bipolar

21
MAKALAH PSIKIATRI GANGGUAN BIPOLAR PADA LANSIA OLEH : NISSA RIZKIANI BASRI 1111103000005 STASE GERIATRI PERIODE 4-31 Mei 2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Upload: fauzan-maulana

Post on 05-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

keep read

TRANSCRIPT

Page 1: Bipolar

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN BIPOLAR PADA LANSIA

OLEH :

NISSA RIZKIANI BASRI

1111103000005

STASE GERIATRIPERIODE 4-31 Mei 2015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA2015

Page 2: Bipolar

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat serta salam tidak

lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Adapun judul dari makalah ini adalah “Gangguan Bipolar pada Lansia” yang merupakan

salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Biodang Geriatri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode 4 Mei – 31 Mei 2015.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

penulisan makalah ini. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun

bagi penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

Page 3: Bipolar

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV) gangguan mood dibagi atas dua kategori yaitu gangguan bipolar dan gangguan depresi. DSM-IV membuat definisi bahwa gangguan mood berbeda dalam hal penampilan klinis, perjalanan penyakit, genetik dan respon pengobatan. Kondisi ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya mania (bipolar atau unipolar), beratnya penyakit (mayor atau minor) dan peran kondisi medis atau psikiatrik lainnya sebagai penyebab gangguan (primer atau sekunder). Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Sekitar 40% pasien dengan gangguan bipolar memperlihatkan campuran emosi.

Gangguan bipolar juga dikenal dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan dan proses berfikir. Dikatakan bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. Gangguan bipolar I merupakan salah satu bentuk penyakit mental berat yang dikarakteristikan adanya episode manik berulang dan depresi. Kondisi ini sangat sering berulang dan bila tidak diobati akan memiliki resiko kematian karena bunuh diri kira-kira 15%. Prevalensi gangguan bipolar I selama kehidupan mencapai 2,4%. Gangguan bipolar I paling sering dimulai dengan depresi dan merupakan gangguan yang rekuren. Sebagian besar pasien mengalami episode depresif maupun manik, walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik.

Gangguan bipolar ditandai oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama serta dapat berubah menjadi suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat menimbulkan amarah yang dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang mungkin/tidak termasuk psikosis.

Gangguan bipolar rentan diderita para mereka yang berusia lanjut. Statistik menunjukkan, gangguan otak ini diderita satu persen penduduk lanjut usia. Hal ini kemungkinan disebabkan gejala post power syndrome yang menyebabkan para lansia menjadi stres dan depresi. Penyebab lainnya adalah adanya penyakit lain (komorbid) yang menyertai timbulnya gangguan yang ditandai pergantian mood dengan cepat ini. Penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan jantung koroner misalnya, diduga menyebabkan penderita merasa hilang kekuatan, kesulitan menyesuaikan diri, hingga akhirnya depresi.

Page 4: Bipolar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan prevalensi

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Ada empat jenis gangguan bipolar tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II, gangguan siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.

Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania. Prevalensi gangguan bipolar I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar antara 0,3-4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%. Total prevalensi spektrum bipolar selama kehidupan, yaitu antara 2,6-7,8%.

Epidemiologi penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21 tahun untuk gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang bertingkat menjadi interval 5 tahun, usia puncak pada timbulnya gejala pertama jatuh antara usia 15 dan 19, diikuti oleh usia 20 - 24. Onset mania sebelum usia 15 telah kurang dipelajari. Gangguan bipolar mungkin sulit untuk mendiagnosis pada kelompok usia ini karena presentasi atipikal dengan ADHD. Dengan demikian, benar usia saat onset bipolar disorder masih belum jelas dan mungkin lebih muda dari yang dilaporkan untuk sindrom penuh, karena ada ketidakpastian tentang presentasi gejala pada anak-anak. Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan gangguan bipolar dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada anak-anak. Onset mania setelah usia 60 kurang mungkin terkait dengan riwayat keluarga gangguan bipolar dan lebih mungkin untuk dihubungkan dengan diidentifikasi faktor medis umum termasuk stroke atau lainnya pusat sistem saraf lesi.

Page 5: Bipolar

Gangguan bipolar rentan diderita para mereka yang berusia lanjut. Statistik menunjukkan, gangguan otak ini diderita satu persen penduduk lanjut usia. Hal ini kemungkinan disebabkan gejala post power syndrome yang menyebabkan para lansia menjadi stres dan depresi. Penyebab lainnya adalah adanya penyakit lain (komorbid) yang menyertai timbulnya gangguan yang ditandai pergantian mood dengan cepat ini. Penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan jantung koroner misalnya, diduga menyebabkan penderita merasa hilang kekuatan, kesulitan menyesuaikan diri, hingga akhirnya depresi.

Bipolar pada lansia berbeda dengan usia muda. Pada usia muda, bipolar didominasi episode manik yang ditandai gembira berlebihan, sangat bersemangat, energik, hingga tidak membutuhkan waktu tidur. Sedangkan bipolar pada lansia lebih berciri disforia (keadaan tidak menyenangkan), mudah tersinggung, lebih banyak depresi, cemas berlebih dan gampang kebingungan.

Etiologi Faktor biologiHingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,

serotonin, dan histamine menjadi fokus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik aminnorepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.

NorepinefrinTeori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari

reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari sistem noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor β presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β 2 juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin.

SerotoninTeori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin

reuptakeinhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi faktor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet.

DopamineSelain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki peran.

Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.

Page 6: Bipolar

Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amigdala dan hippocampus. Korteks prefrontal, amigdala, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspres oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.

Faktor genetik Dari studi pada keluarga dikatakan bahwa 1 orang tua dengan gangguan mood,

anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kalilipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar. Pada studi pada anak kembar menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%

Faktor psikososial Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam

gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

Patofisiologi

Page 7: Bipolar

Siklus tipikal bipolar Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase manik, dan siklus

mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi. Banyak pasien mengalami episode campuran, yang merupakan episode manik dan depresi muncul bersamaan selama 7 hari.

Rapid Cycling Pada pasien dengan gangguan bipolar 1, perputaran cepat kemungkinan adalah wanita

dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik. Pada fase ini episode manik dan depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali setahun dan pada kasus yang parah, bisa mencapai sejumlah siklus sehari. Rapid cycling cenderung untuk timbul lebih sering pada wanita dan pada pasien bipolar II. Umumnya, rapid cycling bermula pada fase depresi, dan episode depresi yang sering dan parah bisa menjadi ciri khas dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena antidepresan bisa mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan pola melingkar.

Dengan Pola Musiman Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya cenderung

mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun, biasanya pada musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Bisa juga terjadi remisi penuh dimana adanya perubahan dari depresi menjadi mania atau hipomania.

Onset pasca persalinan Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan jika onset

gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca persalinan biasanya adalah gangguan psikotik.

Manifestasi klinisTerdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan episode mania antara lain:

I. Episode manikPaling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang

elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:

Grandiositas atau percaya diri berlebihan Berkurangnya kebutuhan tidur Cepat dan banyaknya pembicaraan Lompatan gagasan atau pikiran berlomba Perhatian mudah teralihf. Peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor

Page 8: Bipolar

Meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah) Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang

matang).Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengan penderitaan, gambaran psikotik,

hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya gangguan fungsi social dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi

II. Episode Depresi MayorPaling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda

yaitu : Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan Sulit atau banyak tidur Agitasi atau retardasi psikomotor Kelelahan atau berkurangnya tenaga Menurunnya harga diri Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi Pesimisi Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau

tindakan bunuh diri.Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal,

social dan pekerjaan.

III. Episode Campuran Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi

secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panik, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.

IV. Episode Hipomanik Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,

ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable) yaitu:

Page 9: Bipolar

Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri Berkurangnya kebutuhan tidur Meningkatnya pembicaraan Lompat gagasan atau pemikiran berlombae. Perhatian mudah teralih Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor Pikiran menjadi lebih tajam Daya nilai berkurang

Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan.

Kriteria diagnosisKeterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari

keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi simptom gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-10.

Pemeriksaan penunjango Darah lengkap

o Elektrolit

o Kalsium

o Protein

o Hormone tiroid

o Kreatinin and blood urea nitrogen (BUN)

o Skrining zat dan alkohol

o EKG

o EEG

Diagnosis banding

a. Skizofrenia

Page 10: Bipolar

Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia. Kombnasi dari mood manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang berlebihan daapt ditemukan dalam episode manik. Onset pada episode manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood. Katatonik dapat menjadi bagian dari fase depresif gangguan bipolar I.

b. Depresi beratGangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat,

perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir sama dimana seseorang mengalami afek depresi, kehilangan semangat, putus asa dan tidak bersemangat ditambah gejala seperti sulit tidur, nafsu makan menurun dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk menggali apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan apakah pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai dengan episode manik, sehingga dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiri dangan depresi yang menjadi bagian dari gangguan afek bipolar

c. Intoksikasi obatPenyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain itu,

penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan depresif.

d. Hiper dan hipotiroidGangguan bipolar dapat berupa episode manik atau hipomanik maupun episode

depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik pada gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid, penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badan cepat adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat membedakan kedua gangguan ini.

e. Skizoafektif Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif

adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain.

Page 11: Bipolar

TatalaksanaTerapi psikososial

Terapi kognitif (Aaron Beck)Tujuannya:Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negative dan mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru

Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem interpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan interpersonal. Problem interper-sonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.

Terapi perilakuTerapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif.

Terapi berorientasi-psikoanalitik Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara luas.

Terapi keluargaDiindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh

Page 12: Bipolar

keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood.

Terapi fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan pada bagian temporal kepala.

FarmakoterapiPendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan

perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.

Episode mania atau hipomania:Mood Stabilizer, antipsikotik atipikal, mood stabilizer + antipsikotik atipikal

Episode depresi:Antidepresan, mood stabilizer, antipsikotik atipikal, mood stabilizer + antidepresan, antipsikotik atipikal + antidepresan

PrognosisPasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik

dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1 memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama. Walaupun dengan penggunaan litium sebagai profilaksis meningkatkan prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien mencapai kontrol signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren, 45% memiliki lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40% dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis. Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian. Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksana jangka panjang

Komplikasi Gangguan emosi atau gangguan neurologik

Page 13: Bipolar

Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia.

SuicideRisiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang tidak

menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan bunuh diri, dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa studi memperlihatkan risiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat. Pasien yang menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi untuk suicide.

Masalah memori dan berpikirStudi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang

bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses informasi, dan fleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah ini cenderung lebih parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering.

Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasienDalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan kenaikan

produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara berpikir dan penilaian yang merupakan karakterisik dari episode manik dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti: mengeluarkan uang dengan ceroboh yang dapat menghancurkan finansial, mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan, dan perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang.

BAB III

KESIMPULAN

Page 14: Bipolar

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor genetik, biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30 tahun.

Gangguan bipolar rentan diderita para mereka yang berusia lanjut. Statistik menunjukkan, gangguan otak ini diderita satu persen penduduk lanjut usia. Hal ini kemungkinan disebabkan gejala post power syndrome yang menyebabkan para lansia menjadi stres dan depresi. Penyebab lainnya adalah adanya penyakit lain (komorbid) yang menyertai timbulnya gangguan yang ditandai pergantian mood dengan cepat ini. Penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, dan jantung koroner misalnya, diduga menyebabkan penderita merasa hilang kekuatan, kesulitan menyesuaikan diri, hingga akhirnya depresi.

Bipolar pada lansia berbeda dengan usia muda. Pada usia muda, bipolar didominasi episode manik yang ditandai gembira berlebihan, sangat bersemangat, energik, hingga tidak membutuhkan waktu tidur. Sedangkan bipolar pada lansia lebih berciri disforia (keadaan tidak menyenangkan), mudah tersinggung, lebih banyak depresi, cemas berlebih dan gampang kebingungan.

Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fasemanik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru w,Sudoyo, et al. Buku ajar ilmu penyakit Dalam Jilid III edisi V. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI. 2006

Page 15: Bipolar

2. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC. 2013

3. Darmojo, boedhi dan Hadi martono.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Edisi ke-4.Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2009

4. Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2003

5. Chris Tanto etal. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. 2014

6. Sadock, N.J. dan Virginia S. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC.

2013

7. Rahman, T. A. Anxiety and Depression in Lone Elderly living at their own homes & going to geriatric clubs versus those living at geriatri homes. Cairo: Faculty of Medicine Ain Shams University, 2006