birokratisme

5
Pengertian birokratisme adalah sebagai berikut : n birokrasi yg menghambat roda pemerintahan; birokrasi yg tidak fungsional Kami adalah kelompok yang bergerak di bidang pendidikan. Kami menyediakan berbagai konten edukasi seperti pengertian, artikel visit indonesia, tourism bali, travel,reseller cpanel hosting program, asuransi mobil, trading forex, tas murah, link download google chrome terbaru, bisnis education, laptop murah , penjelasan, cara kerja, klasifikasi, manfaat, kerugian, keuntungan, kelemahan, hukum, perbandingan, struktur, susunan, bunyi, sifat, metode teori, cara, definisi, rumus, contoh soal, pembahasan, gambar, video edukasi dan banyak lainnya untuk menunjang pertumbuhan angka kecerdasan rakyat indonesia karena rakyat yang cerdas dan beradab adalah dambaan kita bersama, oleh karena itu kami memulainya dengan program peduli pendidikan. Semoga bermanfaat :D ... Referensi : http://www.elbirtus.info/2012/08/pengertian- birokratisme.html#ixzz27dMi518H birokrasi,birokratisme dan kebudayaan Posted January 13, 2010 Filed under: jurnal | Tags: toddoppuli | Jurnal Toddoppuli Cerita Untuk Andriani S.Kusni & Anak-Anakku BIROKRASI, BIROKRATISME DAN KEBUDAYAAN Di Ruang Hasundau Kantor Gubernur, pada 6 Januari 2010 lalu, Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, SH, telah berkenan menyisihkan waktu untuk menerima puluhan anggota Komunitas Seniman-Budayawan Palangka Raya (KSB-PR). Sebagaimana diketahui KSB-PR tidak lain dari himpunan komunitas, sanggar dan seniman- budayawan individual dari berbagai cabang kesenian yang berhimpun menyerempakkan langkah guna membangun Kebudayaan Uluh Kalteng

Upload: andi-nurmala-dewi

Post on 01-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

birokrasi

TRANSCRIPT

Page 1: Birokratisme

Pengertian birokratisme adalah sebagai berikut : n birokrasi yg menghambat roda pemerintahan; birokrasi yg tidak fungsional Kami adalah kelompok yang bergerak di bidang pendidikan. Kami menyediakan berbagai konten edukasi seperti pengertian, artikel visit indonesia, tourism bali, travel,reseller cpanel hosting program, asuransi mobil, trading forex, tas murah, link download google chrome terbaru, bisnis education, laptop murah , penjelasan, cara kerja, klasifikasi, manfaat, kerugian, keuntungan, kelemahan, hukum, perbandingan, struktur, susunan, bunyi, sifat, metode teori, cara, definisi, rumus, contoh soal, pembahasan, gambar, video edukasi dan banyak lainnya untuk menunjang pertumbuhan angka kecerdasan rakyat indonesia karena rakyat yang cerdas dan beradab adalah dambaan kita bersama, oleh karena itu kami memulainya dengan program peduli pendidikan. Semoga bermanfaat :D ...

Referensi : http://www.elbirtus.info/2012/08/pengertian-birokratisme.html#ixzz27dMi518H

birokrasi,birokratisme dan kebudayaan

Posted January 13, 2010Filed under: jurnal | Tags: toddoppuli |

Jurnal Toddoppuli

Cerita Untuk Andriani S.Kusni & Anak-Anakku

BIROKRASI, BIROKRATISME DAN KEBUDAYAAN

Di Ruang Hasundau Kantor Gubernur,  pada 6 Januari 2010 lalu, Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, SH, telah berkenan menyisihkan waktu untuk menerima puluhan anggota Komunitas Seniman-Budayawan Palangka Raya (KSB-PR). Sebagaimana diketahui KSB-PR tidak lain dari himpunan komunitas, sanggar dan seniman-budayawan individual dari berbagai cabang kesenian yang berhimpun menyerempakkan langkah guna membangun Kebudayaan Uluh Kalteng Beridentitas Kalteng,  dan berupaya menjadikan Palangka Raya Sebagai Kota Budaya, dan lokomotif gerakan kebudayaan di Kalteng. Dalam jumpa satu jam lebih itu, para seniman-budayawan Palangka Raya mengetengahkan serangkaian persoalan yang dihadapi oleh Kalteng dan menyebabkan kehidupan kesenian bersifat sporadik serta terkadang mandeg, sehingga bisa mengesankan daerah ini dihuni oleh anak manusia yang « bebal budaya » jika menggunakan istilah sastrawan  Radhar Panca  Dahana  di bukunya « Dalam Sebotol Coklat Cair » (Penerbit Koekoesan, Jakarta, Februari 2008, hlm-hlm. 163-166). Dewan Kesenian Daerah Kalteng yang semestinya bertanggungjawab atas kehidupan dan perkembangan kebudayaan di provinsi, dengan alasan ketiadaan dana, lalu diam bertapa entah di pucuk bukit mana. Padahal potensi kebudayaan di daerah ini sangat besar. Untuk menerobos keadaan demikian, pada pada 1 November 2009 lalu didirikan KSB-BR. Dengan semangat kemandirian sebagai modal awal, maka KSB-PR mulai menggeliatkan kehidupan kebudayaan secara sadar dan terorganisasi serta terus-menerus menghimbau dan aktif mengajak semua penggiat

Page 2: Birokratisme

kebudayaan yang ada di Palangka Raya. Pada 16-17 Januari 2010 nanti bertempat di Palma, KSB-PR akan menyelenggarakan pameran lukisan anak-anak SD serta pentas seni Ganderang Tingang. Direncanakan acara ini akan dibuka oleh Gubernur atau yang mewakilinya dan ditutup oleh Walikota H.M. Riban Satia. Acara di Palma ini dimaksudkan juga untuk menyongsong Hari Pers Nasional 9 Februari. Sedangkan acara sampai akhir tahun 2010 sudah pula tersusun. Kegiatan-kegiatan dan rencana kegiatan KSB-PR mendapat dukungan kuat dari DPRD Provinsi dan Kota serta dari Gubernur dan Walikota. Turut hadir dalam jumpa Gubernur-Seniman-Budayawan tersebut di atas,  Ir. Sadar Ardi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah.

Menanggapi sejumlah permasalahan kebudayaan yang diketengahkan oleh para seniman-budayawan KSB-PR, Gubernur A.Teras Narang antara lain mengatakan bahwa awal musabab dari kemandegan atau lambatnya perkembangan kebudayaan di Kalteng, terletak pada terputusnya hubungan antara birokrasi dan penggiat kebudayaan di lapangan. Dengan antara penyelenggara kekuasaan politik dan penggiat kebudayaan terdapat suatu mata rantai yang putus. Ada suatu missing link.  Pernyataan Teras Narang ini, saya kira,  menunjukkan peran penting kekuasaan politik dan penyelenggara kekuasaan politik sebagai man behind the gun-nya dalam upaya mengembangkan kebudayaan. Dilihat dari segi peran penting birokrasi ini, maka jika terjadi kemandegan perkembangan kebudayaan di provinsi maka ia berarti peran penting ini tidak berfungsi. Padahal menurut Teras Narang, “budaya merupakan perekat dalam kehidupan semuanya” (Harian Tabengan, Palangka Raya 8 Januari 2010). Adanya missing link di atas diperlihatkan oleh banyak bukti,  antara lain, kemandegan itu sendiri, kemudian mata anggaran belanja daerah yang minim untuk bidang kebudayaan, tercermin dari hampir dilikwidasinya Taman Budaya atau hampir hancurnya Gedung Teater tertutup. Hal ini  juga secara verbal diungkapkan oleh pernyataan sementara penanggungjawab terkait bahwa “kegiatan kebudayaan hanya membuang-buang uang” (beda dengan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan, power abuse! yang tentu sangat penting) atau bahwa “sastra itu tidak menarik”. Pandangan-pandangan tentang kebudayaan demikian sesungguhnyalah ungkapan dari keadaan “bebal budaya” atau jika meminjam istilah Bang Atal, keadaan demikian akan berdampak menjadikan “hidup tanpa kebudayaan”. Paling tidak, terdapat kekisruhan dalam memahami arti kebudayaan yaitu melihatnya  sebatas perwujudan kasat mata karya-karya kebudayaan. Padahal sari kebudayaan terdapat pada pola pikir, mentalitas, pandangan hidup (weltanschaung). Sedangkan hal-hal yang kasat mata adalah wadah, bentuk yang menampung roh, atau substansi. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin kebudayaan bisa menjadi “perekat  dalam kehidupan semuanya”. Sulit dibayangkan adanya komunitas etnik atau bangsa tanpa adanya kebudayaan , sebagai roh, sebagai jiwa  yang mendasarinya. Jikapun ada manusia, etnik atau bangsa tanpa budaya, boleh jadi manusia, etnik atau bangsa tersebut,  tidak lain  daripada manusia, etnik dan bangsa-bangsa mati, bangsa dan etnik tanpa jiwa jika menggunakan ungkapan pengarang Russia, Nicolai Gogol. Juga pengarang Russia yang mengatakan bahwa kita hidup bukan untuk roti semata (not for bread alone). Bukan untuk kebendaan belaka. Barangkali yang sedang terjadi di provinsi ini ada sejenis kehilangan budaya (missing of culture) sehingga terjadi missing link antara birokrasi dan penggiat kebudayaan dengan segala dampak mengikutinya. Misalnya, pandangan “menjadi PNS merupakan wujud keberhasilan sebagai manusia, sehingga baru disebut manusia berhasil jika menjadi PNS . Pandangan begini adalah pandangan dan sikap budaya. Demikian juga pandangan terhadap kekuasaan (power, pouvoir). Missing of culture ini kemudian mengungkapkan diri dalam berbagai bidang kehidupan: sosial-politik dan ekonomi. Dan sektor-sektor ini, pada

Page 3: Birokratisme

gilirannya berdampak balik pada bidang kebudayaan. Sebagai bentuk saling hubungan timbal-balik.

Apa yang dikatakan oleh A.Teras Narang dalam jumpa dengan seniman-budayawan KSB-PR, merupakan kesimpulan teoritis sekaligus arahan  praktis bagi kebangkitan gerakan kebudayaan massif di provinsi ini jika evaluasi teoritis ini diejawantahkan. Bahkan lebih jauh dari itu, kesimpulan tersebut melukiskan saling hubungan antara birokrasi, kekuasaan politik dan upaya pengembangan kebudayaan. Faktor penting dalam upaya mengejawantahkannya adalah faktor man behind the gun, dan disposisi kekuatan. Dalam pengaturan disposisi kekuatan ini, adalah suatu keniscayaan menerapkan prinsip “the right man in the right place”. Pengabaian prinsip-prinsip ini, tentu tidak akan banyak membantu pengejawantahan kesimpulan visionaris yang disampaikan oleh Teras di atas. Visi itu akan menguap bagi ilusi. Visi demikian ketika gagal diejawantahkan maka birokrasi akan berkembang menjadi birokratisme yang dikecam di banyak negara. Dilawan dengan adminstrasi sederhana dan bermutu.

Mengubah keadaan yang sudah hampir terbentuk dan mengakar, tentu tidak segampang membalik telapak tangan. Apalagi politik di negeri ini sering nampak seperti sebuah dunia dengan etik khusus yang berada di luar kemanusiaan. Sehingga karenanya seniman-budayawan diharapkan tetap setia pada statusnya sebagai republik sastra-seni yang berdaulat yang bila perlu tidak ragu berdiri hadap-hadapan dengan kekuasaan politik. Pada kebebasan beginilah terletak martabat dan harkat kesenimanan dan kebudayawanannya. Dalam artian inilah maka penyair Chairil Anwar berkata: “yang bukan penyair, minggir!”. Di sini pulalah maka nilai diri,  kesenimanan, kebudayawanan dan bangsa dipertaruhkan.

Hanya saja di hadapan kita “masih ada hari esok”, tulis Mochtar Lubis dalam sebuah novelnya. Hari esok yang masih ada itulah yang kita songsong dengan mengharapkan adanya politik kebudayaan baru, pandangan dan sikap sadar budaya baru. Apalagi “kebebalan budaya”, dan missing of culture,  bukanlah sesuatu yang luput dari hukum umum yaitu hukum gerak atau perubahan. Bahwa segalanya mengalir, panta rhei, seperti ujar Heraklitus pemikir Yunani ratusan tahun silam. Tapi sedemikian mundurkah birokrasi kita?***

http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2010/01/13/birokrasibirokratisme-dan-kebudayaan/

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen

http://nasuhasmith13.blogspot.com/2012/02/macam-macam-manajemen.html