bpk diminta-melakukan-auidt-berbasis-resiko ok

3
BPK Diminta Melakukan Audit Berbasis Risiko Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR-RI merekomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit berbasis resiko i . Hal tersebut direkomendasikan dalam rangka meningkatkan pengawasan keuangan negara ii agar penyerapan anggaran iii di kementerian/lembaga negara semakin baik dan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas iv penggunaan anggaran negara. "Misalnya didasarkan pada indikator anggaran dalam RAPBN, data empiris tahun anggaran yang lalu, dan penyimpangan-penyimpangan yang lalu." Demikian diungkapkan anggota BAKN DPR-RI, Ismet Ahmad, dalam diskusi "Analisis Kritis tentang Rendahnya Penyerapan Anggaran Negara" di Jakarta, kamis (26/1). Ismet menjelaskan Audit yang berbasis resiko ini diharapkan dapat mengantisipasi masalah penyerapan anggaran sebelum realisasi dijalankan. BPK juga diminta menyelenggarakan audit kinerja v untuk mengidentifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran, mencari solusi pendorong serapan, dan mengutamakan audit pada K/L dengan serapan yang rendah. Selain itu, BPK juga dituntut memperketat audit terhadap anggaran program-program pro-rakyat. Sementara itu, Ketua BAKN DPR-RI Ahmad Muzani berharap agar pemerintah pusat dan daerah serta kementerian/lembaga negara ikut meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Muzani mengkritisi penyerapan anggaran yang biasanya menumpuk di akhir tahun, sebagai potensi tidak efisiennya penggunaan uang rakyat. Misalnya, untuk belanja modal dalam satu bulan terakhir pada 2011 lalu, mendadak meningkat sekitar Rp50 triliun. “Rendahnya sumber daya manusia jadi tantangan, karenanya dibutuhkan capacity building untuk pengelola anggaran pemerintah,"kata Muzani. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

Upload: irvan-doang

Post on 16-Aug-2015

10 views

Category:

Economy & Finance


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bpk diminta-melakukan-auidt-berbasis-resiko ok

BPK Diminta Melakukan Audit Berbasis Risiko

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR-RI merekomendasikan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit berbasis resikoi. Hal tersebut

direkomendasikan dalam rangka meningkatkan pengawasan keuangan negaraii agar

penyerapan anggaraniii di kementerian/lembaga negara semakin baik dan untuk

meningkatkan transparansi dan akuntabilitasiv penggunaan anggaran negara. "Misalnya

didasarkan pada indikator anggaran dalam RAPBN, data empiris tahun anggaran yang

lalu, dan penyimpangan-penyimpangan yang lalu." Demikian diungkapkan anggota

BAKN DPR-RI, Ismet Ahmad, dalam diskusi "Analisis Kritis tentang Rendahnya

Penyerapan Anggaran Negara" di Jakarta, kamis (26/1). Ismet menjelaskan Audit yang

berbasis resiko ini diharapkan dapat mengantisipasi masalah penyerapan anggaran

sebelum realisasi dijalankan.

BPK juga diminta menyelenggarakan audit kinerjav untuk mengidentifikasi

penyebab rendahnya penyerapan anggaran, mencari solusi pendorong serapan, dan

mengutamakan audit pada K/L dengan serapan yang rendah. Selain itu, BPK juga

dituntut memperketat audit terhadap anggaran program-program pro-rakyat.

Sementara itu, Ketua BAKN DPR-RI Ahmad Muzani berharap agar pemerintah

pusat dan daerah serta kementerian/lembaga negara ikut meningkatkan akuntabilitas

pengelolaan keuangan negara. Muzani mengkritisi penyerapan anggaran yang biasanya

menumpuk di akhir tahun, sebagai potensi tidak efisiennya penggunaan uang rakyat.

Misalnya, untuk belanja modal dalam satu bulan terakhir pada 2011 lalu, mendadak

meningkat sekitar Rp50 triliun. “Rendahnya sumber daya manusia jadi tantangan,

karenanya dibutuhkan capacity building untuk pengelola anggaran pemerintah,"kata

Muzani.

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 

Page 2: Bpk diminta-melakukan-auidt-berbasis-resiko ok

Terkait penyerapan anggaran anggota Badan Pemeriksa Keuangan

Taufiqurachman Ruki mengungkapkan bahwa berdasarkan audit BPK terhadap laporan

keuangan pemerintah pusat (LKPP) dalam kurun waktu 2004-2010, rata-rata

penyerapan anggaran pemerintah cukup baik, yakni 95,82%. Namun, terbukti

penyerapan anggaran menumpuk di akhir tahun, terutama pada November-Desember.

Taufiqurrahman mengatakan meski secara akumulasi sudah baik namun porsi

penyerapan anggaran akhir tahun harus di perbaiki.

Taufiqurachman juga menyoroti soal rendahnya belanja modalvi yang dalam

kurun waktu tujuh tahun belakangan, rata-ratanya hanya 71,38%. Realisasi ini terbilang

rendah dibandingkan rata-rata realisasi belanja barangvii 85,69% dan belanja bantuan

sosial 79,91% pada periode tersebut. Temuan BPK mencatat belanja modal paling

rendah terjadi pada 2005 yakni 58,24%, dan penyerapan tertinggi terjadi pada 2009,

yakni 103,39%.

Menurut Taufiqurrahman, APBN-P yang disahkan dan dicairkan mendekati akhir

tahun, juga turut mempersulit kementerian/lembaga sebagai eksekutor anggaran.

Namun, Anggota BPK ini mengapresiasi percepatan penyusunan daftar isian pelaksanaan

anggaran (DIPA) sehingga program dan kegiatan di kementerian/lembaga, idealnya agar

dapat dilaksanakan lebih awal.

Sumber: www.wartanews.com

www.bisnis.com

Risk Based Audit (RBA) adalah suatu metodologi audit dengan pendekatan risiko dan proses yang merupakan suatu penyempurnaan terhadap metodologi audit keuangan yang ada pada umumnya. Metodologi RBA ini dapat diterapkan pada auditee yang membuat pelaporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku seperti Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Proyek Pinjaman Luar Negeri, dan Instansi Pemerintah. (Iis Istiana, “Evaluasi Implementasi Risk Based Audit Pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Yogyakarta”, thesis, 2005, Yogyakarta)

Audit Berbasis Risiko / Risk Based Ausit (RBA) merupakan Audit yang dilakukan dengan cara : “Identify areas of the financial statements where there is a higher risk of material misstatement and concentrate audit efforts in those areas, caused by either high inherent or control risk. Identify lower-risk areas in which to perform less extensive procedures.” (Makalah Risk-Based-Auditing oleh David Allison, CPA dan Ben Herman, CPA, AFSB, http://www.cbiz.com/construction/pdfs/RiskBasedAuditing.pdf). Jadi dapat dikatakan bahwa RBA dilakukan dengan mengidentifikasi area audit/akun yang memiliki risiko salah saji yang material baik yang disebabkan oleh risiko bawaan maupun risiko pengendalian dan menjadikannya fokus audit.

Suatu area audit/akun dikatakan memiliki risiko yang lebih tinggi apabila terdapat risiko yang lebih besar atas risiko salah saji yang bernilai material.

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 

Page 3: Bpk diminta-melakukan-auidt-berbasis-resiko ok

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 

                                                           

Pendekatan RBA dapat membantu tim audit keuangan dalam : a. Menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit melalui penelaahan

yang seksama terhadap risiko salah saji laporan keuangan, yang terdiri dari risiko kekeliruan, risiko kecurangan, dan risiko kegagalan,

b. Memberikan rekomendasi yang membantu auditee meningkatkan kinerja operasinya melalui pengidentifikasian risiko, pengidentifikasian kelemahan manajemen risiko, dan perbaikan atas proses manajemen risiko dan pengendalian risiko auditee.

Kelebihan implementasi RBA dalam Audit adalah dengan RBA kinerja Auditor dalam melakukan Audit bisa lebih efektif, efisien dan fokus pada area dengan risiko yang lebih tinggi.

Dengan RBA ini diyakini dapat memberikan efisiensi dalam pelaksanaan audit yaitu pengurangan waktu audit. Hal ini karena auditor telah mengidentifikasi segala risiko terhadap entitas kliennya sejak dini.

 i Risk based audit (RBA)/ Audit berbasis Risiko adalah” Identify areas of the financial statements where there is a  higher  risk  of material misstatement  and  concentrate  audit  efforts  in  those  areas,  caused  by  either  high inherent or  control  risk.”(Makalah Risk‐Based‐Auditing oleh David Allison, CPA dan Ben Herman, CPA, AFSB, http://www.cbiz.com/construction/pdfs/RiskBasedAuditing.pdf).  Dengan  kata  lain  RBA  merupakan Pendekatan audit yang dimulai dengan identifikasi risiko. ii  Keuangan Negara  adalah  semua  hak  dan  kewajiban  negara  yang  dapat  dinilai  dengan  uang,  serta  segala sesuatu  baik  berupa  uang maupun  berupa  barang  yang  dapat  dijadikan  milik  negara  berhubung  dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.(Pasal 1 UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara) iii Dalam PP No. 71 Tahun 2011 tentang SAP disebutkan  bahwa anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk  melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. iv  Akuntabilitas  atau  accountability menurut  The  Oxford  Advance  Learner’s  Dictionary  adalah  “required  or expected  to  give  an  explanation  for  one’s  action.” Deklarasi  Tokyo  1985 mengenai  petunjuk  akuntabilitas publik menetapkan pengertian akuntabilitas yakni kewajiban‐kewajiban dari  individu‐individu atau penguasa yang  dipercayakan  untuk mengelola  sumber‐sumber  daya  publik  dan  yang  bersangkutan  dengannya  untuk dapat menjawab hal‐hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.  v Audit kinerja atau Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan   keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi   serta pemeriksaan aspek efektivitas.  (Peraturan BPK RI No.1 tahun 2007 tentang SPKN) vi Belanja modal dalam PP No. 71 tahun 2010 tentang SAP didefinisikan sebagai berikut: Belanja modal adalah pengeluaran  anggaran untuk perolehan  aset  tetap dan  aset  lainnya  yang memberi manfaat  lebih dari  satu periode  akuntansi.  Belanja modal meliputi  antara  lain  belanja modal  untuk  perolehan  tanah,  gedung  dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. vii Belanja Barang dan Belanja Bantuan  Sosial masuk dalam  kelompok Belanja Operasi uang oleh PP No. 24 tahun 2005 didefinisikan sebagai berikut: Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari‐hari  pemerintah  pusat/daerah  yang memberi manfaat  jangka  pendek.  Belanja  operasi  antara  lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial.