berpikir kritis bersama pierre bourdieu « rumah filsafat (the house of philosophy)

11

Click here to load reader

Upload: sehatihsan

Post on 24-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Langsung ke isi

Lewati untuk mencari - Kunci akses = s

Rumah Filsafat (The House of Philosophy)Berpikir Kritis bersama Pierre BourdieuPosted in Uncategorized by Reza A.A Wattimena on April 14, 2012

guim.co.uk

Filsuf dan Sosiolog asal Prancis

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Pierre Bourdieu adalah seorang pemikir Prancis yang hendak memahami struktur sosialmasyarakat, sekaligus perubahan dan perkembangan yang terjadi di dalamnya. Baginya, analisissosial selalu bertujuan untuk membongkar struktur-struktur dominasi ekonomi maupun dominasisimbolik dari masyarakat, yang selalu menutupi ketidakadilan di dalamnya. Untuk itu, iamengembangkan beberapa konsep yang diperolehnya dari analisis data sosiologis, sekaliguspemikiran-pemikiran filsafat yang ia pelajari.

Pierre Bourdieu lahir pada 1 Agustus 1930 di Denguin, Prancis. Ia meninggal pada 23Januari 2002 di Paris, Prancis.[1] Ia dikenal sebagai seorang intelektual publik yang lahir daripengaruh pemikiran Emile Zola dan Jean-Paul Sartre. Konsep-konsep yang ia kembangkan amatberpengaruh di dalam analisis-analisis sosial maupun filsafat di abad 21. Sebelum meninggal, iamengajar di lycée di Moulins (1955–58), University of Algiers (1958–60), University of Paris(1960–64), École des Hautes Études en Sciences Sociales (dari 1964), dan Collège de France(1982).

Di Prancis, ia mendirikan Centre for the Sociology of Education and Culture. Dia sudahmenulis beberapa buku, antara lain Sociologie de l’Algérie (1958; The Algerians, 1962), LaDistinction (1979; Distinction, 1984), Le Sens pratique (1980; The Logic of Practice, 1990), LaNoblesse d’état (1989; The State Nobility, 1996), and Sur la télévision (1996; On Television,1998). Tema-tema bukunya berkisar kritik terhadap konsep sekaligus praktek ekonomi neoliberal,globalisasi, elitisme intelektual, dan televisi.

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

1 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 2: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Bourdieu juga menjadi editor untuk jurnal Actes de la recherche en sciences sociales. Pada1989, ia mendirikan Liber, sebuah review atas karya-karya ilmiah di Eropa. Pada 2001 lalu, untukmenghormati karya-karyanya, dipublikasikan sebuah film dokumenter tentangnya. Judul film ituadalah Sociology is a Combat Sport. Film tersebut disambut dengan baik di Prancis.

Habitus[2]

Bourdieu merumuskan konsep habitus sebagai analisis sosiologis dan filsafati atas perilakumanusia. Dalam arti ini, habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan terciptamelalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi caraberpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut. Habitus seseorang begitukuat, sampai mempengaruhi tubuh fisiknya. Habitus yang sudah begitu kuat tertanam sertamengendap menjadi perilaku fisik disebutnya sebagai Hexis.

Saya adalah seorang dosen filsafat politik dan filsafat sains. Sejak kecil, saya terbiasamembaca buku. Ayah saya bekerja di toko buku, dan sering membawakan buku komik, novel,koran, serta majalah terbaru untuk saya. Dunia bacaan adalah dunia yang telah akrab di mata saya,sejak saya kecil.

Sewaktu SMU, saya tinggal di asrama. Di waktu-waktu kosong, karena tidak banyakhiburan, saya mulai membaca buku yang tebal-tebal. Akhirnya, kegiatan membaca pun menjadisuatu kebutuhan yang amat penting untuk saya. Saya seolah tidak bisa hidup, tanpa membaca.

Sewaktu kuliah, saya diminta banyak menulis paper ilmiah. Saya pun mulai belajarmenulis, dan menyukai kegiatan itu. Di sisi lain, saya juga banyak ikut kelompok diskusi dikampus. Kegiatan itu merangsang saya untuk berani berpendapat, berargumen, dan mendengarkanpemikiran orang lain.

Dari sudut pandang teori Bourdieu tentang habitus, saya sudah memiliki habitus yang tepatuntuk menjadi seorang pendidik, yakni habitus membaca, menulis, dan berdiskusi. Habitus yangsama memungkinkan sama saya untuk lulus kuliah dengan nilai yang lumayan baik, sehingga sayabisa menjadi pendidik nantinya. Habitus tersebut saya peroleh dari penghayatan nilai-nilai yangada di lingkungan saya, yang kemudian mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yangsaya hayati sebagai manusia.

Kapital

Kapital adalah modal yang memungkinkan kita untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan di dalam hidup. Ada banyak jenis kapital, seperti kapital intelektual (pendidikan),kapital ekonomi (uang), dan kapital budaya (latar belakang dan jaringan). Kapital bisa diperoleh,jika orang memiliki habitus yang tepat dalam hidupnya.

Habitus membaca, menulis, dan berdiskusi akan menghasilkan kapital intelektual dankapital budaya. Sementara, sikap rajin bekerja dan banyak jaringan bisnis akan menghasilkankapital ekonomi. Kapital bukanlah sesuatu yang mati, melainkan hidup dan bisa diubah.

Karena memiliki kapital intelektual (pendidikan), orang bisa bekerja sebagai pendidik, danmemiliki uang (kapital ekonomi) untuk hidup. Kapital intelektual juga bisa diubah menjadi kapitalbudaya (jaringan yang banyak), sehingga bisa memperkaya kapital intelektual itu sendiri. Kapitalekonomi juga bisa diubah, misalnya dengan investasi, sehingga menghasilkan kapital ekonomi dankapital budaya yang lebih besar.

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

2 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 3: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Arena

Arena adalah ruang khusus yang ada di dalam masyarakat. Ada beragam arena, sepertiarena pendidikan, arena bisnis, arena seniman, dan arena politik. Jika orang ingin berhasil di suatuarena, maka ia perlu untuk mempunyai habitus dan kapital yang tepat.

Misalnya di dalam arena pendidikan, jika ingin berhasil, orang perlu memiliki habituspendidikan (belajar, menulis, berdiskusi, membaca) dan kapital intelektual (pendidikan danpenelitian) yang tepat. Jika ia tidak memiliki habitus dan kapital yang tepat untuk duniapendidikan, maka ia tidak akan berhasil di dalam arena pendidikan.

Hal yang sama berlaku di dalam arena bisnis. Jika orang ingin berhasil dalam bisnis, makaia harus memiliki habitus yang tepat (ulet bekerja dan hemat) serta kapital bisnis (uang sebagaimodal usaha) maupun kapital budaya (jaringan kenalan yang luas) yang tepat. Jika orang memilikihabitus dan kapital seorang pendidik, dan ia terjun ke dalam dunia bisnis, maka kemungkinanbesar, ia tak akan berhasil.

Dengan demikian, konsep habitus, kapital, dan arena terkait amat erat. Untuk bisa berhasildalam salah satu arena dalam hidup, orang perlu mempunyai habitus dan kapital yang tepat untukarena itu. Jika ia tidak memiliki habitus dan kapital yang tepat untuk satu arena, maka ia,kemungkinan besar, akan gagal dalam arena yang telah ia pilih tersebut.

Pendidikan

Bourdieu juga banyak berbicara tentang pendidikan. Baginya, pendidikan adalah suatuproses penciptaan ulang dominasi sosial yang telah ada sebelumnya. Pendidikan menutup pintubagi orang-orang yang tidak memiliki habitus maupun kapital sebagai seorang pembelajar. Danorang-orang yang ditolak ini adalah umumnya kelas ekonomi bawah yang memang tidak memilikihabitus maupun kapital untuk belajar secara akademik.

Dengan demikian, pendidikan, pada hakekatnya, bersifat diskriminatif. Secara tidaklangsung, pendidikan menindas orang-orang yang memang sejak awal sudah “kalah”, baik secaraekonomi, maupun secara habitus belajar. Secara mekanis, nyaris otomatis, pendidikanmelestarikan kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, antara si “pintar” (memiliki habitusdan kapital intelektual), dan si “bodoh” (tidak memiliki habitus maupun kapital intelektual).

Pendidikan, dengan demikian, menutupi sekaligus melestarikan ketidakadilan sertakesenjangan sosial yang telah berlangsung lama di masyarakat. Argumen ini diperoleh Bourdieudari analisis terhadap data-data mahasiswa yang memasuki fakultas-fakultas tenar di Prancis. Jikaanda berasal dari keluarga yang cukup kaya, dan memiliki habitus membaca, menulis, danberdiskusi sejak kecil, maka kemungkinan besar (tidak mutlak), anda akan belajar di fakultas-fakultas tenar di perguruan tinggi-perguruan tinggi ternama di negara anda.

Tentang pendidikan moral, Bourdieu berpendapat, bahwa yang terpenting bukanlah apayang ternyatakan (eksplisit) dalam ajaran maupun aturan moral, melainkan apa yang takternyatakan (implisti), yang hanya dapat dilihat dalam perilaku sehari-hari. Singkat kata, baginya,dalam konteks pendidikan moral, yang terpenting adalah teladan, dan bukan perintah moral yangkeluar dari mulut.

Maka itu, sarana pengajaran moral yang paling baik bukanlah ajaran moralitas agama yangpenuh dengan pengharusan dan larangan, melainkan melalui sastra. Di dalam karya sastra, orang

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

3 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 4: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

secara bebas memilih, tokoh apa yang menjadi favoritnya. Tokoh tersebut pasti memiliki kualitaskepribadian yang khas, sehingga orang menyukainya. Ada kebebasan di dalam memilih teladan.

Sementara, dalam ajaran-ajaran agama, yang banyak terdengar adalah keharusan danlarangan. Di dalam pola semacam itu, tidak ada kebebasan. Yang ada adalah paksaan, ataudominasi. Dan dimana terdapat dominasi, selalu ada perlawanan. Itulah sebabnya, mengapa ajaranagama tidak bisa menjadi alat yang efektif untuk melakukan pendidikan moral.

Pembedaan

Bourdieu juga merumuskan konsep pembedaan (distinction). Secara singkat, pembedaanberarti tindakan membedakan diri yang dilakukan oleh seseorang untuk menunjukkan kelasnyadalam masyarakat. Biasanya, pembedaan dilakukan oleh kelas menengah ekonomi ke atas untukmenunjukkan statusnya yang khas dibandingkan dengan kelas ekonomi yang lebih rendah.

Contohnya beragam. Misalnya, orang yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke atasakan menggunakan pakaian ataupun mobil dengan merk yang khusus, yang harganya jauh lebihtinggi dari apa yang bisa dicapai oleh kelas ekonomi yang lebih rendah. Proses penempatan diri inimerupakan ciri khas kelas ekonomi menengah ke atas yang ingin mendapatkan pengakuan darikelas ekonomi yang lebih rendah.

Dalam konteks pendidikan, lulusan perguruan tinggi luar negeri biasanya melakukanpembedaan terhadap lulusan perguruan tinggi dalam negeri. Mereka merasa “berbeda”, jikamampu membaca, menulis, ataupun berbicara dalam bahasa asing, sesuatu yang tidak dimilikioleh mereka yang lulus dari perguruan tinggi dalam negerti. Inilah permainan distinction dalamkonteks pendidikan.

Kelas ekonomi menengah ke bawah juga melakukan hal yang sama. Namun, bagiBourdieu, tindakan tersebut bukanlah merupakan pembedaan, melainkan suatu bentuk perlawanan.Jadi, jika datang dari atas, pengambilan posisi untuk mendapatkan pengakuan disebut sebagaidistinction. Dan jika datang dari kelas ekonomi menengah ke bawah, misalnya denganmenggunakan pakaian-pakaian anti kemapanan, atau justru tertarik membaca buku dalam bahasa-bahasa Sanksekerta kuno, maka itu disebut sebagai perlawanan (resistance).

Status Bahasa

Bourdieu juga banyak menulis soal bahasa. Baginya, bahasa bukanlah alat komunikasiyang bersifat netral, tanpa kepentingan. Pandangan semacam itu amat naif, jika tidak maudikatakan sebagai picik.

Sebaliknya, bagi Bourdieu, bahasa adalah simbol kekuasaan. Di dalam bahasa tersembunyidominasi simbolik serta struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat. Tata bahasa yangdigunakan oleh seseorang mencerminkan kelas sosial ekonominya di masyarakat. Dalam arti ini,sebagai sebuah simbol, bahasa adalah suatu “teks” yang perlu untuk terus dipahami secara kritis.

Ilmu pengetahuan modern memiliki cita-cita untuk menjadi jalan utama manusia sampaipada kebenaran. Para ilmuwan modern yakin, bahwa bahasa ilmu pengetahuan adalah bahasaobyektif yang terbebaskan dari prasangka maupun kekuasaan itu sendiri. Ilmu pengetahuan adalahjalan netral dan bebas hambatan untuk sampai pada kebenaran.

Bagi Bourdieu, pandangan semacam ini amatlah picik. Dengan mengira bahwa bahasa

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

4 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 5: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

yang ia gunakan adalah netral, maka para ilmuwan secara sadar menyembunyikan kepentingan-kepentingan dan pengaruh kekuasaan yang terkandung dalam bahasa itu. Ini berarti merekamelakukan penipuan pada masyarakat. Jika tidak sadar akan hal ini, maka mereka menjadi bonekadari “kekuasaan simbolik” yang tengah berlangsung di masyarakat.

Orang yang berasal dari tingkat pendidikan tertentu memilih menggunakan bahasa yanglebih formal, daripada mereka yang lebih rendah tingkat pendidikannya. Di masyarakat-masyarakat tertentu, orang yang berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi menggunakan bahasayang berbeda dengan orang lainnya yang berasal dari kelas sosial yang lebih rendah.

Dominasi Simbolik

Dominasi simbolik adalah penindasan dengan menggunakan simbol-simbol. Penindasanini tidak dirasakan sebagai penindasan, tetapi sebagai sesuatu yang secara normal perlu dilakukan.Artinya, penindasan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari pihak yang ditindas itu sendiri.

Misalnya, guru yang otoriter di kelas, namun tidak mendapatkan perlawanan apapun darimuridnya, karena muridnya telah menyetujui “penindasan” yang dilakukan oleh gurunya. Atauseorang istri yang tidak dapat membela diri, walaupun telah dirugikan oleh suaminya, karena ia,secara tidak sadar, telah menerima statusnya sebagai yang tertindas oleh suaminya.

Konsep dominasi simbolik (penindasan simbolik) juga dapat dengan mudah dilihat dalamkonsep sensor panopticon. Sensor panopticon adalah konsep yang menjelaskan mekanismekekuasaan yang tetap dirasakan oleh orang-orang yang dikuasai, walaupun sang penguasa tidaklagi mencurahkan perhatiannya untuk melakukan kontrol kekuasaan secara nyata.

Misalnya, di dalam penjara, ada menara penjaga yang berdiri di tengah berbagai unit-unittempat tinggal narapidana. Menara penjaga itu menjadi simbol kontrol yang bersifat permanenterhadap narapidana, walaupun tidak ada penjaga yang sungguh menjaga di dalam menaratersebut. Sensor dan kontrol tetap terasa, walaupun sang penjaga dan penguasa tidak lagi secaranyata melakukan sensor dan kontrol.

Dalam konteks Indonesia, mekanisme kekuasaan Orde Baru adalah contoh yang palingjelas. Kekuasaan Suharto pada masa itu (Orde Baru: 1966-1998) terasa sampai ke berbagaipelosok Indonesia, walaupun ia tidak secara fisik hadir untuk memastikan kekuasaannya. Bahkansampai sekarang, ada beberapa kelompok masyarakat yang mengakui legitimasi kekuasaan OrdeBaru, walaupun eranya telah lama berlalu.

Mekanisme dominasi simbolik nantinya memuncak pada pemikiran Bourdieu tentangdoxa. Secara singkat, doxa adalah pandangan penguasa yang dianggap sebagai pandangan seluruhmasyarakat. Masyarakat tidak lagi memiliki sikap kritis pada pandangan penguasa. Pandanganpenguasa itu biasanya bersifat sloganistik, sederhana, populer, dan amat mudah dicerna olehrakyat banyak, walaupun secara konseptual, pandangan tersebut mengandung banyak kesesatan.

Misalnya, banyak penguasa otoriter di dunia ini beranggapan, bahwa pandangan merekamewakili pandangan rakyat, maka mereka harus dipatuhi. Biasanya, mereka menggunakan slogan-slogan populis semacam ini, “Musuh Pemerintah=Musuk Rakyat!”, “Pemerintah hadir untukmembawa kemakmuran untuk Rakyat!”, dan beragam slogan-slogan lainnya.

Doxa menunjukkan, bagaimana penguasa bisa meraih, mempertahankan, danmengembangkan kekuasaannya dengan mempermainkan simbol yang berhasil memasuki pikiran

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

5 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 6: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

yang dikuasai, sehingga mereka kehilangan sikap kritisnya pada penguasa. Pihak yang dikuasaimelihat dirnya sama dengan penguasa. Mereka ditindas, tetapi tidak pernah merasa sungguhditindas, karena mereka hidup dalam doxa.

Doxa juga berlaku di dalam ranah ilmu pengetahuan. Paradigma positivisme kontemporer(realitas dilihat sebagai sesuatu yang bisa diukur dan dihitung, seperti menghitung “uangbelanjaan”) dan empirisme dogmatis (terjebak hanya pada apa yang dapat dilihat oleh pancaindera) menjadi pandangan penguasa (komunitas ilmiah) yang dianggap sebagai pandanganseluruh ilmuwan (yang dikuasai).

Banyak ilmuwan modern terjebak pada doxa penguasa di bidang penelitiannya. Merekamenerima begitu saja pandangan penguasa sebagai pandangannya. Mereka kehilangan sikap kritis.Pada akhirnya, mereka hanya mengabdi pada kepentingan penguasa, dan kehilangan sentuhandengan kebutuhan manusia yang nyata di dunia.

Perubahan Sosial dan Kebebasan

Bourdieu juga berbicara soal perubahan sosial. Menurutnya, perubahan sosial bisadilakukan, jika orang memiliki habitus, kapital, dan mampu menempatkan keduanya dalamkonteks yang tepat di suatu arena. Prinsip ini berlaku untuk semua arena, mulai dari arenapendidikan, arena budaya, dan sebagainya.

Misalnya, anda ingin membuat perubahan sosial di dalam arena politik. Hal pertama yanganda lakukan adalah mendapatkan habitus yang tepat sebagai seorang politikus (mampumendapatkan dukungan, mampu memperluas dan mempertahankan jaringan, mampu bernegosiasi,tingkat pendidikan yang sesuai). Habitus tersebut akan menghasilkan kapital yang tepat (kapitalbudaya, kapital intelektual, kapital ekonomi) yang akan membuat anda memiliki posisi yang bagusuntuk membuat perubahan sosial di arena politik.

Namun, itu semua belum cukup. Anda harus bisa menempatkan diri anda (positioning)dalam arena politik yang terkait. Jaringan luas dan kepintaran akademik bisa menjadi bumerangyang menghancurkan karir politik anda, jika anda tidak bisa menempatkan diri secara tepat padaarena politik yang ada. Kemampuan menempatkan diri ini misalnya mampu berbicara dengantema yang tepat, nada yang tepat, pada orang yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Pada hematsaya, ini adalah bagian dari kapital intelektual yang amat diperlukan untuk berhasil membuatperubahan sosial dalam satu arena tertentu.

Perubahan sosial hanya mungkin, jika manusia bukan merupakan “budak” dari sistemsosial yang mengitarinya. Dengan kata lain, perubahan sosial hanya mungkin, jika ada kebebasan.Sejauh saya pahami, Bourdieu tidak berbicara spesifik tentang kebebasan. Namun, kita bisamenafsirkan arti kebebasan yang tersembunyi di balik tulisan-tulisannya.

Bagi Bourdieu, kebebasan adalah suatu bentuk improvisasi yang menghasilkan variasi.Artinya, kebebasan adalah perubahan, atau faktor X, yang membuat seluruh konsep habitus,kapital, arena, dan doxa menjadi relatif; tidak mutlak. Dalam arti ini, manusia bukan hanyamerupakan produk dari sistem-sistem yang mengitarinya, melainkan mahluk yang mampumembuat improvisasi, dan, dengan demikian, membuat perubahan sosial.

Pada hemat saya, ketika mencoba memahami pemikiran Bourdieu, ada satu poin pentingyang penting untuk kita renungkan bersama; bahwa ilmu pengetahuan sosial dan filsafat harus

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

6 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 7: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Share this: 0

Like this: 2 bloggers like this.

mampu mengangkat dan menganalisis berbagai situasi di masyarakat yang menciptakanketidakadilan dan penindasan sosial. Ia menyebutnya sebagai sosiologi reflektif dan sosiologikritis.

[1] Untuk memperkenalkan Bourdieu, saya menggunakan uraian dari http://www.britannica.com/EBchecked/topic/860434/Pierre-Bourdieu 10 maret 2012

[2] Untuk selanjutnya saya terinspirasi dari uraian dan diskusi bersama Haryatmoko (UniversitasSanata Dharma, Yogyakarta) pada presentasinya di Surabaya, 4 April 2012.

Tagged with: arena, dominasi sosial, doxa, filsafat, habitus, kapital, politik, sosiologi

12 comments

« Filsafat “Rok Mini” Martin HeideggerMengapa Kita Perlu Belajar Filsafat? »

12 Tanggapan

Berlangganan komentar dengan RSS.

Rivay Palempung said, on April 16, 2012 at 10.16

Mantap artikelnya. Sangat mencerahkan.Salut buat anda ketika saya membaca tulisan-tulisan anda.Sukses terus. Selamat melayani dan mengabdi. Salam.

Balas

Reza A.A Wattimena said, on April 18, 2012 at 10.16

terima kasih. Senang bisa membantu.

Balas

1.

cakunani said, on April 19, 2012 at 10.16

Terimakasih, tulisannya sangat menginspirasi.Selamat berbagi terus.

Balas

2.

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

7 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 8: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Reza A.A Wattimena said, on April 27, 2012 at 10.16

Terima kasih. salam kenal.

Balas

syahrul hidayah said, on Mei 6, 2012 at 10.16

makasih mas tulisan-tulisannya, berguna banget buat, khususnya buat mahasiswa-mahasiswa yang baru belajar pengantar teori kritis kayak saya. salam..

Balas

Reza A.A Wattimena said, on Mei 7, 2012 at 10.16

Sama-sama. Salam kenal.

Balas

3.

cornel kaban said, on Mei 11, 2012 at 10.16

lewat tulisan Anda, pemikiran Bourdieu yang runyam itu jadi renyah.

Balas

Reza A.A Wattimena said, on Mei 11, 2012 at 10.16

Terima kasih. Selamat membaca.

Balas

4.

nuril said, on Mei 29, 2012 at 10.16

nanya ni.,,apakah distinction dapat diterpkan dalam kasus Dahlan Iskan yang beberapa bulan lalumenarik simpati masyarakat, dengan perlakuannya yang tidak populis??

Balas

Reza A.A Wattimena said, on Mei 30, 2012 at 10.16

Distinction itu strategi politik yang dilakukan secara sengaja. Sementara, DahlanIskan, menurut saya, tidak menggunakan strategi ini untuk menarik minat orang. Itumemang pembawaan dirinya. Namun, sebagai pengamat, kita bisa melihattindakan2nya sebagai distinction.

Balas

5.

nuril said, on Juni 5, 2012 at 10.16

okelah…demikian,namun hal yang menjadi masalah adalah ketika media massa mengemas

6.

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

8 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 9: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

berita dengan bahasa atau teks yang cenderung mencitrakan dirinya dengan konsepsidistinction, yang diikuti berbagai kapital-kapital yang Dahlan ikut?sy tidak mempermasalahkan Dahlan Iskan bertindak hal itu, tetapi teks2 berita di mediasarat dengan kuasa teks yang ada…|mohon tanggapannya…dan klu ada referensi, buku atau yng lain, yg mendukung..mohon infonya…tq

Balas

Reza A.A Wattimena said, on Juni 5, 2012 at 10.16

Silahkan anda browsing sendiri di website saya terkait dengan posmodernisme danBourdieu. Seturut pemikiran Bourdieu, distinction adalah strategi, maka dilakukandengan sadar. Menurut saya, Surya Paloh jauh lebih jelas melakukan distinctiondaripada dahlan iskan.

Balas

Tinggalkan Balasan

Website Pribadi Reza A.A Wattimena

"AUFKLÄRUNG ist der Ausgang des Menschen aus seiner selbstverschuldeten Unmündigkeit.Unmündigkeit ist das Unvermögen, sich seines Verstandes ohne Leitung eines anderen zubedienen. Selbstverschuldet ist diese Unmündigkeit, wenn die Ursache derselben nicht am Mangeldes Verstandes, sondern der Entschließung und des Mutes liegt, sich seiner ohne Leitung einesandern zu bedienen. Sapere aude! Habe Mut, dich deines eigenen Verstandes zu bedienen! ist alsoder Wahlspruch der Aufklärung." Immanuel Kant

Ikuti Rumah Filsafat

Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Bergabunglah dengan 150 pengikut lainnya.

Follow

Halaman

Enter your comment here...Enter your comment here...

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

9 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 10: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Biodata SayaKarya Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala SurabayaMemahami Seluk Beluk Konflik antar Etnis Bersama Michael E. BrownMengapa Perlu Belajar Filsafat?

Arsip

Pilih Bulan

Tulisan Terkini

Kegagalan Institusi di IndonesiaPara Pengungsi dan Manusia PolitisMencintai “Yang Tak Dapat Dicintai”Kisah “Kasih” Jono dan SintaExtension Course Filsafat: Relativisme dan Hati Nurani“Pengungsi”: Pandangan Biopolitik Giorgio AgambenPenyakit “Asal Luar Negeri”Sosok Giorgio Agamben, Filsuf Italia (1942-…)Thomas Aquinas tentang Hasrat ManusiaJurnal Filsafat WIWEKA: Karya Mahasiswa Fakultas FilsafatMenciptakan Perdamaian yang SejatiNegara Hukum RimbaIndonesia atau “Alaynesia”?Jalan Berliku menuju Perdamaian AbadiBuku Filsafat Terbaru: Filsafat Pra Skolastik EropaFilsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Demokrasi KitaMengapa Kita Perlu Belajar Filsafat?Berpikir Kritis bersama Pierre BourdieuFilsafat “Rok Mini” Martin HeideggerPendidikan Manusia-manusia DemokratisUntuk Para Pendidik: Publikasi Karya, atau Punah…Filsafat Tata KotaDemokrasi dan Pendidikan Menurut Noam ChomskyBuku Bajakan di Alam DemokrasiMengubah Paradigma Pendidikan di IndonesiaNoam Chomsky, Filsuf Sekaligus Aktivis PolitikEmpat Pilar Demokrasi untuk IndonesiaJurnal Filsafat AretéRelativisme dan Hati NuraniKorupsi dan Transendensi DiriMembangun dan Merawat IntegritasManusia-manusia KorupFilsafat NegosiasiGuru dan KepemimpinanFilsafat MenegurPanca Dharma Agama di Indonesia, Apa itu?Bisnis dan Sikap Kritis, Apa Hubungannya?Belajar Bahasa itu sama Seperti Memimpin. Kok Bisa?

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

10 of 11 6/21/12 3:09 PM

Page 11: Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (The House of Philosophy)

Cinta dan KepemimpinanFilsafat CintaKepemimpinan, Kebahagiaan, dan Keberlanjutan Organisasi“Belum Tentu”Hannah Arendt, Banalitas Kejahatan, dan Situasi IndonesiaHannah Arendt dan Banalitas KejahatanKekuasaan, Kemunafikan, dan KehidupanKaum Intelektual dan KepemimpinanManusia dan Kehendak untuk BerkuasaAgama dan Filsafat di Dunia yang Terus BerubahBuku Filsafat Terbaru: Penelitian Ilmiah dan Martabat ManusiaKepemimpinan, Ilusi Kompetisi, dan Paradoks Berdiam DiriFilsafat Kenikmatan Menurut Marquis de SadeHiperkonsumerisme, Hiperteks, HipermediaGilles Deleuze dalam PerspektifMengenal Marquis de Sade (1740-1814)Otak, Pikiran, dan Kebebasan KitaMenyingkap Kodrat Hewani ManusiaOrganisasi, Tujuan, dan Inspirasi di BaliknyaPendidikan Karakter yang KontekstualBuku Filsafat Terbaru: Filsafat Politik untuk IndonesiaTuhan dan Uang: Pertautan Ganjil di Dalam Hidup ManusiaHakekat Massa Menurut Elias CanettiUntuk Tujuan yang Lebih TinggiPengusaha (Anti) KorupsiMengenal Elias CanettiPenelitian Ilmiah dan Martabat Manusia

Blog pada WordPress.com. Tema: The Journalist 1.3 oleh Lucian Marin.

Berpikir Kritis bersama Pierre Bourdieu « Rumah Filsafat (T... http://rumahfilsafat.com/2012/04/14/sosiologi-kritis-dan-sosi...

11 of 11 6/21/12 3:09 PM