blakasuta edisi 16

24
F orum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) dengan berbagai varian nama dan bentuknya sejatinya adalah wadah bertemunya aparat kepolisian dan masyarakat dalam ruang yang mengedepankan kebersamaan, baik dalam pembahasan maupun tindakan. Tidak hanya dalam soal Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), tetapi dalam isu-isu sosial dan kemanusiaan lainya. Di Yogyakarta, aktifis FKPM, yang dikenal sebagai aktivis Pokja (Kelompok Kerja) Community Oriented Policing (COP), telah membuktikan hal ini. Dengan adanya COP di Malioboro, tingkat kriminalitas di lingkungan setempat menurun. Realitas serupa terjadi di Kabupaten Kutai di di Kabupaten Kutai di Potret Dua FKPM: Utamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), di mana FKPM mampu membuktikan diri sebagai mitra polisi dengan membekuk sindikat trafiking. Walau tentu belum pas rasanya jika dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan COP Jogja atau di Kalimantan Timur, di edisi kali ini, kita akan bersama- sama menengok dua FKPM yang baru saja bergerak di dua desa, yaitu FKPM Tridaya di Kecamatan Gebang dan FKMC (Forum Komunikasi Masyarakat Ciborelang) di Desa Ciborelang Majalengka. Meski usia kedua FKPM itu masih seumur jagung, mari kita tengok apa saja yang mereka rencanakan dan lakukan? Termasuk bersambung ke hal. 11 FKMC (Forum Komunikasi Masyarakat Ciborelang) Majalengka siap membangun kemitraan dengan Polisi mendorong masyarakat sadar keamanan (Masdarkam). Tampak dalam foto Kapolsek Jawangi AKP Abdul Faah menyalami pengurus FKMC. Berita terkait di halaman 3 DAFTAR ISI: POTRET DUA FKPM Utamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat Perubahan Kecil untuk Makna yang Besar Peran Polmas dalam Pengamanan Pemilu 2009 Kisah Duka TKW Asal Cirebon Berharap Kembali Normal, agar Bisa Bantu Orang Tua… POLMAS Mendorong Polisi Lebih Memasyarakat Asep Rambo Berharap Perda Pro PKL Lilis Sri Sukaesih Awalnya Jadi Korban,Kini Pejuang Pembela TKI Daerah Produksi Cuing Terbesar Kurang Perhaan Pemerintah Fatwa Menjadi Buruh Migran Tidak Berdokumen Rakom se-Wilayah III Cirebon Bentuk Jaringan Lokal Pemda Cirebon Segera Sahkan Anggaran Penyusunan Raperda An Trafiking Bayt al-Hikmah Selenggarakan Pelahan Jurnalisme Polresta Cirebon Siap Kawal Pemilu 2009 buletin Risalah Kemanusiaan untuk Komunitas Vol. 16 th. 2009 Februari 2009 3 6 8 14 16 18 19 21 22 1 2 2 Edisi 16 Februari 2009 9 foto: doc. fahmina Kemitraan polisi dan masyarakat adalah mutlak dan niscaya adanya untuk sebuah tatanan masyarakat yang beradab, aman, dan sehat. Apapun potensi kerawanan sosial yang muncul, dengan kemitraan akan mudah dicarikan pilihan pencegahan dan solusinya.

Upload: anand-the-larose

Post on 12-Mar-2016

240 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Blakasuta | Risalah Kemanusiaan untuk Komunitas

TRANSCRIPT

Page 1: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) dengan berbagai varian nama dan bentuknya sejatinya adalah

wadah bertemunya aparat kepolisian dan masyarakat dalam ruang yang mengedepankan kebersamaan, baik dalam pembahasan maupun tindakan. Tidak hanya dalam soal Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), tetapi dalam isu-isu sosial dan kemanusiaan lainya. Di Yogyakarta, aktifis FKPM, yang dikenal sebagai aktivis Pokja (Kelompok Kerja) Community Oriented Policing (COP), telah membuktikan hal ini. Dengan adanya COP di Malioboro, tingkat kriminalitas di lingkungan setempat menurun. Realitas serupa terjadi di Kabupaten Kutai didi Kabupaten Kutai di

Potret Dua FKPM:

Utamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat

Kalimantan Timur (Kaltim), di mana FKPM mampu membuktikan diri sebagai mitra polisi dengan membekuk sindikat trafiking.

Walau tentu belum pas rasanya jika dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan COP Jogja atau di Kalimantan Timur, di edisi kali ini, kita akan bersama-sama menengok dua FKPM yang baru saja bergerak di dua desa, yaitu FKPM Tridaya di Kecamatan Gebang dan FKMC (Forum Komunikasi Masyarakat Ciborelang) di Desa Ciborelang Majalengka. Meski usia kedua FKPM itu masih seumur jagung, mari kita tengok apa saja yang mereka rencanakan dan lakukan? Termasuk

bersambung ke hal. 11

FKMC (Forum Komunikasi Masyarakat Ciborelang) Majalengka siap membangun kemitraan dengan Polisi mendorong masyarakat sadar keamanan (Masdarkam). Tampak dalam foto Kapolsek Jatiwangi AKP Abdul

Fattah menyalami pengurus FKMC. Berita terkait di halaman 3

DaFtar IsI:

POTRET DUA FKPMUtamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat

Perubahan Kecil untuk Makna yang Besar

Peran Polmas dalam Pengamanan Pemilu 2009

Kisah Duka TKW Asal CirebonBerharap Kembali Normal, agar Bisa Bantu Orang Tua…

POLMASMendorong Polisi Lebih Memasyarakat

Asep RamboBerharap Perda Pro PKL

Lilis Sri SukaesihAwalnya Jadi Korban,Kini Pejuang Pembela TKI

Daerah Produksi Cuing Terbesar Kurang Perhatian Pemerintah

FatwaMenjadi Buruh MigranTidak Berdokumen

Rakom se-Wilayah III Cirebon Bentuk Jaringan Lokal

Pemda Cirebon Segera Sahkan Anggaran Penyusunan Raperda Anti Trafiking

Bayt al-Hikmah Selenggarakan Pelatihan Jurnalisme

Polresta CirebonSiap Kawal Pemilu 2009

buletin

Risalah Kemanusiaan untuk KomunitasVol.

16 th

. 200

9F

eb

ru

ar

i

20

09

3

6

8

14

16

18

19

21

22

1

2

2

Edisi 16 Februari 2009

9

foto: doc. fahmina

Kemitraan polisi dan masyarakat adalah mutlak dan niscaya adanya untuk sebuah tatanan masyarakat yang beradab, aman, dan sehat. Apapun potensi kerawanan sosial yang muncul, dengan kemitraan akan mudah dicarikan pilihan pencegahan dan solusinya.

Page 2: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

Perubahan Kecil untuk Makna yang Besar

Dari sebuah desa, perubahan bisa saja datang. Desa ibarat miniatur negara. Di desa, pemilihan Kepala Desa umumnya dipilih langsung. Ada

birokrasi Desa. Ada rakyat. Ada wilayah. Maka, apapun gagasan perubahan bagi bangsa ini bisa diujicobakan secara mikro di sebuah desa. Demikian juga dengan gagasan Polmas, yang berbasis komunitas desa, adalah sebuah perubahan yang sejatinya ingin dimulai dari tingkat bawah. Terutama soal partisipasi masyarakat untuk membantu kerja-kerja kepolisian maupun menyelesaikan persoalan di tingkat masyarakat itu sendiri. Meskipun kita menyadari bahwa reformasi Kepolisian juga bergantung pada perubahan internal lembaga polisi itu sendiri.

Dari sebuah desa, Desa Serang Wetan Kabupaten Cirebon dan Desa Ciborelang Kabupaten Majalengka, upaya perubahan itu dilakukan. Dua FKPM bergerak, FKPM Tridaya dari Desa Serang Wetan dan Forum Komunikasi Ciborelang Majalengka (FKCM). Mereka bergerak untuk mengidentifikasi persoalan yang muncul dari masing-masing desanya, kemudian mencarikan solusi melalui rembug warga. Persoalan KDRT, trafiking, buruh migran bermasalah, hingga antisipasi keamanan Pemilu 2009. Apa saja yang mereka rencanakan dan lakukan, kali ini menjadi laporan utama Blakasuta edisi 16 ini.

Dalam laporan khusus, di antaranya, mengungkap derita yang dialami sebagian TKW yang telah pulang kampung. Banyak cerita memilukan. Berharap hujan emas di negeri orang, mereka pulang sebagai pesakitan. Pentingnya perlindungan hukum bagi PKL menjadi pikiran utama dalam perjuangan Asep Rambo, seorang tokoh PKL di Kota Cirebon. Kisah sosial-biografis Lilis Sri Sukaesih dari buruh migran bermasalah hingga menjadi aktifis pembela hak-hak buruh migran di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) juga menjadi perhatian Blakasuta edisi ini.

Perubahan bisa dimulai dari sebuah wilayah kecil, desa, wong cilik, dan hal-hal kecil. Meski begitu, maknanya sangat besar bagi banyak orang.

Selamat membaca!

Pesta demokrasi di negeri ini kembali dirayakan dengan penyelenggaraan Pemilu 2009. Kali ini, KPU menetapkan 34 partai yang akan menjadi peserta Pemilu. Sejak Juli 2008, kampanye pun dimulai. Meski baru sebatas

sosialisasi media dan kampanye tertutup, kecemasan akan munculnya kekerasan akibat dampak pemilu tetap dirasakan. Apalagi dengan dimulainya kampanye terbuka pada tanggal 16 Maret mendatang. Sudah bisa diduga, akan banyak arak-arakan, pengerahan massa dan pawai. Kekhawatiran akan terjadinya kekerasan pun makin menguat.

Belajar dari Pemilu 2004 dan sejumlah Pilkada, kekerasan akibat pesta demokrasi kadang tak terhindarkan. Konflik politik yang diciptakan oleh kalangan elit, sengaja atau tidak sengaja kerap memunculkan konflik horizontal di kalangan akar rumput. Sebagai contoh, kasus Pilkada Maluku Utara yang melibatkan dua kandidat Abdul Gafur dan Syafrudin Fabanyo, kekerasan demi kekerasan muncul dari pendukung kedua belah pihak. Pilkada Jawa Timur, meskipun sudah selesai, dan gubernur dan wakil gubernur terpilih sudah dilantik, tampaknya masih menyisakan gejolak politik.

Sejumlah kalangan menilai, gairah masyarakat dalam Pilkada berbeda dengan Pemilu. Ketika Pilkada, biasanya mesin-mesin partai agak lamban bergerak, karena hanya mendukung satu paket kontestan individu. �ni berbeda denganestan individu. �ni berbeda dengan Pemilu yang banyak melibatkan banyak kontestan individu baik di tingkat DPRD Kabupaten dan Kota, DPRD Provinsi hingga DPR Pusat. Apalagi munculnya amar putusan MK, tentang suara terbanyak. Gesekan bukan hanya antar partai, tetapi justru sesama caleg satu partai. Akibatnya, roda mesin partai biasanya lebih cepat berputar.

Dengan sedikit ilustrasi di atas, Pemerintah didukung DPR memiliki legiti-masi dengan menganggarkan dana sebesar Rp. 2,4 triliun untuk pengamanan Pe-milu. Anggaran ini meningkat 85 persen dibandingkan biaya pengamanan Pemilu 2004, yang hanya sebanyak Rp. 1,3 triliun. Dana Rp. 2,4 triliun ini penggunaannya untuk Polri sebagai penanggung jawab keamanan Rp. 1,8 triliun, dan TN� sebagai pendukung mendapat Rp. 600 miliar.

Meskipun anggarannya besar, ternyata juga belum menjamin pesta demokrasi lima tahunan ini akan terhindar dari konflik jika tidak didukung oleh kesadaran berpolitik masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diharapkan dewasa dalam berpolitik, tidak mudah terpancing dan terprovokasi oleh konflik-konflik yang dihembuskan elit partai. Baik konflik pelanggaran prosedur pemilu maupun konflik karena ketidaktegasan regulator pemilu itu sendiri (KPU).

Sudah saatnya kita mengonsolidasikan lembaga-lembaga komunitas yang netral di tingkat desa sebagai katalisator dan pendeteksian dini potensi kekerasan akibat Pemilu. Sementara polisi sebagai penanggung jawab keamanan Pemilu, bisa mengambil posisi sebagai fasilitator di tengah berbagai kekuatan dan kelompok yang ada di masyarakat. Dalam situasi demikian, kiranya keberadaan Polmas dengan FKPM-nya bisa

Peran Polmas dalam Pengamanan PeMilu 2009

Oleh : Erlinus Thahar

salam redaksi

gerbang

susunan redaksi:Penanggung Jawab: KH. Husein Muhammad, Redaksi Ahli: Faqihuddin Abdul Kodir, Marzuki Wahid, Nurul Huda, Pemimpin Redaksi: Erlinus Thahar, Redaksi Pelaksana: Alimah, Tim Redaksi: Rozikoh, Alifatul Arifiati, Vera Sofaryanti, Ade Duryawan, Kontributor: Saptaguna, Penyelaras Akhir: Ali Mursyid, Setting Layout: an@nd, Printing: BMB Cirebon, Penerbit: fahmina-institute, Alamat Redaksi: Jl. Suratno No. 37 Cirebon, Jawa Barat 45124 Telp./Fax. (0231) 203789 website: www.fahmina.or.id Mail: [email protected] menerima sumbangan tulisan yang berkaitan dengan upaya penguatan masyarakat sipil dan proses kemandirian warga di pedesaan/kelurahan. Redaksi berhak mengedit tulisan tersebut dengan tidak mengubah substansi. Setiap tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dalam Rubrik Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis bersangkutan.

Edisi 16 Februari 2009

Page 3: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

Rasa was was tak henti-hentinya menggelayuti hati keluarganya. Bagaimana tidak, bukan sebulan

dua bulan, dia dan suaminya Cim (50 tahun) merawat kedua puterinya dengan keuangan yang sangat terbatas. Pasangan suami isteri asal Ujung Semi, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon ini harus membiayai pengobatan Yu dan �m, dengan biaya yang tergolong cukup mahal.

Oleh dokter Rumah Sakit (RS) setempat, keduanya diduga mengalami gangguan jiwa akibat penyiksaan

yang diterimanya semasa menjadi TKW. Mau tidak mau, keduanya harus mendapat perawatan khusus. Sedangkan pendapatan suaminya, Cim, sebagai penambal ban sepeda angin (ontel), sungguh sangat tidak menyukupi. Belum lagi kebutuhan kedua puteranya yang lain.

Semua itu berawal dari kepulangan �m dan Yu sebagai TKW di Amman, Jordania, sekitar enam bulanan lalu, tepatnya pertengahan September 2008. Saat itu, Im dijemput keluarganya dari PJTKI Musafir Kelana Jakarta yang telah menyalurkannya sebagai TKW. Ketika dijemput, Im sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah sekitar 25 hari dirawat di penampungan PJTK� tersebut.

Sementara Yu, kakak perempuan �m, hampir empat tahun berada di rumah dalam keadaan yang tidak jauh berbeda dengan �m. Yu pulang pada tahun 2005 dalam keadaan sudah terganggu jiwanya. Kondisi Yu kini memang tak separah apa yang dialami �m, yang membutuhkan biaya cukup besar untuk perawatannya. Namun perilaku dan kondisilah, yang terkadang membuat keluarganya kian khawatir.

Menurut Un, Yu yang sebelumnya dikenal ceria, kini menjadi pemurung dan penyendiri. Sehari-hari hanya mendekam di kamarnya, tidak mau lagi berbaur

laporan khusus

didayagunakan. Polmas melalui wadah FKPM bisa mengambil peran yang sangat strategis dalam pengamanan Pemilu, di antaranya:

Pertama, sebagai deteksi dini keamanan. Masyarakat sesungguhnya adalah pihak yang pertama kali mengerti dan merasakan masalah yang ada dan berkembang di wilayahnya. Polmas dapat berperan dalam mengagregasi arus-arus informasi ini untuk dianalisis kecenderungannya dan disampaikan kepada pimpinan desa/kelurahan dan kepolisian secara lebih dini. Singkatnya, untuk pencegahan kekerasan akibat potensi konflik pemilu, perlu dihidupkan lagi forum-forum rembug warga yang bisa juga melibatkan unsur kepolisian di tingkat Babinkamtibmas.

Kedua, sebagai penanganan preventif sosial. Polmas dapat pula memfasilitasi problem gangguan sosial selama sifat gangguan tersebut belum memasuki ranah ‘pelanggaran’ atau ‘kejahatan’ pidana, sebagaimana diatur oleh KUHP.

Ketiga, pembantuan penegakan hukum. Polmas dapat pula mendukung aparat penegak hukum dalam tindakan-tindakan penegakan hukum di masyarakat apabila dibutuhkan. Polmas juga dapat mendampingi masyarakat dalam menyampaikan persoalan hukum mereka kepada pimpinan desa/kelurahan, pemerintah daerah ataupun otoritas pelaksana dan pengawas Pemilu (KPU dan Panwas).

Keempat, sebagai katalisator pengembangan kesadaran dan keterlibatan masyarakat. Melihat kecenderungan masyarakat yang mulai apatis terhadap penanganan gangguan keamanan serta pentingnya kerjasama Polisi dan masyarakat dalam menghadapi gangguan keamanan tersebut, Polmas dapat bertindak dengan memberi contoh yang baik bagaimana sebuah kemitraan polisi dan masyarakat dapat membawa dampak positif. Polmas dapat pula melaksanankan program kampanye di tingkat komunitas untuk mendorong pemahaman dan keterlibatan masyarakat.

Pemilu 2009, meski dipandang pesimis oleh sebagian pihak, tetap merupakan ruang harapan bagi perbaikan kehidupan masyarakat banyak. Tentu kita tidak berharap pesta demokrasi rakyat ini justru menuai dan melahirkan kekerasan, yang justru merugikan rakyat. ***

Kisah Duka TKW Asal Cirebon

Kalimat di atas meluncur dari bibir Un (45 tahun), ketika

menceritakan kondisi kedua puterinya. Perempuan paruh baya

itu adalah seorang ibu yang kini tengah resah memikirkan kedua

putrinya, Yu (25) dan Im(23). Keduanya mengalami gangguan

kejiwaan, tepatnya setelah kembali dari Jordania, negeri tempat

mereka bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) sebagai

pekerja rumah tangga (PRT).

“Berharap Kembali Normal, agar Bisa Bantu Orang Tua…”

Foto: http://www.iom.or.id

Page 4: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

dengan tetangga ataupun teman-teman sebayanya. Bahkan pola makannya pun sudah tidak sehat lagi. Dia jarang makan, dan akhir-akhir ini hanya mau minum air putih. Dia terlihat ringkih, warna kulitnya yang memang putih terlihat semakin pucat, badannya kian hari kian kurus, dibandingkan sebelum pemberangkatannya ke Jordania pada tahun 2003 silam.

“Yu juga tidak pernah mau kalau disuruh minum obat. Berbeda dengan �m yang rutin minum obat. Tapi yang membuat kami takut, jika sudah tengah malam �m sering sekali menjerit. Selama ini kami juga sudah ke dokter, tabib, dan kyai, tapi belum ada hasil. Padahal �m pengennya berangkat lagi, tapi saya larang karena kondisinya belum sehat,” ungkap Un kepada Blakasuta ketika ditemui di kediamannya pada Jumat (5/2/09).

PJtKI tidak Mau Bertanggung JawabKetika Blakasuta berkunjung bersama

Rozikoh dari Fahmina-institute, Sa’adah dari Mawar Balqis, Castra Adji Sarosa dari Forum Warga Buruh Migran �ndonesia (FWBM�), dan Lilis dari Serikat Buruh Migran �ndonesia (SBM�), Yu masih tidak mau keluar menemui kami.

Berbeda dengan Yu, meskipun hanya diam dan menunduk ketika kami menanyakan sesuatu tentang dirinya, �m mau keluar dan menemui kami. Sesekali, ketika di antara kami ada yang bertanya, �m menjawab dengan diam dan menggelengkan kepala dengan tatapan mata kosong.

“Yu memang selalu begitu, tak mau keluar dari kamarnya. Kami paksa juga percuma, dia masih merasa takut ketemu orang. Kalau �m masih trauma atas penyiksaan yang dilakukan majikannya. Karena dulu, pertama kali di rumah majikan, dia cerita kalau dia sering disiksa sama majikannya. Terkadang hanya karena sepotong roti, kepalanya dibentur-benturkan ke tembok oleh majikannya, dijambak rambutnya, dan sering dipukulin,” ungkap Un sambil menahan jatuh air matanya.

Selama berbulan-bulan berada di rumah dalam keadaan terganggu jiwanya, nasib Yu dan �m memang tidak diketahui sama sekali oleh pihak PJTK� yang menyalurkannya ke Jordania. Seperti PJKTI Musafir Kelana, demikian juga PJKT� penyalur �m ke Jordania. Sampai

laporan khusus

itu, kami masih mengusahakannya agar korban tidak keluar biaya,” jelas Castra.

Castra juga merasa yakin dan optimis segalanya akan berjalan lancar, apalagi sekarang banyak pihak yang mendukung, seperti Fahmina-institute, Mawar Balqis di Cirebon, dan Biro Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Cirebon. “Sekarang tinggal bagaimana �m dan Yu, mereka mau diajak ke Jakarta atau tidak. �nformasi terakhir yang diterima dari keluarganya, mereka sudah bersedia untuk ikut ke Jakarta, untuk berobat dan dibawa ke psikiater,” tegas Castra.

Pemerintah Masih abai Nasib tKINasib yang menimpa �m dan

Yu memang menyedihkan. Betapa tidak, keinginannya untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang tinggi harus dibayar mahal dengan pukulan, tendangan, dan ulah kejam majikannya. Setibanya di Tanah Air, mereka juga masih harus menderita

saat ini, PJTK�-nya belum bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada �m. Meskipun selama ini �m dan Yu mendapat bantuan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), namun Un dan suaminya masih harus menanggung biaya untuk menebus obat per bulannya, yaitu 1.300.000 rupiah per bulan.

Menurut Castra, Ketua FWBM� yang tengah mendampingi kasus Yu dan �m, PJKTI Musafir Kelana sama sekali tidak bertanggung jawab. Padahal seharusnya mereka ikut memonitor dan bertanggung jawab atas nasib yang dialami oleh TK�-nya.

“Sebenarnya dari awal pengembalian �m ke orang tuanya, masalah itu sudah muncul,” ungkap Castra. Pertama, lanjut Castra, kepulangan �m dan selama 25 hari dirawat di PJKT�, orang tuanya tidak pernah diberitahu oleh pihak PJKT�. Orang tua �m diberitahu setelah hari ke-25. Kedua, ketika di tengah perjalanan pulang menuju rumah, mereka dipaksa menandatangani dokumen yang sama sekali tidak mereka pahami isinya. Mereka juga diancam akan diturunkan di tengah jalan, jika tidak menandatangani dokumen tersebut.

Sedangkan selama 17 bulan kerja, �m baru digaji delapan bulan kerja. Sampai saat ini tidak ada informasi lebih lanjut terkait gaji yang harus diterima �m. “Kami akan berusaha membantu mengurus masalah ini hingga selesai, terutama berkaitan dengan hak-hak �m,” ujar Castra.

Langkah pertama yang akan dilakukan adalah bagaimana membantu agar kondisi �m dan Yu kembali normal. Karena ini juga akan mempermudah proses berikutnya, yaitu mengurus persoalan gaji �m. “Kebetulan ada salah satu Rumah Sakit di Jakarta, yaitu RS Dr Soetomo, yang mau menanggung pengobatan dan perawatan �m dan Yu. Sedangkan transportnya biaya sendiri. Untuk

Edisi 16 Februari 2009

Page 5: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

laporan khusus

dengan kondisi yang sangat mengenaskan dan memprihatinkan. Dalam kondisi tidak berdaya, kedua orang tuanya hanya mampu meminta dibuatkan surat Jamkesmas dari Pemerintah Desa.

Sedangkan Pemerintah selama ini hanya mau meraup keuntungan dari hasil keringat TKW seperti �m dan Yu ini. Pemerintah seakan tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu. Kasus �m dan Yu pun adalah sedikit dari banyak kasus yang terungkap. Masih banyak kasus lain yang menimpa TKW dan TK�. Di luar sana, masih banyak masalah serupa yang sama sekali belum tersentuh perlindungan Pemerintah maupun lembaga sosial lainnya.

Kontribusi TKW dan kaum perempuan lainnya dalam menggerakan ekonomi keluarga dan perekonomian negara belum mendapat apresiasi yang layak dari Pemerintah. Perempuan hingga kini belum mendapatkan haknya untuk memperoleh jaminan hukum sebagai pekerja. Padahal TKW dan TK� jelas-jelas penghasil devisa terbesar bagi negara ini, setelah devisa dari sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas). Namun pemerintah nyata-nyata masih menelantarkan mereka.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan justru diduga melestarikan dan abai terhadap berbagai ketidakadilan yang menimpa PRT Migran �ndonesia. Tak heran, begitu permintaan TK� naik, jumlah perusahaan pengirim tenaga kerja juga menjamur. Tidak semuanya mempunyai izin. Apalagi keuntungan dari pengiriman TK� memang menggiurkan, terutama TKW.

Sejumlah perusahaan memang mempunyai kantor cabang di daerah. Tapi yang umumnya mencari dan merekrut TK� adalah calo. Ada calo resmi yang dibekali dengan surat keterangan dari perusahaan, tapi sebagian besar calo yang gentayangan umumnya calo liar. �mbalan buat mereka juga memikat. Apalagi

dengan diiming-iming gaji yang lumayan, dengan mudah para calo ini dapat memikat warga desa untuk menjadi TK�, terutama kaum perempuan. Belum lagi ditambah dengan janji: setelah dua tahun bekerja, para TK� ini bisa menunaikan ibadah haji.

Seperti diakui Pamong Desa Ujung Semi, Mansur, usaha calo dan PJTK� untuk memburu untung terkadang dilakukan dengan segala macam cara. Misalnya, karena Pemerintah Desa (Pemdes) sekarang makin ketat menyeleksi calon TK�, banyak calo yang mengubah KTP calon TK�. Persyaratan dasar, seperti pendidikan minimal, juga sering tak dipenuhi.

Dengan kata lain, telah terjadi manipulasi. Puluhan ribu TK� agaknya diberangkatkan tanpa seleksi yang benar

oleh para PJTK�, sebelum para TK� atau TKW diberangkatkan kerja ke luar. Seharusnya tidak ada lagi keluhan TK� yang tidak siap secara mental. Disarankan kepada para calon tenaga kerja ke luar negeri, sebaiknya meminta waktu atau kesempatan pembekalan dan latihan kerja, sesuai dengan lapangan kerja yang hendak ditekuni di luar negeri. (a5)

Mansur “juragan” Pamong Desa Ujungsemi

foto

: doc

. fah

min

a

dan tanpa dibekali pendidikan dan pelatihan yang memadai. Hingga pantas apabila di negara penerima TK� kemudian terjadi berbagai kerepotan.

Jika tujuannya bekerja, mestinya para TK� dibekali keahlian khusus. Kebiasaan-kebiasaan di sana atau budaya di sana juga mesti dipelajari. Persiapan dan pembekalan ini mestinya dilakukan

Page 6: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

Di negeri ini, selain lembaga peradilan dan DPR, kepolisian adalah institusi yang kinerjanya

banyak disorot publik. Setidaknya, hal itu ditunjukkan data pengaduan masyarakat yang masuk ke Komisi Oumbudsman Republik �ndonesia (OR�). Sepanjang tahun 2008, Komisi Oumbudsman menerima 235 pengaduan masyarakat. Dari jumlah itu, yang banyak dikeluhkan adalah pelayanan Polri, sebanyak 79 kasus. Tidak hanya itu, selama lima tahun terakhir sejak tahun 2004, keluhan terhadap polisi selalu menduduki posisi teratas. Tahun-tahun sebelumnya, posisi tertinggi didominasi oleh lembaga peradilan.

Memperbaiki Citra, Memperbarui Orientasi

Sosok Polisi ideal pada kenyataannya tidak mudah diwujudkan sepenuhnya, bila hanya Polisi yang mengupayakannya sendiri. Partisipasi dan dukungan masyarakat akan lebih menentukan Polisi macam apa yang diidealkan. Dalam hal ini, prinsip kegunaan (utility) lebih menentukan daripada prinsip-prinsip lain. Yaitu prinsip yang menyatakan bahwa polisi yang dibutuhkan adalah polisi yang jelas-jelas bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk itulah, relasi antara Polisi dan masyarakat harus didorong supaya harmonis, terbuka, dan dekat. Soal hubungan di antara keduanya, Satjipto Rahardjo, Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, menganalogikan dengan “ikan dan air”. �kan tidak bisa hidup tanpa air. Sama halnya Polisi, ia tidak akan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik tanpa dukungan masyarakat. Dukungan tulus dan ikhlas mutlak diperlukan untuk kelancaran tugas, sesuai dengan yang diamanatkan doktrin Polisi mutakhir, yakni bergandengan tangan dengan seluruh komponen strategis

POlMASMendorong Polisi lebih Memasyarakat

masyarakat. Memperkuat Kemitraan Polisi-Masyarakat

Masyarakat adalah nyata-nyata komunitas yang dilayani oleh institusi kepolisian. Namun anehnya, seringkali masyarakat merasa tidak memiliki keterkaitan dengan Polisi kecuali dalam beberapa hal, seperti tersangkut masalah kriminal atau berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas. Bahkan, sebagian besar masyarakat kita cenderung segan, merasa tidak nyaman, dan takut ketika mengunjungi kantor Polisi. Sebisa mungkin orang akan menghindar agar tidak berurusan dengan Polisi. Di pihak Polisi sendiri, mereka terkesan jarang sekali berhubungan langsung dengan masyarakat, kecuali terkait perkara kriminalitas dan pelanggaran lalu lintas. Dari sinilah, kesenjangan jarak antara Polisi dengan masyarakat sebetulnya mulai terpupuk.

Kesan dan citra buruk masyarakat terhadap peran, tugas dan lembaga kepolisian, akan membatasi ruang gerak kepolisian dalam menjalankan peran dan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Selain itu akan mempersempit akses keterbukaan hubungan yang lebih intim antara Polisi dengan masyarakat. Dalam hal ini polisi perlu di dorong lebih memasyarakat, agar masyarakat dapat memahami dengan benar apa saja yang menjadi tugas kepolisian, yang mencakup seluruh aspek sosial dari kenyamanan dan ketertiban umum.

Tidak hanya terbatas mengurusi kasus-kasus kejahatan (kriminalitas) atau ketertiban lalu lintas. Untuk itu, dalam menangani berbagai kasus yang terjadi yang dibutuhkan tidak cukup tindakan-tindakan kuratif, tetapi juga bersifat pencegahan (preventif).

Sekarang tantangan polisi semakin berat di tengah beragamnya bentuk dan modus kriminalitas, serta kompleksnya persoalan sosial yang terus berkembang. Lagi-lagi Polisi tidak mungkin bekerja sendirian. Terlebih di bawah tuntutan banyak mandat yang datang dari berbagai pihak, baik hukum, undang-undang, maupun dari stakeholder. Polisi perlu partner. Masyarakat sebagai sumber informasi dan sekaligus subyek yang diberdayakan bisa terlibat aktif mengambil peran-peran perpolisian guna mewujudkan masyarakat yang aman, tenteram dan harmonis

Jika Polisi ingin menyelesaikan persoalan-persoalan sosial secara benar, maka tidak lain ia harus terjun

o p i n i

Oleh Ade Duryawan *)

Page 7: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

opini

ke masyarakat, bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial nyata. Selayaknya Polisi tidak mengambil jarak dengan masyarakat. Sebaliknya, ia dituntut mampu menjalin hubungan baik. Ada kalanya Polisi, bila perlu, harus menanggalkan seragam, untuk bergaul dan berbaur dengan warga. Dengan begitu, diharapkan Polisi akan peka terhadap berbagai persoalan sosial yang ada dan berkembang. Tidak hanya menunggu laporan atau aduan dari masyarakat saja.

Upaya mendekatkan polisi dengan masyarakat harus dimulai dengan terlebih dahulu mengubah orientasi perpolisian. Jika dulu masyarakat hanyalah obyek perpolisian, kini mereka harus didorong sebagai subyek perpolisian. Di sisi lain, kedekatan dengan masyarakat harus diwujudkan Polisi dengan turun langsung di tengah-tengah komunitas masyarakat. Melakukan tugas dengan pendekatan sosial, kultural, kedekatan emosional, penuh empati, dan tidak menggunakan cara-cara kekerasan atau arogansi ala militer. Hanya dengan cara-cara pendekatan humanis itulah, diharapkan konsep Perpolisan Masyarakat dapat diwujudkan.

Prinsip Perpolisan Masyarakat menekankan pada 3 (tiga) aspek, penuntasan masalah, sepenuhnya berorientasi terhadap pelayanan sosial atau jasa-jasa publik, serta prinsip perpolisian dengan mengandalkan pada sumber daya setempat. Orientasi Perpolisan Masyarakat sendiri terletak pada peran aktif masyarakat dalam

memelihara ketertiban dan kondusifitas lingkungannya. Sedangkan fungsi polisi sendiri adalah sebagai negosiator atau fasilitator. �a bersama-sama dengan masyarakat mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi.

Dalam program Perpolisian Masyarakat, polisi senantiasa dituntut untuk mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas, serta lebih mengedepankan pencegahan kejahatan, dan juga berupaya ikut serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat) adalah salah satu wadah yang stategis. Tentu, jika kerjanya tidak atas intruksi, tetapi betul-betul bekerja sebagai forum diskusi bagi penyelesaian masalah sosial. Pola-pola perpolisian masyarakat adalah segala pola yang mendorong diskusi bersama antara polisi dan warga. Pola-pola dan konsep seperti ini yang dilakukan FKPM termasuk warga Desa Ciborelang Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka dan masyarakat tiga desa di Kec. Gebang Kabupaten Cirebon.

Polisi Sektor (Polsek) Jatiwangi dengan warga Desa Ciborelang terus menjalin hubungan kerjasama. Radio Komunitas Caraka FM yang merupakan radionya warga desa Ciborelang berperan sebagai media sosialiasi bagi pencegahan kejahatan trafiking dan informasi seputar isu-isu buruh migran. Hal yang sama juga dilakukan di Serang Wetan dan dua desa lainnya di Kecamatan Gebang. Meski

Tertarik dengan isu-isu seputar perempuan dan Islam?

klik di:

www.fahmina.or.id

di Gebang, belum ada radio komunitas, komunikasi untuk mengembangkan gerakan Polmas dilakukan dengan rembug warga dan dialog-dialog informal para aktifisnya dengan masyarakat.

Di Ciborelang, polisi setempat tampak antusias untuk terlibat aktif dalam setiap pertemuan-pertemuan warga (forum warga) yang digagas bersama. Tugas mereka pun sebagai aparat kepolisian sedikit banyak terbantu. Kemitraan antara Polisi, Radio Komunitas, dan masyarakat yang terjalin, memang belum sepenuhnya optimal dan efektif. Di Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon tidak jauh berbeda dengan Cibolerang. Upaya ini adalah langkahpaya ini adalah langkah awal untuk mendekatkan polisi dengan masyarakat. Kita berharap selanjutnya forum polisi dan warga di dua desa tersebut bisa melangkah lebih jauh lagi untuk merespon dan menyikapi berbagai persoalan sosial lokal lain yang muncul kemudian.

Dalam konteks Perpolisian Masyarakat, sungguh ruang kerja polisi tidaklah sempit. Bukan hanya terbatas di kantor, jalan raya, atau asrama, melainkan lebih luas dari itu, wilayah kerja polisi mencakup pula “komunitas masyarakat”. Kita berharap kepolisian tidak berhenti bekerja keras dan sungguh-sungguh untuk mengembalikan jati dirinya sebagai polisi yang betul-betul berorientasi melayani dan mengayomi masyarakat. Semoga.[]

*) Staf Fahmina, Aktif Mendampingi Radio-Radio Komunitas di Wilayah III Cirebon..

Page 8: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

sosok

Mendengar namanya, yang terbayang adalah sosok tokoh “Rambo”, hero sebuah film

Hollywood. Namun sosok itu ternyata tak seperti yang dibayangkan, besar dan berotot. Asep Rambo yang bernama asli Asep Pernawijaya, lelaki usia 45 tahun asal Ciamis Jawa Barat ini, adalah sosok bersahaja, dengan tubuh sedang dan berambut putih. Rambo ternyata singkatan dari “rambut bodas”, dalam bahasa Sunda artinya berambut putih (uban). Sehari-hari Asep Rambo sebagai Sehari-hari Asep Rambo sebagai PKL berjualan Ayam Goreng dan Ayam Bakar di Jalan Kartini Kota Cirebon dengan merek Urang Pasundan.

Pada 20 Desember 2004, paska demo besar PKL se-Kota Cirebon tanggal 19 Desember pada tahun 2004, Asep Rambo yang dikenal sebagai Koordinator PKL Jalan Kartini Cirebon, dengan sejumlah koordinator PKL di berbagai ruas jalan Kota Cirebon lainnnya, mendirikan Forum Pedagang Kaki Lima Cirebon (FPKL).

“Saya merasakan saat itu ikatannya begitu kuat, karena ada rasa senasib sesama PKL yang tergusur akibat kebijakan Pemkot waktu itu,” tutur Asep Rambo di kediamannya. ”Rasa kebersamaan yang tinggi bisa mendorong

2000 orang terlibat dalam demo PKL terbesar sepanjang sejarah tersebut.

Saya rasa itulah modal besar PKL waktu itu,” tuturnya.

Kini, setelah 5 tahun berlalu, Asep Rambo

merindukan masa-masa itu. “Mengembalikan

solidaritas”, tegasnya, ketika ditanya apa

yang dia lakukan pertama kali ketika

terpilih sebagai Wakil Ketua FPKL Kota

Berharap Perda Pro PKlCirebon mendampingi Ketua FPKL Ade Priyanto dalam Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) FPKL Desember 2008 lalu. Semangat yang tinggi itu tergambar ketika beliau bertekad menyelenggarakan Mubeslub. “Saya tidak punya dana sama sekali. Di tengah persoalan hidup yang sulit seperti sekarang ini, saya terus berupaya agar FPKL yang kita dirikan dengan susah payah ini tidak runtuh begitu saja. Apalagi saat ini dalam beberapa kasus, FPKL menjadi satu-satunya wadah aspirasi PKL Kota Cirebon.”

Meski diakui, setelah terbentuknya pengurus baru FPKL, beberapa tantangan besar muncul. Peran FPKL dalam beberapa tahun terakhir belum maksimal. Di sisi lain, keinginan Satpol PP juga kuat untuk menggusur PKL di beberapa tempat, karena dianggap kumuh dan semrawut dan dianggap melanggar Perda Trantib No. 9 tahun 2003.

Lagi-lagi soal Perda No. 9 tahun 2003 ini yang menjadi landasan hukumukum penggusuran PKL. Menurut Asep Rambo, perda ini tak menjawab persoalan penanganan PKL, karena penanganan PKL melalui pendekatan keamanan dan ketertiban. Sementara persoalan sosial ekonominya dilupakan.

Hal inilah yang membuat tekadnya makin kuat untuk membesarkan FPKL di kemudian hari, yang agenda utamanya saat ini untuk mengoreksi Perda No. 9/2003 tersebut, direvisi atau bahkan dicabut, lalu diganti dengan Perda PKL yang mengedepankan pendekatan sosial ekonomi dan pro-PKL. Tumbuhnya PKL dimana-mana, karena adanya ketimpangan sosial ekonomi. Pada sisi lain, PKL juga bisa memberikan kontribusi berupa retribusi, jika dikelola dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat lainnya. Asep Rambo meyakini dengan mengedepankan sisi positif PKL ini. Tidak seperti stigma yang melekat pada PKL saat ini: kumuh, semrawut dan harus digusur! Semoga perjuanganmu berhasil, Mas Asep Rambo! (ET)

Asep Rambo:

“Saya tidak punya dana sama sekali. Di tengah

persoalan hidup yang sulit seperti sekarang ini, saya terus berupaya agar FPKL yang kita dirikan dengan

susah payah ini tidak runtuh begitu saja. Apalagi saat ini

dalam beberapa kasus, FPKL menjadi satu-satunyasatu-satunya

wadah aspirasi PKL Kota Cirebon.”

Edisi 16 Februari 2009

Page 9: Blakasuta edisi 16

Edisi 16 Februari 2009

Semuanya berawal dari perlakuan tidak adil yang diterima diri dan teman-temannya, ketika di asrama penampungan TKW di Jakarta. Ada sesuatu yang tidak beres di tengah penantiannya sebagai calon TKW

di Hongkong. Ketidakberesan itu kian terasa, ketika menyaksikan sikap perlakuan petugas asrama dan satpam dalam memperlakukan calon TKW.

“Saat itu di penampungan banyak sekali teman-teman termasuk saya, mengalami penyakit keputihan dan kelainan lambung. Dari situ, saya tahu bahwa penyebabnya ternyata adalah makanan yang dikonsumsi setiap hari. Nasinya dimasak kurang air, selain itu dari beras yang sudah tidak lazim dimakan manusia. Beras yang bercampur dengan kutu, dan sayurnya labu siem,” ungkap dia mengenang pengalamannya, ketika ditemui Blakasuta di kantor Forum Warga Buruh Migran �ndonesia (FWBM�).

Lilis, begitu sapaan akrabnya, tak mampu lagi menerima perlakuan dari petugas asrama yang kurang pantas. Akhirnya dengan modal nekad, dia berontak dan menggerakkan teman-teman asramanya untuk aksi di dalam asrama.

“Karena kami ini bukan budak belian. Apalagi Satpam yang selalu memperlakukan kami bagai binatang, bentak-bentak melulu. Salah satu tuntutan kami agar Satpam itu dipecat. Akhirnya tuntutan kami didengar, yang sebelumnya hanya nasi dan labu siem, setelah itu bertambah satu tempe.”

tak Henti Memperjuangkan Hak-Hak PerempuanSeakan tak pernah putus asa, Lilis tak henti-

hentinya memberi semangat teman-temannya. Hal serupa juga dilakukannya di Hongkong. Bersama anggota Kotkiho, dia melakukan orasi dengan lebih semangat lagi. Dia juga tak segan-segan mencurahkan

srikandi

Lilis Sri Sukaesih

Awalnya Jadi Korban,Kini Pejuang Pembela TKi

Keberaniannya mampu menggugah kesadaran kaumnya, untuk lebih berani bergerak dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Padahal diakuinya, tidak ada latar belakang khusus yang menyebabkan dirinya terlibat dengan dunia aktivitas sosial, kecuali pengalamannya menjadi TKW di Hongkong. Dari pengalaman itu, dia terus terdorong memperjuangkan hak-hak perempuan yang senasib dengannya. Yakni, perempuan yang mengalami ketertindasan dan ketidakadilan. Dia adalah Lilis Sri Sukaesih (37), yang kini aktif di Bidang Advokasi dan Hukum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cirebon.

Edisi 16 Februari 2009

foto: doc. fahmina

Page 10: Blakasuta edisi 16

10

Edisi 16 Februari 2009

srikandi

segala apa yang pernah dialaminya. “Setelah saya tiba di agency di Hong-

kong, perlakuan tidak mengenakkan juga tetap berlangsung. Sebelum ditempatkan, saya tinggal di kamar seukuran 2x2 de-ngan empat orang TKW lainnya. Setiap kali kami hanya makan dua mie instan. Belum lagi aturan yang melarang kami pergi ke toilet dari pukul 07.00-10.00, tapi saya biasanya nekad,” ujar dia.

Dari situ, lanjut dia, lagi-lagi saya menyaksikan perlakuan tidak adil yang diterima TKW. Karena dengan perlakuan seperti itu bisa membuat calon TKW tidak sehat. Tanggal 28 Agustus 2008, saya baru ditempatkan di rumah majikan. Pertama kali kerja, saya jarang makan makanan yang ada di dapur. Karena selain makanannya banyak yang tidak halal, majikan saya juga melarang saya makan jika tidak disuruh. Saya waktu itu nurut saja, karena saya berfikir saat itu saya ma-sih baru. Alhasil, saya lebih sering makan buah-buahan, itupun terkadang sembu-nyi-sembunyi. Saya sering kelaparan.

Lama-lama saya tidak tahan juga, saya ambruk pingsan pada tanggal 21 September 2008. Kemudian saya dibawa ke klinik. �bu jari saya bernanah, alergi detergen. Karena dianggap tidak ada penyakit yang berbahaya, saya dipulangkan ke rumah majikan. Di rumah majikan, dari pagi sampai sore saya tidak makan apapun, kondisi saya sudah lemah. Sampai tanggal 22 September 2008, saya jatuh pingsan tidak sadarkan diri lagi. Kondisi saya sangat lemah, tapi majikan malah meninggalkan saya tanpa memberikan nomor telepon ataupun alamat. Saat itu, saya divonis menderita infeksi saluran kandung kemih, karena sering menahan air kencing. Karena ditelantarkan oleh majikan, akhirnya saya minta dikembalikan ke agency, di Mongkok Hollywood Plaza. Kebetulan

ada orang baik yang memberikan saya ongkos ke sana.

Kemudian saya melaporkan diri ke agency, bahwa saya ditelantarkan oleh majikan di rumah sakit. Saya juga minta pertanggungjawaban agency, tapi saya dibilang oleh agency bahwa saya akan diinterminite, karena sakit. Saya membalikkan sikap lepas tangan agency, berdasarkan hukum dan peraturan yang pernah saya baca di buku. Dalam peraturan tersebut disebutkan, TK� tidak boleh di PHK sepihak. Akhirnya dengan perkataan itu, saya diovertime satu hari satu malam, tanpa dibayar. Bayaran saya sudah diambil agency.

Padahal saat itu kondisi saya masih lemah. Agency juga mengancam mau membunuh saya, mencekik leher saya. Hingga suatu saat saya bertemu anggota Kotkiho, mereka menyarankan agar saya tidak usah kembali ke agency. Menurut mereka, agency itu jahat, dan mereka juga biasa memperjualbelikan TKW. Akhirnya, saya bergabung dengan Kotkiho, saya juga ikut orasi dalam aksi yang dilakukan Kotkiho seminggu sekali. Dalam orasi pertama saya di Hongkong, saya mencurahkan segala apa yang telah menimpa saya, terutama terkait kebijakan agency yang kejam. Akhirnya, orasi saya didengar oleh media.

Atas pemberitaan media ini, Konjen KBR� akhirnya datang untuk meminta maaf kepada kami. Ketika saya akan pulang, agency mencorat-coret paspor saya. Karena tahu ada yang tidak beres, saya menghubungi polisi setempat. Ternyata benar, paspor tersebut dinilai melecehkan hukum. Dari situlah, akhirnya saya mendengar informasi tentang Forum Warga Buruh Migran �ndonesia (FWBM�).

Dari situ, akhirnya saya mengenal Pak Castra, Ketua FWBM�. Ketika sampai di �ndonesia, saya aktif unjuk rasa tentang cara kerja BNP2TK�. Pak Castra mengajak saya bergabung di SBM�, hingga saya menekadkan diri untuk membantu kaum perempuan yang tertindas, terutama membela hak-hak TK�. Karena saya pernah merasakan bagaimana terhina, tertindas dan tersisih di negara orang.

Bagi saya, ironis sekali di depan bandara ada tulisan “Selamat Datang Pahlawan Devisa.” Tapi perlakuan Pemerintah kepada TK� malah sebaliknya. Kita dilecehkan. Mereka menyuruh kita menyingkir. Kita juga di-suit-suit. Kemudian saya bilang, “Hei, emang kita bebek, disuit-suit?” Mereka mengaku dari BNP2TK�, tapi aneh mereka memanggil kita seperti bebek. Seharusnya kita dihargai.

Sejak Desember 2008 sampai sekarang, saya sudah mendampingi lima kasus yang menimpa TK�. Pada bulan November, saya di Jakarta mengurus kasus saya sendiri. Selain itu, saya juga aktif di organisasi �slam, Fatayat NU. Saya baru dilantik Januari 2009 lalu. Dalam kepengurusan Fatayat NU Cabang Kabupaten Cirebon, saya diangkat sebagai koordinator bidang advokasi dan hukum. Di Fatayat, saya juga mengangkat isu KDRT dan trafiking. (a5)

“Dulu pada masa jahiliyah kami tidak memperhitungkan kaum perempuan sama sekali, Kemudian ketika datang Islam dan Allah menyebutkan mereka di dalam Kitab-Nya, kami baru tahu bahwa

mereka memiliki hak terhadap kami.” (HR. Bukhari)

Page 11: Blakasuta edisi 16

11

Edisi 16 Februari 2009

yang lebih luas. Memang sosialisasai yang dilakukan belum maksimal, tetapi paling tidak sekarang warga mengerti akan pergi ke mana jika hendak menyelesaikan persoalan, khususnya masalah-masalah sosial yang dirasakan bersama.

Dalam menyusun program kerja, Tri Daya juga berusaha realistis. Misalnya program pembuatan S�M kolektif, dan tentu saja dengan biaya yang lebih murah dari biasanya. �ni diprogramkan karena para pengurus memiliki catatan bahwa sebagian besar warga di tiga desa yang menjadi wilayah kerja Tri Daya, tidak memiliki S�M walau memiliki sepeda motor. Alasannya macam-macam: karena: karena urusannya lama, berbelit-belit, biayanya mahal di atas harga resmi dan karena posisi tiga desa tersebut merupakan kawasan ujung Timur Kabupaten Cirebon, cukup jauh dari pusat Kota Sumber, dimana Kantor Polres Cirebon berada.

Di sisi lain, sebelumnya beberapa personil Tri Daya juga sudah sering membantu meringankan kerja-kerja polisi dalam persoalan Kamtibmas, seperti kasus kenakalan remaja akibat minum-minuman keras, penipuan terhadap TK�, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan Trafiking.

Khusus soal TK�, menurut Castra Adji Suroso, FKPM Tri Daya juga akan mendesak pemerintah di masing-masing tiga desa tersebut, untuk membuat kebijakan yang membela hak-hak TK�. “Warga yang menjadi TK� di sini cukup banyak, bahkan terus meningkat setiap tahunnya. Di antara mereka yang mendapat masalah ketika menjadi TK� juga cukup besar. Sehingga melalui forum ini, kami

ingin agar pemerintah lebih jeli dan lebih tegas lagi dalam hal ini,” papar Castra pada Blakasuta, di Kantor Forum Warga Buruh Migran �ndonesia (FWBM�), yang juga merangkap menjadi Sekretariat FKPM Tri Daya, pada Selasa (6/2/09) lalu.

Mengutamakan rembug Warga Dalam menyelesaikan berbagai

masalah yang muncul, FKPM Tri Daya selalu mendahulukan upaya rembug warga. Menurut Ketua Tri Daya, Syamsul, rembug warga ini adalah musyawarah yang dilaksanakan dengan penuh kebersamaan dan kekeluargaan. Jika ada warga yang tertimpa masalah, dia bersama pengurus FKPM lainnya mencoba agar persoalan tersebut tidak langsung diserahkan ke pihak kepolisian, melainkan dimusyawarahkan dulu penyelesaiannya dalam rembug warga. Kecuali kasus-kasus pidana berat.

“Kami akan selalu mengutamakan rembug warga. Karena kami ingin, setiap kasus yang menimpa warga bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Tapi jika di tingkatan rembug warga tidak berhasil diselesaikan, maka kami meminta bantuan polisi. Tetapi bukan berarti kami lepas tangan, kami tetap mendampingi warga tersebut hingga persoalannya tuntas,” tandas Syamsul.

sambungan hal. 1

antisipasi potensi kekerasan pada Pemilu 2009?

FKPM tri Daya, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon

Awal Januari 2009, merupakan bulan yang cukup bersejarah bagi sebagian warga Desa Cangkuang, Serang Wetan, dan Babakan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. Tepatnya tanggal 4 Januari 2009 lalu, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aktivis pemuda dari ketiga desa tersebut, sepakat mendirikan FKPM bernama Tri Daya. Tri berarti tiga, sedangkan Daya berarti kekuatan. Jika digabungkan, Tri Daya berarti tiga kekuatan dari tiga desa, yakni: Desa Cangkuang, Desa Serang Wetan, dan Desa Babakan.

Tri Daya memang baru berdiri, namun bukan berarti para aktifisnya masih awam dalam melaksanakan kerja-kerja sosial. Karena mereka yang tergabung dalam Tri Daya adalah orang-orang yang memiliki pengalaman malakukan aksi-aksi sosial. Sebagai motor penggerak, FKPM Tri Daya memiliki beberapa personil berikut: Castra Adji Saroso sebagai Pembina, Syamsul sebagai Ketua, Heri sebagai Sekretaris dan Didi sebagai bendahara.

Setelah berdiri, kini Tri Daya sedang mengupayakan sosialisasi ke masyarakat

fokus

Potret Dua FKPM: Utamakan Rembug Warga dan Terus Merangkul Masyarakat

Guruh: Koordinator Babinkamtibmas Polsek Gebang

Rembug warga FKPM Tri Daya-Gebang

Page 12: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

fokus

Hal serupa juga diungkapkan Zaini, salah satu tokoh masyarakat setempat. Selama ini dia kerap menemukan persoalan di masyarakat berkaitan dengan KDRT. Seperti ada seorang bapak menyiksa anaknya, suami menyiksa isterinya, serta persoalan kenakalan remaja akibat minum-minuman keras. “Kalau persoalan KDRT, sebagian besar pemicunya adalah karena urusan ekonomi. Selain itu juga moral dan agama, sehingga ini termasuk rumit. Terkadang meskipun kami bersama warga lain telah mencoba membantu, si pelaku malah menyalahkan kami. Akhirnya kami lebih pada melindungi si korbannya. Apalagi korbannya terkadang anak kecil.”

Syamsul juga berharap agar Polsek Babakan merespon positif adanya Tri Daya ini. Karena menurutnya, selama ini Polsek Babakan belum memberikan respon yang baik. “Ya, kami sangat kecewa dengan respon yang diberikan Polsek Babakan. Seperti ketika kami membutuhkan kehadiran dan partisipasi mereka dalam beberapa pertemuan, mereka tidak ada yang hadir. Semoga ke depannya, Polsek semakin peduli dan mau bekerjasama dengan adanya FKPM Tri Daya ini.”

FKPM Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka

Tidak jauh berbeda dengan FKPM Tri Daya, di Ciborelang juga terbentuk FKPM yang bernama Forum Kemitraan Masyarakat Ciborelang (FKMC). Tepatnya pada Kamis (1/1/09) lalu FKMC ini telah melakukan sosialisasi dengan mengundang sejumlah RT, RW, dan

masyarakat desa. Sebanyak 15 orang juga telah menjadi pengurus FKMC.

Seperti halnya FKPM Tri Daya, para pengurus FKMC adalah orang-orang yang sering mendampingi warga menyelesaikan persoalannya. Mulai dari persoalan KDRT, tawuran warga, kenakalan remaja, kamtibmas, hingga persoalan kemiskinan. FKMC juga aktif melakukan advokasi terkait kasus KDRT dan Trafiking.

Berbeda dengan Tri Daya, dalam jajaran kepengurusannnya, FKMC membentuk bidang-bidang, seperti bidang komunikasi dan informasi, bidang pendidikan kemasyarakatan, bidang perpolisian masyarakat, dan bidang ekonomi mikro.

Menurut Ketua FKMC, Momon Surahman, bidang-bidang tersebut untuk

sementara masih digerakkan oleh forum. FKMC juga telah mengefektifkan kembali kegiatan ronda malam. “�ni karena sekarang sedang marak kasus Curanmor, selain itu kasus KDRT. Kami juga tengah berjuang mengurangi

para remaja yang suka membuat masalah di jalan-jalan. Sebagian besar diakibatkan karena minuman keras,” papar Momon ketika ditemui Blakasuta di rumahnya.

terus rangkul Masyarakat Momon berharap agar kinerja

FKMC bisa berjalan efektif. Yang lebih penting lagi dari semuanya adalah merangkul masyarakat untuk turut serta dalam kerja-kerja sosial di FKMC. “Dengan adanya FKMC dan apa yang telah kami kerjakan, mudah-mudahan tanggapan masyarakat serius, karena yang penting bagi masyarakat adalah kondisi lingkungan aman. Sekarang walaupun belum sosialisasi secara maksimal, tetapi paling tidak kita sudah mulai bekerja. Hasilnya, sebagian masyarakat sudah mulai percaya, ikut serta dalam keamanan lingkungan,” ujar Momon.

Terkait persoalan dana, kini FKMC tengah berusaha menjalin kerjasama dengan lembaga lain yang peduli terhadap persoalan sosial di Ciborelang. “Yang pasti, kami terus berupaya agar diterima masyarakat. Karena di sini ada paradigma, bahwa terlalu banyak forum yang dibentuk, masyarakat banyak yang tidak percaya. Makanya, kita sudah menyiapkan diri untuk itu. Tantangan lain bagi kami adalah bagaimana agar masyarakat Ciborelang mau bersatu. Kebetulan di sini banyak sekali pendatang. Dan ini mendorong kami untuk terus membuktikan dedikasi dan kinerja kita,” tandas dia.

Kerawanan sosial yang Dihadapi Memposisikan diri sebagai

pendukung program Polmas POLR�, Fahmina �nstitute mendorong polisi agar lebih memasyarakat dan lebih humanis lagi. Di sisi lain secara terus-menerus Fahmina juga mendorong masyarakat agar memberikan dukungan kepada Polisi untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.

Dalam upaya dukungan ini, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah memberikan pelatihan-pelatihan bagi kader-kader Polmas dalam dua tahap pelatihan. Dua komunitas desa telah terpilih sebagai peserta pelatihan. Dua komunitas tersebut adalah sejumlah desa (Serang Wetan, Cangkuang dan Babakan) di Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon dan Desa Ciborelang di Kecamatan

Syamsul Ketua FKMC Tri Daya

foto: doc. fahmina

Page 13: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

fokus

Jatiwangi Kabupaten Majalengka. Dalam dua pelatihan ini, para peserta

pelatihan dibekali berbagai pengetahuan tentang Polmas baik strategi maupun filosofinya, kemampuan menganalisa situasi sosial di sekitarnya, mengorganisir masyarakat, pengetahuan kasus KDRT dan trafiking dan tidak lupa pula penguatan perspektif jender.

Dengan berbekal berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang dilatihkan di dua lokasi FKPM tersebut, diharapkan dapat juga mengelola dan mengembangkan pusat layanan informasi dan pengaduan. Pusat Pelayanan �nformasi dan Pengaduan ini merupakan tindak lanjut untuk mendukung kerja-kerja kader-kader Polmas dari masyarakat tersebut.

Desa Serang Wetan dan sekitarnya yang merupakan basis FKPM Tri Daya, menurut salah seorang aktifis Polmasnya, Didi, kurang lebih 30 persen perempuan di tiga desa tersebut bekerja keluar negeri sebagai TK�. Rupanya, lahan pertanian sebagai penghasilan utama masyarakat desa tersebut tidak mencukupi kebutuhan masyarakat setempat. Bisa dimaklumi, karena kebutuhan yang meningkat membuat masyarakat mencari alternatif lain, baik dengan bekerja ke luar negeri, maupun menjadi menjadi pedagang. Selain hasil padi, tidak ada hasil bumi yang menonjol di daerah ini.

Masyarakat dengan kondisi ekonomi pas-pasan, seperti umumnya desa-desa di kawasan Pantura (Pantai Utara Jawa), memiliki kerawanan sosial sendiri. Tingginya angka pengangguran, terlihat ketika Blakasuta berkunjung ke sana. Sejumlah anak muda bergerombol di beberapa simpang jalan dan warung di siang hari. Walaupun belum tentu benar mereka pengangguran, namun kondisi demikian paling tidak menjadi gambaran kurang produktifnya masyarakat tersebut.

Potensi-potensi kerawanan seperti itulah yang akan diantisipasi oleh FKPM Tri Daya, tutur Didi, yang juga aktif sebagai pengurus Panwascam dalam Pemilu 2009 ini. Di samping juga soal buruh migran, yang kasus-kasusnya banyak tak tertangani, karena tak ada lembaga lain di sekitar desa tersebut selain FWBM� yang peduli. Berharap banyak kepada aparat Desa, juga tak mungkin. Aparat desa dengan

kewenangannya memberikan rekomendasi, sering juga dilangkahi oleh para calo, terutama dalam pemalsuan identitas. Dengan adanya FKPM Tri Daya, diharapkan persoalan-persoalan tersebut bisa diurai dan diselesaikan dengan baik.

Di Ciborelang, masyarakatnya lebih beragam dan menyandang berbagai profesi. Mungkin, karena di sana berdiri sebuah pasar tradisional, banyak warga Ciborelang Majalengka yang mengandalkan penghasilan sebagai pedagang di Pasar Ciborelang. Sampai tulisan ini diturunkan, belum ada data yang diperoleh Blakasuta berapa persisnya jumlah TK� yang berasal dari desa tersebut. Karena ketika pihak Desa Ciborelang dihubungi yang bersangkutan tidak ada di tempat. Namun menurut salah satu aktifis FKMC, Kamsinah, yang pasti tak sebanyak di Serang Wetan persentase jumlah perempuannya yang menjadi TK� dengan jumlah penduduk perempuan. Walau demikian, pengaduan-pengaduan soal TK� selalu saja ada.

Berbeda dengan Serang Wetan, tambah Kamsinah, kasus KDRT lebih banyak dilaporkan, jumlahnya sekitar 2-3 kasus perbulan. Tetapi karena akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan, jumlah kasus KDRT yang sampai di meja FKMC baru 2 kasus. Seperti di Serang Wetan Kabupaten Cirebon, alasannya bisa macam-macam, ada karena ekonomi, perselisihan keluarga dan yang paling banyak karena perselingkuhan.

Meski jika dilihat sepintas terkesan tentram dan adem ayem, bukan berarti tidak ada potensi kerawanan sosial lainnya, tambah Kamsinah. Letak Desa Ciborelang, yang berada persis di lintas utama Cirebon-Bandung, menjamurnya pusat-pusat keramaian ekonomi baru di sekitar Pasar Ciborelang dan berdirinya sejumlah lembaga pendidikan, tidak bisa membendung warga pendatang baru, membawa kebiasaan dan sikap berbeda, yang dalam beberapa hal berpotensi

menimbulkan gesekan di masyarakat. Pengawasan terhadap relasi pribumi dan pendatang baru ini, tutur Kamsinah merupakan agenda lain FKPMC. �ni bukan berarti Ciborelang tertutup bagi pendatang baru. Karena banyak juga pendatang yang pada akhirnya banyak memberikan kontribusi bagi desa Ciborelang.

Mengenai peran yang bisa dilakukan Polmas melalui FKPM dalam Pengamanan Pemilu 2009, Tri Daya dan FKMC menyatakan siap berperan aktif, terutama dalam upaya deteksi dini dan preventif gangguan sosial.

FKPM memiliki peran strategis, tegas Didi. Karena FKPM lahir dari rahim masyarakat dan paling mengetahui karakter dan kondisi masyarakatnya. Hal senada juga diungkap oleh Kamsinah, bahwa peran FKPM mestinya dimaksimalkan, karena terlepas dari baru berdirinya mereka, di Pemilu 2009 ini memiliki momen penting, paling mengambil salah satu tempat dalam “mengamankan pemilu dari potensi kekerasan”. Karena, bagaimanapun pesta demokrasi ini milik rakyat dan mestinya membawa perdamaian, lanjut Kamsinah.

Dengan melihat aktifitas dua FKPM di atas, harapannya dapat menginspirasi bahwa kemitraan polisi dan masyarakat adalah mutlak dan niscaya adanya untuk sebuah tatanan masyarakat yang harmonis. Apapun potensi kerawanan sosial yang muncul, tak perlu lagi dikhawatirkan, yang penting bagaimana dicarikan pilihan pencegahan dan solusinya. (A5, ET)

Pengurus FKPM Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka

Page 14: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

Desa Mirat:

Daerah Produksi Cuing Terbesar Kurang Perhatian Pemerintah

Pernah mendengar istilah cuing? Atau mungkin

pernah merasakan es cuing? Ya, es cuing sebetulnya tak

ubahnya dengan cincau hijau. Cara penyajiannya

saja yang berbeda. Bila umumnya orang menjual

es cincau dengan sirup yang dibuat dari gula

putih, es cuing disantap dengan sirup gula merah,

es serut, dan siraman santan. Ciri khas lain, saat dimasak, sirup gula merah dicampur dengan sobekan daun pisang kering untuk

memberi aroma. Rata-rata es cuing dijual 500 rupiah

per gelas. Rasanya sungguh segar di tengah terik suhu udara Cirebon yang cukup menyengat. Cuing sendiri

ternyata berasal dari Desa Mirat, Kecamatan

Leuwimunding, Kabupaten Majalengka.

potensi

Page 15: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

Memasuki jalan panjang menuju Desa Mirat, kita bisa merasakan hawa sejuk yang berasal dari

pepohonan yang berbaris teratur di sepanjang jalan. Terutama angin dingin persawahan sekitar Leuwimunding. Hingga akhirnya sampai di Desa Mirat, kita bisa menyaksikan langsung sebuah desa yang dilingkari perbukitan terjal. Di Desa Mirat inilah, cuing dibuat. 50% dari penduduknya adalah pembuat sekaligus penjual cuing. Sedangkan 40% lainnya sebagai pegawai dan petani, 10% sebagai pedagang yang menjual bahan baku cuing.

Dalam proses pembuatannya, cuing dibuat dari daun cuing, daun hijau yang tergolong lembut dan lunak. Jangan heran jika pertama kali memasuki perkampungan Mirat, kita akan menemukan daun cuing ditanam di depan rumah warga Desa Mirat. Konon, proses pembuatan cuing harus menggunakan air yang keluar dari tanah di Desa Mirat. Karena jika dibuat dari air daerah lain, hasilnya tidak lunak, tapi kenyal seperti jelly.

Kabupaten Majalengka secara hidrologis memang mempunyai beberapa jenis potensi sumber daya air, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di permukaan air, ada mata air, sungai, danau, waduk lapangan atau rawa. Sedangkan air tanah, ada sumur bor, pompa pantek, dan air hujan. Adapun sungai-sungai yang besar di antaranya adalah Sungai Cilutung, Cideres, Cikeruh, Ciherang, Cikadondong, Ciwaringin, Cilongkrang, Ciawi, dan Cimanuk.

Pedagang Cuing Kurang Diperhatikan Pemdes

Di luar Kota Cirebon, selama ini es cuing dikenal sebagai salah satu minuman khas dari Cirebon. Minuman pelengkap makanan khas Cirebon, seperti nasi Jamblang, empal gentong, ketoprak, dan lontong sayur. Menurut Mistani, salah satu penjual es cuing asal Mirat, cuing sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Mistani sendiri telah menjalankan profesinya sebagai pedagang es cuing sejak tahun 1980-an.

Hanya bermodalkan uang senilai 20.000 rupiah sekaligus sepeda ontel, Mistani mampu membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Hingga kini, dia telah memiliki cucu, Mistani tetap bertahan sebagai penjual es cuing. Bahkan sejak tahun 2004, Mistani sudah mulai mencicil sepeda motor untuk menjalankan usahanya. Alhasil, untuk berkeliling menawarkan dagangannya, Mistani tak lagi menggunakan sepeda ontel.

Sayangnya, kemandirian warga selama puluhan tahun ini kurang

didukung oleh pemerintah setempat. Tak pelak,

meminjam modal kepada sesama

pedagang sudah menjadi hal biasa di kalangan

pedagang cuing. Selama ini,

para pedagang cuing

juga belajar secara otodidak, belajar secara turun temurun dari keluarga. Di Mirat, tak ada satupun pedagang yang pernah mendapatkan bantuan, baik itu modal ataupun pelatihan untuk mengembangkan potensi usaha mereka.

“Selama ini Pemerintah kurang respon, tidak ada yang namanya program pemerintah. Selama ini kami berjuang sendiri. Kalau ternyata kekurangan modal, biasanya kami kredit untuk membeli bahan dasar pembuatan es cuing,” ungkap Mistani, ketika ditemui Blakasuta.

Mistani juga mengaku hanya mengandalkan es cuing-nya, tidak jarang ada warga dari daerah lain yang belajar membuat cuing di Mirat. “Warga lain yang belajar membuat cuing di sini, biasanya juga mencari isteri di sini. Sehingga mereka bisa mempertahankan usahanya.”

Sementara itu menurut Agus, salah satu warga Mirat, berharap agar Pemerin-tah lebih memperhatikan potensi daerah yang bisa dikembangkan. “Dalam hal ini, Pemerintah seharusnya mampu menang-kap peluang Desa Mirat sebagai potensi tersendiri. Mungkin tidak harus berupa materi, tetapi bagaimana agar mereka bisa meningkatkan kualitas produk, etos kerja, serta inisiatif untuk lebih mengembang-kan usahanya,” ungkap dia. Karena, lanjut dia, sampai sekarang para penjual cuing ini minim perhatian pemerintah. Apalagi di tengah krisis, mereka tak jarang harus pontang-panting cari modal atau bahkan meminjam modal. (a5)

potensi

Pak Mistani pedagang es cuing sedang melayani pembeli

Daun Cuing sebagai

bahan dasar pembuatan Es

Cuing

Edisi 16 Februari 2009

foto

: doc

. fah

min

a

Page 16: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

Nama saya Zaman (48 tahun). Saya sudah sepuluh tahun menjadi pekerja di sebuah pabrik kecil yang memproduksi sepatu di Medan. Saya baru saja di������Saya baru saja di������ karena pabrik itu tutup dengan alasan bangkrut. Saya dan teman�teman saya tidak memperoleh pesangon�� karena keuangan perusahaan—katanya��tidak mencukupi sama sekali. Bahkan untuk bayar hitung�hitungannya sekalipun. Suatu hari�� saya ditawari menjadi pekerja tanpa dokumen ke Malaysia oleh teman SMA saya dulu. Saya memperoleh penjelasan cukup atas kondisi pekerjaan yang harus dilakukan dan risiko�risiko yang dihadapi sebagai pekerja ‘haram’ dalam istilah orang�orang Malaysia. Saya ingin mengikuti ajakan teman saya itu�� karena merasa berkewajiban bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarga saya. Tetapi�� pada saat yang sama�� dia khawatir dengan kasus�kasus yang marak terjadi pada T�I�� tidak berdokumen�� yang sering disebut sebagai kasus trafiking. �agai�ana �an�angan �uku�Bagaimana pandangan hukum Isla� (fiq�) ter�a�a� kasus se�erti ini?

Jawaban:

Dalam fiqh Islam, hukum seseorang menjadi pekerja atau buruh pada dasarnya tergantung alasan-alasan dan kondisi-kondisi yang menyertainya, bisa menjadi wajib, sunnah, dan bisa juga haram. �ajib ketika pekerjaan itu�ajib ketika pekerjaan itu

menjadi jalan satu-satunya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Karena semua alasan dan tujuan bekerja ini wajib bagi dia, maka bekerja pun menjadi wajib hukumnya. Ini berlaku kaidah fiqh: mâ lâ yatimmu al�wâjib illâ bihi fa huwa wâjib (Suatu kewajiban tidak akan sempurna tanpa hal itu, maka hal itu menjadi wajib dilakukan/diadakan).

Menjadi buruh juga bisa menjadi sunnah, manakala pekerjaan itu baginya bukan hal yang sangat mendesak

menyangkut kelangsungan hidupnya. Dari sisi pekerjaannya, dihukumi sunnah ketika dapat memberi tambahan manfaat bagi banyak orang dan pekerjaan itu juga sudah dikerjakan oleh orang lain, seperti kerja pabrik pembuatan baju, pembuatan kendaraan, atau alat-alat medis, atau kerja-kerja sosial kemasyarakatan. Namun sebuah pekerjaan juga bisa dihukumi haram ketika

pekerjaannya itu diharamkan Allah S�T, atau pekerjaan itu akan mendatangkan keburukan dan risiko yang membahayakan, baik bagi dirinya, keluarga, atau masyarakat.

Dalam kaidah us�ûl al-fiq�, ada pernyataan bahwa kullu mâ addâ ilâ harâm wa huwa harâm (sesuatu yang bisa membawa pada yang haram adalah haram hukumnya). Begitu juga, sesuatu yang bisa mendatangkan pada kerusakan dan bahaya bisa diharamkan. Dalam sebuah ayat al-Qur’an, disebutkan

Rubrik ‘fatwa’ ini diperuntukkan sebagai dialog anggota komunitas dengan para pegasuh pesantren di Cirebon, seputar isu sosial kemasyarakatan yang dihadapi oleh salah seorang pengasuh pesantren Arjawinangun, Kempek, Babakan dan Buntet. Untuk nomer ini, jawaban diberikan oleh KH Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon.

Menjadi Buruh Migran Tidak Berdokumen

fatwa

Page 17: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

fatwa

ungkapan larangan untuk menceburkan diri pada kerusakan. Dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 195:

“Dan janganlah kamu menceburkan diri kamu ke dalam kebinasaan�� dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah mencintai orang�orang yang berbuat baik.”

Beberapa teks hadits juga menyebutkan mengenai pentingnya menjaga diri dari segala bentuk mafsadah dan kerusakan yang membinasakan diri dan orang lain. Teks-teks seperti itu secara jelas memberikan dasar normatif kepada kita untuk selalu menjaga diri dari segala kemungkinan terjadinya sesuatu yang membahayakan dalam keadaan apapun. Termasuk ketika kita harus mencari pekerjaan atau menjadi buruh, apalagi di luar negeri.

Dalam kenyataannya, buruh migran tanpa dokumen rentan terhadap segala bentuk kekerasan, baik dari negara, masyarakat, daerah penampungan, maupun daerah tujuan. Setiap saat, ia bisa ditangkap, dimasukkan ke dalam penjara, dan didenda dengan sejumlah uang yang tidak sedikit. Keadaan ini memaksa buruh untuk menerima pekerjaan apa saja yang akan dibebankan kepadanya, meski dengan gaji yang rendah, fasilitas seadanya, bahkan ancaman-ancaman fisik yang bisa membahayakan. Dengan kondisi rentan semacam ini, bisa dipastikan bahwa bekerja menjadi buruh migran tanpa dokumen adalah haram hukumnya.

Akan tetapi, dalam analisis lain, persoalan yang Anda hadapi bukan termasuk ancaman trafiking (perdagangan manusia). Karena, teman Anda tidak melakukan tindakan-tindakan yang memenuhi unsur-unsur trafiking, seperti memindahkan dengan penipuan untuk dipekerjakan secara illegal. Teman Anda hanya menginformasikan tentang pekerjaan buruh migran tanpa dokumen, yang memang dalam kajian fiq� diharamkan karena bisa mendatangkan bahaya bagi buruh tersebut. Kalau saja terjadi kekerasan pada diri Anda saat menerima tawaran teman Anda, maka Anda merupakan korban tindakan kekerasan buruh migran, bukan trafiking.

Hal ini terjadi karena kurangnya perlindungan yang diberikan negara terhadap para warga negaranya yang ingin bekerja. Lebih dari itu, adalah kewajiban negara untuk menyediakan lapangan kerja bagi seluruh warganya. Logikanya, ketika warga masyarakat berkewajiban bekerja, maka dari sisi lain adalah kewajiban Pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan itu, baik diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah, badan usaha, maupun swasta. Jika Pemerintah tidak mampu atau abai dengan kewajiban ini, maka Pemerintah sepanjang itu terus berdosa, baik kepada rakyat maupun kepada Allah S�T.

Menurut UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, jika Anda pada akhirnya mengikuti tawaran teman Anda menjadi buruh migran tanpa dokumen, maka Anda bisa dijerat dengan pelanggaran “keluar dari wilayah Indonesia tanpa melalui tempat pemeriksaan imigrasi.” Dalam pasal 48 disebutkan, “Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia tanpa

melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau didenda paling banyak Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah).”

Dokumen adalah sesuatu yang amat penting bagi buruh migran atau tenaga kerja Indonesia (TKI). Karena dokumen bisa menjadi identitas bagi dirinya dan sekaligus menjadi alat bargaining (tawar menawar) dalam pemenuhan hak-hak Anda ketika di luar negeri. Jika kita tidak memiliki dokumen itu, atau dokumen itu dirampas oleh calo atau PJTKI, maka posisi kita sangat rentan untuk dieksploitasi, disalahkan, dan terkena tindakan kekerasan. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, persyaratan dokumen, menjadi sesuatu yang utama. Dalam pasal 51, dijelaskan bahwa dokumen yang harus dimiliki calon TKI adalah:

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP), ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;

b. Surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;

c. Surat keterangan ijin suami atau isteri, ijin orang tua, atau ijin wali;

d. Sertifikat kompetensi kerja; e. Surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil

pemeriksaan kesehatan dan psikologi;f. Passport yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi

setempat;g. Visa kerja;h. Perjanjian penempatan kerja;i. Perjanjian kerja;j. KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri); adalah

kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur kerja di luar negeri.

Menurut Undang-Undang tersebut, teman Anda bisa saja dijerat sebagai orang yang menempatkan calon TKI pada pekerjaan, tanpa dilengkapi dokumen-dokumen yang memadai. Dalam Pasal 102 disebutkan bahwa setiap orang yang menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, dia juga bisa dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahu dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Aturan dalam undang-undang ini dilahirkan, karena dalam kenyataannya banyak kejadian yang menimpa para buruh migran yang tidak memiliki dokumen. Jika dicermati, pihak yang mengambil keuntungan dari kerentanan buruh migran akibat tidak berdokumen adalah para calo, pejabat negara yang korup, dan majikan-majikan yang tidak berperikemanusiaan. Mereka kadang secara sengaja mengkondisikan agar para pekerja yang mau ke luar negeri itu tidak memiliki dokumen, karena dengan itu mereka dengan mudah mengendalikan dan mudah membayar buruh migran itu dengan upah yang murah, bahkan kadang memperlakukan mereka dengan cara yang tidak manusiawi.[]

Page 18: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

Rakom se-Wilayah iii Cirebon Bentuk Jaringan lokal

ini tergabung juga dalam Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat.

Pada Minggu, 23 November 2008, saat ada pertemuan radio komunitas di AJ FM Arjawinangun, kesembilan radio tersebut sepakat membentuk jaringan lokal radio komunitas se-wilayah ��� Cirebon. Menurut Ahmad Rofahan, koordinator JARiK, jaringan ini dimaksudkan sebagai media komunikasi, silaturrahim, dan saling belajar dari radio-radio komunitas yang ada di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Jaringan ini dinamakan JARiK yang merupakan kepanjangan dari “Jaringan Radio Komunitas Se-Wilayah ��� Cirebon.”

Dua bulan kemudian, tepatnya pada 28 Januari 2009, JARiK menyelenggarakan pertemuan pertamanya. Dalam pertemuan itu, Rofahan menyatakan bahwa JARiK dibentuk tidak hanya untuk memperkuat solidaritas antarradio, tetapi juga dirasa penting dalam konteks kerja-kerja pemberdayaan masyarakat, khususnya warga sekitar radio. Untuk itu, kekompakan dan langkah bersama sesama radio menurutnya mutlak diperlukan. “Radio-radio tidak cukup

jika hanya jalan sendiri-sendiri, kita harus kompak dan bersatu agar tujuan bersama tercapai,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Rofahan menyebutkan JARiK diharapkan mampu menjadi corong bagi radio-radio komunitas kepada pihak-pihak luar, baik pemerintah maupun swasta. “�ni penting, karena selama ini radio komunitas dianggap ‘radio gelap’, padahal radio komunitas sudah dilindungi undang-undang dan berizin,” kata Rofahan. Dalam hal ini, JARiK sangat terbuka untuk menjalin kerjasama dengan semua pihak. “Saat ini kita tengah menjajaki kerjasama dengan KPA (Komisi Penanggulangan A�DS) Kabupaten Cirebon untuk sosialisasi H�V&A�DS dan advokasi terhadap ODHA (Orang Dengan H�V&A�DS),“ terang Rofahan.

JARiK berharap instansi-instansi lain yang sevisi agar bisa menjalin kerjasama dalam berbagai kegiatan sosial. “Pokoknya asalkan bertujuan mencerdaskan komunitas bukan untuk kepentingan pragmatis atau politik praktis, JARiK selalu siap menjalin bekerjasama,” imbuh Rofahan. (AD)

info jaringan

Radio-radio tidak cukup jika hanya jalan sendiri-

sendiri, kita harus kompak dan bersatu agar tujuan bersama

tercapai.

Sekarang ini tercatat tidak kurang ada sembilan radio komunitas berdiri di wilayah ��� Cirebon yang

pendiriannya diinisiasi oleh Fahmina-institute. Radio-radio tersebut aktif menyuarakan persoalan-persoalan sosial di tempatnya masing-masing. AJ FM menyiarkan persoalan masyarakat di Arjawinangun, Caraka FM di Ciborelang Majalengka, Baina FM di Babakan Mulya Kuningan, Bonbar FM di Kelurahan Kebon Baru Kota Cirebon, Best FM di Buntet Pesantren, BBC FM di Babakan Ciwaringin, Buana FM di Desa Cangkoak Dukupuntang, Bilik FM di Kiajaran Kulon dan Palem FM di Desa Cengal Kecamatan Japara Kuningan. Radio-radio

Edisi 16 Februari 2009

foto: doc. fahmina

Page 19: Blakasuta edisi 16

1�

Edisi 16 Februari 2009

info jaringan

Pemda Cirebon Segera Sahkan Anggaran Penyusunan

Raperda Anti Trafiking

Tahun 2009 ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon segera mengesahkan anggaran khusus penyusunan Rancangan

Peraturan Daerah (Raperda) anti perdagangan orang (trafiking). Hal ini diungkapkan Tati Sri Hidayati, staf Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP & KB) Pemda Kabupaten Cirebon dalam pertemuan Jaringan Masyarakat Anti Trafiking (Jimat), di gedung Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumber Kasih Sayang, di Sumber, Jumat lalu (13/02/09).

Pertemuan kali ini dihadiri perwakilan Fahmina-institute, Kabag PP & KB Kabupaten Cirebon, Forum

Kabupaten Cirebon, merupakan salah satu daerah pemasok TKI yang rentan

menjadi korban trafiking. Namun hingga kini, kabupaten Cirebon belum

memiliki Perda pencegahan dan penanganan kejahatan trafiking.

foto: doc. fahmina

Page 20: Blakasuta edisi 16

�0

Edisi 16 Februari 2009

Cirebon, Raperda Anti Trafiking ini akan disosialisasikan pada bulan Juli 2009 mendatang. “Namun kami masih mempertimbangkan antara Raperda yang telah dirancang Jimat dan draft Raperda yang diusulkan oleh Pemberdayaan Perempuan (PP) Kabupaten Cirebon. Akankah kita mengkombinasikan atau akan dibuat satu per satu secara terpisah. Kita akan sosialisasikan di bulan Juli tahun ini. �ni baru informasi awal,” ungkap Natali.

Pernyataan Natali secara langsung ditanggapi oleh Rosidin dari Fahmina-institute sekaligus fasilitator acara tersebut. Menurut Rosidin, draft Raperda versi Jimat ini sesungguhnya lebih merupakan inisiasi dari masyarakat, dalam rangka mendorong terciptanya perlindungan TKI dan penanganan korban trafiking. “Walaupun sudah ada Perda di tingkat Provinsi, alangkah baiknya jika di

Kabupaten Cirebon pun membuat atau memiliki sendiri, dan bisa jadi keduanya akan dikombinasikan,” jelas Rosidin.

Rosidin menambahkan bahwa pertemuan kali ini juga bertujuan untuk sharing data dan saling melengkapi. Selama ini, dalam mengusung Raperda Anti Trafiking, Jimat telah melakukan beberapa tahap, seperti audiensi dengan Dewan, lobbying, dan hearing. “Kami akan membahas, apakah ini sudah diagendakan di Komisi D? Apakah ada yang mengontrol?” jelasnya.

Selain itu, lanjut Rosidin, lebih penting lagi adalah upaya mematangkan draft yang disusun Jimat. Apakah setiap pasal-pasalnya sudah memasukkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan? Atau minimal sudah mengakomodir kepentingan trafiking, dalam rangka

Warga Buruh Migran �ndonesia (FWBM�), Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LABH), �katan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa �slam �ndonesia (�KA PM��) Cirebon, PM�� Cirebon, Korps PM�� Putri (Kopri) Cirebon, Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polres Cirebon, Warga Siaga, LSM Mawar Balqis, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cirebon, dan P2TP2A. Acara yang difasilitasi oleh Fahmina ini untuk kesekian kalinya membahas penyusunan draft Raperda Anti Trafiking.

“Mengenai dana, kebetulan di tahun 2009 ini kami menganggarkan untuk penyusunan draft. Maka, mari kita gunakan ini untuk kepentingan bersama. Pembuatan Perda ini memang membutuhkan dana. Apalagi kalau berharap sampai jadi, mereka (Pemda) juga butuh melakukan studi banding. Kami mohon bersabar, dan insya Allah ini disetujui. Jadi untuk anggaran penyusunan draft akan segera di-ACC,” tegas Tati di depan seluruh peserta pertemuan.

Spontan peserta rapat bertepuk tangan, menyambut kabar gembira tersebut. Bagaimana tidak, selama ini upaya keras yang dilakukan Jimat untuk melobi pihak legislatif terkait Raperda Anti Trafiking, terkesan diacuhkan. Di tahun-tahun sebelumnya, Pemda Kabupaten Cirebon juga mengemukakan berbagai alasan keberatan. Mulai dari belum terdaftarnya Raperda tersebut di Kabag Hukum, hingga belum terteranya anggaran penyusunan Raperda Anti Trafiking dan Raperda Perlindungan TKI dalam APBD.

Padahal sudah bukan rahasia umum, Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon, merupakan salah satu daerah pemasok TK� yang rentan menjadi korban trafiking. Namun hingga kini, Kabupaten Cirebon belum memiliki Perda pencegahan dan penanganan kejahatan trafiking. Perjuangan Jimat untuk mengusung Raperda Anti Trafiking sejak tahun 2004 pun berjalan cukup alot.

Penyusunan Raperda Anti Trafiking Perlu Dikawal

Sementara itu menurut Natali, perwakilan dari PP & KB Kabupaten

melindungi dan mencegah jatuhnya korban.

Hal senada diungkapkan Castra Adji Sarosa, ketua Forum Warga Buruh Migran Indonesia (FWBMI). Menurut Castra, draft Raperda Anti Trafiking memang harus terus dikontrol. Apalagi sekarang trafiking sudah menjadi wacana dan pembahasan di kalangan anggota dewan, khususnya komisi D.

Jimat Perlu Kerjasama dengan Banyak Pihak

Selain Raperda, dalam pertemuan kali ini, Jimat juga membahas data buruh migran dari masing-masing lembaga yang hadir dan persoalan-persoalan yang baru muncul. �ni dilakukan agar masing-masing lembaga bisa berbagi pengalaman, terutama dalam penanganan masalah dan kendala-kendala yang dihadapi.

Dari hasil sharing tersebut, ternyata persoalan yang muncul di lapangan kian beragam. Mulai dari KDRT, kasus buruh migran, trafiking, hingga minimnya jaminan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, terutama layanan kesehatan reproduksi perempuan.

Dari hasil rembugan, diketahui bahwa dalam perkembangannnya, Jimat juga berjejaring dengan P2TP2A. Menurut Rozikoh, Manajer Islam dan Gender Fahmina-institute, dalam kerja-kerjanya Jimat membutuhkan kerjasama dengan banyak pihak. “Kami membutuhkan pelayanan terpadu, sebagai pusat pelayanan dan perlindungan korban KDRT, buruh migran dan juga trafiking. Kita juga berharap PPT ini menjadi pusat data di Kabupaten Cirebon. Karena PP sebagai leading sektor P2TP2A, maka ini menjadi tanggung jawab PP dan ini akan selalu dikoordinasikan oleh P2TP2A”, tegas Rozikoh.

Sementara dari Kabag PP Kabupaten Cirebon, Rukhyati, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Jimat yang berkenan bekerjasama dengan P2TP2A. Selama ini P2TP2A baru bisa menghimpun data saja. “Kami ucapkan terima kasih sudah mengikutsertakan P2TP2A. Kami mohon manfaatkan P2TP2A ini. Sehingga kami bisa bicara kepada Dewan mengenai perkembangan di masyarakat berdasarkan data dari rekan-rekan Jimat. Karena dari data tersebut juga akan mempermudah membantu Dewan,” ungkap Tati.( a5)

“Walaupun sudah ada Perda di Tingkat Provinsi, alangkah

baiknya jika di Kabupaten Cirebon pun membuat

atau memiliki sendiri, dan bisa jadi keduanya akan

dikombinasikan,” jelas Rosidin.

info jaringan

Page 21: Blakasuta edisi 16

�1

Edisi 16 Februari 2009

info jaringan

masalah, tentukan nara sumber yang tepat, buat daftar pertanyaan, buat janji pertemuan, sopan dan jangan lupa terima kasih,” paparnya di depan seluruh peserta pelatihan.

Nurul Huda juga menambahkan, seputar perspektif profesi jurnalis. Menurutnya, jurnalis adalah seorang penulis terutama yang berhubungan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Syarat utama seorang jurnalis adalah cinta pada fakta dan menuliskannya dengan baik. Wartawan bekerja dengan mencatat, menganalisis dan bahkan menafsirkan peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang.

“Karena menjadi jurnalis tidak lahir secara alamiah, tetapi melalui proses ingin tahu terus menerus, kepribadian yang matang, kepekaan sosial yang kuat, toleran terhadap observasi obyektif mengenai sebuah fakta, kejadian atau orang, dan mampu bekerja di bawah tekanan dead line.”

Selain membahas materi tentang jurnalisme secara umum, Nurul Huda juga membahas tentang jurnalisme sensitif gender. Jurnalisme sensitif gender adalah keseluruhan kerja dan unsur-unsur jurnalisme. Bukan hanya hasil tulisan (out put), tidak hanya perspektif, tetapi keseluruhan kerja jurnalisme mulai dari kesadaran kognitif sampai strukturnya.

Beasiswa Pelatihan untuk sepuluh Peserta terbaik

Acara pelatihan menulis yang diselenggarakan ini memang berbeda dengan pelatihan-pelatihan yang pernah diadakan sebelumnya. Karena dalam pelatihan tersebut, dari peserta yang hadir akan diseleksi sebanyak 10 (sepuluh) peserta. Sepuluh peserta kemudian akan dilatih secara intensif selama tiga bulan. Selain diberikan pelatihan gratis, peserta yang terpilih juga akan diberikan uang transport dan akomodasi.

Lalu bagaimana cara menyeleksi sepuluh peserta terbaik itu? Menurut Mamay Mudjahid, salah satu pengurus Bayt al-Hikmah, di akhir acara setiap peserta yang hadir, diminta untuk mengisi formulir data diri dan melampirkan hasil karya tulisnya. Tulisan tersebut kemudian diserahkan ke panitia atau dikirim melalui email.

“Tentunya karya yang mereka tulis kita batasi pada tema sekitar kesehatan reproduksi. Tapi kami juga tetap memberi masukan, bahwa tema reproduksi itu ti-dak melulu tentang persoalan perempuan. Persoalan reproduksi itu sangat luas, jadi jangan terbelenggu pada persoalan melahirkan dan haid saja,” papar Mamay. Mamay juga menambahkan, peserta yang akan dipilih lebih diutamakan peserta perempuan. Setidaknya, 80% peserta perempuan, dan 20% peserta laki-laki. [a5]

Bayt al-Hikmah Selenggarakan Pelatihan Jurnalisme

Menjadi jurnalis tidak lahir secara alamiah�� tetapi melalui proses ingin tahu terus menerus�� kepribadian yang matang�� kepekaan sosial yang kuat�� toleran terhadap observasi obyektif mengenai sebuah fakta�� kejadian atau orang�� dan mampu bekerja di bawah tekanan dead line.

“Apakah semua peserta pelatihan ini pernah mengikuti pelatihan

jurnalistik tingkat dasar? Bila sudah, maka pembahasan tentang ini kita lewati. Apakah semua peserta pelatihan ini pernah mengikuti pelatihan jurnalistik sensitif gender? Bila belum, maka kita memulai dari sini. Bila sudah, pertanyaan kita lanjutkan. Apakah out put pelatihan ini ingin jadi penulis? Bila ya, maka kita belajar menulis. Bila tidak, untuk apa datang ke sini?”

Demikianlah Nurul Huda SA. meng-awali acara “Diskusi Terbuka Jurnalisme Kemanusiaan” yang digelar Forum Diskusi Bayt al Hikmah Fahmina, di kampus �nstitut Studi �slam Fahmina (�S�F), pada Jum’at (6/2). Dalam acara pelatihan itu, Mas Huda, demikian sapaan akrabnya, sengaja mengawali dengan beberapa pertanyaan kepada peserta. “Setidaknya dari pertanyaan-pertanyaan itu, minimalnya kita mengetahui bagaimana pengalaman peserta dalam mengikuti acara pelatihan semacam ini,” ujarnya.

Lebih jauh, Nurul Huda SA memulai presentasinya dengan pengetahuan dasar jurnalistik, seperti reportase ke lapangan, wawancara, riset pustaka, jenis tulisan di media, dan tahapan menulis di media. “Lalu, hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan? Di antaranya, tentukan

foto: doc. fahmina

Page 22: Blakasuta edisi 16

��

Edisi 16 Februari 2009

info jaringan

Pemilu 2009 kini kian dekat. Semerbak kampanye jelang Pemilu pun sudah hingar bingar sejak

Juli 2008 lalu. Setiap tahun, kondisinya memang selalu berubah. Ada 34 partai yang ditetapkan KPU. Kendati baru sekadar sosialisasi melalui media dan kampanye tertutup, namun kecemasan munculnya tindak kekerasan tidak bisa diabaikan begitu saja.

Hal inilah yang tengah dipersiapkan kalangan Polri di seluruh penjuru Nusantara. Tak terkecuali Polresta Cirebon, kini telah mempersiapkan delapan Subsatgas untuk pengamanan Pemilu. Mulai dari Subsatgas �ntel,

Polresta Cirebon Siap Kawal Pemilu 2009

Subsatgas Tindak, Subsatgas Ban TN�, Subsatgas Cekal, Subsatgas Preventif, Subsatgas Gakum, Subsatgas Banop, hingga Subsatgas Panwarol akhir dari pihak lalu lintas telah siaga untuk mulai 16 Maret mendatang, ketika kampanye telah dimulai.

Persiapan mereka terlihat dalam Gladi Resik Lodaya 2008 pada Senin (16/2/09) lalu. Esoknya, Selasa (17/2/09), Lodaya 2008 dalam rangka pengamanan Pemilu 2009 diperagakan di depan khalay-ak. Peragaan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Polresta Cirebon telah siap untuk pengamanan Pemilu 2009.

Seperti diungkapkan Kabagkom

Polresta Cirebon, Kompol Brusel, persiapan Polresta Cirebon dalam pengamanan Pemilu 2009 sudah siap 95%. Sisanya (5%) masih dipersiapkan oleh Linmas. “Kami pekan depan juga akan mengadakan pelatihan Linmas, untuk membantu kerja-kerja pengamanan Pemilu. Masing-masing Polres ada latihannya,” ungkapnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa tantangan Pemilu kali ini lebih berat dibanding sebelumnya. Dengan jumlah partai yang lebih banyak tentu saja risiko pengamanan juga lebih besar, terutama pada masa kampanye terbuka mendatang. (a5)

foto: doc. fahmina

Page 23: Blakasuta edisi 16

Kampus: Jl. Swasembada No. 15 Majasem Kel. Karyamulya Kec. Kesambi Kota Cirebon

iNgiN JADi PelAuT HANDAl?

Bergabunglah dengan SMK PELAyARAn nIAgA BUAnA BAHARI CIREBOn.

Dengan Ijasah nASIOnAL dan InTERnASIOnAL SMK Pelayaran Niaga Buana Bahari Cirebon memberikan masa depan TERBAIK bagi lulusannya.

Penerimaan Siswa Baru Tahun Pelajaran 2009 - 2010

Info lebih lanjut hubungi:

(0231) 483005

Page 24: Blakasuta edisi 16

Bagi Mereka yang Siap MAJU, BERADAB dan BERMARTABAT bersama tradisi PESANTREN

Menerima Mahasiswa BaruTahun Akademik 2009-2010Fakultas Syari’ah

Ahwal SyakhshiyyahEkonomi dan Perbankan Syari’ah

Fakultas UshuluddinTafsir HaditsPemikiran IslamTasawuf

Fakultas TarbiyahPendidikan Agama Islam

Institut Studi Islam Fahmina

BIAyA PEnDIDIKAn:Sumbangan Pembangunan Rp. 1.000.000,-SPP Rp. 600.000,-/SemesterUTS dan UAS @ Rp. 75.000,-

1.2.3.

FASILITASPerpustakaanRuang DiskusiInternet Gratis (HotSpot Area)Laboratorium BahasaLaboratorium Komputer

METODE PEMBELAJARAnAktif - Dialogis - Partisipatif

KEgIATAn EKSTRAKajian Kitab KuningPendalaman Bahasa (Arab/Inggris)

Rektor

ttd

Prof. Dr. KH. A. Chozin nasuha, MA

Kontak Person: Marzuki Rais (08159829766)

Dede Wahyudin (085224966360)

PERIODE PERTAMA:

15 April - 15 Juli 2009Ujian Tulis & Wawancara:

18 Juli 2009Pengumuman:

20 Juli 2009

WAKTU PENDAFTARANPERIODE KEDUA:

25 Juli - 02 Oktober 2009Ujian Tulis & Wawancara: 03 Oktober 2009Pengumuman: 05 Oktober 2009

Kampus: Jl. Swasembada No. 15 Majasem Cirebon Jawa Barat Telp. 0231-483005Website: http://isif.fahmina.or.id e-Mail: [email protected]

Tempat PendaftaranJl. Suratno Gg. Sepakat No. 32 CirebonJawa Barat 45124 Telp./Fax. 0231-203789

SK. Dirjen Pendis Depag no. Dj. I/495/2007

ISIF Men

yediak

an

BeaSISwa ba

gi

Mahasi

swa yan

g

BerpreSta

SI

SyARAT PEnDAFTARAnMengisi FormulirMenyerahkan Foto Copy Ijazah SMU,

MA, SMK atau sederajat yang dilegalisir 3 eksemplar

Menyerahkan pas photo 3x4 (2 lembar)Membayar biaya administrasi pendaftaran dan tes masuk Rp. 100.000,-Kuliah Ta’aruf Rp. 100.000,-