bpk diminta-melakukan-auidt-berbasis-resiko ok
TRANSCRIPT
BPK Diminta Melakukan Audit Berbasis Risiko
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR-RI merekomendasikan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit berbasis resikoi. Hal tersebut
direkomendasikan dalam rangka meningkatkan pengawasan keuangan negaraii agar
penyerapan anggaraniii di kementerian/lembaga negara semakin baik dan untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitasiv penggunaan anggaran negara. "Misalnya
didasarkan pada indikator anggaran dalam RAPBN, data empiris tahun anggaran yang
lalu, dan penyimpangan-penyimpangan yang lalu." Demikian diungkapkan anggota
BAKN DPR-RI, Ismet Ahmad, dalam diskusi "Analisis Kritis tentang Rendahnya
Penyerapan Anggaran Negara" di Jakarta, kamis (26/1). Ismet menjelaskan Audit yang
berbasis resiko ini diharapkan dapat mengantisipasi masalah penyerapan anggaran
sebelum realisasi dijalankan.
BPK juga diminta menyelenggarakan audit kinerjav untuk mengidentifikasi
penyebab rendahnya penyerapan anggaran, mencari solusi pendorong serapan, dan
mengutamakan audit pada K/L dengan serapan yang rendah. Selain itu, BPK juga
dituntut memperketat audit terhadap anggaran program-program pro-rakyat.
Sementara itu, Ketua BAKN DPR-RI Ahmad Muzani berharap agar pemerintah
pusat dan daerah serta kementerian/lembaga negara ikut meningkatkan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara. Muzani mengkritisi penyerapan anggaran yang biasanya
menumpuk di akhir tahun, sebagai potensi tidak efisiennya penggunaan uang rakyat.
Misalnya, untuk belanja modal dalam satu bulan terakhir pada 2011 lalu, mendadak
meningkat sekitar Rp50 triliun. “Rendahnya sumber daya manusia jadi tantangan,
karenanya dibutuhkan capacity building untuk pengelola anggaran pemerintah,"kata
Muzani.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Terkait penyerapan anggaran anggota Badan Pemeriksa Keuangan
Taufiqurachman Ruki mengungkapkan bahwa berdasarkan audit BPK terhadap laporan
keuangan pemerintah pusat (LKPP) dalam kurun waktu 2004-2010, rata-rata
penyerapan anggaran pemerintah cukup baik, yakni 95,82%. Namun, terbukti
penyerapan anggaran menumpuk di akhir tahun, terutama pada November-Desember.
Taufiqurrahman mengatakan meski secara akumulasi sudah baik namun porsi
penyerapan anggaran akhir tahun harus di perbaiki.
Taufiqurachman juga menyoroti soal rendahnya belanja modalvi yang dalam
kurun waktu tujuh tahun belakangan, rata-ratanya hanya 71,38%. Realisasi ini terbilang
rendah dibandingkan rata-rata realisasi belanja barangvii 85,69% dan belanja bantuan
sosial 79,91% pada periode tersebut. Temuan BPK mencatat belanja modal paling
rendah terjadi pada 2005 yakni 58,24%, dan penyerapan tertinggi terjadi pada 2009,
yakni 103,39%.
Menurut Taufiqurrahman, APBN-P yang disahkan dan dicairkan mendekati akhir
tahun, juga turut mempersulit kementerian/lembaga sebagai eksekutor anggaran.
Namun, Anggota BPK ini mengapresiasi percepatan penyusunan daftar isian pelaksanaan
anggaran (DIPA) sehingga program dan kegiatan di kementerian/lembaga, idealnya agar
dapat dilaksanakan lebih awal.
Sumber: www.wartanews.com
www.bisnis.com
Risk Based Audit (RBA) adalah suatu metodologi audit dengan pendekatan risiko dan proses yang merupakan suatu penyempurnaan terhadap metodologi audit keuangan yang ada pada umumnya. Metodologi RBA ini dapat diterapkan pada auditee yang membuat pelaporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku seperti Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Proyek Pinjaman Luar Negeri, dan Instansi Pemerintah. (Iis Istiana, “Evaluasi Implementasi Risk Based Audit Pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Yogyakarta”, thesis, 2005, Yogyakarta)
Audit Berbasis Risiko / Risk Based Ausit (RBA) merupakan Audit yang dilakukan dengan cara : “Identify areas of the financial statements where there is a higher risk of material misstatement and concentrate audit efforts in those areas, caused by either high inherent or control risk. Identify lower-risk areas in which to perform less extensive procedures.” (Makalah Risk-Based-Auditing oleh David Allison, CPA dan Ben Herman, CPA, AFSB, http://www.cbiz.com/construction/pdfs/RiskBasedAuditing.pdf). Jadi dapat dikatakan bahwa RBA dilakukan dengan mengidentifikasi area audit/akun yang memiliki risiko salah saji yang material baik yang disebabkan oleh risiko bawaan maupun risiko pengendalian dan menjadikannya fokus audit.
Suatu area audit/akun dikatakan memiliki risiko yang lebih tinggi apabila terdapat risiko yang lebih besar atas risiko salah saji yang bernilai material.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Pendekatan RBA dapat membantu tim audit keuangan dalam : a. Menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit melalui penelaahan
yang seksama terhadap risiko salah saji laporan keuangan, yang terdiri dari risiko kekeliruan, risiko kecurangan, dan risiko kegagalan,
b. Memberikan rekomendasi yang membantu auditee meningkatkan kinerja operasinya melalui pengidentifikasian risiko, pengidentifikasian kelemahan manajemen risiko, dan perbaikan atas proses manajemen risiko dan pengendalian risiko auditee.
Kelebihan implementasi RBA dalam Audit adalah dengan RBA kinerja Auditor dalam melakukan Audit bisa lebih efektif, efisien dan fokus pada area dengan risiko yang lebih tinggi.
Dengan RBA ini diyakini dapat memberikan efisiensi dalam pelaksanaan audit yaitu pengurangan waktu audit. Hal ini karena auditor telah mengidentifikasi segala risiko terhadap entitas kliennya sejak dini.
i Risk based audit (RBA)/ Audit berbasis Risiko adalah” Identify areas of the financial statements where there is a higher risk of material misstatement and concentrate audit efforts in those areas, caused by either high inherent or control risk.”(Makalah Risk‐Based‐Auditing oleh David Allison, CPA dan Ben Herman, CPA, AFSB, http://www.cbiz.com/construction/pdfs/RiskBasedAuditing.pdf). Dengan kata lain RBA merupakan Pendekatan audit yang dimulai dengan identifikasi risiko. ii Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.(Pasal 1 UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara) iii Dalam PP No. 71 Tahun 2011 tentang SAP disebutkan bahwa anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. iv Akuntabilitas atau accountability menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary adalah “required or expected to give an explanation for one’s action.” Deklarasi Tokyo 1985 mengenai petunjuk akuntabilitas publik menetapkan pengertian akuntabilitas yakni kewajiban‐kewajiban dari individu‐individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber‐sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal‐hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program. v Audit kinerja atau Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. (Peraturan BPK RI No.1 tahun 2007 tentang SPKN) vi Belanja modal dalam PP No. 71 tahun 2010 tentang SAP didefinisikan sebagai berikut: Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. vii Belanja Barang dan Belanja Bantuan Sosial masuk dalam kelompok Belanja Operasi uang oleh PP No. 24 tahun 2005 didefinisikan sebagai berikut: Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari‐hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial.