bpp general

Upload: bayu-pratama-jhoyo

Post on 16-Jul-2015

448 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karuniaNya yang memungkinkan Buku Panduan Praktikum Modul Penginderaan dapat disusun untuk mahasiswa kedokteran semester 6 Kurikulum Fakultas 2005. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada staf pengajar Departemen Histologi , Patologi Anatomi, Patologi Klinik, Mikrobiologi, Parasitologi, Fisiologi, Fisika Kedokteran, dan Ilmu Farmasi Kedokteran yang sudah bekerja keras dan bekerja sama dalam penyelesaian buku ini. Buku panduan ini mencakup materi praktikum yang diselenggarakan selama pembelajaran Modul Penginderaan tahun ajaran 2010-2011. Praktikum tahun ini merupakan praktikum integrasi, setiap kali praktikum melibatkan satu atau lebih departemen. Kami menyadari buku ini masih banyak kekurangannya, maka kami akan menerima dengan senang hati kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa, staf pengajar, dan semua pihak. Terima kasih.

Jakarta, Januari 2011

Tim Modul

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

1

DAFTAR ISIOverview Praktikum Integrasi PI. PENGLIHATAN PI-1. PENGLIHATAN NON-INFEKSI Praktikum Histologi Praktikum Patologi Anatomi PI-2. PENGLIHATAN INFEKSI Praktikum Mikrobiologi Praktikum Parasitologi Praktikum Patologi Klinik Praktikum Farmasi Kedokteran PI-3. GANGGUAN REFRAKSI Praktikum Fisiologi PII. PENGHIDU DAN PENGECAP PII-1 Praktikum Histologi Praktikum Patologi Anatomi Praktikum Mikrobiologi PII-2 Praktikum Fisiologi Praktikum Patologi Klinik Praktikum Farmasi Kedokteran PIII. PENGINDERAAN PIII-1 INFEKSI Praktikum Histologi Praktikum Mikrobiologi Praktikum Farmasi Kedokteran PIII-2 GANGGUAN PENDENGARAN Praktikum Fisiologi Praktikum Fisika Kedokteran Lampiran Petunjuk Penulisan Laporan Praktikum Fisiologi Penyusun

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

2

OVERVIEW PRAKTIKUM TERINTEGRASI MODUL PENGINDERAAN 2011No I Topik PI. PENGLIHATAN Sub-topik PI-1. Penglihatan Non-infeksi Waktu 1 x 2 jam Mata : 20 menit di awal Histologi dan Patologi Anatomi = 90 menit Post test = 10 menit PI-2. Penglihatan Infeksi 1 x 2 jam Mata : 20 menit di awal 3 station besar : (1. Mikrobiologi, 2. Parasitologi, 3. Patologi Klinik dan Farmasi) = 30 menit Post test 10 menit PI-3. Gangguan Refraksi II PII. PENGHIDU DAN PENGECAP PII- 1 1 x 2 jam Post test = 10 menit 1 x 2 jam 2 station : 1. Histo+PA 2. Mikro (@ 55 menit) Post test 10 menit PII- 2 1 x 2 jam THT di awal : 20 menit 3 station besar : 1. Fisiologi 2. Patologi Klinik 3. Farmasi (@ 30 menit) Post test 10 menit o o o o THT Patologi Klinik Farmasi Fisiologi o o o Histologi Patologi Anatomi Mikrobiologi o Fisiologi o o o o Mata Mikrobiologi Parasit ologi Patologi Klinik Farmasi Kedokteran Departemen yang terlibat o Mata o Histologi o Patologi Anatomi

o

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

3

No III

Topik PIII. PENDENGARAN

Sub-topik PIII- 1. Infeksi pada Organ Pendengaran

Waktu 1 x 2 jam 2 station : 1. Histologi 2. Farmasi, 3. Mikrobiologi (@ 55 menit) Post test 10 menit

Departemen yang terlibat o Histologi o Mikrobiologi o Farmasi

PIII- 2. Gangguan Pendengaran

1 x 2 jam THT 20 menit di awal 3 stasiun : 1. Simulasi koklea (fisika 2 tutor per ruangan, 2 PC + laptop mahasiswa, LCD), 2. Audiometri 2 set+Garpu tala 2 set (fisika 2 tutor, faal 2 tutor per ruangan, 2 PC + laptop mahasiswa, printer), 3. Keseimbangan ( faal 2 tutor per ruangan) (@ 30 menit) Post test 10 menit

o o o

THT Fisiologi Fisika

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

4

PI-1. Penglihatan Non InfeksiPraktikum HistologiMahasiswa akan mempelajari struktur histologis mata dibawah bimbingan seorang tutor. Mahasiswa harus menggambar struktur organ indera tersebut di dalam buku gambar. Tutor kemudian akan mengevaluasi dan memberikan komentar terhadap gambaran struktur histologis yang dibuat oleh mahasiswa. Sasaran Pembelajaran Terminal Praktikum Histologi adalah : Mahasiswa Kedokteran FKUI bila dihadapkan kepada preparat histologi mampu mengidentifikasi dan menjelaskan struktur histologis normal organ mata beserta fungsinya. Sasaran Pembelajaran Penunjang Praktikum Histologi Modul Penginderaan adalah: Bola Mata dan Assesorisnya Topik Preparat Tujuan Praktikum dan struktur yang harus dicari 1. Bola Mata Histologi Bulbus okuli Mengidentifikasi dan mempelajari struktur histologis bola mata serta kaitannya dengan fungsinya 1. Cornea: epitel berlapis gepeng, lapisan Bowman, substansia propria, lapisan Descement, lapisan endotel. 2. Limbus Cornea : epitel konjungtiva bulbi, jaringan trabekula. 3. Sclera 4. Corpus ciliaris: taji sklera (Sclera Spur), prosessus siliaris, muskulus siliaris 5. Iris : endotel, sel pigmen, pembuluh darah radial, pars iridika retina, muskulus sfingter pupil, muskulus dilatator pupil 6. Bilik mata depan (Camera oculi anterior) 7. Bilik mata belakang (Camera oculi posterior) 8. Lensa mata 9. Zonula zinnia 10. Corpus vitreus 11. Retina : Epitel pigmen, lapisan batang dan kerucut, membrana limitans eksterna, lapisan inti luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, serat-serat nervus optikus, membrane limitans interna,

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

5

12. Bintik kuning (Macula lutea) 13. Bintik buta (Papilla nervus optikus) 14. Ora serata 2. Kelopak Mata Palpebra 15. Lamina cribosa Mengidentifikasi dan mempelajari struktur histologis yang terdapat pada kelopak mata serta kaitannya dengan fungsinya Kulit: kelenjar sebasea dan keringat, folikel rambut Bulu mata Muskulus orbikularis oculi Tarsus : kelenjar Meibom 3. Kelenjar Air Mata (Glandula Lacrimalis) Glandula Lacrimalis Conjungtiva palpebra Mengidentifikasi dan mempelajari struktur histologis yang terdapat pada kelopak mata serta kaitannya dengan fungsinya. 1. Pars terminalis 2. Saluran keluar Metoda : A. Praktikum laboratorium menggunakan mikroskop cahaya dibawah bimbingan tutor B. Mempelajari slaid-slaid demonstrasi C. Menggambar struktur histologis pada buku gambar. Sarana dan Prasarana : A. Mikroskop B. Buku gambar dan peralatan gambar C. Preparat histologi a. Bola mata b. Kelopak mata c. Kelenjar air mata Referensi 1. Praktikum 19 Bola Mata dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 49-59, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 2. Praktikum 20 Telinga dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 49-59, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 3. Organs of special Sense in di Fiores Atlas of Histology with functional correlations, pp 303-315, Lippincott Williams & Wilkins, USA, 2000

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

6

Praktikum Patologi AnatomiMikroskopik : 1. PTERYGIUM Pterygium adalah suatu proses degenerasi pada konjungtiva. Sediaan memperlihatkan jaringan berlapiskan epitel gepeng berlapis yang sebagian hiperplastik. Gambaran karakteristik dari kelainan ini adalah degenerasi kolagen pada subepithelial berupa jaringan ikat elastoid dan degenerasi basofilik (warna keunguan). Tampak pula sebukan sel radang kronik, pembuluh darah berukuran kecil serta daerah perdarahan. 2. RETINOBLASTOMA Sediaan berasal dari seorang anak perempuan usia 2 tahun terdiri atas bola mata yang menunjukkan massa tumor intraokular yang tersusun padat dan sebagian tampak membentuk struktur rossette. Sel tumor berinti bulat, monoton, hiperkromatik, sitoplasma sanagat sedikit (tidak jelas). Mitosis mudah ditemukan.Tampak juga kalsifikasi dan daerah nekrosis.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

7

PI-2. Penglihatan InfeksiPraktikum MikrobiologiSasaran pembelajaran terminal : Apabila diberi data sekunder penderita tersangka infeksi, mahasiswa mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, rencana pemeriksaan laboratorium mikrobiologi konvensional, molekular dan serologi, termasuk pemilihan, pengambilan, pengumpulan, dan pengiriman spesimen sesuai prosedur baku; dan interpretasi hasil untuk membantu menegakkan diagnosis, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit infeksi pada organ penglihatan Sasaran pembelajaran penunjang : Bila menghadapi data tentang mikroba, mampu membedakan mikroba yang merupakan flora normal, oportunis dan mikroba patogen pada manusia berdasarkan sifat-sifatnya; dapat melakukan pemeriksaan mikrobiologik sederhana dan memahami pemeriksaan mikrobiologik molekuler terhadap penyakit infeksi pada organ penglihatan Tujuan : 1. Memahami berbagai penyebab infeksi pada organ penglihatan 2. Memahami cara pengambilan spesimen mata 3. Memahami prosedur pemeriksaan mikrobiologi untuk identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi pada organ penglihatan Pengantar : Mikroorganisme pada organ penglihatan A. Infeksi bakterial 1. Staphylococcus aureus Berbentuk kokus positif Gram, bergerombol dengan diameter 1 m. Beberapa strain mempunyai kapsul. Non fastidious. Pada perbenihan agar darah berwarna kuning keemasan. Katalasa positif; koagulasa positif,; beberapa strain memfermentasikan manitol secara anaerob. Dapat menyebabkan konjungtivitis, panopthalmitis, akut dacryocystitis yang merupakan infeksi sekunder pada kantung lakrimalis 2. Haemophilus influenzae Haemophilus sp. ditemukan sampai 75% sebagai flora normal pada membran mukosa saluran napas bagian atas orang dewasa sehat. H.influenzae pada keadaan tertentu dapat menyebabkan meningitis, konjungtivitis, sinusitis, selulitis, otitis media, epiglotitis, pneumonia, bronchitis dan arthritis. Bakteri tersebut bersifat negatif Gram, berbentuk batang pendek/ kokoid, tetapi bila telah lama disimpan dapat berubah menjadi bentuk pleomorfik. Bakteri ini bersifat fastidious. Untuk pertumbuhannya bakteri ini memerlukan faktor X dan faktor V sebagai faktor pertumbuhan. Perbenihan yang biasa dipergunakan adalah agar coklat yaitu agar darah yang dipanaskan. Pada perbenihan ini Haemophilus tumbuh dengan membentuk koloni-koloni kecil, bulat, konveks dan mengkilat. Bila tumbuh dekat Staphylococcus aureus, bakteri ini akan tumbuh lebih besar (fenomena satelit). Bakteri ini mempunyai kapsul, yang dapat dilihat dengan reaksi serologi ( Capsule swelling test). Spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dapat berupa usap tenggorok, pus, darah dan cairan otak. Spesimen untuk biakan tidak boleh disimpan atau dikirim pada suhu dingin. Spesimen harus dikirim sesegera mungkin pada suhu ruang. 3. Pseudomonas aeruginosa P. aeruginosa adalah bakteri oportunis patogen, obligat aerob, berbentuk batang negatif Gram, bersifat motil dengan flagel polar, tumbuh pada media selektif mengandung empedu, memiliki pigmen piosianin berwarna hijau. Oksidasa positif, sitrat positif. Dapat menginfeksi seluruh bagian tubuh dan menimbulkan berbagai predisposisi : infeksi kulit dan luka bakar, sistitis fibrosis, pneumonia pada pasien intubasi, infeksi saluran kemih, septikemia,

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

8

osteomielitis, endokarditis, otitis eksterna dan media, konjungtivitis, keratitis, katarak, dan infeksi pada mata bagian orbital dan dalam. 4. Neisseria gonorrhoeae Neisseriae merupakan bakteri negatif Gram, diplokokus menyerupai sepasang ginjal yang dapat ditemukan intraselular atau ekstraseluler. Bersifat kapnofilik, uji oksidase positif, reaksi biokimia pada CTA (Cysteine Trypticase Agar) memperlihatkan bahwa N. gonorrhoeae hanya meragi glukosa. N. gonorrhoeae yang resisten penisilin memberikan hasil (tes beta-laktamase) positif dengan tes yodometri jika terjadi perubahan warna biakan menjadi biru kehitaman atau uji cefinase jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda dalam 5 -10 menit. N. gonorrhoeae (Gonokokus) dapat menginfeksi traktus urogenitalis laki-laki dan perempuan dan dapat menyebabkan konjungtivitis akut pada bayi yang baru lahir dari ibu penderita gonorrhoeae urogenital, Ophtalmia neonatorum dapat merusak penglihatan atau buta bila tidak diobati. 5. Chlamydia trachomatis Chlamydia merupakan parasit intrasel obligat berbentuk sferis dengan garis tengah 0,2 - 0,4 m, dengan satu inti dan sejumlah ribosom yang diliputi oleh dinding sel yang terdiri dari beberapa lapis, tidak bergerak. Penyebab trakhoma yang melibatkan konjungtiva dan kornea. Infeksi Chlamydia okuler dapat didiagnosis dengan : 1. Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik langsung, yaitu deteksi badan inklusi dengan pewarnaan Giemsa atau deteksi antigen menggunakan mikroskop immunofluoresence 2. Biakan Biakan hanya dapat dilakukan pada biakan sel, misalnya sel McCoy atau HeLa. 3. Serologi untuk mendeteksi antigen dari spesimen mata. 4. Deteksi asam nukleat . B . Infeksi Jamur

Candida albicans Candida albicans termasuk khamir , dapat bertahan hidup dalam keadaan kering. Khamir ini berkembang biak dengan tunas. Candida albicans dapat menyebabkan inflamasi akut dengan plak dan eksudat berwarna putih di mulut dan tenggorok. Dapat menyebabkan stomatitis, keratitis, korioretinitis dan otitis eksterna. Pada pewarnaan Gram specimen klinis terlihat sel ragi bersifat positif Gram. Biakan dari bahan klinis menggunakan agar Sabouraud dekstrosa, bila perlu ditambahkan antibiotik untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Koloni jamur ini bewarna kekuningan, konsistensi lunak.C. Infeksi Virus 1. Virus herpes simplex Virus herpes simplex, anggota family Herpesviridae, merupakan virus DNA berbentuk sferis, ikosahedral. Virus herpes simplex dapat dibedakan menjadi : Herpes simplex virus type 1 (HSV- 1) dapat menyebabkan herpetic eye, infeksi pada bibir, mulut dan muka terutama sering ditemukan di masyarakat pada anak-anak. HSV-1 sering menyebabkan lesi di dalam mulut, seperti cold sores (fever blisters). Transmisinya melalui kontak langsung atau dengan percikan saliva dari penderita atau karier. Virus ini dapat menyebabkan infeksi pada mata di bagian kornea dan disebut keratitis herpes simplex. Infeksi ini dapat muncul bila penderita mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh karena berbagai masalah kesehatan. Lebih dari 90 % orang dewasa sudah memiliki antibodi terhadap HSV-1. Virus herpes simplex 2 (HSV- 2) yang menyerang daerah genitalia. Yang disebut belakangan ini, herpes genitalis pada masa kini sangat sering dijumpai. Penyakit terutama timbul sesudah ada emosi atau kelelahan yang sangat dan dapat menginfeksi janin atau bayi saat kelahiran. Virus tersebut dapat menginfeksi otak (meningoencephalitis) atau mata

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

9

Pemeriksaan yang dapat dilakukan : Mikroskopik untuk melihat badan inklusi pada lesi Biakan menggunakan biakan sel Direct fluorescent antibody (DFA) test Serologi untuk mengukur IgM dan IgG Deteksi asam nukleat 2. Adenovirus Adenovirus merupakan virus DNA yang dapat menyebabkan konjungtivitis. Subtipe adenoviral conjungtivitis lain yang penting adalah epidemic keratoconjungtivitis (pink eye) dan pharyngo -conjunctival fever. Infeksi adenovirus bisa bersifat akut atau kronis. 5-8% pasien dengan keratoconjunctivitis epidemi mengalami gejala infeksi pernafasan. Satu atau kedua mata mungkin akan terpengaruh. Sebagai gejala mereda konjungtivitis, sakit mata dan penyiraman dan penglihatan kabur berkembang. Gejala-gejala dari keratitis dapat berlangsung selama beberapa bulan, dan sekitar 10% dari infeksi ini menyebar ke sedikitnya satu anggota keluarga lainnya pasien. Transmisi adenovirus dapat melalui : Inhaling airborne viruses berenang dalam air yang terkontaminasi oleh virus adeno, menggunakan cairan tetes mata atau intrumen terkontaminasi, menyeka mata dengan handuk yang terkontaminasi, atau menggosok mata dengan jari-jari yang terkontaminasi. Tidak mencuci tangan setelah menggunakan kamar mandi, kemudian menyentuh mulut atau mata. Infeksi Adenovirus sulit dibedakan dengan infeksi dari virus lainnya. Diagnosis definitif didasarkan pada kultur atau deteksi virus pada sekresi mata, dahak, urin, atau tinja. Tugas 1. Setiap mahasiswa mengamati dan mempelajari struktur makroskopik dan mikroskopik bakteri dan jamur yang terlihat 2. Setiap mahasiswa mencatat slaid-slaid virus yang ditemukan pada infeksi penglihatan 3. Mencatat penjelasannya dan melaporkan serta mendiskusikannya kepada pembimbing Pertunjukan 1. Sediaan dan Gram Staphylococcus aureus 2. Sediaan dan Gram Pseudomonas aeruginosa 3. Sediaan dan Gram N. gonorrhoeae 4. Sediaan Haemophilus influenzae (faktor X, V, dan XV) 5. Sediaan dan Gram Candida albicans 6. Slaid-slaid virus

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

10

Hasil pengamatan

Gram : Staphylococus aureus

Sediaan : Staphylococus aureus

Gram : Pseudomonas aeruginosa

Sediaan : Pseudomonas aeruginosa

Gram : Neisseria gonorhoeae

Sediaan : Neisseria gonorhoeae

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

11

Gram : Haemophylus sp.

Sediaan : Haemophylus influenzae dengan faktor X, V dan XV

LPCB : Candida albicans

Sediaan : Candida albicans

Slaid : Virus Herpes simpleks

Slaid : Virus Adeno

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

12

Pertanyaan 1. Apa yang telihat secara mikroskopik dan makroskopik pada pemeriksaan mikroorganisme penyebab infeksi pada organ penglihatan? 2. Jelaskan perbedaan biakan antara ragi dan jamur! 3. Sebutkan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi untuk menunjang diagnosis penyebab infeksi pada organ penglihatan!

Daftar pustaka 1. Brown, A.E : Bensons Microbiological Applications. Laboratory manual in General Microbiology. 9th ed. McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the Americas, New York. 2005. 1-159 Cappuccino, JG and Sherman N : Microbiology a Laboratory Manual. 8th ed. State University of New York. San Fransisco. Pearson Benjamin Cummings. 2008. 29 207 Cheesbrough, M : Medical Laboratory Manual for Tropical Countries, Vol II : Microbiology. Butterworth-Heinemann Ltd. University Press, Cambridge. 1984. 40 45 Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey & Scotts Diagnostic Microbiology, 12th ed. Mosby Elsevier, 2007. Mahon, C.R. and Manuslis G. : Diagnostic Microbiolgy. WB Saunders Comp. London. 2007. Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi FKUI : Buku Penuntun Praktikum Departemen Mikrobiologi. PT Medical Multimedia Indonesia, Kramat Raya 31 Jakarta. 2008.

2. 3. 4. 5. 6.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

13

Praktikum ParasitologiTujuan Umum : Mahasiswa mengenal bentuk infektif dan bentuk patogen parasit sebagai penyebab penyakit pada penginderaan Tujuan Khusus : Mengetahui bentuk infektif dan bentuk patogen penyebab penyakit pada penginderaan Kegiatan praktikum : 1. Melihat sediaan demontrasi 2. Mendiskusikan dengan pembimbing untuk mencapai tujuan khusus pembelajaran A. Demonstrasi PARASIT Sediaan cairan peritoneum tikus, pulasan Giemsa Pembesaran 6 x 100

Toxoplasma gondii Stadium Takhizoit/ProliferatifPerhatikan : - bentuk seperti bulan sabit - letak diluar sel atau di dalam sel - di luar sel satu-satu atau berkelompok 6 x 100

Acanthamoeba spp Stadium trofozoitPerhatikan : - ukuran 15-45 m - sitoplasma bergranuler dan banyak vakuol - inti besar, mengandung sebuah sentral kariosom yang besar - mempunyai pseudopodia (acanthopodia)

Demodex folliculorum Stadium dewasaPerhatikan - bentuk panjang menyerupai cacing - ukuran 0.1-0.3 mm - mempunyai kaki 4 ps letak berdekatan - abdomen dgn garis-garis transversal

10 x 45

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

14

Onchocerca volvulus Giemsa Stadium mikrofilaria

10 x 45 Pulasan

Morfologi: - panjang 150 -287 atau 285 368 - lebar 5 - 7 atau 6 - 9 - ruang kepala : panjang = lebar - ekor kosong - badan mempunyai inti jelas - lekuk badan agak kaku - sarung tidak ada

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

15

Praktikum Patologi KlinikPengantar : Toxoplasmosis dan infeksi Rubella dapat menimbulkan gangguan penglihatan pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi saat kehamilannya. Pada orang dewasa dengan gangguan kekebalan, Toxoplasma gondii dapat menginfeksi retina yang berakibat kebutaan. Diagnosis kedua infeksi ini sering berdasarkan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya antibodi kelas imunoglobulin M (IgM) atau imunoglobulin G (IgG) terhadap kedua mikroorganisme tersebut. Toxoplasmosis

Gambar 1: Serokonversi Toxoplasmosis Antibodi kelas IgM ditemukan dalam darah pasien sewaktu infeksi akut, sedangkan kelas IgG dapat menetap sampai bertahun-tahun. Bila hanya IgG yang ditemukan dalam darah pasien, perlu dibedakan antara infeksi yang baru terjadi dari infeksi lampau dengan pemeriksaan aviditas IgG. Berarti infeksi terjadi lebih dari 6 bulan sebelumnya, sedangkan aviditas yang rendah menggambarkan infeksi yang beru terjadi dalam waktu kurang dari 6 bulan sebelumnya. Kasus 1 Hasil pemeriksaan seorang ibu hamil: anti-Toxoplasma IgM anti-Toxoplasma IgG aviditas anti-Toxoplasma IgG Interpretasi: Infeksi akut

: Reaktif : Reaktif : Rendah

Kasus 2 Hasil pemeriksaan seorang wanita yang baru menikah: anti-Toxoplasma IgM : Non-reaktif anti-Toxoplasma IgG : Reaktif aviditas anti-Toxoplasma IgG : Tinggi Interpretasi: Infeksi lampau (lebih dari 6 bulan sebelum pemeriksaan)

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

16

Rubella Infeksi Rubella pada seorang ibu hamil tanpa imunitas dapat ditularkan ke janin melalui plasenta dan dapat mengakibatkan kebutaan pada bayi yang dilahirkan.

Gambar 2: Serokonversi infeksi Rubella

Gambar 3: Serokonversi Rubella kongenital. (--- menyatakan IgG ibu) Kasus 3 Hasil pemeriksaan sebelum pernikahan seorang wanita berusia 25 tahun: anti-Rubella IgM : Non-reaktif anti-Rubella IgG: Reaktif, titer = 25 IU/mL Interpretasi: Infeksi atau imunisasi lampau Kasus 4 Hasil pemeriksaan seorang ibu hamil: anti-Rubella IgM : Reaktif anti-Rubella IgG: Reaktif, titer = 100 IU/mL Interpretasi: Infeksi sekunder

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

17

Praktikum FarmasiTujuan: 1. mengetahui 2. mengetahui 3. mengetahui 4. mengetahui

berbagai bentuk sediaan obat mata kelebihan dan kekurangan masing-masing sediaan dasar pemilihan bentuk sediaan obat mata cara menggunakan berbagai bentuk sediaan obat mata

Pertunjukkan : 1. tetes mata preventif 2. tetes mata antibiotik 3. tetes mata mini dose 4. salep mata antibiotik 5. cairan pencuci mata (collyrium) 6. cara penggunaan obat 7. contoh resep Tugas: 1. Amati berbagai bentuk sediaan obat obat 2. amati zat aktif yang terkandung dalam obat dan indikasinya 3. amati cara penggunaan obat 4. amati cara menulis resep sediaan obat mata

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

18

PI-3. Gangguan RefraksiPraktikum FisiologiTujuan Instruksional Umum 1. Memahami Ingersol) 2. Memahami 3. Memahami 4. Memahami 5. Memahami 6. Memahami 7. Memahami 8. Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya melalui model mata (Cencodasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya pada manusia dasar-dasar pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter mekanisme timbulnya diplopia dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual) peristiwa yang terjadi pada mata waktu melihat jauh dan dekat letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina buta warna organik dan fungsional

Tujuan Perilaku Khusus 1.1. Menjelaskan padanan bagian-bagian model mata Cenco-Ingersol dengan bagian-bagian mata serta fungsinya 1.2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan refraksi serta tindakan koreksinya dengan menggunakan model mata (Cenco-Ingersol): a. peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksinya b. mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi c. mata miop serta tindakan koreksinya d. mata hipermetrop serta tindakan koreksinya e. mata astigmat serta tindakan koreksinya f. mata afakia serta tindakan koreksinya 2.1. Menjelaskan hubungan diskriminasi dua titik dengan sudut penglihatan minimal 2.2. Menjelaskan dasar pembuatan optotipi Snellen 2.3. Menjelaskan pengertian visus dan refraksi pada manusia 2.4. Menjelaskan dasar-dasar penetapan visus seseorang dengan menggunakan optotipi Snelen 2.5. Mendemonstrasikan pelbagai kelainan refraksi serta prinsip tindak koreksinya pada manusia a. mata miop serta tindakan koreksinya b. mata hipermetrop serta tindakan koreksinya 2.6. Mendemonstrasikan adanya astigmatisma pada seseorang dengan menggunakan gambar kipas Lancaster-Regan 3.1. Menjelaskan dasar-dasar pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan perimeter 3.2. Menjelaskan kriteria normal lapang pandang cahaya putih dan berwarna 3.3. Mendemonstrasikan pemeriksaan lapang pandang untuk beberapa warna dengan menggunakan perimeter 4.1. Menjelaskan mekanisme timbulnya diplopia 4.2. Mendemonstrasikan peristiwa diplopia 5.1. Menjelaskan dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual) 5.2. Mendemonstrasikan refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual) 6.1. Menjelaskan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat 6.2. Mendemonstrasikan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

19

7.1. Menjelaskan cara membuat proyeksi eksternal bintik buta 7.2. Mendemonstrasikan proyeksi eksternal bintik buta terhadap fovea sentralis 8.1. Menentukan ada tidaknya buta warna organik pada seseorang dan jenis kelainan buta warna seseorang berdasarkan buku pseudoisokromatik 8.2. Mendemonstrasikan cara menimbulkan buta warna fungsional pada seseorang dan menerangkan mekanisme terjadinya Alat yang diperlukan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya Optotipi Snellen Seperangkat lensa Tali pengukur Gambar kipas Lancaster-Regan Perimeter + formulir pemeriksaan Penutup mata Lampu senter Kertas putih Buku pseudoisokromatik Ishihara Kaca merah dan kaca hijau

Tata kerja :

I.

MATA SEBAGAI SUSUNAN OPTIK

Pelajari model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya (Lihat Gambar PI-1.): 1. Bejana yang diisi air hampir penuh.

P-PI.1. b.3.

a. Apa fungsi air dalam bejana? Apa analogi air dalam bejana tersebut dengan cairan dalam mata?

2. Kornea (C).Retina yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda.

P-PI.2.4. 5.

Mengapa disediakan tempat yang berbeda-beda untuk retina?

Benda yang bercahaya (lampu). Kotak yang berisi: 5.1. Iris 5.2. empat lensa sferis masing-masing berkekuatan : +2D, +7D, +20D, 1,75D 5.3. dua lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D, 5,5D

P-PI.3. Bagaimana cara membedakan a. lensa sferis negatif dengan lensa sferis positif? b. lensa sferis dengan lensa silindris? P-PI.4. Cara apakah yang lebih baik untuk menentukan jenis dan kekuatan lensa?

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

20

Gambar PI-1. Bagan model mata Cenco Ingersoll A. LEBAR PUPIL DAN ABERASI SFERIS 1. Pasang lensa sferis +7D di tempat lensa kristalina (L).

P-PI.5.2.

Apakah fungsi lensa sferis +7D di sini?

Pasang retina di R. Arahkan model mata ke jendela yang jauhnya 7 m atau lebih. Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada retina.

3.

P-PI.6.4.

Sebutkan analogi keadaan ini dengan mata sebenarnya.

Sekarang tempatkan iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

P-PI.8.B.

Mengapa bayangan menjadi lebih tajam setelah iris dipasang?

HIPERMETROPIA 1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan lensa sferis +7D sebagai lensa kristalina. 2. Setelah diperoleh bayangan tegas (butir A nomor 4) pindahkan retina ke Rh. Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

P-PI.9.

Mengapa bayangan menjadi kabur?

3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sehingga bayangan menjadi tegas kembali.

P-PI.11.4.

Lensa apa yang Saudara gunakan untuk tindakan tersebut?

Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

21

C. 1. 2.

MIOPIA

Angkat lensa sferis positif dari S1 atau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan bayangan yang tegas. Pindahkan retina ke Rm. Perhatikan bayangan menjadi kabur.

P-PI.12.3.

Mengapa bayangan menjadi kabur?

Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sehingga bayangan menjadi tegas.

P-PI.14.4.

Lensa apa yang Saudara gunakan untuk tindakan tersebut?

Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2. D. 1. ASTIGMATISME Angkat lensa sferis negatif dari S1/S2 dan pindahkan retina ke R. Letakkan lensa silindris 5,5D di G2. Perhatikan sebagian bayangan menjadi kabur.

2.

P-PI.15.

Sebutkan kelainan refraksi mata yang analog dengan keadaan ini.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 dan mengatur arah sumbunya sehingga seluruh bayangan menjadi tegas.

P-PI.17.4.

Lensa apa yang digunakan untuk koreksi keadaan ini?

Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

P-PI.19. P-PI.20.

Bagaimana kita mengetahui letak sumbu lensa? Bagaimana menyatakan arah sumbu lensa silindris?

Catatan: Untuk percobaan B, C dan D model mata Cenco-Ingersoll disusun sebagai mata dalam keadaan tidak berakomodasi (istirahat).

P-PI.21.E.

Bagaimana keterangannya?

AKOMODASI

1. Angkat kedua lensa silindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2. 2. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll, tempatkan benda yang bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya yang kabur. 3. Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang memberikan bayangan yang tegas pada retina.

P-PI.22.

a. Jenis lensa apa yang Saudara perlukan untuk tujuan tersebut? b. Terangkan alasan Saudara. c. Sebutkan analogi keadaan ini dengan mata sebenarnya.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara gunakan untuk mengganti lensa kristalina (+7D).

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

22

F.

MATA AFAKIA

1. Buat susunan seperti butir A nomor 4. 2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa kristalina. 3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi lebih tajam. 4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

P-PI.23.

Jenis dan kekuatan lensa apakah yang dapat digunakan untuk mengoreksi mata afakia ini?

II.

VISUS (KETAJAMAN PENGLIHATAN) 1. Lakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP). Instruksikan OP untuk duduk menghadap optotipi Snellen pada jarak 6 m. (= d)

P-PI.24.

Mengapa jarak baca harus 6 m?

2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa. 3. Periksa visus mata kanan orang percobaan dengan menyuruhnya membaca huruf yang Saudara tunjuk. Mulailah dari baris huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf yang terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dilihat dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan lancar tanpa kesalahan.

P-PI.25.

Apabila pada pemeriksaan tersebut orang percobaan hanya mampu membaca lancar tanpa kesalahan sampai pada baris huruf yang ditandai dengan angka 30 Ft (9,14 m), berapakah visus mata kanan OP? Apakah dasar pembuatan optotipi Snellen?

P-PI.27.4. 5.

6.

Catat visus mata kanan orang percobaan. Ulangi pemeriksaan ini pada: a. mata kiri b. kedua mata bersama-sama Catat hasil pemeriksaan Saudara.

III. REFRAKSI DAN KOREKSINYADari pemeriksaan visus di atas (butir II) telah diketahui visus tanpa menggunakan lensa. Pada pemeriksaan berikut ini akan diperiksa daya bias susunan optik mata (refraksi mata). A. REFRAKSI

Jika visus orang percobaan tanpa lensa = 6/6, maka refraksi mata itu tak mungkin miop (M). Refraksi mata tersebut mungkin E (emetrop) atau H (hipermetrop).

P-PI.28.

a. Dapatkah visus seseorang lebih besar dari 6/6? b. Mengapa mata hipermetrop dapat mempunyai visus 6/6?

Untuk membedakan refraksi mata OP yang mempunyai visus 6/6 tersebut emetrop atau hipermetrop, maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis +0,25D dan periksa lagi visusnya.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

23

P-PI.29. P-PI.30.

Bila sekarang visusnya menjadi lebih kecil, apakah kesimpulan Saudara? Bila visusnya ternyata tetap 6/6, bahkan OP merasa melihat lebih jelas, apakah kesimpulan Saudara?

Jika refraksi mata kanan OP adalah E, pemeriksaan dihentikan. Jika refraksi mata OP adalah H, teruskan pemasangan lensa-lensa dengan setiap kali memberikan lensa positif yang 0,25D lebih kuat. Lensa positif yang terkuat, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat hipermetrop yang dinyatakan dalam dioptri (D). Catat derajat H orang percobaan dalam dioptri. B. KOREKSI

Jika visus mata kanan OP tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka refraksi mata OP biasanya M. Untuk menetapkan derajat miop dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis negatif, mulai dari 0,25D dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25D lebih kuat. 3. Periksa lagi visusnya setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa. 4. Lensa negatif yang terlemah, yang memberikan visus maksimal, merupakan ukuran bagi derajat miop yang dinyatakan dalam dioptri. 5. Catat derajat M orang percobaan dalam dioptri.

P-PI.31. Jika visus mata kanan OP tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, kelainan refraksi apa yang mungkin dijumpai selain M? P-PI.32. Bila pada orang tua diperoleh visus tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka kelainan refraksi apa yang mungkin dijumpai pada orang tersebut? P-PI.34. Apakah pada orang tua dapat diperoleh visus 6/6? Bagaimana keterangannya?

Jika pada pemberian lensa sferis visus tetap tidak mencapai 6/6 maka harus diingat adanya kelainan refraksi astigmatisma. Cara memperbaiki astigmatisma dilakukan dengan lensa silindris sebagai berikut: 1. Pasang bingkai kaca mata khusus pada OP dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus. 2. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis sehingga visus OP tersebut maksimal. 3. Instruksikan OP untuk melihat gambar kipas. Bila warna hitam garis pada semua meridian terlihat merata, berarti refraksi OP tidak astigmat. Hentikan pemeriksaan refraksi. Bila terdapat gambar garis yang lebih kabur, tentukan meridian yang terlihat paling tegas. 4. Tambahkan sekarang di depan lensa sferis tersebut lensa silindris positif atau negatif yang sesuai dengan jenis lensa sferis di atas, dengan sumbu lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang terlihat paling tegas, sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata. 5. Instruksikan OP untuk melihat kembali ke optotipi Snellen. Tentukan dan catat jenis serta kekuatan lensa sferis dan silindris, yang memberikan visus maksimal serta arah sumbu lensa silindris tersebut.

P-PI.35

Sebutkan nama alat lain untuk menentukan adanya kelainan refraksi astigmatisma.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

24

IV. PEMERIKSAAN LUAS LAPANG PANDANG (PERIMETRI) 1. Lakukan percobaan ini pada minimal satu OP. Instruksikan OP untuk duduk membelakangi cahaya2. 3. 4. menghadap perimeter. Tutup mata kiri OP dengan penutup mata/sapu tangan. Letakkan dagu OP di sandaran dagu sebelah kiri dan aturlah tinggi sandaran itu sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang vertikal sandaran dagu. Pasang formulir untuk mata kanan di sebelah belakang piringan perimeter sebagai berikut: 4.1. Putar busur perimeter sehingga letaknya horizontal dan penjepit formulir berada di bagian atas piringan. 4.2. Jepitkan formulir pemeriksaan pada piringan sehingga garis 180 0 formulir letaknya berimpit dengan garis 0 180 piringan perimeter dan lingkaran konsentris formulir letaknya sesuai dengan skala pada perimeter. Instruksikan OP untuk memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah perimeter. Selama pemeriksaan, penglihatan OP harus tetap dipusatkan pada titik fiksasi tersebut. Gunakan benda yang dapat digeser pada busur perimeter untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilihlah bulatan berwarna putih dengan diameter sedang ( 5 mm/bulatan no.3) pada benda tersebut.

5.

6.

P-PI.36.7. 8.

Bagaimana cara memilih warna dan mengatur diameter bulatan?

Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu menyusuri busur, dari tepi kiri OP ke tengah. Tepat pada saat OP mulai melihat bulatan putih tersebut, penggeseran benda dihentikan. Ulangi tindakan ini tiga kali berturut-turut. Setiap kali, baca derajat tempat penghentian penggeseran itu pada busur dan catat derajat terbesar pada formulir dengan tepat.

P-PI.37.9.

Bagaimana cara mencatat derajat tempat itu pada formulir?

Ulangi tindakan no. 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi busur. 10. Ulangi tindakan no. 7, 8 dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 sesuai arah jarum jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertikal. 11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak perlu dilakukan pencatatan lagi. 12. Ulangi tindakan no. 7, 8 dan 9 setelah memutar busur tiap kali 30 berlawanan arah jarum jam dari pemeriksaan, sampai tercapai posisi busur 60 dari bidang horizontal.

Batas minimal lapang pandang normal Temporal Temporal Bawah Bawah Nasal Bawah 5000 850 850 650 500 Luas Nasal 600 Nasal Atas 550 Atas 450 Temporal Atas 550 lapang pandang total

Gambar PI-2. Lapang pandang baku (visual standard) mata kiri dan mata kanan

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

25

B = biru G = kuning R = merah Gr = hijau

Gambar PI-3. Lapang pandang baku ( visual standard ) berbagai warna

Gambar PI-4. Perimeter 13. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri dengan bulatan berwarna putih.

P-PI.38.

Berapa batas minimal luas lapang pandang yang normal untuk cahaya putih dan berwarna?

14. Bandingkan hasil yang Saudara peroleh dengan batas minimal luas lapang pandang yang normal.

V.1. 2. 3.

PERCOBAAN DIPLOPIA Pandang suatu benda dengan kedua mata. Tekan bola mata kiri dari lateral untuk menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke medial. Perhatikan terjadinya penglihatan rangkap.

P-PI.39.

Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan diplopia?

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

26

VI. REFLEKS PUPIL1. Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata tersebut.

P-PI.41.2.

Peristiwa apa yang Saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya?

Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata kirinya.

P-PI.42.

Peristiwa apa yang Saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya?

VII. REAKSI MELIHAT DEKAT 1. Instruksikan OP untuk melihat jari pemeriksa yang ditempatkan pada jarak m di depannya.2. Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari itu sehingga kedua mata OP terlihat berkonvergensi.

P-PI.43.

Perubahan apa yang Saudara lihat pada pupil?

VIII. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA1. 2. 3. Gambarlah suatu palang kecil di tengah sehelai kertas putih yang cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja. Instruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas gambar palang pada jarak 20 cm, dan mengarahkan pandangannya pada gambar palang tersebut. Gerakkan ujung pensil mulai dari palang tersebut ke lateral mata yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan kemudian terlihat kembali. Beri tanda pada kertas pada saat ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat kembali. Tetapkan titik tengahnya (T). Dengan titik T sebagai titik pusat, buat 8 garis sesuai dengan 8 penjuru angin. Gerakkan ujung pensil sesuai ke 8 garis dengan setiap kali melewati titik T sambil mata OP tetap difokuskan pada tanda palang. Buatlah tanda di kertas tiap kali ujung pensil tidak terlihat dan mulai terlihat lagi (jumlah tanda: 8, tanpa titik T). Hubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi ekstern bintik buta mata kanan OP.

4.

P-PI.45.

Di mana letak proyeksi bintik buta terhadap gambar palang kecil dan mengapa demikian?

IX. BUTA WARNA ORGANIK DAN FUNGSIONALI. ORGANIK 1. Instruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara. 2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia. II. FUNGSIONAL 1. Instruksikan OP untuk melihat melalui kaca merah atau hijau selama minimal 10 menit ke arah suatu bidang yang terang (awan putih). 2. Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara. 3. Catat hasil pemeriksaan saudara pada formulir yang tersedia.

P-PI.47.

Bagaimana mekanisme terjadinya buta warna fungsional? Jelaskan!

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

27

JAWABAN

PERTANYAAN

P-PI.1. P-PI.2. P-PI.3.

P-PI.4. P-PI.5. P-PI.6. P-PI.7. P-PI.8. P-PI.9. P-PI.10. P-PI.11. P-PI.12. P-PI.13. P-PI.14. P-PI.15. P-PI.16. P-PI.17. P-PI.18. P-PI.19. P-PI.20. P-PI.21. P-PI.22.

P-PI.23. P-PI.24. P-PI.25.

a. media optik b. humor aqueous dan humor vitreus Untuk mendapatkan panjang sumbu mata yang berbeda-beda, sehingga dapat meniru mata miop, emetrop dan hipermetrop. a. Dengan menggerakkan lensa di atas deretan huruf, maka akan terlihat bahwa pada lensa positif huruf akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan gerakan lensa, pada lensa negatif terjadi peristiwa sebaliknya. b. Dengan memutar lensa pada bidang sejajar di atas deretan huruf, maka akan terlihat bahwa pada lensa silindris bentuk huruf akan mengalami deformasi, sedangkan pada lensa sferis tidak berubah. Cara yang lebih sempurna ialah dengan menggunakan lensometer. Sebagai lensa kristalina pada mata emetrop tanpa akomodasi. Keadaan ini sesuai dengan mata emetrop tanpa akomodasi dengan pupil lebar. P-PI.7. Sebutkan akibat pupil lebar terhadap ketajaman bayangan pada retina. Pupil lebar mengakibatkan terjadi aberasi sferis, sehingga bayangan pada retina kurang tajam. Karena iris menghilangkan sinar tepi yang masuk ke dalam mata dan mengurangi efek aberasi sferik. Karena bayangan terletak di belakang retina. P-PI.10. Sebutkan kelainan refraksi mata yang analog dengan keadaan ini. Hipermetropia. Lensa sferis positif. Ingatlah akan perubahan letak bayangan. P-PI.13. Sebutkan kelainan refraksi mata yang analog dengan keadaan ini. Miopia Lensa sferis negatif. Astigmatisme. P-PI.16. Apa yang disebut astigmatisme? Kelainan pembiasan mata di pelbagai bidang meridian. Lensa silindris positif. P-PI.18. Bagaimana Saudara meletakkan lensa silindris itu? Putar lensa silindris positif tersebut sehingga semua bagian bayangan di retina menjadi tegas. Letak sumbu lensa ialah sesuai dengan letak pegangan lensa. Arah sumbu lensa silindris dibaca dari garis horizontal dari pemeriksa, menurut arah berlawanan dengan jarum jam dan dinyatakan dalam derajat. Ingat definisi refraksi mata menurut Donders. a. Lensa sferis positif dengan dioptri yang lebih kuat. b. Ingat rumus 1/b + 1/o = 1/f (b = jarak bayangan, o = jarak obyek). Karena letak retina (b) tetap, maka bila o makin kecil f juga harus lebih kecil, berarti D (dioptri) lebih besar. c. Keadaan ini sesuai dengan mata emetrop yang berakomodasi. Bila objek yang digunakan letaknya jauh (> 7 m), harus dipilih lensa sferis +2D. Bila objek yang digunakan letaknya dekat (benda bercahaya pada jarak 25 cm), harus dipilih lensa sferis +7D. Jarak 6 m ialah jarak terdekat untuk suatu objek yang masih dapat dilihat jelas oleh mata normal, tanpa akomodasi. Bagaimana Saudara menghitung visus seseorang? (P-PI.26).

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

28

P-PI.26.

P-PI.27.

P-PI.28.

P-PI.29. P-PI.30. P-PI.31. P-PI.32.

P-PI.33.

P-PI.34. P-PI.35. P-PI.36. P-PI.37.

P-PI.38.

P-PI.39.

P-PI.40. P-PI.41.

Visus dinyatakan dengan rumus : V = d/D (rumus Snellen) V = visus d = jarak antara mata yang diperiksa dan optotipi Snellen (= 6,1m) D = jarak baca mata emetrop pada baris huruf-huruf terkecil yang masih dapat dibaca oleh OP. 6,1 Jadi visus mata kanan OP tersebut = ------9,14 Perbandingan d/D sekali-kali tidak boleh disederhanakan, sehingga dari hasilnya, selalu dapat diketahui, cara pemeriksaan itu dilakukan. Jadi misalnya visus mata kanan OP = 6/9 tidak boleh disederhanakan menjadi 2/3. Jarak antara 2 titik yang masih harus dapat dibedakan, merupakan fungsi dari sudut penglihatan minimal 1 menit dan jarak baca. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Visual Acuity , hal 184. a. Visus seseorang dapat lebih besar dari 6/6. Hal ini menunjukkan ketajaman penglihatannya melebihi normal, dengan perkataan lain, sudut penglihatan minimalnya lebih kecil dari 1 menit. b. Karena mata H dapat mengadakan kompensasi dengan akomodasi. Mata kanan orang percobaan emetrop. Mata kanan orang percobaan hipermetrop. Hipermetrop berat. H dengan daya akomodasi yang berkurang atau M. P-PI.33. Dalam keadaan demikian bagaimana sebaiknya dilakukan pemeriksaan refraksi mata? Orang tua dengan visus tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, pemeriksaan refraksi mata sebaiknya dimulai dengan lensa sferis positif dan dilihat apakah visusnya bertambah baik. Bila visusnya membesar, maka refraksi mata orang tua tersebut H. Bila visusnya makin kecil maka refraksi mata orang tersebut M. Dapat, bila daya bias susunan optiknya (kornea, humor aqueous, lensa & humor vitreus) normal. Keratoskop placido. Pada tepi benda yang dapat digeser terdapat 2 piringan yang dapat diputar. Piring di sebelah atas untuk mengatur diameter dan piring di sebelah bawah untuk mengatur warna bulatan. Bila misalnya bulatan dihentikan di angka 50 pada sisi nasal busur, maka berilah tanda di lingkaran konsentris nomor 50 formulir pada isi nasal. Lakukan hal yang sama pada sisi temporal. Batas minimal luas lapang pandang normal untuk warna putih adalah seperti pada Gambar PII-1. Perbandingan luas lapang pandang untuk berbagai warna adalah seperti pada Gambar PII-2. (W = putih, B = biru, G = kuning, R = merah, Gr = hijau). Pada penekanan salah satu bolamata maka bayangan benda pada kedua retina tidak jatuh pada titik identik. P-PI.40. Apa yang dimaksud dengan titik identik? Titik identik ialah titik yang sesuai di kedua retina yang memberi kesan satu benda. Refleks pupil langsung berupa penyempitan pupil mata kanan. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Other Pupillary Reflexes , hal 189.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

29

P-PI.42.

P-PI.43.

P-PI.44. P-PI.45. P-PI.46. P-PI.47.

Refleks pupil tidak langsung (konsensuil) berupa penyempitan pupil mata kiri. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Other Pupillary Reflexes , hal 189. Miosis/konstriksi pupil. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Accomodation , hal 189. P-PI.44. Peristiwa apa saja yang terjadi pada peristiwa melihat dekat? Terangkan mekanismenya. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Accomodation , hal 189. Sebelah temporal, di bawah garis horizontal. P-PI.46. Di mana letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina? Sebelah nasal fovea sentralis. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Retina , hal 182-184. Diskusikan dalam kelompok!

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

30

PII Penghidu dan PengecapPII-1 Praktikum HistologiMahasiswa akan mempelajari struktur histologis kuncup kecap dibawah bimbingan seorang tutor. Mahasiswa harus menggambar struktur organ indera tersebut di dalam buku gambar. Tutor kemudian akan mengevaluasi dan memberikan komentar terhadap gambaran struktur histologis yang dibuat oleh mahasiswa. Sasaran Pembelajaran Terminal Praktikum Histologi adalah : Mahasiswa Kedokteran FKUI bila dihadapkan kepada preparat histologi mampu mengidentifikasi dan menjelaskan struktur histologis normal kuncup kecap beserta fungsinya. Sasaran Pembelajaran Penunjang Praktikum Histologi Modul Penginderaan adalah: Kuncup Kecap Topik Kuncup Kecap (Taste bud)

Preparat Histologi Lidah

Tujuan Praktikum dan struktur yang harus dicari Mengidentifikasi dan mempelajari struktur histologis pada kuncup kecap (taste bud) dan kaitannya dengan fungsinya. 1. Kuncup kecap pada papil lidah: gambaran seperti irisan bawang, sel-sel pada kuncup kecap.

Metoda A. Praktikum laboratorium menggunakan mikroskop cahaya dibawah bimbingan tutor B. Mempelajari slaid-slaid demonstrasi C. Menggambar struktur histologis pada buku gambar. Sarana dan Prasarana A. Mikroskop B. Buku gambar dan peralatan gambar C. Preparat histology D. Lidah Daftar Pustaka : 1. Praktikum 19 Bola Mata dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 4959, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 2. Praktikum 20 Telinga dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 49-59, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 3. Organs of special Sense in di Fiores Atlas of Histology with functional correlations, pp 303-315, Lippincott Williams & Wilkins, USA, 2000

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

31

Praktikum Patologi Anatomi

Mikroskopik : 1. PAPILOMA SEL SKUAMOSA DAN POLIP HIDUNG Papiloma sel skuamosa maupun polip nasal adalah suatu pertumbuhan menonjol yang dapat ditemukan didalam hidung. Sediaan ini berasal dari hidung seorang laki-laki usia 36 tahun yang secara mikroskopik terdiri atas 3 keping jaringan. Dua keping terluar sisi kanan dan kiri merupakan papiloma skuamosa, keping yang berada ditengah merupakan suatu polip nasal. Papiloma skuamosa di hidung dikenal juga sebagai papiloma schnederian. Papilloma skuamosa merupakan suatu pertumbuhan neoplasma sedangkan polip nasal merupakan tonjolan yang disebabkan oleh proses peradangan. Perhatikan perbedaan gambaran histologik kedua diagnosis ini.

PAPILOMA SEL SKUAMOSA Sediaan menunjukkan jaringan berlapiskan epitel torak bertingkat (schnederian epithelial) yang setempat tampak mengandung sel goblet, sebagian besar mengalami metaplasia skuamosa. Epitel skuamosa pada umumnya hiperplastik, akantotik dan hiperkeratosis. Tampak pertumbuhan epitel ke dalam stroma (tumbuh inverted/endofitik). Stroma merupakan jaringan ikat sembab bersebukan ringan sel eosinofil, netrofil (polimorfonuklear), limfosit dan sel plasma serta mengandung pembuluh darah dengan dinding menebal dan terdapat daerah perdarahan. POLIP HIDUNG Sediaan menunjukkan jaringan berbentuk polipoid berlapiskan epitel torak bertingkat bersilia dan bersel goblet. Tampak hialinisasi pada membran basal. Stroma sembab bersebukan sel netrofil, eosinofil, limfosit dan sel plasma, tampak pula kelenjar seromusinosum serta pembuluh darah.

2. RHINITIS KRONIK Sediaan berasal dari kavum nasi seorang laki-laki usia 22 tahun menunjukkan jaringan berlapiskan epitel torak bertingkat bersilia dan bersel goblet. Subepitel terdiri atas jaringan ikat kolagen sembab bersebukan ringan sel radang akut (netrofil) dan kronik (limfosit). Tampak juga pembuluh darah dan kelenjar seromusinosum setempat-setempat.

3. KARSINOMA SEL SKUAMOSA (KSS) BERKERATIN LIDAH BERDIFERENSIASI BAIK Sediaan berasal dari tumor di lidah terdiri atas beberapa keping jaringan berlapiskan epitel gepeng berlapis yang hiperplastik, akantotik dan hiperkeratosis. Sub epitel terdiri atas jaringan ikat bersebukan sel radang akut (netrofil) dan kronik (limfosit). Pada salah satu keping tampak massa tumor epitelial yang tumbuh infiltratif dan tersusun dalam pulau-pulau. Sel tumor mempunyai inti bulat, pleomorfik, vesikuler, hiperkromatik, anak inti tampak nyata, sitoplasma eosinofilik, Mitosis ditemukan. Tampak juga jembatan antar sel, individual cell dyskeratosis dan pembentukan mutiara keratin.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

32

Praktikum Mikrobiologi

Sasaran pembelajaran terminal : Apabila diberi data sekunder penderita tersangka infeksi, mahasiswa mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, rencana pemeriksaan laboratorium mikrobiologi konvensional, molekular dan serologi, termasuk pemilihan, pengambilan, pengumpulan, dan pengiriman spesimen sesuai prosedur baku; dan interpretasi hasil untuk membantu menegakkan diagnosis, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit infeksi pada organ Penghidu dan Pengecap Sasaran pembelajaran penunjang : Bila menghadapi data tentang mikroba, mampu membedakan mikroba yang merupakan flora normal, oportunis dan mikroba patogen pada manusia berdasarkan sifat-sifatnya; dapat melakukan pemeriksaan mikrobiologik sederhana dan memahami pemeriksaan mikrobiologik molekuler terhadap penyakit infeksi pada organ Penghidu dan pengecap Tujuan : 1. Memahami berbagai penyebab infeksi pada organ penghidu dan pengecap 2. Memahami dan mampu melakukan cara pengambilan spesimen usap hidung 3. Memahami prosedur pemeriksaan mikrobiologi untuk identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi pada organ penghidu dan pengecap Pengantar : Pengambilan usap hidung Hidung merupakan bagian dari pintu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Mikroorganisme yang umumnya ada di hidung adalah Staphylococcus aureus , dfteroid, Streptococcus beta-haemolyticus dan Candida albicans. Biakan dari usap hidung tidak digunakan untuk menemukan mikroorganisme penyebab infeksi sinus, telinga tengah, atau saluran nafas bagian bawah, dan jugfa tidak untuk biakan anaerob. Bahan 1. Garam faal (NaCl) 2. Usap lidi kapas steril 3. Alat dan bahan pewarnaan Gram Cara kerja 1. Cuci tangan dengan sabun yang tersedia 2. Pengambilan usap hidung : a. Basahi lidi kapas steril dengan NaCl dan tiriskan pada dinding kaca tabung b. Usapkan lidi kapas steril pada lubang hidung salah satu teman anda, putar perlahan satu arah c. Diamkan lebih kurang 10- 15 detik d. Goreskan pada kaca objek e. Dan buat pewarnaan Gram Pewarnaan Gram Reagen 1. Ungu kristal karbol/ungu 2 % 2. Alkohol 95 % 3. Grams iodine / lugol 4. Safranin 0,25 % Cara kerja 1. Bersihkan gelas alas dan beri tanda di bawah gelas alas menggunakan pensil gelas 2. Buatlah sediaan pada gelas alas, biarkan kering di udara lalu dilewatkan diatas api untuk merekatkan sediaan

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

33

3. 4. 5. 6. selama 7. 8. 9.

Tuangkan ungu kristal karbol/gentian ungu, biarkan selama 1 menit Cuci dengan air Tuangkan Grams iodine / lugol, biarkan selama 45 60 detik, kemudian cuci dengan air Celupkan ke dalam bejana yang mengandung alkohol 95 % dan goyang-goyangkan 30 detik, atau hingga tak ada zat warna ungu lagi yang mengalir dari sediaan Cuci dengan air Warnai dengan Safranin selama 45 detik, cuci dengan air Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10, menggunakan minyak emersi

Hasil pewarnaan Bakteri positif Gram berwarna ungu Bakteri negatif Gram berwarna merah Tugas 1. Tiap mahasiswa melakukan pengambilan usap hidung dan warnai dengan pewarnaan Gram kemudian gambar pada lembar kerja 2. Melakukan pewarnaan Gram dari Candida sp. 3. Mencatat penjelasannya dan melaporkan serta mendiskusikannya kepada pembimbing Pertunjukan 1. Medium transpor dan usap steril 2. Sediaan MSA dan Gram Staphylococcus aureus 3. Sediaan dan Gram Candida albicans 4. Biakan mikroorganisme rongga hidung pada lempeng agar darah 5. Pewarnaan Gram dari mikroorganisme yang ditemukan pada rongga hidung Hasil pengamatan

Medium transpor dan usap kapas

Gram : Staphylococus aureus

Sediaan : Staphylococus aureus pada agar MSA

Gram : Candida albicans

Sediaan : Candida albicans

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

34

Hasil Pengamatan usap tenggorok pasien

Lempeng agar darah

Pewarnaan Gram

Pertanyaan 1. Jelaskan cara pengambilan usap hidung secara tepat! 2. Sebutkan indikasi pemeriksaan usap hidung Daftar pustaka 1. Brown, A.E : Bensons Microbiological Applications. Laboratory manual in General Microbiology. 9th ed. McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the Americas, New York. 2005. 1-159 Cappuccino, JG and Sherman N : Microbiology a Laboratory Manual. 8th ed. State University of New York. San Fransisco. Pearson Benjamin Cummings. 2008. 29 207 Cheesbrough, M : Medical Laboratory Manual for Tropical Countries, Vol II : Microbiology. Butterworth-Heinemann Ltd. University Press, Cambridge. 1984. 40 45 Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey & Scotts Diagnostic Microbiology, 12th ed. Mosby Elsevier, 2007. Mahon, C.R. and Manuslis G. : Diagnostic Microbiolgy. WB Saunders Comp. London. 2007. Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi FKUI : Buku Penuntun Praktikum Departemen Mikrobiologi. PT Medical Multimedia Indonesia, Kramat Raya 31 Jakarta. 2008.

2. 3. 4. 5. 6.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

35

PII-2Praktikum Patologi KlinikPengantar : Penghidu Jumlah eosinofil meningkat di dalam darah dan secret hidung penderita rhinitis alergika. Eosinofil mengandung granula kasar berwarna jingga dengan ukuran sama besar dan tidak menutupi inti.

Limfosit

Neutrofil Eosinofil

Gambar 4: Eosinofil, neutofil dan limfosit

Gambar 5: Penilaian eosinofil dan neutrofil secret hidung (Meltzer)

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

36

Karsinoma nasofaring berhubungan dengan infeksi Virus Epstein-Barr (EBV) infection. Deteksi DNA EBV dan antibodi terhadap EBV seperti anti-VCA, anti-EA dan anti-EBNA dapat dipakai sebagai petanda.

Gambar 6: Serokonversi infeksi EBV.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

37

Praktikum FarmasiTujuan : 1. Mengetahui pengecap 2. Mengetahui 3. Mengetahui 4. Mengetahui

berbagai bentuk sediaan obat untuk tatalaksana masalah indera penghidu dan kelebihan dan kekurangan masing-masing sediaan dasar pemilihan bentuk sediaan obat cara menggunakan berbagai bentuk sediaan obat

Display : 1. Tetes hidung anak dan dewasa 2. Obat kumur 3. Obat tetes anti jamur 4. Oral gel 5. Cara penggunaan obat 6. Contoh resep Tugas : 1. Amati 2. Amati 3. Amati 4. Amati berbagai bentuk sediaan obat kandungan zat aktif di dalam obat tersebut dan indikasinya cara penggunaan obat penulisan resep

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

38

Praktikum FisiologiTujuan Instruksional Umum Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan Tujuan Perilaku Khusus 1. Mendemonstrasikan hukum Johannes Mller pada faal pengecapan 2. Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk 4 modalitas pengecapan 3. mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1 modalitas pengecapan ALAT YANG DIPERLUKAN 1. Larutan berbagai rasa: a. Manis : gula 2 sdt + air 240 ml b. Asam : cuka 10 ml + air 10 ml c. Asin : garam 2 sdt + air 240 ml d. Pahit : aspirin 2 butir + air 240 ml 2. Tabung ukur 3. Lidi kapas 4. Air TATA KERJA 1. PEMERIKSAAN INDERA PENGECAPAN Lakukan percobaan ini pada minimal satu orang percobaan (OP). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan larutan berkonsentrasi 100%. 1. OP tidak boleh mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya. 2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat mengecap rasa), dan rasa apa yang ia kecap (misalnya mengangkat 1 jari untuk rasa manis, 2 jari untuk rasa asam, 3 jari untuk rasa asin, 4 jari untuk rasa pahit). Selama percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut. 3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir gelas. 4. Instruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada semua area pengecapan di lidah (lihat Gambar PII-1.). 5. Setelah setiap peletakan, tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut, dan apa rasa yang ia kecap. 6. Catatlah hasilnya di diagram lidah pada form hasil yang telah disediakan.

7.8. 9. 10. 11.

Instruksikan OP untuk berkumur dengan air. Buang lidi kapas yang telah digunakan. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asin. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan pahit.

Diskusikanlah dengan kelompok anda pertanyaan berikut: Apakah lidah OP berespon terhadap ke-empat sensasi rasa pada lebih dari 1 area? Jelaskan.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

39

Gambar PII-1. Area-area pengecapan pada lidah 2. PEMERIKSAAN AMBANG PENGECAPAN Lakukan percobaan ini pada orang percobaan (OP) yang sama dengan percobaan pertama. 1. Berlawanan dengan percobaan pertama, OP harus mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya. 2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat mengecap rasa). Selama percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut. 3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dengan konsentrasi 100% dan peras kelebihan larutan pada pinggir gelas. 4. Instruksikan OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada area di lidah yang mengecap rasa manis (Gunakan diagram lidah hasil dari percobaan pertama tadi). 5. Tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut. Bila OP dapat mengecap rasa tersebut, berilah tanda positif (+) di tabel ambang pengecapan pada form hasil yang telah disediakan. 6. Instruksikan OP untuk berkumur dengan air. 7. Buang lidi kapas yang telah digunakan. 8. Ulangi langkah nomor 3-7 dengan larutan manis berkonsentrasi setengah dari konsentrasi larutan sebelumnya (bila konsentrasi sebelumnya 100%, gunakan konsentrasi 50%; bila konsentrasi sebelumnya 50%, gunakan konsentrasi 25%, dst). 9. Ulangi terus prosedur nomor 8 hingga OP tidak depat mengecap rasa yang diletakkan di lidahnya. Berilah tanda negatif (-) di tabel ambang pengecapan pada form hasil yang telah disediakan pada saat OP tidak dapat lagi mengecap rasa tersebut. 10. Ulangi seluruh tahap percobaan ini dengan tiga larutan rasa yang lain. Diskusikanlah dengan kelompok anda pertanyaan berikut:

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

40

-

Apakah ambang pengecapan untuk setiap rasa sama? Jelaskan.

PIII- 1 PendengaranPraktikum HistologiTelinga Topik 1. Organ Pendengaran dan keseimbangan

Sajian Histologi Telinga

Tujuan Praktikum dan struktur yang harus dicari Mengidentifikasi dan mempelajari struktur histologis pada telinga yang terkait dengan proses pendengaran dan keseimbangan 1. Labirin tulang Saluran semisirkularis dan ampula, vestibulum, cochlear tulang, ruang perilimf 2. Labirin membranosa A. canalis semicircular membranosa: ampula, crista ampularis (sel penyokong, sel rambut, kupula), ruang endolimf B. ultriculus dan sacculus macula sacculus/ ultriculus (sel rambut, sel penyokong, membrana otolit , ruang endolimf. C. cochlear membranosa modiolus, , ganglion spiralis, nervus cochlearis, scala vestibularis (ductus vestibularis), scala media (ductus cochlearis), scala timpani (ductus tympanicus), membrane vestibularis, membrane basilaris, stria vascularis, prominensia spiralis, sulcus spiralis externa, sel Claudius, sel Boettcher, sel Hansen, sel phalang luar, sel rambut luar, terowongan Nuel, sel tiang (pilar) luar, sel tiang (pillar) dalam, terowongan dalam (terowongan Corti), sel phalang dalam, sel rambut dalam, sel batas, membrane tectoria, limbus spiralis, sulcus spiralis interna, nucleus dentate, helicotrema,

Metoda A. Praktikum laboratorium menggunakan mikroskop cahaya dibawah bimbingan tutor B. Mempelajari slaid-slaid demonstrasi C. Menggambar struktur histologis pada buku gambar. Sarana dan Prasarana A. Mikroskop B. Buku gambar dan peralatan gambar C. Preparat histology D. Telinga Referensi 1. Praktikum 19 Bola Mata dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 4959, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 2. Praktikum 20 Telinga dalam Buku Penuntun Praktikum Histologi, Wonodirekso S (editor), Hal 49-59, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2003 3. Organs of special Sense in di Fiores Atlas of Histology with functional correlations, pp 303-315, Lippincott Williams & Wilkins, USA, 2000

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

41

Praktikum MikrobiologiSasaran pembelajaran terminal Apabila diberi data sekunder penderita tersangka infeksi, mahasiswa mampu menjelaskan etiologi, patogenesis, rencana pemeriksaan laboratorium mikrobiologi konvensional, molekular dan serologi, termasuk pemilihan, pengambilan, pengumpulan, dan pengiriman spesimen sesuai prosedur baku; dan interpretasi hasil untuk membantu menegakkan diagnosis, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit infeksi pada organ Pendengaran. Sasaran- sasaran pembelajaran penunjang Bila menghadapi data tentang mikroba, mampu membedakan mikroba yang merupakan flora normal, oportunis dan mikroba patogen pada manusia berdasarkan sifat-sifatnya; dapat melakukan pemeriksaan mikrobiologik sederhana dan memahami pemeriksaan mikrobiologik molekuler terhadap penyakit infeksi pada organ Penghidu dan pengecap Tujuan : 1. Memahami berbagai penyebab infeksi organ pendengaran 2. Memahami cara pengambilan spesimen telinga untuk pemeriksaan mikrobiologi 3. Memahami prosedur pemeriksaan mikrobiologi untuk identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi organ pendengaran

Pengantar :Otitis Media Akut (OMA) Otitis media adalah infeksi atau inflamasi / peradangan di telinga tengah. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella cattarhalis, Proteus mirabilis, Streptococcus pyogenes dan Bacteroides fragilis (anaerob). Jamur penyerta tersering adalah Aspergillus sp.

A. Infeksi bacterial

1. Streptococcus pneumoniae Berbentuk lanset, diplokokus positif Gram , bersimpai, tumbuh subur dalam perbenihan yang mengandung darah dan menghasilkan hemolisis alfa, hancur dalam cairan empedu, reaksi inulin positif, reaksi optokhin positif, reaksi katalasa negative. Dapat menyebabkan pneumoniae, septikemia,meningitis, infeksi telinga tengah (otitis), sinusitis dan konjungtivitis. Identifikasi berdasarkan morfologi sel, koloni, serta imunologi (reaksi Quellung) untuk penentuan serotipe. 2. Streptococcus pyogenes Berbentuk kokus seperti rantai, positif Gram, non motil, tidak berspora, tumbuh subur dalam perbenihan yang mengandung darah dan menghasilkan hemolisis beta, reaksi basitracin (0,04 unit) positif, reaksi katalasa negatif Dapat menyebabkan infeksi saluran nafas atas dan infeksi kulit serta jaringan penunjang ( misal : selulitis, erysipelas, limfadenitis). infeksi telinga (otitis media dan mastoiditis), infeksi tenggorok akut (tonsillitis dan faringitis), septikemia dan endokarditis.

3. Proteus sp. Spesies penting dalam kedokteran adalah Proteus mirabilis dan Proteus vulgaris. Merupakan batang negatif Gram, bersifat anaerob fakultatif, bersifat toleran terhadap empedu, pH alkalis, menimbulkan bau yang khas, sangat motil, menjalar pada media perbenihan, meragi laktosa, menghasilkan ureasa, reaksi indol negatif untuk Proteus mirabilis dan positif untuk Proteus vulgaris.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

42

Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih, infeksi luka operasi, septikemia, pneumoniae pada penderita dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, otitis eksterna dan otitis media. 4. Moraxella catarrhalis (Branhamella catarrhalis) Bakteri ini bersifat kokus negatif Gram, fastidious, dan merupakan bakteri oportunis di saluran nafas. Bakteri ini dapat menyebabkan berbagai infeksi seperti bronkhitis, bronko-pneumonia, sinusitis dan otitis media. 5. Bacteroides fragilis Bacteroides bersifat anaerob, negatif Gram pleomorfik, tidak berspora, tidak bergerak. Bacteroides fragilis adalah flora normal di membran mukosa. Bila terjadi lesi di membran mukosa, bakteri ini dapat menyebabkan berbagai infeksi, misalnya otitis media, sepsis, infeksi intra abdomen pasca-operasi, dan abses di berbagai organ. Umumnya terjadi infeksi campuran antara bakteri aerob dan anaerob. B. Infeksi Jamur Aspergillus sp. Aspergillus sp. merupakan jamur oportunis, yang dapat menginfeksi berbagai organ terutama pada pasien dengan pemberian antibiotik jangka lama, pasien rawat inap yang lama, atau pasien dengan kekebalan tubuh menurun. Jamur ini juga dapat mengakibatkan keratitis, endophtalmitis, dan otitis media. A. niger adalah salah satu penyebab otomikosis, dapat menyebabkan rasa sakit, hilangnya pendengaran ringan sampai parah, dan rusaknya membran timphani. Morfologi koloni pada agar Sabouraud dekstrosa berwarna putih, kuning, hijau, coklat dan hitam tergantung dari speciesnya. Tekstur berbulu atau seperti kapas. Secara mikroskopik hifa bersepta, konidia tumbuh dari sel akar, tidak bercabang dan menggelembung di bagian atas berbentuk vesikel. Vesikel akan terisi merata dengan phialid dan spora.

Tugas1. Setiap mahasiswa mengamati dan mempelajari struktur makroskopik dan mikroskopik bakteri dan jamur yang terlihat 2. Mencatat penjelasannya dan melaporkan serta mendiskusikannya kepada pembimbing

Pertunjukan 1. Sediaan 2. Sediaan 3. Sediaan 4. Sediaan 5. Sediaan 6. Sediaan

dan Gram Streptococcus pneumoniae. dan Gram Streptococcus pyogenes dan Gram Moraxella catarrhalis dan Gram Bacteroides fragillis dan Gram Proteus mirabilis dan LPCB Aspergillus niger

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

43

Hasil pengamatan

Gram : Streptococcus pneumoniae

Sediaan : Streptococcus pneumoniae

Gram : Streptococcus pyogenes

Sediaan : Streptococcus pyogenes

Gram : Moraxella catarrhalis

Sediaan : Moraxella catarrhalis

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

44

Gram : Proteus mirabilis

Sediaan : Proteus mirabilis

Gram : Bacteroides fragillis

Sediaan : Bacteroides fragillis

Gram : Aspergillus sp.

Sediaan : Aspergillus sp.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

45

Pertanyaan 1. Apa yang telihat secara mikroskopik dan makroskopik pada pemeriksaan mikroorganisme penyebab infeksi pada organ pendengaran? 2. Sebutkan mikroorganisme tersering penyebab infeksi pada organ pendengaran! a. ................................................................... b. .................................................................. c. ................................................................... d. ..................................................................

Daftar pustaka 1. Brown, A.E : Bensons Microbiological Applications. Laboratory manual in General Microbiology. 9th ed. McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of the Americas, New York. 2005. 1-159 Cappuccino, JG and Sherman N : Microbiology a Laboratory Manual. 8th ed. State University of New York. San Fransisco. Pearson Benjamin Cummings. 2008. 29 207 Cheesbrough, M : Medical Laboratory Manual for Tropical Countries, Vol II : Microbiology. Butterworth-Heinemann Ltd. University Press, Cambridge. 1984. 40 45 Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey & Scotts Diagnostic Microbiology, 12th ed. Mosby Elsevier, 2007. Mahon, C.R. and Manuslis G. : Diagnostic Microbiolgy. WB Saunders Comp. London. 2007. Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi FKUI : Buku Penuntun Praktikum Departemen Mikrobiologi. PT Medical Multimedia Indonesia, Kramat Raya 31 Jakarta. 2008.

2. 3. 4. 5. 6.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

46

Praktikum FarmasiTujuan: 1. mengetahui 2. mengetahui 3. mengetahui 4. mengetahui berbagai bentuk sediaan obat untuk telinga kelebihan dan kekurangan masing-masing sediaan dasar pemilihan bentuk sediaan obat untuk telinga cara menggunakan berbagai bentuk sediaan untuk telinga

Display: 1. tetes telinga 2. cairan untuk cuci telinga 3. cara penggunaan obat 4. contoh resep Tugas 1. 2. 3. 4.

Amati Amati Amati Amati

berbagai bentuk sediaan obat untuk telinga kandungan zat aktif dalam obat tersebut dan indikasinya cara penggunaan obat penulisan resep obat untuk telinga

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

47

PIII-2Praktikum Fisiologi (Sikap dan Keseimbangan, Pendengaran)

Tujuan Instruksional Umum 1. Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh 2. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh 3. Memahami dasar-dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala (penala) dan interpretasinya 4. Memahami dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan audiometer dan interpretasinya Tujuan Perilaku Khusus 1.1. Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh 1.2. Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan keseimbangan tubuh 2.1. Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh 2.2. Mendemonstrasikan pengarh aliran endolimfe pada Krista ampularis dengan menggunakan model kanalis semisirkularis 2.3. Mendemonstrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi Brny 3.1. Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran 3.2. Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran 3.3. Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala 3.4. Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara pada pendengaran dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala 3.5. Menjelaskan kesimpulan hasil 3 cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala 4.1. 4.2. 4.3. Menjelaskan dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan audiometer Menjelaskan arti fisiologis intensitas O dB pada audiometer Menjelaskan kesimpulan audiogram yang diperoleh

ALAT YANG DIGUNAKAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Model kanalis semisirkularis Tongkat atau statif yang panjang Kursi Barany Penala berfrekuensi 512 Kapas Audiogram

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

48

TATA KERJA I. MODEL KANALIS SEMISIRKULARIS 1. Pelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis semisirkularis. 2. Pelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi krista ampularis.

II. PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK KANALIS SEMISIRKULARIS 1. Instruksikan orang percobaan (OP), dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30, berputar sambil berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik.

P-PIII.1.

Apa maksud tindakan penundukan kepala OP 30 ke depan?

2. Instruksikan OP untuk berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke depan. 3. Perhatikan apa yang terjadi. 4. Ulangi percobaan nomor 1-3 dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan jarum jam.

P-PIII.2.

a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke depan setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam? b. Bagaimana keterangannya?

III. PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL TERHADAP KESEIMBANGAN BADAN 1. Instruksikan OP untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami kesulitan dalam mengikuti garis lurus tersebut. 2. Ulangi percobaan nomor 1 dengan mata tertutup. 3. Ulangi percobaan nomor 1 dan 2 dengan: a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri. b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan.

P-PIII.3.

Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?

IV. PERCOBAAN DENGAN KURSI BARANY A. NISTAGMUS 1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. 2. Perintahkan OP memejamkan kedua matanya dan menundukkan kepalanya 30 ke depan. 3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan. 4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba. 5. Perintahkan OP untuk membuka mata dan melihat jauh ke depan. 6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan komponen cepat nistagmus tersebut.

P-PIII.4.

Apa yang dimaksud dengan nistagmus pemutaran dan nistagmus pasca pemutaran?

B. T E S P E N Y I M P A N G A N P E N U N J U K A N ( P A S T P O I N T I N G T E S T O FBARANY) 1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dan memejamkan kedua matanya.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

49

2. Pemeriksa berdiri tepat di depan kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke arah OP. 3. Perintahkan OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya. 4. Perintahkan OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan #1 s/d #4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya, sebagai berikut: 5. Perintahkan OP dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. OP menundukkan kepala 30 ke depan. 6. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan. 7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, dan instruksikan OP untuk menegakkan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukan seperti telah disebutkan di atas (langkah #1 sampai #4). 8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila terjadi penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskan tes tersebut sampai OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.

P-PIII.5.

Bagaimana keterangan terjadinya penyimpangan penunjukan?

C. TES JATUH 1. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepala dan bungkukkan badannya ke depan sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dengan sumbu tegak.

P-PIII.6.

Apa maksud penundukan kepala OP 120 dari posisi tegak?

2. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan. 3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba. Instruksikan OP untuk menegakkan kembali kepala dan badannya. 4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP itu ke mana rasanya ia akan jatuh. 5. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90 terhadap posisi normal. b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60 terhadap posisi normal.

P-PIII.7.

Apa maksud tindakan seperti tersebut pada langkah #5a dan #5b? Terangkan.

6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis semisirkularis yang terangsang. D. KESAN (SENSASI) 1. Gunakan OP yang lain. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan saputangan. 2. Putar kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan kemudian kurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula sampai berhenti. 3. Tanyakan kepada OP arah perasaan berputar: 1. sewaktu kecepatan putar masih bertambah 2. sewaktu kecepatan putar menetap 3. sewaktu kecepatan putar dikurangi 4. segera setelah kursi dihentikan

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

50

4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan oleh OP.

III. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPUTALAA. CARA RINNE 1. Getarkan penala berfrekuensi 512 (lihat Gambar PIII-1.) dengan cara memukulkan salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda keras. 2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. Tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari penala. 3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan.

P-PIII.8.

Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada tindakan butir III.3. tadi?

4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang telinga OP. Tanyakan apakah OP mendengar dengungan itu.

P-PIII.9.

Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada tindakan butir III.4?jari penala

tangkai penala

Gambar PIII- 1. Garputala 5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut: Rinne Positif (+) : Bila OP masih mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal. Rinne Negatif ( : Bila OP tidak lagi mendengar dengungan melalui hantaran aerotimpanal. ) B. CARA WEBER

1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 seperti pada butir III.1. 2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median. 3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?

P-PIII.10. Apakah yang dimaksud dengan lateralisasi?

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

51

4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba menimbulkan lateralisasi buatan dengan menutup salah satu telinga OP dengan kapas dan mengulangi pemeriksaannya.

P-PIII.11. Kemana arah lateralisasi dan terangkan mekanisme lateralisasi ini.C. CARA SCHWABACH

1. Getarkan penala berfrekuensi 512 seperti pada butir III.1. 2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP. 3. Instruksikan OP untuk mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi menghilang. 4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari prosesus mastoideus OP ke prosesus mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK. Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa dianggap normal. 5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke prosesus mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan. Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus mastoideus OP. Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak dapat didengar oleh OP maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL.

P-PIII.12.

Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Bagaimana interpretasi masing-masing pemeriksaan?

Gambar PDG- 4. Empat macam uji konduksi tulang klasik (classical bone conduction test) menggunakan penala. Keterangan dari : Panah menunjukkan bahwa bunyi terdengar lebih lama bila penala dipindahkan

suatu tempat ke tempat yang lain. Tanda berwarna hitam menunjukkan lokasi kerusakan pada telinga luar, telinga tengah atau kohlea. (Dikutip dari Best & Taylor, The Physiological Basis of Medical Practice, ed. 8 hal. 419, 1966)

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

52

IV. AUDIOMETRI1. Percobaan audiometri dilakukan oleh Departemen Fisika Kedokteran FKUI. Hasil audiogram yang diperoleh akan didiskusikan dengan tutor dari Departemen Fisiologi FKUI pada diskusi topik khusus (DTK) Fisiologi.

P-PIII.13. Apa guna audiometer dan bagaimana prinsip cara kerjanya? P-PIII.14. Apa yang dimaksud dengan satuan frekuensi Hertz? P-PIII.15. Apa yang dimaksud dengan satuan desibel? P-PIII.16. Apa arti fisiologis intensitas 0 dB pada audiometer?

Gambar PIII- 2. Audiogram

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

53

JAWABAN

PERTANYAAN

P-PIII.1.

P-PIII.2.

P-PIII.3.

P-PIII.4.

P-PIII.5.

P-PIII.6. P-PIII.7. P-PIII.8. P-PIII.9. P-PIII.10.

P-PIII.11. P-PIII.12.

P-PIII.13.

P-PIII.14. P-PIII.15. P-PIII.16.

Supaya kanalis semisirkularis horizontalis benar-benar terletak pada bidang horizontal, dengan demikian diperoleh efek pemutaran kursi Barany terbesar pada kanalis semisirkularis tersebut. a. OP terlihat berjalan cenderung menyimpang ke kanan dengan badan miring ke kanan. b. Setelah berhenti berputar cairan endolimfe dalam kanalis semisirkularis horisontalis berputar ke kanan, OP merasa akan jatuh ke kiri tetapi dengan mata yang terbuka ia berusaha supaya tetap berjalan lurus. Bila kepala dimiringkan terjadi perangsangan asimetris pada reseptor proprioseptif di otot leher dan alat vestibuler yang menyebabkan tonus yang asimetris pula pada otot-otot ekstremitas. Dalam keadaan seperti di atas mata yang terbuka berusaha untuk mempertahankan sikap badan yang seimbang sebagai kompensasi. Bila mata ditutup ketidakseimbangan ini akan tampak lebih jelas. Nistagmus pemutaran ialah nistagmus yang terjadi selama pemutaran. Nistagmus pasca pemutaran ialah nistagmus yang terjadi segera setelah pemutaran dihentikan. Past pointing sebenarnya bukan refleks, tetapi merupakan suatu tindakan yang dikendalikan kemauan. Kesalahan penilaian merupakan hasil yang berhubungan dengan fenomena subyektif. Koreksi tersebut tidak disadari, dilakukan ke arah berlawanan, disebabkan oleh sensasi yang salah. Kalau mata terbuka, kesalahan ini tidak terjadi. Past pointing dan vertigo arahnya berlawanan. Agar kanalis semisirkularis posterior terletak pada bidang horizontal dan memperoleh efek pemutaran maksimal. Supaya kanalis semisirkularis anterior dan posterior terletak pada posisi sejajar dengan sumbu mendatar, sehingga akan memperoleh efek pemutaran yang maksimal. Hantaran tulang. Hantaran aerotimpanal. Lateralisasi ialah peristiwa terdengarnya dengungan penala lebih kuat pada salah satu telinga. Bila dengungan lebih kuat terdengar di telinga kiri, disebut terjadi lateralisasi ke kiri. Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Sound Waves , hal 208209. Pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik ialah untuk membedakan jenis tuli pada pasien, yaitu tuli saraf (tuli perseptif) atau tuli hantaran (tuli konduktif). Interpretasi hasil pemeriksaan pendengaran dengan penala dapat dilihat pada gambar P Audiometer digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran seseorang pada nada-nada tertentu, baik melalui hantaran aerotimpanal maupun hantaran tulang. Audiometer bekerja sebagai osilator elektronik yang dapat membangkitkan nada murni maupun nada desah dengan berbagai frekuensi yang kekuatannya dapat diatur, serta dapat menyalurkan bunyi atau suara dari tape recorder ke fono-kepala. Satuan Hertz (Hz) menyatakan jumlah getaran atau gelombang setiap detiknya. Istilah lain ialah cps (cycle per second). Lihat Ganongs review of medical physiology, 23rd ed; 2010, tentang Sound Waves , hal 208209. Pada intensitas 0 dB, telinga yang "ideal" mendengar bunyi semua frekuensi yang ditimbulkan alat.

Percobaan dengan kursi Barany.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

54

Pemutaran kursi Barany ke kanan/sesuai arah jarum jam Bandingkan dengan hasil percobaan Saudara Posisi Kepala Jenis & arah nistagmus (komponen cepat) horizontal ke kiri berputar ke kanan berputar ke kiri vertikal ke bawah Arah penyimpangan penunjukkan ke kanan ke kiri ke kanan ke atas Gerakan kompensasi (arah jatuh) ke kanan ke kiri ke kanan ke belakang Sensasi berputar ke kiri jatuh ke kanan jatuh ke kiri jatuh ke depan jatuh ke belakang 1966; p.109

30 ke depan 60 ke belakang 120 ke depan miring 90ke bahu kanan ke bawah ke depan miring 90 ke bahu kiri vertikal ke atas Diambil dari buku: Best & Taylor, Physiological Basis of Medical Practice, 8th ed.

Buku Panduan Praktikum (BPP), Modul Penginderaan, FKUI 2010-2011

55

Praktikum Fisika (AUDIOMETER & COCHSIM)

Tujuan I