blok 3.5

81
MODUL 4 SKENARIO 4 : TRAGEDI DI GUNUNG SINGGALANG Latif adalah ketua rombongan HET FK Unand yang melakukan kegiatan pendakian Gunung Singgalang. Oleh karena badannya kekar, dia membawa satu carrier di punggung dan satu ransel di dadanya. Awalnya perjalanan lancar, namun ketika melewati jembatan kayu untuk menyeberang sungai kecil, Latif tergelincir dan terjatuh. Latif berteriak kesakitan dan teman- temannya langsung menolong. Tungkai kirinya tidak bisa digerakkan sama sekali. Tungkai kanannya juga dirasakan kesemutan. Terlihat luka robek di paha dan tungkai bawah kiri. Setelah dilakukan balut tekan dan dipasang bidai, Latif dibawa dengan tandu darurat menuruni gunung dan dibawa ke RS. Sesampainya di RS, dokter langsung mengatakan ini kasus emergency dan harus segera dilakukan debridement. Setelah melakukan pemeriksaan X-ray didapati fraktur cruris sinistra. Namun di punggung Latif juga ditemukan memar dan segera dilakukan Plain X-Ray dan CT Scan Thorakolumbal. Teman-temannya menanyakan kepada dokter apakah tungkai Latif bisa diselamatkan dan apakah bisa kembali kuliah seperti biasanya. Dokter mengatakan prognosisnya baik ketika masih dalam golden period. Untuk tulang belakang tindakan yang dilakukan adalah tergantung hasil CT-Scan apakah ini stable atau unstable fracture, dan untuk tungkai akan dilakukan debridement dan fiksasi eksternal. Tim HET melaporkan kejadian ini pada orang tua dan pimpinan FK-Unand. Oleh karena yang dialami Latif adalah kecelakaan, maka hal ini tidak dilaporkan pada polisi. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Latif?

Upload: ainulhawa89

Post on 10-Jul-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MODUL 4

SKENARIO 4 : TRAGEDI DI GUNUNG SINGGALANG

Latif adalah ketua rombongan HET FK Unand yang melakukan kegiatan pendakian Gunung Singgalang. Oleh karena badannya kekar, dia membawa satu carrier di punggung dan satu ransel di dadanya. Awalnya perjalanan lancar, namun ketika melewati jembatan kayu untuk menyeberang sungai kecil, Latif tergelincir dan terjatuh. Latif berteriak kesakitan dan teman-temannya langsung menolong. Tungkai kirinya tidak bisa digerakkan sama sekali. Tungkai kanannya juga dirasakan kesemutan. Terlihat luka robek di paha dan tungkai bawah kiri. Setelah dilakukan balut tekan dan dipasang bidai, Latif dibawa dengan tandu darurat menuruni gunung dan dibawa ke RS.

Sesampainya di RS, dokter langsung mengatakan ini kasus emergency dan harus segera dilakukan debridement. Setelah melakukan pemeriksaan X-ray didapati fraktur cruris sinistra. Namun di punggung Latif juga ditemukan memar dan segera dilakukan Plain X-Ray dan CT Scan Thorakolumbal. Teman-temannya menanyakan kepada dokter apakah tungkai Latif bisa diselamatkan dan apakah bisa kembali kuliah seperti biasanya. Dokter mengatakan prognosisnya baik ketika masih dalam golden period. Untuk tulang belakang tindakan yang dilakukan adalah tergantung hasil CT-Scan apakah ini stable atau unstable fracture, dan untuk tungkai akan dilakukan debridement dan fiksasi eksternal.

Tim HET melaporkan kejadian ini pada orang tua dan pimpinan FK-Unand. Oleh karena yang dialami Latif adalah kecelakaan, maka hal ini tidak dilaporkan pada polisi. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Latif?

I. TERMINOLOGI

1. Carrier : tas pengangkut barang yang memiliki rangka penyangga sehingga membuat tas lebih kokoh dan berat, biasanya digunakan pada penjelajahan alam.

2. Golden Periode : masa pengobatan terbaik pada frakture yaitu 1-6 jam pertama, dimana masa golden period merupakan waktu yang memungkinkan bagi kuman-kuman patogen untuk menyebabkan infeksi.

3. Debridement : pengangkatan benda asing dan atau jaringan nekrosis pada daerah lesi dan sekitarnya akibat trauma atau infeksi sampai sekeliling jaringan sehat tampak dengan tetap mempertahankan jaringan penting seperti saraf, pembuluh darah, tendon dan tulang. Berguna untuk mencegah infeksi dan merapikan lesi.

4. Fraktur Cruris Sinistra : kehilangan kontinuitas tulang yang terjadi pada tibia dan fibula proksimal sebelah kiri.

5. Fiksasi Eksternal : alat yang diletakkan di luar kulit untuk menstabilkan fragment tulang dengan memasukkan beberapa pin perkutan yang dihubungkan dengan eksternal bar.

6. Stable Fraktur Vetebre : fraktur yang tidak bergeser dimana ligamen vetebre dan arcus neural masih intak.

Unstable Fraktur Vetebre : fraktur mampu bergerak jauh dimana ligamen vetebre dan arcus neural sudah tidak intak lagi / rusak, biasanya korteks medial hancur dan fraktur susah diperbaiki.

7. Balut Tekan ( pressure bendict) : salah satu cara balutan dengan memberikan tekanan yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan mencegah death space atau kematian jaringan di bawah kulit.

8. Luka Memar : kekerasan tumpul yang mengenai permukaan bawah tubuh tetapi tidak merusak kulit yang menyebabkan kapiler pecah atau putus sehingga terjadi pengumpulan darah di bawah kulit.

9. Bidai : cara pertolongan pada kecelakaan atau trauma untuk memobilisasi ekstremitas yang bertujuan untuk mencegah deformitas, mengurangi rasa nyeri, mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut, mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera dan mempercepat penyembuhan.

10. Kesemutan ( paresthesia ) : perasaan sakit atau abnormal seperti kesemutan, rasa panas seperti terbakar dan sejenisnya. Paresthesia terjadi akibat karena gangguan saraf sensorik akibat ransangan listrik si sistem tersebut tidak tersalurkan secara penuh.

11. CT-scan torakolumbal : Computer Tomografi Scanner yang menggunakan ultrasound dalam pemeriksaan vetebre bagian toraks dan lumbal untuk menilai adanya fraktur dan jenisnya stable atau unstable.

12. Luka Robek : kerusakan jaringan lunak yang menyebabkan lesi compang-camping, bertepi kasar dan tidak rata.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimanakah hubungan antara jenis kelamin dan kegiatan yang dijalani Latif dengan trauma yang dialaminya?

2. Apa yang menyebabkan tungkai kiri Latif tidak bisa digerakkan dan kaki kanan kesemutan serta terdapat luka di paha dan tungkai kiri?

3. Apa kemungkinan penyebab luka secara umum dan jenis-jenis luka?4. Mengapa perlu dilakukan balut tekan dan pemasanagan bidai?5. Bagaimana cara membuat tandu darurat dan membawanya turun gunung?6. Bagaimana tatalaksana awal yang dapat dilakukan sebelum turun gunung?7. Mengapa dokter mengatakan kasus Latif sebagai kasus emergency? Bagaimana

tatalaksana awal yang diberikan?8. Bagaimanakah interpretasi pemeriksaan X-ray? Apa kemungkinan gambaran yang

ditemukan pada kasus Latif?9. Apa kemungkinan penyebab memar pada punggung Latif?10. Bagaimana fase penyembuhan tulang pada Latif jika prognosanya baik?11. Apa saja faktor yang mempengaruhi prognosis pada cedera tungkai yang dialami

Latif?12. Bagaimana penatalaksanaan fraktur stabil dan tidak stabil? Bagaimana gambaran CT-

scannya?13. Apa saja kemungkinan komplikasi pada latif jika frakturnya tidak sembuh?14. Mengapa dilakukan debridemant dan fiksasi eksternal pada tungkai Latif? Bagaimana

caranya?15. Kasus trauma seperti apa yang harus dilaporkan ke polisi?

III. ANALISA MASALAH

1. Hubungan jenis kelamin dan aktifitas dengan kondisi Latif

Trauma lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Ini dikarenakan aktifitas laki-laki yang lebih banyak dan berat, seperti olahraga berat, mengendarai kendaraan bermotor dan lainya. Dari segi usia, dewasa muda lebih sering menderita trauma juga dikarenakan aktifitasnya yang lebih banyak dan berat dibandingkan dewasa muda.

2. Kaki kiri tidak bisa digerakkan dapat disebabkan oleh trauma otot atau adanya saraf yang terkena trauma.

Kaki kanan kesemutan dapat disebabkan lesi partial pada saraf karena trauma langsung yang menyebabkan saraf robek atau karena saraf terjepit di sekitar fraktur. Kesemutan juga bisa diakibatkan kompresi pada bagian lumbosakral.

Luka disebabkan benturan terhadap benda tumpul dan keras.

3. Penyebab luka

Ada yang sacara mekanik, seperti luka tumpul, thermal (panas / dingin) radiasi, listrik atau petir, kimiawi, gigitan binatang atau ledakan

Jenis luka : luka tembus, luka tembak, luka tusuk, luka robek.

4. Balut tekan dan pemasangan bidai

Tujuan dilakukan balut tekan yaitu menghentikan pendarahan dan melindungi luka dari kontaminasi lingkungan.

Tujuan pemasangan bidai yaitu imobilisasi bagian yang cedera, biasanya fraktur dan disklokasi dan memudahkan di evakuasi.

5. Tandu darurat

Terdiri dari 2 batang kayu yang kokoh dan ringan dan baju/ jaket lengan panjang yang dapat digunakan untuk menghubungkan antara lengan-lengan.

Cara membawa tandu darurat dengan tetap melindungi daerah truma dan kepala.

6. Tindakan yang dilakukan sebelum turun gunung

Kompresi pada arteri proksimal dengan menggunakan teknik balut tekan terutama pada fraktur terbuka.

7. Kasus emergency

Yang digolongkan pada kasus emergency adalah fraktur terbuka, fraktur dengan gangguan neurovaskuler (sindroma kompartemen) atau dislokasi.

Penatalaksanaan yang dilakukan di Rumah Sakit

Cek CABDECirculation : mencegah ataupun mengobati syok hipovolemik, dan menghentikan perdarahan.Airway : cegah adanya hambatan jalan nafasBreathe : awasi pernafasan pasienDisability : pengawasan neurologisExposure : kontrol lingkungan, jangan sampai pasien terkena hipotermia.

Pemberian antibiotik : dapat diberikan kombinasi benzilpenisilin dan fluxocasilin. Pada luka yang sangat kotor dapat diberikan metronidazol dan gentamycin.

Cegah kontaminasi luka dengan melakukan tindakan aseptik terhadap pasien.

8. Interpretasi pemeriksaan X-ray : fraktur cruris sinistra

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan X-ray adalah lokasi fraktur apakah terletak di daerah diafisis, metafisi atau epifisis (proksimal, medial, distal). Perlu juga diperhatikan bentuk patahan atau konfigurasi fraktur

Gambaran X-ray pada fraktur cruris sinistra : fraktur terdapat di 1/3 proksimal tulang tibia dan fibula.

9. Memar yang terdapat di punggung Latif

Dapat diakibatkan trauma benda tumpul pada vetebre atau akibat beban berat yang dibawanya.

10. Fase penyembuhan fraktur

Fase hematoma Fase reabsorpso Fase kalus (tulang muda), dimana terbentuk tulang spongiosa Fase konsolidasi Fase remodeling

11. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognisis

Umur : semakin muda umur semakin cepat proses penyembuhan Lokasi : pertumbuhan tulang bagian metafisis lebih cepat dibanding diafisis. Konfigurasi fraktur : fraktur tipe oblik lebih cepat penyembuhannya Adanya infeksi atau tidak Cepantnya imobilisasi Threathment (fisioterapi)

12. Tatalaksana fraktur stabil dan tidak stabil

Apabila tidak terdapat gangguan neurologis: Stable : topang vetebre dan cegah terjadinya trauma Unstable : pertahankan fraktur menjadi stabil

Apabila terdapat gangguan neurologis : Stable : konservasi menggunakan gips 2-8 minggu Unstable : operasi

Gambaran radiologi

Dapat dilakukan penilaian columna posterior dan pertengahan columna anterior.

13. Komplikasi yang dapat terjadi

Syok hipovolemik Sindom kompartement Infeksi

Emboli lemak Cacat

14. Indikasi dilakukan fiksasi eksternal

Saving life : adanya stabilisasi yang cepat maka dapat mengurangi resiko terjadinya kematian

Saving limb : stabilisasi pada fraktur diafisis merupakan suatu bagian penatalaksanaan darurat terutama pada trauma jaringan lunak

Indikasi debridement : membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati dengan cara eksisi.

15. Pelaporan pada polisi

Apabila trauma disebabkan oleh kekerasan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi dan kematian.

IV. SISTEMATIKA PEMBELAJARAN

V. LEARNING OBJECTIVE

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang

1. Trauma jaringan lunak ( Luka )

2. Fraktur dan dislokasi

3. Aspek medikolegal pada trauma

Laki –lakiAktifitas banyakAktifitas berat

Trauma

Luka terbuka Dislokasi

Faktor resiko infeksi

Kasus emergency

Fraktur tungkai

Rujukan

Fraktur terbuka rujuk

Fraktur vetebre

prognosisTindakan segera

Pemeriksaan radiologi

Tindakan operasi

Debridement

Fiksasi eksterna

VI. BELAJAR MANDIRI

VII. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

A. TRAUMA JARINGAN LUNAK

Luka

.1. Defenisi

Luka adalah hilang atau rusaknya kontinuitas jaringan lunak tubuh akibat adanya truma.

.2. Epidemiologi

Luka secara umum dapat dialami oleh setiap orang dan setiap tingkatan umur.

.3. Etiologi

.3.1. Mekanik

a. Trauma tajamb. Truma tumpulc. Trauma senjata api

.3.2. Thermis

a. Luka bakar ( karena api, air panas, sengatan listrik, sambaran petir, bahan kimia )

b. Suhu dingin

.3.3. Radiasi

1.4 Klasifikasi

1.3.1 Etiologi

1.3.2 Bentuk Luka

Luka sayat (vulnus scissum) Luka laserasi ( vulnus laseratum) Luka tusuk ( vulnus punctum) Luka gigitan hewan (vulnus morsum) Luka tembak (vulnus sclopetorum) Luka bakar (vulnus combotio) Luka tembus (vulnus perforatum) Luka terpotong (vulnus amputatum)

1.3.3 Tingkat Kontaminasi (Kozier, 1992)

Clean Wounds (Luka bersih)

Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi)

Contamined Wounds (luka terkontaminasi)

Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi)

1.5 Macam – Macam Luka

1) Luka Tusuk, Luka Sayat, Luka Laserasi

a. Etiologi

Luka tusuk dan luka sayat disebabkan oleh trauma benda tajam. Sedangkan luka laserasi dapat disebabkan oleh benda tajam dan benda tumpul yang mengasilkan luka dengan pinggir tidak teratur.

b. Fase penyembuhan luka

Terdapat 3 fase yang terjadi dalam proses penyembuhan luka :

1) Fase Inflamasi

Fase ini muncul segera setelah injuri dan berlanjut sampai 5 hari. Fase inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan dimana terjadi vasokontriksi pada daerah yang mengalami truma, mencegah invasi bakteri dengan aktifitas seluler dari leukosit. Pada fase ini terjadi tanda-tanda inflamsasi rubor (merah), kalor (panas), nyeri (dolor), tumor (bengkak) sebagai kompensasi dari reaksi sel radang di jaringan.

2) Fase Proliferasi

Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Luka akan dipenuhi oleh fibroblas dan kolagen yang akan berproliferasi membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol-benjol halus ( jaringan granulasi)

3) Fase Maturasi

Fase ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang dan kolagen yang berlebih diserap kembali atau mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Fase ini akan menghasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas.

c. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Dapat dipengaruhi dari 2 sisi

1) Faktor Instrinsik

Faktor dari dalam tubuh penderita sendiri yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meluputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi dan penyakit penyerta.

2) Faktor ekstrinsik

Faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan yang luas.

d. Tipe Penyembuhan Luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimanapembagian ini dikarakteristikan dengan jumlah jaringan yang hilang.

1) Primary Intention Healing ( penyembuhan luka primer ) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan betautnya tepi luka, biasanya dengan menggunakan jahitan.

2) Secondary Intention Healing ( penyembuhan luka sekunder ) yaitu luk ayng tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.

3) Tertiary Intention Healing ( penyembuhan luka tertier ) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Seteleh diyakini bersih (4-7 hari), tepi luka dipertautkan.

e. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan dalam perawatan luka

1) Evaluasi luka, meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi)

2) Tindakan pemberian antiseptik, untuk membebaskumankan luka. Biasanya menggunakan cairan antiseptik seperti Povidon Yodium, klorhesidin dll.

3) Debridement, untuk membuang kotoran, membersihkan dari kuman , benda asing dan jaringan yang sudah nekrosis. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.

4) Penjahitan Luka

Apabila luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer. Sedangkan luka yang terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekunden atau tertier.

5) Penutupan Luka dan Pembalutan

Penutupan dan pembalutan luka berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

6) Pemberian Antibiotik

Diberikan pada luka terkontaminasi atau kotor yang berkemungkinan terjad infeksi.

7) Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti lokasi, jenis pengangkatan luka, usia dan adanya infeksi.

Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No Lokasi Waktu1 Kelopak mata 3 hari2 Pipi 3-5 hari3 Hidung, dahi, leher 5 hari4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari

Sumber. Walton, 1990:44

2) Luka Bakar

a. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya, dari angka tersebut, 112.000 membutuhkan tindakan emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat.

b. Etiologi

Penyebab tersering adalah terbakar api langsung, terkena air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.

c. Patofisiologi

Luka bakar akibat suhu tinggi (terbakar api, terkena air panas, suhu panas matahari).Kulit yang terbakar atau terpajan suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada kulit yang dapat mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahanan penguapan, dapat juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan udem pada daerah luka, serta sel darah yang berada di dalam kapiler juga menjadi rusak dan dapat menimbulkan anemia. Kebakaran pada ruang tertutup atau kebakaran yang mengenai muka dapat mengakibatkan kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup sehingga menyebabkan udem pada saluran napas. udem laring dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dengan gejala sesak napas, takipneu, stridor, suara parau, dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.

Luka akibat sengatan listrik

Aliran listrik dapat menyebabkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul menyebabkan luka bakar yang dalam pada jaringan karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500°C. arus bolak-balik menimbuulkan ransangan otot yang hebat berupa kejang. Bila arus ini melalui jantung, kekuatan 60 miliampere saja sudah cukup untuk menyebabkan fibrilasi ventrikel. Bila arus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan akibat kontraksi otot fleksor jari lebih kuat daripada otot ekstensor jari, sehingga korban akan terus teraliri arus. Pada m.intercostalis arus yang mengalir menyebabkan gerakan napas berhenti sehingga pasiendapat mengalami asfiksia.

Panas dari arus listrik yang mengenai pembuluh darah akan merusak tunika intima sehingga terjadi trombosis yang timbul pelan-pelan dan dapat terjadi kematian jaringan yang berlanjut terus menerus dan terdapatnya kerusakan jaringan baru pada kemudian hari.Pada kasus tersengat listrik di daerah kepala, penderita dapat pingsan lama dan mengalami henti napas, dapat juga terjadi udem otak.

Luka tersambar petirPetir merupakan muatan listrik yang bertegangan tinggi (sekitar 20.000 ampere), bersuhu tinggi sampai 30.000 kelvin (jauh lebih tinggi daripada suhu permukaan matahari).Luka bakar karena tersambar petir dapat terjadi dengan empat cara. Pertama, tersambar langsung, yaitu korban berada di tempat terbuka tersambar petir yang berasal dari awan dan hendak menuju bumi. Kedua, tersambar samping, yaitu korban berada disekitar batang pohon yang tersanbar petir dalam jarak dua meter akibat adanya loncatan listrik dari batang pohon tersebut. Ketiga, tersambar kontak, yaitu korban tersambar petir ketika bersandar pada pohon yang tersambar petir. Keempat, tersambar langkah, yaitu korban melangkah, berdiri atau jongkok dekat tanah yang tersambar petir dengan jarak <30 meter.Aliran listrik yang masuk melalui kepala menjalar ke badan dan tungkai bawah dan mencapai bumi, sehingga dapat menimbulkan gejala henti napas maupun henti jantung.

Luka bakar akibat zat kimiaKerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara, dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Jika terkena bahan kimia berupa asam kuat dapat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasanyeri yang hebat. Asam dapat menembus jaringan sampai dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat dapat menyebabkan jaringan mengalami nekrosis cair / liquefactive necrosis. Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat dibandingkan asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen.

d. Diagnosa

Menentukan luas luka bakar

Luas luka bakar dinyatakan dalam persentase terhadap luas seluruh permukaan tubuh. Pada orang dewasa digunakan “rumus 9”, pada anak “rumus 10-15-20”, pada bayi “rumus 10-20”.

Menentukan derjat luka bakar i. Derajat I : luka bakar hanya mengenai epidermis, dan biasanya

sembuh dalam 5-7 hari. Misalnya tersengat matahari, luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.

ii. Derajat II : luka bakar mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa, misalnya : sel epitel basal, kelenjer sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sel epitel tersebut, luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu. Gejala yang timbul berupa nyeri, gelmbung , atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabelitas dindingnya meningkat.

iii. Derajat III : luka bakar meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, dan organ yang lebih dalam. Untuk mendapatkan kesembuhan haris dilakukan skin grafting. Pada derajat III ini kulit akan tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Ridak ada bula dan tidak ada rasa nyeri.

e. Tatalaksana Pertolongan pertama

Pertolongan pertama adalah sumber panas dihilangkan dengan merndam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama 15 menit, tindakan ini dilakukan untuk menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak perlu steril.Pada luka bakar ringan setelah mendinginkan daerah luka bakar dengan air, lalumencegah infeksi dan memberi kesempatan sisi-sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka.

Rujukan Indikasi merujuk pasien luka bakar ke unit luka bakar :

1. Luka bakar derjat 2 yang > 10% luas permukaan tubuh

2. Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tanagn, kaki, genitalia, perineum, dan persendian utama.

3. Luka bakar derjat 3 pada kelompok usia berapapun4. Luka bakar listrik dan tersambar petir5. Luka akibat zat kimia6. Terdapat cedera inhalasi7. Pada kondisi komorbid ( pada pasien yang telah memiliki

masalah medis sebelumnya)

Persiapan untuk merujuk1. Pemberian cairan infus

Untuk penghitungan jumlah cairan yang diperlukan terdapat rumus yang sederhana dan paling banyak dipakai, yaitu rumus baxter, yaitu luas luka bakar dalam persen x barat badan dalam kg x 4 ml larutan ringer. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan cairan kristaloid yaitu cairan ringer laktat. Hari kedua diberikan setengan cairan hari pertama.

2. Menutup luka bakar dengan kain bersih3. Posisi pasien dalam posisi menelengkup atau telentang

Pengobatan Diberikan antibioyik spektrum luas untuk mencegah infeksi, yang paling banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui intravena dalam dosis serendah mungki yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi.

Terapi suportif Memenuhi kebutuhan nutrisi penderita luka bakar, nutrisi harus diberikan cukup untuk menutupi kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar tinggi protein.

Tindakan bedah Dilakukan pada luka bakar derjat 3, dilakukan debridement dengan pemotongan escar (keropeng). Eksisi dilakukan pada keaadaan pasien telah stabil, dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7. Luka bakar yang telah di eksisi dapat dilakukan penutupan luka dengan kulit yang lain (skin graft ).

f. Komplkasi Syok Gangguan keseimbangan elektrolit

Kontraktur kulit dan kekakuan sendi Luka bakar merusak jalan napas dapat menyebabkan atelektasis,

pneumonia, atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma.g. Prognosis

Luka bakar derajat I dan II dapat sembuh sendiri dalam beberapa hari

Luka bakar derajat III harus ditatalaksana sedini mungkin, jika pasien syok harus diatasi sedini mungkin. Jika penatalaksanaan luka dan syok tidak teratasi dapat menyebabkan kematian.

3) Luka Radiasi

a. Defenisi

Radiasi adalah pancaran dan pemindahan energi melalui ruang dari suatu sumber ke tempat lain tanpa perantaraan massa atau kekuatan listrik.

b. Jenis-jenis radiasi

Sinar alfa : inti helium yang dipancarkan dari proses pemecahan radioaktif atom berat dan berdaya tembus dangkal

Sinar beta : terdiri dari elektron bermuatan negatif yang berdaya tembus sedang, dihasilkan oleh pemecahan radioaktif dan oleh pembangkit tenaga betatron.

Sinar gamma : hasil pemecahan radioaktif dengan daya tembus yang tinggi. Sinar ini yang biasanya digunakan pada plain X-ray.

c. Patofisiologi

Pemindahan energi secara langsung meransang molekul sel dan menimbulkan reaksi ionisasi bersifat destruktif bagi sel terutama DNA.

Pemindahan energi secara tidak langsung membuat ion O dan OH raektif yang ga dihasilkan ionisasi cairan sel merusak dasar unit molekul DNA secara kimiawi.

Kerusakan DNA yang terjadi lebih banyak atau rentan pada sel-sel dengan mitosis yang tinggi seperti sistem hemopoitik, sistem reproduksi , mukosa usus, epitel kulit, dan sel tumor ganas. Sistem yang relatif statis dan tidak bermitosis misalnya sel saraf kurang sensitif.

d. Gejala klinis

Luka bakar akibat radiasi elektromagnetik atau akibat partikel radioaktif dapat menyebabkan

Dosis 50 rad eritem ringan sementara yang berlangsung 2-3 jam.

Dosis sedang eritem yang menetap, bahkan dapat menyebabkan kematian ujung saraf, folikel rambut, kelenjer keringat dan bembuluh darah halus. Pada pembuluh darah halus radiasi juga dapat menyebabkan vaskulitis, deposisi kolagen intertisial, penebalan tunika media, fibrosis dan akhirnya penutupan lumen vaskular yang berakibat hipoksia dan nekrosis jaringan.

Dosis 300-400 rad rambut rontok 3 minggu setelah pajanan.

Dosis 700 rad epilasi permanen ( kehilangan bulu / rambut pernanen)

Gejala yang ditimbulkan akibat radiasi juga dapat dikategorikan sebagai akut dan kronik

Sindrom radiasi akut

Kerusakan organ yang sel-selnya cepat bermitosis, misalnya hemopoitik dan mukosa usus.

Tahap I : malaise, muntah, dan diare akut yang mungkin membaik sendiri

Tahap II : disertai anemia, leukositopenia, trombositopenia dan mungkin bisa membaik setelah beberapa minggu.

Tahap III : muncul lagi diare dan muntah berat dan terjadi perdarahan usus.

Apabila dosis radiasi lebih dari 50.000 rad akan muncul gejala susunan saraf pusat yaitu rasa terbakar, kesemutan, gelisah, koma dan akhirnya kematian dalm 3 hari akibat edema otak.

Sindrom radiasi kronik

Terjadi akibat radiasi sedang dalam jangka waktu yang lama atau akumulasi radiasi ringan. Tanda dan gejala berupa rasa kurang sehat kronik, depresi sumsum tulang, anemia,

radiodermatitis, ulkus yang susah sembuh, kematian jaringan, keganansan terutama di sistem darah, payudara, tiroid, tulang dan paru. Akibat depresi sumsum tulang terjadi leukositopenia yang menurunkan pertahanan seluler infeksi yang berat.

e. Pengobatan

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Memikirkan dan mengobati kemungkinan adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia.

Obati infeksi.

2. Sprain (keseleo)

2.1. Definisi

Kekoyakan pada otot, ligamen, atau tendon yang bersifat sedang atau parah.

2.2. Etiologi

karena olahraga atau aktifitas kerja yang terlalu berat/berlebihan.

2.3. Patofisiologi

avulsi seluruh atau sebagian dari sendi, serta di sekeliling sendi karena daya yang tidak semestinya, pemelintiran, atau mendorong/mendesak otot saat berolahraga atau bekerja.

2.4. Manifestasi klinik

Lebih berat dari strain (tarikan otot yang berlebihan). edema, perdarahan, dan perubahan warna yang lebih nyata. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot, dan tendon. Tak dapat menyangga beban. Nyeri yang lebih hebat dan konstan.

2.5. Pemeriksaan

Anamnesa : adanya tekanan, tarikan, daya yang tak semestinya.

Pemeriksaan Fisik : tanda-tanda pada kulit, sirkulasi, dan muskuloskeletal.

2.6. Tatalaksana

Elektromekanis -> kompress kantung es 240C, wrapping eksternal (dengan cast/gendongan), elevasi, latihan ROM, sangga beban tubuh menggunakan kruk/tongkat

Kemoterapi -> analgetik aspirin 100-300 mg tiap 4 jam.

Pembedahan

B. Fraktur dan Dislokasi

1. Fraktur

1.1 Definisi

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang

1.2 Klasifikasi

Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar.

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang

Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi.

Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif.

Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.

Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe lagi o tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah,

o tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat di tutup jaringan lunak.

o tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang dan berdasarkan bentuk patah tulang.

Berdasarkan garis patah tulangnya:

greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok,

transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi

tulang. Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan

fragmen tulang biasanya tergeser, inkomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan

tulang lain avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa

bagian. simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh, fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan

dari tempat yang patah, fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya

yang normal, fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang

terlihat

Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian

proksimal (plateau), diaphyseal (shaft), distal.

1.3 Diagnosis

1.3.1 Gejala klasik :

adanya riwayat trauma rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah deformitas ( angulasi, rotasi, discrepancy) gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri

putus kontuinuitas tulang gangguan neurovaskuler

1.3.2 Anamnesis

Menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) riwayat cedera / fraktur sebelumnya riwayat social ekonomi, pekerjaan, obat yg dikonsumsi riwayat alergi dan penyakit lainnya.

1.3.3 Pemeriksaan fisik

inspeksi : deformitas ( angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak)

palpasi : myeri tekan, krepitasi status neurologi bagiandistal perlu diperiksa.

o Pulsasi arteri, warna kulit, sensasi

Pemeriksaan gerakan : keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

Pasien dengan politrauma pemeriksaan yang dilakukan.

Airway, breathing dan circulation, perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.

1.3.4 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : Darah rutin, factor pembentukan darah, golongan darah cross-test dan urinalisa

Radiologi menurut rule of two :o Dua gambaran anteroposterion dan lateral o Memuat 2 sendi di proximal dan distal frakturo Memuat gambaran foto dua ekstremitas yang terkena

1.3.5 Komplikasi

SINDROM KOMPARTEMEN

a. Definisi Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu kompartemen osteofasial yang tertutup.

b. Epidemiologi Cedera 45% fraktur 80% ekstremitas bawah

c. Klasifikasi kompartemen :Kompartemen adalah ruang yang dibatasi tulang. Interosseu membran, fasia yang meelibatkan pembuluh darah, saraf dan otot.

- Kompartemen ektremitas atas:- lengan atas : kompartemen anterior dan posterior- lengan bawah : kompartemen flksor superfisial, fleksor profundus, ekstensor.

d. etilogi

1. Penurunan volum kompartemen : penutupan defek fasia otot, traksi intenal berlebihan pada fraktur ekstremitas.

2. Peningkatan tekana internal struktur kompartemen :- Perdarahan vaskular- Gigitan ular berbisa- Peningkan permeabilitas kapiler- Luka bakar- Operasi- Obstruksi vena- Sindrom nefrotik- Hipertrofi otot- Infus infiltrasi

3. Peningkatan tekana eksternal :- Balutan dan gips yang ketat- Berbaring di atas lengan.

e. Patofisiologi :

Trauma luka hemostasis jaringan lokal terganggu peningkatan teanan jaringa obstruksi vena dalam ruang tertutp peningkatan tekanan terus-menerus tekanan arteri intramuskular di bawh akan meningkat tidak ada aliran darah je kapiler kebocoran ke dalam kompartemen tekanan intra kompartemen meningkat - tekanan vena meningkat- penekanan saraf perifer nyeri hebat

- aliran darah ke kapiler terhenti perfusi jaringan terhenti hioksia jaringan iskemia otot dan saraf kerusakan irreversibel.

f. Manifestasi klinik :

1. Pain : nyeri lokal hebat karena penekanan saraf sekitar, nyeri dapat terasa ketika otot diregangkan secara pasif.

2. Pallor : pucat pada 1 sisi ekstremitas yang terkena bagian distal.3. Pulselesness : denyut nadi menurun pada 1 sisi ekstremitas yang terkena.4. Parestesia : kehilangan sensibilitas/sensorik pada 1 sisi kulit oleh karena saraf

terjepit oleh bengkak sindrom kompartemen.5. Paralisis : hilangnya fungsi motorik pada 1 sisi ekstremitas yang terkena.

g. Tatalaksana :Tujuan menurunkan defisit neurologis dengan mengembalikan terlebih dahulu aliran darah lokal.

1. Non-operatif dan medikalIndikasi : dugaan sindrom kompartemen-tempatkan kai setinggi jantung untuk pertahankan ketinggian kompartemen yang minimal. Hindari elevasi oleh karena dapat memperberat iskemia.-pada kasus peningkatan tekanan kompartemen buka balutan atau gips-pada kasus gigitan ular beri anti racun-koreksi perfusi jaringan dengan cairain kristaloid dan produk darah-pada peningkatan isi kompartemen beri manitol untuk reduksi edema selular. Kerja manitol adalah dengan cara merangsang sel untuk produksi energi seliular nora dan mereduksi sel otot yang nekrosis dengan kemampuan dari radikal bebas.

2. Operatif (fasciotomi)Indikasi : tekana intrakompartemen >30 mmhg dan dissetai dengan tanda-tanda sindrom kompartemen.Untuk tekanan intra kompartemen < 30 mmhg tetapi mengalami kegagalan dalam perbaikan, maka diindikasikan juga untuk fasciotomi.

Tujuan : meurunkan tekana intra kompartemen dengan perbaikan perfusi jaringan otot.Keerhasilan dekmpresi untuk peerbaikan perfusi otot adal 6 jam, karena 6 jam adalah batas kemampuan sel perifer untuk kompensasi.

Prosedur : insisi panjang fasia biarkan luka terbuka 5 hari kemudian bila ada nekrosis otot debridemant Bila jaringan otot sehat tutup luka dengan skin graft atau jahit tanpa regangan

Klasifikasi fasciotomi : Sindrom kompartemen akut :- Fasciotomi tungkai bawah : teknik tarlow, insisi tunggal (davey,

rorabeck, fowler)

- Fasciotomi lengan bawah : pendekatan volar (henry), pendekatan volar-ulnar, pendekatan dorsal.

Sindrom kompartemen kronik :- Insisi tunggal : teknik fronek- Insisi ganda : teknik rorebeck

Perawatan pasca operasi : luka dibiarkan selama 5 hari, bila ada nekrosis maka lakukan debridemant, jika jaringan oto sehat maka lakukan penjahitan luka tanpa regangan atau tutup luka dengan skin graft.

Macam –Macam Fraktur Berdasarkan Tulang Yang Terkena

A. Fraktur Ekstremitas Atas

1. Fraktur Leher Humerus

a. Epidemiologi

Fraktur humerus umumnya terjadi pada wanita tua yang telah mengalami osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada tulang.

b. Mekanisme trauma

Biasanya terjadi penderita jatuh dan terjadi trauma pada anggota gerak atas.

c. Klasifikasi

Fraktur impaksi Fraktur tanpa impaksi dengan atau tanpa pergeseran

d. Pengobatan

Pada fraktur impaksi atau tanpa impaksi yang tidak disertai pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan mobilisasi segera pada pergerakan sendi bahu. Bila fraktur disertai pergeseran mungkin dapat dipertimbangkan tindakan operasi.

2. Fraktur Diafisis Humerus

a. Epidemiologi

Fraktur ini biasanya terjadi pada 1/3 tengah humerus dimana trauma dapat bersifat memuntir yang menyebabkan fraktur spiral dan bila trauma bersifat langsung dapat

menyebabkan fraktur transversal, oblik pendek atau komunitif. Fraktur patologis biasanya terjadi pada 1/3 proksimal humerus.

b. Gambaran klinis

Pada daerah fraktur ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta deformitas. Pada setiap fraktur harus diperiksa adanya lesi nervus radialis terutama pada daerah 1/3 humerus.

c. Pemeriksaan radiologis

Dapat ditentukan lokalisasi dan konfigurasi fraktur

d. Pengobatan

Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup oleh otot dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu1/3 kontak cukup memadai untuk terjadinya union.

1. Pengobatan konservatif Pemasangan U slab Pemasangan gips (hanging cast)

2. Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari rush atau pada fraktur terbuka dengan fiksasi eksterna.

e. Indikasi operasi

1. Fraktur terbuka2. Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi3. Nonunion 4. Penderita yang segera ingin kembali bekerja segera aktif

3. Fraktur Kondilus Humerus

a. Epidemiologi

Fraktur ini jarang terjadi pada orang dewasa tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.

b. Mekanisme trauma

Biasanya terjadi pada saat tangan daam posisi out stretched dan sendi siku daam posisi fleksi dengan trauma pada bagian lateral atau medial. Fraktur kondilus lateralis lebih sering terjadi daripada kondius medialis.

c. Kasifikasi dan pemeriksaan radiologis

1) Fraktur pada satu kondilus

2) Fraktur inter-kondiler(fraktur Y atau T)3) Fraktur komunitif

Fraktur kondiler sering bersama-sama dengan fraktur suprakondiler.

d. Gambaran klinis

Nyeri dan pembengkakan serta perdaran subkutan pada daerah siku. Ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan serta krepitasi pada daerah tersebut.

e. Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran fragmen tidak perlu direposisi, cukup dengan pemasangan gips sirkuler selama 6 minggu dan dilanjutkan dengan fisioterpi secara hati-hati.

f. Kompikasi

1) Malunion 2) Nonunion3) Kekakuan sendi siku4) Osteoartritis sendi siku5) Miositis offikans

4. Fraktur prosesus olekranon

a. Epidemiologi

Fraktur ini terjadi karena seseorang terjatuh dan mengalami trauma langsung pada siku.

b. Klasifikasi

1) Tipe 1, terjadi keretakan olekranon tanpa terjadinya pemisahan2) Tipe 2, keretakan dan disertai pemisahan3) Tipe 3, terjadi fraktur komunitif

c. Gambaran klinis

Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada siku.

d. Pemeriksaan radioogis

Dapat diketahui jenis-jenis fraktur.

e. Pengobatan

Berdasarkan klasifikasi frakturnya.

Tipe 1, dengan terapi konservatif

Tipe 2, dengan tindakan operatif dan fiksasi interna mempergunakan screw atau tension bend wiring

Tipe 3, e]dengan eksisi fragmen dan melekatkan kembali trisep pada olekranon

f. Komplikasi

1) Nonunion2) Osteoarthritis

5. Fraktur monteggia

a. Epidemiologi

Ditemukan sering pada orang dewasa dan merupakan fraktur 1/3 proksimal ulna disertai disokasi radius proksimal.

b. Pengobatan

Operasi dengan fiksasi interna yang rigid dan mobilisasi segera sendi siku.

6. Fraktur radius dan ulna

a. Epidemiologi

Fraktur radius biasanya terjadi karna trauma langsung, sedangkan fraktur una terjadi biasanya seseorang yang menangkis benda keras.

b. Pengobatan

Fraktur yang tidak bergeser diatasi dengan gips diatas siku dan fleksi pada siku, sedangkan yang bergeser sebaiknya dengan memasang fiksasi interna.

7. Fraktur diafisis radius dan ulna

a. Mekanisme truma

Terjadi karena trauma memuntir yang mengakibatkan fraktur oblik atau spiral pada daerah ulna dan radius dengan ketinggian yang berbeda, sedangkan trauma langsung menyebabkan fraktur dengan garis transversal.

b. Gambaran klinis

Terdapat pembengkakan dan nyeri tekan serta deformitas bawah.

c. Pengobatan

Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips diatas siku dengan meletakkan lengan dalam posisi pronasi pada fraktur 1/3 dista, posisi netral pada fraktur 1/3 tengah dan fraktur 1/3 proksimal dengan pemasangan gips di atas siku dalam posisi supinasi. Apabila ada kelainan perlekatan otot pronator dan supinator tulang radius dan ulna, reduksi serta imobilisasi yang baik sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat diperlukan karena tangan mempunyai fungsi untuk supinasi dan pronasi. Pengobatan yang paling baik adalah dengan pemasangan fiksasi rigid dengan operasi yang mempergunakan plate dan screw pada kedua tulang.

d. Komplikasi

1) Malunion termasuk cross union (union yang menyilang) akan memberikan dalam pronasi dan supinasi

2) Delayed union3) Nonunion

8. Fraktur galeazzi

a. Epidemielogi

Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal.

b. Pengobatan

Dilakukan reposisi yang akurat dan imobilisasi segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Bila reposisi spontan tidak terjadi maka reposisi dilakukan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw.

9. Fraktur distal radius

Fraktur dapat dibagi dalam:

1) Fraktur collesmerupakan jenis fraktur yang paling sering ditemukan pada orang dewasa diatas umur 50 tahun dan lebih sering pada wanita.

a. Mekanisme trauma

Fraktur terjadi bila terjatuh dalam keadaan posisi tangan out stretched pada orang tua dengan tulang yang sudah osteoporosis.

b. Klasifikasi

Fraktur colles terdiri atas:

Fraktur radius I inci di atas sendi pergelangan tangan Angulasi dorsal fragmen distal Pergeseran ke dorsal dari fragmen distal Fraktur prosessus stiloid ulna

c. Gambaran klinis

Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan tangan pada orang yang berumur lebih 50 tahun, nyeri dan deformitas berbentuk garpu. Gambaran ini terjadi karena adanya anguasi dan pergeseran kedorsal, deviasi radial, supinasi dan impaksi kearah proksimal.

d. Pengobatan

Fraktur tanpa pergeseran diobati dengan pemasangan gips sirkuler di bawah siku, lengan bawah dalam pronasi, deviasi ulna serta fleksi. Pada fraktur dengan pergeseran fragmen dilakukan reposisi dengan pembiusan umum atau lokal. Imobilisasi dengan gips diakukan selama 6 minggu dan dilanjutkan dan dilanjutkan dengan fisioterapi yang intensif.

e. Komplikasi

1. Atrofi sudeck2. Trauma nervus medianus3. Rupture tendo ekstensor polisis longus4. Malunion, sering memberikan gangguan nyeri. Untuk menenggulangi

nyeri dapat dilakukan:a) Prosedur baldwin, yaitu eksisi 2 cm distal una serta

periost(operasi darroch)b) Osteotomi radius

5. Gangguan pergerangan sekitar sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan serta ekstensi

2) Fraktur smith

Biasa disebut dengan frkatur colles terbalik. Fraktur ini sering ditemukan pada pria . ditemukan deformitas dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis fraktur tidak melalui persendian.

Pengobatan

Biasanya bersifat tidak stabil sehingga sebaiknya difiksasi dengan plate buttress.

3) Fraktur bartonFraktur pada radius distal dengan fragmen distal melalui sendi dan terjadi pergeseran fraktur serta seluruh komponen kearah volar.PengobatanSeperti fraktur smith.

B. Fraktur Ekstremitas Bawah

1. Fraktur Femur

a. Definisi

hilangnya kontinuitas tulng paha terbuka atau tertutup.

b. Etiopatogenesis :

1. Trauma tunggal : kekuatan yang berlebihan secara tiba-tiba (penarikan, benturan, pukulan, terjatuh miring, rotasi, penekukan). Kekuatan dapat terjadi secara langsung yang mengakibatkan patah lokal dan rusaknya jaringan lunak lokal, dapat juga secara tidak langsung yang mengakibatkan patah di tempat yang jauh dari lokasi trauma dan tidak disetai kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur.

2. Kelemahan abnormal pada tulang (patologik) : oleh karena tumor, paget’s disease, osteoporosis sehingga terjadi patah walau dengan tekanan normal.

c. Klasifikasi :

1. Fraktur inter-trokhnter femur : ektrakapsular femurInsiden lebih sering lansia dengan osteoporosisAnamnesa trauma jatuh langsung ke trokhanter mayor, trama rotasi tidak langsung ke inter-trokhanterRadiologi stabil/ tidak stabilTatalaksana reduksi terbuka + fiksasi interna

Konservatif (untuk pasien terlalu tua dan kontraindikasi anestesi general)Prognosis lebih baik daripada interkapsular dan tidak ada nekrosis avaskular

2. Fraktur sub-trokhanter femur : garis patah 5 cm distal dari trokanter minor.Klasifikasi oleh Fielding dan Magliato 1 : garis patah 1 level dengan trokhanter minor; 2 : garis patah 1-2 inchi di bawah dari batas atas trokhanter minor; 3 : 2-3 inchi di bawah dari batas atas atas trokhanter minor.Manifestasi klinis nyeri lokal, deformitas (kai rotasi eksterna), oedem paha, krepitasi, tidak ada ROM paha-panggul.Radiografi garis fraktur di atau bawah trokhanter minor, garis dapat berupa oblik, transversal atau spiral.Tatalaksana reduksi terbuka dengan fiksasi interna sekrup-plate; reduksi tertutup dengan traksi tulang 6-7 minggu lalu setelah itu dilanjutkan dengan hip gips 7 minggu untuk usia muda.

3. Fraktur batang femur :Etiologi trauma langsung kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan bermotor kecepatan tinggi, jatuh dari ketinggian.Epidemiologi pria muda, disertai trauma multipel.Patofisiologi trauma lalu terjadi perdarah banyak sampai syok hipovolemikKlasifikasi fraktur batang femur terbuka dengan kerusakan neurovaskular (syok hipovolemik, syok neurogenik) fraktur batang femur tertutup.Manifestasi klinis fraktur terbuka : fungsi hilang (ROM terbatas), nyeri tekan, deformitas, leg discrepancy, luka terbuka, krepitasi, bengkak, eritema dan perdarahan.Fraktur tertutup : nyeri tekan, krepitasi paha, ROM terbatas pada sendi dan ektremitas bawah karena kekuatan otot menurun, pemendekan ekstremitas karena penarikan otot paha yang kuat sehingga fragmen fraktu diletakkan tidak tepat, komplikasi delayed-, mal-, non- union.

d. Tatalaksana Fraktur terbuka :

-cek kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera neurovaskular.-intervensi : antibiotik profilakis, debridemant, stabilisasi fraktur, tunda penutupan luka, tunda rehabilitasi, fiksasi eksterrna.

Fraktur tertutup :-konservatif : traksi kulit untuk turunkan spasme otot sementara, traksi tulang berimbang dengan sendi lutut )untuk fraktur seg,ental atau kominuta), cast bracing setelah union fraktur tulang.-opertif : pasang screw dan plate (fiksasi interna)

2. Fraktur Cruris

a. Definisi terputusnya hubungan tibia-fibula

b. Klasifikasifraktur terbuka dengan kerusakan jaringan luna; fraktur terrtutup.

Fraktur terbuka (Gustilo-Anderson) : I : panjang luka < 1 cm, tanpa kontaminasiII : panjang luka > 1 cm, tanpa kerusakan jaringan lunakIII A : luka luas, dengan kerusakan jaringan lunakIII B ; luka luas, fragmen tuang keluar dari kulitIII C : luka luas, kerusakan arteri besar.

c. Patofisiologi : olehkarena tibia terletak di bawah subkutan, maka dampak frakturr meningkat daripada tulang lain.

Daya putar/ rotasi fraktur spiral pada tingkat berbeda.Daya angulasi/langsung fraktur melintang atau oblik pendek pada tingkat sama.

Trauma tidak langsung salah satu fragmen tulang akan menembus kulit.Trauma langsung tembus/robek kulit di atas fraktur.

d. Manifestasi klinis :Luka terbuka - risiko infeksi meningkat oleh karena sisa serpihan di dalam luka; -keluhan nyeri lokal hebat + parestesia + perfusi jaringan tidak baik (akral dingin, capillari refilling time > 3 detik) pada bagian distal kaki. Hal ini adalah respon dari betis proksimal yang mengalami sindrom kompartemen.

Golden period : 1-6 jam pasca cedara oleh karena 6 jam adalah batas waktu kemampuan jaringan perifer untuk bertahan. Karena jika > 6 jam akan terjadi nekrosis jaringa distal.

e. Tatalaksana :

Fraktur cruris terbuka -antibiotik profilaksis-debridemant dan fasciotomi -stabilisasi : fiksasi interna atau eksterna-tunda penutupan luka pada tipe gustilo II-IV sampai 3 hari debridemant jika perlu tutup luka-tunda rehabiitasi

Fraktur cruris tertutup

-nilai kerusakan jaringan lunak, jika ada sindrom kompartemen maka segera fasciotomi, fiksasi eksterna dini dan peninggian tungkai setinggi jantung.-gips selular-bedah : fiksasi interna atau eksterna.

C. Fraktur Vetebre

1. Vertebra Servikal

Patah Tulang Atlas

a. Mekanisme trauma

Pembebanan aksial, misalnya kejatuhan benda berat di kepala atau jatuh dari ketinggian dengan kepala lebih dahulu, misalnya anak muda terjun menukik ke sungai yang dangkal. Akibatnya, atlas patah berkeping – keeping dengan dislokasi fragmen ke semua jurusan atau menyebar.

b. Anamnesis

1. Keluhan nyeri leher bagian atas atau neuralgia oksipitalis dan mungkin tortikolis

2. Kadang merasa tidak dapat mempertahankan kepala dalam posisi tegak atau adanya perasaan instabilitas sehingga kepala harus ditopang terus menerus dengan kedua tangan

3. Bila ada kelumpuhan, biasanya dalam bentuk pentaplegia yang berakibat fatal sehingga penderita tidak sempat masuk rumah sakit.

c. Tata Laksana

Fraktur atlas umumnya sembuh dengan pengobatan konservatif berupa imobilisasi dengan gips Minerva atau traksi halo selama 3 bulan.

Bila fraktur atlas disertai rupture ligamentum transversum, diperlukan tindakan bedah untuk stabilisasi posterior dengan memfusikan os. Oksipitale, vertebra C1 dan vertebra C2.

Patah Tulang Odontoid (Os ontodoideum = aksis = os epistrofeum)

a. Etiologi

1. Kejatuhan benda berat di kepala -> dulu sering.2. Kecelakaan lalu lintas -> sekarang sering.

b. Anamnesis

Keluhan nyeri pada setiap gerakan leher serta nyeri pada leher bagian belakang yang dikenal sebagai neuralgia oksipitoservikal, sehingga, pada setiap pergerakan leher, penderita menggunakan kedua tangan untuk menyangga kepala.

c. Pemeriksaan

Karena tidak jarang ditemukan pada trauma kepala, rontgen servikal harus dilakukan pada setiap penderita trauma kepala, bahkan, bila perlu, lakukan foto vertebra yang lain.

d. Patologi

Gangguan neurologik timbul akibat terangsangnya saraf oksipital mayor yang menimbulkan neuralgia oksipitalis berupa rasa tebal atau anastesi pada daerah oksipital.

e. Komplikasi

Pentaplegia akibat penekanan batang otak oleh odontoid yang tersering berakhir dengan kematian.

f. Tata Laksana

Terapi konservatif berupa imobilisasi dengan traksi kepala, yang dilanjutkan dengan gips Minerva selama 2-3 bulan. Tindakan operatif dapat dilakukan dari anterior atau posterior bila terdapat instabilitas.

Spondilolistesis Aksis Traumatik

a. Definisi

Antara C2/C3 biasanya patah tulang pada penggantungan hukuman mati yaitu fraktur dislokasi pedikel vertebra C2 sehingga terdapat sublukasi anterior vertebra C1 dan korpus vertebra C2 terhadap vertebra C3.

b. Etiologi dan Patologi

Akibat beban gaya aksial pada posisi ekstensi servikal. Gaya ini akan memutus pars interartikularis tulang odontoid dan ligamentum longitudinal anterior, merobek diskus anterior vertebra C2 dan C3, serta menimbulkan pelebaran pars interartikularis antara C2 dan C3 dan pergeseran ke posterior.

c. Tata Laksana

Pada patah tulang stabil, penanganan konservatif dengan imobilisasi gips. Minerva selama 8-12 minggu, sedangkan fraktur yang tidak stabil memerlukan tindak bedah.

Patah Tulang Servikal Bawah

a. Etiologi

Kebanyakan oleh kecelakaan lalu lintas, paling sering karena vertebra C4,C5 dan C6 adalah vertebra servikal yang paling banyak bergerak. Penyebab tersering kedua adalah jatuh dari ketinggian.

b. Mekanisme Trauma

Trauma pembebanan gaya aksial, terutama hiperfleksi, dan trauma cambuk (whiplash injury) dapat menyebabkan berbagai patologi yaitu : tipe vertical, tipe kompresi, dislokasi faset sendi intervertebral unilateral /bilateral.

c. Manifestasi Klinis

Nyeri leher pasca trauma disertai kaku leher dan gangguan gerak karena spasme otot paravertebral

Cedera medulla spinalis dapat berupa sindrom medulla anterior, sindrom Brown Sequard, jejas lintang komplet, atau sindrom medulla sentral, yang masing – masing memberikan gejala klinis yang berbeda.

d. Tata Laksana

Bergantung pada stabilitasnya. Fraktur stabil, misalnya tipe kompresi dapat ditangani secara konservatif, yaitu imobilisasi dengan gips atau penguat leher selama 8-12 minggu. Pada cedera tidak stabil dan disertai dislokasi diperlukan mutlak operasi berupa operasi fusi anterior atau posterior.

e. Komplikasi

Setelah terjadi penyembuhan mungkin terjadi penyatuan tulang dengan vertebra dalam posisi kifosis yang dapat menyebabkan masalah statik dan neurologic.

f. Prognosis

Stabil tanpa gangguan neurologik maka prognosisnya baik.

Disertai gangguan neurologis inkomplet, prognosisnya juga baik.

Sindrom Brown Sequard dan Sindrom Medulla sentral prognosisnya paling baik.

Jejas lintang komplet serta sindrom Medulla anterior prognosisnya jelek.

2. Vertebra Torakolumbal

a. Etiologi

Tersering yaitu jatuh dari ketinggian yang menyebabkan patah tulang vertebra jenis kompresi atau ledakan.

Bisa juga karena kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar yang menyebabkan fraktur tidak stabil.

b. Klasifikasi

Stabil yaitu tipe fleksi, ekstensi, kompresi lateral dan kompresi vertical.

Tidak stabil yaitu tipe fleksi rotasi, tipe geser (shearing) dan fleksi dislokasi. Tipe tidak stabil terdiri atas temporer dan permanen.

c. Tata Laksana

Konservatif dengan gips badan selama 8-12 minggu untuk tipe stabil. Untuk tipe tidak stabil temporer bisa dilakukan penanganan secara konservatif atau operatif, yaitu dengan melakukan stabilisasi interna bila penderita mengalami gangguan neurologik. Tipe tidak stabil permanen bisa dilakukan stabilisasi interna, demikian juga untuk paraplegia.

2. Dislokasi

2.2.1 Defenisi

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari

mangkuk sendi).

Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan

segera.

Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya

biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami

dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang,

pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin

awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik

penyembuhannya.

2.2.2 Klasifikasi

a. Dislokasi Congenital :

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

b. Dislokasi Patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misal¬nya tumor,

infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang

berkurang.

c. Dislokasi Traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami

stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena

mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat

mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga

merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan

terjadi pada orang dewasa.

2.2.3 Tanda dan gejala

a. Deformitas pada persendiaanKalau sebuah tulang diraba secara sering akan

terdapat suatu celah.

b. Gangguan gerakanOtot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang

tersebut.

c. PembengkakanPembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat

menutupi deformitas.

d. Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku,

metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.

Macam – macam Dislokasia

A. Dislokasi Sendi Bahu

a. Defenisi

Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior

dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi

posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior)

b. Macam – macam dislokasi sendi bahu

Dislokasi anterior

Dislokasi preglenoid subkorakoid, subklavikule

Dislokasi posterior

Nyeri, benjolan dibagian belakang sendi pemeriksaan radiologis.

Khas: light bulb karena rotasi internal humerus

Dislokasi inferior atau luksasi erecta

Kaput humerus terjepit di bawah glenoid, dengan lengan arah ke

atas pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi

anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi

Dislokasi dengan Fraktur

Biasanya adalah dislokasi tipe anterior dengan fraktur

• 90 % kasus dislokasinya anterior (ke depan)

c. Gejala klinis:

aspek lateral bahu menjadi datar bukannya membulat dan dapat

teraba depresi yang dalam antara caput humeri dan acromion di

lateral.

Gerakan yang terbatas

Rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.

Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu

tubuh

Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di

bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam

Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain

Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan

d. Diagnosis Banding

dislokasi akromioklavikula

fraktur klavikula

fraktur kolumna humeri

fraktur humerus proksimal

e. Pemeriksaan tambahan

X-Ray untuk menemukan fraktur terkait

Pemeriksaan utk mencari adanya cedera plexus brachialis wajib

dilakukan

Raba denyut nadi radialis

f. Tindakan Pertolongan

Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan

secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati -hati. Jangan

sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya.

Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi.

Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.

Reduksi

Sejumlah teknik reduksi boleh digunakan, antara lain sbb:

3. Traksi pasif (teknik Stimson)

a. Pasien diberi dosis analgesia yg cukup atau sedasi iv. Sbg

alternatif, 20 ml lidokain 1% dapat disuntikkan ke dalam sendi

sebelah inferior dan lateral akromion, sebelum penyuntikan

lakukan aspirasi darah sebanyak mungkin . tunggu 15 menit

untuk mendapatkan analgesia maksimum.

b. Kemudian pasien dibaringkan tengkurap pada meja periksa

dengan bahu terletak di tepi meja dan ekstrimitas yang

mengalami dislokasi dalam keadaan bebas.

c. Diikatkan beban 5-7.5 kg pada pergelangan tangan dg kasa

balut.

d. Dislokasi dapat direduksi setelah 10-15menit setelah traksi ini.

2. Rotasi Skapula

a. Letakkan pasien pada posisi tengkurap di atas meja periksa

dengan lengan menggantung di tepi meja, atau minta pasien

duduk tegak dan minta assisten memasangkan traksi pada

lengan

b. Dorong ujung skapula ke medial dan aspek superior skapula ke

arah lateral

3. Teknik Hennipen

a. Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol sendi masuk

kedalam mangkok sendi

b. Pasien duduk atau tidur dengan posisi 45o , siku pasien ditahan

oleh tangan kanan penolong dan tangan kiri penolong

melakukan rotasi arah keluar (eksterna) sampai 90o dengan

lembut dan perlahan.

c. Jika korban merasa nyeri, rotasi eksterna sementara dihentikan

sampai terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan.

d. Sesudah relaksasi eksterna mencapai 90o maka reposisi akan

terjadi.

Setelah dislokasi direduksi, lakukan imobilisasi extremitas dengan

memasang immobilizer bahu, misalnya dg bias-cut stockinette baik

untuk pembalutan ini

Selalu buat foto-foto pasca reduksi

Indikasi Operasi: dislokasi bahu yg tidak berhasil direduksi secara

tertutup dan dislokasi yg sudah neglected lebih dari 2 minggu

Kontraindikasi operasi: Berhubung dengan kondisi medis/cedera

penyerta yang tidak memungkinkan dilakukan tindakan pembiusan

g. Komplikasi

Kerusakan nervus aksilaris

Kerusakan pembuluh darah

Tidak dapat tereposisi

Kaku sendi

Dislokasi rekuren, dilakukan tindakan operasi Putti-platt,

Bristowdan bankart

h. Rujukan

Rujuk pasien untuk mendapat follow up ortopedi

Follow up : Daerah lipatan aksilla harus diperhatikan terjadinya

mycosis, dan kondisi yang lembab harus dihindarkan dan diatasi.

Latihan isometrik segera dilakukan dan latihan isotonik setelah 3

minggu.

B. Dislokasi Sendi Panggul

a. Defenisi

Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan

atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi

anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra)

b. Etiologi

Akibat ruda paksa berat, paling banyak kecelakaan mobil

c. Patofisiologi

Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan

biasanya diakibatkan oleh abdukasi.

Ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi

melempar bola berlebihan.

Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui

robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.

d. Klasifikasi

1) Dislokasi posterior

Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan

adduksi. Arah trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang

femur dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury)

atau jatuh dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu

Gejala

- Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi

- Tungkai tampak lebih pendek

- Teraba caput femur pada panggul

X-Ray

Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi

dan internal rotasi

Tatalaksana

- Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum

dengan disertai relaksasi yang cukup.

- Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul.

Sendi panggul difleksikan 90° dan kemudian dilakukan tarikan

pada pada secara vertical

- Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai

exercise Weight bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu.

2) Dislokasi anterior

Dislokasi anterior ter adi pada trauma jika tungkai terkangkang,

lutut lurus, punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiranke

balakang.

Gejala

- Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi

- Tak ada pemendekan tungkai

- Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat

diraba dengan mudah

- Sendi panggul sulit digerakkan

X-Ray

Caput femur terlihat di depan acetabulum

Tatalaksana

Dilakukan reposisi seperti dislokasi posterior, kecuali pada saat

fleksi dan tarikan pada dislokasi posterior dilakukan adduksi pada

dislokasi anterior

3) Dislokasi sentral

Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping

sehingga trauma ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak

terjadi fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga

pelvis.

Gejala

- Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian

lateral

- Gerakan sendi panggul terbatas

Biomekanik

Diperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini

umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan

mobil)

Dalam posisi duduk terjadi benturan dash board pada lutut

pengemudi

diteruskan sepanjang tulang femur

mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dari acetabulum

yaitu bagian yang paling pangkal

Dislokasi panggul

X-Ray

Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul

Tatalaksana

- Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi

pada fraktur acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam

panggul.

- Dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu

- Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan

pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan

traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan

memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut

dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda

pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.

e. Indikasi operasi

- gagal reposisi tertutup

- kedudukan caput femur tidak stabil

- terjadi fraktur koolum femoris

- adanya lesi N. Ischiadikus

f. Perawatan Pasca Reduksi

Pasien tirah baring dan diimobilisasi dengan skin traksi selama 2

minggu, kemudian mobilisasi non weight bearing selama 3 bulan

atau tirah baring hingga nyeri sendi panggul menghilang, kemudian

segera mobilisasi partial weight bearing.

g. Follow up

Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi netral bila

diimobilisasi dengan traksi kulit. Latihan isometrik segera dilakukan

dan latihan isotonik setelah 2 minggu. Atau pemantauan hilangnya

nyeri sendi panggul dan segera mobilisasi partial weight bearing.

h. Komplikasi dislokasi panggul

Komplikasi dini

- Kelumpuhan N.ischiadikus

- Biasa terjadi pada dislokasi posterior karena internal rotasi yang

hebat atau tekanan langsung oleh fragmen fraktur acetabulum.

- Kerusakan pembuluh darah (A.Glutea superior)

- Biasanya terjadi pada dislokasi anterior

- Kerusakan kaput femur

Komplikasi lanjut

- Nekrosis avaskular

- Miositis ossifikans

- Rekurent dislokasi

- Osteoarthritis

C. Aspek Medikolegal pada Trauma

1. Luka

1.1. Definisi Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh

trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

listrik atau gigitan hewan.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Didalam

melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,

pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari

permasalahan jenis luka yang terjadi, dan jenis kekerasan yang menyebabkan

luka

1.2. Klasifikasi Luka

Berdasarkan Etiologi :

1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)

Berdasarkan Jenis Benda

1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury) Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.

2.a. Luka lecet (abrasion):

Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:

Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.

Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan luka, seperti :

- Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.

- Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.

- Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.

- Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus

yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.

- Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.

Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.

b. Luka memar (contusion)

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban.

c. Luka robek, retak, koyak (laceration)

Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang. Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di meja hakim.Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet atau luka memar.Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul.

3. Jenis luka akibat benda tajamBenda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.

b. Luka tusuk (stab wound)

Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbauSelain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.

c. Luka bacok (chop wound)Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.

4. Luka akibat tembakan senjata apiLuka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka

tembak tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada dinding.

5. Jenis luka akibat suhu / temperatur

a) Benda bersuhu tinggiKekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.

Perbedaan Orang yang luka bakar sewaktu hidup dan telah mati

Hidup Mati

Eritema Ada, karena respon kapiler. Jaringan disekitarnya ada sel inflamasi

Tdk ada

Bula Ada,mengandung serum Bula mengandung udara

b) Benda bersuhu rendah.Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.

6. Luka akibat trauma listrik Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas.

Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.

7. Luka akibat petirPetir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.

8. Jenis luka akibat zat kimia korosifZat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.

Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :(a) Golongan Asam.Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :• Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.• Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.• Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.• Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:• Mengekstraksi air dari jaringan.• Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.• Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:• Terlihat kering.• Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning kehijauan.• Perabaan keras dan kasar.(b) Golongan Basa.Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :• KOH• NaOH• NH4OHCara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:• Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun.• Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini:• Terlihat basah dan edematus• Berwarna merah kecoklatan• Perabaan lunak dan licin.

1.3. Penentuan Waktu Terjadinya Kekerasan

Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan

penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa

serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi

tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat digunakan sebagai bahan analisa

guna mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan dengan alibi

seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorang dituduh atau dihukum

jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat

kejadian perkara.

Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan apakah luka

terjadi ante mortem atau post mortem.

Luka ante mortem atau post mortem

Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu

terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu

dicari ada tidaknya tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi

sebelum mati dan demikian pula sebaliknya.

Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang

menunjukkan bahwa :

1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.

Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan

hidup ketika terjadi trauma antara lain :

a. Retraksi jaringan.

Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan

kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka

memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan

menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka

bentuk luka tidak begitu menganga.

b. Retraksi vaskuler.

Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :

Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa:

Eritema (kulit berwarna kemerahan)

Vesikel atau bulla

Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :

- Kontusio atau memar.

c. Retraksi mikroorganisme (infeksi)

Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah

tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :

Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit

sesudah trauma).

Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30

menit sesudah trauma)

Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah

trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.

2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma

Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi

ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :

a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)

Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan

yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus memompa

darah lewat luka.Berbeda dengan trauma yang terjadi sesudah mati

sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga

jumlah lukanya tidak banyak.

Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :

Perdarahan internal :

Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan

(rongga perut, rongga panggul, rongga dada, rongga kepala

dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu

otopsi.

Perdarahan eksternal :

Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat

disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda

anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-

tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.

b. Emboli udara.

Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial

(sistemik). Emboliudara venosa terjadi jika lumen dari vena yang

terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik, seperti

misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk

ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang

terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru

sehingga dapat mengganggu fungsinya.

Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara

venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari

tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang menembus

paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk

pembuluh darah koroner atau otak.

c. Emboli lemak.

Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai

jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang

panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami

pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang

pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju

daerah paru-paru.

d. Pneumotorak

Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita

luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka

berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru

akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.

Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak

yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru

sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.

e. Emfisema kulit krepitasi

Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk

pau-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke

jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi

disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika

trauma terjadi sesudah orang meninggal.

2. Fraktur Tulang

Fraktur dapat terjadi karena :

o Benda tumpul : jika pada tengkorak, benda tumpul yang mendekati kepala,maka bagian yang fraktur akan tertekan ke dalam (kompresi). Tapi untuk kepala yang mendekati benda tumpul (kecelakaan lalu lintas) maka bentuk fraktur adalah linier.

o Kasus penembakan: kerusakannya berbentuk corong . Bila arah fraktur ke kiri, maka peluru berasal dari kanan,begitu juga sebaliknya.

Arah datangnya kekerasan/pukulan : dillihat dari arah patahnya tulang tersebut.