repository.unika.ac.idrepository.unika.ac.id/22156/1/bkd_chapter book_perilaku...modal terdiri dari...
TRANSCRIPT
Perilaku Investor Pasar Modal Masa Pandemi Covid-19 Elizabeth Lucky Maretha Sitinjak (Dosen Magister Akuntansi FEB Unika Soegijapranata)
Pasar modal di seluruh dunia mengalami penurunan pada masa Pandemi Covid-19
memiliki berbagai perilaku keuangan yang dapat diamati. Perilaku keuangan investor di pasar modal terdiri dari behavioral finance dan investasi tradisional. Behavioral Finance merupakan perilaku keuangan menggunakan rule of thumb dalam mengamati data atau informasi yang
tersedia. Banyak bias yang terjadi dari keputusan yang diambil, oleh karena bingkai dan bentuk informasi yang diperoleh sesuai dengan keinginan dan pemahaman dari investor itu sendiri. Para investor yang memiliki pemahaman pasar itu tidak efisien, pelaku atau orang di dalamnya
memiliki perilaku yang irrasional, dan harga saham naik turun dalam jangka pendek. Sebagian lagi dari praktisi keuangan memiliki pemahaman yang berbeda, yaitu investasi tradisional, dimana semua investor dapat menggunakan informasi serta alat statistik dengan benar dan
semestinya. Hasil yang diperoleh untuk membuat keputusan investasi di pasar efisien. Harga memberikan informasi yang sebenarnya kondisi pasar. Dua sudut pandang yang berbeda ini penulis mengamati kondisi pasar modal Indonesia saat Bapak Presiden Republik Indonesia mengumumkan ada 2 WNI yang terkena Covid-19 sampai dengan kondisi PSBB diberlakukan di
Kota-Kota Besar di Indonesia. Hasilnya ada kecenderungan kedua perilaku ini saling mempengaruhi saat membuat suatu keputusan, penulis sebut sebagai perilaku hybrid.
PERILAKU INVESTOR HYBRID Ada investor cenderung menggunakan informasi akuntansi perusahaan go public sebagai analisis fundamental berupa rasio-rasio kinerja keuangan perusahaan sampai dengan penilaian
harga wajar saham perusahaan tersebut. Ada juga investor menggunakan analisis teknikal untuk mengeksekusi membeli, menjual, atau memegang saham tersebut. Namun, ada juga melibatkan kedua alat analisis ini sebagai strategi investasi mereka membuat keputusan. Demikian juga
behavioral finance dan perilaku investasi tradisional. Investor individu yang cenderung irrasional dengan kondisi masa pandemi covid-19 ini, mereka kembali mengunakan informasi maupun data yang ada untuk melihat kondisi pasar yang terjadi saat ini. Perilaku investasi tradisional juga
demikian, prediksi mereka akan pasar efisien menjadi sedikit berubah dengan menanyakan pada diri mereka akan tingkat emosi, tingkat penerimaan risiko yang terjadi, tingkat keyakinan prediksi mereka, serta muncul religiusitas sebagai penerimaan kondisi yang ada.
Tingkat religiusitas diperoleh dari hasil penelitian Klein, et all (2017) mengatakan bahwa
ada hasil yang signifikan imbal hasil tidak normal saat pemerintah Malaysia mengeluarkan SUKUK di masa bulan Ramadan. Oleh karena itu, penulis melakukan perhitungan dengan sudut pandang perilaku investasi tradisional, menggunakan metodologi studi peristiwa (event study) untuk
mengukur imbal hasil tidak normal saham perusahaan terhadap imbal hasil pasar (IHSG). Artinya investor individu tidak terlepas dari dirinya sendiri, seperti personaliti, tingkat toleran risiko, lingkungan sosial, maupun religiusitas dalam membuat suatu keputusan investasi.
Hasil pengamatan dan perhitungan studi peristiwa dengan saham yang masuk di IDX-30 (30 saham likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar besar, dan fundamental yang baik) dapat dilihat
pada saat pengumuman WHO akan Pandemi Covid-19, diberlakukannya stimulus fiskal, emiten mengeluarkan laporan tahunannya (annual report), serta saat diberlakukannya PSBB.
PENGUMUMAN WHO & STIMULUS FISKAL Penulis menggunakan metodologi studi peristiwa, dengan saham-saham yang masuk
dalam IDX-30 (Februari s.d. Juli 2020) serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi imbal hasil pasar. Hasilnya pada saat diumumkan belum memperoleh imbal hasil yang tidak normal,
namun pada saat sehari sampai tiga hari kemudian secara berturut-turut direspon positif oleh pasar sehingga menghasilkan imbal hasil yang tidak normal. Hal ini memperlihatkan pola investor yang cenderung menjadi perilaku hybrid investor, karena informasi stimulus fiskal memberikan
kelonggaran salah satunya untuk perusahaan yang telah go public, tentu saja tidak secara langsung kepada investor individu, hanya para investor menghitung valuasi saham yang semakin mengarah great sale atau diskon besar akibat panic selling akibat pengumuman pandemi oleh
WHO pada tanggal 12 Maret 2020, sampai Bursa Efek Indonesia melakukan trading halt (pembekuan sementara perdagangan) sampai dengan 5 kali (12, 13, 17, 19 dan 23 Maret 2020) pada dilihat di gambar 1.
Gambar 1. Studi Peristiwa WHO Umumkan Covid-19 sebagai Pandemi
Hybrid investor behavior terlihat pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang atau PERPU No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/ Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional Dan/ Atau Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 31 Maret 2020. PERPU No.1 Tahun 2020 tidak berkaitan langsung dengan investor, namun berkaitan dengan penurunan tarif PPh
Badan perusahaan go public sebesar 3% lebih rendah dari tarif normal PPh Badan. Tarif PPh Badan menjadi 19% di Tahun Pajak 2020 dan 2021. Pada Tahun Pajak 2022 akan menjadi 17% dengan persyaratan 40% saham dimiliki oleh publik.
Adapun secara rinci stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang diberlakukan 31 Maret 2020 adalah pertama, dituangkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang atau PERPU No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penangan Pandemi Covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.
Stimulus Fiskal pertama ini berisikan penurunan tarif PPh Badan yang tidak go publik secara bertahap dari 25% menjadi 22% Tahun Pajak 2020 dan 2021, serta 20% Tahun Pajak 2022 dan seterusnya. Hal ini juga diikuti oleh penurunan tarif PPh Badan Go Public (40% sahamnya dimiliki oleh publik) ada pengurangan tarif 13% lebih rendah dari tarif pajak normal PPh Badan, menjadi
19 % Tahun Pajak 2020 dan 2021, 17% mulai Tahun Pajak 2022 dan seterusnya. Hal ini juga diikuti oleh pemajakan atas transaksi elektronik, adanya pemungutan dan penyetoran atas impor barang tidak berwujud dan jasa oleh platform Luar Negeri seperti platform Drama Korea, HBO,
dan tidak berwujud lainnya. Pengenaan pajak Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang signifikan economic presence di Indonesia melakukan perdagangan melalui sistem elektronik. Kemudian, perpanjangan jangka waktu permohonan atau penyelesaian administrasi perpajakan (pengajuan
keberatan WP diperpanjang 6 bulan dari 3 bulan menjadi 9 bulan), perpanjangan penyelesaian oleh DJP untuk pemeriksaan restitusi, permohonan keberata, permohonan pengurangan atau pembatalan diperbanjang maskimal 6 bulan dari 12 menjadi 18 bulan. Demikian juga halnya
dengan fasilitas kepabeanan. Stimulus fiskal yang kedua yang diberlakukan 30 April 2020 adalah dituangkan pada PMK-
44/ PMK.03/2020 tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Pandemi Covid-19. Hal ini
dilakukan sebagai pembaharuan PMK-23/PMK.03/2020 yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini, karena Pandemi Covid-19 merupakan bencana nasional, serta banyak sektor terdampak (termasuk pelaku usaha kecil dan menegah) sehingga perlu diperluas untuk diberikan insentif pajak (Hin, 2020). Ada 5 stimulus fiskal menurut PMK-44/ PMK.03/2020, yaitu
PPH Pasl 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan PPH Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%, serta pengembalian pendahuluan PPN sebagai PKP berisiko rendah bagi Wajib Pajak yang
menyampaikan SPT masa PPN lebih bayar restitusi paling banyak Rp.5 Miliar.
Gambar 2. Studi Peristiwa Pemberlakukan Stimulus Fiskal
PERILAKU INVESTOR SAAT PENGUMUMAN LAPORAN KEUANGAN Sudut pandang investor rasional pada akhir Bulan Maret dan awal Bulan April menjadi
puncak trading membeli saham-saham dengan kinerja terbaik (Gambar 2). Namun akibat pengumuman WHO terhadap Covid-19 menjadi pandemi atau wabah yang cepat menular, maka terjadi penurunan IHSG sebesar 5% dari hari sebelumnya (4.896, pada 11 Maret 2020), dan turun
22% dari IHSG tertinggi pada bulan Januari 2020 (6.297, pada 9 Januari 2020). Hal ini menunjukkan investor yang tadinya rasional dengan menghitung nilai instrinsik saham-saham yang memiliki kinerja terbaik di tahun 2019, menjadi panic selling karena emosi mereka yang tidak terkendalikan melihat turunnya IHSG di bulan Maret 2020. Saham-saham terbaik hitungan
mereka bukan malah naik, namun turun terjun bebas. Hal ini memuat para investor yang rasional menjadi cenderung hybrid investor. Namun tetap saja ada investor irrasional, dimana investor individu menahan sahamnya walaupun rugi, tidak mau melakukan realisasi kerugian. Bias
heuristic (Goldberg & Nitsch, 2001) mengatakan pengambilan informasi yang ditangkap oleh investor juga terdapat bias, karena pilihan informasi kurang tepat dan terburuh-buruh dalam menghasilkan keputusan, dengan kata lain investor ingin mendapat solusi cepat namun belum
tentu optimal. Penurunan IHSG yang sangat dalam pada bulan Maret 2020 sebesar 20% (4.896 ke 3938, pada 12 Maret 2020 ke 24 Maret 2020) dari pengumuman WHO akan Pandemi Covid-19. Bila
IHSG dilihat dari nilai paling tingginya di bulan Januari 2020 sebelum pengumuman WHO tersebut, turun sekitar 37% (6.297 ke 3938, pada 9 Januari 2020 ke 24 Maret 2020). Tentu saja penurun 20% s.d. 37% telah melewati trading halt (pemberhentian sementara trading sesi 1 atau
sesi 2 oleh karena pelemahannya telah mencapai 5%). Hampir semua saham yang masuk dalam IDX-30 (indeks yang terdiri dari 30 saham memiliki kinerja saham dengan likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar) mengalami undervalue bahkan great sale (diskon besar-besaran). Kondisi sekarang yang berhubungan dengan kebutuhan pokok, kesehatan, obat-obatan dapat
mulai dilirik bahkan ditabung sahamnya (INAF, ICBP, KLBF, UNVR). Tentu saja ini tergantung perilaku investor akan melihat peluang dengan perilaku rasional maupun dengan irrasional. Perilaku rasional yang tidak sepenuhnya menjadi rasional atau berahli ke perilaku hybrid
akan memperhatikan saham-saham undervalue atau bahkan great-sale dengan menggunakan personalitinya, lingkungan sosialnya, bahkan religiusitas dalam membuat keputusan investasi saham tersebut. Sebaliknya perilaku investor yang tadinya irrasional menjadi perilaku hybrid,
mencari informasi yang dia butuhkan seperti informasi akuntansi, kinerja saham-saham yang terdiskon besar agar dapat meyakinkan investor tersebut memilih kualitas kinerja terbaik dengan harga yang super di bawah undervalue.
PERILAKU INVESTOR SAAT PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) diaplikasikan di daerah-daerah seluruh Indonesia. PSBB di pertama kali di Indonesia, yaitu Ibu Kota Jakarta dari tanggal 10-28 April 2020 (Gambar 3). Saham-saham yang terdapat di IDX-30 mengalami imbal hasil tidak normal positif signifikan terhadap IHSG sebanyak
6 kali (tanggal 13, 16, 21, 22, 24, 28 April 2020). PSBB Ibu Kota Jakarta diikuti oleh Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok (per 15 April 2020), Jawa Timur (per 28 April 2020), Jawa Barat (per 6 Mei 2020). Kota Semarang sebelum diberlakukan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) non-PSBB per 27 April 2020, telah melakukan kegiatan untuk memantau jaga tetangga masing-masing (satgas jogo tonggo tingkat RW). PSBB atau PKM
ini dapat mengurangi penyebaran Covid-19 baik untuk ODP, PDP, maupun yang suspect secara nasional. Namun memang perlu kedisiplinan diri masing-masing warga agar tidak melakukan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, menjaga kebersihan diri, dan menjaga kesehatan.
Gambar 3. Studi Peristiwa PSBB di Jakarta
Perilaku investor hybrid (sudut pandang rasional dan irrasional investor saling mengisi
informasi serta membentuk keputusan yang baru), hal ini terlihat pada saat mulai muncul optimisme terhadap pasar modal di tengah-tengah Pandemi Covid-19 ini. Emosi positif karena lingkungan sosial yang positif dan optimis, serta personaliti dan religiusitas masing-masing
investor individu bangkit untuk mulai transaksi membeli saham-saham yang under-value atau bahkan big sale dengan kinerja perusahaan yang terbaik di tahun 2019. IHSG sekarang berada di 4.597,43 per 8 Mei 2020. Artinya ada kenaikan sebesar 16,75% dari penurunan tajam di bulan
Maret 2020 (IHSG 3.938 ke 4.597 pada tanggal 23 Maret ke 8 Mei 2020). SIMPULAN
Perilaku investor hybrid terbentu masa Pandemi Covid-19. Perilaku investor mencari dan menggunakan informasi akuntansi atau data pasar berdasarkan personaliti, emosi, tingkat toleran risiko, lingkungan sosial, dan religiusitas masing-masing investor individu. Informasi yang dibutuhkan masing-masing investor akan berbeda-beda sesuai dengan perhatian dan keinginan
investor, namun satu hal yang sama ditanggakap oleh investor individu adalah pemerintah pusat sampai dengan daerah saling bahu-menbahu untuk mengatasi penyebaran Pandemi Covid-19 membuat semakin yakin investor akan pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak akan
terpuruk jauh seperti negara-negara lain. Pasar Modal Indonesia sangat sensitif terhadap perubahan Makro maupun Mikro ekonomi, namun peruabahan ini bersigfat jangka pendek. Oleh karena itu Pasar Modal Indonesia dapat menjadi barometer kepercayaan investor terhadap
investasi jangka pendek di Indonesia. Moment awal untuk bangkitnya perekonomian Indonesia. Tetap semangat dan optimis Pasar Modal Indonesia. Kita bisa..
Referensi: Goldberg & Von Nitsch, 2001. Behavioral Finance. 1st ed. Willey-Finance.
Klein, Paul-Oliver, Rima Turk, & Laurent Weill. 2017. Religiosity vs Well -Being effects on Investor Behavior. Journal of Economic Behavior & Organization, Vol. 138, June, P. 50-62.
Hin, Swee. PPL IAMI tentang Stimulus Fiskal dan Pengaruhnya terhadap Korporasi. 8 Mei 2020.
PERPU No.1 Tahun 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020. Peraturan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2020.