bio hid rogen

29
Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biohidrogen Biohidrogen adalah gas hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti ganggang hijau, cyanobacteria, atau mikroorganisme fermentasi. Ganggang hijau dan cyanobacteria menggunakan energi sinar matahari untuk menghasilkan H 2 dari air, sementara bakteri fermentasi bersifat heterotrof (Das dan Veziroglu, 2001). Produksi hidrogen dari sumber daya terbarukan dengan fermentasi adalah metode yang lebih menjanjikan di antara alternatif proses produksi hidrogen yang lain. Sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan masalah minimisasi limbah, produksi hidrogen biologis, yang dikenal sebagai "teknologi hijau" telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir dikarenakan membutuhkan energi yang sedikit dan dapat dikombinasikan dengan proses pengolahan limbah cair. Hidrogen tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak beracun ketika digunakan sebagai bahan bakar karena tidak menghasilkan polutan tetapi menghasilkan air sebagai produk tunggal. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, hidrogen menghasilkan energi sebesar 122 kJ/g, 2,75 kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar hidrokarbon (Mei Ling Chong dkk.,2009). Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan hidrogen ialah pembakaran hidrogen pada automobile 50% lebih efisien dari pada bensin (Reith dkk., 2003). Kemudian hidrogen mempunyai efisiensi konversi sebesar 55-60% (Nilai pembakaran gas H 2 ) dibandingkan dengan gas metana yang hanya 33% (Van Groenestijn dkk., 2002) . Hidrogen dapat dijual sebagai metal hydride (Dong dkk., 2007) serta transmisi hidrogen melalui perpipaan gas akan lebih efisien daripada transmisi electricity down power line (Kloeppel dan Rogerson, 1991). Selain itu gas H 2 mempunyai aplikasi industri yang lebih luas dibandingkan gas metana (Li dan Fang, 2007). Di antara metode produksi hidrogen, metode yang paling menjanjikan dan ramah lingkungan adalah fermentasi gelap dari limbah organik karena menggabungkan proses produksi hidrogen dengan pengolahan limbah (Benemann 1996).

Upload: awaliatun-nur-azizah

Post on 28-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biohidrogen

Biohidrogen adalah gas hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas

mikroorganisme seperti ganggang hijau, cyanobacteria, atau mikroorganisme

fermentasi. Ganggang hijau dan cyanobacteria menggunakan energi sinar matahari

untuk menghasilkan H2 dari air, sementara bakteri fermentasi bersifat heterotrof (Das

dan Veziroglu, 2001). Produksi hidrogen dari sumber daya terbarukan dengan

fermentasi adalah metode yang lebih menjanjikan di antara alternatif proses produksi

hidrogen yang lain. Sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan masalah

minimisasi limbah, produksi hidrogen biologis, yang dikenal sebagai "teknologi

hijau" telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir dikarenakan

membutuhkan energi yang sedikit dan dapat dikombinasikan dengan proses

pengolahan limbah cair. Hidrogen tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan

tidak beracun ketika digunakan sebagai bahan bakar karena tidak menghasilkan

polutan tetapi menghasilkan air sebagai produk tunggal. Dibandingkan dengan bahan

bakar fosil, hidrogen menghasilkan energi sebesar 122 kJ/g, 2,75 kali lebih besar

dibandingkan dengan bahan bakar hidrokarbon (Mei Ling Chong dkk.,2009).

Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan hidrogen ialah pembakaran

hidrogen pada automobile 50% lebih efisien dari pada bensin (Reith dkk., 2003).

Kemudian hidrogen mempunyai efisiensi konversi sebesar 55-60% (Nilai

pembakaran gas H2) dibandingkan dengan gas metana yang hanya 33% (Van

Groenestijn dkk., 2002) . Hidrogen dapat dijual sebagai metal hydride (Dong dkk.,

2007) serta transmisi hidrogen melalui perpipaan gas akan lebih efisien daripada

transmisi electricity down power line (Kloeppel dan Rogerson, 1991). Selain itu gas

H2 mempunyai aplikasi industri yang lebih luas dibandingkan gas metana (Li dan

Fang, 2007). Di antara metode produksi hidrogen, metode yang paling menjanjikan

dan ramah lingkungan adalah fermentasi gelap dari limbah organik karena

menggabungkan proses produksi hidrogen dengan pengolahan limbah (Benemann

1996).

Page 2: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.2 Sejarah Biohidrogen

Hidrogen pertama kali diisolasi pada pertengahan tahun 1600 oleh Robert

Boyle, yang menjatuhkan paku besi ke dalam asam sulfat, disebut gas H2 dikenal

sebagai “udara buatan” (Busby,2005). Kurang lebih 100 tahun kemudian, pada tahun

1766, Henry Cavendish mengidentifikasi hidrogen sebagai elemen kimia ( disebut

sebagai udara yang mudah terbakar) dan menjelaskan sifat-sifat dari gas tersebut,

seperti densitas dan berat molar. Cavendish juga menunjukkan bahwa pembakaran

H2 di udara menghasilkan air mengoreksi kesalahan dari ide yang menyatakan air

sebagai elemen dasar. Pada tahun 1783, Antoine-Laurent Lavoisier mengenal

oksigen sebagai komponen dari air, dan memberikan hidrogen nama modernnya

(penghasil air). Pada akhir tahun 1700 dan awal tahun 1800, hidrogen digunakan

pada udara panas balon penerbangan, dan sebagai bahan bakar pada salah satu mesin

pembakaran internal yang pertama. Hidrogen juga merupakan komponen yang kaya

pada “kota gas” digunakan untuk tujuan pemanasan dan penerangan (Busby, 2005).

Pada tahun 1920 dan 1930, penelitian hidrogen sangat aktif dan beberapa aplikasi

utilitas pemindahan H2 dikembangkan, dari zeppelin dirigibles hingga kereta api ,

bus dan kapal laut (Hoffmann, 2002). Kemajuan teknologi H2 dihentikan setelah

perang dunia kedua disebabkan rendahnya harga minyak dan bensin. Perhatian pada

energi H2 kembali meningkat pada tahun 1970 selama krisis energi, tetapi berkurang

setelah harga minyak merosot tajam (Hoffmann, 2002). Pada tahun 1990, perhatian

H2 kembali meningkat dengan pertumbuhan kecemasan publik pada dampak negatif

bahan bakar fosil terhadap lingkungan dunia (Benemann, 1996).

Produksi hidrogen oleh mikroorganisme terungkap pada akhir tahun 1800.

Penelitian dasar bakteri penghasil H2 ditemukan pada akhir tahun 1920

(Benemann,2002) dan ganggang mikro pada awal tahun 1940 (Homann, 2003).

Meskipun produksi H2 secara mikrobiologi tidak dipertimbangkan sebagai

kemungkinan yang mudah dilaksanakan hingga tahun 1970 (Benemann,1996). Pada

tahun 1970 dan 1980 penelitian biohidrogen kebanyakan berkonsentrasi pada

produksi H2 secara biologis menggunakan cahaya (Asada and Miyake,1999).

Penelitian mengenai produksi H2 dengan fermentasi gelap memperoleh perhatian

lebih pada akhir tahun 1990 dengan meningkatnya jumlah studi hingga sekarang

(Perttu Koskinen, 2008).

Page 3: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil hidrogen tergantung pada

faktor:

2.3.1 Temperatur

Temperatur mempengaruhi aktivitas bakteri penghasil hidrogen dan laju

produksi (Nath et al, 2006). Reaksi fermentasi gelap hidrogen dapat dioperasikan

pada temperatur yang berbeda : mesofilik (25-40oC), termofilik (40-65

oC), ekstrim

termofilik (65-80 o

C), atau hipertermofilik (>80 o

C) (Levin et al,2004). Kebanyakan

percobaan fermentasi gelap menggunakan temperatur sebesar 35-55 o

C. Proses

ekstrim termofilik memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan dengan

termofilik dan mesofilik. Pertama, produksi hidrogen lebih tinggi pada kondisi

ekstrim termofilik daripada kondisi mesofilik dan termofilik. Telah dilaporkan

bahwa fermentasi anaerobik hidrogen secara ekstrim termofilik dapat menghasilkan

produksi hidrogen yang lebih banyak dan laju produksi hidrogen yang lebih tinggi

daripada fermentasi hidrogen secara mesofilik (Van Groenestijin dkk., 2002). Telah

dilaporkan juga bahwa pada kondisi ekstrim termofilik (70 oC), hasil hidrogen

mencapai maksimum secara teoritis yaitu 4 mol hidrogen per mol glukosa,

sedangkan pada kondisi mesofilik dan termofilik normalnya adalah kurang dari 2

mol hidrogen per mol glukosa (Van Niel dkk., 2002). Kedua, ekstrim termofilik

memiliki kemampuan memusnahkan patogen yang lebih baik pada digested residu

yang ditunjukkan pada temperatur tinggi (Sah Istrom, 2003). Ketiga, meminimalisasi

kontaminasi oleh pengkonsumsi hidrogen, seperti metanogen. Hellenbeck (2005),

melaporkan bahwa pada fermentasi dengan temperatur tinggi lebih disukai secara

termodinamik bagi reaksi penghasil hidrogen karena temperatur yang tinggi

menghasilkan peningkatan entropi, dan menjadikan fermentasi gelap hidrogen lebih

berenergi sementara utilitas proses hidrogen berdampak negatif dengan kenaikan

temperatur (Amend dan Shock, 2001). Bakteri ekstrim termofilik menunjukkan

toleransi yang lebih baik pada tekanan parsial hidrogen yang tinggi yang akan

menyebabkan pergantian metabolik pada cara penghasil nonhidrogen, seperti

produksi pelarut (Niel dkk., 2003).

Pada kondisi mesofilik, Lay dkk. (2003) melaporkan produksi hidrogen

sebesar 50 ml/gVSyang ditambahkan pada HSW batch fermentation. Okamoto dkk. (2000)

Page 4: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

menemukan produksi hidrogen sebesar 19,3-96,0 mL/ gVSyang ditambahkan dari fraksi

individu HSW seperti nasi dan wortel oleh pengolahan batch secara mesofilik.

Valdez- Vazquez dkk. (2005) melaporkan bahwa 95 ml H2/ gVSyang ditambahkan

diperoleh secara berturut-turut dengan menggunakan CSTR semi kontinyu. Dawei

Liu (2008) menemukan produksi hidrogen sebesar 43 ml H2/ gVSyang ditambahkan dari

fermentasi HSW secara mesofilik, dan juga menemukan bahwa produksi hidrogen

sebesar 100-250 ml H2/ gVSyang ditambahkan dapat dipenuhi pada kondisi ekstrim

termofilik.

2.3.2 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi enzim mikroorganisme,

karena setiap enzim aktif hanya pada kisaran pH yang bersifat spesifik dan

mempunyai aktivitas maksimum pada pH optimalnya (Lay dkk., 1997). Penelitian

hidrogen telah mengakui bahwa pH adalah salah satu kunci faktor yang

mempengaruhi produksi hidrogen. Fermentasi hidrogen bersifat sensitif terhadap pH

dan pokok dari produk akhir (Craven, 1998). Telah banyak penelitian untuk

memproduksi hidrogen dari limbah padat. Hasilnya mengindikasi bahwa kontrol pH

merupakan hal yang sangat penting untuk memproduksi hidrogen. Telah dilaporkan

juga bahwa dibawah pH yang tidak optimal proses fermentasi hidrogen digantikan

oleh produksi pelarut (Temudo dkk., 2007), atau memperlama fasa lag (Liang, 2003).

Produksi laktat selalu diobservasi bersamaan dengan perubahan parameter

lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba, seperti pH, HRT, dan temperatur, yang

mengindikasikan biakan bakteri tidak beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang

baru (Temudo dkk., 2007). Liu dkk. (2006) menemukan bahwa pada fermentasi

gelap hidrogen secara mesofilik memiliki pH optimal sekitar 5-5,5.

Sementara itu, fermentasi hidrogen pada temperatur ekstrim termofilik pada

semua publikasi menggunakan pH 6,5-7,5. Van Niel dkk. (2002) menggunakan

biakan murni dari Caldicellulosiruptor saccharolyticus dan Thermatoga elfii untuk

fermentasi gelap hidrogen menggunakan bahan baku sukrosa dan glukosa pada

temperatur 70oC. pH yang utama adalah 7 dan 7,4 melalui eksperimen tersebut.

Schroder et al (1994) menggunakan biakan murni dari Thermatoga maritime dengan

menggunakan substrat glukosa pada temperatur 80oC dan kontrol pH 6,5. Kadar et al.

Page 5: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

(2004) melaporkan produksi hidrogen dari sludge hidrolisat kertas dengan biakan

murni Caldicellulosiruptor saccharolyticus pada pH 7,2. Dari keseluruhan penelitian

ini mengindikasi bahwa kebanyakan bakteri ekstrim termofilik penghasil hidrogen

lebih menyukai pH netral sebagai pH optimum. Penelitian biakan campuran bakteri

ekstrim termofilik yang diadaptasi dari pupuk juga melaporkan bahwa pH optimum

adalah 7 (Yokoyama dkk., 2007). Dawei Liu (2008) juga menemukan bahwa biakan

campuran bakteri ekstrim termofilik penghasil hidrogen yang diadaptasi dari pupuk

dan pengolahan substrat HSW mempunyai pH optimum 7.

2.3.3 HRT

HRT juga merupakan parameter yang penting bagi proses fermentasi gelap.

Pada sistem CSTR, HRT yang singkat digunakan untuk membersihkan metanogen

yang tumbuh lambat dan memilih bakteri penghasil asam (Chen dkk., 2001),

sementara laju cairan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hidrolisis limbah

organik yang buruk (Han dan Shin, 2004). Pada sistem CSTR, Kim dkk. (2004)

melaporkan bahwa HRT yang singkat (< 3 hari) akan menghasilkan produksi

hidrogen karena metanogen membutuhkan lebih dari HRT 3 hari. Normalnya pada

proses anaerobik, pH dan HRT adalah pasangan parameter : HRT yang singkat

menghasilkan pH yang rendah. Antara pH dan HRT telah didemonstrasikan sebagai

cara yang efektif untuk memisahkan bakteri penghasil hidrogen dan archaea

pengkonsumsi hidrogen pada kondisi mesofilik dan termofilik (Oh dkk., 2004).

Meskipun efek pH dan HRT saling berhubungan tidak ada penelitian resmi yang

telah mengisolasi efek dari kedua parameter ini secara terpisah (Dawei Liu, 2008).

Bagi fermentasi HSW pada temperatur ekstrim termofilik, HRT harus tidak

boleh kurang dari 2 hari, jika tidak akan dihasilkan hidrolisis dan pembersihan

bakteri metanogen yang buruk. Diindikasi juga bahwa metanogen masih dapat

tumbuh dan mengkonsumsi hidrogen (Dawei Liu, 2008).

2.3.4 Tekanan Parsial Hidrogen dan Karbondioksida

Akumulasi hidrogen dan karbondioksida dapat menyebabkan penekanan

produksi dan formasi dari produk yang berkurang secara berturut-turut.

Page 6: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

a. Tekanan Parsial Hidrogen

Konsentrasi hidrogen pada fasa cair berhubungan dengan tekanan parsial

hidrogen yang merupakan salah satu kunci faktor yang mempengaruhi produksi hidrogen

(Hawkes dkk., 2002). Tekanan parsial H2 (pH2) adalah faktor yang sangat penting

terutama bagi sintesis H2 secara kontinyu (Hawkws dkk., 2007). Alur sintesis hidrogen

bersifat sensitif bagi konsentrasi H2 dan merupakan penghambat produk akhir karena

meningkatnya konsentrasi H2 menyebabkan sintesis H2 berkurang dan alur metabolik

berganti menjadi produksi substrat seperti laktat, etanol, aseton, butanol, atau alanin

(Tamagnini et al., 2002). Sintesis H2 secara kontinyu membutuhkan pH2 sebesar 50 kPa

pada temperatur 60oC (Lee dan Zinder, 1998). 20 kPa pada temperatur 70oC (Van Niel

dkk., 2002), dan 2 kPa pada temperatur 98 oC dibawah kondisi standart (Levin dkk.,

2004).

b. Tekanan Parsial Karbondioksida

Pada kasus karbondioksida, konsentrasi H2 yang tinggi dapat menyebabkan

produksi fumarat atau suksinat, yang berkontribusi mengkonsumsi elektron, sehingga

produksi hidrogen berkurang (Tanisho dkk., 1998). Tanisho et al. Juga melaporkan

bahwa penghilangan CO2 dapat meningkatkan produksi hidrogen pada fermentasi gelap.

Setelah CO2 dihilangkan, produksi hidrogen meningkat dua kali semula. Terlebih lagi

ketika CO2 dihilangkan dari cairan dengan sparging gas argon dan gas hidrogen,

dibandingkan tekanan parsial hidrogen, tekanan parsial CO2 memiliki efek penghambat

yang lebih besar pada proses fermentasi gelap.

Belakangan ini gas CH4 digunakan sebagai sparging gas untuk menghilangkan

hidrogen dan karbondioksida dari cairan. Gas sparging menghasilkan peningkatan yang

signifikan terhadap produksi hidrogen (88%). Mizuno dkk. (2000) melaporkan bahwa

produksi hidrogen meningkat sebesar 68% setelah mengalami sparging dengan gas N2.

2.3.5 Konsentrasi Asam Organik

Konsentrasi asam organik yang tinggi telah dilaporkan menghasilkan penurunan

gradien pH dan menyebabkan penghambatan total dari fungsi keseluruhan metabolik sel

(Jones dan Woods,1986). Konsentrasi total antara asam asetat atau butirat dan bentuk

tidak terpisahkan dari asam-asam ini dapat menghambat proses fermentasi gelap

hidrogen (Van Niel dkk., 2003).

Page 7: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

Suatu pendekatan yang lengkap mengenai penghambatan produksi H2

diobservasi oleh Van Ginkel dan Logan (2005) dengan menambahkan asam asetat

untuk memberikan konsentrasi asam yang tak terpisahkan pada reaktor 63 mM, yang

terjadi pada pH 5,5 dan penambahan 165mM asetat. Mereka melaporkan bahwa alur

fermentasi berubah dari asam organik dan hidrogen menjadi pelarut yang tidak

terdeteksi.Dilaporkan juga bahwa konsentrasi keseluruhan asetat adalah inhibitor yang

kuat pada fermentasi hidrogen. Van Niel dkk. (2003) melaporkan bahwa konsentrasi

asetat tak terpisah tidak serius menghambat produksi hidrogen pada pH 6,5 dan 7,2 serta

pada temperatur 70oC oleh biakan murni Caldicellulosiruptor saccharolyticus, dan

konsentrasi total asetat adalah penghambat utama bagi fermentasi ekstrim termofilik

hidrogen. Huang dkk. (1998) menggunakan Coltridium formicoaceticum untuk

memfermentasi fruktosa pada pH 7,6 dan temperatur 37oC. Mereka menemukan

konsentrasi asetat keseluruhan (bukan konsentrasi asetat tak terpisah) memiliki efek

penghambatan nonkompetitif bagi fermentasi hidrogen. Nakashimada dkk. (1999)

menemukan bahwa fermentasi hidrogen dihambat secara keseluruhan oleh konsentrasi

total asetat sebesar 25mM pada pH 6,5 pada bakteri hiper termofilik penghasil hidrogen.

2.3.6 Senyawa Anorganik

a. Konsentrasi Fe

Hidrogenase adalah enzim yang penting karena mereka terlibat langsung

dalam produksi hidrogen hidrogen selama proses fermentasi. Telah dilaporkan

bahwa seiring meningkatnya konsentrasi besi, produksi hidrogen meningkat secara

signifikan (Lee dkk., 2001).

Dalam proses produksi fermentasi hidrogen, Fd, sebuah protein besi-

belerang, fungsi utamanya adalah sebagai pembawa elektron dan terlibat dalam

oksidasi piruvat untuk asetil-Ko A dan CO2 dan pengurangan proton molekul H2

(Lee dkk., 2001). Vanacova et dkk. (2001) menunjukkan bahwa besi dapat

menginduksi perubahan metabolik dan menjadi terlibat dalam ekspresi protein Fe-S

dan non-Fe-S yang beroperasi dalam hidrogenase.

b. C/N Ratio

Karbon / nitrogen (C / N) rasio juga penting untuk stabilitas proses fermentasi

gelap (Tanisho et al., 1998). Telah dilaporkan bahwa rasio C/N yang tepat dapat

Page 8: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

meningkatkan produksi hidrogen dalam fermentasi hidrogen mesofilik dari limbah

lumpur. Pada rasio C/N 47, produksi hidrogen adalah 5 kali lebih tinggi dari yang di

C/N rasio 40 (Lin dan Lay 2004).

2.4 Tahapan-Tahapan Pembentukan Biohidrogen

2.4.1 Pretreatment

Pretreatment membantu mempercepat tahapan hidrolisis, sehingga

mengurangi laju tahapan dan meningkatkan pencernaan anaerobik untuk

memperbesar produksi gas hidrogen (H. Koku dkk., 2002). Beberapa prosedur pre

treatment di antaranya ialah dengan pemanasan, penggunaan bahan kimia seperti

asam atau alkali, pembekuan, dan sebagainya dilakukan terhadap biakan campuran

untuk menyeleksi bakteri asidogenik penghasil H2 (S.M. Kotay dan D. Das, 2010).

2.4.2 Hidrolisis

Bahan organik secara enzimatis diuraikan oleh enzim ekstraselular (selulosa,

amilase, proteinase, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri mendekomposisi rantai

panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek. Sebagai

contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida

dan asam amino (Aryati, 2010).

2.4.3 Asidifikasi

Bakteri penghasil asam, terlibat dalam langkah kedua, menkonversi hasil

fermentasi menjadi asam asetat (CH3COOH), hidrogen (H2) dan karbon dioksida

(CO2). Bakteri ini bersifat anaerobik dan dapat tumbuh di bawah kondisi asam.

Untuk menghasilkan asam asetat, mereka membutuhkan oksigen dan karbon. Untuk

ini, mereka menggunakan oksigen larut dalam larutan atau oksigen terikat.. Setelah

itu, terjadi penguraian senyawa dengan berat molekul yang rendah menjadi alkohol,

asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan metana (Aryati,

2010).

2.5 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Selama proses ekstraksi crude palm oil (CPO), pabrik akan menghasilkan

limbah cair yang disebut dengan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). LCPKS

umumnya bersuhu tinggi (60-75oC), berwarna kecoklatan, mengandung padatan

terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan

biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah tersebut langsung

Page 9: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

dibuang ke perairan, maka akan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga

harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang (Santoso, 2009).

Komposisi kimia limbah cair POME dan komposisi asam amino limbah cair

segar disajikan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Limbah Cair POME

Komponen % Berat Kering

Ekstrak dengan ether 31.60

Protein (N x 6,25) 8.20

Serat 11.90

Ekstrak tanpa N 34.20

Abu 14.10

P 0.24

K 0.99

Ca 0.97

Mg 0.30

Na 0.08

Energi (kkal / 100 gr) 454.00

Sumber : Siregar, 2009

Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik,

kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu,

kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan

organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan

sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Siregar, 2009).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam)

parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :

a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar

mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan

diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.

b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan

organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan

mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin

tinggi.

c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk

merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar

dari BOD.

Page 10: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan

limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan

total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen

untuk perombakan yang lebih tinggi.

e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan

limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.

f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan

merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses

oksidasi pada saat kondisi aerobic (Siregar, 2009).

Adapun karakteristik dari limbah POME yang dihasilkan dapat dilihat pada

Tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Karaktersitik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah

Parameter Komposisi

BOD5 (mg/L) 23000-26000

COD (mg/L) 42500-55700

Soluble COD (mg/L) 22000-24000

TVFAs (mg acetic acid/l) 2500-2700

SS (mg/L) 16500-19500

Oil and grease (mg/L) 4900-5700

Total N (mg/L) 500-700

pH 3,8-4,4

Sumber : Zinatizadeh, dkk., 2007

Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair POME

berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tidak dilakukan pencegahan dan

pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti

pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni biota perairan, menimbulkan

bau, dan menghasilkan gas metan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab

efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Siregar, 2009).

2.6 Perusahaan Yang Memproduksi Hidrogen

Sejumlah sistem transportasi sedang beralih ke mesin-mesin berbahan bakar

hidrogen sebagai alternatif bahan bakar gas, tetapi hingga kini gas hidrogen masih

diproduksi dari bahan bakar fosil seperti gas alam. Oleh karena itu, sampai saat ini

biohidrogen masih dalam proses penelitian yang terus-menerus dikembangkan dan

berbeda dengan biogas yang sudah di produksi dalam skala besar. Hal ini disebabkan

Page 11: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

biohidrogen merupakan gas alternatif yang dikembangkan dari biogas dan lebih

ramah lingkungan.

Adapun salah satu perusahaan yang memproduksi hidrogen yaitu Mahler

AGS dengan 4.500 cabang dan dibangung di seluruh dunia sejak 1950. Mahler AGS

adalah produsen yang sangat dihormati untuk generasi pembuatan hidrogen, oksigen

dan nitrogen. Mahler AGS memproduksi sistem generasi yang hemat biaya, aman

dan terpercaya dan menyediakan teknik untuk pemurnian dan pemulihan gas dan

limbah dari proses gas tersebut. Mahler gas ini terletak di Stuttgart, Jerman.

Untuk memproduksi hidrogen, perusahaan ini menggunakan 2 proses

teknologi yaitu HYDROFORM-C dan HYDROFORM-M. HYDROFORM-C

berdasarkan pada proses steam reforming gas alam, LPG atau nafta. Proses ini

menawarkan pelanggan kualitas dan keamanan yang maksimum, serta kemampuan

efisien untuk memenuhi kebutuhan hidrogen 100-10.000 Nm3/jam pada kemurnian

hingga 99,999 + persen volum (Mahler AGS, tanpa tahun).

Gambar 2.1 Flowsheet proses HYDROFORM-C Mahler Gas

(Mahler AGS, tanpa tahun)

Mahler AGS telah berhasil mengoperasikan selama bertahun-tahun di bidang

methanol reforming untuk pembentukan hidrogen. Pemurnian bahan baku hidrogen

dilakukan oleh sistem HYDROFORM-M dan dilakukan sistem HYDROSWING

Page 12: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

yang memberikan langkah pemurnian secara terpisah. Perusahaan ini menawarkan

proses yang efisien untuk methanol reforming dalam kuantitas 100-4.000 Nm3/jam

hidrogen dengan kemurnian 99,999 + persen volume.

Gambar 2.2 Flowsheet proses HYDROFORM-M Mahler Gas

(Mahler AGS, tanpa tahun)

Proses pemurnian hidrogen dilakukan secara terpisah dengan sistem

HYROSWING.

Gambar 2.3 Flowsheet proses HYDROSWING Mahler Gas

(Mahler AGS, tanpa tahun)

Page 13: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.7 Aplikasi Gas Hidrogen

Sejumlah besar H2 diperlukan dalam industri petrokimia dan kimia.

Penggunaan terbesar H2 adalah untuk memproses bahan bakar fosil dan dalam

pembuatan ammonia. Konsumen utama dari H2 di kilang petrokimia meliputi

hidrodealkilasi, hidrodesulfurisasi, dan penghidropecahan (hydrocracking). H2

memiliki beberapa kegunaan yang penting. H2 digunakan sebagai bahan hidrogenasi,

terutama dalam peningkatan kejenuhan dalam lemak tak jenuh dan minyak nabati

(ditemukan di margarin), dan dalam produksi metanol. Ia juga merupakan sumber

hidrogen pada pembuatan asam klorida. H2 juga digunakan sebagai reduktor pada

bijih logam (Chemistry Operation, 2003).

Selain digunakan sebagai pereaksi, H2 memiliki penerapan yang luas dalam

bidang fisika dan teknik. Ia digunakan sebagai gas penameng di metode pengelasan

seperti pengelasan hidrogen atomic (Ahmet,2003; Specialty Welds, 2007). H2

digunakan sebagai pendingin rotor di generator pembangkit listrik karena ia

mempunyai konduktivitas termal yang paling tinggi di antara semua jenis gas. H2

cair digunakan di riset kriogenik yang meliputi kajian superkonduktivitas (Walter,

2003). Oleh karena H2 lebih ringan dari udara, hidrogen pernah digunakan secara

luas sebagai gas pengangkat pada kapal udara balon (Mathew, 2004).

Baru-baru ini hidrogen digunakan sebagai bahan campuran dengan nitrogen

(kadangkala disebut forming gas) sebagai gas perunut untuk pendeteksian kebocoran

gas yang kecil. Aplikasi ini dapat ditemukan di bidang otomotif, kimia, pembangkit

listrik, kedirgantaraan, dan industri telekomunikasi (Mathias, 2004). Hidrogen adalah

zat aditif (E949) yang diperbolehkan penggunaanya dalam ujicoba kebocoran

bungkusan makanan dan sebagai antioksidan (European Union, tanpa tahun).

Gambar 2.4 Perbandingan Biaya Energi Sekarang dan Masa Depan Menggunakan

Biohidrogen di Jerman (Sirosiris, 2010)

Page 14: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

Hidrogen sebagai bahan bakar memiliki kemampuan mendorong kendaraan

yang setara dengan bensin. Hanya saja, kelemahannya terletak pada biaya yang

tinggi untuk memproduksi sel bahan bakar itu sendiri serta investasi untuk

menyiapkan stasiun bahan bakar untuk menyalurkan bahan bakar hydrogen

(Pamungkas, 2012).

Gambar 2.5 Mobil Toyota Konsep Bahan Bakar Hidrogen

(Pamungkas, 2012)

2.8 Proses Integrasi Produksi Biohidrogen

Terdapat 5 macam sistem biohidrogen yaitu :

2.8.1 Biofotolisis Langsung

Fotosintesis memproduksi hidrogen dari air adalah suatu proses secara

biologi yang memanfaatkan cahaya matahari, menghasilkan energi kimia dengan

reaksi sebagai berikut :

2H2O 2H2 + O2

Alga hijau, di bawah kondisi anaerob, dapat menggunakan H2 sebagai suatu

donor elektron di dalam proses fiksasi CO2 atau meningkatkan H2. Produksi hidrogen

oleh mikroalga hijau membutuhkan waktu beberapa menit hingga beberapa jam dari

inkubasi anaerob dalam kondisi gelap untuk menginduksi pengaktifan dan/atau

sintesa enzim yang dilibatkan dalam metabolisme H2, termasuk reversible enzim

Page 15: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

hidrogenase. Hidrogenase mengkombinasi proton (H+) dalam medium dengan

elektron untuk membentuk dan menghasilkan H2. Dengan begitu, mikroalga hijau

mampu secara genetik, enzimatik, metabolik, dan transport elektron menuju ke

photoproduce gas H2. Sintesis H2 memungkinkan elektron melalui rantai transport

elektron, yang mendukung sintesis ATP.

Proses fotosintesis alga mengoksidasi H2O dan meningkatkan O2. Energi

cahaya diabsorbsi oleh fotosistem II (PSII) menghasilkan electron yang ditransfer ke

ferredoxin, lalu menggunakan energi cahaya diabsorbsi oleh fotosistem I (PSI).

Hidrogenase reversible menerima elektron secara langsung dari ferredoxin yang telah

dikurangi untuk menghasilkan H2. Karena enzim hidrogenase yang bertanggung

jawab pada evolusi molekuler H2 adalah sangat sensitive terhadap O2, produksi

fotosintesis dari H2 dan O2 haruslah sementara dan/atau terpisah.

Dalam 2 fase proses, selama fotosintesis normal (fase1),CO2 pertama

tercampur dalam substrat yang kaya H2, diikuti dengan generasi cahaya tengah dari

molekuler H2 saat mikroalga dierami di bawah kondisi anaerob (fase 2). Fase 2 dari

dua tahap proses dapat dicapai dengan inkubasi mikroalga dalam medium yang tidak

mengandung sulfur. Contoh kultur alga hijau adalah Chlamydomonas reinhardtii.

2.8.2 Biofotolisis Tak Langsung

Cyanobacteria dapat juga mensintesis dan meningkatkan H2 melalui jalur

fotosintesis mengikuti proses sebagai berikut :

12H2O + 6CO2 C6H12O6 + 6O2

C6H12O6 + 12H2O 12H2 + 6CO2

Cyanobacteria (disebut juga blue-green algae, cyanophyceae, or

cyanophytes) adalah suatu grup besar dari mikroorganisme photoautotrophic.

Cyanobacteria mengandung pigmen fotosintesis, seperti klorofil, karotenoid, dan

fikobiliprotein, serta dapat menyuguhkan fotosintesis oksigenik. Nutrisi yang

dibutuhkan mikroorganisme ini cukup sederhana yakni udara (N2 dan O2), air, garam

mineral, dan cahaya. Spesies ini memiliki beberapa enzim yang secara langsung

meningkatkan metabolisme H2 dan sintesis molekuler H2. Termasuk nitrogenase

yang mengkatalis produksi H2 sebagai by-product dari reduksi nitrogen menjadi

ammonia, pengambilan hidrogenase yang mengkatalis oksidasi dari sintesis H2 oleh

nitrogenase, dan bi-directional hydrogenases yang mempunyai kemampuan untuk

Page 16: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

mengoksidasi dan sintesis H2. Produksi hidrogen dengan Cyanobacteria telah diteliti

lebih dari 3 dekade dan terungkap bahwa efisien fotokonversi dari H2O menjadi H2

dipengaruhi oleh banyak faktor (Sirosiris, 2010).

2.8.3 Photo Fermentation (Fermentasi Cahaya)

Langkah photo fermentation (PHF) adalah proses yang berbasis cahaya, yang

mengubah asam-asam organik menjadi hidrogen dan CO2.

Foto-sintetik bakteri Rhodobacter sphaeroides OU 001 digunakan untuk

fermentasi cahaya. Reaktor beroperasi dengan kondisi terbaik sekitar 30°C dan

bekerja pada konsentrasi substrat 40 mM dengan konversi 60% dari hasil teoritis

sesuai dengan reaksi berikut:

(

Konsentrasi yang sangat rendah dan sangat tinggi adalah pada waktu retensi

(10 hari) yang diperlukan untuk mengoperasikan fermentor secara kontinu. Kondisi

ini menyebabkan volume besar yang diperlukan untuk fermentor. Karena dimensi,

variasi pH tidak dapat dikontrol secara lokal, sehingga buffer yang tinggi (garam

fosfat kalium) konsentrasi 20 mM diperlukan dalam kaldu fermentasi (Foglia dkk.,

2011).

Gambar 2.6 Flowsheet Proses Pembentukan hydrogen dengan PHF

(Foglia dkk., 2011)

Page 17: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.8.4 Dark Fermentation (Fermentasi Gelap)

Fermentasi termofilik (THF) atau gelap merupakan langkah fermentasi

anaerobik di mana bakteri termofilik ekstrim (Caldicellulosiruptor saccharolyticus)

bekerja pada suhu 70 ° C. Pada langkah ini, gula diubah menjadi hidrogen, CO2 dan

asam organik, menurut reaksi di bawah ini:

Untuk pentosa:

(

Untuk heksosa:

(

Untuk sukrosa:

(

Fermentasi yang terbaik terus beroperasi pada konsentrasi substrat yang

rendah dari 10/l g gula dan pH 6,5. Air pengenceran diasumsikan pada 20° C. Untuk

mempertahankan pH konstan, pH controller otomatis digunakan, dengan

menggunakan basa (KOH) sebagai dasar untuk menyesuaikan perubahan pH, yang

disebabkan oleh pembentukan asam organik selama langkah fermentasi.

Untuk menghindari penghambatan hidrogen vakum diterapkan pada

fermentor termofilik (0,55 bar) untuk menurunkan tekanan parsial hidrogen dan

meningkatkan desorpsi hidrogen dari kaldu fermentasi.

Flowsheet dari model dari fermentor termofilik ditunjukkan pada Gambar. 5 .

Unit operasi TH-DIL digunakan untuk menggabungkan aliran substrat yang berasal

dari PTR (TH-Prec), air pengenceran aliran dan bahan kimia (KOH, buffer).

Page 18: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 Flowsheet Proses Pembentukan hydrogen dengan THF

(Foglia dkk., 2011)

2.8.5 Proses HYVOLUTION

Proses ini terdiri dari empat langkah utama yaitu : pre-treatment (PTR),PHF,

THF dan gas upgrade. Berikut skema dari proses HYVOLUTION.

Gambar 2.8 Skema Proses HYVOLUTION

(Foglia dkk., 2011)

Dari berbagai proses teknologi yang ada, maka metode fermentasi gelap

(THF) yang paling cocok untuk diterapkan. Hal ini disebabkan keunggulan produksi

H2 melalui fermentasi gelap adalah :

1. Tidak memerlukan energi matahari

2. Berbagai limbah/tanaman energi dapat digunakan

3. Teknologi reaktor yang sederhana

(Hallenbeck & Ghosh 2009)

Page 19: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.9 Deskripsi Proses dan Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk

2.9.1 Deskripsi Proses Pembuatan Biohidrogen dari fermentasi limbah cair

pabrik kelapa sawit

Berdasarkan kajian literatur yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut ini

dijelaskan deskripsi proses atau rancangan pembuatan biohidrogen dari fermentasi

limbah cair pabrik kelapa sawit. Pertama, LCPKS ditampung di bak penampung (Bk-

101). Lalu, dilakukan pre treatment (M-103) yang juga berfungsi untuk

menonaktifkan aktivitas bakteri metanagenasi yang menghasilkan metana, sehingga

dapat memperbesar produksi hidrogen. Banyak metode yang digunakan untuk pre

treatment ini, diantaranya dengan penambahan bahan kimia berupa 1 M H2SO4 10%

ke dalam LCPKS (acid pre-treatment), 1 M NaOH 10% (alkaline pre-treatment)

ataupun menggunakan heat treatment dengan cara LCPKS dipanaskan pada suhu

80oC selama 1 jam tanpa penambahan bahan kimia. Berdasarkan penelitian, hidrogen

yang paling tinggi diperoleh dengan perlakuan yang efektif untuk LCPKS adalah

menggunakan alkaline-heat pre-treatment (chemical heat) (Syafawati dkk., 2012).

Oleh karena itu, pre treatment yang akan dilakukan pada rancangan ini dengan

menggunakan 1 M NaOH 10% dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 1 jam.

Selanjutnya LCPKS yang sudah dilakukan pre treatment dimasukkan ke

dalam tangki pencampur (M-107), dimana LCPKS akan ditambahkan nutrisi.

Penambahan nutrisi berfungsi sebagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan

bakteri yang menghasilkan hidrogen. Berdasarkan penelitian, dengan penambahan

nutrisi N,P dan Fe meningkatkan produksi hidrogen. Konsentrasi Fe yang diperlukan

adalah 257 mg/L LCPKS, rasio C/N yaitu 74 dan rasio C/P yaitu 559 (Sompong

dkk., 2007). Namun, penambahan ini juga harus disesuaikan dengan karakteristik

dari LCPKS yang akan diumpankan. Jika rasio C:N:P sudah memenuhi berdasarkan

yang disebutkan diatas, maka tidak perlu ditambahkan lagi. Hal ini disebabkan,

kelebihan nutrisi juga menyebabkan keracunan, sehingga bisa menyebabkan

mikroorganisme tidak bisa berfungsi untuk memproduksi hidrogen.

Tahap selanjutnya yaitu fermentasi. Reaktor yang digunakan yaitu Continue

Stirred Tank Reactor (CSTR). CSTR dianggap praktis dan ekonomis untuk industri

yang memproduksi hidrogen, khususnya melalui fermentasi kultur campuran (van

Groenestijn dkk., 2002; Hawkes dkk., 2007). CSTR dapat dibuat secara sederhana,

Page 20: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

mudah mengatur keasaman dan suhu serta memberikan pencampuran yang homogen

antara substrat dan biomassa aktif (Li dan Fang, 2007; Hawkes dkk., 2007).

Pada sistem CSTR, Kim dkk., (2004) melaporkan bahwa HRT yang singkat

(< 3 hari) akan menghasilkan produksi hidrogen karena metanogen membutuhkan

lebih dari HRT 3 hari. Normalnya pada proses anaerobik, pH dan HRT adalah

pasangan parameter : HRT yang singkat menghasilkan pH yang rendah. Antara pH

dan HRT telah didemonstrasikan sebagai cara yang efektif untuk memisahkan

bakteri penghasil hidrogen dan archaea pengkonsumsi hidrogen pada kondisi

mesofilik dan termofilik (Oh dkk., 2004). Oleh karena itu, kondisi yang digunakan

pada rancangan ini yaitu kondisi termofilik dengan temperatur 60oC, pH 5,5 dan

HRT 2 hari (Sompong dkk., 2007). Reaksi yang terjadi pada reaktor yaitu :

(C5H10O5)n H2(g) + CO2(g) + H2S(g) + C2H4O2(i)+ C4H8O2(l)

Hidrogen

(Dawei Liu,2008)

H2S yang terbentuk dari hasil pembusukan oleh mikroorganisme pada fasa

cair terionisasi menjadi fasa gas (Speece, R.E., 1996). Selain gas yang dihasilkan,

akan diperoleh juga beberapa asam terutama asam asetat dan asam butirat pada

effluent. Nilai COD yang dihasilkan juga masih tinggi (Sompong dkk., 2007). Oleh

karena itu, dapat dilakukan proses anaerobik untuk menghasilkan biogas di

bioreaktor biogas (R-203) dengan HRT 6 hari, suhu 55oC dan tekanan atmosfer.

Biogas yang terbentuk langsung bisa dimanfaatkan untuk energi listrik pembuatan

biohidrogen, sedangkan effluent ditampung di bak penampung (BK-205).

Biohidrogen yang dihasilkan terdiri dari 61% H2, 85 ppm H2S dan selebihnya

adalah CO2 (Sompong dkk., 2007). Maka, harus dilakukan pemurnian hidrogen.

Proses pemurnian yang pertama kali dilakukan yaitu desulfurisasi. Untuk merancang

proses yang ekonomis, maka rancangan ini menggunakan biodesulfurisasi.

Biodesulfurisasi ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya prosesnya

aman karena semua H2S terserap, tidak menggunakan bahan kimia yang mahal,

menggunakan tekanan atmosfer dan produk akhirnya adalah elemen sulfur yang

dapat dimanfaatkan kembali. Inokulum yang digunakan yaitu Thioalkalivibrio dan

Thioalkalimicrobium. Lalu ditambahkan medium yang terdiri dari 0,66 mol/L Na+

dan 1,34 mol/L K+ sebagai karbonat. Selanjutnya, medium juga terdiri dari (dalam

mikroba

Page 21: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

g/L dari air demineralisasi) : 1 K2HPO4; 0,83 NaNO3; 6 NaCl ; 0,2 MgCl2.6H2O.

Inokulum dan medium dimasukkan kedalam bioreaktor desulfurisasi (R-303) yang

beroperasi pada suhu 35oC dan tekanan atmosfer serta diumpankan juga oksigen (O2)

sehingga terjadi reaksi berikut ini :

H2S(l) + 2

1O2(g) S(s) + H2O(l) (Van den Bosch,2007)

Sebelum diumpankan ke absorber (T-301), gas harus masuk pada tekanan

tinggi yaitu 85 bar (83,89 atm) agar gas H2S menjadi cair. Oleh karena itu gas

dinaikkan tekanannya oleh kompressor (JC-206). Suhu keluar dari compressor yaitu

149,78oC. Sedangkan kondisi mikroba berada pada suhu 35

oC, oleh karena itu

campuran gas dan cairan didinginkan terlebih dahulu oleh cooler (E-207). Campuran

gas dan cairan tersebut diumpankan ke bagian bawah absorber sedangkan medium

dan mikroba yang sudah dibiakkan dari bioreaktor masuk dari bagian atas absorber.

Sehingga H2S terserap sempurna, maka pada bagian atas absorber menghasilkan H2

dan CO2 sedangkan produk bagian bawah yang berfase cairan dan mengandung

sulfur dikembalikan ke reaktor dan dilanjutkan ke clarifier (S-306), dengan tujuan

mengendapkan sulfur yang terbentuk. Cairan akan diumpankan kembali ke reaktor

(Van den Bosch dkk., 2007).

Untuk memperoleh H2 dalam konsentrasi yang tinggi, gas yang dihasilkan dari

absorber biodesulfurisasi dialirkan ke unit pemisahan CO2 yaitu ke absorber (T-308)

untuk memisahkan sebagain besar gas CO2 dengan larutan K2CO3. Unit ini terdiri

atas 2 bagian, yaitu: CO2 absorber yang berfungsi untuk mengabsorbsi CO2 dan

beroperasi pada tekanan 1 atm 72 oC, serta unit CO2 stripper yang berfungsi untuk

melepaskan CO2 dan beroperasi pada tekanan 1 atm 112 0C. Pada CO2 absorber,

campuran gas keluaran dialirkan menuju bagian bawah tangki. CO2 diserap

menggunakan larutan K2CO3 30% berat untuk mengabsorpsi gas CO2 yang masuk

pada bagian atas kolom tangki. Pada CO2 absorber pertama-tama gas CO2 akan

berikatan dengan larutan K2CO3 membentuk larutan KHCO3 (Reina, 2011). Reaksi

yang terjadi pada absorber :

CO2 + K2CO3 + H2O 2KHCO3 Hr = -6,43 kkal/mol ( Reina,2011)

Larutan yang banyak mengandung CO2 akan keluar pada bagian bawah

kolom absorber dengan temperatur 51,863oC, kemudian dipanaskan hingga

Page 22: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

temperatur 112oC dan dialirkan menuju stripper (T-313). Pada kolom stripper

menggunakan steam karena reaksi yang terjadi bersifat endotermik dan

temperaturnya dijaga konstan pada 112oC dan tekanan 1 atm. Pada kolom stripper

terjadi reaksi yang berlawanan pada absorber yaitu melepaskan CO2.

2KHCO3 CO2 + K2CO3 + H2O Hr = 6,43 kkal/mol ( Reina,2011)

Gas CO2 yang terlepas akan keluar menuju CO2 plant dari bagian atas

stripper, sedangkan larutan K2CO3 (benfield) yang telah dipisahkan dipompakan

kembali menuju bagian atas absorber.

Gas keluaran kolom absorber yang mengandung H2 dan CO2 dalam jumlah

sangat kecil akan melewati kolom (Pressure Swing Absorption) PSA (T-316) untuk

menghasilkan gas hidrogen dengan kemurnian tinggi. Pada purifikasi/pemurnian

hidrogen, unit PSA digunakan untuk memisahkan hidrogen dari komponen lainnya

dalam aliran gas yang diubah, yang terdiri atas CO2. Kemurian hidrogen yang

dihasilkan dari unit PSA dapat lebih besar mencapai 99,99%. Perbandingan tekanan

minimum diantara gas umpan dan pemurnian dari PSA adalah sekitar 4:1. Tekanan

mutlak dari gas umpan dan pemurniannya juga merupakan hal yang penting dalam

hubungannya untuk menghasilkan gas hidrogen. Tekanan umpan yang optimum

untuk aplikasi penyulingan adalah sekitar 215 – 415 psia. Tekanan gas pemurnian

pada umumnya adalah sekitar 17 – 30 psia untuk memperoleh produksi yang tinggi

dari hidrogen (Leiby, 1994). Dalam rancangan untuk analisis ini, tekanan gas umpan

PSA adalah 294 psia atau 20 atm dan tekanan off-gas adalah 29,38 psia atau 2 atm.

Pada akhirnya, hidrogen akan dikirim menuju saluran pipa dan kemudian produk

hidrogen akan dikompresi dari tekanan 20 atm menuju 30 atm dan disimpan pada

suhu 40 oC (Yolanda, 2011).

2.9.2 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk

2.9.2.1 Natrium Hidroksida (NaOH)

Fungsi : sebagai alkali treatment untuk menonaktifkan aktivitas bakteri

metanogenesis dan sebagai agen penetral pH.

1. Berat molekul : 39,9971 gr/mol

2. Titik lebur : 318 0C

3. Titik didih : 13880C

Page 23: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

4. Kelarutan dalam air : 111 gr/100 ml pada 20 0C

5. Densitas : 2,1 gr/cm3

6. Larut dalam air, etanol dan metanol

7. Padatan putih

8. Tidak berbau

(Atkins dan Paula, 2006 ; MSDS Certified lye, 2008)

2.9.2.2 Ferro Klorida (FeCl2)

Fungsi: sebagai sumber Fe untuk nutrisi mikroba.

1. Berat molekul : 126,751 gr/mol

2. Titik lebur : 677 0C

3. Titik didih : 10230C

4. Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 0C

5. Densitas : 3,16 gr/cm3

6. Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan

7. Tidak larut dalam tetrahidrofuran

8. Merupakan padatan paramagnetik berwarna putih

(Wilkinson, 1963; Egon, 2005; Lide, 2005)

2.9.2.3 Natrium Posfat Anhidrat (Na2HPO4.2H2O)

Fungsi: sebagai sumber P nutrisi mikroba.

1. Berat molekul : 177,99 gr/mol

2. Titik lebur : 243 0C

3. Kelarutan dalam air : 100 gr/100 ml pada 50 0C

4. Tidak berbau

5. Padatan berwarna putih

6. Mudah terlarut dalam air dingin dan air panas

7. Reaktif dengan agen oksidasi, asam dan alkali

(MSDS Sciencelab, 2010)

2.9.2.4 Dikalium Posfat (K2HPO4)

Fungsi: sebagai salah satu komponen medium dari mikroba desulfurisasi.

Page 24: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

1. Berat molekul : 174,2 gr/mol

2. Titik lebur : >465 0C

3. Kelarutan dalam air : 149,25 gr/100 ml pada 20 0C

4. Tidak berbau

5. Padatan berwarna putih

6. Mudah larut dalam air garam

7. pH larutan dikalium posfat hampir netral

(Lide, 2005)

2.9.2.5 Natrium Nitrat (NaNO3)

Fungsi: sebagai salah satu komponen medium dari mikroba desulfurisasi.

1. Berat molekul : 84,9947 gr/mol

2. Titik lebur : 308 0C

3. Kelarutan dalam air : 91,2 gr/100 ml pada 25 0C

4. Tidak berbau

5. Padatan berwarna putih

6. Mudah larut dalam air garam

7. pH larutan dikalium posfat hampir netral

(Lide, 2005)

2.9.2.6 Natrium Klorida (NaCl)

Fungsi: sebagai salah satu komponen medium dari mikroba desulfurisasi.

1. Berat molekul : 58,44 gr/mol

2. Titik lebur : 8010C

3. Titik Didih : 14130C

4. Kelarutan dalam air : 359 g/L

5. Tidak berbau

6. Padatan berwarna putih

7. Larut dalam ammonia dan gliserol

8. Tidak Larut dalam HCl

(MSDS Sciencelab, 2008)

Page 25: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2.9.2.7 Magnesium Diklorida Heksahidrat (MgCl.6H2O)

Fungsi: sebagai salah satu komponen medium dari mikroba desulfurisasi.

1. Berat molekul : 203,31 gr/mol

2. Titik lebur : 1180C

3. Kelarutan dalam air : 157 g/100 mL pada 20 0C

4. Densitas : 1,569 g/cm3

5. Padatan berwarna putih

6. Larut dalam air dingin, air panas dan metanol

7. Tidak Larut dalam dietil eter dan n-oktanol

(Lide, 2005)

2.9.2.8 Kalium Hidroksida (KOH)

Fungsi: sebagai salah satu komponen medium dari mikroba desulfurisasi.

1. Berat molekul : 56,1056 gr/mol

2. Titik lebur : 4060C

3. Titik didih : 13270C

4. Kelarutan dalam air : 121 g/100 mL pada 25 0C

5. Densitas : 2,044 g/cm3

6. Padatan berwarna putih

7. Tidak Berbau

8. Tidak Larut dalam eter dan cairan amonia

9. Larut dalam alkohol dan gliserol

(Lide, 2005 ; Schultz dkk. ; 2005)

2.9.2.9 Oksigen (O2)

Fungsi: sebagai oksidator untuk H2S di proses desulfurisasi, sehingga

terbentuk sulfur.

1. Berat molekul : 32 gr/mol

2. Titik lebur : -218,790C

3. Titik didih : -182,950C

Page 26: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

4. Densitas : 1,429 g/L pada suhu 00C dan 101,325 kPa

5. Fase gas

6. Tidak Berbau

7. Oksigen lebih larut dalam air dibandingkan nitrogen

(Emsley, 2001)

2.9.2.10 Kalium Karbonat (K2CO3)

Fungsi : sebagai campuran larutan absorben.

1. Berat molekul : 138,205 gr/mol

2. Titik lebur : 891 0C

3. Densitas : 2,29 gr/cm3

4. Kelarutan dalam air : 112 g / 100 ml pada 200 C

5. Tidak larut didalam alkohol

6. Berwarna putih

7. Berupa padatan berbentuk serbuk

(MSDS ScienceLab, 2010)

2.9.2.11 Air (H2O)

Fungsi: sebagai absorben gas karbondioksida (CO2) di dalam kolom Absorber

dan komponen dalam medium desulfurisasi.

1. Berat molekul : 18,016 gr/gmol

2. Titik lebur : 0C (1 atm)

3. Titik didih : 100C (1 atm)

4. Densitas : 1 gr/ml (4C)

5. Spesifik graviti : 1,00 (4C)

6. Viskositas : 0,8949 cP

7. Kapasitas panas : 1 kal/gr

8. Panas pembentukan : 80 kal/gr

9. Panas penguapan : 540 kal/gr

10. Temperatur kritis : 374C

11. Tekanan kritis : 217 atm

Page 27: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

(MSDS ScienceLab, 2012)

2.9.2.12 Karbon Dioksida (CO2)

Fungsi : merupakan salah satu komponen di dalam biogas dan salah satu

produk hasil fermentasi biohidrogen.

1. Berat Molekul : 44,01 g/mol

2. Temperatur kritis : 31oC

3. Tekanan kritis : 73,825 bar

4. Densitas kritis : 464 kg/m3

5. Fasa padat

• Densitas padat : 1562 kg/m3

• Panas laten : 196,104 kJ/kg

6. Fasa cair

• Densitas cair : 1032 kg/m3

• Titik didih : -78,5oC

• Panas laten uap : 571,08 kJ/kg

• Tekanan uap : 58,5 bar

7. Fasa gas

• Densitas gas : 2,814 kg/m3

• Spesifik graviti : 1,521

• Spesifik volume : 0,547 m3/kg

• CP : 0,037 kJ/mol.K

• CV : 0,028 kJ/mol.K

• Viskositas : 0,0001372 poise

• Kelarutan : 1,7163 vol/vol

(Lide, 2005)

2.9.2.9 Gas Hidrogen (H2)

Fungsi: sebagai produk utama.

1. Berat molekul : 2 gr/gmol

Page 28: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

2. Titik lebur : -259,14 oC (1 atm)

3. Titik didih : -252,87 oC (1 atm)

4. Densitas : 0,08988 g/L (0C, 1 atm)

5. Densitas kritis : 0,08988 g/L (0C, 1 atm)

6. Kalor peleburan : 0,117 kJ/mol

7. Kalor penguapan : 0,904 kJ/mol

8. Kapasitas panas : 28,836 J/mol K

9. Temperatur kritis : 32,19 K

10.Tekanan kritis : 1,315 MPa

(Wiberg dkk., 2001)

2.9.2.10 Sulfur (S)

Fungsi: sebagai produk biodesulfurisasi

1. Berat molekul : 32,065 gr/gmol

2. Titik lebur : 115,21oC

3. Titik didih : 444,6oC

4. Kalor peleburan : 1,727 kJ/mol

5. Kalor penguapan : 45 kJ/mol

6. Kapasitas panas : 22,75 J/mol K

7. Temperatur kritis : 1.314 K

8.Tekanan kritis : 20,7 Mpa

9. Sulfur tidak larut dalam air.

10. Berwarna kuning.

(Lide, 2005)

Page 29: Bio Hid Rogen

Irma Suraya 08 0405 001 Universitas Sumatera Utara

Keterangan :

BK-101 = Bak Umpan POME

BK-205 = Bak Penampung Akhir

C-105 = Belt conveyor (NaOH)

C-109 = Belt conveyor (FeCl2)

C-111 = Belt conveyor (Na2HPO4.2H2O)

C-401 = Scew conveyor (Sulfur)

E-207 = Cooler

E-310 = Heat Exchanger

E-311 = Cooler

E-315 = Cooler

E-404 = Cooler

E-407 = Cooler

J-102 = Pompa LCPKS

J-106 = Pompa Pre-treatment

J-112 = Pompa Umpan Reaktor Fermentasi Hidrogen Berpengaduk

J-202 = Pompa Umpan Reaktor Fermentasi Biogas Berpengaduk

J-204 = Pompa Bak Penampung Akhiri

J-302 = Pompa Keluaran Absorber Desulfurisasi

J-305 = Pompa Keluaran Reaktor Desulfurisasi

J-307 = Pompa Keluaran Settler

J-309 = Pompa Keluaran Absorber CO2

J-312 = Pompa Keluaran Stripper

JC-206 = Kompressor Produk Gas Keluaran Reaktor Biohidrogen

JC-403 = Kompressor Gas CO2

JC-314 = Kompressor Produk Absorber CO2

JC-406 = Kompressor Gas H2

L-104 = Gudang Penyimpanan NaOH

L-108 = Gudang Penyimpanan FeCl2

L-110 = Gudang Penyimpanan Na2HPO4.2H2O

M-103 = Tangki Pre-treatment

M-107 = Tangki Pencampur LCPKS dan Nutrisi

R-201 = Reaktor Fermentasi Biohidrogen

R-203 = Reaktor Fermentasi Biogas

R-303 = Bioreaktor Desulfurisasi

S-306 = Clarifier

T-301 = Kolom Absorber H2S

T-308 = Kolom Absorber CO2

T-313 = Kolom Stripper

T-316 = Kolom PSA

TK-304 = Tangki O2

TK-402 = Tangki Sulfur

TK-405 = Tangki Gas CO2

TK-408 = Tangki Gas H2

Instrumentasi

FC = Flow Control

PC = Pressure Control

TC = Tempeartur Controler

TI = Temperatur Indikator

LI = Level Indikator

M-103 R-201

T-313

E-404

JC-406 E-407

R-303

BK-205J-106 M-107 J-112

J-202

32

S-306 J-307

19

BK-101

FC

J-102

1

L-104FC

Steam, saturated 150oC

Air Pendingin 30oC

FC

FC

6

8

9

J-204

FC

Generator7

PC

11

R-203

J-302

FC

16

FC

PC

22

PC

FC

C-401

TK-402

LI

FC

15

Flare

PC

PC

FC

L-108

L-110

T-316

31

PC PC

FC

Kondensat, 150oC

TC

TC

TC

TC

TC

2

3

4

5

14

18

25

23

26

2024

27 28

21

29

30

33 34

C-105

C-109

C-111

JC-206

E-207

T-301

J-305

T-308

J-309

E-310

J-312

E-311

JC-403

E-315

JC-314

12

Air Pendingin Bekas, 60oC

10TC

LC

LC

TC

LC

TC

TC

TC

PI

PI

TK-405

TK-408

17

FC

TK-304

LI

13DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DIAGRAM ALIR PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN BIOHIDROGEN DARI

LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT DENGAN FERMENTASI ANAEROBIK PADA

KONDISI TERMOFILIK UNTUK KAPASITAS PRODUKSI 371,3771 TON TBS/TAHUN

Skala : Tanpa Skala Tanggal Tanda Tangan

Digambar Nama : Irma Suraya

1. Nama :

NIP : 19680820 199501 1 001

Diperiksa/

Disetujui

2. Nama :

NIP : 19660925 199103 1 003

NIM : 080405001

Dr. Eng. Ir. Irvan, Msi

Ir. Bambang Trisakti, MT