beban berat lingkungan teluk semarang
TRANSCRIPT
BEBAN BERAT LINGKUNGAN TELUK SEMARANG
Mencuatmya masalah kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir dan laut di berbagai daerah
telah banyak diberitakan oleh berbagai media massa baru-baru ini, perbedaan pendapat dari berbagai
disiplin ilmu terkait, yang masing-masing memberikan alternatif solusi sesuai dengan bidang
keilmuannya masing-masing. Padahal mengenai pemecahan masalah kerusakan lingkungan hidup,
telah diatur dalam undang-undang, yang pada dasarnya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu, agar lingkungan tersebut dapat dimanfaatkan kembali bagi semua kehidupan yang terkait
dengannya. Sehingga tujuan utama pembangunan dapat berlangsung secara berkesinambungan dan
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat pada khususnya dan daerah pada
umumnya.
Kerusakan lingkungan, dapat dijadikan sebagai indikator bahwa telah terjadi kurang
perhatian atau terkesampingkannya pengaruh buruk terhadap lingkungan akibat pelaksanaan
pembangunan /pengembangan daerah pada saat itu dan sesudahnya (amdal). Seperti telah diketahui
bahwa wilayah lingkungan pantai merupakan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dari semua
kegiatan yang berlangsung mulai dari daerah hulu hingga di sekitar pantai itu sendiri, baik secara
alamiah (umumnya “gradually”) maupun oleh aktifitas manusia (“drastically”). Hal tersebut
mengakibatkan perubahan-perubahan sistem lingkungan di tempat tersebut dan sekitarnya, sehingga
mempengaruhi kemampuan atau daya dukung lingkungan untuk bertahan bagi kelangsungannya.
Perubahan lingkungan pesisir dan laut yang terjadi secara drastis (aktifitas manusia dan
badai/”storm”), menyebabkan kondisi fisik, kimia maupun biologi dalam ekosistem tersebut akan
tidak akan mampu beradaptasi untuk mempertahankan diri (rusak). Seperti halnya dengan adanya
pengurugan pantai Marina, walaupun tujuan pembangunan dimaksud untuk memfasilitasi
peningkatan kesehatan masyarakat, namun kajian mengenai efek samping akibat pembangunan,
dinilai beberapa pihak masih kurang diperhatikan, yang dikawatirkan akan memperburuk kondisi
lingkungan alam sekitarnya.
Solusi permasalahan pengurugan wilayah perairan pantai Marina, yang akhirnya diputuskan,
mutlak diperlukan adanya penelitian amdal untuk mengantisipasi dampak negatif yang akan
1
diakibatkan. Namun memperhatikan dari gambar perubahan lingkungan yang diolah dari data
Bapedal Propinsi Jateng dan PT IPU, terlihat sangat sederhananya sekali (Kompas ,6/8/2004).
Seolah-olah dampak negatif yang akan timbul hanya sedimentasi (Tambakharjo) dan abrasi (Taman
Rekreasi Tanah Mas) saja, padahal selain dampak tersebut, masih banyak dampak lain yang akan
ditimbulkan. Seandainya, hal tersebut dikaji lebih jauh, maka solusi demikian sifatnya masih
terkesan hanya bersifat parsial saja. Oleh karena itu, prediksi hasil olahan data tersebut, jika akan
dipergunakan sebagai dasar solusinya, maka perlu dikawatirkan atau diantisipasi terjadi kerusakan
lingkungan diantaranya sedimentasi, abrasi, banjir dan banjir pasang.di tempat lain di sekitar lokasi
tersebut.
Kerusakan Lingkungan Semarang
Morfologi pantai Semarang adalah berbentuk teluk yang diapit oleh 2 delta, yaitu Bodri
(Kabupaten Kendal) dan Wulan (Kabupaten Demak) yang hanya merupakan salah satu pias dari
seluruh wilayah Pantura Jawa Tengah. Memperhatikan morfologi tersebut, maka perubahan atau
dinamika ekosistem teluk tersebut sangat dipengaruhi oleh subsistem yang ada di dalamnya, yaitu
perkembangan atau perubahan pada subsistem delta dan perkembangan pembangunan yang ada
disepanjang garis pantainya antara lain pembangunan pelabuhan Kendal, perkembangan PT. KLI
Kaliwungu dan Pembangunan wisata bahari Sayung Demak.
Letak possisi Semarang yang berada di sekitar tengah teluk dengan 2 muara sungai (Banjir
Kanal Barat, Timur dan Sungai Babon) yang mempunyai lebar mulutnya termasuk paling panjang,
sehingga akan memudahkan untuk keluar masuknya air pasang surut (“inlet/outlet”) kedalam sistem
hidrologi sungai tersebut. Selain itu, garis pantai yang paling mudah mengalami abrasi berada di
wilayah Kec Genuk bagian Utara (Trimulyo dan Terboyo) dan Taman Rekreasi Tanah Mas. Hal
tersebut saat kini sudah terlihat dampaknya, yaitu dengan bertambahnya luas genangan, terutama di
kawasan Terboyo, Kaligawe, Muktiharjo, dll). Oleh karena air pasang tidak semua volumenya
masuk ke inlet-inlet, maka sebagian masa air akan menghantam tepi-tepi pantai yang menjorok ke
laut (terutama di calon Pelabuhan Kendal dan PT.KLI Kaliwungu) dan sebagian akan menimbulkan
perubahan arah arus akibat adanya refraksi gelombang di beberapa tempat yang kekuatan cukup
2
untuk dapat mengabrasi pantai (Mangunharjo yang akan merembet ke arah Mangkang Kulon) dan
mentransport sedimen ke tempat lain, yaitu disekitar Mangkang Wetan sampai Jrakah.
Dengan dibangunnya pelindung pantai (“revertment”) kawasan bahari di kawasan garis
pantai Sayung, Demak, maka energi gelombang akan terhambat, namun merambat ke arah lain yang
tentunya menuju ke arah Terboyo dan sekitarnya dengan jumlah volume masa air serta energi yang
cukup kuat untuk mengabrasi garis pantainya, sedimennya akan tertransport terutama ke arah depan
dari garis pantai (dampak “backwash”).
Nah, bagaimana kondisi lingkungan pantai Semarang, seandainya akan ditambah dengan
rencana pengurugan pantai Marina seluas 232 ha, yang saat kini sudah demikian berat bebannya
untuk menanggung akibat dari pembangunan pantai teluk Semarang. Mari kita coba untuk
menghitung jumlah volume air yang akan mencari tempat lain, akibat pengurugan tersebut. Luas
area 252 ha = 2.520.000 m2 , di asumsikan rata-rata kedalaman air (bathymetri)=2 m, yang
kedalaman air pada kawasan Marina sekitar 0 m sampai - 4.0 m, maka volume air yang harus
dipindahkan = 5.040.000 m3 (m kubik). Jelas volume air dengan jumlah tersebut, akan memberikan
energi yang cukup besar akibat dari dorongan arus gelombang dan air pasang, untuk mengabrasi
daerah yang lemah dan akan menambah jumlah luas dan ketinggian genangan air ke arah daratan,
dan tentunya juga akan meningkatkan juga kontaminasi kimiawi dalam perairan termasuk di dalam
sedimen di kawasan tersebut.
3
ARAH GELOMBANG
DOMINANLAUT JAWA
SEMARANG
KENDAL
DEMAK
TELUK SEMARA
NG
DELTA BODRI
DELTA WULAN
Altenatif
Pada dasarnya arti reklamasi itu sendiri adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia
untuk dapat mengembalikan kondisi lingkungan yang telah rusak baik oleh alam, maupun oleh
aktifitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga lingkungan tersebut dapat
dimanfaatkan kembali secara optimal untuk kelangsungan kesejahteraan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, pengurugan wilayah perairan pantai, yang justru akan menambah beban berat lingkungan,
jelas bukan merupakan tindakan reklamasi.
Untuk mereklamasi atau mengurangi dampak negatif (beban lingkungan) akibat
pengembangan wilayah pesisir dan laut teluk Semarang, tidak akan tercapai jika hanya
mengandalkan amdal secara parsial pada kawasan pengurugan pantai Marina saja. Untuk itu,
kiranya perlu dipikirkan pemecahan jangka pendek sampai panjang, yang tentunya harus
menggunakan metode yang terpadu dan menyeluruh, disamping harus dilakukan secara bersama
dengan daerah atau kabupaten terkait, juga harus memadukan semua unsur ekosistem daerah pantai
dan ekosistem DAS terkait yang menyangkut substansi permasalahannya yaitu morfologi pantai,
bathymeri, hidrooseanografi, hidrologi, klimatologi.
Sebenarnya, permasalahan wilayah pesisir dan laut wilayah Semarang ini, sudah diantisipasi
dengan baik sekali sejak jaman Belanda, yaitu dengan membuat drainase yang memanjang dan
terpadu mulai dari Semarang-Demak-Kudus-Pati hingga Juwana (“prawnwrat”/Tanggul Angin,
Bengawan Silugonggo). Seandainya jalur drainase tersebut di rehabilitasi atau dihidupkan kembali
dengan modifikasi yaitu dengan menambah saluran drainase yang disambungkan ke Kabupaten
Kendal, maka sudah dapat dipastikan bahwa wilayah pantai mulai dari Kendal hingga Juwana akan
menjadi lebih baik atau akan dapat mengakomodasikan energi air (mengurangi tenaga abrasi) dan
jumlah volume air genangan diwaktu banjir dan pasang. Selain itu masih dapat pula dimanfaatkan
untuk keperluan lain, misalnya untuk transportasi air, pengembangan potensi perikanan, wisata dsb.
Idea Dam Lepas Pantai antara Kendal dan Demak pada beberapa tahun lalu, perlu
dipertimbangkan kembali, tentunya dengan beberapa modifikasi agar dapat mengakomodasi
kepentingan sosial budaya masyarakat pantai di sekitarnya. Tetapi, jika pemecahan masalah hanya
4
difokuskan pada daerah pantai kodia Semarang saja, maka perlu dikaji kondisi hirooseanografi,
hidrologi, morfologi pantai dan lainnya secara detail dan komprehensif, untuk menghambat laju
perubahan perairan dan pesisir Semarang, misalnya dengan membuat beberapa bangunan pantai,
apakah “revertment”, “gryone” atau lainnya, yang peletakan dan bentuknya harus disesuaikan
dengan masing-masing karakter hidrooseanografi dan morfologi pantai lokasi bangunanya.
Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa kerusakan lingkungan faktor utama penyebab yang
paling utama adalah lemahnya sistem pengawasan/kontrol lingkungan yang belum sepenuhnya
dilakukan bahkan ada kecenderungan mengalami penurunan. Tindakan yang seharusnya dilakukan,
yaitu monitoring perubahan lingkungan secara rutin, dan segera melakukan perbaikan (pengendalian)
jika terjadi kerusakan. Selain itu juga mutlak diperlukan pemeliharaan secara terus menerus
berkesinambungan, baik oleh masyarakat setempat maupun instansi yang berwenang.. Misalnya
saja, pada waktu yang lalu ada petugas pembersih saluran air, bendung/dam dan masyarakat gotong
royong membersihkan saluran air masih terlihat dimana-mana, namun saat kini sudah tidak pernah
lagi dijumpai,
Dengan adanya peristiwa kerusakan lingkungan di beberapa daerah dengan dampak yang
cukup mengerikan bagi masyarakat setempat, maka jika kerusakan lingkungan tidak segera
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya, tentunya akan berimbas mengganggu terhadap
kelangsungan hidup saat kini dan generasi mendatang. Reklamasi kerusakan lingkungan harus
segera dilakukan, agar kerugian besar dapat diperingan karena biaya perbaikan lingkungan akan
dapat melebihi keuntungan sesaat yang diperoleh. Demikian juga halnya dengan kerusakan
lingkungan kodia Semarang dan semoga Semarang masih dapat berslogan ATLAS.
Penulis
Ir. Siddhi Saputro, MPhilStaf Pengajar Jurusan Ilmu Kelautan FPIK
Universitas Diponegoro
5