bisinosis28

Upload: jonathan-rambang

Post on 06-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

e

TRANSCRIPT

Bisinosis Penyakit Akibat Kerja karena Pencemaran Debu KapasNatashya Risa Pramana102012370/[email protected] Kedokteran Universitas Krida WacanaJalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510

PendahuluanPenyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudia terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. Dalam literatur lain juga dikatakan bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran pernapasan akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas.1Umumnya penyakit paru lingkungan berlangsung kronis menetap kadang-kadang sulit diketahui kapan mulainya, terpapar oleh polutan jenis apa atau saat pekerja bekerja di bagian mana dari tempat kerjanya mendapatkan paparan. Terutama bila pekerja juga seorang perokok. Pasien umumnya mengeluh sesak napas, batuk-batuk, mengi, batuk mengeluarkan dahak. Pasien penyakit paru kerja umumnya mengeluh penyakit paru (asma) timbul atau makin berat apabila berada di tempat kerja dan berkurang apabila keluar dari tempat kerja. Karena polutan berefek tidak hanya pada paru tetapi juga pada organ di luar paru, maka pasien juga bisa mengeluh akibat proses di luar paru yang mungkin timbul.2SkenarioSeorang laki-laki 40 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan timbul rasa berat di dada dan napas pendek sejak setahun yang lalu.

Penyakit Akibat KerjaMerupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari tempat kerja, yaitu:31. Faktor fisik:a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja.b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar ultra violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika.c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlalu rendah dapat menyebabkan frostbite.d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison.e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.2. Faktor kimiawi:a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis , di antaranya silikosis, abestosis dan lainnya.b. Uap yang di antaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya.d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lainnya yang menimbulkan keracunan.3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella (brucella) yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.4. Faktor fisiologis/ergonomis, antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaannya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikosomatis.Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi1. Diagnosis KlinisAnamnesisAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis terbagi menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan kepada pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan pada pihak keluarga, orang tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medic, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam anamnesis: Menanyakan identitas pasien : nama, alamat, umur, pekerjaan di bagian apa, alamat Menanyakan keluhan utama : rasa berat di dada atau napas pendek sejak setahun yang lalu. Menanyakan keluhan tambahan : demam dan nyeri otot pada setiap hari pertama kembali bekerja dari setiap libur panjang ataupun sehabis libur akhir pekan. Menanyakan riwayat penyakit dahulu : pernah mengalami gejala seperti ini?, pernah terkena penyakit menahun (tbc, asthma)?, pernah menderita penyakit yang menyebabkan harus dirawat di rumah sakit? Menanyakan riwayat penyakit keluarga : penyakit berat yang diderita anggota keluarga? Menanyakan riwayat pekerjaan dan lingkungan kerja:Sudah berapa lama bekerja sekarang? 1 tahunBekerja di bagian apa sekarang?Menanyakan riwayat pekerjaan sebelumnya?Berapa lama waktu bekerja dalam sehari?Apakah gejala penyakit berkurang pada saat tidak masuk bekerja?Alat kerja, bahan kerja, proses kerja apa yang digunakan dalam bekerja?Alat pelindung diri apa yang digunakan?Pekerja pabrik lain ada yang mengalami hal yang sama?Pemeriksaan Fisik4Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, antara lain: Tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi Pemeriksaan fisik paru: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasiUmumnya pada pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita penyakit paru akibat kerja akan didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti: bersin-bersin, iritasi pada mata, hidung, stridor dan gambaran trakeobronkitis. Gejala sistemik dapat berupa mual, muntah, sakit kepala, kadang-kadang demam, pada keadaan berat dapat terjadi oedem pulmonum.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Fungsi Paru4Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi dengan menggunakan alat spirometri yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan waktu. Spirometri dapat digunakan untuk berbagai macam uji tetapi yang paling bermanfaat di lapangan adalah volume ekspirasi paksa 1 detik (VEPI) dan kapasitas vital (KVP). Dengan spirometri ini, dapat diketahui uji fungsi paru dasar yang meliputi Vital Capacity (VC), Force Vital Capacity (FVC) dan Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1). Vital Capacity adalah jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sedangkan FVC adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi dengan dilakukan secepat dan sekuat mungkin. FEV1 adalah volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu satu detik selama tindakan FVC kedua pembacaan tersebut dapat dibuat dari usaha ekspirasi yang sama.Pada tes fungsi paru, tes dibagi dalam dua kategori yaitu tes yang berhubungan dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada serta tes yang berhubungan dengan pertukaran gas. Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes yang berhubungan dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada. Hasil dari tes ini tidak dapt mendiagnosa suatu penyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat dibedakan atas kelainan ventilasi obstruktif dan restriktif. Kelainan obstruktif adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas. Sedangkan gangguan restriktif adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru.Pada kasus bisinosis, pemeriksaan dilakukan pada hari pertama bekerja, dilakukan sebelum dan sesudah pajanan selama 6 jam, dapat menghasilkan penurunan FEV1. Gambaran penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih), derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.Pemeriksaan Tempat KerjaPabrik tekstil atau garmen yang memakai kapas sebagai bahan dasar memberikan risiko paparan debu kapas pada saluran napas pekerja. Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karena penghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar garmen adalah Bissinosis. Pada pemeriksaan tempat kerja dapat kita lakukan pengukuran kadar dan ukuran partikel debu serta lama kerja. Berdasarkan criteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja adalah 0,2 mg/m3.2. Menentukan Pajanan di Tempat KerjaPengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Setelah mengetahui pekerjaan pasien dari hasil anamnesis, maka kita perlu menggali lagi tentang semua hal yang dilakukan pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya secara kronologis, lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, bahan yang diproduksi, materi (bahan baku) yang digunakan, jumlah pajanannya, pemakaian alat perlindungan diri (masker), pola waktu terjadinya gejala, informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa), informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).5Pajanan yang dialami pekerja adalah debu kapas. Dalam menentukan pajanan dapat diperoleh dari anamnesis, yakni pajanan saat ini dan sebelumnya. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan. Pada kasus pekerja ini berkerja di pabrik garmen sehingga terpajan oleh debu kapas yang terhirup masuk (terinhalasi) selama bekerja.

3. Menentukan Adanya Hubungan Pajanan dengan Diagnosis KlinisUntuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Kemudian perlu diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, pendapat pekerja (apakah keluhan/gejala ada hubungan dengan pekerjaan).5Pabrik garmen (pabrik tekstil) merupakan perusahaan yang memakai kapas sebagai bahan dasarnya. Sehingga paparan debu kapas dapat menyebabkan obstruksi saluran napas. Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran nafas akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolah kapas, rami halus, dan rami. Penyebab yang sebenarnya tidak diketahui pasti tapi secara umum diterima bahwa penyakit ini disebabkan pajanan terhadapa kapas, sisal atau nenas, rami halus, dan rami.Pekerja kapas yang paling beresiko adalah mereka yang berada di kamar peniup dan penyisir tempat pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi. Mereka yang bertanggung jawab untuk membersihkan mesin peniup dan mesin penyisir, misalnya pembersih dan penggiling memiliki resiko yang paling tinggi.Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja adalah 0,2 mg/m3.Gambaran klinis : penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak. Gejala paling nyata dialami pada hari pertama hari kerja seminggu ( Sesak pada senin pagi/ Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma). Mungkin disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak. Biasanya timbul demam selain sesak napas, dan kadang-kadang gejala menetap untuk hari-hari berikutnya. Pengukuran fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas) dapat menghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa. Tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu pada pemeriksaan fisik. Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas dan secara klinis tidak bisa dibedakan dengan bronkhitis kronis dan emfisema.2Selain itu lama kerja dan tingkat kadar debu kapas yang memberikan paparan terdapat korelasi dengan timbulnya bissinosis.Dua keadaan lain penyakit pernapasan yang diasosiasikan dengan pekerja industri kapas:2 Mill fever. Merupakan keadaan yang bersifat self limited, biasanya terjadi akibat pajanan debu lingkungan. Ini berlangsung 2-3 hari. Gejalanya sakit kepala, malaise dan demam. Gejala demam diserta linu dan nyeri. Penyakit ini tampak seperti flu yang merupakan gejala yang sama dengan metal fume fever dan polymer fume fever. Mill fever berhubungan dengan bakteri gram negatif yang terdapat pada debu pabrik. Ini menyerang hanya sekali tetapi setelah absen lama dari pabrik, pajanan dapat kembali menyebabkan serangan lain. Weavers chought. Penenun memiliki pengalaman outbreak dari penyakit pernapasan akut yang gejalanya adalah batuk kering, dimana pajanan debu dirasa rendah. Ini merupakan hasil dari material yang menempel atau benang yang berjamur yang kadang-kadang ditemukan dalam ruang penenunan dengan tingkat kelembaban yang tinggi.Derajat Bissinosis4 :Derajat Bissinosis ditentukan dari kapasitas ventilasi serta kuesioner standar1. Derajat 0: tidak ada bissinosis2. Derajat : kadang-kadan rasa dada tertekan pada hari I minggu kerja3. Derajat 1: rasa dada tertekan atau sesak napas pada tiap hari I minggu kerja4. Derajat 2: rasa berat di dada dan sukar bernapas tidak hanya pada hari I kerja, tetapi juga pada hari lain minggu kerja5. Derajat 3: gejala seperti derajat 2 di tambah berkurangnya toleransi terhadap aktivits secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi Diagnosis Kerja : Bissinosis4Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan. Gambaran penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.

Ada 3 kriteria untuk diagnosis klinis Bissinosis :1. Riwayat paparan yang pasti terhadap debu kapas2. Gejala-gejala Bissinosis yang dikenali pada saat anamnesis dan pada beberapa kasus manifestasi klinis bronchitis kronis3. Penurunan kapasitas ventilasi selama jam kerja, yang lebih berat pada penderita Bisinosis daripada individu normal dan pada umumnya lebih tinggi pada hari pertama minggu kerja dibandingkan hari lainnya. 4. Menentukan Apakah Pajanan Cukup Besar untuk Menimbulkan Penyakit TersebutCara kerja , Proses kerja , Lingkungan kerjaUntuk membuat kain, dimulai dari bahan baku yang paling dasar yaitu kapas. Dari kapas proses selanjutnya untuk membuat kain kaos disebut proses pemintalan atau di dalam industri tekstil biasa disebut dengan prosesspinning. Prosesspinningyakni proses mengolah kapas atau polyester menjadi benang.Setelah proses pemintalan atauspinning, maka hasilnya adalah benang. Benang hasil pemintalan ini akan masuk ke proses berikutnya yang disebutsoft winder.Soft winderadalah proses penggulungan benang hasil dari pemintalan.Benang yang telah digulung melalui prosessoft winder, akan masuk ke proses pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang sebelum ditenun menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses pencelupan benang ini. Setelah proses pencelupan benang selesai kemudian benang dikeringkan.Proses selanjutnya setelah pencelupan atau pewarnaan pada benang adalah proses weaving.Weavingbiasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses mengolah benang menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan atauweaving,benang perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses ini, mempersiapkan benang hingga terbentuk anyaman benang yang siap masuk ke mesin tenun. Setelah itu baru masuk ke proses dalam prosesweavingatau penenunan.Setelah proses penenunan selesai maka hasilnya adalah lembaran-lembaran kain. Kain-kain dari hasil mesin tenun ini kemudian masuk ke proses pemeriksaan atau disebutShiage. Di proses ini kain akan dicek dan ditentukan gradenya. Bila dari pemeriksaan ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian perbaikan. Di proses ini juga dilakukan proses klasifikasi kain sesuai dengan jenisnya. Lulus dari proses pemeriksaan atauShiage. Kain akan masuk ke proses pemolesan terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) disebut dengan proses Dyeing. Proses ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai dari pengolahan bahan baku kapas atau polyester hingga menjadi kain.Sebelum kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses penggulungan dan pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan. Sampai tahap ini selesailah proses produksi kain di pabrik.Kemudian kain akan dipasarkan ke pelanggan-pelanggan atau distributor dan pusat-pusat grosir kain. Dari pusat-pusat grosir inilah bisanya industri garmen mendapatkan supply bahan baku kain. Industri-industri garmen ini meliputi industri konveksi, sablon atau percetakan hingga ke level industri rumah tangga.Sampai di level konveksi atau industri garment, kain-kain tersebut dipotong sesuai pola. Setelah dipotong kain kaos kemudian dijahit, dan dikemas sampai menjadi produk akhir seperti t-shirt.Patogenesis Bissinosis belum sepenuhnya jelas. Kelainan paru pada pasien Bissinosis berupa bronkhitis kronis, yang kadang-kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya endotoksin (suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang mengkontaminasi partikel debu kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab timbulnya kelainnan paru tadi. Para ahli yakin bahwa endotoksin ini sebagai penyebabnya.2 Epidemiologi : Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil, yang mengelolah kapas sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk mempunyai risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masing-masing bagian tersebut kadar atau konsentrasi debu kapas tidak sama, maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian bronchitis kronis pada para pekerja pabrik tekstil sekitar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk dipintal, pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya bissinosis. Angka-angka prevalensi Bissinosis antara 20-50% telah dilaporkan pada ruang-ruang penyisiran (cardroom) kapas dengan kadar debu respirasi anatara 0,35 mg/m3 dan 0,60 mg/m3. Prevalensi kurang dari 10% ditemukan pada ruang kerja dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.1Ini dikaitkan bahwa progresitivitas penyakit meningkat jika durasi pajanan dan level debu yang tinggi berlangsung lebih lama. Bisinosis sedang bersifat reversibel jika pajanan dihentikan, sedangankan bisinosis dengan dengan pajanan yang menahun dapat bersifat ireversibel. Orang dengan bisinosis berat jarang ditemukan dalam survey industri karena mereka sulit untuk bekerja. Bisinosis terlihat lebih berat jika diasumsikan sebagai bronkitis kronik. Tingkatan akhir dari penyakit ini adalah obstuksi saluran napas ygn menetap dengan hiperinflamasi. Perokok meningkatkan resiko dari bissinosi yang ireversibel.15. Peranan Faktor IndividuApakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.56. Faktor Lain di Luar Pekerjaan4Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga dapat ditimbulkan dari faktor lain di luar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan di rumah ataupun pekerjaan sambilan.Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh karena zat yang terkandung di dalamnya dapat merusak sistem pertahanan alami dalam tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu rokok juga dapat memperberat kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan merokok seseorang lebih mungkin mengalami bentuk lanjut dari pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan mempercepat timbulnya komplikasi yang lebih berat. Pekerjaan di rumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya penyakit bisinosis. 7. Diagnosis OkupasiSesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya atau pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami bissinosis akibat kerja.PenatalaksanaanMedika MentosaDiberikan bronkodilator biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan terapi kortikosteroid.Nonmedika MentosaBisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan, juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.41. Menjauhkan dari tempat pajanan. Contoh: dipindahkan ke bagian lain atau dilakukan putar kerja2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja.3. Berikan edukasi pada pasien.Pencegahan dan Pengendalian5 Pemeliharaan kerumahtanggaan yang baik di perushahaan tekstil sehingga debu serat kapas udara tempat kerja berada pada kadar aman; NAB debu kapas (katun) adalah 0,2mg/m3 serat yang respirable. Pengambilan sampel debu serat kapas menggunakan alat pengambilan sampel khusus yang dapat memisahkan debu kapas respirabel dari yang tidak respirabel. Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara, jadi tidak secara mekanis yang menyebabkan berhamburnya debu serat kapas. Membersihkan lantai dengan sapu tidak dilakukan oleh karena menyebabkan berdebunya udara. Pekerjaan membuka kapas dari bal-balnya dilakukan pada tempat kerja khusus dan pekerja memakai tutup hidung agar terlindung dari kemungkinan menghirup debu kapas. Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, terutama tidak mempekerjakan calon pekerja dengan penyakit paru antara lain TBC paru, asma bronchial, bronchitis kronis atau penyakit paru kronis obstruktif. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan melakukan wawancara yang dengan rinci mengungkapkan keluhan alat pernapasan dan melakukan uji fungsi paru terutama ventilasi ekspirasi paksa guna mendapat data awal dan perubahannya selama bekerja dalam rangka mendeteksi penyakit bisinosis stadium dini. Pekerja yang ternyata menderita penyakit bisinosis harus segera dihentikan pemaparannya terhadap debu kapas atau debu penyebab bisinosis lainnya dengan menempatkannya pada pekerjaan yang udara ruang kerjanya tidak dicemari debu tersebut.KesimpulanPenyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pengobatan yang terpenting adalah menghilangkan sumber pemaparan dari bahan penyebab, untuk meringankan gejala. Bisinosis bisa dicegah dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri dan cara mengurangi kadar debu di dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan mesin atau sirkulasi udara.Daftar Pustaka1. Suryadi. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.3. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4th ed. New York: The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.4. Djojodibroto D. Bisinosis dalam respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.198-202.5. Sumamur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto; 2009.h.73-115, 332-5.