beberapa obat antijamur 3

45
PEMAKAIAN OBAT ANTIJAMUR DALAM PERAWATAN KANDIDIASIS RONGGA MULUT Drg. Sri Rezeki, Sp. PM ABSTRAK Kandidiasis rongga mulut merupakan infeksi jamur yang umum ditemukan pada praktik dokter gigi. Untuk memperoleh keberhasilan perawatan kandidiasis rongga mulut, dokter gigi harus mengetahui strategi perawatan dengan obat anti jamur. Oleh karena itu, diperlukan pembahasan mengenai beberapa obat antijamur yang dapat dipakai, mekanisme aksi, aturan pakai serta interaksi obat. Obat anti jamur tersedia dalam beberapa golongan dan sediaan. Dokter gigi harus dapat memilih anti jamur yang akan diberikan berdasarkan riwayat medis pasien, manifestasi klinis, lokasi dan keparahan infeksi jamur. Dosis obat serta aturan pakai yang benar sangat berperan penting dalam mencapai keberhasilan perawatan. Selain itu, kebersihan rongga mulut maupun gigi tiruan, alat-alat yang digunakan dalam prosedur pembersihan gigi mulut dan gigi tiruan untuk mencegah reinokulasi infeksi jamur juga penting diperhatikan. Interaksi obat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat anti jamur, bahkan dapat terjadi kegawatdaruratan meskipun dengan perawatan anti jamur secara topikal. Pemberian anti jamur secara profilaksis juga perlu dipertimbangkan pada beberapa keadaan yang memiliki faktor risiko infeksi jamur yang tinggi. Selain itu obat anti jamur juga dapat menyebabkan post-antifungal effect (PAFE) yang merupakan efek antifungal yang tertinggal setelah pemakaian anti jamur. Obat anti jamur dengan PAFE yang panjang dapat diberikan dengan interval pemberian yang lebih panjang. Pertimbangan antara keuntungan dan risiko perawatan sangat penting sebelum obat anti jamur diberikan. Kata kunci : kandidiasis rongga mulut, anti jamur, anti jamur profilaksis, post- antifungal effect (PAFE) 1

Upload: rahmadt-septiadi-ok

Post on 18-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

obat anti jamur

TRANSCRIPT

Page 1: Beberapa Obat Antijamur 3

PEMAKAIAN OBAT ANTIJAMUR DALAM PERAWATAN KANDIDIASIS

RONGGA MULUT

Drg. Sri Rezeki, Sp. PM

ABSTRAKKandidiasis rongga mulut merupakan infeksi jamur yang umum ditemukan pada praktik dokter gigi. Untuk memperoleh keberhasilan perawatan kandidiasis rongga mulut, dokter gigi harus mengetahui strategi perawatan dengan obat anti jamur. Oleh karena itu, diperlukan pembahasan mengenai beberapa obat antijamur yang dapat dipakai, mekanisme aksi, aturan pakai serta interaksi obat. Obat anti jamur tersedia dalam beberapa golongan dan sediaan. Dokter gigi harus dapat memilih anti jamur yang akan diberikan berdasarkan riwayat medis pasien, manifestasi klinis, lokasi dan keparahan infeksi jamur. Dosis obat serta aturan pakai yang benar sangat berperan penting dalam mencapai keberhasilan perawatan. Selain itu, kebersihan rongga mulut maupun gigi tiruan, alat-alat yang digunakan dalam prosedur pembersihan gigi mulut dan gigi tiruan untuk mencegah reinokulasi infeksi jamur juga penting diperhatikan. Interaksi obat dapat menurunkan efektivitas beberapa obat anti jamur, bahkan dapat terjadi kegawatdaruratan meskipun dengan perawatan anti jamur secara topikal. Pemberian anti jamur secara profilaksis juga perlu dipertimbangkan pada beberapa keadaan yang memiliki faktor risiko infeksi jamur yang tinggi. Selain itu obat anti jamur juga dapat menyebabkan post-antifungal effect (PAFE) yang merupakan efek antifungal yang tertinggal setelah pemakaian anti jamur. Obat anti jamur dengan PAFE yang panjang dapat diberikan dengan interval pemberian yang lebih panjang. Pertimbangan antara keuntungan dan risiko perawatan sangat penting sebelum obat anti jamur diberikan.Kata kunci : kandidiasis rongga mulut, anti jamur, anti jamur profilaksis, post- antifungal effect (PAFE)

1

Page 2: Beberapa Obat Antijamur 3

THE USE OF ANTIFUNGAL DRUGS IN THE TREATMENT OF ORAL CANDIDIASIS

Drg. Sri Rezeki, Sp. PM

ABSTRACT

Oral candidiasis is a common opportunistic fungal infection encountered in dental practice. To obtain successful oral candidiasis treatment, dentist must be familiar with antifungal treatment strategies. So, it is necessary to review about antifungals that can be used, mechanism of action, drug regimen and interaction. Antifungal agents are available in several categories and forms. Dentist must determine which antifungal agent can be given. Therapeutic should be based on the patient’s medical history, clinical manifestations, location, and severity of fungal infection. Appropriate dose and drug regimen have important role to achieve successfully treatment. In addition, oral and dentures hygiene, the device was used in the procedure are important in order to prevent reinoculation of fungal infection. Drug interactions can decrease efficacy of antifungals, moreover emergency can occur even with topical antifungal therapy. Conditions with high risk factors of fungal infection must be considered the administration of antifungal prophylaxis. Antifungal drugs can induce post-antifungal effect (PAFE). This effect is the suppression of fungal growth that persists after limited exposure to an antifungal agent. Antifungals that induced long PAFE can be administered with longer dosing intervals. Consideration between benefit versus risk is very essential before administration of antifungals.Keywords : oral candidiasis, antifungal, prophylactic antifungal, post-antifungal effect (PAFE)

2

Page 3: Beberapa Obat Antijamur 3

I. PENDAHULUAN

Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik yang umum terjadi pada rongga

mulut.1 Penyakit ini dapat terjadi dengan adanya faktor predisposisi sehingga menyebabkan

perubahan Candida komensal menjadi parasitik.2 Infeksi Candida pada rongga mulut

memiliki berbagai gambaran klinis tergantung pada keadaan akut ataupun kronis1 serta

dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.3

Kandidiasis paling sering disebabkan oleh Candida albicans.4,5 Selain itu dapat pula

disebabkan oleh Candida parapsilosis, Candida tropicalis, Candida glabrata, Candida

krusei, Candida pseudotropicalis dan Candida guilliermondi.4 Dewasa ini ditemukan

bahwa kandidiasis rongga mulut pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berhubungan

dengan Candida dubliniensis 4,6,7 dan Candida inconspicua.7

Banyak faktor predisposisi timbulya kandidiasis rongga mulut. Adapun faktor

predisposisi tersebut termasuk kondisi fisiologis seperti kehamilan, bayi dan manula,8

kondisi sistemik dengan defisiensi zat besi,9 penyakit darah,8 AIDS,10 diabetes melitus,9

hipotiroid,9 hipoadrenal,9 infeksi bakteri,8 tumor ganas,8,10 penggunaan anti mikroba

berspektrum luas jangka panjang,8,10 imunosupresan,8,9 terapi radiasi kepala dan leher,8,9,11

serta kondisi lokal seperti iritasi mukosa oleh protesa gigi-geligi8,10 ataupun perubahan

saliva secara kualitatif maupun kuantitatif,8,11,12 diit tinggi karbohidrat, kebersihan rongga

mulut yang buruk.12

Berdasarkan data dari klinik penyakit mulut RSUPN-CM pada tahun 2006 ditemukan

9,34 % kasus pasien yang menderita kandidiasis rongga mulut. Namun demikan,

pemakaian obat anti jamur masih belum sesuai dengan aturan pakai. Oleh karena itu penulis

merasa perlu membahas mengenai beberapa obat-obat yang digunakan dalam perawatan

kandidiasis rongga mulut, profilaksis kandidiasis rongga mulut dan Post Antifungal Effect

(PAFE). Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi teman sejawat

dalam praktik merawat pasien dengan kandidiasis rongga mulut.

3

Page 4: Beberapa Obat Antijamur 3

II. PERAWATAN KANDIDIASIS RONGGA MULUT

Perawatan kandidiasis rongga mulut dipengaruhi oleh status medis pasien

sebelumnya dan saat ini.12 Sebelum perawatan dimulai, pendekatan riwayat medis dan gigi-

geligi termasuk seluruh obat-obatan yang dikonsumsi harus diketahui untuk menilai faktor

predisposisi kandidiasis rongga mulut12 sehingga eliminasi faktor predisposisi kandidiasis

rongga mulut dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien.4 Selain itu, dengan

menggali riwayat pasien dapat diketahui kemungkinan interaksi antara obat–obat yang

dikonsumsi dengan obat anti jamur12 serta kontraindikasi pemberian obat anti jamur tertentu

terkait penyakit sistemik yang berpengaruh terhadap pemilihan obat. Pasien dengan

penyakit hati kontraindikasi diberikan obat anti jamur golongan azol seperti mikonazol,

flukonazol, ketokonazol dan itrakonazol.13 Alternatif lain obat anti jamur yang dapat

diberikan pada pasien tersebut adalah nistatin.13 Pasien dengan gangguan ginjal walaupun

masih ringan diperlukan penurunan dosis flukonazol karena termasuk dalam golongan obat

yang kurang aman diberikan pada pasien dengan gagal ginjal,13 sedangkan ketokonazol

termasuk dalam kelompok hampir aman sehingga pengurangan dosis hanya bila pasien

tergolong gagal ginjal berat.13,14

Kandidiasis rongga mulut merupakan suatu masalah, baik pada individu

imunokompeten maupun imunokompromis.15 Pada pasien imunokompeten, umumnya

kandidiasis rongga mulut ringan dan terlokalisasi. Kegagalan memulai perawatan dini

dengan obat anti jamur pada pasien imunokompromis dapat menyebabkan penyebaran

penyakit sehingga memerlukan perawatan secara sistemik yang lebih kuat.12

Kandidiasis rongga mulut yang ringan dan terlokalisasi biasanya dirawat dengan obat

anti jamur topikal.12 Keberhasilan perawatan dengan obat anti jamur topikal tergantung

pada waktu kontak adekuat antara obat dan mukosa rongga mulut yaitu 2 menit.16 Durasi

perawatan bervariasi antara 7 sampai 14 hari dengan melanjutkan perawatan minimal 2

sampai 3 hari setelah tanda dan simtom klinis berakhir.16 Keuntungan obat anti jamur

topikal adalah efek samping yang sedikit bila digunakan dalam dosis terapi karena

kurangnya absorbsi melalui traktus gastrointestinal.16

Obat anti jamur sistemik umumnya digunakan pada pasien dengan kandidiasis rongga

mulut yang berat, terlokalisasi ataupun menyebar, infeksi jamur pada pasien imunosupresi

4

Page 5: Beberapa Obat Antijamur 3

ataupun tidak merespon perawatan dengan obat anti jamur topikal serta pasien mulut kering

dengan kesulitan mengisap.12 Obat anti jamur topikal pada umumnya tidak efektif

digunakan pada ODHA atau dengan imunosupresi.4 Chronic mucocutaneus candidosis

ataupun median rhomboid glossitis biasanya tidak efektif dirawat dengan anti jamur topikal

kecuali bila digunakan dalam waktu yang sangat lama. Penambakan obat anti jamur

golongan azol secara sistemik biasanya diperlukan untuk penyembuhan infeksi tersebut.4

Keuntungan pemberian obat anti jamur sistemik adalah obat dipakai 1 kali sehari dan

mencapai beberapa bagian tubuh, namun memiliki efek samping yang lebih banyak.16

Pemilihan obat harus mempertimbangkan indikasi, kontraindikasi, serta interaksi obat yang

dapat terjadi.

Pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat anti jamur sesuai aturan pakai,

misalnya tablet isap dilarutkan di mulut secara perlahan, tidak menelan atau mengunyah,

menjaga kebersihan rongga mulut dan gigi tiruan dengan baik,12 serta mengganti

perlengkapan kebersihan rongga mulut seperti sikat gigi yang terkontaminasi selama

periode infeksi untuk mencegah reinokulasi infeksi Candida.17

Pada kasus denture stomatitis, perawatan ditujukan pada jaringan rongga mulut dan

gigi tiruan secara bersamaan,12 serta anjuran untuk melepas gigi tiruan pada malam hari.4

Protesa gigi tiruan yang dimasukkan dalam 8 ons air, diberikan radiasi microwave 60 hz

selama 5 menit efektif untuk sterilisasi protesa.3 Respon perawatan yang kurang pada

pasien dengan denture stomatitis dapat pula disebabkan oleh kerjasama pasien yang buruk.4

II.1 OBAT ANTIJAMUR GOLONGAN POLIEN

II.1.1Amfoterisin B

Amfoterisin B diperoleh dari Streptomyces nodosus, suatu actinomycetes yang

ditemukan di tanah.18 Obat ini bekerja menghambat fungi melalui interaksi dengan

ergosterol sehingga menyebabkan kehilangan permeabilitas selektif membran, kehilangan

potasium dan komponen intrasel yang selanjutnya mengakibatkan gangguan fungsi barier,

leakage komponen sel, dan kematian.2,17,18 Amfoterisin B dapat bersifat fungistatis maupun

fungisid.2,9 Pada konsentrasi obat rendah, leakage terbatas pada molekul dan ion kecil

sehingga kerusakan dapat diperbaiki. Pada konsentrasi tinggi, molekul yang lebih besar

5

Page 6: Beberapa Obat Antijamur 3

diangkut melalui membran menyebabkan kehilangan konstituen sel ireversibel dan

selanjutnya terjadi kerusakan sel.2

Amfoterisin B memiliki aktivitas anti jamur berspektrum luas.18 Efektif melawan

spesies Candida, Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans dan Coccidioides

immitis. Amfoterisin B dapat menekan adhesi Candida albicans pada sel epitel bukal dan

menghambat pembentukan germ tube.2 Obat ini juga dapat menekan adhesi Candida pada

gigi tiruan akrilik yang kemungkinan karena mekanisme aksinya pada dinding sel Candida

sehingga menghambat sisi perlekatan yeast pada gigi tiruan akrilik.2 Amfoterisin B juga

dapat menghambat enzim secretory aspartyl proteinases (Saps). Enzim yang dihasilkan

oleh Candida ini berperan dalam perlekatan dan penetrasi pada membran mukosa.2

Pada perawatan mikosis sistemik, digunakan larutan intravena.9 Bentuk topikal dapat

berupa lozenge 10 mg2, suspensi oral 100 mg/ml,2,3 krim, ointment, lotion.9 Bentuk lozenge

dilarutkan dalam mulut secara perlahan 3-4 kali sehari setelah makan, dengan perawatan

minimal selama 2 minggu.2 Sediaan ini dapat digunakan untuk mengeliminasi yeast pada

permukaan mukosa pasien dengan denture stomatitis.3 Amfoterisin B dalam sediaan

suspensi sebanyak 1 ml diteteskan di rongga mulut setelah makan, dikulum di daerah lesi,2,3

ditahan di mulut selama 3-4 menit kemudian ditelan,3 digunakan 4 kali sehari selama 2

minggu.2 Namun, saat ini bentuk suspensi tidak dikeluarkan oleh pabrik.12 Krim, ointment

dan lotion dapat digunakan untuk angular cheilitis.9 Amfoterisin B sebagai obat kumur

tidak tersedia, namun dengan mencairkan bentuk sediaan parenteral sebagai obat kumur

untuk merawat kandidiasis rongga mulut yang resisten telah berhasil digunakan.9

Interaksi obat dapat terjadi dengan digoksin yaitu meningkatkan risiko toksisitas

digoksin berupa hipokalemia.17 Pemakaian bersama dengan obat-obat yang bersifat

depresan terhadap sumsum tulang dapat meningkatkan risiko anemia.17 Obat ini dapat

meningkatkan nefrotoksisitas obat lainnya seperti aminoglikosid dan siklosporin.2

Pemakaian bersama dengan steroid dapat menyebabkan hipokalemia berat.17 Mekloretamin

dan obat anti kanker lainnya dapat meningkatkan nefrotoksisitas, bronkospasme dan

hipotensi dari obat amfoterisin B.2,14

Amfoterisin B dapat meningkatkan blood urea nitrogen (BUN), kadar serum alkalin

fosfat, serum kreatinin, SGOT dan SGPT.17 Kadar serum kalsium, magnesium dan

6

Page 7: Beberapa Obat Antijamur 3

potasium dapat turun.17 Absorpsi melalui gastrointestinal dapat diabaikan.2 Bila diberikan

secara intravena untuk mikosis dapat menyebabkan tromboflebitis, anoreksia, mual,

muntah, sakit kepala, anemia, hipokalemia, nefrotoksisitas, hipotensi, aritmia dan lain-lain.2

Efek samping lain yang dapat terjadi adalah anafilaksis, demam dan kejang.2 Pemakaian

obat secara topikal dapat menyebabkan iritasi lokal, kulit kering dan ruam.17 Reaksi serius

yang jarang terjadi adalah toksisitas kardiovaskular. Selain itu dapat terjadi perubahan

penglihatan dan pendengaran, gagal hati, gangguan koagulasi, kegagalan organ multipel

serta sepsis.17 Pemakaian obat ini kontraindikasi pada pasien hipersensitif terhadap

amfoterisin B ataupun sulfit.17 Faktor risiko untuk wanita hamil termasuk kategori B.14

II.1.2Nistatin

Nistatin merupakan obat anti jamur golongan polien yang dihasilkan oleh

Streptomyces noursei.9 Anti jamur ini mengikat sterol,9 mencegah biosintesis ergosterol

pada membran sel yang berperan penting untuk kestabilan, integritas membran serta fungsi

membran-bound enzyme termasuk chitin synthetase yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan pembelahan sel jamur.2 Hambatan terhadap biosintesis ergosterol dapat mengubah

permeabilitas membran sel yeast sehingga menyebabkan leakage komponen intrasel dan

kematian.2,12

Pemakaian nistatin sering menjadi terapi pilihan untuk kandidiasis rongga mulut

terlokalisasi12 dan superfisial yang disebabkan oleh Candida albicans.2,19 Nistatin

digunakan secara topikal,20 memiliki aktivitas fungisid dan fungistatik, mampu menekan

adhesi Candida albicans pada sel epitel bukal, menghambat pembentukan germ tube serta

membatasi aktivitas proteolitiknya.2

Absorpsi melalui gastrointestinal kurang baik, tidak terdeteksi pada darah setelah

dosis terapi9 dan memiliki efek samping minimal.20 Pada dosis besar dapat menyebabkan

mual,21 muntah, diare dan gangguan gastrointestinal.9 Efek samping topikal dapat berupa

iritasi kulit.17 Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap nistatin.14 Faktor risiko

kehamilan termasuk dalam kategori B/C pada pemakaian intraoral.14 Nistatin dapat

diberikan pada wanita menyusui.14

Sangat dianjurkan untuk melakukan perawatan kandidiasis rongga mulut dengan

nistatin minimal selama 10-14 hari dan dilanjutkan sekurang-kurangnya 48-72 jam setelah

7

Page 8: Beberapa Obat Antijamur 3

perbaikan tanda klinis.12 Nistatin tersedia dalam bentuk tablet (100.000 atau 500.000 IU),

pastille (100.000 IU), suspensi oral (100.000 IU/1mL), ointment (100.000 IU/g), obat

kumur,2,12 gel, krim,2 bubuk (100.000 IU/g).3,12 Dalam bentuk tablet dan pastille, pasien

diinstruksikan untuk menggunakannya sebagai lozenge dipakai 4 kali sehari.12 Tablet

vagina (100.000 IU) dilarutkan di mulut sebanyak 1 tablet dilakukan 3-4 kali sehari2,22 dan

dianjurkan untuk tidak berkumur selama 30 menit kemudian.22 Satu sampai dua pastille

(100.000 IU) dilarutkan di dalam mulut dapat dipakai untuk perawatan kandidiasis rongga

mulut, dilakukan 3-5 kali sehari.2,22 Bentuk sediaan ini diharapkan sebagai fungisid yang

lebih baik daripada suspensi karena dapat dikulum secara perlahan sehingga durasi aksi dan

retensi lebih lama.2 Pastille ideal untuk perawatan denture stomatitis terkait infeksi

Candida, namun dapat meningkatkan risiko karies gigi karena mengandung bahan sukrosa.2

Begitu pula halnya dengan bentuk suspensi yang mengandung sukrosa, sehingga hati-hati

dipakai pada pasien diabetes,21 serostomia3 dan individu yang rentan karies.2 Pasien

diinstruksikan untuk mengaplikasikan suspensi 2 18,22 sampai 5 ml kemudian ditahan di

mulut selama 2 menit,3,22 namun menurut Park dan Kang, nistatin ditahan di dalam mulut

minimal selama 5 menit.18 Selanjutnya obat dapat dibuang3,14 ataupun ditelan3,12,14,22 untuk

merawat daerah esofagus yang mungkin terlibat,21 dilakukan sebanyak 4 kali sehari.3,12,22

Sediaan dalam bentuk ointment mengandung parfum dan bahan lainnya sehingga tidak

sesuai untuk pemakaian intraoral, namun dapat dipakai pada perawatan angular cheilitis,2,3

diaplikasikan 3-4 kali sehari.2,3 Nistatin dalam sediaan obat kumur relatif tidak efektif untuk

perawatan kandidiasis rongga mulut karena memiliki kontak yang singkat dengan mukosa

serta mengandung sukrosa yang berisiko menimbulkan karies gigi.2 Pada pasien dengan

denture stomatitis, diinstruksikan untuk mengaplikasikan nistatin ointment atau bubuk pada

permukaan gigi tiruan yang berhadapan dengan permukaan jaringan, dilakukan sebanyak

empat kali sehari.12 Permukaan jaringan palatum yang terinfeksi Candida harus dirawat

juga dengan nistatin tablet ataupun pastille.12 Nistatin bubuk diaplikasikan tipis-tipis pada

protesa setiap selesai makan.3,22 Protesa gigi tiruan dapat direndam dalam beberapa tetes

nistatin suspensi oral (100.000 IU/ml) yang dilarutkan di dalam air pada malam hari,3

minimal selama 1 jam.23 Nistatin efektif mengeradiksi yeast pada permukaan gigi tiruan.2

Namun, pada penelitian oleh Banting dkk., 1995 mengenai keefektifan merendam gigi

8

Page 9: Beberapa Obat Antijamur 3

tiruan dengan larutan nistatin untuk perawatan kandidiasis rongga mulut pada dewasa tua

dengan penyakit kronis, ditemukan bahwa hasil perawatan tidak memuaskan dengan

jumlah hifa candida invasif sekitar 80 % masih dapat didetaksi pada mukosa mulut dan gigi

tiruan.2 Penggunaan nistatin untuk kandidiasis rongga mulut pada ODHA sering tidak

efektif.22 Pada ODHA diindikasikan pemakaian obat anti jamur sistemik.18

II.2 OBAT ANTIJAMUR GOLONGAN IMIDAZOL

II.2.1 Klotrimazol

Klotrimazol dapat mengubah permeabilitas membran sel dengan mengikat fosfolipid

pada membran sel jamur.9,17 Selain memiliki aktivitas fungistatik dan fungisid,2,9

klotrimazol juga bersifat anti terhadap Staphylococcus.2 Pada umumnya digunakan untuk

perawatan infeksi Candida superfisial di rongga mulut.2 Indikasi penggunaan klotrimazol

adalah kandidiasis yang terlokalisasi pada kulit perioral dan membran mukosa serta sebagai

anti jamur profilaksis bagi pasien imunokompromis dan tidak diindikasikan untuk infeksi

sistemik.12,14 Obat ini efektif untuk perawatan kandidiasis orofaring,2 namun kurang efektif

bila dibandingkan dengan flukonazol untuk infeksi pada pasien imunokompromis.24

Kontraindikasi dipakai pada pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap klotrimazol.12

Bentuk sediaan klotrimazol berupa troche/lozenge/ tablet isap (10 mg),3,9,12 krim (10

mg/g)12 dan larutan.2 Sebuah tablet isap dilarutkan di mulut secara perlahan dilakukan

sebanyak 5 kali sehari.3,9 Setelah klotrimazol dilarutkan di mulut secara perlahan, anti jamur

ini terdapat pada saliva selama beberapa jam,21 selanjutnya berikatan dengan mukosa

rongga mulut dan dilepaskan secara perlahan,2,21 untuk mempertahankan konsentrasi

fungistatik selama beberapa jam.2 Pasien diinstruksikan untuk tidak makan dan minum

selama 20 menit kemudian.3 Pemakaian klotrimazol krim 1 % pada komisura sebanyak 3

kali sehari selama 3-4 minggu2 dapat digunakan untuk merawat angular cheilitis.9 Pada

pemakaian secara topikal, absorpsi sistemik minimal.17 Klotrimazol dalam bentuk larutan

sebanyak 5 ml dapat diaplikasikan pada daerah yang terinfeksi, dilakukan 3-4 kali sehari

selama 2 minggu.2

Interaksi dapat terjadi dengan beberapa obat seperti fentanil, takrolimus, trimetrexate

dan benzodiazepin17 Pemakaian bersama dengan fentanil dapat meningkatkan atau

9

Page 10: Beberapa Obat Antijamur 3

memperpanjang efek opioid, yaitu depresi sistem saraf pusat. Toksisitas takrolimus maupun

trimitrexate dapat meningkat bila obat tersebut dipakai bersama dengan klotrimazol.

Pemakaian bersama dengan benzodiazepin dapat meningkatkan konsentrasi serum

benzodiazepin dan meningkatkan risiko toksisitas. 17

Pemakaian klotrimazol dapat meningkatkan SGOT.17 Efek samping yang ditimbulkan

sedikit,20 seperti mual, muntah, diare dan nyeri abdomen.17 Aplikasi topikal kadang-kadang

menyebabkan rasa gatal, terbakar, perih, eritema dan urtikaria.17 Keamanan dan keefektifan

obat isap klotrimazol pada anak berusia di bawah 3 tahun belum dibuktikan.14

Kontraindikasi pada pasien hipersensitif terhadap klotrimazol.14 Faktor risiko pada

kehamilan termasuk dalam kategori B untuk pemakaian secara topikal. Sediaan klotrimazol

dalam bentuk obat isap masuk ke dalam kategori C.17

II.2.2Mikonazol

Mikonazol memiliki aktivitas melawan fungi termasuk Candida albicans.2 Obat ini

juga efektif melawan bakteri gram positif seperti Staphylococcus sehingga dapat dipakai

pada perawatan angular cheilitis dengan infeksi bakteri dan fungi.2 Angular cheilitis dapat

hanya disebabkan oleh infeksi Candida (20 %), infeksi gabungan antara bakteri dan

Candida (60 %) ataupun hanya infeksi bakteri (20 %).3 Mikonazol efektif untuk semua

jenis kandidiasis rongga mulut termasuk kandidiasis mukokutaneus kronis.2 Mekanisme

aksinya adalah dengan menghambat sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting

untuk membentuk sel jamur serta merusak membran selnya.17 Efek terapi dapat sebagai

fungisid maupun fungistatik.17 Mikonazol mampu menekan adhesi Candida terhadap sel

epitel bukal dan menghambat pembentukan germ tube.2

Pemberian mikonazol secara parenteral dapat digunakan untuk perawatan kandidiasis

sistemik dan kriptokokosis.9 Namun, pemakaian mikonazol secara sistemik saat ini sangat

dibatasi karena toksisitasnya dan terdapat obat antijamur lain yang memiliki efek toksik

yang lebih sedikit dibandingkan mikonazol sistemik.18 Mikonazol topikal berupa krim 2 %

dapat digunakan untuk perawatan angular cheilitis dengan pemakaian 4 kali sehari3 dan

diteruskan sampai 10-14 hari setelah lesi sembuh.2 Dalam bentuk oral gel, mikonazol

diaplikasikan 3-4 kali sehari.2 Pada perawatan denture stomatitis, mikonazol oral gel (20

mg/ml) diaplikasikan pada permukaan gigi tiruan yang berkontak dengan mukosa yang

10

Page 11: Beberapa Obat Antijamur 3

terinfeksi Candida ketika gigi tiruan sedang digunakan, dipakai 3 kali sehari sampai daerah

inflamasi membaik, biasanya selama 7 sampai 14 hari.4

Interaksi obat dapat terjadi dengan antikoagulan dan hipoglikemi oral yang dapat

meningkatkan efek obat tersebut.17 Mikonazol oral gel maupun krim yang dipakai bersama

dengan antikoagulan warfarin dan kumarin dapat memperpanjang masa koagulasi3 karena

mengganggu enzim hati yang membantu metabolisme warfarin3 dan memiliki potensi

menimbulkan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa.2,25 Ketika digunakan sebagai oral

gel, mikonazol memiliki potensi untuk diabsorpsi.25 Pada jaringan yang terinflamasi terjadi

peningkatan absorpsi mikonazol,14 selanjutnya terjadi interaksi dengan antikoagulan

kumarin dan memiliki risiko berbahaya.25 Oleh karena itu, pemakaian mikonazol dapat

diganti dengan obat antijamur golongan polien seperti nistatin.25 Apabila warfarin

digunakan bersamaan dengan mikonazol oral gel, maka nilai INR harus terus dipantau.25

Mikonazol dapat meningkatkan konsentrasi serum fenitoin.14 Isoniazid dan rifampin dapat

menurunkan konsentrasi mikonazol.17 Pemakaian bersama dengan amfoterisin B dapat

menurunkan efek antijamur kedua obat tersebut.14

Mikonazol kontraindikasi pada anak berusia kurang dari 1 tahun, hipersensitif

terhadap mikonazol.17 Risiko kardiotoksisitas cisapride dapat meningkat bila digunakan

bersamaan dengan mikonazol, oleh karena itu kontraindikasi pemakaian kedua obat

tersebut secara bersamaan.14 Mikonazol topikal kontraindikasi pada anak berusia kurang

dari 2 tahun.17 Faktor risiko pada wanita hamil masuk dalam kategori C.14

Efek samping pemakaian secara topikal minimal,2 diantaranya dapat berupa kulit

terbakar, maserasi,2 rasa gatal,17 perih,17 eritema dan urtikaria.17 Pemakaian secara intravena

terutama dapat menyebabkan tromboflebitis pada daerah injeksi.18 Efek samping yang

sering terjadi adalah demam, ruam, gatal, mual dan muntah.17 Kadang-kadang dapat terjadi

pusing, sakit kepala, nyeri abdomen, konstipasi, diare dan selera makan berkurang.17

Anemia, trombositopenia, toksisitas hati,17 kejang dan hiponatremia jarang terjadi.18

II.2.3Ketokonazol

11

Page 12: Beberapa Obat Antijamur 3

Ketokonazol efektif melawan fungi dan yeast termasuk spesies Candida namun tidak

memiliki aktivitas antibakteri.2 Mekanisme aksinya adalah menghambat sintesis

ergosterol,17 mengubah permeabilitas membran sel jamur dan merusak membran sel 9,17

dengan sifat fungistatik dan fungisid pada konsentrasi tinggi.9 Obat ini tidak digunakan

untuk perawatan kandidiasis rongga mulut primer. Indikasi pemakaiannya terutama untuk

kandidiasis rongga mulut sekunder seperti kandidiasis mukokutaneus kronis.2 Telah

dilaporkan penurunan germinasi dan adhesi Candida albicans terhadap sel epitel bukal

setelah pemberian ketokonazol.2

Ketokonazol dalam bentuk krim 2 % dapat dipakai untuk angular cheilitis dengan

cara diaplikasikan 2 kali sehari selama 2 sampai 4 minggu.3 Efek sampingnya termasuk

iritasi berat, pruritus dan perih.3 Pada pemakaian secara sistemik, ketokonazol tablet 200-

400 mg 1-2 kali sehari bersama makan ataupun jus jeruk dapat dipakai untuk perawatan

kandidiasis rongga mulut.2,3 Bioavailibilitas ketokonazol tergantung pada pH lambung.9

Pada pH lambung yang meningkat, bioavailibilitas dan absorbsi obat tersebut dapat

menurun.9 Makanan dapat memperpanjang konsentrasi serum puncak dan mengurangi

gangguan pada gastrointestinal.14 Bila diperlukan, pemakaian ketokonazol dapat

dikombinasi dengan nistatin.18

Interaksi dengan obat-obat seperti asetaminofen, karbamazepin, sulfonamid dan

alkohol dapat meningkatkan hepatotoksisitas ketokonazol,17 begitu pula halnya dengan

herbal seperti echinacea.17 Kadar beberapa obat seperti indinavir, saquinavir, ritonavir,

nisoldipine, haloperidol, karbamazepin, antidepresan trisiklik, buspiron, zolpidem dan

kortikosteroid dalam serum dapat meningkat.17 Absorpsi ketokonazol diturunkan oleh obat-

obat yang dapat meningkatkan pH lambung,9 seperti antasid, antikolinergik, antagonis H2

dan omeprazol.17 Oleh karena itu bila pasien juga sedang mengkonsumsi antasid, obat

tersebut diminum 2 jam setelah ketokonazol dikonsumsi.9 Obat antituberkulosis seperti

rifampin dan isoniazid dapat menurunkan konsentrasi ketokonazol dalam darah.17

Eritromisin dapat meningkatkan konsentrasi serum ketokonazol.14 Siklosporin, levostatin

dan simvastatin dapat meningkatkan konsentrasinya dalam darah serta risiko toksisitas obat

tersebut,17 disarankan untuk memantau fungsi ginjal dan kadar plasma darah.9 Ketokonazol

dapat menghambat metabolisme beberapa obat benzodiazepin seperti alprazolam,

12

Page 13: Beberapa Obat Antijamur 3

klordiazepoksid, klonazepam, klorazepat, diazepam, estazolam, flurazepam, halazepam,

midazolam, quazepam, triazolam, zolpidem,14,17 dan temazepam.14 Metabolisme warfarin

juga dihambat oleh ketokonazol.17 Oleh karena itu, dianjurkan untuk memantau

prothrombin time bila ketokonazol digunakan bersama dengan antikoagulan.9 Gangguan

leukosit dapat terjadi bila digunakan bersama takrolimus.17 Efek terapi didanosin juga

dihambat oleh ketokonazol.17 Hindari pemakaian etanol karena dapat menyebabkan

disulfiram-like reaction.14 Aritmia jantung dapat terjadi bila digunakan bersama dengan

terfenadin (Seldane, Marion Merrell Dow) atau astemizol (Hismanal, Janssen).9

Kontraindikasi bila dipakai bersama dengan triazolam, lovastatin, dofetilide17 dan

cisapride.3 Cisapride digunakan untuk perawatan heartburn dan gastric reflux yang dapat

menyebabkan aritmia jantung fatal bila digunakan bersama dengan ketokonazol.3

Ketokonazol dapat meningkatkan kadar serum alkalin fosfat, bilirubin, SGOT, dan

SGPT.17 Pada dosis tinggi, ketokonazol dapat menekan fungsi adrenokorteks.14 Efek

samping dapat berupa mual dan muntah, nyeri abdomen, diare, sakit kepala, fotofobia,

pruritus.17 Pada pemakaian topikal dapat menyebabkan gatal-gatal, rasa terbakar dan

iritasi.17 Toksisitas hematologi seperti trombositopeni, anemia hemolitik dan leukopeni

kadang-kadang dapat terjadi.17 Reaksi anafilaksis jarang terjadi, sedangkan hepatotoksisitas

dapat terjadi dalam 1 minggu sampai beberapa bulan setelah terapi dimulai.17 Apabila

pasien akan diberikan ketokonazol selama lebih dari 2 minggu, maka direkomendasikan

untuk dilakukan pemeriksaaan fungsi hati, karena sekitar 1 dari 10.000 individu yang

dirawat dengan ketokonazol mengalami toksisitas hati idiosinkrasi. Food and Drug

Administration (FDA) menyatakan bahwa ketokonazol tidak dipakai untuk perawatan rutin

awal kandidiasis rongga mulut. 26

Pemakaian ketokonazol kontraindikasi untuk pasien hipersensitif terhadap obat

tersebut dan pada pasien dengan infeksi jamur sistem saraf pusat karena penetrasi obat

menuju sistem saraf pusat buruk.14 Selain itu kontraindikasi bila diberikan bersama dengan

triazolam, lovastatin, dofetilide,17 astemizol, terfenadin dan cisapride.3 Pemberian

ketokonazol bersama dengan astemizol, cisapride dan terfenadin berpotensi risiko aritmia

jantung fatal yang dapat menyebabkan kematian.14 Beberapa obat benzodiazepin seperti

13

Page 14: Beberapa Obat Antijamur 3

alprazolam, diazepam, temazepam, triazolam dan midazolam juga kontraindikasi dipakai

bersama dengan ketokonazol.14 Faktor risiko pada kehamilan termasuk dalam kategori C.17

II.3 OBAT ANTIJAMUR GOLONGAN TRIAZOL

II.3.1Flukonazol

Flukonazol merupakan obat antijamur fungistatik17 dan fungisid27 yang memiliki

aktivitas antijamur berspektrum luas.2 Mekanisme aksinya adalah dengan menghambat

sitokrom P-450, suatu enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan ergosterol.17 Efek terapi

flukonazol adalah merusak membran jamur secara langsung dan mengubah fungsinya.17

Obat ini aktif melawan strain Candida albicans tetapi kurang aktif melawan spesies selain

Candida albicans, khususnya Candida krusei dan Candida glabrata yang resisten terhadap

flukonazol.2 Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi flukonazole dan

menjadi permasalahan bagi beberapa pasien.12

Terdapat beberapa hal yang membedakan flukonazol dengan obat antijamur golongan

azol lainnya. Flukonazol dapat diabsorpsi dengan baik melalui saluran pencernaan2 dan

tidak tergantung pada pH lambung.12 Hanya sedikit laporan mengenai gangguan

gastrointestinal berkaitan dengan pemakaian flukonazol.9 Mengkonsumsi flukonazol

bersama dengan makan dapat mengurangi gangguan pada gastrointestinal.14 Obat ini juga

memiliki ikatan lemah dengan protein serum sehingga dapat dibawa ke bagian tubuh

dengan sempurna.2 Flukonazol memiliki efek yang dapat diabaikan terhadap fungsi hati

dibandingkan azol lainnya yang sebagian besar dimetabolisme di hati dan bersifat

hepatotoksik.2 Risiko hepatotoksisitas flukonazol lebih sedikit dibandingkan dengan

ketokonazol.16 Sekitar 80 persen flukonazol diekskresi melalui ginjal dalam bentuk yang

tidak berubah.2

Flukonazol tersedia dalam bentuk tablet (50, 100, atau 200 mg).4,12 Dosis awal

diberikan 200 mg dan kemudian 100 mg sehari, minimal diberikan selama 14 hari.14,16

Penyesuaian dosis dilakukan pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila creatinine

clearance 21-50 mL/menit, maka obat diberikan 50 % dari dosis yang direkomendasikan17

atau dapat diberikan setiap 48 jam.14 Apabila pasien dengan creatinine clearance 11-20

ml/menit, maka diberikan 25% dari dosis yang direkomendasi.17 Waktu untuk

14

Page 15: Beberapa Obat Antijamur 3

mengkonsumsi flukonazol pada pasien hemodialisa adalah setiap setelah dialisa

dilakukan.14 Flukonazol efektif dalam mencapai respon klinis sempurna (sekitar 87 %

sampai 100%) dan kultur Candida negatif (53% sampai 87 %) setelah perawatan selama 14

hari.16

Pemberian dosis tunggal flukonazol 100 mg dapat mencapai konsentrasi saliva yang

lebih tinggi dibandingkan dengan ketokonazol 400 mg. Hal ini dapat menjelaskan

peningkatan efikasi klinis flukonazol dalam perawatan kandidiasis rongga mulut.2

Flukonazol dapat dideteksi dalam saliva dan ditemukan 2 jam setelah pemakaian secara

sistemik dengan rasio konsentrasi saliva-plasma sebesar 0.55.24 Absorpsi flukonazol

sistemik yang tinggi berguna dalam perawatan kandidiasis rongga mulut pada pasien yang

terinfeksi HIV.2 Pemakaian flukonazol secara intraoral dapat menjadi pilihan pada kasus

kandidiasis yang resisten.4 Saat ini flukonazol dipertimbangkan sebagai pilihan obat untuk

kandidiasis pada pasien dengan infeksi HIV.2 Pons dkk 1997 melakukan penelitian pada

pasien kandidiasis orofaring yang terinfeksi HIV. Pasien tersebut dirawat dengan

flukonazol suspensi oral 100 mg/hari dan nistatin cair 50.000 IU 4 kali sehari. Mereka

menemukan bahwa terapi sistemik menggunakan flukonazol lebih efektif dibandingkan

dengan nistatin topikal dalam merawat kandidiasis rongga mulut dan memberikan interval

bebas penyakit yang lebih panjang sebelum kambuh ulang.2 Flukonazol memiliki

kemampuan dalam mengurangi adhesi sampai 8 minggu setelah terapi karena terjadi

akumulasi flukonazol pada lapisan sel basal.27 Dalam merawat pasien terinfeksi HIV

dengan thrush, flukonazol dan klotrimazol memiliki keefektifan yang sama.2 Pemberian

flukonazol kapsul efektif untuk profilaksis dan perawatan kandidiasis mukosa pada pasien

imunokompromis.2 Flukonazol juga telah berhasil digunakan untuk perawatan kandida

leukoplakia, kandidiasis rongga mulut pada pasien transplantasi sumsum tulang, penyakit

keganasan dan leukemia akut. Flukonazol 100 mg perhari lebih efektif dalam

membersihkan Candida dan interval bebas penyakit lebih panjang dibandingkan dengan

pasien yang dirawat menggunakan klotrimazol 10 mg 5 kali sehari. Pada pasien dengan

denture stomatitis disebabkan Candida, flukonazol efektif terutama bila diberikan bersama

dengan antiseptik oral seperti klorheksidin.2

15

Page 16: Beberapa Obat Antijamur 3

Flukonazol suspensi memberikan efek topikal pada kandidiasis orofaring. Hal ini

kemungkinan karena dibawa melalui cairan krevikular gingiva dan saliva.2 Telah

dilaporkan pemakaian flukonazol suspensi 100 mg sebagai obat kumur dengan cara ditahan

di mulut sebelum ditelan sehingga meningkatkan pemaparan obat terhadap mukosa rongga

mulut melalui saliva selama 4 jam. Keuntungan pemakaian obat dengan cara demikian

adalah memberikan konsentrasi flukonazol yang tinggi pada sekret rongga mulut,

memberikan kadar obat aktif secara langsung pada bagian yang terinfeksi kandida sehingga

meningkatkan efikasi obat.24 Penelitian oleh Epstein dkk terhadap 19 pasien dengan

kandidiasis rongga mulut yang diinstruksi untuk berkumur dengan 5 mL larutan flukonazol

(2 mg/mL flukonazol dalam air destilasi tanpa pemanis atau penambah rasa) ditahan di

mulut selama 1 menit kemudian dibuang, dilakukan 3 kali sehari selama 1 minggu. Hasil

penelitian didapatkan 18 pasien (95 %) bebas simtom dan tidak ditemukan kandidiasis

secara klinis. Setelah perawatan, hanya 15 pasien yang mengikuti pemeriksaan kultur.

Terdapat 14 pasien dinyatakan kultur kandida negatif dan 1 pasien dengan kultur positif.

Tidak ada pasien yang mengalami efek samping, tidak ditemukan keluhan mengenai mual

dan rasa terbakar. Pemberian flukonazol topikal dapat menjadi pertimbangan untuk pasien

dengan risiko tinggi, misalnya wanita hamil dan pasien usia lanjut.24

Interaksi obat dengan siklosporin terjadi bila dipakai bersamaan dengan flukonazol

dosis tinggi yang dapat meningkatkan konsentrasi siklosporin dalam darah.9,17 Pemakaian

secara bersamaan dengan antidiabetes oral, dapat mengurangi metabolisme obat

antidiabetes9 sehingga meningkatkan konsentrasinya dalam darah17 dan menyebabkan

hipoglikemi.9 Kadar teofilin, takrolimus dan kortikosteroid dapat meningkat dalam

plasma.17 Metabolisme fenitoin dapat berkurang bila dipakai bersamaan dengan

flukonazol17 sehingga dapat meningkatkan toksisitas fenitoin.9 Begitu pula halnya dengan

warfarin yang efek antikoagulannya dapat ditingkatkan.3,17 Metabolisme alprazolam,

klordiazepoksid, klonazepam, klorazepat, diazepam, estazolam, flurazepam, halazepam,

midazolam, triazolam, quazepam, zolpidem dapat dihambat.17 Interaksi obat dengan

rifampin, dapat meningkatkan metabolisme17 dan menurunkan keefektifan flukonazol.12

Diduga efek samping neurologis dapat ditingkatkan bila dipakai bersama haloperidol dan

antidepresan trisiklik, efek samping obat antihipertensi losartan juga ditingkatkan.17

16

Page 17: Beberapa Obat Antijamur 3

Bersihan ginjal (renal clearance) flukonazol menurun bila dipakai bersama dengan

hidroklorotiazid.17 Diduga flukonazol dapat menurunkan keefektifan kontrasepsi oral.17

Pemakaian bersama dengan cisapride menyebabkan aritmia jantung yang fatal.3

Flukonazol dapat meningkatkan kadar serum alkalin fosfat, serum bilirubin, SGOT

dan SGPT.17 Efek samping yang terkadang dapat terjadi adalah reaksi hipersensitif

(termasuk demam, pruritus dan ruam), pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, mual, muntah

dan nyeri abdomen.3,17 Konsumsi obat bersama dengan makan dapat mengurangi gangguan

pada gastrointestinal.14 Reaksi serius yang jarang terjadi adalah penyakit kulit eksfoliatif,

gangguan hati dan darah (eosinofilia, trombositopenia, anemia dan leukopenia).17

Kontraindikasi pada pasien hipersensitif terhadap flukonazol atau azol lainnya, pemakaian

bersama dengan terfenadin, cisapride atau astemizol.14 Faktor risiko pada kehamilan

termasuk dalam kategori C.17 Pemberian flukonazol pada wanita menyusui dimungkinkan

aman.14

II.3.2Itrakonazol

Itrakonazol merupakan obat antijamur golongan triazol sintetik berspektrum luas.

Bekerja dengan menghambat sitokrom P-450 yang diperlukan untuk pembentukan ergostrol

membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas dan keseimbangan

osmotik.12 Obat ini memiliki toksisitas rendah.9

Kandidiasis rongga mulut yang disebabkan oleh Candida albicans, Candida krusei

serta Candida glabrata efektif dirawat dengan itrakonazol.2 Pada kasus-kasus resisten,

itrakonazol intraoral dapat menjadi pilihan perawatan.4 Itrakonazol ideal digunakan pada

pasien dengan infeksi candida yang resisten terhadap flukonazol.2,16 Pada pasien

imunokompromis dengan kandidiasis pseudomembran ataupun eritematus yang resisten

terhadap perawatan menggunakan flukonazol, dapat digunakan itrakonazol 200 18 sampai

400 mg perhari.23 Blatchford 1990 menyatakan bahwa itrakonazol menghasilkan respon

yang lebih cepat dan kekambuhan penyakit yang lebih lama dibandingkan dengan

klotrimazol.2 Apabila terjadi resistensi terhadap itrakonazol pada pasien imunokompromis,

dapat diberikan ketokonazol 200 mg per hari selama 3 sampai 5 minggu.23 Smith dkk, 1988

meneliti bahwa pasien yang dirawat dengan itrakonazol 200 mg perhari memiliki masa

remisi yang lebih panjang dibandingkan dengan ketokonazol.2 Flukonazole dan

17

Page 18: Beberapa Obat Antijamur 3

itrakonazole lebih efektif untuk perawatan kandidiasis orofaring daripada nistatin maupun

klotrimazol.16 Untuk perawatan kandidiasis rongga mulut dapat digunakan itrakonazol

tablet 100 mg, diminum 1 kali sehari2,28 segera setelah makan2 selama 15 hari.28 Absorbsi

itrakonazol membutuhkan pH lambung yang rendah.2 Pasien terinfeksi HIV telah

dilaporkan mengalami hypochlorhydria sehingga absorpsi obat pada pasien ini menurun.14

Larutan 10 mg/ml dapat digunakan untuk kandidiasis orofaring dengan cara kulum di mulut

kemudian ditelan, dipakai 1 kali sehari dengan dosis total sehari adalah 20 ml. 17 Sediaan

dalam bentuk larutan sebaiknya digunakan dalam keadaan lambung sedang kosong.14

Interaksi obat diantaranya dengan antasid, didanosin, H2 antagonis yang dapat

menurunkan absorpsi itrakonazol.17 Pemakaian bersama dengan imunosupresan seperti

siklosporin, sirolimus dan takrolimus dapat meningkatkan konsentrasi serum obat tersebut,

sehingga diperlukan pemantauan konsentrasi serum dan fungsi ginjal,14 begitu pula halnya

dengan metilprednisolon.14 Kadar plasma alfentanil, buspiron, karbamazepin, vinka

alkaloid, trimetrexate dan zolpidem dapat ditingkatkan.17 Konsentrasi serum buspiron juga

dapat ditingkatkan, sehingga diperlukan pemantauan sedasi.14 Pemakaian bersama dengan

dengan digoksin, lovastatin dan simvastatin dapat meningkatkan konsentrasi obat tersebut

dalam plasma,17 dengan antikoagulan oral dapat meningkatkan efek antikoagulan,

metabolisme warfarin dapat dihambat,17 sehingga diperlukan pemantauan INR.14 Fenitoin,

rifampin dan fenobarbital dapat menurunkan konsentrasi itrakonazol.9 Risiko rabdomiolisis

obat lovastatin dan simvastatin dapat ditingkatkan.17 Risiko hipoglikemi obat antidiabetes

oral dapat ditingkatkan.17 Obat ini kontraindikasi dipakai bersama dengan triazolam dan

midazolam.17 Metabolisme beberapa obat seperti alprazolam, klordiazepoksid, klonazepam,

klorazepat, diazepam, estazolam, flurzepam, halazepam, midazolam, triazolam, alopurinol

dan felodipin dihambat.17 Diduga dapat menurunkan keefektifan kontrasepsi oral.14 Kadar

plasma itrakonazol diduga dapat meningkat bila dipakai bersama dengan eritromisin,14

protease inhibitor (amprenavir, indinavir, nalfinavir, ritonavir, saquinavir),14 minuman

mengandung cola17 dan buah anggur.29 Buah anggur dapat mengubah absorpsi

itraconazole.17 Hindari pemakaian etanol karena dapat menimbulkan disulfiram-like

reaction.14

18

Page 19: Beberapa Obat Antijamur 3

Itrakonazol dapat meningkatkan serum alkalin fosfat, bilirubin, SGOT, SGPT dan

menurunkan kadar potasium.17 Efek samping yang sering terjadi adalah mual dan ruam.14,17

Kadang-kadang dapat terjadi muntah, sakit kepala, diare, hipertensi, edema perifer, demam

dan kelelahan.14,17 Nyeri abdomen, pusing, anoreksia, pruritus dan hepatitis jarang terjadi.17

Telah dilaporkan terdapat kasus urtikaria, angioedema, anafilaksis, artimia, sindroma

Stevens-Johnson, gangguan menstruasi, neuropati dan neutropenia.14 Tidak

direkomendasikan pemberian itrakonazol pada wanita menyusui. Risiko pada wanita hamil

termasuk dalam kategori C.14 Kontraindikasi pada pasien hipersensitif terhadap itrakonazol

dan azol lainnya, pasien dengan gagal jantung kronis. Selain itu kontraindikasi bila

pemberian bersama dengan cisapride dan terfenadin karena dapat menyebabkan aritmia.

Asdocetaxel, pimozid, kuinidin, astemizol, dofetilid, lovastatin, simvastatin dan midazolam

juga kontraindikasi dipakai bersama dengan itrakonazol.14 Faktor risiko pada kehamilan

termasuk dalam kategori C. Pemberian pada wanita menyusui tidak direkomendasikan.14

II.4 IODOQUINOL

Iodoquinol memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri.26 Sediaan dalam bentuk

krim iodoquinol 1 % dan hidrokortison 1 % diaplikasikan 3 sampai 4 kali sehari efektif

digunakan untuk perawatan angular cheilitis kronis dengan infeksi gabungan kandida dan

bakteri serta dapat mengurangi respon inflamasi dan gatal.3

II.5 KLORHEKSIDIN

Klorheksidin memiliki aktivitas berspektrum luas melawan mikroorganisme termasuk

Candida albicans.30 Biofilm Candida albicans dapat berkurang secara bermakna.30

Klorheksidin glukonat memiliki aksi ganda terhadap candida.2 Selain memiliki aktivitas

sebagai fungisid,31 klorheksidin secara signifikan mampu menekan adhesi Candida

terhadap substrat organik2 seperti pada sel epitel mukosa31 maupun substrat inorganik.2

Mekanisme aksi klorheksidin glukonat adalah sebagai antiseptik dan antimikroba,17 dengan

mengganggu permeabilitas membran yang pada akhirnya merusak membran sel.30

Klorheksidin glukonat 0.2 % telah menunjukkan keberhasilan sebagai obat kumur

untuk perawatan denture stomatitis yang disebabkan Candida serta pada kandidiasis

19

Page 20: Beberapa Obat Antijamur 3

pseudomembran.2 Khlorheksidin glukonat dapat menekan adhesi Candida terhadap

permukaan akrilik gigi tiruan.2 Merendam gigi tiruan yang terinfeksi Candida albicans

dengan obat kumur klorheksidin pada malam hari selama 24 hari menunjukkan keefektifan

dalam eliminasi organisme dari permukaan resin akrilik.32 Namun demikian cara ini sering

disertai dengan pewarnaan kocoklatan pada gigi tiruan.3 Pada penelitian secara in vitro dan

in vivo, klorheksidin glukonat secara signifikan dapat menurunkan adhesi Candida terhadap

sel bukal.2

Pemakaian antijamur topikal bersama dengan klorheksidin harus dihindari karena

dapat menyebabkan obat menjadi tidak aktif.3 Pemakaian klorheksidin glukonat bersama

dengan nistatin dapat membentuk kompleks klorheksidin-nistatin sehingga dapat

menyebabkan keduanya menjadi tidak efektif melawan Candida.2

Toksisitas dan harga klorheksidin rendah serta pemakaiannya mudah.31 Efek samping

klorheksidin glukonat adalah perubahan warna gigi dan rasa.17 Perubahan rasa ini dapat

membaik setelah 1 minggu menghentikan pemakaian khlorheksidin.3 Reaksi anafilaktik

pernah dilaporkan, oleh karena itu kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap

klorheksidin glukonat.17

III. OBAT ANTIJAMUR PROFILAKSIS

Pasien dengan khemoterapi, radioterapi, terapi imunosupresif ataupun antibiotik

jangka panjang mempunyai risiko terbesar terkena infeksi jamur.2 Pasien yang terinfeksi

HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm3 memiliki risiko berkembangnya kandidiasis

rongga mulut.33 Oleh karena itu, profilaksis antijamur umumnya ditujukan pada pasien

dengan imunodefisiensi.2

Pada perawatan infeksi jamur sangat penting memperhatikan penyebab yang

mendasari terjadinya infeksi tersebut sehingga mengurangi kebutuhan perawatan dengan

obat antijamur dalam jangka waktu panjang ataupun pengulangan perawatan (Scully dkk

1994).2 Pertimbangan keuntungan perawatan dibandingkan risiko sangat penting dalam

pemberian obat antijamur profilaksis.34 Bila angka kejadian kandidiasis rongga mulut tinggi

dan pertimbangan pentingnya mencegah perkembangan kandidiasis rongga mulut, maka

obat antijamur yang diabsorpsi seluruhnya atau sebagaian melalui gastrointestinal dapat

20

Page 21: Beberapa Obat Antijamur 3

diberikan pada saat terapi kanker dimulai.34 Pertimbangan mengenai toksisitas,

perkembangan resistensi dan harga obat sangat penting untuk diperhatikan.34 Aturan pakai

obat dapat intermiten ataupun berkelanjutan tergantung pada beberapa faktor termasuk

keparahan penyakit yang menyertai, frekuensi rekurensi infeksi jamur, terapi antibiotik

bersamaan yang dapat meningkatkan pertumbuhan Candida serta lamanya terapi.2 Terapi

supresi berkelanjutan dapat menurunkan kecepatan ulang kambuh relatif dibandingkan

intermiten, berhubungan dengan peningkatan resistensi, namun frekuensi infeksi kandida

yang sukar disembuhkan secara klinis sama pada kedua kelompok tersebut.35

Publikasi oleh Cochrane Oral Health Group pada tahun 2005 mengenai panduan

perawatan pasien kanker yang menerima khemoterapi dan radioterapi berdasarkan

penelitian meta-analisis terhadap 4226 pasien sejak tahun 1966 sampai 2004 didapatkan

fakta yang kuat mengenai keefektifan obat antijamur yang diabsorpsi melalui

gastrointestinal dalam mencegah kandidiasis rongga mulut dibandingkan kelompok plasebo

ataupun tanpa perawatan.34 Obat antijamur yang diabsorpsi seluruhnya melalui

gastrointestinal adalah flukonazol, ketokonazol dan itrakonazol, sedangkan yang diabsorpsi

sebagian adalah mikonazol dan klotrimazol.34 Amfoterisin B secara oral terbukti lemah

dalam memberikan keuntungan. Fakta mengenai efikasi obat antijamur topikal seperti

nisatin ataupun klorheksidin masih terbatas.34

Flukonazol dengan dosis 50 sampai 100 mg perhari dan 150 16,36 sampai 200 mg

perminggu16 efektif dalam mencegah kambuh ulang maupun infeksi baru kandidiasis

rongga mulut dibandingkan plasebo16,36 dalam rentang waktu 3 sampai 17 bulan.16 Beberapa

penelitian membandingkan keefektifan pemberian flukonazol perhari ataupun perminggu

dalam mengurangi kandidiasis orofaring dengan plasebo atau tanpa perawatan

menunjukkan bahwa obat tersebut efektif sebagai profilaksis kandidiasis rongga mulut,

namun kambuh ulang masih dapat terjadi walaupun telah dirawat dengan flukonazol 50

sampai 100 mg perhari ataupun 150 sampai 200 mg perminggu, kambuh ulang lebih sering

dan cepat terjadi pada plasebo.34 Terdapat satu penelitian yang menemukan bahwa

flukonazole 200 mg perhari lebih efektif dibandingkan 400 mg perminggu dalam mencegah

kandidiasis orofaring simtomatik pada pasien terinfeksi HIV.35 Dua penelitian melaporkan

kasus kambuh ulang kandidiasis orofaring lebih sedikit dengan perawatan flukonazol 200

21

Page 22: Beberapa Obat Antijamur 3

mg perhari atau 200 mg 3 kali seminggu dibandingkan perawatan diberikan hanya ketika

terjadi kambuh ulang.34 Pada pasien terinfeksi HIV dengan kandidiasis rongga mulut yang

menerima terapi flukonazol jangka panjang terjadi peningkatan resistensi Candida

albicans, Candida krusei dan glabrata2,36,37 dan sering terjadi pada pasien dengan supresi

imunitas berat, yaitu CD4 kurang dari 50 sel/mm3.16 Penggunaan flukonazol sebagai obat

antijamur profilaksis dapat meningkatkan jumlah Candida krusei sehingga resisten

terhadap perawatan dengan obat antijamur golongan azol.9 Itrakonazol 200 mg perhari telah

digunakan sebagai profilaksis infeksi jamur pada pasien AIDS dengan jumlah CD4 di

bawah 150/mm3, 38 namun resistensi juga dapat terjadi setelah pemakaian itrakonazol dalam

waktu lama.38 Nistatin pastille (200.000 sampai 400.000 U sehari) sebagai antijamur

profilaksis menunjukkan serangan kandidiasis orofaring yang tertunda,34 efektif dalam

mencegah infeksi kandida orofaring baru maupun kambuh ulang dengan dosis lebih besar

yang lebih efektif.16 Namun, nistatin kurang efektif bila dibandingkan dengan klotrimazol

25 mg 3 kali sehari.39 Klotrimazol dapat digunakan sebagai obat antijamur profilaksis pada

pasien yang menerima terapi steroid topikal.18 Pada dosis 10 mg dengan pemakaian 5 kali

sehari, klotrimazol kurang efektif sebagai obat antijamur profilaksis dibandingkan

flukonazol 200 mg perhari.34 Obat antijamur profilaksis perhari ataupun perminggu dengan

flukonazol, itrakonazol ataupun nistatin dapat mengurangi kejadian dan kambuh ulang

kandidiasis orofaring dibandingkan kelompok plasebo pada pasien terinfeksi HIV dan

AIDS.34

Pemberian profilaksis antijamur tidak hanya ditujukan pada permukaan mukosa

pejamu tetapi juga pada permukaan benda tidak hidup seperti protesa yang dapat

mengandung yeast dan memulai terjadi infeksi kambuhan.2 Asam benzoat diketahui

memiliki sifat sebagai fungistatik.29 Menurut Lacopino dan Wathen 1992, merendam gigi

tiruan dalam larutan yang mengandung asam benzoat dapat secara sempurna mengeradiksi

Candida albicans dari permukaan gigi tiruan.2 Begitu pula halnya dengan klorheksidin

glukonat 0.2 %. Obat tersebut dapat digunakan sebagai pembersih mekanis tambahan

dalam mencegah denture stomatitis karena infeksi Candida kambuhan.2

22

Page 23: Beberapa Obat Antijamur 3

IV. POST ANTIFUNGAL EFFECT

Supresi pertumbuhan jamur yang menetap setelah pemaparan obat antijamur dalam

waktu terbatas disebut dengan post-antfungal effect (PAFE)40 yang merupakan parameter

farmakodinamik obat.41 PAFE lebih disebabkan karena sebelumnya terdapat pemaparan

jamur terhadap obat antijamur dalam waktu singkat daripada pemaparan berkelanjutan

selama jangka panjang.2 Efek setelah pemaparan obat sangat penting untuk dipahami

karena menyangkut efikasi obat42 dan membantu mengoptimalkan aturan pakai obat.41

Menurut Craig dan Gudmundsson 1996, PAFE memberikan pengaruh terhadap

aturan pakai obat. Sebagai contoh, obat antijamur dengan PAFE yang lebih panjang dapat

diberikan dengan interval pemberian obat yang lebih panjang dibandingkan penggunaan

sebelumnya dalam melawan organisme tertentu tanpa kehilangan efikasi dan kemungkinan

mengurangi efek samping.2,43 Oleh karena itu antijamur dengan PAFE yang panjang dapat

diberikan dengan frekuensi yang lebih sedikit dibandingkan dengan PAFE singkat.40,43

Dalam hal ini PAFE dapat dijadikan indikator, namun tulisan mengenai hal tersebut masih

terbatas dan protokol standar masih belum ditemukan.43

Pada penelitian yang dilakukan oleh Anil et al 2001 diperoleh bahwa antijamur

golongan polien memiliki PAFE yang panjang (Gambar 1).43 Shibl dkk., 1995 menyatakan

bahwa mekanisme antimikroba dapat menghasilkan post-antibiotic effect (PAE) ataupun

post-antifungal effect (PAFE) pada jamur belum dikemukakan dengan jelas.2 Namun

demikian Craig dan Gudmundsson 1996 mengemukakan terdapat 3 mekanisme umum yang

dapat terjadi yaitu: (a) menetapnya obat pada binding site mikroba, (b) terjadi suatu

perbaikan karena obat menginduksi kerusakan nonletal struktur sel dan (c) waktu yang

diperlukan untuk sintesis protein dan enzim baru sebelum memulai pertumbuhan sel.2

Golongan polien mengubah permeabilitas membran sitoplasma yeast melalui ikatan

dengan ergosterol dan sel membutuhkan waktu yang relatif panjang untuk memperbaiki diri

sebelum budding aktif dan multiplikasi sehingga memberikan PAFE yang panjang

(Ellepola dan Samaranayake, 1999).2 Golongan azol dapat menyebabkan perubahan

membran sel jamur dengan menghambat tahap 14α-demethylation pada biosintesis

ergosterol.2 Berbeda dengan golongan polien, golongan azol tidak dapat memberikan PAFE

yang signifikan.43 Hal ini mencerminkan obat tersebut menyebabkan efek sementara dan

23

Page 24: Beberapa Obat Antijamur 3

reversibel dengan cepat ataupun periode pemaparan yang terbatas tidak adekuat untuk

memperoleh efek obat yang diharapkan.43

Pengaruh PAFE pada atribut sel kandida sejauh ini belum diamati secara luas.2

Namun, beberapa penelitian membuktikan efek antijamur pada berbagai atribut Candida

albicans rongga mulut yang diambil selama periode PAFE. Pada satu penelitian

menunjukkan bahwa golongan polien (nistatin dan amfoterisin B) serta ketokonazol dapat

mengganggu pembentukan germ tube pada Candida albicans setelah pemaparan obat

dalam waktu singkat, sedangkan flukonazol gagal menimbulkan efek tersebut pada periode

PAFE (Ellepola dan Samaranayake., 1998).2 Pada penelitian lain ditemukan bahwa semua

obat tersebut secara signifikan dapat menghambat adhesi Candida terhadap permukaan

akrilik gigi tiruan selama periode PAFE (Ellepola dan Samaranayake.,1998).2

Hidrofobisitas merupakan faktor pendukung yang terlibat dalam adhesi yeast terhadap

permukaan pejamu dan hal ini dipertimbangkan sebagai atribut patogenik yang penting

bagi Candida.2 Ellepola dan Samaranayake memperlihatkan bahwa golongan polien dan

ketokonazol efektif meminimalkan hidrofobisitas relatif permukaan sel Candida albicans

rongga mulut selama periode PAFE, namun efek tersebut tidak terlihat setelah pemaparan

flukonazol dalam waktu terbatas.2

24

Page 25: Beberapa Obat Antijamur 3

Gambar 1. Mean PAFE (±SD) dari 10 C. albicans dan 10 C. tropicalis yang diberikan lima obat antijamur dengan konsentrasi dua kali MIC. (NYS = Nystatin, AMB = Amphotericin B, FLU = fluconazole).43

V. KESIMPULAN

Apabila diagnosis kandidiasis rongga mulut sudah ditegakkan, maka tantangan

selanjutnya adalah pemilihan obat antijamur yang sesuai terutama pada pasien

imunokompromis. Sebagai seorang yang berperan penting dalam perawatan tersebut,

dokter gigi harus mengetahui dengan baik indikasi dan kontraindikasi pemberian obat,

mekanisme kerja obat, aturan pakai agar efek terapi dapat diperoleh dengan baik.

Obat antijamur golongan polien digunakan secara rutin untuk perawatan kandidiasis

rongga mulut primer. Pemilihan pertama obat antijamur golongan azol dengan pemakaian

yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi obat. Apabila tidak ada respon klinis dengan

pemakaian obat antijamur topikal, maka obat antijamur sistemik harus dipertimbangkan

sebagai pilihan perawatan.

Obat antijamur pada umumnya memiliki efek hepatotoksisitas maka hati-hati

pemilihan obat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Pemakaian dalam jangka waktu

yang lama harus tetap memantau fungsi hati. Begitupula halnya dengan efek

nefrotoksisitas obat antijamur.

Interaksi obat juga sangat penting diperhatikan mengingat terdapat insidensi

kegawatdaruratan akibat pemakaian obat secara bersamaan ataupun dapat menghilangkan

efek terapi obat antijamur sehingga dapat menjadi salah satu penyebab kegagalan terapi

maupun mengurangi efek obat lainnya. Keberhasilan perawatan juga sangat didukung oleh

pendekatan edukasi kepada pasien mengenai cara pakai obat yang tepat, harga yang sesuai

dengan ekonomi pasien dan dukungan moril untuk meningkatkan kerjasama pasien.

DAFTAR PUSTAKA1 Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RC. Oral pathology clinical pathologic correlations,

4 edn. St. Louis Missouri: Saunders, 2003.2 Ellepola ANB, Samaranayake LP. Oral candidal infection and antimycotics. Crit

Rev Oral Biol Med 2000; 11 (2): 172-98.3 Zunt SL. Oral candidiasis: diagnosis and treatment. J Pract Hyg 2000: 31-6.

25

Page 26: Beberapa Obat Antijamur 3

4 Farah CS, Ashman RB, Challacombe SJ. Oral candidosis. Clin Dermatol 2000; 18: 553-62.

5 Haberland-Carrodeguas C, Allen CM, Beck FM et al. Prevalence of fluconazole-resistant strains of candida albicans in otherwise healthy outpatients. J Oral Pathol Med; 31: 99-105.

6 Pinjon E, Jackson CJ, Kelly SLS, D et al. Reduced azole susceptibility in genotype 3 candida dubliniensis isolates associated with increased CdCDR1 and CDCDR2 expression. Antimicrobial agents and chemotherapy 2005; 45 (4): 1312-8.

7 Davies R, Bedi R, Scully C. ABC of oral health: Oral health care for patients with special needs. BMJ 2000; 321: 495-8.

8 Taillander J, Esnault Y. A comparison of fluconazole oral suspension and amphotericin B oral suspension in older patients with oropharyngeal candidiasis. Age and Ageing 2000; 29: 117-23.

9 Muzyka BC, Glick M. A review of oral fungal infections and appropriate therapy. JADA 1995; 126: 63-72.

10 Cannon RD, Holmes AR, Mason AB et al. Oral candida: Clearance, colonization, or candidiasis? J Dent Res 1995; 74 (5): 1153-61.

11 Rautemaa R, Rusanen P, Richardson M et al. Optimal sampling site for mucosal candidosis in oral cancer patients is the labial sulcus. Journal of Medical Microbiology 2006; 55: 1447-51.

12 Sherman RG, Prusinski L, Ravenel MC et al. Oral candidosis. Quintessence Int 2002; 33: 521-32.

13 Scully C, Diz Dios P, Kumar N. Special care in dentistry. Philadelphia: Elsevier, 2007.

14 Wynn RL, Meiller TF, Crossley HL. Drug information handbook for dentistry, 8 edn. Ohio: Lexi-Comp, 2002.

15 Steele C, Leigh J, Swoboda R et al. Potrential role for a carbohydrate moiety in anti-candida activity of human oral epithelial cells. Infecti. Immun 2001; 69 (11): 7091-9.

16 Patton LL, Bonito AJ, Shugars DA. A systematic review of the effectiveness of antifungal drugs for prevention and treatment of oropharyngeal candidiasis in HIV-positive patients. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2001; 92: 170-9.

17 Gage TW, Little JW. Mosby's 2007 dental drug consult. St.Louis, Missouri: Mosby, 2007.

18 Park NH, Kang MK. Antifungal and antiviral agents. In: Pharmacology and therapeutics for dentistry (Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, eds), 5 edn. New Delhi: Mosby, 2004: 660-6.

19 Arikan S, Ostrosky-Zeichner L, Lozano-Chiu M et al. In vitro activity of nystatin compared with those of liposomal Nystatin, Amphotericin B, and Fluconazole against clinical candida isolates. J Clin Microbiol 2002; 40 (4): 1406-12.

20 Fichtenbaum CJ, Pappas PG. Candidiasis. In: Aids therapy (Dolin R, Masur H, Saag M, eds), 3 edn. Canada: Churchill Livingstone, 2008: 801-11.

26

Page 27: Beberapa Obat Antijamur 3

21 Fleischmann J. Topical and systemic antifungal and antiviral agents. In: Antibiotic and antimicrobial use in dental practice (Newman MG, Winkelhoff AJV, eds), 2 edn. Chicago: Quintessence books, 2001: 69-76.

22 Little JW, Falace DA, Miller CS et al. Dental management of the medically compromised patient, 7 edn. St. Louis: Mosby, 2008.

23 Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M. Oral medicine, 3 edn. Philadelphia: Elsevier, 2006.

24 Epstein JB, Gorsky M, Caldwell J. Fluconazole mouthrinses for oral candidiasis in postirradiation, transplant, and other patients. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2002; 93: 671-5.

25 Pemberton MN, Oliver RJ, Theaker ED. Miconazole oral gel and drug interactons. BDJ 2004; 196 (9): 529-31.

26 Neville BW, Damm DD, Allen CM et al. Oral & maxillofacial pathology, 2 edn. Pannsylvania: Saunders, 2002.

27 Willis AM, Coulter WA, Fulton CR et al. The influence of antifungal drugs on virulence properties of candida albicans in patients with diabetes mellitus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2001; 91: 317-21.

28 Martin MV. The use of fluconazole and itraconazole in the treatment of candida albicans infections: a review. JAC 1999; 44: 429-37.

29 Bennett JE. Antimicrobial agents Antifungal agents. In: Goodman & Gilman's The pharmacological basis of therapeutics (Brunton LL, Lazo JS, Parker KL, eds), 11 edn. New York: McGraw-Hill, 2006: 1225-41.

30 Suci PA, Tyler BJ. Action of chlorhexidine digluconate against yeast and filamentous forms in an early-stage candida albicans biofilm. Antimicrobial agents and chemotherapy 2002; 46 (11): 3522-31.

31 Barasch A, Safford MM, Marcus ID et al. Efficacy of chlorhexidine gluconate rinse for and prevention of oral candidiasis in HIV-infected children: a pilot study. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2004; 97: 204-7.

32 Yilmaz H, Bal BT. Effects of disinfectants on resilient denture-lining materials contaminated with staphylococcus aureus, streptococcus sobrinus, and candida albicans. Quintessence Int 2005; 36: 373-81.

33 Yang YL, Lo HJ, Hung CC et al. Effect of prolonged HAART on oral colonization with candida and candidiasis. BMC Infectious Disease 2006; 6: 1-4.

34 Ship JA, Vissink A, Challacombe SJ. Use of prophylactic antifungal in the immunocompromised host. Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2007; 103 (suppl 1): 6-11.

35 Pappas PG, Rex JH, Sobel JD et al. Guidelines for treatment of candidiasis. Clinical Infectious Diseases 2004; 38: 161-89.

36 Gallant JE, Moore RD, Chaisson RE. Prophylaxis for opportunistic infections in patients with HIV infection. BMJ 1994; 120: 932-44.

37 Playford EG, Webster AC, Sorrell TC et al. Antifungal agents for preventing fungal infections non-neutropenic critically ill and surgical patients : systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. JAC 2006; 57: 628-38.

38 Goldman M, Cloud GA, Smedema M et al. Does long-term itraconazole prophylaxis result in in vitro azole resistance in mucosal candida albicans isolates

27

Page 28: Beberapa Obat Antijamur 3

from persons with advanced human immunodeficiency virus infections? Antimicrobial agents and chemotherapy 2000; 44 (6): 1585-7.

39 Lhortholary O, Dupont B. Antifungal prophylaxis during neutropenia and immunodeficiency. Clinical Microbiology Reviews 1997; 10 (3): 477-83.

40 Ernst EJ, Klepser ME, Pfaller MA. Post antifungal effects of echinocandin, azole, polyene antifungal agent against candida albicans and cryptococcus neoformans. Antimicrobial agents and chemotherapy 2000; 44 (4): 1108-11.

41 Chryssanthou E, Sjolin J. Post-antifungal effect of amphotericin B and variconazole against aspergillus fumigatus analysed by an automated method based on fungal CO2 production : dependence on exposure time and drug consentration. JAC 2000; 54: 940-3.

42 Vitale RG, Meis JFGM, Mouton JW et al. Evaluation of the post-antifungal effect (PAFE) of amphotericin and nystatin against 30 zygomyetes using two different media. JAC 2003; 52: 65-70.

43 Anil S, Ellepola ANB, Samaranayake LP. Post-antifungal effect of polyene, azole and DNA-analogue against oral candida albicans and candida tropicalis isolates in HIV disease. J Oral Pathol Med 2001; 30: 481-8.

28