berdebar.docx
TRANSCRIPT
Pengaruh Emosi tehadap Sistem Saraf Otonom
Angelyn Christabella
10.2010.342
F2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Kehidupan emosional manusia amat rumit. Emosi tidak selalu berlangsung sempurna dan
enak. Emosi dapat hebat, tak terkendali dan menegangkan.Dalam kenyataannya, hidup kita
tidak pernah lepas dari pengaruh emosi. Emosi dapat mendatangkan kesenangan tetapi juga
kesulitan.1 Emosi berkaitan erat dengan kerja organ dalam tubuh manusia. Hal tersebut
dikarenakan ada pengaruh emosi terhadap sistem saraf otonom dalam tubuh. Sistem saraf
otonom merupakan sistem saraf yang mempersarafi organ-organ dan pembuluh darah dalam
tubuh manusia. Dinamakan otonom karena aktivitasnya tidak dikontrol oleh kehendak (tidak
sadar). Kehendak tidak mempengaruhi aktivitas saraf otonom, tetapi aktivitasnya dipengaruhi
emosi dan sistem limbik.2 Makalah ini akan memaparkan darimana emosi itu berasal,
bagaimana mekanisme penghantaran impuls sehingga terjadi emosi, dan pengaruh emosi
terhadap sistem saraf otonom dalam tubuh manusia.
Emosi dan hubungannya dengan sistem limbik
Emosi berpengaruh terhadap motivasi seorang manusia dan motivasi juga mempengaruhi
emosi.. Kedua hal ini saling berhubungan timbal balik. Motivasi merupakan suatu yang ingin
dicapai. Sedangkan emosi merupakan cara untuk mengkomunikasikan motivasi tersebut.
Ketika ada motivasi yaitu perasaan senang yang dihasilkan oleh ‘pusat mengulang’ di
hipotalamus posterior bagian lateral makaseseorang akan berusaha untuk merasakan perasaan
itu kembali. Sedangkan yang menghambat motivasi adalah terangsangnya korteks entorhinal
(pusat menghindar) sehingga manusia merasakan perasaan tidak senang. Pada perasaan tidak
senang ini maka akan ada peningkatan aliran darah ke salah satu ujung temporalis. Ada dua
komponen yang mempengaruhi emosi, yaitu aspek mental dan juga aspek fisik. Kedua
komponen tersebut mengikutsertakan kognisi berupa kesadaran akan sensasi dan penyebab
timbulnya sensasi tersebut, afek yaitu perasaan yang menyertai sensasi, konasi berupa
kebutuhan untuk melakukan suatu aksi, serta perubahan-perubahan fisik seperti hipertensi dan
berkeringat. Hipotalamus dan sistem libik sangat berkaitan erat dengan ekspresi emosi dan
terjadinya.
Para teliti mengmbangkan suatu peta parsial mengenai beberapa wilayah otak yang telibat
emosi. Peta itu menekankan bahwa gambaran jalur neuron dan sistem fungsional yang
mendasari emosi baru muncul, dan dengan respons emosi yang sangat beragam, terdapat juga
kemungkinan keterlibatan beberapa jalur neural yang kompleks dan sistem fungsional dalam
SSP. Beberapa emosi manusia bergantung karena kelompok fungsional nukleus dan saluran
akson yang saling berhubungan di SSP yang disebut sistem limbik. Konsultasi antara pusat
otak bagian atas sangat penting dalam formulasi emosi.3
Istilah limbik (limbus) berarti batas. Bagian yang termasuk sistem limbik adalah nukleus dan
tersusun batas traktus antara cerebri serta diencephalon yang mengelilingi corpus calosum.
Sistem ini merupakan suatu pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencangkup
komponen cerebrum, diencephalon, dan mesencephalon. Struktuk kortikal utama adalah gyrus
cinguli, gyrus hypocampus, dan hypocampus. Bagian subkortikal termasuk amigdala, traktus
olfaktorius, dan septum.4
Emosi merupakan perasaan, seperti marah, takut, dan bahagia yang dapat merangsang respon
fisik. Respon ini termasuk pola tingkah laku dan ekspresi emosional. Sistem limbik
merupakan aspek penting timbulnya emosi. Sebagai contoh amigdala, terdapat pada bagian
dalam lobus temporal merupakan bagian penting proses input yang menimbulkan perasaan
takut. Pada manusia, korteks serebri juga merupakan bagian yang penting dari proses
timbulnya perasaan waspada.5
Korteks serebri merupakan bagian dari serebrum dan mengandung substansia grisea. Korteks
serebri berfungsi (1) memberikan persepsi sensoris, (2) kontrol pergerakan volunter, (3)
bahasa, (4) kepribadian, (5) kemampuan untuk berpikir, memori, membuat keputusan,
kreativitas, dan kesadaran diri.5 Korteks serebri lobus frontalis merupakan bagian yang paling
aktif dalam emosi. Jika lobus frontalis mengalami kerusakan maka akan terjadi perubahan
kepribadian. Kerusakan sistem limbik atau persambungan antara sistem limbik dengan pusat
otak bagian atas pada korteks serebral menghilangkan konsultasi emosional.3 Seseorang yang
sebelum mengalami kecelakaan dapat diandalkan, periang, dan mudah bergaul tetapi setelah
kecelakaan menjadi tidak dapat diandalkan kembali, pemurung, dan sulit bergaul.
Sebuah nukleus lobus temporal korteks serebral yang disebut amigdala, yaitu suatu komponen
sistem limbik yang menonjol, merupakan pusat utama pengumpulan data sensoris dan
pengatur informasi emosi. Suatu jalur utama sinyal yang memicu ekspresi emosional
merambat dari amigdala ke sistem saraf otonom (SSO) dan sistem motoris somatik melalui
hipotalamus dan formasi retikuler batang otak.3 Amigdala merespon emosi yang dirasakan
manusia dari orang lain di sekitarnya. Ketika melihat orang yang sedang marah, amigdala
merespon secara sadar dan menimbulkan perasaan yang sama pada diri manusia. Kerusakan
amigdala menyebabkan hilangnya ekspresi wajah. Emosi negatif ditimbulkan karena adanya
penurunan neurotransmitter serotonin yang dihasilkan oleh amigdala.6 Ketika amigdala
mengalami kerusakan maka manusia akan menyebabkan seseorang tidak lagi merasa takut
karena proses encoding memori yang berkaitan dengan rasa takut atau timbulnya rasa takut
menjadi rusak. Amigdala yang merupakan salah satu penyusun dari nukleus basalis
menghasilkan neurotransmitter dopamin yang dapat meningkatkan tekanan darah. sehingga
ketika ada emosi yang timbul dalam diri manusia, dopamin dihasilkan dalam jumlah yang
lebih banyak dari jumlah biasanya dan dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung
meningkat.
Thalamus merupakan bagian diencephalon yang juga penyusun sistem limbik sebagai pusat
emosi memiliki fungsi khusus, yaitu (1) pusat relai informasi semua masukan sinaptik, (2)
kesadaran kasar terhadap sensasi, (3) derajat kekasaran tertentu, dan (4) kontrol fungsi
motoris.5
Hipotalamus yang merupakan penyusun sistem limbik berfungsi (1) sebagai regulator fungsi
homeostatis (seperti temperatur, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan), (2)
penghubung penting antara saraf dan sistem endokrin, (3) perubahan emosi dan perilaku
dasar, dan (4) pengaturan waktu bangun dan tidur.5 Terletak pada bagian bawah thalamus dan
dibatasi oleh sulcus hipotalamus. Hipotalamus berlokasi di dasar diensefalon dan membatasi
dinding lateral ventrikel III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar hipofisis yang
terletak di dalam sela os sphenoid.7
Hipotalamus yang berperan dalam menghasilkan emosi. Bagian posterior sebelah lateral dari
hipotalamus ketika terangsang akan menimbulkan perasaan senang sehingga disebut sebagai
‘pusat mengulang’. Sedangkan ada juga yang disebut sebagai ‘pusat menghindar’ karena
berperan untuk menghasilkan perasaan tidak nyaman atau tidak senang. Bagian yang berperan
dalam hal ini adalah korteks entorhinal yang letaknya berdekatan dengan pusat mengulang.
Luas daerah ‘pusat mengulang’ 35% dan luas ‘pusat menghindar’ 5%, sedangkan 60% lagi
merupakan bagian indeferen yang tidak termasuk ‘pusat mengulang’ ataupun ‘pusat
menghindar’.
Respon marah terhadap rangsang lemah tampak setelah pengangkatan neokorteks dan setelah
pengrusakan nuklei ventromedial hipotalamus serta nuklei septum. Pengrusakan nuclei
amigdaloid bilateral dapat menghasilkan ketenangan abnormal. Ketenangan yang dibuat
akibat pengrusakan amigdala dapat diubah menjadi kemarahan jika selanjutnya nuklei
ventromedial hipotalamus dirusak. Kemarahan juga dapat ditimbulkan dengan merangsang
suatu area yang meluas ke posterior melalui hipotalamus lateral menuju ke area grisea otak
tengah.
Hipokampus merupakan area penting lainnya yang secara tradisional diklasifikasikan
kedalam sistem limbik. Hipokampus juga disebut sebagai pintu gerbang menuju ingatan.
Hipokampus memungkinkan manusia membentuk ingatan yang spesial sehingga dapat
menemukan jalan yang harus ditempuh dalam lingkungan.
Mesensefalon terdiri atas serebelum dan pons. Serebelum berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh serta tonus otot dan mengkoordinasi dan perencanaan aktivitas terampil
otot skelet. Sedangkan pons berfungsi untuk relei informasi sensoris ke serebelum dan
thalamus serta sebagai pusat somatomotor dan viseromototr involunter.5
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan (1) respon emosional yang mengarahkan
pada tingkah laku individu, (2) respon sadar terhadap lingkungan, (3) memberdayakan fungsi
intelektual korteks cerebri secara tidak sadar dan memfungsikan secara otomatis batang otak
untuk merespon keadaan, (4) memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan, dan (5) merespon suatu pengalaman dan ekspresi
perasaan, takut, marah, dan emosi.4
Sistem limbik memiliki hubungan timbal balik dengan banyak struktur saraf sentral pada
beberapa tingkat integrasi termasuk neokorteks, hipotalamus, dan sistem aktivasi reticular dari
batang otak. Gangguan persepsi terutama dalam mengingat kembali, krisis emosional, dan
gangguan hubungan dengan orang lain.4
Depresi merupakan suatu kelainan psikiatri yang mengakibatkan aktivitas abnormal dari
neurotransmitter.5,6 Otak kekurangan neurotransmitter serotonin atau norepinerfin akan
mengakibatkan emosi negatif yang disertai dengan hilangnya rasa tertarik, sulit merasa
senang,dan keinginan untuk bunuh diri. Serotonin dan nonepinefrin merupakan pesan sinaptik
yang membuat sistem limbik menekspresikan rasa sedih, tidak bersemangat, dan tidak
bahagia.6
Emosi mempengaruhi sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom adalah pelaksana emosi yang dirasakan oleh seorang manusia. Ketika
manusia merasa takut maka sering merasa berdebar. Hal ini dikarenakan perasaan takut
merangsang saraf simpatis yang merupakan bagian dari sistem saraf otonom. Begitu pula
dengan berbagai emosi lainnya yang mempengaruhi kerja sistem saraf otonom. Ketika terjadi
rangsang pada sistem saraf otonom baik rangsang emosi atau yang lainnya, respon yang
terjadi berlangsung cepat (sekitar 2 detik).
Bagian mototrik perifer sistem saraf otonom terdiri atas neuron preganglionik dan
pascaganglionik. Badan sel neuron preganglionik terletak pada kolumna grisea interdiolateral
medulla spinalis atau nukleus motorik homologus saraf-saraf otak. Akson-aksonnya sebagian
besar merupakan serat penghantar lambat bermielin. Akson-akson itu bersinaps di badan sel
neuron pascaganglionik yang terletak di luar sistem saraf pusat. Setiap akson preganglionik
terbagi menjadi sekitar 8-9 neuron pascaganglionik. Dengan demikian, persarafan otonom
bersifat difus. Akson neuron pascaganglionik yang sebagian besar merupakan serat tak
bermielin, berakhir di efektor vosera.
Secara anatomi, sistem otonom dipersarafi dua sistem saraf, yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Kedua sistem saraf tersebut bekerja berlawanan, hampir semua saraf simpatis
untuk menstimulasi aktivitas organ sedangkan saraf parasimpatis untuk menurunkan aktivitas
organ.2
Divisi simpatis sistem saraf otonom memiliki akson preganglionik yang meninggalkan
medula spinalis bersama radiks ventralis saraf torakal pertama sampai saraf spinal lumbal
ketiga atau keempat. Akson-akson ini berjalan melalui rami komunikans putih ke rantai
ganglion simpatis paravertebra dan sebagian besar berakhir di badan sel neuron
pascaganglionik. Akson sebagian neuron pascaganglionik berjalan ke visera dalam berbagai
saraf simpatis. Sebagian lain masuk kembali ke dalam saraf simpatis. Sebagian lain masuk
kembali ke dalam saraf spinal melalui ramus komunikans kelabu dari rantai ganglion dan
disebarkan ke efektor otonom di daerah yang dipersarafi oleh saraf-saraf spinal tersebut. Saraf
simpatis pascaganglionik untuk kepala berasal dari ganglia superior, mediam dan stelata di
perluasan cranial rantai ganglion simpatis dan berjalan ke efektor bersama pembuluh darah.
sebagian neuron preganglionik berjalan melalui rantai ganglion paravertbra dan berakhir pada
neuron pascaganglionik yang terletak di ganglion kolateral dekat visera tersebut. Sebagian
uterus dan saluran kelamin pria dipersarafi oleh siati sistem khusus, neuron noradrenergic
pendek dengan badan sel di ganglion yang terletak pada atau dekat organ tersebut, sedangkan
serat preganglionik untuk neuron pascaganglionik ini kemungkinan berjalan sampai ke
organnya.
Saraf simpatis menstimulasi dan mempercepat rangsang pada jantung dan sistem respirasi,
tetapi menghambat sistem pencernaan. Saraf-saraf ini meningkatkan sirkulasi dan mendilatasi
bronkus, saliva, dan seluruh sekresi saluran pencernaan, juga menurunkan peristaltik usus.
Saraf simpatis distimulasi oleh emosi, seperti rasa takut, marah, dan gembira. Fungsi saraf
simpatis berhubungan sangat erat dengan medulla adrenal yang distimulasi saraf simpatis.
Sistem saraf ini membantu tubuh berespon terhadap emosi dengan memberikan otot suplai
darah yang baik, yang kaya O2. Kondisi ini memungkinkan seorang ketika berlari dengan
cepat, ketika merasa takut atau marah.2
Sistem saraf otonom simpatis akan siaga saat mengalami kondisi kedaruratan. Di bawah
keadaan stres baik yang disebabkan oleh fisik maupun emosional dapat menyebabkan
peningkatan yang cepat pada impuls simpatis. Tubuh mempersiapkan untuk respon ‘fight or
flight’ jika ada ancaman. Akibatnya bronkiolus akan berdilatasi untuk memudahkan
pertukaran gas, kontraksi jantung yang kuat dan cepat, dilatasi arteri dan otot-otot volunteer
yang membawa lebih banyak darah ke jantung, vasokontriksi sehingga membuat kulit kaki
dingin tetapi menyalurkan darah ke organ vital yang aktif, dilatasi pupil, hati mengeluarkan
glukosa untuk menghasilkan energi yang cepat, peristaltik makin lambat, rambut berdiri, dan
keringat meningkat. Aktivitas saraf simpatis yang meningkat cepat sama seperti tubuh saat
diberikan adrenalin.4
Divisi parasimpatis sistem saraf otonom keluaran cranial mempersarafi struktur visera di
kepala melalui saraf okulomotor, fasial dan glosofaringeal, serta struktur di toraks dan
abdomen bagian atas melalui saraf vagus. Keluaran sacral mempersarafi visera panggul
melaluicabang pelvis saraf spinal saklral kedua sampai keempat. Serat preganglionik di kedua
keluaran tersebut berakhir di neuron pascaganglionik pendek yang terletak pada atau dekat
struktur visera tersebut.
Saraf parasimpatis bekerja sangat bertolak belakang dengan dengan saraf simpatis, yaitu
memperlambat kontraksi jantung, vasodilatasi, meningkatkan kerja sistempencernaan, dan
mengkontriksi bronkus. Saraf ini distimulasi oleh emosi yang menyenangkan. Akibatnya,
perasaan bahagia dan senang cenderung meningkatkan kerja sistem pencernaan.2
Fungsi sistem parasimpatis sebagai pengontrol dominan untuk kebanyakan efektor viseral
dalam waktu yang lama. Selama keadaan diam, kondisi tanpa stres, impuls dari saraf
parasimpatis (kolinergik) menonjol. Saraf simpatis terletak di dua lokasi, satu di batang otak
dan satu lagi di segmen spinal bawah. Karena lokasi serabut-serabut tersebut maka saraf
parasimpatis sering dikatakan sebagai saraf kanialsakral bila dibedakan dengan torakolumbal
(simpatis) dari sestem saraf otonom. Serabut saraf muncul dari otak tengah dan medulla
oblongata.4
Manusia cenderung memiliki pengalaman dan ekspresi emosi yang sangat individual.
Stimulus yang memicu kemarahan pada seseorang dapat menimbulkan perasaan emosi dan
respon tubuh yang sangat berbeda. Sistem saraf otonom dan divisi somatomotoris
memperantai ekpresi emosi tubuh dan kapasitas komponen sistem saraf tepi untuk memicu
respon yang sangat beragam pada otot dan organ lain.3
Pusat-pusat di medulla oblongata yang mengatur reflex aotonom untuk peredaran darah,
jantung, dan paru dinamakan pusat-pusat vitasl, karena kerusakan pusat-pusat ini biasanya
fatal. Serat-serat aferen ke pusar-pusat itu berasal dari beberapa tempat di reseptor-reseptor
visera khusus. Reseptor khusus tersebut tidak hanya reseptor-reseptor di sinus karotis, sinus
aorta, badan karotis, dan badan aorta, melainkan juga meliputi sel-sel reseptor yang terdapat
di medulla oblongata sendiri. Respon motorik berjenjang dan secara berangsur disesuaikan;
sertamencangkup komponen somatik maupun viseral.
Medulla adrenal bekerja dibawah pengaruh sel-sel saraf dari sistem saraf otonom. Ketika sel-
sel saraf dirangsang oleh beberapa bentuk stimulus yang menyebabkan stress, sel-sel tersebut
melepaskan neurotransmitter asetilkolin di dalam medulla adrenal. Asetilkolin berkaitan
dengan reseptornya pada sel-sel, dan merangsang pembebasan epinefrin. Norepinefrin
dilepaskan tanpa terkait dengan epinefrin. Fungsinya mirip dengan pengaruh epinefrin, tetapi
peranan utamanya adalah menjaga tekanan darah, sedangkan epinefrin memiliki pengaruh
yang kuat terhadap kerja jantung dan laju metabolisme. Korteks adrenal seperti juga medulla
adrenal bereaksi terhadap stress. Akan tetapi, korteks adrenal bereaksi terhadap sinyal
endokrin, bukan terhadap masukan dari saraf. Stimulus yang mencekam membuat
hipotalamus mensekresikan hormon pembebas yang merangsang sekresi ACTH.
Komunikasi kimiawi dan listrik pada sinaps
Hubungan antara dua saraf disebut sebagai sinaps.5 Ada dua tipe sinaps, yaitu sinaps listrik
dan sinaps kimia, yang dibedakan berdasarkan cara berhubungan antara dua saraf.6 Sinaps
ditemukan antara saraf sensoris dan saraf sensoris, saraf motoris dan sel otot yang
dikontrolnya.3 Pada sinaps listrik, ada jembatan yang menghubungkan dua sel saraf yang
memungkinkan ion-ion berpindah dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya secara langsung. Hal
ini memungkinkan impuls merambat tanpa penundaan dan tanpa kehilangan kekuatan sinyal
dari satu neuron ke neuron lainnya. Sinaps kimia merupakan saraf yang paling banyak
ditemui dalam tubuh manusia yang mengirimkan informasi satu arah dari celah sinaptik. Pada
sinaps kimia, akson terminal dari satu saraf yang menghasilkan neurotransmitter disebut
sebagai saraf prasinaptik dan dendrit atau badan sel dari saraf yang kedua disebut sebagi
saraf pascasinaptik.5
Transmisi pada hubungan sinaptik antara neuron predan pascaganglionik serta antara neuron
pascaganglionik dan efektor ototnom diperantai secara kimiawi. Transmitter utama yang
berperan adalah asetilkolin dan norepinefrin, meskipun dopamine juga disekesikan oleh
interneuron di ganglion simpatis, dan GnRH disekresikan oleh sebagian neuron
preganglionik. GnRH memerantarai respons eksitasi lambat. Selain tiu terdapat kotranmiter di
neuron otonom, dan VIP dilepaskanbersama asetilkolin, sedangkan ATP dan neuropeptida Y
besama norepinefrin.
Penghantaran rangsang dari saraf prasinaptik ke saraf pascasinaptik dan selanjutnya ke sel-sel
efektor organ-organ tujuan yang terlaksana dengan bantuan neurotransmitter yang disimpan
dalam vesikel yang terdapat pada ujung-ujung saraf dan akan dibebaskan oleh suatu potensial
aksi.5,7 Ketika ada potensial aksi pada saraf prasinaptik, maka ion kalsium akan masuk ke
dalam akson terminal saraf prasinaptik dan menyebakan neurotransmitter keluar dari vesikel
yang ada pada akson terminal. Reseptor neurotransmitter berada pada saraf pascasinaptik
sehingga neurotransmitter yang keluar dari vesikel masuk ke saraf pascasinaptik dan merubah
permeabilitas ion pada saraf tersebut.5
Respons yang terbentuk di neuron pascaganglionik oleh perangsangan neuron preganglionik
mencangkup bukan saja depolarisasi cepat (EPSP cepat) yang membangkitkan potensial aksi
tetapi juga potensial postsinaptik inhibisi berlangsung lama (IPSP lambat), potensial
postsinaptik eksitasi yang berlangsung lama (EPSP lambat) serta EPSP lambat ikutan. EPSP
lambat ikutan tersebut berlangsung sangat lama, beberapa menit, bukan milidetik. Respons
lambat ini tampaknya mengubah dan mengatur transmisi melalui ganglion simpatis.
Depolarisasi awal ditimbulkan oleh asetilkolin melalui reseptor nikotinik. IPSP lambat
mungkin ditimbulkan oleh dopamine yang dihasilkan oleh interneuron di dalam ganglion.
Interneuron ini dirangsang oleh penggiat suatu reseptor muskarinik M1. Interneuron yang
mensekresikan dopamine merupakan sel-sel kecil.
Peran emosi pada sistem saraf otonom dipengaruhi oleh adanya excitatory postsynaptic
potential. Pada eksitatorik sinaps, neurotransmitter yang dihasilkan oleh saraf prasinaps
merangsang pelepasan ion natrium dan ion kaliun sehingga terjadi potensial aksi. Ion natrium
masuk ke bagian intraseler menyebabkan depolarisasi dan keadaan ion intraseluler berubah
dari negatif menjadi positif karena kelebihan ion positif akibat banya ion natrium yang masuk.
Keadaan ini membuat membrane sel lebih mudah dilewati oleh neurotransmitter akibat
adanya rangsang yang diberikan.5
Mekanisme penghantaran impuls
Proses penghantaran impuls melibatkan ion natrium, ion kalium, dan ion klor. Permeabilitas
ion kalium paling besar dibandingkan permeabilitas ion natrium dan klor dikarenakan saluran
untuk ion kalium lebihbanyak dibandingkan saluran ion natrium dan klor. Pada saat polarisasi
sebelum adanya impuls yang dihantarkan, konsentrasi intraseluler negatif yang kemudian
ketika ada rangsang maka ion natrium akan masuk dan mengakibatkan konsentrasi di dalam
menjadi positif yang tejadi pada fase depolarisasi. Tahap selanjutnya ada fase repolarisasi
yang terjadi karena muatan di dalam positif sehingga ion kalium keluar (effluks), konsentrasi
di dalam menjadi negatif kembali.keadaan ini membuat ion kalium yang keluar untuk
mengmbalikan keadaan seperti semula melakukan pertukaran tempat kembali dengan ion
natrium melalui mekanisme pompa ion sampai kembali ke keadaan semula, yaitu konsentrasi
ekstraseluler positif karenan banyak ion natrium dan keadaan intraseluler negatif karena
banyak anion protein yang bermuatan negatif dan tidak dapat melewati membran.3
Pada sel yang dapat dirangsang seperti neuron, respon terhadap stimulus yang membuatnya
terdepolarisasi diurutkan menurut intensitas stimulus sampai dengan level depolarisasi
tertentu yang disebut ambang. Jika depolarisasi mencapai potensial ambang, maka akan
menghasilkan suatu jenis yan gberbeda disebut potensial aksi. Potensial ambang sebuah
neuron biasanya berkisar antara 15 mV sampai 20 mV lebih positif dibandingkan dengan
potensial istirahat (yaitu pada potensial -55 mV sampai -50 mV). Potensial aksi adalah impuls
saraf. Potensial adalah peristiwa bersifat ‘ya atau tidak sama sekali’ yang tidak bergradasi,
yang berarti besarnya potensial aksi tidak bergantung dari besarnya stimulus pendepolarisasi
yang menyebabkan potensial aksi tersebut andaikan depolarisasi tersebut mencapai harga
ambang.selama fase depolarisasi, polaritas membran berbalik sebentar, dengan bagian dalam
sel menjadi positif dibandingkan dengna bagian luar. Keadaan ini secara cepat diikuti fase
repolarisasi yang tajam, dalam waktu yang sama dengan kembalinya potensial membran ke
level istirahat.3
Beberapa faktor mempengaruhi kecepatan perambatan potensial aksi di sepanjang akson.
Salah satunya adalah diameter akson; semakin besar diameter akson makin cepat
penghantaran potensial aksi. Hal ini karena tahanan terhadap arus listrik berbanding terbalik
dengan luas penampang akson yang menghantarkan arus tersebut. Pada akson yang tebal,
depolarisasi yang berkaitan dengan potensial aksi pada pada lokasi khusus secara efektif dapat
menjangkau lebih jauh sepanjang interior akson dan menciptakan potensial aksi baru di
tempat yang lebih jauh dibandingkan dengan yang diciptakan oleh akson yang tipis.
Neurotransmitter
Zat-zat kimia penyalur yang dapat mempengaruhi perilaku naluriah dna emosi antara lain
serotonin, dopamine, asetilkolin, dan histamine.
Serotonin. Neuron-neuron yang mengandung serotonin memiliki badan sel yang terletak pada
garis tengah batang otak dan berproyeksi ke bagian-bagian hipotalamus, sistem limbik,
neokorteks, dan medulla spinalis. Pada keadaan terjaga, neuron-neuron serotonergik
melepaskan muatan dengan kecepatan tinggi dan menimbulkan euphoria, pada keadaan
mengantuk kecepatan lepas muatan melambat, semakin lambat pada keadaan tidur, dan sama
sekali tidak melepaskan muatan selama tidur REM. Penurunan jumlah yang selektif serotonin
otak mengakibatkan depresi.
Dopamine. Banyak neuron dopaminergik yang memiliki badan sel yang terletak di otak
tengah. Neuron-neuron ini berproyeksi dari substansia nigra ke striatum dan dari bagian-
bagian lain otak tengah ke tuberkel olfaktorius, nukleus akumbens, daerah limbik terkait, dan
korteks frontalis, singulatum, entorinal, dan peririnal. Pada orang normal memperlihatkan
bahwa seiring dengan pertambahan usia terjadi penurunan jumlah reseptor dopaminergik di
ganglion basal. Penurunan tersebut lebih besar pada pria dibangidng wanita.
Asetilkolin tersebar di seluruh sistem saraf pusat, dengan konsentrasi tinggi di korteks
serebrum, thalamus, dan pada berbagai nukleus di basal otak depan.asetilkolin adalah
penyalur di ganglia basal yang bersifat eksitatorik, sedangkan di struktur-struktur tersebut
dopamine bersifat inhibitorik.
Histamine memiliki neuron-neuron yang terletak di nuikleus tuberomamilaris di bagian
ventral hipotalamus posterior. Akson neuron-neuron ini berproyeksi ke semua bagian otak.
Fungsi sistem histaminergik difus ini tidak diketahui, tetapi terdapat bukti yang mengaitkan
otak dengan keadaan terjaga, perilaku seks, tekanan darah, kebiasaan minum, ambang nyeri,
dan pengaturan sekresi beberapa hormone hipofisis anterior.
Kesimpulan
Emosi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, Sistem limbik
yang tersusun atas korteks serebri, hypothalamus, dan amigdala merupakan bagian otak yang
berperan atas timbulnya emosi dalam diri manusia. Emosi yang timbul mempengaruhi kerja
sistem saraf otonom baik saraf simpatis ataupun saraf parasimpatis. Saraf simpatis sebagian
besar berkaitan dengan peningkatan aktivitas kerja organ viseral, sedangkan saraf
parasimpatis sebagian besar mengakibatkan penurunan aktivitas organ viseral. Proses
penghantaran impuls sehingga emosi dapat dihantarkan dan memepengaruhi kerja organ
viseral.
Daftar pustaka
1. Brigid M, editor. Bagaimana mengenal, menerima, dan mengarahkannya. Yogyakarta:
Kanisius, 2006.
2. Syabariah S, editor. Anatomi & fisiologi untuk perawat. Edisi kesepuluh. Jakarta: EGC,
2002.
3. Manalu W, editor. Biologi. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga, 2004.
4. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika, 2008.
5. Sherwood L. human physiology from cells to systems. Canada: Brooks/Cole, 2010.
6. Kalat JW. Biological physiology. 10th edition. Canada: Wadsworth, 2009.
Sherwood L. human physiology from cells to systems. Canada: Brooks/Cole, 2010.
7. Satyanegara, Hasan SR, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Behadi I, editor. Ilmu
bedah saraf satyanegara. Edisi keempat. Jakarta: Gramedia, 2010.
8. Setiadi L, editor. Fakmakologi dan toksikologi. Edisi ketiga. Jakarta: EGC, 2008.