batasan ekstra piramidal

8
BATASAN/DEFINISI Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari sistem ekstrapiramidal adalah terutama di formatio reticularis dari pons danmedulla dan di target saraf di medula spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh. Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang lainnya. Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif. ETIOLOGI Sindroma ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut : Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal ChlorpromazineThioridazinePerphenazinetri fluoperazine 150-1600 ++

Upload: hp-invent

Post on 24-Apr-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sindroma Ektra Piramidal et causa Penggunaan Obat anti Psikosis

TRANSCRIPT

Page 1: Batasan Ekstra Piramidal

BATASAN/DEFINISI

Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak bagian

sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari sistem ekstrapiramidal

adalah terutama di formatio reticularis dari pons danmedulla dan di target saraf di medula

spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.

Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi

antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan sebagai gerakan

otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal

(piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia)

kemungkinan sama sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal

dapat ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang

lainnya. Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat

antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik seperti

skizofrenia dan gangguan skizoafektif.

 

ETIOLOGI

Sindroma ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang menyebabkan

adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat

antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :

Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal

ChlorpromazineThioridazinePerphenazinetrifluoperazineFluphenazine

Haloperidol

Pimozide

Clozapine

Zotepine

Sulpride

Risperidon

Quetapine

150-1600

100-900

8-48

5-60

5-60

2-100

2-6

25-100

++

+

+++

+++

+++

++++

++

-

Page 2: Batasan Ekstra Piramidal

Olanzapine

Aripiprazole

75-100

200-1600

2-9

50-400

10-20

10-20

+

+

+

+

+

+

PATOFISIOLOGI

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik, nukleus

subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan korteks

motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan

satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat

lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan

penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut

dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal

penunjang (aksesori).

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks

dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus

dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba

diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus

untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan

korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya

menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit

itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang

menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah

lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya

sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-

striatum.

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi ekstrapiramidal

dikarenakan inhibisi transimisi dopaminergik di ganglia basalis. Beberapa neuroleptik (contoh

haloperidol, fluphenazine) merupaka inhibitor dopamine ganglia basalis yang lebih poten, dan

sebagai akibatnya menyebabkan efek samping EPS yang lebih menonjol.

 

GEJALA KLINIS

a.    Akut

Efek samping muncul setelah pemakaian obat antipsikotik dalam hitungan hari sampai minggu.

1. Parkinsonism yang diinduksi obat

Page 3: Batasan Ekstra Piramidal

Sindrom parkinsonism timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering terjadi pada

dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Faktor risiko antipsikotik

menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis obat, riwayat parkinsonism

sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.

Manifestasi klinis yaitu gerakan spontan yang menurun (bradikinesia), meningkatkan tonus otot

(muscular rigidity) dan resting tremor.

2. Distonia

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan  gerakan  atau 

postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia

laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.

Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai potensi tinggi, dan

umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai beberapa hari pengobatan) atau

pada peningkatan dosis secara bermakna.

Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot, onset

yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Otot yang

paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang

(trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh

(opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan

disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur yang abnormal,

umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga

daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan

kematian. Sering terjadi pada penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan

kebanyakan pada laki-laki.

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurutDSM- IV adalah

sebagai berikut :

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang

berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik

(atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi

neuroleptik :

1)      Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya tortikolis)

2)      Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)

3)      Gangguan menelan (disfagia),  bicara,  atau bernafas  (spasme laring-faring, disfonia)

4)      Penebalan  atau  bicara  cadel  karena  lidah  hipertonik  atau membesar (disartria,

makroglosia)

5)      Penonjolan lidah atau disfungsi lidah

Page 4: Batasan Ekstra Piramidal

6)      Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)

7)      Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau

dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang

digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat

antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala

katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan

mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau

tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah

menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis

umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut :

gejala mendahului  pemaparan  dengan  medikasi  neuroleptik,  terdapat tanda neurologis fokal

yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.

3. Akatisia

Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat

antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang

panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang. Penderita

dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau

iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi

dari pasien psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.

b.   Kronik (late)

1.

1. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau setelah pemakaian

antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun

setelah pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih).

Penderita yang menggunakan APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan

berkembang menjaditardive dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive

dyskinesia.

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan ekstremitas yang

abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking),

menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan

lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari

tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang tubuh.

Page 5: Batasan Ekstra Piramidal

2. Tardive distonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan distonik adalah

lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan,

batang tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s

syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.

3. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi dengan menggunakan

antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah

ada.

 4. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks denganinvoluntary

vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).

5. Tardive myoclonus

Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan ini jarang dijumpai.

 

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik neurologis.

Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan distonia simplek tidak

membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia

secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi

dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan

akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan

bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan

termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang terlihat dari

pningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot juga menghasilkan

myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi

memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.

 

DIAGNOSIS BANDING

Sindroma putus obat

Parkinson Disease

Distonia primer

Tetanus

Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

Page 6: Batasan Ekstra Piramidal

 

PENYULIT

Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga menurunkan

kualitas penderita dalam beraktivitas.

Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami

fraktur.

 

 

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut masih baik bila gejala langsung

dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien

dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien

yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

 

PENATALAKSANAAN

Mulai dengan penurunan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan trihexyphenidil

(THP) atau antikolinergik lainnya, 4-6mg per hari selama 4-6 minggu. Setelah itu dosis

diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah

mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping EPS. Dosis antipsikotik diturunkan

hingga mencapai dosis minimal yang efektif. Pedoman penatalaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi

profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien

yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.

2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan

komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan

kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi

gejala psikotik.

3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik

medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.

Antikolinergik merupakan terapi distonia akut bentuk primer dan praterapi dengan salah satu

obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi

benztropin (Congentin) 0,5-2 mg 2xsehari (BID) sampai 3x sehari (TID) atau triheksiphenidil

(Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan

distonia akut dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang”

Page 7: Batasan Ekstra Piramidal

yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan distonia akut berat

harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan

benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin

(Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg

IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak eksperimen. Agen

yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga

dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan

benzodiazepine, khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat

membantu.

Pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin

juga sering digunakan. Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik

umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. Benzodiazepine dapat mengurangi

pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-

aminobutirat-ergik. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi

pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan pengobatan.