bending test terhadap skoliometer untuk deteksi dini

63
UJI SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS ADAM’S FORWARD BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI ASIMETRI TRUNKUS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh Jamaluddin Lukman NIM: 11141030000022 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

UJI SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS ADAM’S FORWARD

BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK

DETEKSI DINI ASIMETRI TRUNKUS PADA MAHASISWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh

Jamaluddin Lukman

NIM: 11141030000022

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018

Page 2: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

i

Page 3: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

ii

Page 4: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

iii

Page 5: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena atas segala rahmat dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian

ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada nabi besar

Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabtnya, serta umatnya.

Selama proses penelitian ini dilaksanakan, tentunya penulis tidak

terlepas dari banyak bimbingan, motivasi, kritik membangun, dan saran dari

berbagai pihak. Karena berkat semua itu, banyak hal yang penulis dapat pelajari

dalam pengerjaan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan

apresiasi dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, Ketua Program Studi Kedokteran FK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh Dosen Program Studi Kedokteran dan

Profesi Dokter yang selalu membimbing serta memberikan arahan yang

membangun kepada penulis selama menjalani masa pendidikan di Program

Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Ayat Rahayu, M. Kes, Sp. Rad selaku dosen pembimbing penelitian yang

selalu mendengarkan keluh kesah penulis, membimbing, dan memberikan

banyak sekali ilmu dan memotivasi penulis untuk menjadi dokter muslim yang

baik dan menikmati proses yang dijalani.

4. dr. Yanti Susianti, Sp. A (K) selaku dosen pembimbing yang tiada henti dan

dengan sabar memberikan ilmu, arahan, waktu dan bimbingan kepada saya

guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

5. Kedua orang tua tercinta, DR. H. Lukman Jamaluddin, MA & Hj. Nurhadiyah

Fitri, MPd yang tiada henti memberikan kasih sayangnya, memberikan

dukungan dan doa, nasihat, serta semangat sepanjang hidup saya. Juga saudara-

saudara tercinta, Mujahid Lukman, Nadiyatul Haq Lukman, Da’yatul Haq

Lukman dan Hukaimatul Haq Lukman yang selalu memberikan semangatnya

untuk saya. Dan untuk seluruh keluarga besar saya yang selalu menjadi

Page 6: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

v

semangat saya untuk tidak akan berhenti melangkah hingga saya mencapai cita-

cita.

6. Chris Adhiyanto, M. Biomed selaku Penanggung Jawab Riset dan Pembimbing

Akademik. yang selalu meberikan masukan, saran serta doa kepada anak-anak

bimbingannya

7. Kepada Kementrian Agama yang telah menaungi dan memberikan saya

kesempatan untuk dapat belajar di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta teman seperjuangan yang sudah menjadi

rumah kedua bagi penulis di tanah rantau.

9. Sahabat yang selalu hadir untuk penulis, Muhammad Farid Akbar, M. Ade

Wijaya, Maskur Fahmi Adi Baskoro, Pandu Nur Akbar, Maulana Hafiez

Rambe, Azhardin Maralaut, Muhammad Hanifsyah, Ahmad Irfan Jayyadi dan

Andi Iswah.

10. Kawan sekontrakan dan seperjuangan yang selalu hadir untuk penulis, M. Rizki

Ramadhan, M. Rizal Hakim, Hanan Luthfi, Iko Firman Syahridho, Abdul Har,

dan Mufty Akbar H. Umar.

11. Puspita Sari, wanita hebat yang selalu memberi semangat positif dan selalu

hadir mendukung proses penelitian penulis.

12. Teman-teman Program Studi Kedokteran angkatan 2014, Satpam, Office Boy,

dan Admin FKIK yang secara tidak langsung banyak membantu kelancaran

proses penelitian penulis.

Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan

bermanfaat demi menyempurnakan hasil penelitian ini. Semoga karya penelitian

ini dapat menjadi penelitian yang memicu orang lain untuk meneliti lebih baik

lagi dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, 27 April 2018

Jamaluddin Lukman

Page 7: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

vi

ABSTRAK

Jamaluddin Lukman. Fakultas Kedokteran. Uji Sensitivitas dan Spesifisitas

Adam’s Forward Bending Test untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.

Latar Belakang: Asimetri Trunkus (AT) merupakan fenomena umum pada masa

remaja, yang biasanya dianggap sebagai ekspresi klinis awal skoliosis idiopatik.

Prevalensi AT tidak diketahui secara pasti namun menurut beberapa peneltian AT

lebih sering terjadi pada wanita ketika masa pubertas. Cara dasar untuk mengetahui

dari AT adalah dengan pemeriksaan fisik dengan melihat topografi permukaan

punggung dengan teknik Adam’s Forward Bending Test. Cara ini relatif mudah dan

murah, karena tidak memerlukan alat dalam pemeriksaannya. Tujuan: Untuk

mengetahui sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending Test

dibandingkan dengan skoliometer. Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji

diagnostik pada 92 mahasiswa sebagai subjek. Mereka diperiksa AT dengan

meminta subjek melepas baju dan membungkuk kedepan untuk mengamati adanya

ketidaksimetrisan atau penonjolan tulang iga posterior pada masing-masing sisi.

Selanjutnya subjek diperiksakan dengan menggunakan skoliometer pada apeks

tulang belakang tepat processus spinosus . Hasil: Insidensi AT pada mahasiswa

adalah 32,6% dan analisis uji diagnostik didapatkan bahwa sensitivitas pemeriksaan

Adam’s Forward Bending test adalah 86,67% dan memiliki spesifisitas 74,19%.

Kesimpulan: Pada penelitian ini, pemeriksan Adam’s Forward Bending test

memiliki sensitivitas dan spesifistas yang cukup baik untuk deteksi dini AT

Kata kunci: Asimetri Trunkus, Skoliometer, Adam Forward Bending Test.

Page 8: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

vii

ABSTRACT

Jamaluddin Lukman. Medical School. Test the Sensitivity and Specificity of

Adam's Forward Bending Test for Early Detection of Trunkus Asymmetry at

Medical Student UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.

Background: Trunkus Asymmetry (TA) is a common phenomenon in adolescence,

which is usually regarded as an initial clinical expression of idiopathic scoliosis.

The prevalence of TA is not known for certain but according to some TA research

is more common in women during puberty. The basic way to know from TA is by

physical examination by looking at the topography of the back surface with Adam's

Forward Bending Test technique. This method is relatively easy and cheap, because

it does not require tools in the examination. Objective: To determine the sensitivity

and specificity of Adam's Forward Bending Test compared with the scoliometer.

Methods: This study used a diagnostic test design on 92 students as a subject. They

are checked TA by asking the subject to undress and bend forward to observe the

asymmetry or protrusion of the posterior bone on each side. Subsequently subjects

were examined using a scoliometer at the spinal apex of the spinous processus

spine. Results: The incidence of TA in the students was 32.6% and the diagnostic

test analysis found that the sensitivity of the Adam's Forward Bending test was

86.67% and had a specificity of 74.19%. Conclusion: In this study, the examination

of Adam's Forward Bending test has a sensitivity and specificity is good enough for

early detection AT

Keywords: Trunkus Asymmetry, Skoliometer, Adam Forward Bending Test

Page 9: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............. Error! Bookmark not

defined.

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Hipotesis ................................................................................................... 2

1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

BAB II ..................................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4

2.1. Anatomi Vertebrae ................................................................................... 4

2.1.1. Persendian vertabra ............................................................................... 5

2.2. Asimetri Trunkus ...................................................................................... 6

2.2.1. Epidemiologi Asimetri Trunkus ........................................................... 6

2.2.2. Etiologi Asimetri Trunkus .................................................................... 6

Page 10: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

ix

2.2.3. Diagnosis Asimetri Trunkus ................................................................. 7

2.3. 1. Angle of Trunk Rotation ...................................................................... 8

2.3.1.1. 2.3.2. Adam’s Forward Bending Test ............................................... 8

2.4. Kelainan tulang belakang ......................................................................... 9

2.4.1. Kifosis ................................................................................................... 9

2.4.1.1. Epidemiologi Kifosis ...................................................................... 10

2.4.1.2. Etiologi & Klasifikasi kifosis .......................................................... 10

2.4.2. Lordosis .............................................................................................. 11

2.4.3.3. Klasifikasi skoliosis ........................................................................ 14

2.4.3.4. Diagnosis skoliosis .......................................................................... 15

2.5. Kerangka Teori ....................................................................................... 17

2.6. Kerangka Konsep ................................................................................... 17

2.7. Definisi Operasional ............................................................................... 18

2.7. Definisi ....................................................................................................... 19

2.7. Definisi ....................................................................................................... 20

2.7. Definisi ....................................................................................................... 21

BAB III.................................................................................................................. 22

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 22

3.1. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................... 22

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 22

3.3. Populasi dan Sampel............................................................................... 22

3.4. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 25

3.5. Manajemen Data ..................................................................................... 27

3.6. Alur Kerja Penelitian .............................................................................. 29

3.7. Etik Penelitian ........................................................................................ 29

BAB IV ................................................................................................................. 30

Page 11: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

x

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 30

4.1. Analisis Univariat ................................................................................... 30

4.1.1. Jenis Kelamin ...................................................................................... 30

4.1.2. Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................................ 31

4.1.3. Insidensi Asimetri Trunkus dengan pemeriksaan skoliometer. .......... 32

4.1.4. Insidensi AT dengan pemeriksaan Adam’s Forward Bending test..... 33

4.1.5. Insidensi Asimetri Trunkus berdasarkan jenis kelamin ...................... 34

4.1.6. Insidensi AT berdasarkan IMT ........................................................... 35

4.2. Analisis Uji Diagnostik .......................................................................... 36

4.2.1. Sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test ............... 37

4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 39

BAB V ................................................................................................................... 40

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 40

2.7.1.1. Simpulan ......................................................................................... 40

2.7.1.2. Saran ................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

LAMPIRAN .......................................................................................................... 44

Lampiran 1......................................................................................................... 44

Lampiran 2......................................................................................................... 45

Lampiran 3......................................................................................................... 46

Lampiran 4......................................................................................................... 48

Lampiran 5......................................................................................................... 49

RIWAYAT PENELITI ......................................................................................... 49

Page 12: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kolumna Vertebralis……………...................................................... 4

Gambar 2.2 Persendian vertebra………………………………………………… 5

Gambar 2.3 Kurva lonjakan pertumbuhan………………………………………..7

Gambar 2.4 Pengukuran ATR dengan skoliometer…….........................................8

Gambar 2.5 Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test.............................................9

Gambar 2.6 Posisi normal dan peningkatan lordosis lumbal.……………………11

Gambar 2.7 Pengukuran Cobb Angle dengan Foto Radiologi.............................. 16

Page 13: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin........................................................... 30

Tabel 4.2 Karakteristik Indeks Massa Tubuh ............................……............31

Tabel 4.3 Insidensi Asimetri Trunkus dengan skoliometer ............................32

Tabel 4.4 Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending test ..............33

Tabel 4.5 Insidensi AT berdasarkan jenis kelamin......................................... 34

Tabel 4.6 Insidensi AT berdasarkan IMT ............................……....................35

Tabel 4.7 Hubungan AT dengan Adam’s Forward Bending test……………36

Tabel 4.8 Sensitivitas dan Spesifisitas Adam’s Forward Bending

Test.....…………………………………………………………………….....37

Page 14: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AT = Asimetri Trunkus

ATR = Angle of Trunk Rotation

IMT = Index Massa Tubuh

SPSS = Statistical Package for the Social Siences

SRS = Scoliosis Research Society

WHO = World Health Organization

UIN = Universitas Islam Negeri

Page 15: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Skoliosis adalah suatu kelainan tulang belakang yang berupa kurvatura

abnormal ke arah lateral yang disertai rotasi vertebra1. Jika dilihat dari belakang,

tulang belakang pada skoliosis akan berbentuk seperti huruf “C” atau “S”.2

Definisi lain menyebutkan skoliosis adalah abnormalitas lengkungan ke lateral

tulang belakang dengan ukuran lengkungan lebih dari 10°.3 Sekitar 75-85%

kasus skoliosis penyebabnya tidak diketahui dengan jelas (idiopatik) dan

biasanya ditemukan pada anak-anak atau remaja. Sedangkan 15-25% kasus

skoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan karena menderita

kelainan tertentu.4 Skoliosis yang tidak diterapi dapat menyebabkan nyeri, yang

disertai gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardiopulmonal, emosional dan

perilaku, serta aktivitas kehidupan sehari-hari5.

Asimetri trunkus (AT) merupakan fenomena umum pada masa remaja,

yang biasanya dianggap sebagai ekspresi klinis awal skoliosis idiopatik6.

Pengukuran AT adalah dengan mengukur angle of trunk rotation pada

skoliometer. Dikatakan tidak simetris apabila sudut rotasi batang tubuh terbaca

Lebih dari 3° pada skoliometer.7 Pengukuran derajat kelengkungan vertebra

sejak dini berperan penting dalam mencegah kelainan dan kerusakan yang

bertambah parah.8 Montgomery dan Wilner menyimpulkan bahwa skrining

dapat menurunkan jumlah operasi karena skoliosis dapat dideteksi pada usia dini

saat lengkungan masih kecil, dan hal tersebut memberi prognosis yang baik.9

Cara lain untuk mengetahui secara kasar dari AT adalah dengan

pemeriksaan fisik dengan melihat topografi permukaan punggung dengan teknik

Adam’s Forward Bending Test yaitu dengan pemeriksaan fisik pada bagian

belakang untuk menemukan ada atau tidaknya bagian menonjol dari salah satu

bagian tersebut4. Cara ini relatif mudah dan murah, karena tidak memerlukan

alat dalam pemeriksaannya.

Page 16: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

2

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk

mengetahui dari sensitivitas dan spesifisitas Adam’s forward bending

Test terhadap skoliometer untuk deteksi dini AT pada mahasiswa dan

mahasiswi angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimanakah sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward

Bending Test terhadap angle of trunk rotation untuk skrining AT?

1.3.Hipotesis

Sensitivitas dari Adam’s Forward Bending Test cukup baik namun

memiliki spesifisitas yang kurang.

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas

dan spesifisitas Adam’s forward bend test dalam mengukur Asimetri

Trunkus dibandingkan dengan skoliometer.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui insidensi Asimetri Trunkus pada mahasiswa Program

Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk mengetahui sensitivitas dari pemeriksaan Adam’s

Forward Bending Test.

3. Untuk mengetahui spesifisitas dari pemeriksaan Adam’s

Forward Bending Test.

Page 17: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

3

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

1. Sebagai prasyarat kelulusan studi S1 dan mendapat gelar Sarjana

Kedokteran dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sebagai salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam melaksanakan

kewajiban mahasiswa yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3. Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan dan berlatih

membuat penelitian dengan metode cross sectional atau potong

lintang.

4. Sebagai media untuk menambah pengetahuan tentang sensitivitas

dan spesifisitas dari Adam’s Forward Bending Test.

1.5.2. Bagi Institusi

1. Memperoleh referensi tambahan tentang penelitian kedokteran di

bidang muskuloskletal.

2. Memperoleh informasi tentang insidensi Asimetri Trunkus pada

mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran FK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Menambah literatur kesehatan khususnya mengenai sensitivitas dan

spesifisitas Adam Forward Bending test.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang

manfaat, fungsi dan pengaplikasian dari Adam Forward Bending

Test untuk skrining daripada asimetri trunkus sebagai tindakan

preventif terhadap kelainan tulang belakang yang lebih parah.

1.5.4. Bagi Peneliti Lain

1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

Page 18: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Vertebrae

Columna vertebralis pada orang dewasa secara khas terdiri dari 33 vertebrae

yang tersusun dalam lima regio: 7 vertebrae cervicales, 12 vertebrae thoracicae. 5

vertebrae lumbales, 5 vertebrae sacrales, dan 4 vertebrae coccygeae. Struktur

columna ini fleksibel, karena kolom ini bersegmen-segmen dan tersusun dari

vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus

intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang

columna vertebralis.14, 15

Gambar 2.1. Columna vertebralis12

Vertebra yang khas terdiri dari corpus yang bulat di anterior dan arcus

vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang disebut foramen

vertebrale, yang dilalui oieh medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus

vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk silinder, yang membentuk

sisi-sisi arcus, dan sepasang lamina yang pipih yarg melengkapi arcus pada daerah

posterior.10

Arcus vertebrae mempunyai tujuh processus yaitu satu processus spinosus,

dua processus transversus, dan empat processus articularis. Processus spinosus

atau spina, menonjol ke posterior dari pertemuan kedua lamina. Processus

transversus menonjol ke lateral dari pertemuan lamina dan pediculus. Processus

Page 19: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

5

spinosus dan processus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi

tempat melekatnya otot dan ligamentum. Processus articularis terletak vertikal dan

terdiri dari dua processus articularis superior dan dua processus articularis

inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan pediculus, dan

facies articularisnya diliputi oleh kartilago hialin. Kedua processus articularis

superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan kedua processus articularis

inferior dari arcus yang ada di atasnya, membentuk sendi sinovial.10,11.

Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk

incisura vertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura

vertebralis superior sebuah vertebra dan incisura vertebralis inferior vertebra di

atasnya membentuk foramen intervertebrale. Foramina ini pada kerangka yang

bersendi berfungsi sebagai tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh darah.

Radix anterior dan posterior nervi spinalis bergabung di dalam foramina ini,

bersama dengan pembungkus duramatemya membentuk saraf spinalis

segmentalis.10,11,15

2.1.1. Persendian vertabra

Dua jenis persendian utama antar vertebra adalah simfisis antara korpus

vertebra, dan sendi sinovial antara prosesus artikularis. 10

Gambar 2.2. Sendi Intervertebra.1

Sebuah vertebra yang khas memiliki total enam sendi dengan vertebra yang

berdekatan: empat sendi sinovial (dua di atas dan dua di bawah) dan dua simfisis

(satu di atas dan satu di bawah). Tiap simfisis mencakup satu discus intervertebralis.

Walaupun gerakan antara dua ruas vertebra terbatas, penjumlahan gerakan antar

keseluruhan vertebra menghasilkan rentang gerakan columna vertebralis yang

besar. Gerakan oleh kolom vertebral termasuk fleksi, ekstensi, fleksi lateral, rotasi,

Page 20: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

6

dan sirkumduksi. Pergerakan oleh vertebra di wilayah tertentu (servikal, toraks, dan

lumbar) ditentukan oleh bentuk dan orientasi permukaan sendi pada processus

articularis dan pada corpus vertebrae10

2.2.Asimetri Trunkus

Asimetri Trunkus (AT) merupakan ekspresi klinis kelainan kelengkungan

tulang belakang yang dapat diamati melalui inspeksi pada tulang rusuk, otot tulang

belakang, viscera, lemak, dan kulit dan berubah seiring waktu dan progresivitas

deformitas berlangsung.17 Menurut Nissinen dan Heliovaara, AT merupakan

fenomena umum pada masa remaja, yang biasanya dapat dianggap sebagai ekspresi

klinis skoliosis.6

AT didefinisikan sebagai penonjolan tulang iga posterior kurang dari 4 mm,

dengan standar deviasi 3,5 untuk anak perempuan dan 3,7 untuk anak laki-laki.

Sebuah penonjolan besar didefinisikan sebagai AT dengan nilai 6 mm atau lebih,

dan AT mayor dengan penonjolan 10 mm atau lebih besar.18

2.2.1. Epidemiologi Asimetri Trunkus

Prevalensi AT tidak diketahui secara pasti namun menurut Nissinen dan

Heliovaara17 prevalensi pada usia dewasa adalah sama pada wanita dan pria. Namun,

ketika masa pubertas prevalensi AT pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan

pria. Ada korelasi yang erat dalam derajat asimetri toraks dan lumbal antara masa

pubertas dan dewasa.17,18

2.2.2. Etiologi Asimetri Trunkus

Sama seperti skoliosis, etilogi AT sendiri juga tidak diketahui secara pasti

atau idiopatik. Namun, menurut Nissinen dan Heliovaara lonjakan pertumbuhan

memegang peranan penting dalam perkembangan AT dan skoliosis ringan.16,17

Bentuk punggung berkembang terutama selama percepatan pertumbuhan pubertas

pada usia 12 hingga 14 tahun baik pada anak perempuan dan anak laki-laki.

Sehingga, jika skrining untuk skoliosis diselenggarakan harus dilakukan pada fase

naik dari lonjakan pertumbuhan.16,17,20

Page 21: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

7

Gambar 2.3. Kurva lonjakan pertumbuhan.38

Penyebab selanjutnya ialah ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa

kelompok otot di punggung21. Akibat adanya kelemahan di salah satu sisi otot. Hal

ini dapat dipicu oleh kebiasaan duduk yang salah yang membuat beban tubuh tidak

terdistribusi maksimal, akibatnya otot akan tertarik (berkontraksi) di satu sisi

(karena kurvatura mencembung), sedang di sisi yang lain cenderung tidak

berkontraksi (relaksasi, karena kurvatura cekung). Hal ini mengakibatkan fungsi

otot salah satu sisi menurun, sehingga pada selanjutnya, beban tidak dapat

terdistribusi maksimal dan kurvatura cenderung dipertahankan tetap. Abnormalitas

yang ditemukan ialah peningkatan serat otot pada sisi cembung dan penurunan

jumlah serat otot pada sisi cekung kurvatura.21-23.

2.2.3. Diagnosis Asimetri Trunkus

Pengukuran AT adalah dengan mengukur Angle of Trunk Rotation pada

skoliometer. Dikatakan tidak simetris apabila sudut rotasi batang tubuh terbaca

lebih dari 3° pada skoliometer.7 Pengukuran derajat kelengkungan vertebrae sejak

dini berperan penting dalam mencegah kelainan dan kerusakan yang bertambah

parah. Montgomery dan Wilner (1993)9 menyimpulkan bahwa skrining dapat

menurunkan jumlah operasi karena skoliosis dapat dideteksi pada usia dini saat

lengkungan masih kecil, dan hal tersebut memberi prognosis yang baik. The

Page 22: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

8

American Academy of Orthopaedic Surgeons, The Scoliosis Research Society,

Pediatric Orthopaedic Society of North America, dan The American Academic of

Pediatrics menyadari keuntungan dan keefektifan program skrining khusus

skoliosis, yaitu pencegahan potensi kemajuan deformitas dan deteksi dini

deformitas yang parah yang membutuhkan koreksi operatif.8

2.3.1. Angle of Trunk Rotation

ATR adalah sudut rotasi batang tubuh yang dapat dinilai menggunakan

skoliometer. Karakteristik pemeriksaan skoliometer memiliki sensitivitas yang

cukup tinggi yaitu 83,3% dan spesifisitas yang tinggi yaitu 86,8%.24

Bunnel (1984)7 mendefinisikan kriteria untuk skrining skoliosis sebagai berikut:

• Rotasi trunkus dikatakan simetris jika nilai ATR 0 o hingga 3o.

• Rotasi trunkus dikatakan asimetris sedang jika nilai ATR 4 o hingga 6 o.

• Rotasi trunkus dikatakan asimetris berat atau cenderung skoliosis jika ATR

lebih dari sama dengan 7 o.

2.3.1.1.2.3.2. Adam’s Forward Bending Test

Adam’s Forward Bending testi adalah pemeriksaan fisik pada permukaan

punggung belakang yang diperkenalkan oleh Adams Williams pada tahun 1865.

Merupakan pemeriksaan fisik dasar dalam skrining skoliosis. Pemeriksaan

dilakukan dengan meminta responden untuk membungkuk 90° ke depan dengan

lengan menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut hingga posisi

pundak sejajar dengan panggul lalu diinspeksi pada vertebra torakal, otot tulang

Gambar 2.4. Pengukuran ATR dengan Skoliometer2

Page 23: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

9

belakang, viscera, lemak, dan kulit apakah terdapat abnormalitas berupa rotasi yang

berkaitan dengan kurvatura lateral, penonjolan skapula dan rib hump, deviasi

kepala dan leher terhadap celah lekuk pantat, pelvic obliquity, dan perbedaan

panjang kedua tungkai.5,15,

2.4.Kelainan tulang belakang

Deformitas tulang belakang adalah kelainan bentuk, kurvatura, dan alignment

daripada kolumna vertebralis. Etiologi abnormalitas tulang belakang dapat

disebabkan oleh berbagai macam hal, yakni kelainan kongenital pada vertebra,

adanya infeksi pada vertebra, neoplasma, trauma, dan kebiasaan sehari-hari yang

kurang baik. The scoliosis research society mengklasifikasikan abnormalitas umum

tulang belakang yang telah disederhanakan menjadi 3 tipe yaitu kifosis, lordosis,

dan skoliosis.25

2.4.1. Kifosis

Kifosis adalah kurvatura torakal dan sakral, yang berbentuk konkaf ke

anterior, disebut juga kurvatura primer. Kurvatura ini adalah bentuk fisiologis

kolumna vertebralis. namun menjadi patologis apabila kurvatura ini berlebihan atau

abnormal.1

Kifosis merupakan deformitas tulang belakang yang mengalami roundback

atau peningkatan angulasi tulang punggung segmen thoracal atau thoracolumbal

pada bidang sagital. Kifosis dapat bersifat postural, struktural (kifosis

Scheuermann) atau kongenital.25

Gambar 2.5. Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test2

Page 24: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

10

2.4.1.1.Epidemiologi Kifosis

Meskipun tidak diketahui secara pasti prevalensi dan insidensi hiperkifosis,

pada usia lanjut antara 20% dan 40%. Fraktur vertebra hanya menyumbangkan 36%

sampai 37% pada sebagian kasus kifosis yang berat. Secara umum, pertambahan

usia berhubungan dengan peningkatan kifosis torakal. Wanita cenderung lebih

cepat mengalami peningkatan kurva kifosis torakal dibandingkan pria seiring

dengan bertambahnya usia.33

2.4.1.2.Etiologi & Klasifikasi kifosis

Menurut The scoliosis research society terdapat 4 jenis kifosis yaitu : 25

1. Postural roundback

Kifosis portural terjadi sekunder akibat postur yang buruk.

Deformitas tersebut terkoreksi secara spontan dalam posisi berdiri dan

tengkurap. Pasien biasanya juga memiliki hiperlordosis lumbar . Gejala

muncul ketika usia remaja. Hal ini dikarenakan postur tubuh yang tidak baik

dan otot-otot ligamen bagian belakang yang melemah. Pengidap merasakan

muskoleketal disorder (MSDs) seperti gejala nyeri dan otot bagian belakang

yang melemah. Kifosis postural biasanya diatasi dengan terapi fisik untuk

membantu memperbaiki postur Foto polos biasanya tidak diperlukan jika

kifosis sepenuhnya terkoreksi. Sekalipun kifosis tidak terkoreksi, foto polos

juga tidak menunjukkan adanya abnormalitas vertebra.16,25.

2. Kifosis Scheuermann

Penyakit Scheuermann adalah penyebab kedua tersering deformitas

tulang belakang anak. Etiologi tidak diketahui namun kemungkin tedapat

faktor herediter. Kifosis Scheuermann dapat dibedakan dengan postural

roundback berdasarkan hasil pemeriksaan fisis dan foto polos. 16,25.

Kifosis Scheuermann tidak dapat dikoreksi dengan berdiri atau

berbaring atau tengkurap. Saat dilihat dari samping dalam posisi fleksi ke

depan, pasien dengan penyakit Scheuermann akan mengalami angulasi

yang signifikan pada regio torakal tengah hingga bawah, sedangkan pasien

dengan postural roundback menunjukkan kontur yang simetris dan rata.

Lordosis lumbar bertambah pada kedua kondisi. Separuh dari pasien

penyakit Scheuermann, akan mengalami nyeri punggung atipikal , terutama

Page 25: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

11

yang memiliki kifosis torakolumbal. Jenis kifosis ini bisa berkembang

menjadi skoliosis.16,25,40

3. Kifosis kongenital.

Kifosis kongenital merupakan kegagalan pembentukan sebagian atau

seluruh korpus vertebra (dengan mempertahankan elemen posterior) atau

kegagalan segmentasi anterior tulang belakang atau keduanya. Deformitas

berat sudah ditemukan saat lahir dan cenderung memburuk dengan cepat.

Progresivitas tidak akan berhenti hingga pertumbuhan tulang berakhir.

Deformitas tulang belakang segmen torakal yang proresif dapat

menyebabkan paraplegia. Komplikasi ini seringkali dihubungkan dengan

kegagalan pembentukan korpus vertebra.25

2.4.2. Lordosis

Lordosis adalah kurvatura servikal dan lumbal, yang berbentuk konkaf ke

posterior. Sama seperti kifosis kurvatura ini adalah bentuk fisiologis kolumna

vertebra. namun menjadi patologis apabila kurvatura ini berlebihan atau abnormal.1

Derajat lordosis lumbal pada individu normal sangat bervariasi (41 ° –70 °).

Peningkatan lordosis lumbal adalah jika pada pengambilan garis tengah dari sisi

lateral, maka di bagian perut, garis tersebut melintas lebih ke arah posterior tubuh.34

Gambar 2.6 . Posisi normal dan peningkatan lordosis

lumbal34

Page 26: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

12

2.4.3. Skoliosis

Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan2, mengandung

arti kondisi patologik. Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna

vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Setiap deviasi lateral

vertebra dari garis tengah merupakan skoliosis. Meskipun deformitas bidang frontal

selalu dianggap abnormal, lengkukngan vertebra pada bidang sagittal fisiologis.

Kontur vertebra ini disebut kifosis dan lordosis.3 Vertebra torakis normalnya

mempunyai kontur kifotik ringan, dan vertebra servikal serta lumbal lordotik.15.

2.4.3.1.Epidemiologi Skoliosis

Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering di diagnosis selama

tujuh tahun pertama kehidupan pada anak-anak. Adapun penyebab umum yang

berhasil diketahui yaitu cacat lahir, kelainan neurologis, dan masalah genetik.

23Menurut Scoliosis Research Society, persentasi skoliosis terbanyak pada usia 4

bulan hingga 79 tahun adalah skoliosis idiopatik dengan persentasi sebesar 74,7%,

dan skoliosis nonidiopatik sebesar 25,3%.24

Skoliosis idiopatik sangat jarang terjadi pada infantil maupun masa awal anak-

anak, tetapi memliki prevalensi 1% hingga 2% pada anak usia sekolah sampai usia

15 tahun dan meningkat hingga 8% pada orang dewasa berusia 25 tahun dan lebih.3

2.4.3.2.Etiologi Skoliosis

a. Faktor Genetik

Peranfaktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap

terjadinya skoliosis idiopatik telah dilaporkan secara luas. Pengamatan

klinis serta populasi studi telah mendokumentasikan skoliosis dalam

keluarga, dengan prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki

riwayat skoliosis idiopatik dikerabatnya daripada dalam populasi

umum.13,21

b. Efek Melatonin

Variasi diurnal dari level melatonin penting dalam menentukan efek faktor

ini pada perkembangan skoliosis idiopatik. Pasien dengan skoliosis

idiopatik mungkin terjadi penurunan yang cukup besar untuk melatonin.

Page 27: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

13

Tidak ada bukti bahwa pasien dengan skoliosis idiopatik memiliki

ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika

terjadi penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan

skoliosis, hal ini terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau

pengendalian produksi melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder

(langsung atau tidak langsung) dalam perkembangan idhiopatik

skoliosis.2,21,27.

c. Kelainan Trombosit

Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran sel

dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan

aktivitas protein kontraktil intraselular, penurunan agregasi trombosit,

peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel

metallophilic, lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit,

meningkatkan aktivitas calmodulin, abnormal struktur peptida rantai

miosin, dan penurunan jumlah situs alfa-2 adrenergik reseptor di platelet.

Perubahan pada morfologi dan fisiologi platelet memungkinkan terjadi

kerusakan membran sel pada pasien dengan idiopatik skoliosis.2,21,27

d. Peran pertumbuhan dan perkembangan

Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan melibatkan

interaksi banyak hormon dan growth factor. Ini termasuk seperti hormon

tiroksin, hormon seksual, growth hormon dan yang seperti releasing faktor;

berbagai growth factor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek Melatonin

mungkin tidak sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon.

Selanjutnya, melatonin dengan alasan yang kuat telah menunjukan dapat

merangsang secara independen terhadap produksi insulin-like growth

factor-1; oleh karena itu, melatonin mungkin memiliki kapasitas untuk

mempengaruhi pertumbuhan secara independen pada growth hormon. 27,23,25

e. Faktor biomekanik

Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang,

loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara

bagaimana bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat

berpengaruh dalam perkembangan skoliosis. Proses dinamis ini mungkin

Page 28: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

14

juga menyebabkan perkembangan skoliosis dengan struktur biomekanis

tulang belakang normal..2,21,

f. Indeks Massa Tubuh yang berlebih

Kelebihan berat badan menyebabkan tubuh seseorang mempertahankan

posisi tertentu dan itu bisa saja menyebabkan posisi tulang belakang tidak

simetris karena otot-otot tersebut melekat di tulang belakang.

ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa kelompok otot di punggung

tersebut menyebabkan peningkatan serat otot pada sisi cembung dan

penurunan jumlah serat otot pada sisi cekung kurvatura sehingga lempeng

epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi yang

abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang

cembung menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan

pertumbuhan yang lebih cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu menuju

ke sisi cembung kurvatura, sehingga menyebabkan kolumna anterior

vertebra secara relatif menjadi terlalu panjang jika dibandingkan dengan

elemen-elemen posterior.2,27.

2.4.3.3.Klasifikasi skoliosis

Ada beberapa tipe skoliosis yang dikelompokkan menurut penyebabnya

seperti di bawah ini: 25

1. Skoliosis idiopatik

Kasus skoliosis yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut idiopatik.

Skoliosis idiopatik ini tidak dapat dicegah, dan tidak dipengaruhi oleh faktor

usia, olahraga, maupun postur tubuh. Faktor genetika diduga memainkan

peranan penting dalam terjadinya kondisi ini. Skoliosis idiopatik diderita

sebanyak 80 persen dari jumlah penderita skoliosis. 25

2. Skoliosis degeneratif

Skoliosis degeneratif terjadi akibat kerusakan bagian tulang belakang secara

perlahan-lahan. Skoliosis tipe ini menimpa orang dewasa karena seiring

bertambahnya usia, beberapa bagian tulang belakang menjadi lemah dan

menyempit. Selain itu ada beberapa penyakit atau gangguan yang berhubungan

dengan tulang belakang yang bisa menyebabkan skoliosis degeneratif, seperti

Page 29: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

15

osteoporosis, penyakit Parkinson, motor neurone disease, sklerosis multipel, dan

kerusakan tulang belakang yang terjadi akibat operasi. 25

3. Skoliosis kongenital

Skoliosis kongenital atau bawaan disebabkan oleh tulang belakang yang tidak

tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan. 25

4. Skoliosis neuromuskular

Kelainan bentuk tulang belakang yang disebabkan oleh gangguan persarafan dan

otot seperti pada penyakit lumpuh otak atau distrofi otot. 25

2.4.3.4.Diagnosis skoliosis

Baku emas untuk diagnosis klinis skoliosis ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan radiologik.3 Kriteria diagnostik utama skoliosis adalah kelengkungan

koronal yang lebih dari 10° pada gambar x-ray dengan posisi anteroposterior.2

Derajat keparahan skoliosis ditentukan berdasarkan hasil pengukuran Cobb Angle

pada pemeriksaan radiografik. Cobb angle adalah pengukuran standar untuk

melihat derajat kurvatura tulang belakang. Hasil pengukuran Cobb angle yang lebih

dari 10o berarti patologis. Skoliosis dikatakan ringan apabila Cobb angle yang

terbentuk <25o, skoliosis sedang 25-45o, dan skoliosis berat bila lebih dari

45o.2,3,19,20

Page 30: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

16

Kurva skoliosis yang disertai rotasi mungkin lebih sulit untuk ditangani dan

mungkin menyebabkan gangguan pada rongga dada sehingga dapat mengganggu

pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel menunjukkan derajat rotasi yang

terbaik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan atas indikasi

nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil idiopatik,

progresi yang cepat, dan defek kulit.19,20

Metode dasar untuk skrining skoliosis adalah pemeriksaan fisik dengan cara

posisi forward bending atau pasien disuruh untuk melakukan posisi ruku’ lalu

menggunakan skoliometer untuk menilai Angle of Trunk Rotation (ATR). 24

Gambar 2.7. Perbandingan foto radiologi vertebra normal, dan pengukuran Cobb Angle

dengan Foto Radiologi2

pedicle

Page 31: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

17

2.5.Kerangka Teori

2.6.Kerangka Konsep

= Variabel Terikat

= variabel bebas

= lingkup bahasan

Page 32: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

18

2.7.Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran

Skala

Pengukuran

1. ATR

(Angle of

Trunk

Rotation)

Sudut rotasi

batang tubuh

Peneliti Skoliometer a. Lihat responden dari

belakang saat posisi

beriri

b.Minta responden untuk

membungkuk ke depan

hingga posisi pundak

sejajar dengan panggul

c. Atur posisi

membungkuk hingga

bentuk tulang belakang

terlihat jelas

d.Letakkan skoliometer

pada apeks tulang

belakang tepat berada

diatas prosesus spinosus

e. Baca derajat pada

skoliometer dengan

posisi mata sejajar

dengan skoliometer

f. Hasil pengukuran

skoliometer

dikasifikasikan menjadi

:

• ATR simetris = 0O

• AT sedang=1 – 6O

• AT berat ≥ 7O.

Kategorik

Ordinal

Page 33: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

19

No Variabel Definisi

Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran

Skala

Pengukuran

2. Adam’s

forward

bending

test

In Peneliti Pengamatan

/inspeksi

1. Lihat responden dari

belakang saat posisi

bediri

2. Minta responden

untuk membungkuk

90° ke depan dengan

lengan menjuntai ke

bawah dan telapak

tangan berada pada

lutut hingga posisi

pundak sejajar dengan

panggul

3. Atur posisi

membungkuk hingga

bentuk tulang

belakang terlihat jelas

4. Inspeksi punggung

apakah ada temuan

abnormal berupa

asimetri ketinggian iga

atau otot-otot

paravertebra pada satu

sisi, menunjukan

rotasi yang berkaitan

dengan kurvatura

lateral yang biasanya

terdapat pada

vertebrae thoracales

Kategorik

ordinal

2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)

Page 34: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

20

No Variabel Definisi

Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran

Skala

Pengukuran

3. Indeks

Massa

Tubuh

Indeks massa

tubuh diukur

dengan cara

membagi

berat badan

(kilogram)

dengan

kuadrat tinggi

badan

(meter).

Klasifikasi

WHO untuk

Indeks Massa

Tubuh Asia

Pasifik:8

1.

Underweight

: <18,5

2.

Normalweight

: 18.5 – 23

3. Overweight

: 23 – 24.9

4. Obesitas 1

: 25 – 29.9

5. Obesitas 2

: >30

Peneliti

Timbangan

digital

SECA

1.Mempersiapkan pasien

dengan melepas jaket, topi,

alas kaki, tas, dan benda

lain yang mengurangi

akurasi pengukuran.

2.Memastikan responden

berdiri tegak dan tidak

bergerak dengan

pandangan lurus

membelakangi alat ukur

selama pengukuran berat

badan.

3. Meminta responden

tetap berdiri tegak, tidak

menunduk maupun

mengadah selama

pengukuran tinggi badan

menggunakan moveable

microtoise.

4.Mencatat hasil

pengukuran berat badan

dan tinggi badan.

Ordinal

2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)

Page 35: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

21

No Variabel Definisi

Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran

Skala

Pengukuran

4. Jenis

kelamin

Jenis kelamin

adalah

pembagian

jenis seksual

yang

ditentukan

secara

biologis dan

anatomis

yang

dinyatakan

dalam jenis

kelamin laki-

laki dan jenis

kelamin

perempuan.

Peneliti Wawancara Pasien diberikan form

persetujuan mengikuti

penelitian yang berisi

identitas diri termasuk

jenis kelamin.

Nominal

2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)

Page 36: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik. Metode pengumpulan

data yang digunakan adalah random sampling.35,36

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun

2017.

3.3.Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi target pada penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi

Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi

Kedokteran, Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi, Program Studi

Kesehatan Masyarakat, dan Program Studi Ilmu Keperawatan. Populasi

terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Fakultas

Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kedokteran

angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017. Sedangkan, sampel penelitian adalah

populasi terjangkau yang telah terpilih dengan metode simple random

sampling.

Page 37: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

23

3.3.2 Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung

menggunakan rumus penelitian uji diagnostic dengan keluaran sensitivitas. 35

𝑛 =𝑍𝛼2𝑆𝑒𝑛(1 − 𝑠𝑒𝑛)

𝑑2𝑃

Keterangan:

n = Jumlah sampel.

Zα = Deviasi baku alfa.

α = Tingkat kemaknaan.

P = Proporsi kategori variabel yang diteliti.18

Sen = Sensitivitas alat yang diinginkan.24

d = Nilai Presisi.

Diketahui :

Zα = 1,96

P = 0,655

Sen = 0,83

d = 0,10

Sehingga :

𝑛 = 1,962𝑥0,83(1 − 0,83)

0,102𝑥0,655

𝑛 = 82,755

Pada penelitian ini ditetapkan kesalahan tipe 1 (α) sebesar 5% dan didapatkan

nilai derivat baku alfa (Zα) sebesar 1,96. Nilai P yang digunakan dalam penelitian

ini adalah 0,6518. Nilai sensitivitas yang didapatkan pada penelitian sebelumnya

ialah 0,8324 Nilai presisi ditetapkan oleh peneliti sebesar 10%. Berdasarakan nilai

– nilai variabel yang telah ditetapkan, didapatkan nilai n sebesar 82,755. Sehingga

sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini sebesar 83.

Page 38: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

24

Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada penelitian ini, maka sampel

ditambahkan dengan menggunakan rumus35,36 :

n’ = 𝑛

(1−𝑓) =

83

(1−0,1) = 92 sampel

n’ = besar sampel setelah antisipasi drop out

n = besar sampel yang dibutuhkan

f = prediksi drop out = 10%

Jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 92 orang.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan simple random sampling.

Yakni memilih secara acak mahasiswa dan mahasiswi PSKPD dari setiap

angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dipilih secara random sebanyak 28

orang. Pemilihan secara acak dilakukan dengan menggunakan software

Microsoft Excel 2013 menggunakan rumus random. (=RAND)

3.3.4 Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Program Studi Kedokteran yang bersedia

dilakukakan pemeriksaan ATR dengan menggunakan skoliometer

dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test melalui informed

consent.

2. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif

Hidayatullah Program Studi Kedokteran yang mampu membungkuk

dan dapat dilakukan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test dan

skoliometer.

Page 39: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

25

3.3.5 Kriteria Eksklusi

1. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif

Hidayatullah Program Studi Kedokteran yang mempunyai kelainan

tulang belakang lain.

3.4.Cara Kerja Penelitian

3.4.1 Persiapan Penelitian

a. Pengajuan kaji etik

Pengajuan kaji etik ditujukan kepada Komite Etik Penelitian Fakultas

Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Persiapan alat

Alat yang digunakan adalah Skoliometer

3.4.2 Identifikasi Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan Mahasiswa Program Studi Kedokteran

angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017. Subjek penelitian ini merupakan

populasi terjangkau dari penelitian ini.

3.4.3 Randomisasi Sampel

Setelah menentukan populasi terjangkau, peneliti mengacak

responden yang akan diikut sertakan dalam penelitian menggunakan metode

simple random sampling.

3.4.4 Informed Consent

Nama–nama yang sudah terpilih sebagai subjek penelitian, akan

diberikan lembaran informed consent. Apabila bersedia untuk mengikuti

penelitian ini maka akan diarahkan ke langkah penelitian berikutnya.

Sedangkan bagi yang tidak bersedia, maka tidak diikutsertakan pada

penelitian ini.

Page 40: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

26

3.4.5 Pengambilan Data

2.1.1. Pemeriksaan Adam Forward Bend Test

1. Lihat responden dari belakang saat posisi bediri.

2. Minta responden untuk membungkuk 90° ke depan dengan lengan

menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut hingga

posisi pundak sejajar dengan panggul.

3. Atur posisi membungkuk hingga bentuk tulang belakang terlihat

jelas.

4. Inspeksi punggung apakah ada temuan abnormal berupa asimetri

ketinggian iga atau otot-otot paravertebra pada satu sisi, menunjukan

rotasi yang berkaitan dengan kurvatura lateral yang biasanya terdapat

pada vertebrae thoracales.

2.1.2. Pemeriksaan menggunakan skoliometer

1. Lihat responden dari belakang saat posisi bediri.

2. Minta responden untuk membungkuk ke depan hingga posisi pundak

sejajar dengan panggul.

3. Atur posisi membungkuk hingga bentuk tulang belakang terlihat

jelas.

4. Letakkan skoliometer pada apeks tulang belakang tepat berada diatas

prosesus spinosus.

5. Baca derajat pada skoliometer dengan posisi mata sejajar dengan

skoliometer.

6. Hasil pengukuran skoliometer dikasifikasikan menjadi :

• ATR simetris = 0O

• AT sedang=1 – 6O

• AT berat ≥ 7O.

Data responden yang termasuk ke dalam kriteria inklusi diikutkan dalam

tahap selanjutnya, sedangkan yang termasuk ke dalam kriteria eksklusi tidak

diikutkan dalam pengolahan data.

Page 41: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

27

3.5.Manajemen Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan ATR dengan

menggunakan skoliometer dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test

yang telah dipilih dengan simple random sampling serta memenuhi kriteria

inklusi.

3.5.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah

skoliometer sebagai alat untuk pengumpulan data.

3.5.3 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dari hasil pemeriksaan akan

diolah dengan menggunakan program computer software SPSS

versi 24. Berikut tahapan pengolahan data, yaitu:

a. Editing

Pemeriksaan kembali kebenaran dan kelengkapan data dari hasil

pemeriksaan.

b. Coding

Pemberian kode numerik kepada data yang terdiri atas beberapa

kategori.

c. Data Entry

Melakukan pemasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam

program SPSS.

d. Analisis data

Melakukan analisis univariat untuk melihat frekuensi atau

distribusi data dan analisis uji diagnostik dengan menggunakan

uji Crosstabulation table 2x2.

3.5.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis

univariat dan uji diagnostik. 35,36

Page 42: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

28

3.5.4.1 Analisis Univariat

Analisis kategorik univariat digunakan untuk menggambarkan

responden pada masing-masing kategori. Selanjutnya dilakukan uji

normalitas data untuk menentukan uji statistik yang akan dilakukan

selanjutnya. 35,36

3.5.4.2 Analisis Uji Diagnostik

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan penghitungan sensitivitas,

spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan

positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. Studi

diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan Adam’s Forward Bending

Test yang kemudian dicocokkan dengan pemeriksaan scoliometer sebagai

standar baku emas. Studi ini dilakukan dengan dua langkah sebagai berikut:

1. Perhitungan validitas diagnostik dilakukan dengan tabel kontingensi

2x2, seperti yang tersaji pada tabel 5.

2. Kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai

prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, rasio

kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. 35,36

Pemeriksaan Scoliometer Jumlah

Positif Negatif

Adam

Forward

Bending

Test

Positif A B a+b

Negatif C D c+d

Jumlah a+c b+d N

Sensitivitas : a/(a+c)

Spesifisitas : d/(b+d)

Nilai duga positif (PPV) : a/(a+b)

Nilai duga negatif (NPV) : d/(c+d)

Rasio kemungkinan positif : sensitivitas/(1-spesifitas)

Rasio kemungkinan negatif : (1-sensitivitas)/spesifitas

Page 43: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

29

3.6.Alur Kerja Penelitian

3.7.Etik Penelitian

Penelitian ini telah mengajukan permohonan tertulis untuk kajian

etik serta dalam pelaksanaannya telah melewati informed consent.

Penentuan danpemilihan

sampel dengan teknik simple

random sampling

Memohon izin untuk

melakukan penelitian

Informed consent terhadap

responden

Bersedia Tidak Bersedia

Pengukuran sampel dengan

menggunakan Adam’s

forward bend test dan

skoliometer

Analisis dan Pengolahan

Data dengan menggunakan

SPSS

Page 44: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini didapatkan sampel yang berasal dari data primer

mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016,

dan 2017. Didapatkan subjek penelitian sebanyak 92 orang yang sebelumnya sudah

diacak secara random dan menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan ATR dengan

menggunakan skoliometer dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test

melalui informed consent.

4.1.Analisis Univariat

Pada analisis univariat ini akan digambarkan distribusi frekuensi dari

masing–masing variabel yang telah diteliti, baik variabel independen maupun

variabel dependen.

4.1.1. Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki – laki 35 38

Perempuan 57 62

Total 92 100

Page 45: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

31

Jumlah sampel yang digunakan pada penelian ini terdiri dari 57 sampel

perempuan (62%) dan 35 sampel laki-lakai (38%).

Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, AT pada populasi anak-

anak dan remaja usia 10-15 tahun di Kecamatan Maanget, Manado. Didapatkan

jumlah sampel 44 orang laki-laki dan 37 orang perempuan.19

Pada penelitian yang dilakukan oleh Karachalios pada anak-anak dan

dewasa muda usia 5-19 tahun di Yunani didapatkan jumlah sampel adalah

didapatkan jumlah sampel 1099 orang laki-laki dan 972 orang perempuan.20

Karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian tersebut tidak jauh berbeda

dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran

dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017, bahwa rasio antara

sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang dan lebih banyak sampel

perempuan. Hal ini cukup bervariasi hasilnya dimungkinkan karena populasi laki-

laki dibandingkan perempuan memang lebih sedikit pada target populasi yang

diteliti.

4.1.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Distribusi indeks massa tubuh pada mahasiswa dan mahasiswi Program

Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Karakteristik Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh Jumlah (n) Persentase (%)

Kurus 13 14,1

Normal 63 68,5

Berat Badan Berlebih 8 8,7

Obesitas 8 8,7

Total 92 100

Kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) Depkes 201330: Kurus = <18,5, Normal =

≥18,5 - <25, Berat Badan Berlebih = ≥25 - <27,0, Obesitas = ≥27,0

Page 46: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

32

Dalam penelitian ini didapatkan hasil jumlah sampel dengan IMT kurang

dari normal (kurus) sebanyak 13 orang, dan sampel dengan IMT normal sebanyak

63 orang. Sebanyak 8 orang lainnya IMT berlebih dan 8 orang obesitas.

Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada remaja usia tahun di

Israel, didapatkan karakteristik indeks massa tubuh 6% orang dengan berat badan

berlebih, 9% orang dengan obesitas, dan 27% orang dengan berat badan kurus.38

Karakteristik indeks massa tubuh pada penelitian tersebut tidak jauh berbeda

dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran

dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017, bahwa jumlah sampel

yang obesitas selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang overweight dan

normal weight.

4.1.3. Insidensi Asimetri Trunkus dengan pemeriksaan skoliometer.

Insidensi AT dengan skoliometer pada mahasiswa dan mahasiswi Program

Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Insidensi Asimetri Trunkus dengan skoliometer

Kategori Asimetri

Trunkus

Jumlah (n) Persentase (%)

Normal 62 67,4

Asimetris 30 32,6

Total 92 100%

Proporsi AT pada mahasiswa dan dan mahasiswi Program Studi Kedokteran

angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 adalah sejumlah 30 orang. Sedangkan 62

orang lainnya dinilai simetris atau tidak mengalami AT.

Jika dibandindkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Grivas di Yunani.24 Didapatkan insidensi AT menggunakan pemeriksaan

skoliometer sebanyak 19.59%. Hasil Insidensi AT berdasarkan pemeriksaan

skoliometer pada penelitian tidak cukup jauh berbeda dengan hasil yang terdapat

Page 47: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

33

pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017.

4.1.4. Insidensi AT dengan pemeriksaan Adam’s Forward Bending test

Insidensi AT dengan Adam’s Forward Bending test pada mahasiswa dan

mahasiswi Program Studi Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending test

Adam’s Forward

Bending test

Jumlah (n) Persentase (%)

Positif 42 45,7

Negatif 50 54,3

Total 92 100%

dalam penelitian ini setelah dilakukan pemeriksaan Adam’s Forward

Bending test terdapat 42 orang (45,7%) dari mahasiswa kedokteran yang positif dan

50 orang (54,3%) yang negatif.

Jika dibandindkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di

Surabaya pada tahun 2010 dengan memeriksakan 784 sampel pada siswa Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah Pertama pada usia 9-16 tahun. Didapatkan insidensi

AT dengan pemeriksaan Adam Forward Bending Test positif pada 50 siswa

(6,37%). Diantaranya, 14 siswa (1,8%) dan 36 siswi (4,6%).22

Hasil Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending Test pada

penelitian tersebut cukup jauh berbeda dengan hasil yang terdapat pada mahasiswa

dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015,

2016, dan 2017, hal tersebut dikarenakan rentang usia yang dilakukan pada

penelitian di Surabaya banyak yang belum memasuki fase lonjakan pertumbuhan

sehingga kebanyakan sampel pada penelitian tersebut sangat sedikit ditemukan

insidensi AT.

Page 48: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

34

4.1.5. Insidensi Asimetri Trunkus berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.5 Insidensi AT berdasarkan jenis kelamin

Asimetri Trunkus

Jumlah Positif Negatif

Jenis

Kelamin

Laki-laki 9 25 35

Perempuan 21 37 57

Jumlah 30 62 92

Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah responden total yang

mengalami AT sebesar 30 orang dan yang tidak mengalami AT sebesar 62 orang,

responden laki – laki yang mengalami AT sebesar 9 orang dan yang tidak

mengalami AT sebesar 25 orang, sementara itu responden perempuan yang

mengalami AT sebesar 21 orang dan yang tidak mengalami AT sebanyak 37 orang

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden perempuan yang

mengalami AT lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan responden laki –

laki, hal ini dapat dikarenakan responden perempuan yang mengikuti penelitian ini

lebih besar.

Jika dibandingkan dengan penelitian Nissinen dan Heliovara, rasio

insidensi AT pada perempuan lebih sering terjadi dibandingkan dengan laki-laki

pada saat pubertas. Hal ini dikarenakan adanya faktor lonjakan pertumbuhan yang

lebih dan menarche. Sedangkan pada populasi dewasa tidak jauh berbeda antara

laki-laki dan perempuan. Karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian

tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan

2017, bahwa rasio antara sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang dan lebih

banyak sampel perempuan. Hal ini cukup bervariasi hasilnya dimungkinkan karena

populasi laki-laki dibandingkan perempuan memang lebih sedikit pada target

populasi yang diteliti.

Page 49: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

35

4.1.6. Insidensi AT berdasarkan IMT

Tabel 4.6 Insidensi AT berdasarkan IMT

Asimetri Trunkus

Jumlah Positif Negatif

IMT

Kurus 6 7 13

Normal 21 42 63

Berat Badan

Berlebih 1 7

8

Obesitas 2 6 8

Jumlah 30 62 92

Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah responden total yang

mengalami AT sebesar 30 orang dan yang tidak mengalami AT sebesar 62 orang,

responden dengan IMT kurus yang mengalami AT sebesar 6 orang, responden

dengan IMT normal 21, responden dengan IMT berlebih 1, dan obesitas 2.

Sedangkan responden yang tidak mengalami AT dengan IMT kurus sebesar 7,

responden dengan IMT normal 41, responden dengan IMT berlebih 7 dan, obesitas

6 orang.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden dengan IMT yang

normal dan rendah mengalami AT lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan

responden IMT yang tinggi. Hal ini dapat terjadi dikarena sampel yang digunakan

pada penelitian ini kebanyakan memiliki IMT yang normal.

Jika dibandingkan dengan penelitian Grivas dan juga penelitiannya

sebelumnya bahwa seseorang dengan IMT yang kurang dan berjenis kelamin

perempuan lebih cenderung beresiko dengan AT.32,31

Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian yang dilakukan Hengwei32 pada

populasi besar di China menyatakan bahwa IMT yang lebih rendah, lebih beresiko

mengalami AT dibanding dengan IMT normal dan lebih. Prevalensi terhadap IMT

ditemukan total sebanyak 9,24% (0,09) pada IMT yang kurang (kurang dari 18) dan

dinilai kurus, dan sebanyak 3,52% (0,04) pada IMT yang normal dan lebih (lebih

Page 50: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

36

dari sama dengan 18). Peneliti sebelumnya juga membandingkan dengan jurnal

pada tahun 2014,32 menunjukkan bahwa prevalensi AT lebih besar pada IMT yang

kurus dengan nilai 20,8% dan 22,9% berurutan pada perempuan dan laki-laki yang

kurus dan hal ini dianggap peneliti sebelumnya sesuai dengan hipotesisnya bahwa

prevalensi deformitas tulang belakang lebih besar pada subyek dengan berat badan

kurang, terutama pada perempuan.32

4.2.Analisis Uji Diagnostik

Pada penelitian ini dalam mendiagnosis AT pada responden menggunakan 2

macam metode yakni yang pertama adalah skoliometer sebagai gold standard dan

sekaligus menjadi tolak ukur dalam menghubungkan dengan faktor resiko lainnya,

yang kedua yakni dengan metode Adam’s Forward Bending test yang menjadi tolak

ukur pembanding dalam uji diagnostik TA.

Tabel 4.7 Hubungan Asimetri Trunkus dengan Adam’s Forward Bending test

Skoliometer

Jumlah P-

Value OR

Positif Negatif

Adam

Forward

Bending

test

Positif 26

(86,7%)

16

(25,8%)

42

(45,7%) .000

18,688

(5,648-

61,831) Negatif 4

(13,38%)

46

(74,2%)

50

(54,3%)

Jumlah 30

(31,6%)

62

(67,4%) 92

Berdasarkan tabel 4.4. tersebut menunjukkan bahwa dari 92 responden

dengan pemeriksaan Adam Forward Bending test positif dengan pemeriksaan

Skoliometer positif sebesar 26 orang, hasil pemeriksaan Adam’s Forward Bending

test positif namun skoliometer negatif sebesar 4 orang, hasil pemeriksaan Adam’s

Forward Bending test negatif dengan pemeriksaan skoliometer positif sebesar 16

orang dan pada pemeriksaan Adam’s Forward Bending test negatif dan skoliometer

juga negatif sebesar 46.

Page 51: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

37

Dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode Chi – Square

didapatkan hasil nilai p-value sebesar 0.00 (CI 95%) dengan ini bahwa p < 0.05

dalam ketentuan bahwa jika p < 0.05 menunjukan terdapat hubungan dari variabel

yang diuji. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan hubungan antara pemeriksaan

dengan menggunakan skoliometer dan dengan Adam Forward Bending test dalam

metode uji diagnostik memiliki hubungan yang signifikan dengan p-value = 0.00

(CI 95%) sehingga jika didapatkan hasil positif pada Adam’s Forward Bending test

dapat memberikan hasil positif pada Skoliometer, dan begitu juga sebaliknya.

Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa pemeriksaan skoliometer dan

Adam Forward Bending test hanya untuk deteksi dini AT dan untuk melihat sampel

yang mempunyai probabilitas tinggi untuk terjadinya scoliosis idiopatik di masa

yang akan datang. Sedangkan baku emas untuk mendiagnosis skoliosis adalah foto

radiologi dengan mengukur Cobb’s Angle.

4.2.1. Sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test

Hasil keluaran penelitian ini berdasarkan literatur lainya dalam penentuan

metode uji diagnostik yakni sensitifitas dan spesifitas dari alat ukur yang digunakan

dalam penelitian yang digunakan berupa Skoliometer sebagai baku emas dan

Adam’s Forward Bending test sebagai alat ukur pembanding memiliki hasil sebagai

berikut.

Tabel 4.8 Sensitivitas dan Spesifisitas Adam’s Forward Bending Test

AFBT Skoliometer

Sen Spes PPV NPV LR

(+) (-) (+) (-)

(+) 26 16 86.67% 74.19%

62,5

0%

92,31

%

33,83

%

17,97

% (-) 4 46

AFBT : Adam’s Forward Bending Test

PPV : positive predictive value

NPV : negative predictive value

LR : Likehood-Ratio

Sen : Sensitivitas

Spes : Spesifisitas

Page 52: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

38

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat akurasi pada pemeriksaan Uji diagnostik

AT menggunakan Adam’s Forward Bending test dan Skoliometer, ditinjau dari

nilai Sensitivitas , Spesitivitas, Negative Predictive Value(NPV)/Nilai duga negatif,

Positive Predictive Value (PPV)/Nilai duga positif, Likehood-Ratio (LR).

Nilai sensitivitas itu sendiri merupakan nilai yang menggambarkan

kemampuan Adam Forward Bending test dalam menentukan TA secara tepat, dari

hasil penelitian ini didapatkan 86,67% hasil tersebut hampir sama dengan yang

terdapat pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karachalios pada 2700

partisipan, pada penelitian tersebut menunjukan sensitivitas Adam Forward

Bending test sebesar 83.37%.20. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Pierre Cote pada tahun 1998 didapatkan nilai sensitivitas sebesar 92%37

Nilai spesifisitas merupakan nilai yang menunjukkan keakurasian yang

bukan penderita AT secara tepat, hasil dari penelitian yakni sebesar 74,19%% pada

penelitian Karachalios menunjukan nilai spesifitas sebesar 93.44%.20 Sedangkan

pada penelitian oleh Pierre Cote didapatkan nilai spesifisitas sebesar 67%37

Positive Predictive Value (PPV)/merupakan tolak ukur nilai yang

menggambarkan kemampuan dari Adam Forward Bending test dalam

memprediksikan Penderita AT dengan tepat, dari hasil penelitian ini didapatkan

nilai sebesar 62,50% dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Adam’s Forward

Bending Test cukup baik dalam menentukan probabilitas pasien benar-benar

mempunyai AT.

Negative Predictive Value(NPV) merupakan tolak ukur nilai yang

menggambarkan kemampuan dari Adam Forward Bending test dalam

memprediksikan Penderita AT dengan tepat, dari penelitian ini didapatkan nilai

sebesar 92,31%. dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Adam’s Forward Bending

Test cukup baik dalam menentukan probabilitas pasien benar-benar tidak

mempunyai AT atau normal.

Likehood-Ratio (LR) merupakan nilai rasio kemungkinan yang merupakan

perbandingan antar penderita AT dengan non-AT baik itu perbandingan positif

Page 53: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

39

maupun perbandingan negatif untuk negatif nya didapatkan hasil 17,97%

sementara untuk positifnya sendiri sebesar 33%.

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan Adam

Forward Bending test sebagai Uji diagnostik AT menunjukan hasil yang akurat

untuk mendeteksi dini kejadian AT.

4.3. Keterbatasan Penelitian

1. Tidak melakukan Pemeriksaan ATR dengan posisi duduk untuk

meniadakan pengaruh leg length discrepancy

2. Kemungkinan terjadinya intergroup bias saat pengambilan data antar

peneliti.

Page 54: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

40

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

2.7.1.1.Simpulan

1. Insidensi AT pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi

Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 adalah sejumlah

30 orang (32,6%),

2. Hasil uji diagnostik pemeriksaan Adam’s Forward Bending test

setelah dibandingkan dengan skoliometer sebagai baku emas

didapatkan bahwa sensitivitas pemeriksaan Adam’s Forward

Bending test adalah 86,67%, spesifisitas 74,19%, nilai PPV

62,50%, NPV 92,31%, LR negatif 17,97% dan LR positif 33%

3. Dari hasil penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa

pemeriksaan Adam’s Forward Bending test cukup sensitif dan

mampu menentukan adanya AT secara tepat, juga cukup akurat

untuk menunjukkan pasien yang tidak memiliki AT secara tepat dan

spesifik. Dan cukup baik dalam menentukan probabilitas yang

benar-benar mempunyai AT dengan yang tidak, serta mempunyai

rasio kemungkinan yang cukup baik. Sehingga pemeriksaan Adam’s

Forward Bending test cukup baik digunakan untuk mendeteksi dini

AT.

2.7.1.2.Saran

1. Mahasiswa dan mahasiswi yang sudah terdeteksi mengalami AT

lebih dari 7O disarankan untuk memeriksakan dirinya ke dokter

spesialis ortopedi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan

lebih memperhatikan kebiasaan sehari-hari agar rotasi dari vertebra

tidak semakin parah dan kurvatura dapat dikoreksi dengan

sendirinya sebelum semakin lanjut menjadi skoliosis.

2. Melanjutkan penelitian menggunakan sampel yang lebih besar dan

bervariasi untuk mendapatkan nilai prevalensi AT.

Page 55: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur FD. The Back. In: Keith LM, Arthur FD. Clinically Oriented

Anatomy. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

h. 33-37

2. Agus HR. Vertebra. Jakarta: Sagung Seto; 2012. h. 107-43

3. Trobisch P, Suess O, Schwab F. Idiopathic Scoliosis. Dtsch Arztebl

Int. 2010;107(49):875-83.

4. Janicki J, Benjamin A. Scoliosis: Review of diagnosis and treatment.

Paediatr Child Health. 2007;12(9):771-6.

5. Pelealu J, Angliadi, Leonard S., Angliadi, Engeline. Rehabilitasi Medik

pada Skoliosis. Jurnal Biomedik. 2014;6(1):8-13

6. Nissinen, Maunu J, and Markku M Heliövaara. Development of Trunk

Asymmetry in a Cohort of Children Ages 11 to 22 Years. The

Spine. 2000;25(5):570-4

7. Bunnel W. An objective criterion forscoliosis screening. J Bone Joint Surg

Am. 1984;66(9):1381-7.

8. Grivas TB, Wade MH, Negrini S, O'Brien JP,

Maruyama T, Hawes MC. SOSORT consensus paper: school screening for

scoliosis.Where are we today?: Scoliosis. 2007 Nov 26;2:17.

9. Montgomery F, Willner S. Screening for idiophatic scoliosis. Comparison

of 90 cases shows less surgery by early diagnosis. Acta Orthop

Scand. 1993;64(4):456-8.

10. Drake RL, Wayne V, Adam WM. Gray’s Anatomy: Anatomi tubuh

manusia. Jakarta: EGC; 2014. h. 345

11. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC: 2003. h. 93-

116

12. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Jakarta: EGC; 2014. H. 768

13. Sabiston, David C. Sabiston's essentials surgery. Jakarta: EGC; 1994. h. 562

14. Sadler, Thomas W., Ph. D. Langman's Medical Embriology, 10th ed.

Jakarta: EGC; 2006; 412

Page 56: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

42

15. Adams W. Lectures on the phatology and treatment of lateral and other form

of curvature of the spine. Churcill, London. 1865

16. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal

System: An Introduction to Orthopaedics, Fractures, and Joint Injuries,

Rheumatology, Metabolic Bone Disease, and Rehabilitation. Baltimore:

Lippincott Williams & Wilkins, 1999; 576

17. Nissinen M, Heliovaara’. Development of trunk asymmetry in a cohort of

children ages 11 to 22 years. The Spine. 2000 Mar 1;25(5):570-4.

18. Nissinen M, Heliovaara’, M Ylikoski, and M Poussa. Trunk asymmetry and

screening for scoliosis: a longitudinal cohort study of pubertal

schoolchildren. Acta Paediatr. 1993;82(1):77-82.

19. Amy C, Parera, S Sengkey Lidwina, and Gessal Joudy. Deteksi dini

skoliosis menggunakan skoliometer pada siswa kelas VI SD di Kecamatan

Mapanget Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 2016:5(1): 2-6.

20. Theofilos, Karachalios, Sofianos John, and Roidis Nikolaos. Ten-Year

Follow-Up Evaluation of a School Screening Program for Scoliosis Is the

Forward-Bending Test an Accurate Diagnostic Criterion for the Screening

of Scoliosis. The Spine. 1999 Nov 15;24(22):2318-24.

21. Wang WJ, Yeung HY, Chu WC, Tang NL, Lee KM, Burwell RG, Cheng

JC: Top theories for the etiopathogenesis of adolescent idiopathic scoliosis.

J Pediatr Orthop in press.

22. IS Komang-Agung, SB Dwi-Purnomo, Susilowati. Prevalence Rate of

Adolescent Idiopathic Scoliosis: Results of School-based Screening in

Surabaya, Indonesia. Malays Orthop J. 2017 Nov; 11(3): 17–22.

23. Wong YC, Yau AC, Low WD, Chin NK, Lisowski FP. Ultrastructural

changes of the back muscles of idiopathic scoliosis. Spine. 1977;2:251-60.

24. Chowanska, Joanna, Tomasz Kotwicki, Krzysztof Rosadzinski, and

Zbigniew Sliwinski. School screening for scoliosis: can surface topography

replace examination with scoliometer?. Scoliosis. 2012; 7(2): 9

25. Nelson, Behrman, Kliegman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. edisi ke-15.

Jakarta: EGC; 2000. h. 239

26. Lonstein JE, Bradford DS, Winter RB, Ogilvie J. Moe's Textbook of

Scoliosis and Other Spinal Deformities. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders;

1995:938

Page 57: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

43

27. Simpson R, Hugh G. Accuracy of spinal orthopaedic tests: a systematic

review. Chiropr Osteopat. 2006 Oct 31;14:26.

28. Sparrey J, Jeannie F. Bailey, and MiChael SaFaee. Etiology of lumbar

lordosis and its pathophysiology: a review of the evolution of lumbar

lordosis, and the mechanics and biology of lumbar degeneration. Neurosurg

Focus. 2014 May;36(5):E1

29. Theodoros, Grivas D, and Vasiliadis S Elias. Study of trunk asymmetry in

normal children and adolescents. Scoliosis. 2006 Nov 30;7(1):19.

30. BPPK Depkes RI 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Jakarta ;

Kementerian Kesehatan RI. [diakses tanggal 3 Maret 2018]. Tersedia di:

http://www.depkes.go.id/download

31. Hengwei F, Zifang H, Qifei W, Weiqing T, Nali D, Ping Y, et al. Prevalence

of Idiophatic Scoliosis in Chinese Schoolchildren. Spine (Phila Pa

1976). 2016 Feb;41(3):259-64.

32. Theodoros, Grivas D, and Geoffrey RB. Body mass index in relation to

truncal asymmetry of healthy adolescents, a physiopathogenetic concept in

common with idiopathic scoliosis: summary of an electronic focus group

debate of the IBSE. Scoliosis. 2013 Jun 25;8(1):10

33. Kado DM, Huang MH, Karlamangla AS, Cawthon P, Katzman W, Hillier

TA, Ensrud K, Cummings, SR. 2013. Factors associated with kyphosis

progression in older women: 15 years experience in the study of

osteoporotic fractures. Journal of Bone and Mineral Research. 2013 Jan;

28(1): 179–187.

34. Russel BS. The effect of high-heeled shoes on lumbar lordosis : a narrative

review and discussion of the disconnect between internet content and peer-

reviewed literature. J Chiropr Med. 2010 Dec; 9(4): 166–173.

35. Dahlan SM. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,

dan Multivariat. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medik; 2011.

36. Pusponegoro HD. Uji Diagnostik. In: Sudigdo S, Ismail S. Dasar- Dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2001. h.

220-30

37. Cote P, Kreitz. A study of the diagnostic accuracy and reliability of the

Scoliometer and Adam's forward bend test. Spine (Phila Pa 1976). 1998 Apr

1;23(7):796-802.

38. Haymond M, Kappelgaard AM.Early recognition of growth abnormalities

permitting early intervention. Acta Paediatr. 2013 Aug;102(8):787-96.

Page 58: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

44

LAMPIRAN

Lampiran 1

Analisis Univariat

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Perempuan 58 63.0 63.0 63.0

Laki-laki 34 37.0 37.0 100.0

Total 92 100.0 100.0

Index Massa Tubuh

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 76 82.6 82.6 82.6

Obesitas 16 17.4 17.4 100.0

Total 92 100.0 100.0

Asimetri Trunkus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Simetris 62 67.4 67.4 67.4

Asimetris 30 32.6 32.6 100.0

Total 92 100.0 100.0

Adam Forward Bending Test

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Negatif 50 54.3 54.3 54.3

Positif 42 45.7 45.7 100.0

Total 92 100.0 100.0

Page 59: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

45

Lampiran 2

Analisis Uji Diagnostik

Adam Forward Bending Test * Asimetri Trunkus Crosstabulation

Asimetri Trunkus

Total Simetris Asimetris

Adam Forward Bending Test Negatif Count 46 4 50

% within Asimetri Trunkus 74.2% 13.3% 54.3%

Positif Count 16 26 42

% within Asimetri Trunkus 25.8% 86.7% 45.7%

Total Count 62 30 92

% within Asimetri Trunkus 100.0% 100.0% 100.0%

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for adam

forward bending test (negatif

/ positif)

18.688 5.648 61.831

For cohort asimetri trunkus

= asimetris 2.415 1.628 3.582

For cohort asimetri trunkus

= simetris .129 .049 .341

N of Valid Cases 92

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 30.182a 1 .000

Continuity Correctionb 27.779 1 .000

Likelihood Ratio 32.475 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 29.854 1 .000

N of Valid Cases 92

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.70.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 60: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

46

Lampiran 3

Lembar informed consent

Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Uji sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan

skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terhormat,

Saat ini saya, Jamaluddin Lukman sebagai peneliti di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai “Uji

sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan skoliometer

untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta”.

Sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan di universitas kami, maka Anda akan

menjalani penelitian ini melalui pemeriksaan dengan menggunakan alat yaitu alat

skoliometer dan timbangan digital SECA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test

terhadap skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus.

Anda berkesempatan untuk menanyakan segala hal yang berhubungan dengan

penelitian ini dan berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini atau sewaktu-

waktu ingin berhenti dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini penting sekali,

diharapkan agar Anda dapat menjalani ini dengan sebaik-baiknya. Data yang terisi

hanya akan digunakan untuk penelitian ini dan akan saya jaga kerahasiaannya.

Peneliti,

Jamaluddin Lukman

Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

Jalan Legoso Raya, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Tlp. 087783332441

Page 61: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

47

Surat Persetujuan untuk Mengikuti Penelitian

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Angkatan :

Alamat :

Nomor telp/ hp :

Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan

oleh Jamaluddin Lukman dari PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

bersedia menjalani penelitian mengenai “Uji sensitivitas dan spesifisitas Adam’s

Forward Bending test dengan skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa paksaan.

Ciputat, September 2017

Mengetahui,

Peneliti

Peserta Penelitian

(Jamaluddin Lukman) ( )

Page 62: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

48

Lampiran 4

Surat pernyataan telah dilatih dokter spesialis ortopedi dan traumatologi

SURAT KETERANGAN

Dengan ini saya menerangkan bahwa saya telah melatih

Jamaluddin Lukman (11141030000022) untuk pengukuran variabel

Adam’s Forward Bending test dan ATR dalam penelitian Uji sensitivitas

dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan skoliometer untuk

deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

Pelatihan pengukuran variabel Adam’s Forward Bending test

dan ATR dilakukan dengan persamaan persepsi dan cara pemeriksaan

dengan inspeksi dan dengan menggunakan skoliometer untuk penentuan

Asimetri Trunkus pada sampel penelitian. Semua kegiatan ini dilakukan

di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 15 September 2017

dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp. OT

Page 63: BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK DETEKSI DINI

49

Lampiran 5

RIWAYAT PENELITI

Nama : Jamaluddin Lukman

Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 23 September 1996

Alamat : Jl. Legoso Raya, Gg. Hikmah No. 123 RT 008 RW

001, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten

No. Telpon : 08114223396/087783332441

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan : 1. SDIP YLPI Pekanbaru

2. MTsN Simpang Tiga Pekanbaru

3. SMP Muhammadiyah Jayapura

4. MA Pa. DDI-AD Mangkoso

5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Departemen Keislaman BEMPD 2014-2015

2. Anggota Departemen Infokom HMPSKPD 2015-2016

3. Anggota DP3M CSSMoRA UIN Jakarta 2015-2016

4. Pengurus Harian Wilayah (PHW) Ikatan Senat

Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Wilayah 2