bentara budaya solo, 20-26 februari 2020 · kalam buah bebrayan kokom-susanto kokom dan susanto,...

20
- B e n t a r a B u d a y a S o l o , 2 0 - 2 6 F e b r u a r i 2 0 2 0 Kurator: Joseph Wiyono

Upload: others

Post on 19-Jun-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

-Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020

Kurator: Joseph Wiyono

Page 2: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

-

Kurator :Joseph Wiyono

Pembukaan Pameran :Kamis, 20 Februari 2020, pukul 19:30 WIB

Pembuka Pameran :Darmawan Saputra, SH.Pengurus PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta)

Pameran Berlangsung:21 - 26 Februari 2020Pukul: 09:30 - 21:30 WIB

Performance Art:Tedy Cs.Bilqis Binar Tamaraya

Hiburan:Orkes Keroncong Barona

Penulis:M Dwi MariantoYusuf ArsyadSentot Widodo

Fotografer Karya:Noordimasiyan Abdillah

Desain Grafis:Bentara Budaya Solo

Lay out:Istimewa

+ Leaet dan katalog dicetak di Yogyakarta(250 eksemplar)

Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020

Page 3: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

KalamBuah Bebrayan Kokom-Susanto

Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua berjudul “Bebrayan” di Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020, namun kesehariannya mereka tinggal di Gemolong, Sragen, Jawa Tengah. Boleh dibilang cukup jauh dari Kota Surakarta - salah satu pusat budaya di Indonesia, di mana terdapat dua buah keraton: Kasunanan dan Mangkunegaran. Jarak macam inilah yang membuat orang-orang di daerah pinggiran, atau di kota-kota kecil yang jarang 'dilalui' pameran seni, lebih menghargai arti pameran. Di Surakarta - kota besar terdekat dari Gemolong - pameran seni rupa sering diselenggarakan. Apa sih makna pameran bagi seniman? Tanpa pameran karya seseorang tidak dikenal secara luas. Tanpa terekspose karya seni hanya berpredikat sebagai objek yang masih 'tersembunyi', masih dalam keadaan 'maya'. Produk artistik pun belum selesai menjadi karya sepenuhnya bila belum dipamerkan, atau ketika belum dipentaskan. Apapun yang jauh di mata, apalagi jauh di hati akan masuk ke predikat 'virtual'. Ada namun tidak ada. Baru ada ketika dihadirkan, diekspose, disaksikan, dan dialami oleh publik. Berpameran pun belum cukup, si seniman yang pameran harus mengupayakan agar masyarakat tahu dan peduli untuk datang ke tempat, dan melihat karya-karyanya digelar. Tanpa ada pengunjung yang signifikan dan diwacanakan, predikatnya sama dengan sekadar pindah tempat belaka. Tidak mudah menjadi seniman di zaman sekarang. Ia harus membuat karya - lukisan misalnya - melalui mana ia menghadirkan suatu nilai yang diperjuangkan, paling tidak ide dari sesuatu yang menurutnya layak ia hadirkan via lukisannya. Pendek kata ia harus meng-create, membuat ide seninya ternyatakan melalui rakitan garis, warna, bentuk, tekstur, sosok, maupun ruang yang secara keseluruhan menjadi suatu image tertentu. Nilai yang dihadirkan melalui lukisan (bagi Susanto) atau karya grafis (bagi Kokom) itu masih belum akan dikenal masyarakat luas bila tidak dikomunikasikan. Maka mereka harus mengomunikasikan ke banyak pihak bila ingin dikenal, agar memeroleh pengakuan sebagai seniman. Mengomunikasikan hasil kreasi biasanya dilakukan setelah karya itu selesai dibuat, namun yang biasanya terjadi adalah baru diwacanakan ketika akan dipamerkan. Mengadopsi pendapat Phillip Kotler, bahkan mengomunikasikan hal-hal unik, kekhususan, dan keluarbiasan suatu calon karya dapat dimulai ketika karya bersangkutan masih dalam proses. Sekarang melalui media sosial langkah-langkah dalam proses dapat dilakukan dengan mudah. Untuk apa, untuk membuat masyarakat yang ditarget jadi penasaran, sehingga bertanya-tanya “apa itu?”, “siapa yang buat?”, “nilai apa yang diangkat?”, “apa keunikannya?”, “apa relevansinya dengan keadaan sekarang?”, dan biasanya akan muncul pertanyaan ini, “apa artinya bagi ku?”. Pendek kata melalui pewacanaan terus menerus, apalagi masuk ke media populer, banyak hal yang tadinya tidak dikenal, jadi terkenal, dan menginspirasi banyak orang sesuai kebutuhan dan apa yang sedang jadi perhatian khalayak. Biasanya kalau orang penasaran ia akan tergoda untuk datang membuktikan. Ia akan jadi terbuka untuk melihat, memahami, dan bertindak lebih sesuai kapasitas dan kebutuhan dia. Ketika suatu proses kreatif yang memiliki keunikan dan keluarbiasaan terkomunikasikan dengan baik, ini mengartikan bahwa nilai yang diperjuangkan oleh sang kreator sudah sampai kepada khalayak yang dituju. Dalam kata lain, nilai yang diperjuangkan sudah sampai ke sasaran. Apa nilai strategis yang dipetik dari ketiga hal ini, artinya nilai / ide utama yang diperjuangkan oleh seniman sudah terealisasi melalui tiga jalur: sudah dieksekusi via proses kreatif yang dilakukan, terkomunikasikan, dan nilainya telah terkirim ke pikiran atau perasaan pemirsa.

Page 4: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Kokom dalam kesempatan ini menampilkan karya-karya grafis dengan muatan sosial. Karyanya jadi instrumen untuk menyeberangkan suatu pesan ke masyarakat. Biasanya karya-karya yang bersifat instrumentalis membutuhkan penyangatan kreatif, agar esensi dari pesan yang akan dihadirkan dan diterima audiens tampil kuat dan memberi dampak. Dalam hal ini dapat dipertanyakan, seberapa kuat Kokom menyangatkan ide-ide tertentu? Dengan ungkapan metaforik apa ide-idenya direpresentasi? Apa inti dari pesan sosial yang akan diseberangkan ke audiens? Sudah sesuaikah bahasa ungkapnya dengan ide yang mau disampaikan? Susanto menghadirkan karya-karya surealistik. Penggambaran yang absurd, tidak masuk akal, di luar logika, dan yang ide-idenya berasal dari dunia bawah sadar dibiarkan hadir begitu saja, menjelma jadi apa saja setelah dipadukan. Karya-karya surealistik biasanya menghadirkan elemen-elemen ide, impresi apa saja yang mengarah ke atau dipetik dari keerotikan sesuatu. Penggalan-penggalan ide dari bawah-sadar, lamunan, dan mimpi diberi tempat, disusun tanpa gramatika; masa lalu, masa kini, dan masa akan datang dicampur-adukkan. Benda dapat bergerak ke arah mana-saja, sebab gravitasi tidak berlaku di sini. Tinggal dilihat saja apakah Susanto berani total mengikuti dinamika perubahan bolak-balik dari ini ke itu, atau dari itu ke ini secara sebaliknya tanpa takut bahwa image yang terbentuk terlihat tidak masuk akal. Kira-kira inilah provokasi saya untuk Kokom dan Susanto pribadi, dan bagi para pembaca yang membaca tulisan saya ini. Semoga semua saja dapat melihat hal-hal lain yang jauh lebih dalam dan lebih luas dibandingkan sebelum membaca provokasi ini. Tulisan ini pun sesungguhnya terjadi secara kebetulan. Awalnya ketika pada suatu siang di ruang tamu Jurusan Seni Murni FSR ISI Yogyakarta, di tempat yang bau rokok walau di dekat situ ada seruan ”Ruang Bebas Asap Rokok”, lalu kami ngobrol-ngobrol ngalor-ngidul. Sampai ke informasi bahwa Kokom dan Susanto sama-sama buka usaha toko yang menjual cat dan juga lotek. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Joseph Wiyono, sang kurator pameran ini. Kini mereka pameran bareng. Kompak amat Bro dan Sist. Dengan mengingat pertemuan itulah tulisan ini saya akhiri, seraya mengucapkan “selamat berpameran” untuk Kokom dan Susanto. Sukses melalui “Bebrayan”.

Yogyakarta, 15 Februari 2020M Dwi Marianto

Page 5: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Kokom dalam kesempatan ini menampilkan karya-karya grafis dengan muatan sosial. Karyanya jadi instrumen untuk menyeberangkan suatu pesan ke masyarakat. Biasanya karya-karya yang bersifat instrumentalis membutuhkan penyangatan kreatif, agar esensi dari pesan yang akan dihadirkan dan diterima audiens tampil kuat dan memberi dampak. Dalam hal ini dapat dipertanyakan, seberapa kuat Kokom menyangatkan ide-ide tertentu? Dengan ungkapan metaforik apa ide-idenya direpresentasi? Apa inti dari pesan sosial yang akan diseberangkan ke audiens? Sudah sesuaikah bahasa ungkapnya dengan ide yang mau disampaikan? Susanto menghadirkan karya-karya surealistik. Penggambaran yang absurd, tidak masuk akal, di luar logika, dan yang ide-idenya berasal dari dunia bawah sadar dibiarkan hadir begitu saja, menjelma jadi apa saja setelah dipadukan. Karya-karya surealistik biasanya menghadirkan elemen-elemen ide, impresi apa saja yang mengarah ke atau dipetik dari keerotikan sesuatu. Penggalan-penggalan ide dari bawah-sadar, lamunan, dan mimpi diberi tempat, disusun tanpa gramatika; masa lalu, masa kini, dan masa akan datang dicampur-adukkan. Benda dapat bergerak ke arah mana-saja, sebab gravitasi tidak berlaku di sini. Tinggal dilihat saja apakah Susanto berani total mengikuti dinamika perubahan bolak-balik dari ini ke itu, atau dari itu ke ini secara sebaliknya tanpa takut bahwa image yang terbentuk terlihat tidak masuk akal. Kira-kira inilah provokasi saya untuk Kokom dan Susanto pribadi, dan bagi para pembaca yang membaca tulisan saya ini. Semoga semua saja dapat melihat hal-hal lain yang jauh lebih dalam dan lebih luas dibandingkan sebelum membaca provokasi ini. Tulisan ini pun sesungguhnya terjadi secara kebetulan. Awalnya ketika pada suatu siang di ruang tamu Jurusan Seni Murni FSR ISI Yogyakarta, di tempat yang bau rokok walau di dekat situ ada seruan ”Ruang Bebas Asap Rokok”, lalu kami ngobrol-ngobrol ngalor-ngidul. Sampai ke informasi bahwa Kokom dan Susanto sama-sama buka usaha toko yang menjual cat dan juga lotek. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Joseph Wiyono, sang kurator pameran ini. Kini mereka pameran bareng. Kompak amat Bro dan Sist. Dengan mengingat pertemuan itulah tulisan ini saya akhiri, seraya mengucapkan “selamat berpameran” untuk Kokom dan Susanto. Sukses melalui “Bebrayan”.

Yogyakarta, 15 Februari 2020M Dwi Marianto

IMAN SENI YANG TAK MELAMPAUI IMAN HAKIKI

Sebuah perjalanan Srikandi perupa

Meminjam makna semantik dari kata " iman " yang sesungguhnya berorientasi pada

komitmen kepercayaan tentang eksistensi Tuhan dan seterusnya, lalu mencoba mengambil benang

merah terhadap konsistensi perilaku berkesenian sangatlah tidak mudah untuk mendedah, bisa jadi

malah sebaliknya tidak ada titik temu di antara keduanya, atau sangatlah bergantung pada wacana

batasan masalahnya sendiri dalam membaca perilaku, sejarah karya, konsepsi, dan sebagainya, dan

itupun bisa saja luput dan disorientasi tanpa melalui penelitian dan pemahaman yang akurat. Konklusi

yang prematur dan tergesa tentu akan menyajikan hasil kekeliruan dan kekecewaan pada pihak

seniman terkait. Jika sudah menjadi rahasia umum bahwa seniman pro atau bukan pada umumnya

jarang berkompromi pada tatanan sosial, norma agama, atau perilaku anomali dan seterusnya

sebagai dampak dari ketidak- bebasan/terkontaminasi atas konsepsi seninya. Namun begitu orientasi

dari perilaku sebaliknya pun juga ada di antara seniman lainnya.

Siti Nur Qomariyah atau biasa dipanggil Kokom lahir dan terberi dari ruang keluarga religius

muslim dan mendapat pendidikan ajaran agama yang sama sejak kecil hingga pendidikan tinggi

agama ternama di Jogja. Di awal pendidikan tinggi agama dia kepincut dengan seni lalu memasukinya

pada seni rupa ISI Yogyakarta, lulus, menikah, lalu punya anak dan keluarga bahagia, lalu selesai

sampai di situ? Singkatnya di tengah kesibukan keluarga dan rumah tangganya lebih dari 20 tahun

aktivitas seni dan karyanya telah terpasung di dimensi wacana kehidupan lain yang betapa sangat sulit

untuk diraihnya. Lantas rumah tangganya yang kedua, dia menemukan oase seni dan sosok Susanto

untuk kemudian berkolaborasi mengembalikan ruh kesenian yang hilang di antara aktivitas iman

religiusnya. Dengan komitmen yang sama bahwa seni terus dan harus hadir di tengah keluarga,

betapa akan menjadi neraca stimulus untuk meraih syiar agama yang sudah barang tentu menjadi nilai

substantif dalam makna hidup kesehariannya.

Jika mungkin membuat analogi tentang wanita perupa dunia seperti Käthe Kollwitz yang

selalu serius dalam tema dan detail karya, lalu Branka Grubić yang sebenarnya perupa biasa namun

dengan kerja kerasnya melewati makna dari sebuah talenta itu sendiri, maka Kokom memiliki

keduanya ditambah satu lagi wacana ekstase rohani untuk Tuhan yang ter-update dalam keseharian

jejak, langkah, dan doanya. Sementara koreksi dan kritik atasnya barangkali untuk sikap inferioritas

dan nyali totalitasnya yang terkadang sering menjadi batu sandungan untuk menciptakan wacana

eksplorasi " edan ", masih terus ditunggu.

Yusuf Arsyad 112020

Pernah sekolah di ISI

“Santo dan Kokom, sepasang suami isteri yang dipertemukan Tuhan untuk saling mencintai dan

mengasihi. Sama-sama mengarungi dunia seni rupa yang saling support, apalagi didukung oleh kedua

anaknya yang menggeluti seni teater dan seni tari. Ibaratnya satu keluarga yang amat sangat harmonis,

saling memadu kasih yang menjadikan keluarga ini mampu ‘orgasme’ di bidang seni. Santo sangat

romantis dalam membawa seluruh keluarganya untuk menyintai seni rupa dan seni pertunjukan

kemudian disambut oleh Kokom, istrinya, yang konon sangat dicintainya lahir maupun batin, tak ayal

menjadikan keluarga ini semakin berbahagia dalam menggauli (bebrayan) seninya yang akhirnya

semakin klimaks, bertumbuh pada pameran sepasang keluarga yang dinamakan Bebrayan. Itulah hasil

orgasme dari kedua seniman dari Gemolong yang patut menjadi referensi calon-calon seniman muda.

Semoga Santo dan Kokom sukses dan kuat mengukirkan keluarganya menjadi keluarga seniman yang

selalu konsisten dalam mengarungi gelombang ganasnya samudera seni di jaman milenial ini.

Sekali lagi saya sebagai kawan dekat mengucapkan selamat dan sukses menempuh bahtera seni

rupa yang penuh romantika dan sangat menggairahkan tersebut…”Sentot Widodo

Perupa dan sahabat Santo dan Kokom

Page 6: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Kuratorial Bebrayan

: asam garam dalam dan bagi olah rasa

Bebrayan dalam konteks tata norma kemasyarakatan mengandung makna implementasi nilai hidup yang berhubungan dengan orang lain atau relasinya. Dalam konteks tersebut juga menyiratkan hubungan timbal balik, saling mengisi-lengkapi, dialogis, sekaligus tidak meninggalkan unsur nilai hakiki setiap personal yang berinteraksi di dalamnya. Kemudian yang termaknai dari konteks bebrayan terkait hubungan mutualistik dalam hal lebih privat antara dua manusia yang terikat dalam komitmen hidup bersama tentunya merupakan fenomena tersendiri yang unik. Kompleksitas di dalam bebrayan, baik itu dalam jagat rumah tangga (omah-omah), hingga semesta sosio-kultural (bermasyarakat) yang begitu prulal terkandung satu hakikat, yaitu impelementasi bebrayan sebagai medium. Makna bebrayan di dalam pengertian umum adalah bergaul, bermasyarakat, atau komunikasi, maka dengan begitu hakikat bebrayan sebagai medium akan berkelindan dengan berbagai aspek kehidupan di sekelilingnya.

Bebrayan sebagai medium secara kontekstual mengacu pada bagaimana medium itu menjadi spirit yang menjalari pemikiran hingga memantik kreativitas dalam (setiap) proses kreatif berkarya. Bebrayan oleh sejoli Siti Nur Qomariyah (Kokom) dan Susanto ini semacam representasi totalitas dari makna sebuah pernikahan yang di dalamnya terkandung keniscayaan atas konsekuensi-konsekuensi jamaknya kehidupan omah-omah. Totalitas bagaimana mengelola bahtera kehidupan di mana di dalamnya acap terjadi ketegangan yang terjadi selama mengarungi gelombang dan romantika kehidupan. Dalam relung proses kreatif masing-masing tentu adalah sebuah wilayah yang rawan, akan tetapi justru di sanalah segala percik-percik berpijar menjadi buah karya. Timbang rasa dan dialog artistik terbayangkan sebagai bumbu penyedap dalam ruang kreatif mereka. Inilah yang menjadikan peristiwa budaya bebrayan unik dan sangat layak untuk dinyatakan sebagai perayaan keluarga yang langka dimiliki oleh keluarga lainnya.

Terlepas dari genre masing-masing, mengamati sekilas terhadap karya-karya dari kedua perupa ini ada rentang yang substansif, yaitu pada aspek yang sifatnya kedalaman. Entah mengapa kemudian bisa tertaut dalam chemistry yang mampu mengikat. Karya Siti Nur Qomariyah (Kokom) secara garis besar adalah representasi dunia nyata atau lanskap yang dilakoninya sehari-hari, sementara karya-karya Susanto lebih kuat merepresentasikan lanskap batinnya. Dua genre, yaitu seni grafis dan seni lukis masing-masing secara simbolis mampu menjadi semacam kulit dan daging, yaitu kontinuitas dari yang tersurat hingga masuk ke yang tersirat. Barangkali inilah kombinasi ideal yang menjadikan pameran tunggal berdua ini menemukan maknanya. Pun jika ditarik ke dalam konotasi bebrayan dalam konteks lebih luas, tanpa menafikan medium seni rupa yang digunakan oleh sejoli ini, yang berbeda sama sekali, muaranya adalah tetap kepada olah rasa, kepekaan akan kehidupan, dan daya hidup.

Seni menjadi relevan sebagai salah satu aspek kehidupan yang tidak lepas dari (hasil) bebrayan. Seni, atau dalam konteks ini adalah seni rupa yang coba dipresentasikan oleh Susanto dan Siti Nur Qomariyah (Kokom) bisa jadi adalah bebrayan seni rupa, juga sekaligus 'seni bebrayan' mereka berdua. Konsep bebrayan yang melandasi pameran seni rupa tunggal (mereka) berdua menjadi momen budaya yang unik karena kita, para penonton akan diajak untuk mengulik lebih jauh konsepsi mereka. Tidak hanya menyangkut bahwa dua seniman ini 'terikat' oleh bebrayan-nya sendiri (omah-omah), akan tetapi juga mereka mengikatkan diri dalam bebrayan artistik yang rentan terhadap intervensi-intervensi domestik omah-omah mereka. Konsepsi tentang bebrayan yang coba diimplementasikan di dalam gelaran atau prosesi pameran seni rupa mereka di Bentara Budaya Solo (Balai Soedjatmoko) kiranya menjadi medium mereka untuk mewacanakan aspek apresiasi seni rupa dalam arti luas, dan medium bebrayan artistik selama omah-omah mereka berdua.

Joseph WiyonoStaf Pengajar Seni Murni, FSR ISI Yogyakarta

Page 7: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Karya

Naluri25 x 26 cm, hardboard cut, 1993

Page 8: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Kasih Sayangdiameter 30 cm, hardboard cut, 1993

Gapai #240 x 40 cm, hardboard cut, 1991

Page 9: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Semestinya30 x 22 cm, hardboard cut, 1990

Kena Marah, 39 x 61 cm, hardboard cut, 1993

Page 10: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Di Tengah Duka40 x 50 cm, hardboard cut, 1993

Senyum Boneka20 x 30 cm, hardboard cut dan kolase, 1990

Selesai 40 x 30 cm, hardboard cut, 1990

Page 11: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Trotoar61 x 40 cm, hardboard cut, 1993

Gadisdiameter 30 cm, hardboard cut, 1993

Page 12: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Suatu Pagi50 x 60 cm, hardboard cut, 1993

Yang Terhempas40 x 30 cm, hardboard cut ,1990

Page 13: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Aku40 x 30 cm, hardboard cut, 1991

Cermin30 x 40 cm, hardboard cut, 1990Kontras

40 x 40 cm, hardboard cut, 1991

Page 14: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua
Page 15: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Karya

Di Balik Keoptimisan50 x 60 cm, acrylic on canvas, 2018

Page 16: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Kelahiran Kembali120 x 90 cm ( 2 panel ), acrylic on canvas, 2018

Tentang Sebuah Harapan120 x 100 cm, acrylic on canvas, 2018

Page 17: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Sebuah Penyesalan100 x 140 cm, acrylic on canvas, 2018

Saling Berbagi100 x 150 cm, acrylic on canvas, 2019

Kesendirianku90 x 70 cm, acrylic on canvas, 2019

Page 18: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Trauma50 x 60 cm, acrylic on canvas, 2017

Puncak90 x 120 cm, acrylic on canvas, 2017

Page 19: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Susanto

Lahir di Banyuwangi, 15 Agustus 1978

Pendidikan: Seni Lukis FSR ISI Yogyakarta

Email: santcampsoes05677@gmail. com

CP: 0852-2755-3990

Alamat: Jln. Sukowa 18 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah

Aktivitas Pameran;2020 - Pameran Tunggal Berdua ‘Bebrayan’, Balai Soedjatmoko-Bentara Budaya Solo, Jawa Tengah

Biodata

Siti Nur Qomariyah (Kokom)

Lahir di Sragen, 11 Januari 1968

Pendidikan: Seni Grafis FSRD ISI Yogyakarta

Email: kokom8120@gmail. com

CP: 0812-1513-0055

2019 - Pameran Seni Rupa Guyub Rupa 9 di UNNES

Semarang

- Pameran Reni Rupa GRENG 100 Tahun Widayat di

Miracle Prints, Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa “Lintas Batas” di Museum

Affandi, Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa Kelompok Dimensi 9 di

Kembangjati Art Space, Yogyakarta

2018 - Pameran Seni Rupa Kelompok Kadilangu di Surakarta,

Jawa Tengah

- Pameran Seni Rupa Guyup Rupa 8 di UNNES

Semarang, Jawa Tengah

- Pameran Seni Rupa SAE ( Solo Auction Exhibition ) di

Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah

- Pameran Seni Rupa HARJABA di Gedung Wanita

Banyuwangi, Jawa Timur

- Pameran Seni Rupa Futu Wonder di Karja Art Space

Ubud, Bali

2017 - Pameran Seni Rupa Nandur Srawung #4 di TBY,

Yogyakarta

2015 - Pameran Seni Rupa Geliat Perupa Perempuan di SMSR

Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa Kelompok Nggagas di Galeri Raos

Malang, Jawa Timur

- Pameran Seni Rupa Hari Jadi Kota Batang di Batang,

Jawa Tengah

1993 - Pameran Seni Rupa Kelompok Berenam di Gedung

Tempo, Yogyakarta

1992 - Festival Mahasiswa Seni Rupa di Purna Budaya,

Yogyakarta

1991 - Pameran Seni Rupa FKY di Beteng Vredenberg

Yogyakarta

1990 - Pameran Seni Rupa Kelompok Berisik 85 di

Mojokerto, Jawa Timur

- Pameran Seni Rupa KKY di Gedung Deppen

Yogyakarta

1989 - Pameran Fotografi di Sasana Aji Yasa Yogyakarta

1988 - Pameran Seni Grafis di Gedung KNPI di Sragen, Jawa

Tengah

- Pameran Sketsa Kado di Sasana Aji Yasa Yogyakarta

1987 - Pameran Sketsa Parangtritis di FSRD ISI Yogyakarta

1990 - Pameran Seni Rupa Kelompok Berisik 85 di

Mojokerto, Jawa Timur

- Pameran Seni Rupa KKY di Gedung Deppen

Yogyakarta

1989 - Pameran Fotografi di Sasana Ajiyasa Yogyakarta

1988 - Pameran Seni Grafis di Gedung KNPI di Sragen’ Jawa

Tengah

2019 - Pameran Seni Rupa Guyub Rupa 9 di UNNES

Semarang, Jawa Tengah

- Pameran Seni Rupa GRENG 100 Tahun Widayat di

Miracle Prints, Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa “Lintas Batas” di Museum

Affandi, Yogyakarta

- Sidharta Artfordable Exhibition and Auction di

SCDB, Jakarta

- Pameran Seni Rupa Kelompok Dimensi 9 di

Kembangjati Art Space, Yogyakarta

2018 - Sidharta Artfordable Exhibition and Auction di

Alam Sutra, Jakarta

- Pameran Seni Rupa Guyub Rupa 8 di UNNES

Semarang, Jawa Tengah

- Pameran Seni Rupa SAE (Solo Auction Exhibition)

di Balaikota Surakarta

2017 - Pameran Seni Rupa Nandur Srawung #4 di TBY,

Yogyakarta

2016 - Pameran Seni Rupa HARJABA 2016 di Gedung

Wanita Banyuwangi

2015 - Pameran Seni Rupa Kelompok PP (Kolam Susu)

di TBY, Yogyakarta

2010 - Pameran Seni Rupa Disambar Desember di UPT

Galeri Katamsi ISI Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa Art To Ward Global

Competition di UPT Galeri Katamsi ISI Yogyakarta

- Pameran seni rupa Kelompok Tanah di Kersan Art

Studio, Yogyakarta

2009 - Pameran Seni Rupa Kelompok PP di TBY, Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa FKY XII di Beteng Vredenberg,

Yogyakarta

- Kompetisi Mural Spirit of Pangsar Soedirman di

Malioboro, Yogyakarta

- Pameran Seni Rupa ArtSem di Semarang

- Pameran Seni Rupa Kelompok New Spirit di Galeri

Biasa Yogyakarta

2008 - Pameran Seni Rupa Kompetisi Pelukis Muda Brang

Wetan 2008 di Balai Pemuda Surabaya, Jawa Timur

- Pameran Seni Rupa Genta dalam Warna di

Tunjungan Plazza Surabaya

- Pameran Seni Rupa HARJABA 2008 di Gedung

Wanita Banyuwangi

2007 - Pameran Seni Rupa HARJABA 2007 di Gedung

Wanita Banyuwangi

2006 - Gelar Akbar Seni Rupa Jawa Timur di Gedung

Wanita Banyuwangi

Page 20: Bentara Budaya Solo, 20-26 Februari 2020 · Kalam Buah Bebrayan Kokom-Susanto Kokom dan Susanto, sama-sama alumnus FSR ISI Yogyakarta, menggelar pameran karya seni rupa tunggal berdua

Terima kasih yang setulusnya kepada:

- Tuhan Yang Maha Esa

- Keluarga besar H. Djamhuri, Gemolong

- Keluarga besar Bapak Marijo, Banyuwangi

- Anak-anak kami...; Mirtha Nur Auliya Jannah,

Bilqis Binar Tamaraya, dan Tedy Eka Abinawa

- Bentara Budaya Balai Soedjatmoko Solo

- Joseph Wiyono

- Martinus Dwi Marianto

- Yusuf Arsyad

- Sentot Widodo

- Ardus M. Sawega

- Hari Budiono

- Darmawan Saputra

- Aryani Wahyu

- Noordimasiyan Abdillah

- M. Safroni

- Jepri Ristiono

- Sukidi

- Peformance Art Tedy Cs. dan Bilqis Binar Tamaraya

- Orkes Keroncong Barona

- Toko peralatan lukis Tunas Mekar

- Agus Seteng

- Cithoet Prahara

- dan teman-teman yang telah banyak membantu terselenggaranya

pameran ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.....

Ucapan Terima Kasih