DAN PENDENGARAN

    Tujuan Instruksional Umum

    1. Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh

    2. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh

    3. Memahami dasar-dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala (penala) dan

    interpretasinya

    Tujuan Perilaku Khusus

    1.1. Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh

    1.2. Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh

    2.1. Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh

    2.2. Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimfe pada krista ampularis dengan menggunakan model kanalis

    semisirkularis

    2.3. Mendemonstrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi

    Brny

    1.1. Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

    1.2. Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

    1.3. Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran dengan 3 cara

    pemeriksaan menggunakan garpu tala

    1.4. Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan menggunakan

    garpu tala

    1.5. Menjelaskan kesimpulan hasil 3 cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala

    ALAT YANG DIGUNAKAN

    1. Model kanalis semisirkularis

    2. Tongkat atau statif yang panjang

    3. Kursi Barany

    4. Penala berfrekuensi 512 Hz

    5. Kapas

    TATA KERJA

    A. MODEL KANALIS SEMISIRKULARIS

    1. Pelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis semisirkularis.

    2. Pelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi krista ampularis.

    B. PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK KANALIS SEMISIRKULARIS

    1. Instruksikan orang percobaan (OP), dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30, berputar sambil

    berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik.

    Pertanyaan 1. Apa maksud tindakan penundukan kepala OP 30 ke depan?

    2. Instruksikan OP untuk berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke depan.

    3. Perhatikan apa yang terjadi.

    4. Ulangi percobaan nomor 1-3 dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan jarum jam.

    Pertanyaan 2. a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke depan setelah berputar

    10 kali searah dengan jarum jam?

    b. Bagaimana penjelasannya?

    C. PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL TERHADAP KESEIMBANGAN BADAN

    1. Instruksikan OP untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata terbuka dan kepala serta badan

    dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami kesulitan dalam mengikuti garis

    lurus tersebut.

    2. Ulangi percobaan nomor 1 dengan mata tertutup.

    3. Ulangi percobaan nomor 1 dan 2 dengan:

    a. kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri.

    b. kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan.

    Pertanyaan 3. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 11

    D. PERCOBAAN DENGAN KURSI BARANY

    A . N I S T A G M U S

    1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi.

    2. Perintahkan OP memejamkan kedua matanya dan menundukkan kepalanya 30 ke depan.

    3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.

    4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.

    5. Perintahkan OP untuk membuka mata dan melihat jauh ke depan.

    6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan komponen cepat nistagmus tersebut.

    Pertanyaan 4. Apa yang dimaksud dengan nistagmus pemutaran dan nistagmus pasca pemutaran?

    B . T E S P E N Y I M P A N G A N P E N U N J U K A N ( P A S T P O I N T I N G T E S T O F

    B A R A N Y )

    1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dan memejamkan kedua matanya.

    2. Pemeriksa berdiri tepat di depan kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke arah OP.

    3. Perintahkan OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari tangan pemeriksa

    yang telah diulurkan sebelumnya.

    4. Perintahkan OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkannya

    kembali sehingga menyentuh jari pemeriksa lagi.

    Tindakan #1 s/d #4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya, sebagai berikut:

    5. Perintahkan OP dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. OP menundukkan kepala 30 ke

    depan.

    6. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.

    7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, dan instruksikan OP untuk menegakkan

    kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukan seperti telah disebutkan di atas (langkah #1

    sampai #4).

    8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila terjadi penyimpangan, tetapkanlah

    arah penyimpangannya. Teruskan tes tersebut sampai OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan

    pemeriksa.

    Pertanyaan 5. Bagaimana penjelasan terjadinya penyimpangan penunjukan?

    C . T E S J A T U H

    1. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi!

    2. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepala dan bungkukkan badannya ke depan

    sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dengan sumbu tegak.

    Pertanyaan 6. Apa maksud penundukan kepala OP 120 dari posisi tegak?

    3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.

    4. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba. Instruksikan OP untuk menegakkan kembali

    kepala dan badannya.

    5. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP itu ke mana rasanya ia akan jatuh.

    6. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan

    a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90 terhadap posisi normal.

    b. Memiringkan kepala ke arah bahu kiri sehingga kepala miring 90 terhadap posisi normal.

    c. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60 terhadap posisi normal.

    Pertanyaan 7. Apa maksud tindakan seperti tersebut pada langkah #6a dan #6b? Jelaskan!

    7. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis semisirkularis

    yang terangsang.

    Catat hasil pemeriksaan pada tabel berikut ini!

    Posisi Kepala

    Jenis & arah

    nistagmus

    (komponen cepat)

    Arah penyimpangan

    penunjukkan

    Gerakan

    kompensasi (arah

    jatuh)

    Sensasi

    30 ke depan

    60 ke belakang

    120 ke depan

    miring 90ke bahu kanan

    miring 90 ke bahu kiri

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 12

    D . K E S A N ( S E N S A S I )

    1. Gunakan OP yang lain.

    Perintahkan OP duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan saputangan.

    2. Putar kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan kemudian

    kurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula sampai berhenti.

    3. Tanyakan kepada OP arah perasaan berputar:

    a. sewaktu kecepatan putar masih bertambah

    b. sewaktu kecepatan putar menetap

    c. sewaktu kecepatan putar dikurangi

    d. segera setelah kursi dihentikan

    4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan oleh OP.

    E. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPUTALA

    Cara Rinne

    1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz (lihat Gambar 2) dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ke

    telapak tangan. Jangan memukulkannya pada benda keras.

    2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. Tangan pemeriksa tidak boleh

    menyentuh jari-jari penala.

    3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang diperiksa. Bila

    mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan.

    Pertanyaan 8. Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada tindakan butir 3?

    4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala

    ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang telinga OP. Tanyakan apakah OP mendengar dengungan itu.

    Pertanyaan 9. Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada tindakan butir 4?

    Gambar 2. Garputala

    5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:

    Rinne Positif (+) : Bila OP masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal.

    Rinne Negatif () : Bila OP tidak lagi mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal.

    Cara Weber

    1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ke telapak

    tangan. Jangan memukulkannya pada benda keras.

    2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median.

    3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi

    lateralisasi?

    Pertanyaan 10. Apakah yang dimaksud dengan lateralisasi?

    4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba menimbulkan lateralisasi buatan dengan

    menutup salah satu telinga OP dengan kapas dan mengulangi pemeriksaannya.

    Pertanyaan 11 Kemana arah lateralisasi dan terangkan mekanisme lateralisasi ini?

    jari penala

  • Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan 2013/2014, FK Untan 13

    Cara Schwabach

    1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ke telapak tangan.

    Jangan memukulkannya pada benda keras.

    2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP.

    3. Instruksikan OP untuk mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi menghilang.

    4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari prosesus mastoideus OP ke prosesus

    mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan

    ialah SCHWABACH MEMENDEK.

    Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa dianggap normal.

    5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka

    hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan,

    dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

    Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke prosesus mastoideus pemeriksa sampai

    tidak terdengar lagi dengungan.

    Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus mastoideus OP.

    Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG.

    Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak dapat didengar oleh OP maka hasil

    pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL.

    Pertanyaan 12. Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Bagaimana interpretasi masing-

    masing pemeriksaan?

    Gambar 3. Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test)

    menggunakan penala.

    Keterangan : Panah menunjukkan bahwa bunyi terdengar lebih lama bila penala dipindahkan dari

    suatu tempat ke tempat yang lain. Tanda berwarna hitam menunjukkan lokasi

    kerusakan pada telinga luar, telinga tengah atau kohlea.

    (Dikutip dari Best & Taylor, The Physiological Basis of Medical Practice, ed. 8 hal. 419, 1966)

    Catat hasil pemeriksaan dengan garpu tala pada tabel berikut ini:

    OP Rinne Weber Schwabach