bergandengan dengan dhuafa

Upload: anton-hadiwibowo

Post on 07-Jul-2018

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    1/6

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    2/6

    telah berlindung kepada Allah dari kefakiran?"

    Jika diteliti, ucapan Imam an-Nawawi tersebut ternyata lebih mendalam maknanya daripada

    ucapan si peneliti. Imam an-Nawawi juga mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi

    wasallam berlindung dari kefakiran. Hanya saja apa yang beliau ucapkan adalah untuk

    menekankan dan mengingatkan pembaca tentang sesuatu yang mungkin tidak diketahui,

    yaitu besarnya pahala ujian kefakiran ini, yang disyariatkan untuk berlindung darinya. Beliau

    menyampaikan adab seorang fakir yang terdiri dari dua hal:

    Pertama;

    Berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala darinya. Dan memohon kepada Allah agar

    diberikan kecukupan dan penjagaan kehormatan, berdasarkan keumuman dalil yang

    menunjukkan disyariatkannya berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari bala’. Dan

     juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlindung kepada Allah dari kefakiran

    serta memerintahkan hal itu.

    Beliau mengucapkan,

    "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran, dan aku

    berlindung kepada-Mu ari adzab kubur, tidak ada ilah yang hak disembah selain Engkau."

    Beliau juga bersabda,

    "Berlindunglah kalian kepada Allah dari kefakiran, kekurangan, kehinaan dan dari berbuat

     zhalim atau dizhalimi." (Silsilah shahihah, no 1445)

    Ke dua; 

    Rela terhadap ketetapan Allah subhanahu wata’ala. Jika seorang muslim tertimpa

    kemiskinan atau kekurangan harta maka hendaklah dia bersabar dan rela dengan takdir

    Allah, karena tidaklah Allah subhanahu wata’ala menciptakan kefakiran melainkan hanya

    untuk memilah dan menguji hamba. Allah subhanahu wata’ala menjelaskan hal itu dengan

    sangat gamblang dalam firman-Nya, artinya,

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    3/6

    "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,

    kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-

    orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka

    mengucapkan, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun". (QS. 2:155-156)

    Coba kita perhatikan bagaimana Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan kekurangan

    harta sebagai bagian dari bala’ yang dengannya Dia menguji manusia. Dan bagaimana pula

    Allah subhanahu wata’ala menisbatkan ujian tersebut dari diri-Nya dalam firman-

    Nya,"Sungguh Kami akan menguji kalian."Kemudian perlu kita renungkan pula bagaimana

    Allah menyebut kekurangan harta sebagai musibah, bagaimana pula Dia memberikan

    kabar gembira bagi orang-orang yang sabar menerima ujian kefakiran dan kekurangan

    tersebut. Dia pun mengajarkan kepada mereka adab kesabaran berupa istirja’

    (mengembalikan urusan kepada Allah dengan mengucap inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un)

    dan menjanjikan bagi mereka rahmat dan kesejahteraan.

    Saudaraku, para fakir! Anda diciptakan di muka bumi ini, namun kadang anda terhalang

    untuk mendapatkan kelezatannya. Itu tidak lain untuk menguji kadar keimanan anda dan

    agar diketahui bagaimana sikap anda, apakah anda menggerutu dan ingkar ataukah anda

    bersikap rela dan sabar.

    Ingatlah, bahwa semua orang yang ada di muka bumi ini sedang diuji, orang fakir diuji

    dengan kefakirannya dan orang kaya diuji dengan kekayaannya. Ketika Allah subhanahu

    wata’ala memuliakan Nabi Sulaiman dengan harta dan kerajaan maka beliau berkata,"Ini

    adalah keutamaan dari Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur ataukah justru

    kafir." Maka selayaknya seorang fakir juga berkata, "Ini adalah ketetapan Rabbku, untuk

    mengujiku apakah aku bersabar ataukah ingkar." Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi

    wasallam menjelaskan bahwa ujian kefakiran itu lebih ringan dibandingkan ujian kekayaan.

    Saudaraku, janganlah engkau bersedih hati dengan kefakiranmu, hadapi kefakiran dengan

    dua hal; Berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala darinya, dan bersabar atasnya.

    SEBAB-SEBAB KEFAKIRAN

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    4/6

    1.Lemah dan Malas

    Penyakit lemah dan malas terkadang menjadi salah satu sebab dari kefakiran bagi seorang

    muslim. Karena Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia dalam keadan memiliki

    potensi untuk berusaha dan bekerja di muka bumi, serta diberi kemampuan untuk berjuang

    mencari rizki. Oleh karenanya Dia berfirman, artinya,

    "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS. 90:4)

    Susah payah mengharuskan seseorang untuk berusaha, bekerja keras dan berjuang untuk

    memperoleh rezeki dan keberkahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam banyak-banyak

    berlindung dari sikap malas dan lemah, beliau bersabda,

    "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan, dari sifat lemah dan

    malas, dari sikap pengecut dan kikir, dari belitan hutang dan tekanan orang." (HR. al-

    Bukhari)

    2.Dosa dan Maksiat

    Kefakiran dan kemelaratan merupakan bagian dari musibah, yang terkadang disebabkan

    karena kemaksiatan sebagaimana musibah yang lain pada umumnya. Allah subhanahu

    wata’ala berfirman, artinya,

    "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan

    tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-

    kesalahanmu)." (QS. 42:30)

    Ibu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,"Sesungguh nya kebaikan itu sinar di wajah, cahaya

    di dalam hati, kekuatan di badan, keluasan dalam rezeki, kecintaan di dalam hati setiaporang. Sedangkan keburukan adalah kemuraman di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di

    badan, mengurangi rezeki, dan penyebab kebencian di hati orang."

    Maka cukuplah kemaksiatan itu akan menghilangkan keberkahan, sebagaimana dalam

    sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,"Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizki

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    5/6

    dengan sebab dosa yang dia kerjakan." (HR. Ahmad & Ibnu Majah)

    Terhalangnya seseorang dari rezeki mungkin dengan lenyapnya rezeki tersebut, atau

    berkurang jumlahnya, atau tidak memberinya manfaat sehingga meskipun harta yang

    dimiliki sangat banyak, namun justru menjadi bencana baginya.

    Oleh karena itu selayaknya masing-masing kita melihat seberapa banyak telah melakukan

    dosa, menyia-nyiakan shalat, kurang takut kepada Allah subhanahu wata’ala, tidak mau

    bersilaturrahim dengan kerabat, buruk pergaulan dengan sesama muslim dan lain-lain.

    Kalau kita menyadari, maka sungguh tidak ada seorang pun di antara kita yang lepas dari

    berbuat dosa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,"Seluruh bani Adam

    banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR.

    at-Tirmidzi)

    3. Penjagaan Allah subhanahu wata’ala kepada Hamba

    Allah subhanahu wata’ala itu Maha Tahu, boleh jadi jika seorang hamba diberi kekayaan,

     justru akan menjadikannya celaka di dunia dan di akhirat, atau akan menjadikan dia

    sombong dan besar kepala yang berakibat pada turunnya siksa dan bencana. Rasulullah

    shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    "Sesungguhnya Allah Ta’ala menjaga hamba-Nya yang beriman dari dunia ini, padahal Dia

    mencintainya. Sebagaimana kalian semua berhati-hati (menjaga) orang sakit dalam

    memberi makan dan minum, karena khawatir terhadapnya." (HR. Ahmad, terdapat di

    Shahih al-Jami no. 181)

    4.Telah Ditetapkan Memperoleh Kedudukan di Sisi Allah subhanahu wata’ala

    Termasuk besarnya kemuliaan dan kemurahan Allah subhanahu wata’ala adalah Dia

    memuliakan hamba-Nya sebelum hamba itu melakukan suatu prestasi, dan Dia telah

    menulis untuk seorang hamba satu kedudukan yang tidak mungkin hamba tersebut

    mencapainya hanya dengan amal perbuatannya. Sehingga dia memberikan kebaikan

    dengan cara mengujinya, baik itu dalam harta, anak, atau badannya. Nabi shallallahu ‘alaihi

    wasallambersabda,

  • 8/18/2019 Bergandengan dengan Dhuafa

    6/6

    "Sesungguhnya jika seorang hamba telah ditulis baginya satu kedudukan yang tidak

    mampu dia capai dengan amalnya, maka Allah mengujinya di dalam harta atau badan atau

    anaknya." (HR. Abu Dawud)

    Dan kedudukan yang tinggi hanya dicapai oleh seorang mukmin. Maka ketika ada

    seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata,"Sungguh aku

    mencintaimu." Maka Nabi menjawab,"Siapkan dirimu menjadi orang fakir." Wallahu a’lam.

    Sumber: Buku saku "Risalah ila Faqir" Dept. Ilmiyah Darul Wathan (Kholif

    Mutaqin/alsofwah)

    http://www.kajianislam.net/modules/wordpress/2009/01/28/di-balik-ujian-kefakiran/