beton02
DESCRIPTION
School WorkTRANSCRIPT
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Strut and Tie Model.
Strut and Tie Model atau Model Penunjang dan Pengikat merupakan pendekatan yang
digunakan untuk mendesain daerah discontinuity atau D-region pada struktur beton bertulang
dan beton prategang. Elemen yang didesain menggunakan Strut and Tie Model akan dibagi
menjadi dua daerah, yakni daerah D dan B. B yaitu BERNOULLI dan diaplikasikan pada
bagian elemen dimana asumsi Bernoulli bisa diterapkan (bidang datar tetap datar sesudah
beban diaplikasikan). D merupakan ‘Discontinuity’ dan berhubungan dengan bagian pada
elemen dimana asumsi Bernoulli tidak lagi valid, dimana daerah yang tidak lagi datar dan
tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh
regangan nonlinear. D-region ditandai oleh disturbance atau gangguan pada system transfer
beban yang disebabkan oleh perubahan dimensi secara tiba-tiba, perubahan orientasi
transfer beban karena adanya bukaan, sambungan dengan struktur lain, adanya beban
terpusat yang trekonsentrasi, dll.
Meski terdapat dua daerah pada elemen struktur, yaitu daerah B dan D, Strut and Tie Model
merupakan metode yang digunakan untuk mendesain D-region. Strut and Tie Model
digunakan sebagai alat untuk menentukan tulangan yang dibutuhkan dimana akan membantu
untuk mengatur (arrange) transfer beban yang melalui D-region menuju B-region. Strut and
Tie Model mereduksi complex states of stress pada D-region dari elemen beton prategang
atau bertulang kedalam suatu sistem rangka (truss) yang memiliki uniaxial stress paths yang
lebih sederhana. Tiap uniaxial stress paths dianggap merupakan member dari Strut and Tie
Model. Member dari Strut and Tie Model yang dikenakan tegangan tarik disebut ties dan
merupakan lokasi dimana tulangan harus ditempatkan. Strut and Tie Model yang dikenakan
tegangan tekan disebut strut. Titik yang menghubungkan strut dan tie disebut nodes. Dengan
mengetahui gaya yang bekerja pada boundary dari Strut and Tie Model, maka gaya pada tiap-
tiap member rangka (truss) dapat ditentukan menggunakan teori rangka dasar.
Gambar 1. Illustration of the different components of a strut-and-tie model using a deep beam
Gambar di bawah menunjukkan model rangka pada balok, terdapat pola retak dan strut
diantara retak pada B-region dan pada daerah dimana terdapat beban yang terkonsentrasi
terdapat retak yang menyerupai kipas.
Gambar 2. Truss model for a beam loaded in bending with B - and D – regions.
2. Jelaskan mengenai konsep Strong Column Weak Beam dan Strong Beam with
Column berkaitan dengan pemasangan sendi plastis serta tipe-tipe kegagalan yang
mungkin terjadi.
Elemen struktur balok dan kolom merupakan elemen struktural utama dari suatu gedung.
Selama dua elemen ini tidak mengalami kegagalan, maka struktur gedung tersebut dapat
dipastikan tetap berdiri tegak. Struktur gedung perlu untuk didesain dengan daktail dimana
struktur didesain untuk dapat mengalami deformasi plastis dibawah beban yang berlebih (over
load) sebelum akhirnya runtuh. Struktur rangka momen yang daktail dapat dibuat dengan
mendesain kolom yang lebih kuat dari balok.
Desain struktur yang daktail dibuat untuk menghindari terjadinya kegagalan getas dan runtuh
akibat beban gempa. Dengan demikian perlu untuk dipilih komponen struktural mana yang
deformasi berlebih dan kerusakan diperkirakan akan terjadi dan komponen struktural mana
yang harus tetap kuat atau fleksibel untuk menahan gaya dan deformasi tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengendalikan terjadinya sendi plastis pada komponen struktural yang
akan ‘dilemahkan’.
Sendi plastis akan terjadi elemen struktur sudah dalam keadaan plastis karena tidak kuat lagi
menahan momen, dengan kata lain sendi plastis terletak pada daerah dimana momen
maksimum. Pengendalian terbentuknya sendi-sendi plastis pada lokasi-lokasi yang telah
ditentukan lebih dahulu dapat dilakukan, dan filosofi perencanaan seperti ini disebut dengan
Konsep Desain Kapasitas. Dengan mendesain kapasitas kolom lebih kuat dari kapasitas
balok, maka sendi plastis akan lebih dulu terbentuk di balok. Dengan demikian, meskipun
balok sudah dalam keadaan plastis namun pada bagian kolom masih belum terbentuk sendi
plastis sehingga struktur tersebut masih dapat berdiri tegak (belum runtuh).
Gambar 3. (kiri) Sendi plastis pada elemen balok dari sistem rangka momen; (kanan) pembentukan sendi plastis
Pada sistem rangka momen dimana balok lebih kuat dari kolom, maka pembentukan sendi
plastis akan lebih dulu terjadi di kolom sehingga struktur kolom akan kehilangan kekuatan
lebih dahulu dibandingkan dengan struktur balok. Maka saat kolom runtuh seketika itu juga
bangunan akan ikut runtuh meskipun baloknya masih kuat (seperti roti lapis).
Tipe kegagalan yang mungkin terjadi secara umum ada 3, yaitu story mechanism,
intermediate mechanism, dan beam mechanism. Desain stong beam weak column akan
menyebabkan kegagalan story mechanism dimana sendi plastis terjadi lebih dulu pada kolom
di salah satu lantai sehingga lantai tersebut runtuh (gambar a). Pada intermediate mechanism,
sendi plastis terjadi pada balok terlebih dahulu di setengah lantai gedung, kemudian lama-
kelamaan pada kolom terbentuk sendi plastis pula akibat momen yang membesar di kolom
sehingga terjadi keruntuhan pada gedung namun hanya sebagian (gambar b). Yang terakhir
beam mechanism, dimana desain stong column weak beam diaplikasikan. Sendi plastis akan
terbentuk pada balok lebih dahulu, sehingga selama belum terbentuk sendi plastis di kolom,
bangunan tersebut tidak akan runtuh.
Gambar 4. Tipe-tipe kegagalan struktur berkaitan dengan letak sendi plastis
3. Jelaskan mengenai perbedaan desain struktur beton dengan menggunakan standar
ACI, ASCE, dan SNI.
Dalam hal ini peraturan yang digunakan adalah:
SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
ACI 318-11 Building Code Requirement for Structural Concrete
ASCE 7-02 Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures
Pada dasarnya standar desain beton pada SNI (Standard Nasional Indonesia) dan ACI
(American Concrete Institute) tidak memiliki perbedaan yang jauh karena bagaimanapun SNI
dibuat dengan mengacu pada ACI. Pertama, dilihat dari prinsip desain, kedua standar ACI
dan SNI menggunakan Metode Perencanaan Kekuatan atau Ultimate Strength Design
Methode (USD-method). Prinsip dari metode ini adalah dimana kekuatan beton yang telah
diturunkan dengan memberikan faktor reduksi harus lebih tinggi dari beban kerja yang
dinaikkan menggunakan faktor beban. Beban yang telah dinaikkan tersebut disebut beban
ultimit. Kekuatan yang dimaksud dapat diungkapkan dengan beban rencana, momen, gaya
geser, dan gaya-gaya lain yang berhubungan dengan beban rencana.
Dalam kedua standar ACI dan SNI disebutkan bahwa dalam perencanaan beton terdapat
beberapa kondisi batas yang harus diperhatikan, yaitu kekuatan atau kapasitas pada beban
ultimit, lendutan pada beban kerja dan retak pada beban kerja. Lendutan dan retak disebut
kondisi batas layan, dimana akan menentukan kemampuan layan struktur pada beban kerja.
Hal kedua yang akan dibandingkan adalah faktor beban dan faktor reduksi kekuatan. Terdapat
perbedaan pada faktor reduksi kekuatan pada standar ACI dan SNI. Beberapa perbedaan
tersebut dapat dilihat dalam tabel 1. Dapat terlihat bahwa dalam beberapa kondisi, standar
SNI memberikan faktor reduksi yang lebih kecil, hal ini berarti kekuatan yang dihasilkan akan
semakin berkurang (0.8 berarti hanya mengambil 80% kekuatan). Dapat disimpulkan bahwa
pada beberapa kondisi standar SNI memberikan jangkauan keamanan yang lebih tinggi
daripada standar ACI. Namun secara garis besar faktor reduksi yang diberikan dari ACI
maupun SNI hampir sama, hanya dalam standar ACI penjelasan yang diberikan lebih detail.
Untuk kombinasi beban, terdapat beberapa perbedaan pula yang dapat dilihat pada tabel 2.
Pada standar ASCE, hal yang banyak dibahas adalah mengenai beban, termasuk beban
salju, beban angin, beban hujan, beban gempa, dan lain sebagainya. Dalam standar ASCE
beban-beban tersebut dijelaskan secara sangat terperinci. Bahkan dalam standar ACI
disebutkan bahwa beban-beban yang tidak terdapat pada standar ACI dapat mengacu pada
standar ASCE.
Secara garis besar, perbedaan mendasar dari standar ACI dan SNI adalah standar ACI jauh
lebih lengkap dan mendetail dibandingkan standar SNI dan pada standar ACI tidak ada
kalimat yang ambigu atau dimana parameternya belum jelas, sedangkan pada standar SNI
masih ditemukan hal-hal yang demikian.
Tabel 1. Beberapa faktor reduksi pada standar ACI dan SNI
Tabel 2. Kombinasi beban pada standar ACI dan SNI
4. Rencanakan suatu struktur beton sederhana dengan menggunakan Limit State dan
Serviceability Limit State.
Dalam limit state design tiap komponen struktur didesain dengan memperhatikan beberapa
limit state, dimana limit state yang paling utama yaitu kekuatan struktur saat beban ultimit
(ultimate limit state) dan defleksi serta retak saat beban kerja atau service load (serviceability
limit state).
Kondisi Faktor φ Kondisi Faktor φ
Flexural section 0.90Lentur, tanpa beban
aksial0.80
Tarik aksial 0.90Tarik aksial, tanpa dan
dengan lentur0.80
Geser dan puntir 0.75 Geser dan puntir 0.75
Unsur tekan, dengan
penulangan spiral0.75
Tekan aksial, dengan
penulangan spiral0.70
Unsur tekan, other
reinforced members0.65
Tekan aksial, komponen
struktur lain0.65
Perletakan pada beton 0.65 Tumpuan pada beton 0.65
ACI SNI
U = 1.4 D U = 1.4 D
U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5(Lᵣ or S or R) U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5(A atau R)
U = 1.2 D + 1.0 W + 1.0 L + 0.5 (Lᵣ or S or R) U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.6 W + 0.5 (A atau R)
U = 1.2 D + 1.0 E + 1.0 L + 0.2 S U = 0.9 D ± 1.6 W
U = 0.9 D + 1.0 W U = 1.2 D + 1.0 L ± 1.0 E
U = 0.9 D + 1.0 E U = 0.9 D ± 1.0 E
ACI SNI