beban berat lingkungan teluk semarang

9
BEBAN BERAT LINGKUNGAN TELUK SEMARANG Mencuatmya masalah kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir dan laut di berbagai daerah telah banyak diberitakan oleh berbagai media massa baru-baru ini, perbedaan pendapat dari berbagai disiplin ilmu terkait, yang masing-masing memberikan alternatif solusi sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing. Padahal mengenai pemecahan masalah kerusakan lingkungan hidup, telah diatur dalam undang-undang, yang pada dasarnya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu, agar lingkungan tersebut dapat dimanfaatkan kembali bagi semua kehidupan yang terkait dengannya. Sehingga tujuan utama pembangunan dapat berlangsung secara berkesinambungan dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat pada khususnya dan daerah pada umumnya. Kerusakan lingkungan, dapat dijadikan sebagai indikator bahwa telah terjadi kurang perhatian atau terkesampingkannya pengaruh buruk terhadap lingkungan akibat pelaksanaan pembangunan /pengembangan daerah pada saat itu dan sesudahnya (amdal). Seperti telah diketahui bahwa wilayah lingkungan pantai merupakan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dari semua kegiatan yang berlangsung mulai dari daerah hulu hingga di sekitar pantai itu sendiri, baik secara alamiah (umumnya “gradually”) maupun oleh aktifitas manusia (“drastically”). Hal tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan sistem lingkungan di tempat tersebut dan sekitarnya, sehingga 1

Upload: siddhi-saputro

Post on 26-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Beban Berat Lingkungan Teluk Semarang

BEBAN BERAT LINGKUNGAN TELUK SEMARANG

Mencuatmya masalah kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir dan laut di berbagai daerah

telah banyak diberitakan oleh berbagai media massa baru-baru ini, perbedaan pendapat dari berbagai

disiplin ilmu terkait, yang masing-masing memberikan alternatif solusi sesuai dengan bidang

keilmuannya masing-masing. Padahal mengenai pemecahan masalah kerusakan lingkungan hidup,

telah diatur dalam undang-undang, yang pada dasarnya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan

terpadu, agar lingkungan tersebut dapat dimanfaatkan kembali bagi semua kehidupan yang terkait

dengannya. Sehingga tujuan utama pembangunan dapat berlangsung secara berkesinambungan dan

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat pada khususnya dan daerah pada

umumnya.

Kerusakan lingkungan, dapat dijadikan sebagai indikator bahwa telah terjadi kurang

perhatian atau terkesampingkannya pengaruh buruk terhadap lingkungan akibat pelaksanaan

pembangunan /pengembangan daerah pada saat itu dan sesudahnya (amdal). Seperti telah diketahui

bahwa wilayah lingkungan pantai merupakan lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dari semua

kegiatan yang berlangsung mulai dari daerah hulu hingga di sekitar pantai itu sendiri, baik secara

alamiah (umumnya “gradually”) maupun oleh aktifitas manusia (“drastically”). Hal tersebut

mengakibatkan perubahan-perubahan sistem lingkungan di tempat tersebut dan sekitarnya, sehingga

mempengaruhi kemampuan atau daya dukung lingkungan untuk bertahan bagi kelangsungannya.

Perubahan lingkungan pesisir dan laut yang terjadi secara drastis (aktifitas manusia dan

badai/”storm”), menyebabkan kondisi fisik, kimia maupun biologi dalam ekosistem tersebut akan

tidak akan mampu beradaptasi untuk mempertahankan diri (rusak). Seperti halnya dengan adanya

pengurugan pantai Marina, walaupun tujuan pembangunan dimaksud untuk memfasilitasi

peningkatan kesehatan masyarakat, namun kajian mengenai efek samping akibat pembangunan,

dinilai beberapa pihak masih kurang diperhatikan, yang dikawatirkan akan memperburuk kondisi

lingkungan alam sekitarnya.

Solusi permasalahan pengurugan wilayah perairan pantai Marina, yang akhirnya diputuskan,

mutlak diperlukan adanya penelitian amdal untuk mengantisipasi dampak negatif yang akan

1

Page 2: Beban Berat Lingkungan Teluk Semarang

diakibatkan. Namun memperhatikan dari gambar perubahan lingkungan yang diolah dari data

Bapedal Propinsi Jateng dan PT IPU, terlihat sangat sederhananya sekali (Kompas ,6/8/2004).

Seolah-olah dampak negatif yang akan timbul hanya sedimentasi (Tambakharjo) dan abrasi (Taman

Rekreasi Tanah Mas) saja, padahal selain dampak tersebut, masih banyak dampak lain yang akan

ditimbulkan. Seandainya, hal tersebut dikaji lebih jauh, maka solusi demikian sifatnya masih

terkesan hanya bersifat parsial saja. Oleh karena itu, prediksi hasil olahan data tersebut, jika akan

dipergunakan sebagai dasar solusinya, maka perlu dikawatirkan atau diantisipasi terjadi kerusakan

lingkungan diantaranya sedimentasi, abrasi, banjir dan banjir pasang.di tempat lain di sekitar lokasi

tersebut.

Kerusakan Lingkungan Semarang

Morfologi pantai Semarang adalah berbentuk teluk yang diapit oleh 2 delta, yaitu Bodri

(Kabupaten Kendal) dan Wulan (Kabupaten Demak) yang hanya merupakan salah satu pias dari

seluruh wilayah Pantura Jawa Tengah. Memperhatikan morfologi tersebut, maka perubahan atau

dinamika ekosistem teluk tersebut sangat dipengaruhi oleh subsistem yang ada di dalamnya, yaitu

perkembangan atau perubahan pada subsistem delta dan perkembangan pembangunan yang ada

disepanjang garis pantainya antara lain pembangunan pelabuhan Kendal, perkembangan PT. KLI

Kaliwungu dan Pembangunan wisata bahari Sayung Demak.

Letak possisi Semarang yang berada di sekitar tengah teluk dengan 2 muara sungai (Banjir

Kanal Barat, Timur dan Sungai Babon) yang mempunyai lebar mulutnya termasuk paling panjang,

sehingga akan memudahkan untuk keluar masuknya air pasang surut (“inlet/outlet”) kedalam sistem

hidrologi sungai tersebut. Selain itu, garis pantai yang paling mudah mengalami abrasi berada di

wilayah Kec Genuk bagian Utara (Trimulyo dan Terboyo) dan Taman Rekreasi Tanah Mas. Hal

tersebut saat kini sudah terlihat dampaknya, yaitu dengan bertambahnya luas genangan, terutama di

kawasan Terboyo, Kaligawe, Muktiharjo, dll). Oleh karena air pasang tidak semua volumenya

masuk ke inlet-inlet, maka sebagian masa air akan menghantam tepi-tepi pantai yang menjorok ke

laut (terutama di calon Pelabuhan Kendal dan PT.KLI Kaliwungu) dan sebagian akan menimbulkan

perubahan arah arus akibat adanya refraksi gelombang di beberapa tempat yang kekuatan cukup

2

Page 3: Beban Berat Lingkungan Teluk Semarang

untuk dapat mengabrasi pantai (Mangunharjo yang akan merembet ke arah Mangkang Kulon) dan

mentransport sedimen ke tempat lain, yaitu disekitar Mangkang Wetan sampai Jrakah.

Dengan dibangunnya pelindung pantai (“revertment”) kawasan bahari di kawasan garis

pantai Sayung, Demak, maka energi gelombang akan terhambat, namun merambat ke arah lain yang

tentunya menuju ke arah Terboyo dan sekitarnya dengan jumlah volume masa air serta energi yang

cukup kuat untuk mengabrasi garis pantainya, sedimennya akan tertransport terutama ke arah depan

dari garis pantai (dampak “backwash”).

Nah, bagaimana kondisi lingkungan pantai Semarang, seandainya akan ditambah dengan

rencana pengurugan pantai Marina seluas 232 ha, yang saat kini sudah demikian berat bebannya

untuk menanggung akibat dari pembangunan pantai teluk Semarang. Mari kita coba untuk

menghitung jumlah volume air yang akan mencari tempat lain, akibat pengurugan tersebut. Luas

area 252 ha = 2.520.000 m2 , di asumsikan rata-rata kedalaman air (bathymetri)=2 m, yang

kedalaman air pada kawasan Marina sekitar 0 m sampai - 4.0 m, maka volume air yang harus

dipindahkan = 5.040.000 m3 (m kubik). Jelas volume air dengan jumlah tersebut, akan memberikan

energi yang cukup besar akibat dari dorongan arus gelombang dan air pasang, untuk mengabrasi

daerah yang lemah dan akan menambah jumlah luas dan ketinggian genangan air ke arah daratan,

dan tentunya juga akan meningkatkan juga kontaminasi kimiawi dalam perairan termasuk di dalam

sedimen di kawasan tersebut.

3

ARAH GELOMBANG

DOMINANLAUT JAWA

SEMARANG

KENDAL

DEMAK

TELUK SEMARA

NG

DELTA BODRI

DELTA WULAN

Page 4: Beban Berat Lingkungan Teluk Semarang

Altenatif

Pada dasarnya arti reklamasi itu sendiri adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia

untuk dapat mengembalikan kondisi lingkungan yang telah rusak baik oleh alam, maupun oleh

aktifitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga lingkungan tersebut dapat

dimanfaatkan kembali secara optimal untuk kelangsungan kesejahteraan kehidupan manusia. Oleh

karena itu, pengurugan wilayah perairan pantai, yang justru akan menambah beban berat lingkungan,

jelas bukan merupakan tindakan reklamasi.

Untuk mereklamasi atau mengurangi dampak negatif (beban lingkungan) akibat

pengembangan wilayah pesisir dan laut teluk Semarang, tidak akan tercapai jika hanya

mengandalkan amdal secara parsial pada kawasan pengurugan pantai Marina saja. Untuk itu,

kiranya perlu dipikirkan pemecahan jangka pendek sampai panjang, yang tentunya harus

menggunakan metode yang terpadu dan menyeluruh, disamping harus dilakukan secara bersama

dengan daerah atau kabupaten terkait, juga harus memadukan semua unsur ekosistem daerah pantai

dan ekosistem DAS terkait yang menyangkut substansi permasalahannya yaitu morfologi pantai,

bathymeri, hidrooseanografi, hidrologi, klimatologi.

Sebenarnya, permasalahan wilayah pesisir dan laut wilayah Semarang ini, sudah diantisipasi

dengan baik sekali sejak jaman Belanda, yaitu dengan membuat drainase yang memanjang dan

terpadu mulai dari Semarang-Demak-Kudus-Pati hingga Juwana (“prawnwrat”/Tanggul Angin,

Bengawan Silugonggo). Seandainya jalur drainase tersebut di rehabilitasi atau dihidupkan kembali

dengan modifikasi yaitu dengan menambah saluran drainase yang disambungkan ke Kabupaten

Kendal, maka sudah dapat dipastikan bahwa wilayah pantai mulai dari Kendal hingga Juwana akan

menjadi lebih baik atau akan dapat mengakomodasikan energi air (mengurangi tenaga abrasi) dan

jumlah volume air genangan diwaktu banjir dan pasang. Selain itu masih dapat pula dimanfaatkan

untuk keperluan lain, misalnya untuk transportasi air, pengembangan potensi perikanan, wisata dsb.

Idea Dam Lepas Pantai antara Kendal dan Demak pada beberapa tahun lalu, perlu

dipertimbangkan kembali, tentunya dengan beberapa modifikasi agar dapat mengakomodasi

kepentingan sosial budaya masyarakat pantai di sekitarnya. Tetapi, jika pemecahan masalah hanya

4

Page 5: Beban Berat Lingkungan Teluk Semarang

difokuskan pada daerah pantai kodia Semarang saja, maka perlu dikaji kondisi hirooseanografi,

hidrologi, morfologi pantai dan lainnya secara detail dan komprehensif, untuk menghambat laju

perubahan perairan dan pesisir Semarang, misalnya dengan membuat beberapa bangunan pantai,

apakah “revertment”, “gryone” atau lainnya, yang peletakan dan bentuknya harus disesuaikan

dengan masing-masing karakter hidrooseanografi dan morfologi pantai lokasi bangunanya.

Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa kerusakan lingkungan faktor utama penyebab yang

paling utama adalah lemahnya sistem pengawasan/kontrol lingkungan yang belum sepenuhnya

dilakukan bahkan ada kecenderungan mengalami penurunan. Tindakan yang seharusnya dilakukan,

yaitu monitoring perubahan lingkungan secara rutin, dan segera melakukan perbaikan (pengendalian)

jika terjadi kerusakan. Selain itu juga mutlak diperlukan pemeliharaan secara terus menerus

berkesinambungan, baik oleh masyarakat setempat maupun instansi yang berwenang.. Misalnya

saja, pada waktu yang lalu ada petugas pembersih saluran air, bendung/dam dan masyarakat gotong

royong membersihkan saluran air masih terlihat dimana-mana, namun saat kini sudah tidak pernah

lagi dijumpai,

Dengan adanya peristiwa kerusakan lingkungan di beberapa daerah dengan dampak yang

cukup mengerikan bagi masyarakat setempat, maka jika kerusakan lingkungan tidak segera

dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya, tentunya akan berimbas mengganggu terhadap

kelangsungan hidup saat kini dan generasi mendatang. Reklamasi kerusakan lingkungan harus

segera dilakukan, agar kerugian besar dapat diperingan karena biaya perbaikan lingkungan akan

dapat melebihi keuntungan sesaat yang diperoleh. Demikian juga halnya dengan kerusakan

lingkungan kodia Semarang dan semoga Semarang masih dapat berslogan ATLAS.

Penulis

Ir. Siddhi Saputro, MPhilStaf Pengajar Jurusan Ilmu Kelautan FPIK

Universitas Diponegoro

5