bending test terhadap skoliometer untuk deteksi dini
TRANSCRIPT
UJI SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS ADAM’S FORWARD
BENDING TEST TERHADAP SKOLIOMETER UNTUK
DETEKSI DINI ASIMETRI TRUNKUS PADA MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
Jamaluddin Lukman
NIM: 11141030000022
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas segala rahmat dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabtnya, serta umatnya.
Selama proses penelitian ini dilaksanakan, tentunya penulis tidak
terlepas dari banyak bimbingan, motivasi, kritik membangun, dan saran dari
berbagai pihak. Karena berkat semua itu, banyak hal yang penulis dapat pelajari
dalam pengerjaan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
apresiasi dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT, Ketua Program Studi Kedokteran FK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh Dosen Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter yang selalu membimbing serta memberikan arahan yang
membangun kepada penulis selama menjalani masa pendidikan di Program
Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Ayat Rahayu, M. Kes, Sp. Rad selaku dosen pembimbing penelitian yang
selalu mendengarkan keluh kesah penulis, membimbing, dan memberikan
banyak sekali ilmu dan memotivasi penulis untuk menjadi dokter muslim yang
baik dan menikmati proses yang dijalani.
4. dr. Yanti Susianti, Sp. A (K) selaku dosen pembimbing yang tiada henti dan
dengan sabar memberikan ilmu, arahan, waktu dan bimbingan kepada saya
guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
5. Kedua orang tua tercinta, DR. H. Lukman Jamaluddin, MA & Hj. Nurhadiyah
Fitri, MPd yang tiada henti memberikan kasih sayangnya, memberikan
dukungan dan doa, nasihat, serta semangat sepanjang hidup saya. Juga saudara-
saudara tercinta, Mujahid Lukman, Nadiyatul Haq Lukman, Da’yatul Haq
Lukman dan Hukaimatul Haq Lukman yang selalu memberikan semangatnya
untuk saya. Dan untuk seluruh keluarga besar saya yang selalu menjadi
v
semangat saya untuk tidak akan berhenti melangkah hingga saya mencapai cita-
cita.
6. Chris Adhiyanto, M. Biomed selaku Penanggung Jawab Riset dan Pembimbing
Akademik. yang selalu meberikan masukan, saran serta doa kepada anak-anak
bimbingannya
7. Kepada Kementrian Agama yang telah menaungi dan memberikan saya
kesempatan untuk dapat belajar di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta teman seperjuangan yang sudah menjadi
rumah kedua bagi penulis di tanah rantau.
9. Sahabat yang selalu hadir untuk penulis, Muhammad Farid Akbar, M. Ade
Wijaya, Maskur Fahmi Adi Baskoro, Pandu Nur Akbar, Maulana Hafiez
Rambe, Azhardin Maralaut, Muhammad Hanifsyah, Ahmad Irfan Jayyadi dan
Andi Iswah.
10. Kawan sekontrakan dan seperjuangan yang selalu hadir untuk penulis, M. Rizki
Ramadhan, M. Rizal Hakim, Hanan Luthfi, Iko Firman Syahridho, Abdul Har,
dan Mufty Akbar H. Umar.
11. Puspita Sari, wanita hebat yang selalu memberi semangat positif dan selalu
hadir mendukung proses penelitian penulis.
12. Teman-teman Program Studi Kedokteran angkatan 2014, Satpam, Office Boy,
dan Admin FKIK yang secara tidak langsung banyak membantu kelancaran
proses penelitian penulis.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan
bermanfaat demi menyempurnakan hasil penelitian ini. Semoga karya penelitian
ini dapat menjadi penelitian yang memicu orang lain untuk meneliti lebih baik
lagi dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 27 April 2018
Jamaluddin Lukman
vi
ABSTRAK
Jamaluddin Lukman. Fakultas Kedokteran. Uji Sensitivitas dan Spesifisitas
Adam’s Forward Bending Test untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.
Latar Belakang: Asimetri Trunkus (AT) merupakan fenomena umum pada masa
remaja, yang biasanya dianggap sebagai ekspresi klinis awal skoliosis idiopatik.
Prevalensi AT tidak diketahui secara pasti namun menurut beberapa peneltian AT
lebih sering terjadi pada wanita ketika masa pubertas. Cara dasar untuk mengetahui
dari AT adalah dengan pemeriksaan fisik dengan melihat topografi permukaan
punggung dengan teknik Adam’s Forward Bending Test. Cara ini relatif mudah dan
murah, karena tidak memerlukan alat dalam pemeriksaannya. Tujuan: Untuk
mengetahui sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending Test
dibandingkan dengan skoliometer. Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji
diagnostik pada 92 mahasiswa sebagai subjek. Mereka diperiksa AT dengan
meminta subjek melepas baju dan membungkuk kedepan untuk mengamati adanya
ketidaksimetrisan atau penonjolan tulang iga posterior pada masing-masing sisi.
Selanjutnya subjek diperiksakan dengan menggunakan skoliometer pada apeks
tulang belakang tepat processus spinosus . Hasil: Insidensi AT pada mahasiswa
adalah 32,6% dan analisis uji diagnostik didapatkan bahwa sensitivitas pemeriksaan
Adam’s Forward Bending test adalah 86,67% dan memiliki spesifisitas 74,19%.
Kesimpulan: Pada penelitian ini, pemeriksan Adam’s Forward Bending test
memiliki sensitivitas dan spesifistas yang cukup baik untuk deteksi dini AT
Kata kunci: Asimetri Trunkus, Skoliometer, Adam Forward Bending Test.
vii
ABSTRACT
Jamaluddin Lukman. Medical School. Test the Sensitivity and Specificity of
Adam's Forward Bending Test for Early Detection of Trunkus Asymmetry at
Medical Student UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.
Background: Trunkus Asymmetry (TA) is a common phenomenon in adolescence,
which is usually regarded as an initial clinical expression of idiopathic scoliosis.
The prevalence of TA is not known for certain but according to some TA research
is more common in women during puberty. The basic way to know from TA is by
physical examination by looking at the topography of the back surface with Adam's
Forward Bending Test technique. This method is relatively easy and cheap, because
it does not require tools in the examination. Objective: To determine the sensitivity
and specificity of Adam's Forward Bending Test compared with the scoliometer.
Methods: This study used a diagnostic test design on 92 students as a subject. They
are checked TA by asking the subject to undress and bend forward to observe the
asymmetry or protrusion of the posterior bone on each side. Subsequently subjects
were examined using a scoliometer at the spinal apex of the spinous processus
spine. Results: The incidence of TA in the students was 32.6% and the diagnostic
test analysis found that the sensitivity of the Adam's Forward Bending test was
86.67% and had a specificity of 74.19%. Conclusion: In this study, the examination
of Adam's Forward Bending test has a sensitivity and specificity is good enough for
early detection AT
Keywords: Trunkus Asymmetry, Skoliometer, Adam Forward Bending Test
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............. Error! Bookmark not
defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Hipotesis ................................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4
2.1. Anatomi Vertebrae ................................................................................... 4
2.1.1. Persendian vertabra ............................................................................... 5
2.2. Asimetri Trunkus ...................................................................................... 6
2.2.1. Epidemiologi Asimetri Trunkus ........................................................... 6
2.2.2. Etiologi Asimetri Trunkus .................................................................... 6
ix
2.2.3. Diagnosis Asimetri Trunkus ................................................................. 7
2.3. 1. Angle of Trunk Rotation ...................................................................... 8
2.3.1.1. 2.3.2. Adam’s Forward Bending Test ............................................... 8
2.4. Kelainan tulang belakang ......................................................................... 9
2.4.1. Kifosis ................................................................................................... 9
2.4.1.1. Epidemiologi Kifosis ...................................................................... 10
2.4.1.2. Etiologi & Klasifikasi kifosis .......................................................... 10
2.4.2. Lordosis .............................................................................................. 11
2.4.3.3. Klasifikasi skoliosis ........................................................................ 14
2.4.3.4. Diagnosis skoliosis .......................................................................... 15
2.5. Kerangka Teori ....................................................................................... 17
2.6. Kerangka Konsep ................................................................................... 17
2.7. Definisi Operasional ............................................................................... 18
2.7. Definisi ....................................................................................................... 19
2.7. Definisi ....................................................................................................... 20
2.7. Definisi ....................................................................................................... 21
BAB III.................................................................................................................. 22
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 22
3.1. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................... 22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 22
3.3. Populasi dan Sampel............................................................................... 22
3.4. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 25
3.5. Manajemen Data ..................................................................................... 27
3.6. Alur Kerja Penelitian .............................................................................. 29
3.7. Etik Penelitian ........................................................................................ 29
BAB IV ................................................................................................................. 30
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 30
4.1. Analisis Univariat ................................................................................... 30
4.1.1. Jenis Kelamin ...................................................................................... 30
4.1.2. Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................................ 31
4.1.3. Insidensi Asimetri Trunkus dengan pemeriksaan skoliometer. .......... 32
4.1.4. Insidensi AT dengan pemeriksaan Adam’s Forward Bending test..... 33
4.1.5. Insidensi Asimetri Trunkus berdasarkan jenis kelamin ...................... 34
4.1.6. Insidensi AT berdasarkan IMT ........................................................... 35
4.2. Analisis Uji Diagnostik .......................................................................... 36
4.2.1. Sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test ............... 37
4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 39
BAB V ................................................................................................................... 40
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 40
2.7.1.1. Simpulan ......................................................................................... 40
2.7.1.2. Saran ................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44
Lampiran 1......................................................................................................... 44
Lampiran 2......................................................................................................... 45
Lampiran 3......................................................................................................... 46
Lampiran 4......................................................................................................... 48
Lampiran 5......................................................................................................... 49
RIWAYAT PENELITI ......................................................................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kolumna Vertebralis……………...................................................... 4
Gambar 2.2 Persendian vertebra………………………………………………… 5
Gambar 2.3 Kurva lonjakan pertumbuhan………………………………………..7
Gambar 2.4 Pengukuran ATR dengan skoliometer…….........................................8
Gambar 2.5 Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test.............................................9
Gambar 2.6 Posisi normal dan peningkatan lordosis lumbal.……………………11
Gambar 2.7 Pengukuran Cobb Angle dengan Foto Radiologi.............................. 16
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin........................................................... 30
Tabel 4.2 Karakteristik Indeks Massa Tubuh ............................……............31
Tabel 4.3 Insidensi Asimetri Trunkus dengan skoliometer ............................32
Tabel 4.4 Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending test ..............33
Tabel 4.5 Insidensi AT berdasarkan jenis kelamin......................................... 34
Tabel 4.6 Insidensi AT berdasarkan IMT ............................……....................35
Tabel 4.7 Hubungan AT dengan Adam’s Forward Bending test……………36
Tabel 4.8 Sensitivitas dan Spesifisitas Adam’s Forward Bending
Test.....…………………………………………………………………….....37
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AT = Asimetri Trunkus
ATR = Angle of Trunk Rotation
IMT = Index Massa Tubuh
SPSS = Statistical Package for the Social Siences
SRS = Scoliosis Research Society
WHO = World Health Organization
UIN = Universitas Islam Negeri
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian
Skoliosis adalah suatu kelainan tulang belakang yang berupa kurvatura
abnormal ke arah lateral yang disertai rotasi vertebra1. Jika dilihat dari belakang,
tulang belakang pada skoliosis akan berbentuk seperti huruf “C” atau “S”.2
Definisi lain menyebutkan skoliosis adalah abnormalitas lengkungan ke lateral
tulang belakang dengan ukuran lengkungan lebih dari 10°.3 Sekitar 75-85%
kasus skoliosis penyebabnya tidak diketahui dengan jelas (idiopatik) dan
biasanya ditemukan pada anak-anak atau remaja. Sedangkan 15-25% kasus
skoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan karena menderita
kelainan tertentu.4 Skoliosis yang tidak diterapi dapat menyebabkan nyeri, yang
disertai gangguan dalam keseimbangan, fungsi kardiopulmonal, emosional dan
perilaku, serta aktivitas kehidupan sehari-hari5.
Asimetri trunkus (AT) merupakan fenomena umum pada masa remaja,
yang biasanya dianggap sebagai ekspresi klinis awal skoliosis idiopatik6.
Pengukuran AT adalah dengan mengukur angle of trunk rotation pada
skoliometer. Dikatakan tidak simetris apabila sudut rotasi batang tubuh terbaca
Lebih dari 3° pada skoliometer.7 Pengukuran derajat kelengkungan vertebra
sejak dini berperan penting dalam mencegah kelainan dan kerusakan yang
bertambah parah.8 Montgomery dan Wilner menyimpulkan bahwa skrining
dapat menurunkan jumlah operasi karena skoliosis dapat dideteksi pada usia dini
saat lengkungan masih kecil, dan hal tersebut memberi prognosis yang baik.9
Cara lain untuk mengetahui secara kasar dari AT adalah dengan
pemeriksaan fisik dengan melihat topografi permukaan punggung dengan teknik
Adam’s Forward Bending Test yaitu dengan pemeriksaan fisik pada bagian
belakang untuk menemukan ada atau tidaknya bagian menonjol dari salah satu
bagian tersebut4. Cara ini relatif mudah dan murah, karena tidak memerlukan
alat dalam pemeriksaannya.
2
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk
mengetahui dari sensitivitas dan spesifisitas Adam’s forward bending
Test terhadap skoliometer untuk deteksi dini AT pada mahasiswa dan
mahasiswi angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimanakah sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward
Bending Test terhadap angle of trunk rotation untuk skrining AT?
1.3.Hipotesis
Sensitivitas dari Adam’s Forward Bending Test cukup baik namun
memiliki spesifisitas yang kurang.
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas
dan spesifisitas Adam’s forward bend test dalam mengukur Asimetri
Trunkus dibandingkan dengan skoliometer.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui insidensi Asimetri Trunkus pada mahasiswa Program
Studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Untuk mengetahui sensitivitas dari pemeriksaan Adam’s
Forward Bending Test.
3. Untuk mengetahui spesifisitas dari pemeriksaan Adam’s
Forward Bending Test.
3
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Sebagai prasyarat kelulusan studi S1 dan mendapat gelar Sarjana
Kedokteran dari Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam melaksanakan
kewajiban mahasiswa yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3. Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan dan berlatih
membuat penelitian dengan metode cross sectional atau potong
lintang.
4. Sebagai media untuk menambah pengetahuan tentang sensitivitas
dan spesifisitas dari Adam’s Forward Bending Test.
1.5.2. Bagi Institusi
1. Memperoleh referensi tambahan tentang penelitian kedokteran di
bidang muskuloskletal.
2. Memperoleh informasi tentang insidensi Asimetri Trunkus pada
mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran FK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Menambah literatur kesehatan khususnya mengenai sensitivitas dan
spesifisitas Adam Forward Bending test.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang
manfaat, fungsi dan pengaplikasian dari Adam Forward Bending
Test untuk skrining daripada asimetri trunkus sebagai tindakan
preventif terhadap kelainan tulang belakang yang lebih parah.
1.5.4. Bagi Peneliti Lain
1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Vertebrae
Columna vertebralis pada orang dewasa secara khas terdiri dari 33 vertebrae
yang tersusun dalam lima regio: 7 vertebrae cervicales, 12 vertebrae thoracicae. 5
vertebrae lumbales, 5 vertebrae sacrales, dan 4 vertebrae coccygeae. Struktur
columna ini fleksibel, karena kolom ini bersegmen-segmen dan tersusun dari
vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus
intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang
columna vertebralis.14, 15
Gambar 2.1. Columna vertebralis12
Vertebra yang khas terdiri dari corpus yang bulat di anterior dan arcus
vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang disebut foramen
vertebrale, yang dilalui oieh medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus
vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk silinder, yang membentuk
sisi-sisi arcus, dan sepasang lamina yang pipih yarg melengkapi arcus pada daerah
posterior.10
Arcus vertebrae mempunyai tujuh processus yaitu satu processus spinosus,
dua processus transversus, dan empat processus articularis. Processus spinosus
atau spina, menonjol ke posterior dari pertemuan kedua lamina. Processus
transversus menonjol ke lateral dari pertemuan lamina dan pediculus. Processus
5
spinosus dan processus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi
tempat melekatnya otot dan ligamentum. Processus articularis terletak vertikal dan
terdiri dari dua processus articularis superior dan dua processus articularis
inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan pediculus, dan
facies articularisnya diliputi oleh kartilago hialin. Kedua processus articularis
superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan kedua processus articularis
inferior dari arcus yang ada di atasnya, membentuk sendi sinovial.10,11.
Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk
incisura vertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura
vertebralis superior sebuah vertebra dan incisura vertebralis inferior vertebra di
atasnya membentuk foramen intervertebrale. Foramina ini pada kerangka yang
bersendi berfungsi sebagai tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh darah.
Radix anterior dan posterior nervi spinalis bergabung di dalam foramina ini,
bersama dengan pembungkus duramatemya membentuk saraf spinalis
segmentalis.10,11,15
2.1.1. Persendian vertabra
Dua jenis persendian utama antar vertebra adalah simfisis antara korpus
vertebra, dan sendi sinovial antara prosesus artikularis. 10
Gambar 2.2. Sendi Intervertebra.1
Sebuah vertebra yang khas memiliki total enam sendi dengan vertebra yang
berdekatan: empat sendi sinovial (dua di atas dan dua di bawah) dan dua simfisis
(satu di atas dan satu di bawah). Tiap simfisis mencakup satu discus intervertebralis.
Walaupun gerakan antara dua ruas vertebra terbatas, penjumlahan gerakan antar
keseluruhan vertebra menghasilkan rentang gerakan columna vertebralis yang
besar. Gerakan oleh kolom vertebral termasuk fleksi, ekstensi, fleksi lateral, rotasi,
6
dan sirkumduksi. Pergerakan oleh vertebra di wilayah tertentu (servikal, toraks, dan
lumbar) ditentukan oleh bentuk dan orientasi permukaan sendi pada processus
articularis dan pada corpus vertebrae10
2.2.Asimetri Trunkus
Asimetri Trunkus (AT) merupakan ekspresi klinis kelainan kelengkungan
tulang belakang yang dapat diamati melalui inspeksi pada tulang rusuk, otot tulang
belakang, viscera, lemak, dan kulit dan berubah seiring waktu dan progresivitas
deformitas berlangsung.17 Menurut Nissinen dan Heliovaara, AT merupakan
fenomena umum pada masa remaja, yang biasanya dapat dianggap sebagai ekspresi
klinis skoliosis.6
AT didefinisikan sebagai penonjolan tulang iga posterior kurang dari 4 mm,
dengan standar deviasi 3,5 untuk anak perempuan dan 3,7 untuk anak laki-laki.
Sebuah penonjolan besar didefinisikan sebagai AT dengan nilai 6 mm atau lebih,
dan AT mayor dengan penonjolan 10 mm atau lebih besar.18
2.2.1. Epidemiologi Asimetri Trunkus
Prevalensi AT tidak diketahui secara pasti namun menurut Nissinen dan
Heliovaara17 prevalensi pada usia dewasa adalah sama pada wanita dan pria. Namun,
ketika masa pubertas prevalensi AT pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan
pria. Ada korelasi yang erat dalam derajat asimetri toraks dan lumbal antara masa
pubertas dan dewasa.17,18
2.2.2. Etiologi Asimetri Trunkus
Sama seperti skoliosis, etilogi AT sendiri juga tidak diketahui secara pasti
atau idiopatik. Namun, menurut Nissinen dan Heliovaara lonjakan pertumbuhan
memegang peranan penting dalam perkembangan AT dan skoliosis ringan.16,17
Bentuk punggung berkembang terutama selama percepatan pertumbuhan pubertas
pada usia 12 hingga 14 tahun baik pada anak perempuan dan anak laki-laki.
Sehingga, jika skrining untuk skoliosis diselenggarakan harus dilakukan pada fase
naik dari lonjakan pertumbuhan.16,17,20
7
Gambar 2.3. Kurva lonjakan pertumbuhan.38
Penyebab selanjutnya ialah ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa
kelompok otot di punggung21. Akibat adanya kelemahan di salah satu sisi otot. Hal
ini dapat dipicu oleh kebiasaan duduk yang salah yang membuat beban tubuh tidak
terdistribusi maksimal, akibatnya otot akan tertarik (berkontraksi) di satu sisi
(karena kurvatura mencembung), sedang di sisi yang lain cenderung tidak
berkontraksi (relaksasi, karena kurvatura cekung). Hal ini mengakibatkan fungsi
otot salah satu sisi menurun, sehingga pada selanjutnya, beban tidak dapat
terdistribusi maksimal dan kurvatura cenderung dipertahankan tetap. Abnormalitas
yang ditemukan ialah peningkatan serat otot pada sisi cembung dan penurunan
jumlah serat otot pada sisi cekung kurvatura.21-23.
2.2.3. Diagnosis Asimetri Trunkus
Pengukuran AT adalah dengan mengukur Angle of Trunk Rotation pada
skoliometer. Dikatakan tidak simetris apabila sudut rotasi batang tubuh terbaca
lebih dari 3° pada skoliometer.7 Pengukuran derajat kelengkungan vertebrae sejak
dini berperan penting dalam mencegah kelainan dan kerusakan yang bertambah
parah. Montgomery dan Wilner (1993)9 menyimpulkan bahwa skrining dapat
menurunkan jumlah operasi karena skoliosis dapat dideteksi pada usia dini saat
lengkungan masih kecil, dan hal tersebut memberi prognosis yang baik. The
8
American Academy of Orthopaedic Surgeons, The Scoliosis Research Society,
Pediatric Orthopaedic Society of North America, dan The American Academic of
Pediatrics menyadari keuntungan dan keefektifan program skrining khusus
skoliosis, yaitu pencegahan potensi kemajuan deformitas dan deteksi dini
deformitas yang parah yang membutuhkan koreksi operatif.8
2.3.1. Angle of Trunk Rotation
ATR adalah sudut rotasi batang tubuh yang dapat dinilai menggunakan
skoliometer. Karakteristik pemeriksaan skoliometer memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi yaitu 83,3% dan spesifisitas yang tinggi yaitu 86,8%.24
Bunnel (1984)7 mendefinisikan kriteria untuk skrining skoliosis sebagai berikut:
• Rotasi trunkus dikatakan simetris jika nilai ATR 0 o hingga 3o.
• Rotasi trunkus dikatakan asimetris sedang jika nilai ATR 4 o hingga 6 o.
• Rotasi trunkus dikatakan asimetris berat atau cenderung skoliosis jika ATR
lebih dari sama dengan 7 o.
2.3.1.1.2.3.2. Adam’s Forward Bending Test
Adam’s Forward Bending testi adalah pemeriksaan fisik pada permukaan
punggung belakang yang diperkenalkan oleh Adams Williams pada tahun 1865.
Merupakan pemeriksaan fisik dasar dalam skrining skoliosis. Pemeriksaan
dilakukan dengan meminta responden untuk membungkuk 90° ke depan dengan
lengan menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut hingga posisi
pundak sejajar dengan panggul lalu diinspeksi pada vertebra torakal, otot tulang
Gambar 2.4. Pengukuran ATR dengan Skoliometer2
9
belakang, viscera, lemak, dan kulit apakah terdapat abnormalitas berupa rotasi yang
berkaitan dengan kurvatura lateral, penonjolan skapula dan rib hump, deviasi
kepala dan leher terhadap celah lekuk pantat, pelvic obliquity, dan perbedaan
panjang kedua tungkai.5,15,
2.4.Kelainan tulang belakang
Deformitas tulang belakang adalah kelainan bentuk, kurvatura, dan alignment
daripada kolumna vertebralis. Etiologi abnormalitas tulang belakang dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal, yakni kelainan kongenital pada vertebra,
adanya infeksi pada vertebra, neoplasma, trauma, dan kebiasaan sehari-hari yang
kurang baik. The scoliosis research society mengklasifikasikan abnormalitas umum
tulang belakang yang telah disederhanakan menjadi 3 tipe yaitu kifosis, lordosis,
dan skoliosis.25
2.4.1. Kifosis
Kifosis adalah kurvatura torakal dan sakral, yang berbentuk konkaf ke
anterior, disebut juga kurvatura primer. Kurvatura ini adalah bentuk fisiologis
kolumna vertebralis. namun menjadi patologis apabila kurvatura ini berlebihan atau
abnormal.1
Kifosis merupakan deformitas tulang belakang yang mengalami roundback
atau peningkatan angulasi tulang punggung segmen thoracal atau thoracolumbal
pada bidang sagital. Kifosis dapat bersifat postural, struktural (kifosis
Scheuermann) atau kongenital.25
Gambar 2.5. Pemeriksaan Adam’s Forward Bend test2
10
2.4.1.1.Epidemiologi Kifosis
Meskipun tidak diketahui secara pasti prevalensi dan insidensi hiperkifosis,
pada usia lanjut antara 20% dan 40%. Fraktur vertebra hanya menyumbangkan 36%
sampai 37% pada sebagian kasus kifosis yang berat. Secara umum, pertambahan
usia berhubungan dengan peningkatan kifosis torakal. Wanita cenderung lebih
cepat mengalami peningkatan kurva kifosis torakal dibandingkan pria seiring
dengan bertambahnya usia.33
2.4.1.2.Etiologi & Klasifikasi kifosis
Menurut The scoliosis research society terdapat 4 jenis kifosis yaitu : 25
1. Postural roundback
Kifosis portural terjadi sekunder akibat postur yang buruk.
Deformitas tersebut terkoreksi secara spontan dalam posisi berdiri dan
tengkurap. Pasien biasanya juga memiliki hiperlordosis lumbar . Gejala
muncul ketika usia remaja. Hal ini dikarenakan postur tubuh yang tidak baik
dan otot-otot ligamen bagian belakang yang melemah. Pengidap merasakan
muskoleketal disorder (MSDs) seperti gejala nyeri dan otot bagian belakang
yang melemah. Kifosis postural biasanya diatasi dengan terapi fisik untuk
membantu memperbaiki postur Foto polos biasanya tidak diperlukan jika
kifosis sepenuhnya terkoreksi. Sekalipun kifosis tidak terkoreksi, foto polos
juga tidak menunjukkan adanya abnormalitas vertebra.16,25.
2. Kifosis Scheuermann
Penyakit Scheuermann adalah penyebab kedua tersering deformitas
tulang belakang anak. Etiologi tidak diketahui namun kemungkin tedapat
faktor herediter. Kifosis Scheuermann dapat dibedakan dengan postural
roundback berdasarkan hasil pemeriksaan fisis dan foto polos. 16,25.
Kifosis Scheuermann tidak dapat dikoreksi dengan berdiri atau
berbaring atau tengkurap. Saat dilihat dari samping dalam posisi fleksi ke
depan, pasien dengan penyakit Scheuermann akan mengalami angulasi
yang signifikan pada regio torakal tengah hingga bawah, sedangkan pasien
dengan postural roundback menunjukkan kontur yang simetris dan rata.
Lordosis lumbar bertambah pada kedua kondisi. Separuh dari pasien
penyakit Scheuermann, akan mengalami nyeri punggung atipikal , terutama
11
yang memiliki kifosis torakolumbal. Jenis kifosis ini bisa berkembang
menjadi skoliosis.16,25,40
3. Kifosis kongenital.
Kifosis kongenital merupakan kegagalan pembentukan sebagian atau
seluruh korpus vertebra (dengan mempertahankan elemen posterior) atau
kegagalan segmentasi anterior tulang belakang atau keduanya. Deformitas
berat sudah ditemukan saat lahir dan cenderung memburuk dengan cepat.
Progresivitas tidak akan berhenti hingga pertumbuhan tulang berakhir.
Deformitas tulang belakang segmen torakal yang proresif dapat
menyebabkan paraplegia. Komplikasi ini seringkali dihubungkan dengan
kegagalan pembentukan korpus vertebra.25
2.4.2. Lordosis
Lordosis adalah kurvatura servikal dan lumbal, yang berbentuk konkaf ke
posterior. Sama seperti kifosis kurvatura ini adalah bentuk fisiologis kolumna
vertebra. namun menjadi patologis apabila kurvatura ini berlebihan atau abnormal.1
Derajat lordosis lumbal pada individu normal sangat bervariasi (41 ° –70 °).
Peningkatan lordosis lumbal adalah jika pada pengambilan garis tengah dari sisi
lateral, maka di bagian perut, garis tersebut melintas lebih ke arah posterior tubuh.34
Gambar 2.6 . Posisi normal dan peningkatan lordosis
lumbal34
12
2.4.3. Skoliosis
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan2, mengandung
arti kondisi patologik. Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna
vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Setiap deviasi lateral
vertebra dari garis tengah merupakan skoliosis. Meskipun deformitas bidang frontal
selalu dianggap abnormal, lengkukngan vertebra pada bidang sagittal fisiologis.
Kontur vertebra ini disebut kifosis dan lordosis.3 Vertebra torakis normalnya
mempunyai kontur kifotik ringan, dan vertebra servikal serta lumbal lordotik.15.
2.4.3.1.Epidemiologi Skoliosis
Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering di diagnosis selama
tujuh tahun pertama kehidupan pada anak-anak. Adapun penyebab umum yang
berhasil diketahui yaitu cacat lahir, kelainan neurologis, dan masalah genetik.
23Menurut Scoliosis Research Society, persentasi skoliosis terbanyak pada usia 4
bulan hingga 79 tahun adalah skoliosis idiopatik dengan persentasi sebesar 74,7%,
dan skoliosis nonidiopatik sebesar 25,3%.24
Skoliosis idiopatik sangat jarang terjadi pada infantil maupun masa awal anak-
anak, tetapi memliki prevalensi 1% hingga 2% pada anak usia sekolah sampai usia
15 tahun dan meningkat hingga 8% pada orang dewasa berusia 25 tahun dan lebih.3
2.4.3.2.Etiologi Skoliosis
a. Faktor Genetik
Peranfaktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap
terjadinya skoliosis idiopatik telah dilaporkan secara luas. Pengamatan
klinis serta populasi studi telah mendokumentasikan skoliosis dalam
keluarga, dengan prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki
riwayat skoliosis idiopatik dikerabatnya daripada dalam populasi
umum.13,21
b. Efek Melatonin
Variasi diurnal dari level melatonin penting dalam menentukan efek faktor
ini pada perkembangan skoliosis idiopatik. Pasien dengan skoliosis
idiopatik mungkin terjadi penurunan yang cukup besar untuk melatonin.
13
Tidak ada bukti bahwa pasien dengan skoliosis idiopatik memiliki
ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika
terjadi penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan
skoliosis, hal ini terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau
pengendalian produksi melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder
(langsung atau tidak langsung) dalam perkembangan idhiopatik
skoliosis.2,21,27.
c. Kelainan Trombosit
Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran sel
dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan
aktivitas protein kontraktil intraselular, penurunan agregasi trombosit,
peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel
metallophilic, lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit,
meningkatkan aktivitas calmodulin, abnormal struktur peptida rantai
miosin, dan penurunan jumlah situs alfa-2 adrenergik reseptor di platelet.
Perubahan pada morfologi dan fisiologi platelet memungkinkan terjadi
kerusakan membran sel pada pasien dengan idiopatik skoliosis.2,21,27
d. Peran pertumbuhan dan perkembangan
Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan melibatkan
interaksi banyak hormon dan growth factor. Ini termasuk seperti hormon
tiroksin, hormon seksual, growth hormon dan yang seperti releasing faktor;
berbagai growth factor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek Melatonin
mungkin tidak sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon.
Selanjutnya, melatonin dengan alasan yang kuat telah menunjukan dapat
merangsang secara independen terhadap produksi insulin-like growth
factor-1; oleh karena itu, melatonin mungkin memiliki kapasitas untuk
mempengaruhi pertumbuhan secara independen pada growth hormon. 27,23,25
e. Faktor biomekanik
Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang,
loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara
bagaimana bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat
berpengaruh dalam perkembangan skoliosis. Proses dinamis ini mungkin
14
juga menyebabkan perkembangan skoliosis dengan struktur biomekanis
tulang belakang normal..2,21,
f. Indeks Massa Tubuh yang berlebih
Kelebihan berat badan menyebabkan tubuh seseorang mempertahankan
posisi tertentu dan itu bisa saja menyebabkan posisi tulang belakang tidak
simetris karena otot-otot tersebut melekat di tulang belakang.
ketidakseimbangan dari kekuatan dan massa kelompok otot di punggung
tersebut menyebabkan peningkatan serat otot pada sisi cembung dan
penurunan jumlah serat otot pada sisi cekung kurvatura sehingga lempeng
epifisis pada sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi yang
abnormal sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang
cembung menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan
pertumbuhan yang lebih cepat. Selain itu, arah rotasi vertebra selalu menuju
ke sisi cembung kurvatura, sehingga menyebabkan kolumna anterior
vertebra secara relatif menjadi terlalu panjang jika dibandingkan dengan
elemen-elemen posterior.2,27.
2.4.3.3.Klasifikasi skoliosis
Ada beberapa tipe skoliosis yang dikelompokkan menurut penyebabnya
seperti di bawah ini: 25
1. Skoliosis idiopatik
Kasus skoliosis yang tidak diketahui penyebab pastinya disebut idiopatik.
Skoliosis idiopatik ini tidak dapat dicegah, dan tidak dipengaruhi oleh faktor
usia, olahraga, maupun postur tubuh. Faktor genetika diduga memainkan
peranan penting dalam terjadinya kondisi ini. Skoliosis idiopatik diderita
sebanyak 80 persen dari jumlah penderita skoliosis. 25
2. Skoliosis degeneratif
Skoliosis degeneratif terjadi akibat kerusakan bagian tulang belakang secara
perlahan-lahan. Skoliosis tipe ini menimpa orang dewasa karena seiring
bertambahnya usia, beberapa bagian tulang belakang menjadi lemah dan
menyempit. Selain itu ada beberapa penyakit atau gangguan yang berhubungan
dengan tulang belakang yang bisa menyebabkan skoliosis degeneratif, seperti
15
osteoporosis, penyakit Parkinson, motor neurone disease, sklerosis multipel, dan
kerusakan tulang belakang yang terjadi akibat operasi. 25
3. Skoliosis kongenital
Skoliosis kongenital atau bawaan disebabkan oleh tulang belakang yang tidak
tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan. 25
4. Skoliosis neuromuskular
Kelainan bentuk tulang belakang yang disebabkan oleh gangguan persarafan dan
otot seperti pada penyakit lumpuh otak atau distrofi otot. 25
2.4.3.4.Diagnosis skoliosis
Baku emas untuk diagnosis klinis skoliosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan radiologik.3 Kriteria diagnostik utama skoliosis adalah kelengkungan
koronal yang lebih dari 10° pada gambar x-ray dengan posisi anteroposterior.2
Derajat keparahan skoliosis ditentukan berdasarkan hasil pengukuran Cobb Angle
pada pemeriksaan radiografik. Cobb angle adalah pengukuran standar untuk
melihat derajat kurvatura tulang belakang. Hasil pengukuran Cobb angle yang lebih
dari 10o berarti patologis. Skoliosis dikatakan ringan apabila Cobb angle yang
terbentuk <25o, skoliosis sedang 25-45o, dan skoliosis berat bila lebih dari
45o.2,3,19,20
16
Kurva skoliosis yang disertai rotasi mungkin lebih sulit untuk ditangani dan
mungkin menyebabkan gangguan pada rongga dada sehingga dapat mengganggu
pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel menunjukkan derajat rotasi yang
terbaik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan atas indikasi
nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil idiopatik,
progresi yang cepat, dan defek kulit.19,20
Metode dasar untuk skrining skoliosis adalah pemeriksaan fisik dengan cara
posisi forward bending atau pasien disuruh untuk melakukan posisi ruku’ lalu
menggunakan skoliometer untuk menilai Angle of Trunk Rotation (ATR). 24
Gambar 2.7. Perbandingan foto radiologi vertebra normal, dan pengukuran Cobb Angle
dengan Foto Radiologi2
pedicle
17
2.5.Kerangka Teori
2.6.Kerangka Konsep
= Variabel Terikat
= variabel bebas
= lingkup bahasan
18
2.7.Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran
Skala
Pengukuran
1. ATR
(Angle of
Trunk
Rotation)
Sudut rotasi
batang tubuh
Peneliti Skoliometer a. Lihat responden dari
belakang saat posisi
beriri
b.Minta responden untuk
membungkuk ke depan
hingga posisi pundak
sejajar dengan panggul
c. Atur posisi
membungkuk hingga
bentuk tulang belakang
terlihat jelas
d.Letakkan skoliometer
pada apeks tulang
belakang tepat berada
diatas prosesus spinosus
e. Baca derajat pada
skoliometer dengan
posisi mata sejajar
dengan skoliometer
f. Hasil pengukuran
skoliometer
dikasifikasikan menjadi
:
• ATR simetris = 0O
• AT sedang=1 – 6O
• AT berat ≥ 7O.
Kategorik
Ordinal
19
No Variabel Definisi
Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran
Skala
Pengukuran
2. Adam’s
forward
bending
test
In Peneliti Pengamatan
/inspeksi
1. Lihat responden dari
belakang saat posisi
bediri
2. Minta responden
untuk membungkuk
90° ke depan dengan
lengan menjuntai ke
bawah dan telapak
tangan berada pada
lutut hingga posisi
pundak sejajar dengan
panggul
3. Atur posisi
membungkuk hingga
bentuk tulang
belakang terlihat jelas
4. Inspeksi punggung
apakah ada temuan
abnormal berupa
asimetri ketinggian iga
atau otot-otot
paravertebra pada satu
sisi, menunjukan
rotasi yang berkaitan
dengan kurvatura
lateral yang biasanya
terdapat pada
vertebrae thoracales
Kategorik
ordinal
2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)
20
No Variabel Definisi
Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran
Skala
Pengukuran
3. Indeks
Massa
Tubuh
Indeks massa
tubuh diukur
dengan cara
membagi
berat badan
(kilogram)
dengan
kuadrat tinggi
badan
(meter).
Klasifikasi
WHO untuk
Indeks Massa
Tubuh Asia
Pasifik:8
1.
Underweight
: <18,5
2.
Normalweight
: 18.5 – 23
3. Overweight
: 23 – 24.9
4. Obesitas 1
: 25 – 29.9
5. Obesitas 2
: >30
Peneliti
Timbangan
digital
SECA
1.Mempersiapkan pasien
dengan melepas jaket, topi,
alas kaki, tas, dan benda
lain yang mengurangi
akurasi pengukuran.
2.Memastikan responden
berdiri tegak dan tidak
bergerak dengan
pandangan lurus
membelakangi alat ukur
selama pengukuran berat
badan.
3. Meminta responden
tetap berdiri tegak, tidak
menunduk maupun
mengadah selama
pengukuran tinggi badan
menggunakan moveable
microtoise.
4.Mencatat hasil
pengukuran berat badan
dan tinggi badan.
Ordinal
2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)
21
No Variabel Definisi
Operasional Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran
Skala
Pengukuran
4. Jenis
kelamin
Jenis kelamin
adalah
pembagian
jenis seksual
yang
ditentukan
secara
biologis dan
anatomis
yang
dinyatakan
dalam jenis
kelamin laki-
laki dan jenis
kelamin
perempuan.
Peneliti Wawancara Pasien diberikan form
persetujuan mengikuti
penelitian yang berisi
identitas diri termasuk
jenis kelamin.
Nominal
2.7. Definisi Operasional (Lanjutan)
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah random sampling.35,36
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun
2017.
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi target pada penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi
Kedokteran, Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, dan Program Studi Ilmu Keperawatan. Populasi
terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kedokteran
angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017. Sedangkan, sampel penelitian adalah
populasi terjangkau yang telah terpilih dengan metode simple random
sampling.
23
3.3.2 Sampel
Perhitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung
menggunakan rumus penelitian uji diagnostic dengan keluaran sensitivitas. 35
𝑛 =𝑍𝛼2𝑆𝑒𝑛(1 − 𝑠𝑒𝑛)
𝑑2𝑃
Keterangan:
n = Jumlah sampel.
Zα = Deviasi baku alfa.
α = Tingkat kemaknaan.
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti.18
Sen = Sensitivitas alat yang diinginkan.24
d = Nilai Presisi.
Diketahui :
Zα = 1,96
P = 0,655
Sen = 0,83
d = 0,10
Sehingga :
𝑛 = 1,962𝑥0,83(1 − 0,83)
0,102𝑥0,655
𝑛 = 82,755
Pada penelitian ini ditetapkan kesalahan tipe 1 (α) sebesar 5% dan didapatkan
nilai derivat baku alfa (Zα) sebesar 1,96. Nilai P yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 0,6518. Nilai sensitivitas yang didapatkan pada penelitian sebelumnya
ialah 0,8324 Nilai presisi ditetapkan oleh peneliti sebesar 10%. Berdasarakan nilai
– nilai variabel yang telah ditetapkan, didapatkan nilai n sebesar 82,755. Sehingga
sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini sebesar 83.
24
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada penelitian ini, maka sampel
ditambahkan dengan menggunakan rumus35,36 :
n’ = 𝑛
(1−𝑓) =
83
(1−0,1) = 92 sampel
n’ = besar sampel setelah antisipasi drop out
n = besar sampel yang dibutuhkan
f = prediksi drop out = 10%
Jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 92 orang.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan simple random sampling.
Yakni memilih secara acak mahasiswa dan mahasiswi PSKPD dari setiap
angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dipilih secara random sebanyak 28
orang. Pemilihan secara acak dilakukan dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2013 menggunakan rumus random. (=RAND)
3.3.4 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Program Studi Kedokteran yang bersedia
dilakukakan pemeriksaan ATR dengan menggunakan skoliometer
dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test melalui informed
consent.
2. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Program Studi Kedokteran yang mampu membungkuk
dan dapat dilakukan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test dan
skoliometer.
25
3.3.5 Kriteria Eksklusi
1. Mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Program Studi Kedokteran yang mempunyai kelainan
tulang belakang lain.
3.4.Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
a. Pengajuan kaji etik
Pengajuan kaji etik ditujukan kepada Komite Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Persiapan alat
Alat yang digunakan adalah Skoliometer
3.4.2 Identifikasi Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan Mahasiswa Program Studi Kedokteran
angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017. Subjek penelitian ini merupakan
populasi terjangkau dari penelitian ini.
3.4.3 Randomisasi Sampel
Setelah menentukan populasi terjangkau, peneliti mengacak
responden yang akan diikut sertakan dalam penelitian menggunakan metode
simple random sampling.
3.4.4 Informed Consent
Nama–nama yang sudah terpilih sebagai subjek penelitian, akan
diberikan lembaran informed consent. Apabila bersedia untuk mengikuti
penelitian ini maka akan diarahkan ke langkah penelitian berikutnya.
Sedangkan bagi yang tidak bersedia, maka tidak diikutsertakan pada
penelitian ini.
26
3.4.5 Pengambilan Data
2.1.1. Pemeriksaan Adam Forward Bend Test
1. Lihat responden dari belakang saat posisi bediri.
2. Minta responden untuk membungkuk 90° ke depan dengan lengan
menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut hingga
posisi pundak sejajar dengan panggul.
3. Atur posisi membungkuk hingga bentuk tulang belakang terlihat
jelas.
4. Inspeksi punggung apakah ada temuan abnormal berupa asimetri
ketinggian iga atau otot-otot paravertebra pada satu sisi, menunjukan
rotasi yang berkaitan dengan kurvatura lateral yang biasanya terdapat
pada vertebrae thoracales.
2.1.2. Pemeriksaan menggunakan skoliometer
1. Lihat responden dari belakang saat posisi bediri.
2. Minta responden untuk membungkuk ke depan hingga posisi pundak
sejajar dengan panggul.
3. Atur posisi membungkuk hingga bentuk tulang belakang terlihat
jelas.
4. Letakkan skoliometer pada apeks tulang belakang tepat berada diatas
prosesus spinosus.
5. Baca derajat pada skoliometer dengan posisi mata sejajar dengan
skoliometer.
6. Hasil pengukuran skoliometer dikasifikasikan menjadi :
• ATR simetris = 0O
• AT sedang=1 – 6O
• AT berat ≥ 7O.
Data responden yang termasuk ke dalam kriteria inklusi diikutkan dalam
tahap selanjutnya, sedangkan yang termasuk ke dalam kriteria eksklusi tidak
diikutkan dalam pengolahan data.
27
3.5.Manajemen Data
3.5.1 Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan ATR dengan
menggunakan skoliometer dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test
yang telah dipilih dengan simple random sampling serta memenuhi kriteria
inklusi.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah
skoliometer sebagai alat untuk pengumpulan data.
3.5.3 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari hasil pemeriksaan akan
diolah dengan menggunakan program computer software SPSS
versi 24. Berikut tahapan pengolahan data, yaitu:
a. Editing
Pemeriksaan kembali kebenaran dan kelengkapan data dari hasil
pemeriksaan.
b. Coding
Pemberian kode numerik kepada data yang terdiri atas beberapa
kategori.
c. Data Entry
Melakukan pemasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam
program SPSS.
d. Analisis data
Melakukan analisis univariat untuk melihat frekuensi atau
distribusi data dan analisis uji diagnostik dengan menggunakan
uji Crosstabulation table 2x2.
3.5.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis
univariat dan uji diagnostik. 35,36
28
3.5.4.1 Analisis Univariat
Analisis kategorik univariat digunakan untuk menggambarkan
responden pada masing-masing kategori. Selanjutnya dilakukan uji
normalitas data untuk menentukan uji statistik yang akan dilakukan
selanjutnya. 35,36
3.5.4.2 Analisis Uji Diagnostik
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan penghitungan sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan
positif, rasio kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. Studi
diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan Adam’s Forward Bending
Test yang kemudian dicocokkan dengan pemeriksaan scoliometer sebagai
standar baku emas. Studi ini dilakukan dengan dua langkah sebagai berikut:
1. Perhitungan validitas diagnostik dilakukan dengan tabel kontingensi
2x2, seperti yang tersaji pada tabel 5.
2. Kemudian dilakukan penghitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, rasio
kemungkinan negatif, serta nilai akurasi diagnostiknya. 35,36
Pemeriksaan Scoliometer Jumlah
Positif Negatif
Adam
Forward
Bending
Test
Positif A B a+b
Negatif C D c+d
Jumlah a+c b+d N
Sensitivitas : a/(a+c)
Spesifisitas : d/(b+d)
Nilai duga positif (PPV) : a/(a+b)
Nilai duga negatif (NPV) : d/(c+d)
Rasio kemungkinan positif : sensitivitas/(1-spesifitas)
Rasio kemungkinan negatif : (1-sensitivitas)/spesifitas
29
3.6.Alur Kerja Penelitian
3.7.Etik Penelitian
Penelitian ini telah mengajukan permohonan tertulis untuk kajian
etik serta dalam pelaksanaannya telah melewati informed consent.
Penentuan danpemilihan
sampel dengan teknik simple
random sampling
Memohon izin untuk
melakukan penelitian
Informed consent terhadap
responden
Bersedia Tidak Bersedia
Pengukuran sampel dengan
menggunakan Adam’s
forward bend test dan
skoliometer
Analisis dan Pengolahan
Data dengan menggunakan
SPSS
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini didapatkan sampel yang berasal dari data primer
mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016,
dan 2017. Didapatkan subjek penelitian sebanyak 92 orang yang sebelumnya sudah
diacak secara random dan menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan ATR dengan
menggunakan skoliometer dan pemeriksaan Adam’s Forward Bending Test
melalui informed consent.
4.1.Analisis Univariat
Pada analisis univariat ini akan digambarkan distribusi frekuensi dari
masing–masing variabel yang telah diteliti, baik variabel independen maupun
variabel dependen.
4.1.1. Jenis Kelamin
Distribusi jenis kelamin pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki – laki 35 38
Perempuan 57 62
Total 92 100
31
Jumlah sampel yang digunakan pada penelian ini terdiri dari 57 sampel
perempuan (62%) dan 35 sampel laki-lakai (38%).
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, AT pada populasi anak-
anak dan remaja usia 10-15 tahun di Kecamatan Maanget, Manado. Didapatkan
jumlah sampel 44 orang laki-laki dan 37 orang perempuan.19
Pada penelitian yang dilakukan oleh Karachalios pada anak-anak dan
dewasa muda usia 5-19 tahun di Yunani didapatkan jumlah sampel adalah
didapatkan jumlah sampel 1099 orang laki-laki dan 972 orang perempuan.20
Karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian tersebut tidak jauh berbeda
dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017, bahwa rasio antara
sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang dan lebih banyak sampel
perempuan. Hal ini cukup bervariasi hasilnya dimungkinkan karena populasi laki-
laki dibandingkan perempuan memang lebih sedikit pada target populasi yang
diteliti.
4.1.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Distribusi indeks massa tubuh pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Karakteristik Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh Jumlah (n) Persentase (%)
Kurus 13 14,1
Normal 63 68,5
Berat Badan Berlebih 8 8,7
Obesitas 8 8,7
Total 92 100
Kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) Depkes 201330: Kurus = <18,5, Normal =
≥18,5 - <25, Berat Badan Berlebih = ≥25 - <27,0, Obesitas = ≥27,0
32
Dalam penelitian ini didapatkan hasil jumlah sampel dengan IMT kurang
dari normal (kurus) sebanyak 13 orang, dan sampel dengan IMT normal sebanyak
63 orang. Sebanyak 8 orang lainnya IMT berlebih dan 8 orang obesitas.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada remaja usia tahun di
Israel, didapatkan karakteristik indeks massa tubuh 6% orang dengan berat badan
berlebih, 9% orang dengan obesitas, dan 27% orang dengan berat badan kurus.38
Karakteristik indeks massa tubuh pada penelitian tersebut tidak jauh berbeda
dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017, bahwa jumlah sampel
yang obesitas selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang overweight dan
normal weight.
4.1.3. Insidensi Asimetri Trunkus dengan pemeriksaan skoliometer.
Insidensi AT dengan skoliometer pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Insidensi Asimetri Trunkus dengan skoliometer
Kategori Asimetri
Trunkus
Jumlah (n) Persentase (%)
Normal 62 67,4
Asimetris 30 32,6
Total 92 100%
Proporsi AT pada mahasiswa dan dan mahasiswi Program Studi Kedokteran
angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 adalah sejumlah 30 orang. Sedangkan 62
orang lainnya dinilai simetris atau tidak mengalami AT.
Jika dibandindkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Grivas di Yunani.24 Didapatkan insidensi AT menggunakan pemeriksaan
skoliometer sebanyak 19.59%. Hasil Insidensi AT berdasarkan pemeriksaan
skoliometer pada penelitian tidak cukup jauh berbeda dengan hasil yang terdapat
33
pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017.
4.1.4. Insidensi AT dengan pemeriksaan Adam’s Forward Bending test
Insidensi AT dengan Adam’s Forward Bending test pada mahasiswa dan
mahasiswi Program Studi Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending test
Adam’s Forward
Bending test
Jumlah (n) Persentase (%)
Positif 42 45,7
Negatif 50 54,3
Total 92 100%
dalam penelitian ini setelah dilakukan pemeriksaan Adam’s Forward
Bending test terdapat 42 orang (45,7%) dari mahasiswa kedokteran yang positif dan
50 orang (54,3%) yang negatif.
Jika dibandindkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di
Surabaya pada tahun 2010 dengan memeriksakan 784 sampel pada siswa Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama pada usia 9-16 tahun. Didapatkan insidensi
AT dengan pemeriksaan Adam Forward Bending Test positif pada 50 siswa
(6,37%). Diantaranya, 14 siswa (1,8%) dan 36 siswi (4,6%).22
Hasil Insidensi AT berdasarkan Adam’s Forward Bending Test pada
penelitian tersebut cukup jauh berbeda dengan hasil yang terdapat pada mahasiswa
dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015,
2016, dan 2017, hal tersebut dikarenakan rentang usia yang dilakukan pada
penelitian di Surabaya banyak yang belum memasuki fase lonjakan pertumbuhan
sehingga kebanyakan sampel pada penelitian tersebut sangat sedikit ditemukan
insidensi AT.
34
4.1.5. Insidensi Asimetri Trunkus berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.5 Insidensi AT berdasarkan jenis kelamin
Asimetri Trunkus
Jumlah Positif Negatif
Jenis
Kelamin
Laki-laki 9 25 35
Perempuan 21 37 57
Jumlah 30 62 92
Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah responden total yang
mengalami AT sebesar 30 orang dan yang tidak mengalami AT sebesar 62 orang,
responden laki – laki yang mengalami AT sebesar 9 orang dan yang tidak
mengalami AT sebesar 25 orang, sementara itu responden perempuan yang
mengalami AT sebesar 21 orang dan yang tidak mengalami AT sebanyak 37 orang
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden perempuan yang
mengalami AT lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan responden laki –
laki, hal ini dapat dikarenakan responden perempuan yang mengikuti penelitian ini
lebih besar.
Jika dibandingkan dengan penelitian Nissinen dan Heliovara, rasio
insidensi AT pada perempuan lebih sering terjadi dibandingkan dengan laki-laki
pada saat pubertas. Hal ini dikarenakan adanya faktor lonjakan pertumbuhan yang
lebih dan menarche. Sedangkan pada populasi dewasa tidak jauh berbeda antara
laki-laki dan perempuan. Karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian
tersebut tidak jauh berbeda dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan
2017, bahwa rasio antara sampel laki-laki dan perempuan tidak seimbang dan lebih
banyak sampel perempuan. Hal ini cukup bervariasi hasilnya dimungkinkan karena
populasi laki-laki dibandingkan perempuan memang lebih sedikit pada target
populasi yang diteliti.
35
4.1.6. Insidensi AT berdasarkan IMT
Tabel 4.6 Insidensi AT berdasarkan IMT
Asimetri Trunkus
Jumlah Positif Negatif
IMT
Kurus 6 7 13
Normal 21 42 63
Berat Badan
Berlebih 1 7
8
Obesitas 2 6 8
Jumlah 30 62 92
Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah responden total yang
mengalami AT sebesar 30 orang dan yang tidak mengalami AT sebesar 62 orang,
responden dengan IMT kurus yang mengalami AT sebesar 6 orang, responden
dengan IMT normal 21, responden dengan IMT berlebih 1, dan obesitas 2.
Sedangkan responden yang tidak mengalami AT dengan IMT kurus sebesar 7,
responden dengan IMT normal 41, responden dengan IMT berlebih 7 dan, obesitas
6 orang.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden dengan IMT yang
normal dan rendah mengalami AT lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan
responden IMT yang tinggi. Hal ini dapat terjadi dikarena sampel yang digunakan
pada penelitian ini kebanyakan memiliki IMT yang normal.
Jika dibandingkan dengan penelitian Grivas dan juga penelitiannya
sebelumnya bahwa seseorang dengan IMT yang kurang dan berjenis kelamin
perempuan lebih cenderung beresiko dengan AT.32,31
Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian yang dilakukan Hengwei32 pada
populasi besar di China menyatakan bahwa IMT yang lebih rendah, lebih beresiko
mengalami AT dibanding dengan IMT normal dan lebih. Prevalensi terhadap IMT
ditemukan total sebanyak 9,24% (0,09) pada IMT yang kurang (kurang dari 18) dan
dinilai kurus, dan sebanyak 3,52% (0,04) pada IMT yang normal dan lebih (lebih
36
dari sama dengan 18). Peneliti sebelumnya juga membandingkan dengan jurnal
pada tahun 2014,32 menunjukkan bahwa prevalensi AT lebih besar pada IMT yang
kurus dengan nilai 20,8% dan 22,9% berurutan pada perempuan dan laki-laki yang
kurus dan hal ini dianggap peneliti sebelumnya sesuai dengan hipotesisnya bahwa
prevalensi deformitas tulang belakang lebih besar pada subyek dengan berat badan
kurang, terutama pada perempuan.32
4.2.Analisis Uji Diagnostik
Pada penelitian ini dalam mendiagnosis AT pada responden menggunakan 2
macam metode yakni yang pertama adalah skoliometer sebagai gold standard dan
sekaligus menjadi tolak ukur dalam menghubungkan dengan faktor resiko lainnya,
yang kedua yakni dengan metode Adam’s Forward Bending test yang menjadi tolak
ukur pembanding dalam uji diagnostik TA.
Tabel 4.7 Hubungan Asimetri Trunkus dengan Adam’s Forward Bending test
Skoliometer
Jumlah P-
Value OR
Positif Negatif
Adam
Forward
Bending
test
Positif 26
(86,7%)
16
(25,8%)
42
(45,7%) .000
18,688
(5,648-
61,831) Negatif 4
(13,38%)
46
(74,2%)
50
(54,3%)
Jumlah 30
(31,6%)
62
(67,4%) 92
Berdasarkan tabel 4.4. tersebut menunjukkan bahwa dari 92 responden
dengan pemeriksaan Adam Forward Bending test positif dengan pemeriksaan
Skoliometer positif sebesar 26 orang, hasil pemeriksaan Adam’s Forward Bending
test positif namun skoliometer negatif sebesar 4 orang, hasil pemeriksaan Adam’s
Forward Bending test negatif dengan pemeriksaan skoliometer positif sebesar 16
orang dan pada pemeriksaan Adam’s Forward Bending test negatif dan skoliometer
juga negatif sebesar 46.
37
Dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode Chi – Square
didapatkan hasil nilai p-value sebesar 0.00 (CI 95%) dengan ini bahwa p < 0.05
dalam ketentuan bahwa jika p < 0.05 menunjukan terdapat hubungan dari variabel
yang diuji. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan hubungan antara pemeriksaan
dengan menggunakan skoliometer dan dengan Adam Forward Bending test dalam
metode uji diagnostik memiliki hubungan yang signifikan dengan p-value = 0.00
(CI 95%) sehingga jika didapatkan hasil positif pada Adam’s Forward Bending test
dapat memberikan hasil positif pada Skoliometer, dan begitu juga sebaliknya.
Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa pemeriksaan skoliometer dan
Adam Forward Bending test hanya untuk deteksi dini AT dan untuk melihat sampel
yang mempunyai probabilitas tinggi untuk terjadinya scoliosis idiopatik di masa
yang akan datang. Sedangkan baku emas untuk mendiagnosis skoliosis adalah foto
radiologi dengan mengukur Cobb’s Angle.
4.2.1. Sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test
Hasil keluaran penelitian ini berdasarkan literatur lainya dalam penentuan
metode uji diagnostik yakni sensitifitas dan spesifitas dari alat ukur yang digunakan
dalam penelitian yang digunakan berupa Skoliometer sebagai baku emas dan
Adam’s Forward Bending test sebagai alat ukur pembanding memiliki hasil sebagai
berikut.
Tabel 4.8 Sensitivitas dan Spesifisitas Adam’s Forward Bending Test
AFBT Skoliometer
Sen Spes PPV NPV LR
(+) (-) (+) (-)
(+) 26 16 86.67% 74.19%
62,5
0%
92,31
%
33,83
%
17,97
% (-) 4 46
AFBT : Adam’s Forward Bending Test
PPV : positive predictive value
NPV : negative predictive value
LR : Likehood-Ratio
Sen : Sensitivitas
Spes : Spesifisitas
38
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat akurasi pada pemeriksaan Uji diagnostik
AT menggunakan Adam’s Forward Bending test dan Skoliometer, ditinjau dari
nilai Sensitivitas , Spesitivitas, Negative Predictive Value(NPV)/Nilai duga negatif,
Positive Predictive Value (PPV)/Nilai duga positif, Likehood-Ratio (LR).
Nilai sensitivitas itu sendiri merupakan nilai yang menggambarkan
kemampuan Adam Forward Bending test dalam menentukan TA secara tepat, dari
hasil penelitian ini didapatkan 86,67% hasil tersebut hampir sama dengan yang
terdapat pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karachalios pada 2700
partisipan, pada penelitian tersebut menunjukan sensitivitas Adam Forward
Bending test sebesar 83.37%.20. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Pierre Cote pada tahun 1998 didapatkan nilai sensitivitas sebesar 92%37
Nilai spesifisitas merupakan nilai yang menunjukkan keakurasian yang
bukan penderita AT secara tepat, hasil dari penelitian yakni sebesar 74,19%% pada
penelitian Karachalios menunjukan nilai spesifitas sebesar 93.44%.20 Sedangkan
pada penelitian oleh Pierre Cote didapatkan nilai spesifisitas sebesar 67%37
Positive Predictive Value (PPV)/merupakan tolak ukur nilai yang
menggambarkan kemampuan dari Adam Forward Bending test dalam
memprediksikan Penderita AT dengan tepat, dari hasil penelitian ini didapatkan
nilai sebesar 62,50% dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Adam’s Forward
Bending Test cukup baik dalam menentukan probabilitas pasien benar-benar
mempunyai AT.
Negative Predictive Value(NPV) merupakan tolak ukur nilai yang
menggambarkan kemampuan dari Adam Forward Bending test dalam
memprediksikan Penderita AT dengan tepat, dari penelitian ini didapatkan nilai
sebesar 92,31%. dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Adam’s Forward Bending
Test cukup baik dalam menentukan probabilitas pasien benar-benar tidak
mempunyai AT atau normal.
Likehood-Ratio (LR) merupakan nilai rasio kemungkinan yang merupakan
perbandingan antar penderita AT dengan non-AT baik itu perbandingan positif
39
maupun perbandingan negatif untuk negatif nya didapatkan hasil 17,97%
sementara untuk positifnya sendiri sebesar 33%.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan Adam
Forward Bending test sebagai Uji diagnostik AT menunjukan hasil yang akurat
untuk mendeteksi dini kejadian AT.
4.3. Keterbatasan Penelitian
1. Tidak melakukan Pemeriksaan ATR dengan posisi duduk untuk
meniadakan pengaruh leg length discrepancy
2. Kemungkinan terjadinya intergroup bias saat pengambilan data antar
peneliti.
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
2.7.1.1.Simpulan
1. Insidensi AT pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi
Kedokteran angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 adalah sejumlah
30 orang (32,6%),
2. Hasil uji diagnostik pemeriksaan Adam’s Forward Bending test
setelah dibandingkan dengan skoliometer sebagai baku emas
didapatkan bahwa sensitivitas pemeriksaan Adam’s Forward
Bending test adalah 86,67%, spesifisitas 74,19%, nilai PPV
62,50%, NPV 92,31%, LR negatif 17,97% dan LR positif 33%
3. Dari hasil penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa
pemeriksaan Adam’s Forward Bending test cukup sensitif dan
mampu menentukan adanya AT secara tepat, juga cukup akurat
untuk menunjukkan pasien yang tidak memiliki AT secara tepat dan
spesifik. Dan cukup baik dalam menentukan probabilitas yang
benar-benar mempunyai AT dengan yang tidak, serta mempunyai
rasio kemungkinan yang cukup baik. Sehingga pemeriksaan Adam’s
Forward Bending test cukup baik digunakan untuk mendeteksi dini
AT.
2.7.1.2.Saran
1. Mahasiswa dan mahasiswi yang sudah terdeteksi mengalami AT
lebih dari 7O disarankan untuk memeriksakan dirinya ke dokter
spesialis ortopedi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
lebih memperhatikan kebiasaan sehari-hari agar rotasi dari vertebra
tidak semakin parah dan kurvatura dapat dikoreksi dengan
sendirinya sebelum semakin lanjut menjadi skoliosis.
2. Melanjutkan penelitian menggunakan sampel yang lebih besar dan
bervariasi untuk mendapatkan nilai prevalensi AT.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Arthur FD. The Back. In: Keith LM, Arthur FD. Clinically Oriented
Anatomy. 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
h. 33-37
2. Agus HR. Vertebra. Jakarta: Sagung Seto; 2012. h. 107-43
3. Trobisch P, Suess O, Schwab F. Idiopathic Scoliosis. Dtsch Arztebl
Int. 2010;107(49):875-83.
4. Janicki J, Benjamin A. Scoliosis: Review of diagnosis and treatment.
Paediatr Child Health. 2007;12(9):771-6.
5. Pelealu J, Angliadi, Leonard S., Angliadi, Engeline. Rehabilitasi Medik
pada Skoliosis. Jurnal Biomedik. 2014;6(1):8-13
6. Nissinen, Maunu J, and Markku M Heliövaara. Development of Trunk
Asymmetry in a Cohort of Children Ages 11 to 22 Years. The
Spine. 2000;25(5):570-4
7. Bunnel W. An objective criterion forscoliosis screening. J Bone Joint Surg
Am. 1984;66(9):1381-7.
8. Grivas TB, Wade MH, Negrini S, O'Brien JP,
Maruyama T, Hawes MC. SOSORT consensus paper: school screening for
scoliosis.Where are we today?: Scoliosis. 2007 Nov 26;2:17.
9. Montgomery F, Willner S. Screening for idiophatic scoliosis. Comparison
of 90 cases shows less surgery by early diagnosis. Acta Orthop
Scand. 1993;64(4):456-8.
10. Drake RL, Wayne V, Adam WM. Gray’s Anatomy: Anatomi tubuh
manusia. Jakarta: EGC; 2014. h. 345
11. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta. EGC: 2003. h. 93-
116
12. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Jakarta: EGC; 2014. H. 768
13. Sabiston, David C. Sabiston's essentials surgery. Jakarta: EGC; 1994. h. 562
14. Sadler, Thomas W., Ph. D. Langman's Medical Embriology, 10th ed.
Jakarta: EGC; 2006; 412
42
15. Adams W. Lectures on the phatology and treatment of lateral and other form
of curvature of the spine. Churcill, London. 1865
16. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System: An Introduction to Orthopaedics, Fractures, and Joint Injuries,
Rheumatology, Metabolic Bone Disease, and Rehabilitation. Baltimore:
Lippincott Williams & Wilkins, 1999; 576
17. Nissinen M, Heliovaara’. Development of trunk asymmetry in a cohort of
children ages 11 to 22 years. The Spine. 2000 Mar 1;25(5):570-4.
18. Nissinen M, Heliovaara’, M Ylikoski, and M Poussa. Trunk asymmetry and
screening for scoliosis: a longitudinal cohort study of pubertal
schoolchildren. Acta Paediatr. 1993;82(1):77-82.
19. Amy C, Parera, S Sengkey Lidwina, and Gessal Joudy. Deteksi dini
skoliosis menggunakan skoliometer pada siswa kelas VI SD di Kecamatan
Mapanget Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 2016:5(1): 2-6.
20. Theofilos, Karachalios, Sofianos John, and Roidis Nikolaos. Ten-Year
Follow-Up Evaluation of a School Screening Program for Scoliosis Is the
Forward-Bending Test an Accurate Diagnostic Criterion for the Screening
of Scoliosis. The Spine. 1999 Nov 15;24(22):2318-24.
21. Wang WJ, Yeung HY, Chu WC, Tang NL, Lee KM, Burwell RG, Cheng
JC: Top theories for the etiopathogenesis of adolescent idiopathic scoliosis.
J Pediatr Orthop in press.
22. IS Komang-Agung, SB Dwi-Purnomo, Susilowati. Prevalence Rate of
Adolescent Idiopathic Scoliosis: Results of School-based Screening in
Surabaya, Indonesia. Malays Orthop J. 2017 Nov; 11(3): 17–22.
23. Wong YC, Yau AC, Low WD, Chin NK, Lisowski FP. Ultrastructural
changes of the back muscles of idiopathic scoliosis. Spine. 1977;2:251-60.
24. Chowanska, Joanna, Tomasz Kotwicki, Krzysztof Rosadzinski, and
Zbigniew Sliwinski. School screening for scoliosis: can surface topography
replace examination with scoliometer?. Scoliosis. 2012; 7(2): 9
25. Nelson, Behrman, Kliegman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000. h. 239
26. Lonstein JE, Bradford DS, Winter RB, Ogilvie J. Moe's Textbook of
Scoliosis and Other Spinal Deformities. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders;
1995:938
43
27. Simpson R, Hugh G. Accuracy of spinal orthopaedic tests: a systematic
review. Chiropr Osteopat. 2006 Oct 31;14:26.
28. Sparrey J, Jeannie F. Bailey, and MiChael SaFaee. Etiology of lumbar
lordosis and its pathophysiology: a review of the evolution of lumbar
lordosis, and the mechanics and biology of lumbar degeneration. Neurosurg
Focus. 2014 May;36(5):E1
29. Theodoros, Grivas D, and Vasiliadis S Elias. Study of trunk asymmetry in
normal children and adolescents. Scoliosis. 2006 Nov 30;7(1):19.
30. BPPK Depkes RI 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Jakarta ;
Kementerian Kesehatan RI. [diakses tanggal 3 Maret 2018]. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/download
31. Hengwei F, Zifang H, Qifei W, Weiqing T, Nali D, Ping Y, et al. Prevalence
of Idiophatic Scoliosis in Chinese Schoolchildren. Spine (Phila Pa
1976). 2016 Feb;41(3):259-64.
32. Theodoros, Grivas D, and Geoffrey RB. Body mass index in relation to
truncal asymmetry of healthy adolescents, a physiopathogenetic concept in
common with idiopathic scoliosis: summary of an electronic focus group
debate of the IBSE. Scoliosis. 2013 Jun 25;8(1):10
33. Kado DM, Huang MH, Karlamangla AS, Cawthon P, Katzman W, Hillier
TA, Ensrud K, Cummings, SR. 2013. Factors associated with kyphosis
progression in older women: 15 years experience in the study of
osteoporotic fractures. Journal of Bone and Mineral Research. 2013 Jan;
28(1): 179–187.
34. Russel BS. The effect of high-heeled shoes on lumbar lordosis : a narrative
review and discussion of the disconnect between internet content and peer-
reviewed literature. J Chiropr Med. 2010 Dec; 9(4): 166–173.
35. Dahlan SM. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medik; 2011.
36. Pusponegoro HD. Uji Diagnostik. In: Sudigdo S, Ismail S. Dasar- Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2001. h.
220-30
37. Cote P, Kreitz. A study of the diagnostic accuracy and reliability of the
Scoliometer and Adam's forward bend test. Spine (Phila Pa 1976). 1998 Apr
1;23(7):796-802.
38. Haymond M, Kappelgaard AM.Early recognition of growth abnormalities
permitting early intervention. Acta Paediatr. 2013 Aug;102(8):787-96.
44
LAMPIRAN
Lampiran 1
Analisis Univariat
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 58 63.0 63.0 63.0
Laki-laki 34 37.0 37.0 100.0
Total 92 100.0 100.0
Index Massa Tubuh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Normal 76 82.6 82.6 82.6
Obesitas 16 17.4 17.4 100.0
Total 92 100.0 100.0
Asimetri Trunkus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Simetris 62 67.4 67.4 67.4
Asimetris 30 32.6 32.6 100.0
Total 92 100.0 100.0
Adam Forward Bending Test
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Negatif 50 54.3 54.3 54.3
Positif 42 45.7 45.7 100.0
Total 92 100.0 100.0
45
Lampiran 2
Analisis Uji Diagnostik
Adam Forward Bending Test * Asimetri Trunkus Crosstabulation
Asimetri Trunkus
Total Simetris Asimetris
Adam Forward Bending Test Negatif Count 46 4 50
% within Asimetri Trunkus 74.2% 13.3% 54.3%
Positif Count 16 26 42
% within Asimetri Trunkus 25.8% 86.7% 45.7%
Total Count 62 30 92
% within Asimetri Trunkus 100.0% 100.0% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for adam
forward bending test (negatif
/ positif)
18.688 5.648 61.831
For cohort asimetri trunkus
= asimetris 2.415 1.628 3.582
For cohort asimetri trunkus
= simetris .129 .049 .341
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 30.182a 1 .000
Continuity Correctionb 27.779 1 .000
Likelihood Ratio 32.475 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 29.854 1 .000
N of Valid Cases 92
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.70.
b. Computed only for a 2x2 table
46
Lampiran 3
Lembar informed consent
Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Uji sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan
skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terhormat,
Saat ini saya, Jamaluddin Lukman sebagai peneliti di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai “Uji
sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan skoliometer
untuk deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta”.
Sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan di universitas kami, maka Anda akan
menjalani penelitian ini melalui pemeriksaan dengan menggunakan alat yaitu alat
skoliometer dan timbangan digital SECA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana sensitivitas dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test
terhadap skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus.
Anda berkesempatan untuk menanyakan segala hal yang berhubungan dengan
penelitian ini dan berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini atau sewaktu-
waktu ingin berhenti dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini penting sekali,
diharapkan agar Anda dapat menjalani ini dengan sebaik-baiknya. Data yang terisi
hanya akan digunakan untuk penelitian ini dan akan saya jaga kerahasiaannya.
Peneliti,
Jamaluddin Lukman
Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Jalan Legoso Raya, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
Tlp. 087783332441
47
Surat Persetujuan untuk Mengikuti Penelitian
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Angkatan :
Alamat :
Nomor telp/ hp :
Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan
oleh Jamaluddin Lukman dari PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
bersedia menjalani penelitian mengenai “Uji sensitivitas dan spesifisitas Adam’s
Forward Bending test dengan skoliometer untuk deteksi dini Asimetri Trunkus
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa paksaan.
Ciputat, September 2017
Mengetahui,
Peneliti
Peserta Penelitian
(Jamaluddin Lukman) ( )
48
Lampiran 4
Surat pernyataan telah dilatih dokter spesialis ortopedi dan traumatologi
SURAT KETERANGAN
Dengan ini saya menerangkan bahwa saya telah melatih
Jamaluddin Lukman (11141030000022) untuk pengukuran variabel
Adam’s Forward Bending test dan ATR dalam penelitian Uji sensitivitas
dan spesifisitas Adam’s Forward Bending test dengan skoliometer untuk
deteksi dini Asimetri Trunkus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Pelatihan pengukuran variabel Adam’s Forward Bending test
dan ATR dilakukan dengan persamaan persepsi dan cara pemeriksaan
dengan inspeksi dan dengan menggunakan skoliometer untuk penentuan
Asimetri Trunkus pada sampel penelitian. Semua kegiatan ini dilakukan
di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 15 September 2017
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp. OT
49
Lampiran 5
RIWAYAT PENELITI
Nama : Jamaluddin Lukman
Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 23 September 1996
Alamat : Jl. Legoso Raya, Gg. Hikmah No. 123 RT 008 RW
001, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten
No. Telpon : 08114223396/087783332441
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. SDIP YLPI Pekanbaru
2. MTsN Simpang Tiga Pekanbaru
3. SMP Muhammadiyah Jayapura
4. MA Pa. DDI-AD Mangkoso
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Departemen Keislaman BEMPD 2014-2015
2. Anggota Departemen Infokom HMPSKPD 2015-2016
3. Anggota DP3M CSSMoRA UIN Jakarta 2015-2016
4. Pengurus Harian Wilayah (PHW) Ikatan Senat
Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Wilayah 2