borang portofolio kasus bedah
DESCRIPTION
tugas portofolio bedah program dokter internsip indonesiaTRANSCRIPT
PORTOFOLIO
KASUS BEDAH
APPENDISITIS AKUT
dr. Rizky Perdana
Pembimbing: dr.Herlizon Said Sp.B
Program Internsip Dokter Indonesia
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
RSD May.Jend. H.M Ryacudu Lampung Utara
2015
Borang Portofolio Kasus Bedah
Topik : Appendisitis Akut
Tanggal (kasus) : 29 April 2015 Presenter : dr. Rizky Perdana
Tanggal Presentasi : April 2015 Pendamping dr. Herlizon Said Sp.B
Tempat Presentasi : Ruang Perawatan Bedah RSD May.Jend. H.M. Ryacudu
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki, usia 45 th, Nyeri perut
Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan
Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara
Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien :Nama : Tn. S, ♂ , 45 th, BB : 60
kg, TB : 165cmNo. Registrasi : 14.83.08
Nama Klinik : IGD RSD Ryacudu
LampuraTelp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Appendisitis Akut / OS mengeluh neri perut sejak 1 hari
sbebelum masuk rumah sakit.. bertambah nyeri jika os terlentang. Riwayat demam (+), mual
(+), BAB tidak lancar, sering makan makanan pedas dan kurang komsumsi serat. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas di titik McBurney, Rovsing sign
(+), Obturator sign (+), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan nyeri
tekan pada arah jam 9 dan jam 11.
2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat mengenai keluhannya ini
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah mengeluh nyeri seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada
7. Riwayat Imunisasi : Os lupa
8. Lain-lain : Hasil Laboratorium Leukosit: 18.060
Daftar Pustaka :
1. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal 640- 645.
Jakarta: EGC.
2. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid II.
Hal 307-313. Jakarta: Media Aesculapius.
3. Rudi Ali Arsyad. 2006. Pemakaian Sistem Skor dalam Menegakkan Diagnosis Apendisitis
Akut pada Anak Usia 6-14 Tahun di Bagian Bedah Anak RS. DR. Sardjito Tahun 2004-
2006. Diunduh dari http://arc.ugm.ac.id
4. Snell S, 1995. Appendicitis. Dalam Buku Clinical Anatomy for Medical Students fifth
edition.
5. Garuda Study Group. Apendisitis. Dalam Buku Kumpulan Catatan Kuliah Bedah, 1989
6. Apendisitis : Diakses dari http://generalsurgery-fkui.blogspot.com
Hasil Pembelajaran :
1. Appendisitis Akut
2. Penegakan diagnosa Appendisitis Akut
3. Tatalaksana Appendisitis Akut
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
OS mengeluh neri perut kanan bawah sejak 1 hari sbebelum masuk rumah sakit,
nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan tumpul, tidak menjalar. Nyeri bertambah jika os
terlentang. Riwayat demam (+) tidak tinggi, mual (+) kadang-kadang, muntah (-).
Os belum bab sejak 5 hari SMRS, kentut bisa. BAK warna kuning, frek 3x/hari,
tidak berpasir, tidak berdarah dan tidak nyeri. Tidak pernah mngengeluh seperti ini
sebelumnya..Memiliki riwayat sering makan makan pedas dan jarang makan
makanan yang berserat.
2. Objektif :
Kesan umum :
Compos Mentis, tampak sakit sedang dan kesakitan, sianosis (-), anemis (-), ikterik
(-)
Tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Laju jantung : 88x/menit, reguler
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 37,8°C (Axilla)
Sp02 : -
Status Generalis
Kepala
Mesocephali, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan.
Mata
Cekung (-/-), Kelopak mata oedema -/-, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik
-/-, pupil iskokor kanan dan kiri, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), mukosa faring hiperemis (-), bibir
kering (-), T1-T1 tenang.
Leher
KGB dan Kelenjar Tirod tidak teraba membesar
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi (-),
subcostal (-), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan,
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-),
Ronkhi basah (-/-), wheezing (-/-), hantaran (+/+)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik McBurney dan
epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+), Psoas sign (+), obturator
sign (+), defans muskuler (-), Tidak teraba massa di perut kanan
bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele
Genitalia
Penis dan Skrotum tidak ada kelainan
Anorektal
Rectal Toucher :
Anus : tenang
Sfingter : menjepit
Mukosa : licin
Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan 11
Handschoen : darah (-), feses (+)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotoni Normotoni
Status Antopometri
Berat Badan : 60 kg
Tinggi badan :165 cm
BMI: BB (kg) / TB2 (m) = 22 kg/bb2
Kesan Berat badan normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 16 April 2015
Hematologi Hasil Rujukan
Hemoglobin 14,7 g/dL 13-18 g/dl
Leukosit 18.060 5000-11000/uL
Trombosit 268.000 150-400rb/uL
Hematokrit 41 42-52%
3. Assesment (penalaran klinis) :
Appendisitis Akut
4. Plan :
Rawat inap, untuk Operasi
Evaluasi keadaan umum dan tanda vital
IVFD RL XXVIII ggt/mnt Macro
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
Inf. Metronidazol 3x500mg IV
Inj. Ranitidin 2x50mg IV
Sulcralfat Sryp 3x1C PO
ANALISA KASUS
Pada pasien ini didapatkan diagnosa yang ditegakkan berdasarkan anamesa dan pemeriksaan fisik, yaitu Appendisitis Akut.
Definisi
Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah.
Pembahasan
Apakah etiologi dan faktor predisposisi pada pasien ini
Predisposisi pada pasien ini adalah memiliki riwayat BAB yang tidak lancar, sering makan makanan pedas dan jarang mengkonsumsi makanan berserat merupakan predisposisi pada pasien ini.
Penyebab pasti dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus.
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks vermiformis, penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti hiperplasia jaringan limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid tissue (GALT), tumor, parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur barium dari pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam perjalanan penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman yang ada dalam lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti kuman E.coli, Klebsiella, Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll.
Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.
Stadium apendisitis, seperti berikut :
1. Stadium kataralis ( acute focal Appendicitis )
Stadium awal yang ditandai gengan terjadinya edema dan ulkus pada mukosa appendik secara local. Stadium ini dimulai dengan adanya bendungan pada mukosa hipersekresi kelenjar mukosa peningkatan tekanan intra luminal akibat mucus yang menumpuk menghambat aliran limfe edema dinding appendik, tunika serosa dan peritoneum visceral nyeri sekitar umbilicus (karena persarafan appendik samadengan usus yang lainnya). Terkumpulnya mucus dapat berubah menjadi pus oleh bakteri. Edema dinding appendik akan menyebabkan diapedesis kuman dan terjadilah ulkus.
2. Stadium purulen ( Acute Suppurative Appendicitis )
Di mana peradangan telah mengenai seluruh dinding appendik. Edema dan pus sudah menumpuk banyak dan menghambat aliran vena atau arteri sehingga terjadi iskemia. Pada keadaan ini sudah terjadi peransangan peritoneum local di atas appendik dan nyeri yang terjadi visceral berubah menjadi local di dinding perut pada lokasi appendik (khas pada appendicitis nyeri dari pusat pindah ke kanan bawah)
3. Stadium Gangrenosa
Pada stadium ini aliran arteri sudah sangat terganggu yang menyebabkan nekrosis/gangrene terutama bagian ante mesenterialnya.
4. Stadium Perforativa
Bila apendiks yang sudah gangren pecah, terjadilah perforasi.
Bagaimana mendiagnosis Appendisitis?
Diagnosis Appendisitis berdasarkan:
Gejala Klinis
Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan).
Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%.
Nyeri lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks letak retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.
Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri tekan pada arah jam11.
Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
The Modified Alvarado Score SkorGejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke
perut kanan bawah1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
LabHitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut
Klasifikasi Appendicitis
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut:
1.Appendicitis Akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
3. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
4.Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Pada pasien ini:
Dari anamesa didapatakan: OS mengeluh neri perut sejak 1 hari sbebelum masuk rumah sakit.. bertambah nyeri jika os terlentang. Riwayat demam (+), mual (+).
Dari pemeriksaan Fisik didapatkan: nyeri tekan dan nyeri lepas di titik McBurney, Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+). Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan nyeri tekan pada arah jam 9 dan jam 11.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan: leukosit 18.060/uL
Adanya riwayat BAB tidak lancar, suka makan makanan pedas dan kurangnya asupan serat merupakan predisposisi pada kasus appendicitis akut.
Bagaimana penatalaksanaan pada Appendisitis Akut?
Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis :
- Penanggulangan konservatifPenanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.- Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy
Antibiotika preoperative, Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Pada pasien ini:
Pasien di rencanakan untuk appendectomy untuk diagnosa dan terapi utama pada appendisitis. Pemberian IVFD RL sesuai kebutuhan cairan perhari dewasa 25-40 cc/kgbb/hari yaitu 2016cc/28 jam (24 tpm/makro). Pemberian Ceftriaxone 1gr vial 2x1 vial IV dan Metronidazol 500mg kolf inf 3x500mg IV berguna untuk profilaksis infeksi pasca Operative dan sebagai terapi appendisitis. Pemberian Inj. Ranitidin 2x50mg IV dan Sulcralfat Syrup 3x1C PO merupakan terapi supportive untuk gejala saluran pencernaan pada pasien.
Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
Pada pasien ini:
Quo Ad Vitam: Ad Bonam
Quo Ad Sanationam: Ad Bonam
Quo Ad Functionam: Ad Bonam
Pencegahan dan Pendidikan
1. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.40 Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
2. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.