batal

198
1 Dengan kemampuan kepemimpinan Rektor Universitas Tadulako dalam pemberdayaan sumber-sumberdaya yang dimiliki secara profesional termasuk pemberdayaan staf akademik dan staf administrasi dapat mewujudkan pelayanan yang memuaskan terhadap mahasiswa sehingga para mahasiswa dapat mengikuti dan melaksanakan proses perkuliahan dengan baik dengan prestasi akademik yang tinggi atau pujian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah

Upload: edi-f-syahadat

Post on 05-Dec-2014

66 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Batal

1

Dengan kemampuan kepemimpinan Rektor Universitas Tadulako

dalam pemberdayaan sumber-sumberdaya yang dimiliki secara profesional

termasuk pemberdayaan staf akademik dan staf administrasi dapat

mewujudkan pelayanan yang memuaskan terhadap mahasiswa sehingga

para mahasiswa dapat mengikuti dan melaksanakan proses perkuliahan

dengan baik dengan prestasi akademik yang tinggi atau pujian.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara. Harapan tercapainya kualitas dalam penyelenggaraan

Page 2: Batal

2

pendidikan nasional secara umum masih menghadapi berbagai kendala,

khususnya di Perguruan Tinggi.

Perguruan tinggi di Indonesia dalam berbagai bidang masih jauh

tertinggal bila dibandingkan dengan perguruan tinggi di Negara-negara lain.

Hasil survey Asia wek 2005 menempatkan perguruan tinggi di Indonesia

pada posisis yang cukup rendah, di Asia yaitu renking ke 15 untuk bersaing

dalam sains dan teknologi, dan di bawa 50 besar untuk perguruan tinggi multi

disiplin (dalam Siraj, 2011. Hal. 6). Bukan hanya dalam bidang sains tetapi

juga dalam budaya dan humaniora Perguruan Tinggi di Indonesia juga masih

terkebelakang, Majalah Times edisi Nopember 2005, mengenai 100

Perguruan Tinggi peringkat atas di dunia dibidang ilmu budaya dan

humaniora hanya satu perguruan tinggi di Indonesia yaitu UGM yang

menempati peringkat ke 56. Hal-hal tersebut disebabkan karena perguruan

tinggi masih dihadapkan pada berbagai masalah seperti belum memadainya

pengelolaan anggaran, terbatasnya daya tampung, tidak efisien dan

efektifnya penggunaan sumber daya, dan lain-lain (Tilaar, 1994). Amat

beralasan jika pembangunan pendidikan pada Tahun 2010-2014 diarahkan

untuk menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif melalui

peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas dan relevansi,

kesetaraan dan kepastian memperoleh layanan pendidikan (Kebijakan

Page 3: Batal

3

Pembinaan Perguruan Tinggi, Forum Dekan se Indonesia pada Tanggal 5

September 2011, Palu).

Mencermati Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut serta

kebijakan Dirjen Perguruan Tinggi yang tercantum dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 2 Ayat 1,

menjelaskan bahwa salah satu tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan

peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

akademik dan atau profesional yang dapat mengembangkan dan

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, tekhnologi dan kesenian di

berbagai perguruan tinggi, sehingga membutuhkan layanan yang berkualitas.

Peran perguruan tinggi, dalam pengembangan kemampuan akademik

mahasiswa amat penting dan strategis. Tayeb menyatakan bahwa misi

Perguruan Tinggi dapat mengembangkan kemampuan serta kecakapan

dalam diri mahasiswa serta masyarakat luas untuk mampu berfikir dengan

berorientasi pada kepentingan bangsa serta kemanusiaan, baik pada waktu

sekarang maupun pada masa-masa yang akan datang, dengan

menggunakan pola-pola yang obyektif, kritis dan analitis, yang dapat

menghasilkan persepsi serta konsepsi yang tepat (Salusu,1986:1).

Perguruan Tinggi adalah pusat kegiatan pendidikan bagi civitas

akademik yang melaksanakan program perkulihaan dalam berbagai bidang

Page 4: Batal

4

ilmu, melakukan pengujian (riset) dan pengembangan ilmu pengetahuan

berdasarkan kaidah-kaidah profesionalisme. Pada dasarnya Perguruan tinggi

memiliki kesamaan dalam melaksanakan aktivitas yaitu melaksanakan Tri

Dharma Perguruan Tinggi (Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian pada

Masyarakat). Perguruan Tinggi melakukan aktivitas, dalam berbagai bidang

ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu eksakta maupun non eksakta, dan berhak

memberikan gelar kesarjanaan (Salusu 1986: 4). Untuk memperoleh

kesarjanaan melalui proses yaitu: mulai dari proses registrasi sampai dengan

proses penyelesaian tugas akhir (Skripsi, Tesis, Disertasi). Dengan melalui

proses tersebut, mahasiswa sebagai sasaran pelayanan secara melembaga

penting mendapatkan perhatian dan layanan yang memuaskan dari berbagai

unsur sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi, baik staf akademik dan

staf administrasi maupun unsur pimpinan terkait. Keberhasilan sebuah

universitas dalam mencapai kualitas dan pelayanan sangat ditentukan oleh

kemampuan kepemimpinan dalam mengarahkan bawahan untuk mencapai

tujuan. “ sulit mempertahankan kualitas dan pelayanan konsumen yang baik

tanpa kepemimpinan yang efektif, Andrew J. DuBrin (2009:3). Apalagi,

universitas di era globalisasi dituntut memiliki keunggulan yang memiliki daya

saing tinggi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Universitas Tadulako sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Negeri di

Propinsi Sulawesi Tengah, dituntut berperan serta dalam mengembangkan

Page 5: Batal

5

ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menggali potensi serta nilai-nilai

yang hidup di Daerah Propinsi Sulawesi Tengah melalui “Tri Dharma

Perguruan Tinggi”. yaitu: ”melaksanakan kegiatan di bidang pendidikan dan

pengajaran, bidang penelitian serta bidang pengabdian pada masyarakat”,

dengan sasaran untuk meningkatkan mutu luaran (lulusan) yang memiliki

daya saing yang tinggi. Tuntutan lulusan yang berkualitas dengan

kemampuan daya saing tinggi bukan hal yang mudah dicapai, tetapi bukan

pula sesuatu yang mustahil dicapai, hanya saja memerlukan kerja keras dan

dukungan semua pihak, baik secara eksternal maupun internal. Secara

internal pencapaian kualitas dan layanan yang memuaskan jangan hanya

menjadi tanggung jawab Rektor Universitas Tadulako saja, tetapi juga

menjadi tanggung jawab semua pembantu rektor terkait, termasuk pimpinan

Fakultas (dekan), para pembantu dekan terkait pada 9 (Sembilan) Fakultas

yaitu: Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Ekonomi

(FISIP), Fakultas Hukum, Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP),

Fakultas pertanian, Fakultas Kehutanan serta staf akademik dan staf

administrasi. Dengan dukungan staf administrasi sebanyak 400 orang, dan

staf akademik sebanyak 1169 orang yang disipakan dalam memberikan

pelayanan terhadap 26.000 (dua puluh enam ribu) mahasiswa, maka

pencapaian kualitas dan layanan dapat dicapai. Jumlah staf administrasi

maupun staf akademik yang tersedia dalam melaksanakan pelayanan

Page 6: Batal

6

akademik yang memuaskan masih jauh dari jumlah yang memadai, apalagi

jika pelayanan akademik mengacu pada SOP yang telah ditetapkan di

Universitas tadulako. Secara eksternal “era globalisasi Universitas Tadulako

tidak dapat menghindar dari keterlibatan maupun campur tangan pihak luar

sekecil apapun bentuknya. Mau atau tidak mau, Untad harus meningkatkan

kualitas untuk dapat survive menghadapi kompetisi berat dengan universitas

yang sudah berskala nasional maupun internasional. Strategi yang ditempuh

adalah “mengintegrasikan dimensi internasional dalam proses pendidikan,

penelitian, dan pelayanan masyarakat (public) sehingga menghasilkan mutu

pendidikan, penelitian dan service yang bertaraf dan di akui secara

internasiuonal. (Rektor Untad, 2011:5)

Upaya-upaya untuk mencapai kualitas dan mewujudkan pelayanan

yang memuaskan di Universitas Tadulako adalah bagian strategi penting,

selain mengoptimalkan pemberdayaan sumber-sumber daya manusia (staf

akademik dan staf administrasi) secara efektif dan efisien, juga dibutuhkan

pemimpin yang memiliki kemampuan kepemimpinan yang unggul,

kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan yang dapat

menunjukkan keteladanan bagi bawahan, staf akademik dan staf administrasi

dalam mewujudkan pelayanan yang memuaskan, seperti adil, jujur, disiplin

dan professional dalam melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan. Mampu

memberikan motivasi terhadap bawahan, sehingga staf akademik dan staf

Page 7: Batal

7

administrasi memiliki semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan

pelayanan yang memuaskan. Memiliki komitmen yang tinggi dan konsisten

terhadap pencapaian tujuan lembaga sehingga staf akademik dan staf

administrasi maun dan mampu melaksanakan pelayanan yang memuaskan.

Mampu mendelagasikan kewenangan terhadap bawahannya serta memiliki

kemampuan mengendalikan dan mengarahkan pada bawahannya sehingga

staf akademik dan staf administrasi mau dan mampu melaksanakan

pelayanan yang memuaskan terhadap pelanggan. Dengan kemampuan

kepemimpinan Rektor Universitas Tadulako dalam pemberdayaan sumber-

sumberdaya yang dimiliki secara profesional termasuk pemberdayaan staf

akademik dan staf administrasi dapat mewujudkan pelayanan yang

memuaskan terhadap mahasiswa sehingga para mahasiswa dapat mengikuti

dan melaksanakan proses perkuliahan dengan baik dengan prestasi

akademik yang tinggi atau pujian.

Berdasarkan issu dan fenomena menunjukkan bahwa di satu sisi

kepemimpinan Rektor dalam pelaksanaan pelayanan akademik sudah

berjalan, namun disisi lain belum optimal . Hal ini berarti bahwa masih

terdapat unsur-unsur pimpinan, staf akademik dan staf administrasi sebagai

bawahan rektor yang belum siap mewujudkan pelayanan akademik

sebagaimana yang diharapkan, adapun pelayanan akademik yang dimaksud

sebagai berikut:

Page 8: Batal

8

1. Proses Perwalian

Pada umumnya staf pengajar yang mendapat tugas untuk

melaksanakan pembimbingan kepada mahasiswa belum berjalan sesuai

dengan SOP yang telah dibiau oleh pimpinan universitas Tadulako. Hal ini

dapat dilihat pada Dosen wali dan mahasiswa belum menetapkan jadual

pertemuan untuk konsultasi rutin, Dosen Wali dan Mahasiswa belum mengadakan

pertemuan rutin sesuai jadual yang telah ditetapkan bersama, Dosen Wali bersama

mahasiswa belum membuat laporan perkembangan kemajuan mahasiswa, Dosen

Wali / PA belum dilibatkan memberikan persetujuan dalam hal khusus, seperti pindah

program studi dan cuti akademik

2. Proses Perkuliahan

Pada umumnya Dosen belum membuat kontrak perkuliahan dengan

mahasiswa secara konsisten. Pada umumnya staf pengajar belum membuat

SAP/GBPP dalam perkualiahan, bahkan masih terdapat diantaranya

membuat SAP tidak melaksanakan SAP sebagaimana yang telah

dirumuskan oleh Tim. Staf pengajar (Dosen) belum melaksanakan secara

konsisten jumlah tatap muka perkuliahan yang harus dipenuhi oleh

Mahasiswa sesuai dengan jumlah SKS, Minimal 12 kali tatap muka untuk 2

SKS, Minimal 14 kali tatap muka untuk 3 SKS, Minimal 24 kali tatap muka

untuk 4 SKS. Staf pengajar atau Dosen belum secara konsisten

Page 9: Batal

9

memasukkan nilai akhir kepada jurusan atau Prodi tepat waktu sesuai

dengan kebijakan yang ditetapkan Fakultas.

3. Bidang Praktikum

Pada umumnya staf pengajar dalam pelaksanaan praktikum pada

mata kuliah tertentu belum melibatkan Kepala Laboratorium menyeleksi

peserta praktikum, membuat daftar peserta praktikum, Laporan Praktikum

belum dimasukkan pada akhir periode Praktikum, Kepala laboratorium belum

mengeluarkan Sertifikat/Nilai Praktikum. Nilai Akhir/Syarat Lulus Praktikum

mahasiswa belum memasukkan Laporan Praktikum sesuai mata kuliah yang

dipraktikumkan.

4. Semester Pendek

Pelaksanaan semester pendek, belum sesuai dengan ketentuan yang

berlaku (SOP), hal ini dapat dilihat penyelenggaraan semester pendek belum

transparan bagi semua sivitas akademik dan staf administrasi. Hal ini dapat

dilihat pada penunjukkan staf pengajar untuk melaksanakan semester

pendek

5. Tugas Akhir

Pada umumnya staf akademik dalam memberikan pelayanan belum

tepat waktu yaitu melebih dari 3 hari yang seharusnya 1 hari.

Page 10: Batal

10

Page 11: Batal

11

Meskipun masalah kepemimpinan ini masih terus mendapat perhatian

agar supaya karakter dan sifat-sifat kepemimpinan terus disempurnakan

seperti transparansi,akuntabilitas, responsibilitas dan kualitas layanan.

Demikian pula gaya kepemimpinan diupayakan lebih partisipatif, agar

pelayanan dapat dilaksanakan sesuai harapan pelanggan yaitu pelayanan

yang cepat, tepat dan nyaman serta adil.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi kepemimpinan di UNTAD,

Rektor pada tingkat Universitas dibantu oleh Pembantu Rektor Bidang

Page 12: Batal

12

Akademik (PR.I), Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum dan

Keuangan (PR II), Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaa (PR.III) ,

Pembantu Rektor Bidang kerjasama (PR.IV), dan pada tingkat Fakultas

dipimpin oleh Dekan dibantu para pembantu Dekan . Berkaitan dengan

tenaga akademik yang mengelola layanan pendidikan dalam hal teknis

administrasi ditangani oleh bagian administrasi bidang kademik.

Layanan akademik meliputi penyediaan sarana, penyediaan pedoman

dan prosedur layanan, registrasi dan layanan Kartu Rencana Studi (KRS)

Mahasiswa, layanan perkuliahan, serta layanan administrasi akademik

lainnya yang menjadi bagian dari layanan administrasi akademik unit

kerjanya, tingkat universitas.Fakultas/unit kerja yang setara. Besarnya

tanggung jawab akademik dalam layanan administrasi akademik ini, tentu

juga didukung oleh komptensi sumber daya manusianya. Pelaksana layanan

administrasi akademik adalah tenaga administrasi akademik setingkat Kepala

Sub Bagian Administrasi Akademik Tingkat Universitas/Fakultas/Unit Kerja

yang setara atau yang setara dengan jabatan itu untuk unit masing-masing.

Universitas Tadulako sudah berupaya untuk memaksimalkan layanan

pendidikan secara tertib dan bertanggung jawab dengan melakukan

lokakarya, Peningkatan Mutu Layanan Bimbingan Akademik bagi mahasiswa

Untad, di kampus Bumi Tadulako Tondo. Lokakarya yang diikuti 140 Dosen

yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam

Page 13: Batal

13

mengoptimalkan fungsi perwalian bagi mahasiswa, dan untuk menyamakan

persepsi dosen tentang proses dan prosedur perwalian mahasiswa

mendukung keberhasilan belajar di Perguruan Tinggi. Selain itu,dengan

kegiatan tersebut,dapat menyamakan persepsi tentang prosedur dan tata

kelola layanan akademik di Untad, serta meningkatkan akuntabilitas layanan

akademik dilingkungan Untad.

Hasil penelitian Syafar (2010) mengatakan bahwa kualitas layanan

pada Bidang Akademik terutama bidang kemahasiswaan belum memadai.

Syafar mengukur dari aspek realiability, responsiviness, assurance, empaty,

dan tangible. Keempat unsur inilah dijadikan indikator untuk mengukur

kualitas pelayanan di Universitas Tadulako. Karena kualitas kurang memadai

maka masih perlu perhatian dari unsur pimpinan melakukan pengembangan

untuk meningkatakan kemampuan dan pengetahuan bagi setiap pegawai,

terutama dalam menghadapi berbagai perubahan dan kemajuan dengan

adanya sistem tekhnologi yang modern.

Oleh karena itu manajemen perguruan tinggi harus ditopang oleh

kualitas para pemimpin dan pengelola yang memadai dan tidak cukup hanya

menggunakan indikator tunggal, tetapi harus menggunakan multi indikator

dari aspek proses pelayanan dan aspek output atau hasil pelayanan.

Manajemen Perguruan Tinggi harus sudah seperti mengelola perusahaan

(cooperate Business), dengan mengandalkan pendekatan keperilakuan,

Page 14: Batal

14

dalam arti kata perguruan tinggi harus mengalami perubahan. Bukan lagi

sekedar mencetak SDM yang high quality dan professional tetapi harus

sudah berubah menjadi institusi knowledge producing enterprise.

Pembantu Rektor I yang menangani bidang akademik dan selaku

penanggung jawab lokakarya pada waktu itu dalam sajian materinya

mengungkapkan, Universitas Tadulako dengan segala kemampuannya yang

telah dicapai, bertekad meningkatkan daya saing dengan berupaya

menghasilkan lulusan yang bermutu dan relevan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Selain itu, sebagai penyelenggara pendidikan tinggi, Untad tetap

memposisikan mahasiswa sebagai pelanggan utama. Oleh karnanya yang

menjadi orientasi dan perhatian utama pelayanan dalam mendayagunakan

berbagai sumber daya yang dimiliki. Namun upaya dan harapan tersebut

belum sampai pada puncak pengharapan dan yang didambakan.

Padahal tahun Akademik 2011/2012 Universitas Tadulako memiliki 26

ribu mahasiswa mulai dari jenjang diploma hingga mahasiswa Pascasarjana.

Dosen 1169 dan pegawai 400 orang yang tersebar pada 8 Fakultas dan Satu

Program Pascasarjana. Semua yang beraktivitas pada perguruan tinggi,

harapannya membutuhkan pelayanan yang berkualitas.

Hasil observasi awal, bahwa kepemimpinan di Universitas Tadulako

dianggap sosok pemimpin yang familier dan visioner (Radar Sulteng, Kamis

Page 15: Batal

15

Tanggal 18 Agustus 2011). Tindakan yang dilakukan adalah mencoba

melakukan suatu perubahan dengan melakukan penataan lingkungan baik

pada sumber daya manusia maupun non manusia. Tindakan Rektor tersebut

dapat menjalankan perannya sebagai agen perubahan yang membuat sketsa

ke depan dengan melibatkan bawahan untuk menjalankan visi, mendorong

terlaksananya pengabdian masyarakat melalui pendidikan dan penelitian

sebagai keunggulan yang harus diraih pada Tahun 2020. Namun tindakan

tersebut masih mendapat sebuah tantangan, tetapi tantangan itu merupakan

bentuk motivasi mengarah pada perbaikan dan kebenaran.

Sutomo (2010), menyatakan bahwa kepemimpinan yang melakukan

perubahan dapat dikatakan kepemimpinan transformasional yang dapat

bekerja dengan mendorong bawahannya agar lebih inovatif, mempunyai visi,

dan adanya tujuan strategis bagi organisasi dan adanya komitmen dari pihak

bawahannya. Tapi nampak bahwa implementasi kepemimpinan

transformasional mengalami penurunan disebabkan karena karakteristik

kepemimpinan belum membangun komunikasi antara bawahan dan

mahasiswa sebagai pelanggan inti, untuk mencari titik kelemahan pemberian

pelayanan baik serta belum memperhatikan budaya di lingkungan universitas

maupun di tingkat Fakultas, sehingga masih ada unsur civitas yang

bermalas-malas .

Page 16: Batal

16

Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap gaya kepemimpinan

yang ada kaitannya dengan pelayanan akademik yang berlaku di Universitas

Tadulako secara komprehensif sehingga dapat memberikan kontribusi untuk

meningkatkan kualitas layanan akademik. Penelitian kepemimpinan

difokuskan pada pendekatan terbaru dalam kepemimpinan, transformasional

yang diharapkan mampu melakukan perubahan terhadap pelayanan

akademik di UNTAD dan dapat meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan

para pengikutnya.

Berdasarkan hasil pengamatan serta didukung oleh berbagai informasi

terlihat bahwa Universitas Tadulako, nampak para pemimpin di universitas

baik level pemimpin di tingkat Universitas maupun tingkat fakultas masih

tercermin gaya kepemimpinan yang otoriter, maksudnya pimpinan Fakultas

belum sepenuhnya mematuhi apa yang menjadi keputusan pada unsur

pimpinan di Universitas.

Beberapa hal yang dimaksud antaranya adalah masing-masing

pimpinan Fakultas menetapkan pelaksanaan perkulihan dan ujian semester

tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Universitas. Belum

tepat waktu dalam membuat jadwal perkuliahan, sehingga berdampak pada

ketidak seragaman pelaksanaan perkualiahan dan pelaksanaan ujian

semster. Jika hal ini dibiarkan maka akan mengganggu kegiatan-kegiatan

akademik lain di masing-masing Fakultas.

Page 17: Batal

17

Namun berdasatkan informasi bahwa Rektor adalah sosok pemimpin

yang visioner, akan tetapi transformasi kepemimpinan secara internal belum

optimal mendukung peningkatan kualitas layanan akademik, namun sudah

ada gejala yang mengarah pada kepemimpinan transformasional, maka

identifikasi sejumlah permasalahan yang perlu dikaji yang berhubungan

dengan gaya kepemimpinan dan kualitas pelayanan akademik di Universitas

Tadulako, belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan Sarana dan

prasarana pendidikan yang disediakan UNTAD seperti kecukupan ruang

kuliah serta sarana penunjang (LCD, Laptop), ketersediaan referensi kuliah di

perpustakaan, ketersediaan dan kelengkapan laboratorium, perlengkapan

ruang kuliah, begitupula sumberdaya manusia staf administrasi, dosen

(termasuk di dalamnya Penasehat Akademik, pembimbing Tugas Akhir), dan

pengurus Jurusan/Program Studi belum memberikan pelayanan sesuai

harapan

Page 18: Batal

18

Melalui proses tersebut, mahasiswa sebagai sasaran pelayanan,

secara melembaga mendapatkan pelayanan dari berbagai unsur baik pada

dosen, staf maupun unsur pimpinan di tingkat rektorat maupun tingkat

fakultas. Ke tiga unsur tersebut sangat bertanggung jawab atas keberhasilan

sebuah organisasi atau lembaga. Keberhasilan sebuah lembaga sangat

ditentukan oleh efektifitas kepemimpinan, sulit mempertahankan kualitas dan

pelayanan konsumen yang baik tanpa kepemimpinan yang efektif Andrew J.

DuBrin (2009:3 ), Wahyu Suprapti (2000:1).

Page 19: Batal

19

Hal ini didukung pendapat Gupta (1983: 92), Riduwan (2009:25),

Untuk mengukur kapasitas kepemimpinan bagi Perguruan Tinggi dalam

mendukung daya saing Perguruan Tinggi yaitu (1) memiliki dua tipe

kepemimpinan yaitu sebagai status leader dan officier leader; Sebagai status

leader dia harus dapat diterima oleh semua anggota kelompok, dan sebagai

official leader dia harus bersifat fatherly, (2) memiliki kemampuan dalam

memberikan kewenangan dan delegasi kepada staff, (3) memiliki perhatian

yang tinggi kepada staff, (4) dapat menciptakan atmosfir kepuasan kerja.

Page 20: Batal

20

Jika mengkaji kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

keberhasilan kepemimpinan sebuah organisasi tergantung kemampuan para

pemimpin dalam mempengaruhi bawahan/staf. Untuk mempengaruhi perilaku

bawahan maka pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya diharapkan

memiliki kemampuan untuk memotivasi, menjadi teladan, memegang

komitmen dan mampu menciptakan komunikasi serta mampu melakukan

pendelegasian.

Perguruan Tinggi perlu kiranya mempunyai pemimpin yang memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain

Page 21: Batal

21

memberikan konstribusi demi efektivitas keberhasilan organisasi

(House,199:184). Selain memiliki kemampuan memotivasi juga diharapkan

dapat menjadi tauladan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sri Sultan

Hamengkubowono X yang menyatakan bahwa syarat mutlak bagi

kepemimpinan nasional yang kuat dan beribawa jika mampu

mengimplentasikan Tri logi kepemimpinan yang terdiri dari keteladanan,

kemauan dan kompetensi (Adi Sujatno, 2007: 69).

Kepemimpinan yang menjalankan perannya sebagai motivator,

menjadi panutan dan memiliki kemauan maka dapat mewujudkan serta

komptensi adalah komitmen (Bob Adams, 2006:2), jadi kepemimpinan yang

efektif jika dapat memegang komitmen (Luthans, 2006: 638). Kepemimpinan

yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menciptakan komunikasi (Ari

Retno Habsari, 2002:63), juga memiliki kemampuan mendelegasikan tugas

sesuai kemampuan staf (Sedarmayanti,2009:141).

Pendapat para ahli tersebut tersebut menunjukkan betapa pentingnya

kepemimpinan sebuah organisasi, gagal dan berhasil tidaknya sebuah

organisasi dalam melakukan perubahan demi pengembangan organisasi

tergantung yang pemimpin dan dipimpin. Pemimpin puncak pada Perguruan

Tinggi/Universitas adalah Rektor dibantu oleh wakil Rektor, sebagai unsur

pelaksana akademik adalah Fakultas, lembaga penelitian dan lembaga

Page 22: Batal

22

pengabdian masyarakat dan unsur tenaga pelaksana akademik adalah Biro

(Statuta Universitas Tadulako: Tahun 2002) .

Pembantu Rektor I yang menangani bidang akademik dan selaku

penanggung jawab lokakarya pada waktu itu dalam sajian materinya

mengungkapkan, Universitas Tadulako dengan segala kemampuannya yang

telah dicapai, bertekad meningkatkan daya saing dengan berupaya

menghasilkan lulusan yang bermutu dan relevan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Selain itu, sebagai penyelenggara pendidikan tinggi, Untad tetap

memposisikan mahasiswa sebagai pelanggan utama. Oleh karnanya yang

menjadi orientasi dan perhatian utama pelayanan dalam mendayagunakan

berbagai sumber daya yang dimiliki. Namun upaya dan harapan tersebut

belum sampai pada puncak pengharapan dan yang didambakan.

Padahal tahun Akademik 2011/2012 Universitas Tadulako memiliki 26

ribu mahasiswa mulai dari jenjang diploma hingga mahasiswa Pascasarjana.

Dosen 1169 dan pegawai 400 orang yang tersebar pada 8 Fakultas dan Satu

Program Pascasarjana. Semua yang beraktivitas pada perguruan tinggi,

harapannya membutuhkan pelayanan yang berkualitas.

Berdasarkan hasil pengamatan serta didukung oleh berbagai informasi

terlihat bahwa kepemimpinan Rektor Universitas Tadulako belum

menegakkan disiplin kerja, belum maksimal memberi motivasi kepada

Page 23: Batal

23

bawahannya untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan

pelayanan akademik, belum menciptakan komunikasi secara rutin kepada

bawahan baik yang berkaitan dengan pelayanan perkuliahan maupun pada

pelayanan tugas akhir serta dalam memberikan pendelegasian belum

sepenuhnya memperhatikan kompetensi bagi pegawai serta belum

berpegang teguh pada komitmen yang telah dibuat dalam bentuk aturan,

seperti .

B. Identifikasi Masalah

Beberapa hal yang dimaksud antaranya adalah unsur Pimpinan

Uversitas Tadulako (Rektor, Dekan dan ketua Jurusan), belum

memperlihatkan perilaku kepemimpinan yang dapat dijadikan sebagai

tauldan, hal ini dapat dilihat dari aspek kedisiplinan dalam memanfaatkan

waktu kerja yaitu masuk pada jam 8 pagi dan pulang pada jam 4 sore. Jika

hal ini terjadi maka akan berdampak pada perilaku bawahan, sehingga tugas

dan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat kampus belum efektif.

Kepemimpinan di Universitas Tadulako, belum maksimal memberikan

motivasi pada bawahan untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan.

Hal ini dapat dilihat dari aspek kemampuan pegawai dalam memberi layanan

belum maksimal dilaksanakan.

Page 24: Batal

24

Namun diakui bahwa di Universitas Tadulako belum sepenuhnya para

staf mendapat kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya, sehingga

berdampak pada kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan mendapat

pelayanan yang cepat dan tepat.

sebagaimana yang diatur dalam karena berikan maksimal

meningkatkan motivasi menerapkan kepemimpinan partisipatif, masing-

masing pimpinan Fakultas menetapkan pelaksanaan perkulihan dan ujian

semester tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Universitas.

Belum tepat waktu dalam membuat jadwal perkuliahan, sehingga berdampak

Page 25: Batal

25

pada ketidak seragaman pelaksanaan perkuliahan dan pelaksanaan ujian

semester.

Namun berdasatkan informasi bahwa Rektor adalah sosok pemimpin

yang visioner, akan tetapi transformasi kepemimpinan secara internal belum

optimal mendukung peningkatan kualitas layanan akademik, namun sudah

ada gejala yang mengarah pada kepemimpinan transformasional, maka

identifikasi sejumlah permasalahan yang perlu dikaji yang berhubungan

dengan gaya kepemimpinan dan kualitas pelayanan akademik di Universitas

Tadulako, belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan Sarana dan

prasarana pendidikan yang disediakan UNTAD seperti kecukupan ruang

kuliah serta sarana penunjang (LCD, Laptop), ketersediaan referensi kuliah di

perpustakaan, ketersediaan dan kelengkapan laboratorium, perlengkapan

ruang kuliah, begitupula sumberdaya manusia staf administrasi, dosen

(termasuk di dalamnya Penasehat Akademik, pembimbing Tugas Akhir), dan

pengurus Jurusan/Program Studi belum memberikan pelayanan sesuai

harapan.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah

dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Page 26: Batal

26

1. Bagaimana gaya kepemimpinan dalam menunjang kualitas pelayanan

Universitas Tadulako ?

2. Bagaimana diskripsi pelaksanaan pelayanan selama berlangsung di

Universitas Tadulako ?

3. Faktor-faktor apa yang paling determinan menunjang kepemimpinan di

Universitas Tadulako?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis secara konfrehensif tentang gaya

kepemimpinan dalam menunjang kualitas pelayanan Universitas Tadulako.

2. Untuk mengetahui dan menganlisis gambaran secara konfrehensif tentang

pelaksanaan pelayanan selama berlangsung di Universitas Tadulako.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang paling determinan

menunjang kepemimpinan di Universitas Tadulako.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah bahwa penelitian ini dapat memberi kontribusi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu

administrasi negara.

Page 27: Batal

27

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah bahwa penelitian ini dapat memahami secara

lebih tepat fenomena tentang kepemimpinan dan pelayanan akademik

yang dapat memuaskan masyarakat kampus, sehingga penelitian ini

dapat menyodorkan gaya kepemimpinan yang tepat yang kemudian

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan

perubahan untuk peningkatan mutu atau kualitas pelayanan di

Universitas Tadulako.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Administrasi Publik dan Perkembangannya.

1. Pengertian Administrasi Publik

Terdapat banyak persepsi tentang pengertian administrasi publik

diantaranya. Stephen Robbins dikutip oleh Damai Darmadi Sukidin (2009:5)

Page 28: Batal

28

menyatakan: “ Administration is the universal process of efficiently getting

activities completed with and through other people” .

Jadi apa yang dikatakan Stephen Robbins tentang pengertian

administrasi pada hakekatnya administrasi merupakan suatu proses yang

universal dalam aktivitas pencapaian tujuan secara efisien dengan dan

melalui orang lain.

Chandler dan Palano dikutip oleh Keban (2004:3) menyatakan bahwa:

Administrasi publik adalah proses dimana sumber daya dan personil publik

diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, dan mengelola

keputusan dalam kebijakan publik. Kedua pengarang tersebut juga

menjelaskan bahwa administrasi publik merupakan seni dan ilmu (art and

science) yang ditujukan untuk mengatur “ public affairs” dan melaksanakan

berbagai tugas yang telah ditetapkan.

Harbani Pasolong (2008:7) mengutip pendapat beberapa ahli tentang

pengertian administrasi publik yaitu:

H.George Frederickson (1997:46), menjelaskan konsep “publik dalam

lima perspektif yaitu: (a) publik sebagai kelompok kepentingan, yaitu publik

dilihat sebagai manifestasi dan interaksi kelompok yang melahirkan

kepentingan masyarakat, (b) publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu

masyarakat terdiri atas individu-individu yang berusaha memenuhi kebutuhan

Page 29: Batal

29

dan kepentingan sendiri, (c) publik sebagai perwakilan kepentingan

masyarakat, yaitu kepentingan publik diwakili melalui suara, (d) publik

sebagai konsumen, yaitu konsumen sebanarnya tidak terdiri dari individu-

individu yang tidak berhubungan satu sama lain, namun dalam jumlah yang

cukup besar mereka menimbulkan tuntutan pelayanan birokrasi.(e) publik

sebagai warga Negara yaitu warga Negara dianggap sebagai publik karena

partisipasi masyarakat sebagai keikutsertaan warga Negara dalam seluruh

proses penyelenggaraan pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang

paling penting.

David H.Rosenbloom (2005) menunjukkan bahwa administrasi publik

merupakan pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik

dan hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah dibidang legislative,

eksekutif dalam rangka fungsi-fungsi pengetahuan dan pelayanan terhadap

masyarakat secara keseluruhan atau sebagaian.

Keban (2004:10) menjelaskan ruang lingkup administrasi publik dapat

dilihat pada: (a) kebijakan publik, (b) Birokrasi publik, (c) manajemen publik,

(d) kepemimpinan, (e) pelayanan publik, (f) administrasi kepegawaian, (g)

Kinerja, (h) etika administrasi.

Jadi administrasi publik jika dilihat dari definisi-definisi yang telah

dijelaskan di atas, maka pada hakekatnya administrasi public sebagai suatu

Page 30: Batal

30

jenis kegiatan atau aktivitas pekerjaan dan perbuatan atau tindakan atau pun

usaha. Namun demikian, kegiatan yang dilakukan, tidak hanya terdiri atas

satu macam, melainkan merupakan suatu rangkaian kegiatan. Kegiatan itu

dilaksanakan dalam satu kerangka kerjasama, yang dimaksudkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Jadi sesungguhnya administrasi adalah

serangkaian kegiatan atau sebagai proses (Damai Darmadi Sakidin:2008:7).

2. Perkembangan Administrasi Publik.

Sejarah perkembangan administrasi publik pada dasarnya dapat

ditelusuri melalui berbagai literatur yang membahas tentang administrasi

publik. Thoha (2002:18 ), Husein Umar (2004:5 ), definisi administrasi publik

dapat dilihat dari paradigmanya. Berikut ada 6 (enam) paradigma untuk

menjelaskan definisi administrasi publik.

Paradigma I, Tahun 1900-1926; pada masa ini dibedakan dengan

jelas antara administrasi dan politik negara. Jadi memusatkan perhatian pada

letak administrasi negara di antara aspek-aspek lainnya. Paradigma II, Tahun

1927-1973; pada masa ini administrasi negara memiliki prinsip-prinsip yang

jelas. Prinsipnya adalah administrasi negara dapat diterapkan di negara

mana saja walaupun berbeda kebudayaan, lingkungan, visi dan

lainnya.Paradigma III, Tahun 1950-1970; pada masa ini administrasi negara

telah berkembang sebagai bagian dari ilmu politik.Paradigma IV, Tahun

Page 31: Batal

31

1956-1970; pada masa ini administrasi negara telah berkembang sebagai

ilmu administrasi. Diawali dengan ketidaksenangan bahwa ilmu administrasi

dianggap sebagai ilmu kelas 2 setelah ilmu politik.Paradigma V, setelah

Tahun 1970; pada masa ini administrasi negara telah berkembang menjadi

ilmu administrasi negara, yaitu merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan

dan ekonomi politik.

Mansyur Achmad (2010: 27) mengungkapkan bahwa Fredericson

membagi 5 (lima) paradigma dalam ilmu pengetahuan administrasi negara

yang telah berkembang selama ini, namun kemudian menambahkan I

Paradigma lain yang ia sendiri turut menganjurkannya yaitu “Administrasi

Negara Baru yang terfokus pada usaha untuk mengorganisasikan,

menggambarkan, mendesain, ataupun membuat organisasi dapat berjalan

kearah dan dengan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal

yang dilaksanakan dengan pengembangan desentralisasi dan organisasi-

organisasi demokratis yang responsif dan mengandung partisipasi, serta

dapat memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat ”.

Jika kita kembali melihat perkembangan administrasi publik dari tahun 1970-

an sampai sekarang mengalami perubahan, penelitian mengambil dari

sebuah tulisan dalam bentuk jurnal Teguh Kurniawan (Website. http://teguh

kurniawan.web.ugm.co,id) yaitu:

1) Old Publik Administration (1885-1980)

Page 32: Batal

32

Perkembangan Administrasi pulik model klasik dibedakan menjadi  4

(empat) generasi yaitu: Pre Generation ( sampai sebelum 1885), First

Generation (1885 – 1936), Second Generation ( 1937 – 1945), Third

Generation ( setelah 1945). 

a. Pre Generation (Sampai sebelum 1885)

            Dalam Administrasi Publik Pra Generasi  termasuk para pemikir

seperti plato, aristoteles dan Machiavelli. Masa ini merujuk pada kondisi yang

ada di daratan Eropa. Pada masa ini sampai dengan kelahiran konsep

Negara Bangsa, penekanan Administrasi Publik didasarkan pada prinsip

permaslahan moral dan kehidupan politik serata pada organisasi dari

Administrasi Publik. Abad I (Pencerahan), terdapat tiga tokoh yaitu Plato,

Aristoteles dan Machiavelli menciptakan sebuah dasar pemikiran bahwa

Memiliki etika pelayanan publik dalam prinsip pelayanan pada Pengawasan

kota, wilayah/angora, tempat ibadah (Plato) dan kemudian ditambah

pengawasan daerah pedalaman/ pedesaan oleh Aristoteles. Abad XIV – XVII

(Kegelapan), Pada abad ini ilmu tidak berkembang kareana adanya doktrin

gereja. Abad XVIII – XIX (Pencerahan Kembali/Renaisance).

b. First Generation (1885 – 1936)

Di daratan Eropa, Wina oleh Lorenz Van Stein (1855) yang dikenal

sebagai Bapak pendiri Ilmu Administrasi. Perkembangan ilmu Administrasi di

Page 33: Batal

33

Eropa berorientasi pada legal approach. DiAmerika,  Oleh Thomas Woodrow

Wilson ( 1856 – 1924) yang dikenal sebagai Bapak pengembang ilmu

adminitrasi. Perkembangan Ilmu Administrasi diAmerika berorientasi pada

management Approach. Wilson dalam Bukunya yang berjudul “ The Study Of

Administration” mengemukakan 4 (empat) konsep yaitu: (1) Dikotomi Politik –

Administrasi, (2) Prinsip-prinsip Administrasi, (3) Analisis pebandingan antara

organisasi politik dan privat melalui skema politik, (4) Pencapaian manajemen

yang efektif malalui pemberian pelatihan – pelatihan pada pegawai negeri

dan dengan menilai kualitas mereka. Tulisan Wilson yang berjudul “ The

Study Of Administration” dikenal dengan tonggak perkembangan Keilmuan

Administrasi.

c. Second Generation ( 1937 – 1945)

   Pada generasi kedua diwarnai oleh dua tokoh yaitu Gulick dan Urwick

yang merupakan pendiri Ilmu Administrasi dengan mengintegrasikan ide dari

Henri Fayol kedalam teori komprehensif Administrasi. Mereka percaya bahwa

pemikiran Fayol menawarkan perlakuan yang sistematis dalam

manajemendan bisa diaplikasikan dengan baik pada manejemen perusahaan

maupun untuk ilmu administrasi. Dua disiplin ilmu Gulick dan Quwick tidak

perlu dipisahkan melainkan menjadi sebuah ilmu tunggal dari adminstrasi

yang melewati batas-batas antara sektor privat dan sektor publik dimana

Page 34: Batal

34

dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Administrasi lebih memfokuskan pada

organisasi pemerintahan.

d. Third Generation ( setelah 1945)

            Generasi ketiga dari Administrasi Publik model klasik muncul dengan

mempertanyakan ide dari Wilson dan generasi kedua. Pada awalnya

pembedaan politik dan administrasi sangat dipertimbangkan oleh generasi

ketiga, namun demikian diskusi terus berlanjut. Perkembangan selanjutnya,

sebagai akibat dari gagalnya intervensi Amerika di Vietnam dan juga skandal

Watergate membuat politik mulai diragukan, dan baru ditahun 1980-an

terdapat pertimbanagn yang baik kembali terhadap birokrasi dimana

Administrasi Publik harus memisahkan diri dari politik.

            Pre Generation, First Generation, Second Generation dan Third

Generation disebut sebagai Old Public Administration. Konsep yang

digunakan Paradigma Old Public administration juga dapat dilihat melalui

model “old chestnuts” dari Peters (1996 dan 2001), dimana Administrasi

Publik berdasarkan pada Pegawai Negeri yang politis dan

terinstitusionalisasi; organisasi yang hierarkhis dan berdasarkan peraturan;

penugasan yang permanen dan stabil; banyaknya pengaturan internal; serta

menghasilkan keluaran yang seragam

2) New Public Management (11980-1990)

Page 35: Batal

35

            Setelah perkembangan Ilmu Administrasi  pada tahun 1980-an

kemudian berkembang lagi menjadi  New Public Management khususnya di

New Zealand,Australia, Inggris dan Amerika sebagai akibat dari munculnya

krisis kesejahteraan negara. Paradigma ini kemudian menyebar secara luas

khususnya ditahun 1990-an disebabkan adanya promosi dari lembaga

internasional seperti Bank Dunia, IMF, Sekretariat Negara Persemakmuran

dan kelompok- kelompok konsultan manajemen

            Paradigma NPM ini muncul disebabkan sejumlah kekuatan baik

dinegara maju maupun dinegara berkembang . Di negara maju memiliki

perkembangan dibidang ekonomi, social, politik dan lingkungan

administrative secara bersama – sama mendorong terjadinya perubhan

radikal dalam sistem manajemen dan Administrasi Publik. Sasaran utama

dari perubahan yang diinginkan adalah peningkatan cara pengelolaan

pemerintah dan penyampaian pelayanan pada masyarakat dengan

penekanan pada efisiensi, ekonomi dan efektivitas. Kemunculan NPM

dinegara berkembang hampir sama dengan negara maju yang dilatar

belakangi oleh faktor- faktor krisis ekonomi dan keuangan, penyesuaian

struktur dan kondisional konteks manajemen dan administrasi Publik, serta

konteks politik bagi adanya reformasi.

         Dalam NPM menyediakan banyak pilihan untuk mencapai biaya yang

efektif dalm penyampaian barang publik seperti adanya organisasi yang

Page 36: Batal

36

terpisah untuk kebijakan dan implementasi, kontrak kerja , pasar internal,

sub-kontrak dan metode lainnya. NPM memiliki focus yang kuat terhadap

organisasi internalnya diman berusaha memperbaiki kinerja organisasi sektor

public dengan metode yang digunakan oleh sektor privat. Terdapat sejumlah

prinsip dasar dari NPM berdasarkan pendapat dari sejumlah ahli

sebagaimana uraian berikut (Hoods 1991 dan Owens 1998 dalam Oluwu,

2002, serta Borins and Warrington 1996 dalam Samaratunge and

Bennington, 2002) :

a.  Penanganan oleh manajemen professional, Artinya, biarlah manajer yang

mengelola. Prinsip ini memperkenalkan akan adanya kebutuhan bagi

pengelolaan yang professional di tingkat atas, dan manajer professional ini

harus diberikan kewenangan yang besar dalam mengelola dari pada

hanya sekedar menjadi administrator yang fungsinya hanya

mengadministrasikan aturan. Jika memungkinkan, posisi dari manajer ini

harus berdasarkan kontrak khususnya untuk mampu memberikan jawaban

terhadap hasil-hasil tertentu yang ditentukan secara politis. Pola kontrak

yang semacam ini membawa perubahan yang mendasar dalam

pengorganisasian manajemen sumberdaya manusia di sector public.

b. Keberadaan standard an ukuran kerja. Salah satu perangkat penting

dalam mengimplementasikan manajemen professional adalah melalui

pendefinisian secara jelas terhadap tujuan, target, dan indicator

Page 37: Batal

37

keberhasilan. Lebih disukai dalam bentuk kuantitatif serta pembenaran

berdasarkan akuntabilitas yang lebih besar terhadap penggunaan

sumberdaya.

c. Penekanan pada pengawasan keluaran dan manajemen wirausaha. Hal

ini dilakukan melalui mekanisme kinerja dan anggaran berdasarkan

program serta melalui perencanaan jangka panjang dan penggunaan

manajemen stratejik pada organisasi. Manajemen stratejik memfokuskan

pada perubahan tujuan yang harus dicapai oleh organisasi dalam situasi

perubahan lingkungan yang dinamis melalui analisa SWOT.

d. Unit yang tidak mengumpul. Organisasi dibagi kedalam unit-unit korporasi

yang terpisah dan dengan kontrak kinerja yang terpisah dengan tujuan

memisahkan kebijakan dari unit operasional.

e. Kompetisi dalam pelayanan publik. Penerapan prinsip pasar  ke dalam

sektor publik dilakukan melalui privatisasi, komersialisasi dan tes pasar

(tender versus penyediaan oleh birokrasi). Dengan memisahkan antara

penyedia (otoritas legal) dari produksi (transformasi teknis dari input

menjadi output), maka rivalitas dari produsen yang berbeda dapat

digunakan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan standar.

f. Penekanan pada gaya sektor privat dalam praktek manajemen. Idenya

adalah memindahkan etika pelayanan public dari gaya militer menjadi lebih

Page 38: Batal

38

fleksibel dalam merekrut dan memberikan penghargaan seperti evaluasi

kinerja dan gaji yang sesuai kinerja

g. Penekanan yang lebih besar pada disiplin dan penghematan. Dilakukan

melalui pemotongan biaya langsung, peningkatan disiplin pekerja,

pembatasan biaya keluhan serta penggunaan teknologi komunikasi dan

informasi.

h. Penekanan, terhadap peran dari manajer public dalam menyediakan

pelayanan berkualitas tinggi.

i. Mengadvokasi otonomi manajerial dengan mengurangi pengawasan

lembaga pusat

j. Tuntutan, pengukuran dan penghargaan terhadap kinerja individu dan

organisasi.

k. Menyadari pentingnya penyediaan sumberdaya manusia dan teknologi

yang dibutuhkan manajer dalam memenuhi target kinerjanya.

l. Menjaga penerimaan terhadap kompetisi dan wawasan yang terbuka

mengenai bagaimana tujuan public harus dilaksanakan oleh aparat

pemerintah

3) New Public Service (1990- sekarang)

Page 39: Batal

39

New Public Service merupakan perkembangan lebih lanjut dari New

Public Manajemen pada 1990-an yaitu setelah Administrasi publik

mengusung konsep pemerintahan yang efisien dengan banyak pilihan untuk

mencapainya kemudian Administrasi berkembang menjadi lebih inovatif.

Secara praktek, gerakan manajerialis memperoleh pengaruh besar dalam

reformasi administrasi publik di berbagai negara maju, seperti Selandia Baru,

Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Di Inggris, reformasi administrasi

publik dijalankan sejak masa PM Margaret Thatcher. Dukungan intelektual

dalam gerakan ini di Inggris tampak dari karya Emmanual Savas dengan

“Privatization”nya, Normann Flynn dengan “Public Sector Management”nya.

Di Amerika Serikat, gerakan ini memperoleh popularitas besar berkat karya

terkenal David Osborne dan Ted Gaebler (1995), Reinventing Government.

Gerakan ini menyebar ke seluruh dunia sehingga menjadi inspirasi utama di

banyak negara dalam mereformasi administrasi publik baik dengan

melakukan privatisasi gaya Inggris atau dengan gerakan mewirausahakan

birokrasi gaya Amerika Serikat.

Perspektif ini menekankan penggunaan mekanisme dan terminologi

pasar sehingga memandang hubungan antara badan-badan publik dengan

pelanggannya sebagai layaknya transaksi yang terjadi antara penjual dan

pembeli. Peran manajer publik berubah karena ditantang untuk selalu

menemukan cara-cara baru dan inovatif dalam mencapai tujuan, atau

Page 40: Batal

40

menswastakan berbagai fungsi yang semula dijalankan oleh pemerintah.

Manajer publik didesak untuk “mengarahkan bukannya mengayuh,” yang

bermakna bahwa beban pelayanan publik tidak dijalankan sendiri tetapi

sebisa mungkin didorong untuk dijalankan oleh pihak lain melalui mekanisme

pasar. Dengan demikian manajer publik memusatkan perhatian pada

akuntabilitas kepada pelanggan dan kinerja tinggi, restrukturisasi

badanbadan publik, mendefinisi ulang misi organisasi, menyederhanakan

proses administrasi, dan mendesentralisasi pembuatan keputusan.

Menurut Denhardt dan Denhardt (2003), karena pemilik kepentingan

publik yang sebenarnya adalah masyarakat maka administrator publik

seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan

memberdayakan warga negara melalui pengelolaan organisasi publik dan

implementasi kebijakan publik. Perubahan orientasi tentang posisi warga

negara, nilai yang dikedepankan, dan peran pemerintah ini memunculkan

perspektif baru administrasi publik yang disebut sebagai New Public Service.

Perspektif new public service mengawali pandangannya dari

pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi

kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang

sebagai semata persoalan kepentingan pribadi (self interest) namun juga

melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga

negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners of government)

Page 41: Batal

41

dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih

baik. Kepentingan public tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan

pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari

nilai bersama dan kepentingan bersama. Perspektif new public service

menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam

pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat.

Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari

adanya beberapa lapisan kompleks tanggung jawab, etika, dan akuntabilitas

dalam suatu sistem demokrasi. Administrator yang bertanggung jawab harus

melibatkan masyarakat tidak hanya dalam perencanaan tetapi juga

pelaksanaan program guna mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Hal ini harus

dilakukan tidak saja karena untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik

tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan demikian, pekerjaan

administrator publik tidak lagi mengarahkan atau memanipulasi insentif tetapi

pelayanan kepada masyarakat.

Perspektif new public service membawa angin perubahan dalam

administrasi publik. Perubahan ini pada dasarnya menyangkut perubahan

dalam cara memandang masyarakat dalam proses pemerintahan, perubahan

dalam memandang apa yang dimaksud dengan kepentingan masyarakat,

perubahan dalam cara bagaimana kepentingan tersebut diselenggarakan,

dan perubahan dalam bagaimana administrator publik menjalankan tugas

Page 42: Batal

42

memenuhi kepentingan publik. Perspektif ini mengedepankan posisi

masyarakat sebagai warga negara dalam konteks penyelenggaraan

pemerintahan. Perspektif ini membawa upaya demokratisasi administrasi

publik. Pelayanan kepada masyarakat merupakan tugas utama bagi

administrator publik sekaligus sebagai fasilitator bagi perumusan kepentingan

publik dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Perspektif ini juga

mengakui bahkan menuntut adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai

jenjang pemerintahan, termasuk daerah. Dalam penyelenggaraan

pemerintahan lokal, partisipasi masyarakat merupakan unsur penting dalam

perspektif new public service, yang merupakan perspektif baru dalam

administrasi publik.

Untuk memahami kaitan antara administrasi publik dengan

kepemimpinan , maka terlebih dahulu memahami hakekat ilmu administrasi.

Makmur (2008:1), mengemukakan bahwa hakekat ilmu administrasi

merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang disusun

berdasarkan dengan rasionalitas dan sistimatika yang mengungkapkan

kejelasan tentang objek forma, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu

keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan

objek material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas adminitrasi dalam

bentuk kerja sama menuju terwujudnya tujuan tertentu.

Page 43: Batal

43

Haedar Akib (2011:226) mengutip pendapat Morten Egeberg, Oters

dan Pierre, 2007:77) menyatakan bahwa sebagai ilmuan atau pemerhati

administrasi sama-sama memahami bahwa inti administrasi adalah

organisasi. Karena administrasi merupakan bentuk kerjasama sekelompok

orang yang didasarkan atas pengetahuan (explisit, Tacit, and cultural)

tertentu untuk mencapai suatu tujuan, dilakukan melalui organisasi. Seperti

halnya organisasi yang berkecimpung dengan bidang pendidikan, diharapkan

dalam melaksanakan aktivitas harus membangun kerjasama yang baik.

seperti administrasi, organisasi, manajemen, kepemimpinan, hubungan

manusia, perilaku manusia.

Jadi administrasi publik mempunyai keterkaitan dengan

kepemimpinan. Makmur (2006:15) menjelaskan bahwa akumulasi bagian-

bagian yang terangkum dalam administrasi membentuk suatu kesatuan utuh,

yang diistilahkan dengan totalitas. Bagian-bagian dalam sistem administrasi

dapat digambarkan sebagai berikut:

12

34

5

Page 44: Batal

44

Gambar di atas, merupakan suatu ikatan utuh dan tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:

1.Simbol persegi empat adalah administrasi, memberikan konseptual yang

berlaku secara universal yang mengarah kepada proses kerja sama

dengan dilandasi pemikiran rasional.

2. Simbol lingkaran pertama adalah organisasi. Apabila administrasi

memberikan pemaknaan keteraturan dalam kerjasama manusia, maka

organisasi berfungsi sebagai wadah berserikat manusia untuk melakukan

kerjasama.

3. Simbol lingkaran kedua adalah manajemen, memikirkan pelaksanaan

suatu kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya dengan membagi habis

kegiatan ke dalam unit-unit organisasi secara profesional.

4. Simbol lingkaran ketiga adalah kepemimpinan. Berfungsi untuk

mengarahkan manusia yang melakukan kerjasama, sehingga

melaksanakan kepercayaan (trust) antara satu dengan yang lainnya.

Page 45: Batal

45

5. Simbol lingkaran keempat adalah hubungan manusia. Aktivitas

adiministrasi akan mengalami hambatan atau kelancaran sangat

tergantung kepada hubungan baik atau tidaknya manusia dalam suatu

organisasi.

6. Simbol lingkaran kelima adalah perilaku manusia. Efektivitas dan efisiensi

pelaksanaan daripada aktivitas atau kegiatan administrasi juga ditentukan

oleh perilaku dari seluruh manusia dalam organisasi.

Dari pendapat tersebut dapat dipahami administrasi publik adalah

bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu adminitrasi dengan objek kajian kerja

sama untuk mencapai tujuan tertentu, demikian juga admnistrasi publik yang

mengkaji tentang aktivitas manusia secara teratur untuk mencapai tujuan

tertentu. Sehingga kepemimpinan terlihat punya keterkaitan dengan

administrasi publik dengan alasan bahwa aktivitas dalam sebuah organisasi

tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada kepemimpinan

yang.menggerakkan sumber daya yang tersedia di sebuah organisasi atau

lembaga.

B. Kepemimpinan dalam Perspektif Administrasi Publik

1. Penelitian Relevan

Page 46: Batal

46

Berdasarkan hasil penelitian Waldman et al., (2001) pengaruh

pimpinan pada kinerja organisasi adalah sangat dimungkinkan,

kepemimpinan kharismatik hanya memprediksi kinerja pada kondisi

lingkungan ketidakpastian bukan pada kondisi lingkungan yang penuh

dengan kepastian. Korelasi terjadi pada saat terjadi hubungan yang signifikan

secara statistic antara kepemimpinan transaksional atau kepemimpinan

kharismatik dan ketidakpastian lingkungan, meskipun pada kenyataannya

diukur dengan menggunakan metode-metode umum dan kejadian yang

menunjukkan mereka covary. Kepemimpinan transaksional tidak berkorelasi

secara signifikan dengan kinerja, sebaliknya secara marginal kepemimpinan

kharismatik secara signifikan berkorelasi dengan kinerja. Ketika kharisma

uncertainty dan transaksional–uncertainty dimasukkan bersama ke dalam

persamaan, hanya koefisien kharismatik uncertainty yang signifikan. Hasil ini

memungkinkan kharismatik dalam interaksinya dengan uncertainty menjadi

variable kunci dalam memprediksi kinerja.

Junaedi Sheelyana dan Fandi Tjipto (2002), menemukan bahwa

kepemimpinan transformational menunjukkan bahwa pemimpin yang

menunjukkan empati dan mengkomunikasikan visi mempengaruhi

kepercayaan bawahan pada kegiatan organisasi secara signifikan pemimpin

yang memperoyeksikan dirinya bertindak percaya diri dan penuh keyakinan

tidak mempengaruhi kekaguman bawahan terhadap kemampuan pimpinanya

Page 47: Batal

47

secara signifikan, namun perilaku pemimpin dari kompetensi personal dan

komitmen total pada misi organisasi ternyata dapat mempengaruhi secara

siginifikan perasaan kagum bawahanya. Hasil penelitian ini didukung hasil

penelitian yang dilakukan Khoirul (2001) pada Universitas Muhammadiyah

Malang, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh komitmen

pimpinan dengan kinerja karyawan. Selanjutnya penelitian ini juga

mengindikasikan bahwa pengaruh kemampuan pemimpin meyakinkan

bawahan akan kompetensi mereka dan kemampuan pemimpin

mendelegasikan tanggungjawab dan memberi kesempatan bagi bawahan

untuk sukses tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan

bawahan pada kemampuannya sendiri untuk mengendalikan situasi

(perberdayaan). Namun demikian, secara parsial variable kemampuan

pemimpin meyakinkan kompetensi bawahan berpengaruh secara signifikan.

Marselius ST-Rita Andarika (2004), yang dituangkan dalam bentuk

Jurnal, melihat ada 4 faktor gaya kepemimpinan yaitu faktor kharisma,

inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian individual yang dianalisis

tekhnik korelasi product-moment, dimana hasil penelitiannya menyimpulkan

bahwa factor charisma, inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian

menunjukkan terdapat hubungan positif dan sangat signifikan.

Syahir Natsir (2004), melakukan penelitian dengan menguji pengaruh

gaya kepemimpinan terhadap perilaku kerja dengan melihat indikator gaya

Page 48: Batal

48

kepemimpinan transaksional, transformasional dan kharismatik, dan hasilnya

adalah gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional terdapat

pengaruh langsung negative tetapi tidak signifikan, makna dari hasil

penelitian ini bahwa perilaku kerja karyawan tidak dipengaruhi oleh

pertukaran imbalan (material) yang berarti bahwa tidak dapat dijadikan

sebagai alat yang memprediksi perilaku kerja. Sedangkan gaya

kepemimpinan kharismatik teradap pengaruh langsung positif dan signifikan

terhadap perilaku kerja, makna dari hasil penelitian ini adalah kepemimpinan

kharismatik dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik.

Fitriani (2010), mengkaji tentang Kepemimpinan Kepala Dinas

Pendidikan Nasional terhadap Kualitas Pelayanan pada Bidang Pendidikan di

Kota Bengkulu. Hasil penelitian terdapat pengaruh yang positif dan tinggi

kepemimpinan Kepala Dinas terhadap kualitas pelayanan pada bidang

pendidikan, Kepemimpinan Kepala Dinas dilihat dari dimensi-dimensi yaitu

membimbing, membuat struktur dan fasilitas aktivitas atau hubungan memiliki

pengaruh yang kuat/tinggi dan merupkan faktor penentu dalam pelayanan

pada bidang pendidikan di Kota Bengkulu .

Indikasi Gallup dalam Luthans (2006) berdasarkan hasil surveynya

mengatakan, kepemimpinanlah yang mengarahkan seorang termotivasi dan

menciptakan situasi yang dapat membuat karyawan bahagia dan berhasil,

bukan organisasi. Dalam arti kata keberhasilan, kegagalan sebuah kegiatan

Page 49: Batal

49

tergantung pada kepemimpinan, motivasi seseorang dalam melaksanakan

tugasnya. Cardoso (2000) menyatakan betapapun majunya kebijakan dan

perumusan tujuan organisasi serta penggunaan tekhnologi, berkembangnya

informasi, tersedianya modal tanpa didukung oleh kualitas sumber daya

manusia dalam penyelenggaraan pelayanan publik, tidak akan mencapai

hasil yang optimal.

Hasil penelitian tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa betapa

pentingnya kepemimpinan terhadap pencapaian tujuan sebuah organisasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut para pemimpin sebaiknya mampu

menerapkan gaya kepemimpinan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua

dimensi gaya kepemimpinan dapat diterapkan pada semua organisasi,

disebabkan karena manusia yang beraktivitas dalam sebuah organisasi

memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehinga unsur pimpinan dalam

menjalankan kepemimpinanya diharapkan sebelum mempengaruhi kearah

pencapaian tujuan, maka terlebih dahulu membaca situasi dan tingkat

kemampuan para bawahannya atau yang dipimpin.

2. Pengertian Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Berbicara tentang kepemimpinan berarti kita tidak dapat melepaskan

diri dari masalah manusia, karena memang kepemimpinan sutradaranya

Page 50: Batal

50

adalah manusia itu sendiri yang memiliki pemikiran realistis dalam

menghadapi berbagai proses aktivitas yang juga diperankan oleh manusia.

Oleh karena itu kepemimpinan tidak akan ada tanpa pemimpin dan yang

dipimpin, keduanya ini adalah manusia. Bass (1981), menjelaskan bahwa

kepemimpinan merupakan fenomena yang kompleks, dan merupakan gejala

kemanusiaan yang universal. Burns (1978), kepemimpinan juga merupakan

salah satu topik yang paling banyak diamati sekaligus fenomena yang paling

sedikit dipahami.

Akhir-akhir ini masalah kepemimpinan semakin menarik perhatian

banyak kalangan, utamanya dalam kajian manajemen publik, sebab

kepemimpinan memiliki dimensi yang luas. Kepemimpinan tidak hanya berarti

pemimpin terhadap manusia, tetapi juga pemimpin terhadap perubahan.

Seorang pemimpin tidak hanya mempengaruhi bawahan, tetapi juga

merupakan sebagai sumber inspirasi dan motivasi bawahannya. Oleh sebab

itu definisi dan penafsiran kepemimpinan semakain beragam dalam

perkembangannya.

Torgesen (1972) Selain kepemimpinan dipandang sebagai seni dan

ilmu pengetahuan juga sebagai profesi. Sebagai suatu profesi kepemimpinan

memenuhi criteria, “ knowledge, competent application, social responsibility,

self control . Disamping itu kepemimpinan dapat ditelaah dari segi sifat,

perilaku, situasi dan kaitannya dengan perubahan lingkungan (kepemimpinan

Page 51: Batal

51

transformational). Namun belum ada kata sepakat di antara para teoritisi

organisasi tentang definisi kepemimpinan Dwivedi (1979). Tergantung pada

sudut pandang mereka masing-masing.

Berhubung dengan sangat pentingnya aspek kepemimpinan dalam

menyelenggarakan pemerintahan yang baik, maka wajar apabila masalah

kepemimpinan mendapat pengkajian yang lebih serius oleh para ahli, seperti

yang diungkapkan oleh Terry (2002) menyatakan dunia sedang memerlukan

kepemimpinan, sehingga kepemimpinan dapat dipandang sebagai

kemampuan seseorang atau pemimpin, untuk mempengaruhi perilaku orang

lain menurut keinginan-keinginanya dalam setiap kegiatan-kegiatan tertentu.

Makna dari penjelasan tentang kepemimpinan tersebut mudah

diberikan, akan tetapi sukar untuk benar-benar didalami, karena setiap pakar

kepemimpinan mempunyai pandangan yang berbeda-beda yang

menawarkan teori-teori yang saling bertentangan tentang natur

kepemimpinan yang efektif . Beberapa ahli teori berkata bahwa hakekat

kepemimpinan adalah visi. Yang lain berkata bahwa kepemimpinan

memberdayakan para pengikutnya. Yang lain lagi menawarkan keahlian-

keahlian manajemen spesifik kepada para pemimpin, atas dasar pemikiran

bahwa sekalipun jika kita tidak bisa mendiagnosis masalahnya dan meminta

para ahli menyelesaikannya, mungkin kita bisa mengelolanya.

Page 52: Batal

52

Dengan demikian pengertian kepemimpinan akan timbul di manapun

asalkan unsur- unsur seperti: Adanya orang yang dipengaruhi, Adanya orang

yang mempengaruhi, mengarahkan kepada tercapainya sesuatu tujuan.

Implikasi semua definisi tersebut menunjukkan bahwa seseorang pemimpin

harus memiliki kemampuan lebih untuk mengarahkan dan mempengaruhi

orang lain dalam pencapaian tujuan.

Stoner et al (1996) secara rinci mengemukakan implikasi definisinya

sebagai berikut:

(1).Kepemimpinan melibatkan orang lain (karyawan atau pengikut). Dengan

kemauan mereka menerima pengarahan dari pemimpin dan membuat

proses kepemimpinan menjadi mungkin , tanpa orang yang dipimpin,

semua mutu kepemimpinan dari seorang manajer menjadi tidak relevan.

(2). Kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara

pimpinan dan anggota kelompok. Anggota kelompok bukannya tanpa

kekuasaan, mereka dapat dan membentuk aktivitas kelompok dengan

berbagai cara. Sekalipun demikian, pemimpin biasanya mempunyai

kekuasaan lebih besar.

(3) Kepemimpinan adalah kemampuan menggunakan berbagai bentuk

kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku pengikut dengan berbagai

cara. Artinya, seorang pemimpin tidak hanya harus mampu menyuruh

Page 53: Batal

53

bawahannya untuk mengerjakan sesuatu, tetapi juga dapat

mempengaruhinya untuk mengikuti petunjuk dan instruksinya.

(4) Kepemimpinan menggabungkan tiga aspek pertama dan mengakui

bahwa kepemimpinan adalah mengenai nilai.

Jika pengertian kepemimpinan yang diajukan oleh Stoner tersebut

dikaji, maka hal yang menarik adalah proses interaksi dan saling

mempengaruhi antar pribadi baik pimpinan maupun karyawan. Hal ini berarti

bahwa aktivitas kepemimpinan akan berjalan dengan baik kalau terjadi

hubungan timbal balik melalui proses komunikasi yang jelas. Pemahaman ini

mengarah kepada teori pertukaran social yang kemudian berkembang

menjadi salah satu pendekatan dalam kajian interaksi pemimpin dengan

bawahan atau pengikutnya.

Walaupun definisi kepemimpinan memiliki berbagai anasir utama yang

menggerakkan jalannya proses kepemimpinan, yaitu adanya pemimpin,

bawahan, tujuan yang ingin dicapai, dan situasi tertentu.

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa kepemimpinan merupakan

salah satu aspek penting dalam manajemen dan salah satu bagian dari

administrasi publik. Untuk memberi pengertian tentang kepemimpinan maka

penulis menelusuri dari berbagai pendapat para ahli Salusu (2004:190)

Page 54: Batal

54

kepemimpinan sering sulit didefinisikan secara tepat, oleh sebab itu banyak

orang mencoba memperkenalkan defenisinya sesuai versi masing-masing .

Glenn (dalam Salusu, 2004:192) telah mengumpulkan lebih dari 350

definisi tentang kepemimpinan. Salah satu diantaranya adalah Yulk (1994:3),

“ Leadership is teh process of influencing the activities of an organized group

to Ward goal achievement” dan Wijono dalam (Pasolong, 2008)

kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang

lain untuk melakukan sesuai dengan kehendak pemimpin.

Robbins (2008: 49) kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi sebuah kelompok untuk mencapai suatu visi atau

serangkaian tujuan tertentu. Terry (2006:343), dunia sedang memerlukan

kepemimpinan, sehingga kepemimpinan dapat dipandang sebagai

kemampuan seseorang atau pemimpin, untuk mempengaruhi perilaku orang

lain menurut keinginan-keinginanya dalam setiap kegiatan-kegiatan tertentu.

Kouzes (1999:3), menyatakan bahwa kepemimpinan pada dasarnya

adalah mengenai penciptaan cara bagi orang untuk ikut berkonstribusi dalam

mewujudkan sesuatu yang luar biasa. Untuk mewujudkan sesuatu yang luar

biasa maka Gribbin (1972:9) merumuskan kepemimpinan sebagai berikut: “

Leadership can be described as a process of influence on group in a

particular situation, at a given point in time, and in a specific set of attain

Page 55: Batal

55

organizational objectives, giving them the exprience of helping attain the

common objectives and satisfaction with the type of leadership provided”.

Kepemimpinan dapat digambarkan sebagai bagian dari proses suatu situasi

yang mana mempengaruhi anggota dan pada suatu saat memiliki objek

organosasi yang khusus, sehingga mereka memiliki pengalaman yang

membantu untuk memperoleh objek dan dengan tipe kepemimpinan ini

memberikan kepuasan .

Berdasarkan konsep kepemimpinan yang diungkapkan Gribbin, maka

diangkat beberapa hal sebagai berikut:,

1. Adanya pengaruh, ada kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi

kelompok sehingga mereka bersedia dengan suka rela bukan melalui

paksaan untuk melakukan kegiatan.

2. Dalam siatuasi tertentu, kepemimpinan yang berhasil tidak dapat

dipisahkan dengan kemampuan seseorang pemimpin dalam

menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan tuntutan keadaan yang

dihadapinya.

3. Menggerakkan, yaitu kepemimpinan yang menekankan pada usaha

mempengaruhi anggota agar mereka dengan sukarela bekerja bersamaan

untuk mencapai tujuan kelompok. Sukarela dalam hal ini hanya dapat

Page 56: Batal

56

diwujudkan jika pemberian motivasi pemimpin menyentuh motiv-motiv

mereka.

4. Kepuasan, memperlengkapi type/gaya kepemimpinan. Ada kalanya

produktivitas dapat ditingkatkan melalui tekanan dan hukuman. Tetapi

ternyata bahwa para anggota merasa tidak puas. Pengurus hendaknya

berusaha membantu anggotanya untuk mencapai kepuasan kerja dengan

jalan memberikan motivasi.

Dengan demikian pengertian kepemimpinan akan timbul di manapun

asalkan unsur- unsur seperti:

(1) Adanya orang yang dipengaruhi, artinya kepemimpinan hendaknya

melibatkan orang lain seperti para bawahan atau pengikutnya. Melalui

kesediaan mereka mau menerima pengarahan dari pemimpin, anggota-

anggota kelompok membantu menegakkan status pemimpin dan

memungkinkan berlangusngnya proses kepemimpinan.Tanpa bawahan

atau pengikut maka kualitas kepemimpinan dari pimpinan tidak akan

relevan.

(2) Adanya orang yang mempengaruhi, mengarahkan kepada tercapainya

sesuatu tujuan. Implikasi semua definisi tersebut menunjukkan bahwa

seseorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih untuk

mengarahkan dan mempengaruhi orang lain dalam pencapaian tujuan.

Page 57: Batal

57

Bass and Avolio (1990:21) memberikan definisi kepemimpinan sebagai

suatu interaksi antar anggota suatu kelompok. Pemimpin merupakan agen

perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain

daripada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka. Kepemimpinan

timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi atau komptensi

anggota lainnya di dalam kelompok.

Menyimak beberapa pendapat tersebut di atas, kepemimpinan

merupakan suatu proses mempengaruhi tingkah laku orang-orang supaya

dapat bekerjasama dalam mewujudkan tujuan yang telah disepakati

bersama. Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi aktivitas

seseorang dalam kelompok orang yang terorganisasi (bawahan) supaya mau

bekerjasama dengan pimpinan (atasan) dalam situasi tertentu untuk

mencapai tujuan. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan hubungan pengaruh dari pimpinan terhadap para

pengikutnya dengan memberikan misi, visi, perhatian, rasa senang, kasih

sayang, kepercayaan, obsesi, dan konsistensi pada para anggotanya serta

menggunakan simbol-simbol, perhatian, memberikan pelatihan, serta

menunjukkan contoh dan tindakan nyata será memotivasi para pengikutnya

untuk mencapai tujuan organisasi secara sukarela.

Esensi kepemimpinan dapat dikatakan efektif, jika para pemimpin

dapat membantu orang untuk menerjemah peristiwa, memahami mengapa

Page 58: Batal

58

relevan, dan mengenali ancaman dan kesempatan yang muncul. Jika para

pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dapat membantu

menciptakan kesepakatan tentang sasaran, prioritas dan strategi maka

pemimpin tersebut dapat dikatakan membangun komitmen dan optimisme

tugas, meningkatkan antusiasme untuk pekerjaan itu, komitmen terhadap

sasaran tugas, dan keyakinan bahwa upaya itu akan berhasil secara efisien,

dan inovatif (Yukl, 2003: 523).

Pendapat tersebut yang telah dikemukakan, terlihat bahwa

keberhasilan seseorang pemimpin dalam memimpin suatu organisasi sangat

ditentukan oleh kemampuan mengaplikasikan gaya kepemimpinan secara

efektif.

Penelitian-penelitian yang bersumber pada pandangan gaya

kepemimpinan (stylistic approach) pada umumnya memuastkan perhatiannya

pada perbandingan antara gaya kepemimpinan otokratik dan demokratik.

Oleh karena penelitian di bidang ini kurang konsisten dan tidak dapat

menggambarkan superioritas universal dari satu gaya kepemimpinan

terutama gaya kepemimpinan demokratik, maka beberapa ahli mulai

memusatkan perhatiannya pada pendekatan lain yaitu pendekatan

situasional, karena Gatto beranggapan kedua gaya tersebut kurang

konsisiten, maka Gatto (1992) mengembangkan menjadi 4 gaya

Page 59: Batal

59

kepemimpinan yaitu gaya direktif, konsultatif, partisipatif dan delegasi.

Masing-masing gaya ini memiliki karakteristik tersendiri seperti:

1. Gaya kepemimpinan direktif. Semua kegiatan terpusat pada pemimpin,

dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang

diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter.

2. Gaya konsultatif, Gaya ini dibangun di atas gaya direktif , kurang otoriter

dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf dan anggota

organisasi. Fungsi pemimpin lebih banyak berkunsultasi, memberikan

bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka mencapai tujuan.

3. Gaya partisipatif. Gaya ini bertolak dari gaya konsultatif yang bisa

berkembang ke arah saling percaya antara pemimpin dan bawahan.

Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk

menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Sementara itu

kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih

banyak mendengar, menerima, bekerja sama dan memberi dorongan

dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian diberikan kepada

kelompok.

4. Gaya free-rein, Gaya ini disebut gaya delegasi, yaitu gaya yang lebih

banyak mendorong kemampuan staf untuk mengmabil inisiatif. Kurang

interaksi dan control yang dilakukan oleh pemimpin sehingga gaya ini

Page 60: Batal

60

hanya bisa berjalan apabila staf memperhatikan tingkat komptensi dan

keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi.

Berbagai gaya kepemimpinan telah diteliti dan ditemukan bahwa

setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara

yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan yang

satu lebih baik atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan yang lainnya.

Parasuraman dan Berry (1990), menjelaskan bahwa salah satu karkateristik

pemimpin yang diharapkan untuk dapat menciptakan pelayanan yang unggul

yaitu gaya kepemimpinan yang selalu siap membimbing bawahan, tanpa

henti melatih, memuji, memperbaiki, mempengaruhi, mengarahkan,

mendengarkan. Mereka menenamkan pada komunikasi pribadi dua arah

karena mereka mengetahui bahwa ini cara terbaik untuk memberi bentuk,

substansi, dan kredibilitas bagi visi pelayanan dan cara yang terbaik (Andira

dan Budiarto Subroto, 2009).

Ada beberpa gaya kepemimpinan seperti dalam jurnal Nisrul Irawati

(2004), menyebut tiga gaya kepemimpinan yaitu: (1) The authocratic leader,

(2) The participative leader, (3) The Free Rein Leader. Bass dan avolio

(Nancy Gustafson, Ed,D: 2009) yang diistilahkan model kepemimpinan Full-

Range yaitu gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan Laissez

faire, Luthans (2006), Robbins (2007) melihat gaya kepemimpinan yaitu gaya

kepemimpinan transformasional, transaksional dan kharismatik, outentik dan

Page 61: Batal

61

budaya. Tetapi pada penelitian ini penulis menjadikan indicator dari variable

gaya kepemimpinan yaitu gaya transformasional, transaksional dan

kharismatik.

Haedar Akib (2010), untuk mengklasifikasi teori dan penelitian

kepemimpinan dapat dilakukan dengan cara memahami level analisisnya

(Lussier dan Achua, 2001: 14). Level analisis teori kepemimpinan minimal

terdiri dari empat, yakni individu, kelompok, organisasi dan masyarakat.

Karena itu, sebagian besar kajian kepemimpinan diformulasikan dalam

konsep proses pada salah satu dari empat level tersebut.

Pertama, level individu. Level analisis ini terfokus pada individu

pemimpin dan hubungannya dengan individu lain (pengikutnya). Asumsi yang

dianut ialah efektivitas kepemimpinan tidak dapat dipahami lebih jauh tanpa

menjelaskan bagaimana pemimpin dan pengikutnya saling mempengaruhi

satu sama lain sepanjang waktu.

Kedua, level kelompok. Level analisis ini terfokus pada hubungan

antara pemimpin dengan kelompok pengikut kolektif yang disebut proses

kelompok. Teori proses kelompok memfokuskan pada kontribusi seorang

pemimpin terhadap efektivitas kelompok. Penelitian mendalam tentang

beberapa kelompok kecil telah mengidentifikasi faktor determinan penting

bagi efektivitas kelompok.

Page 62: Batal

62

Ketiga, level organisasi. Level analisis ini terfokus pada organisasi

sehingga lazim disebut proses organisasi. Kinerja organisasi dalam jangka

panjang tergantung pada penyesuaian secara efektif terhadap lingkungan

dan perolehan sumber daya yang dibutuhkan untuk tetap hidup, serta pada

proses transformasi efektif yang digunakan oleh organisasi untuk

menghasilkan produk dan jasa. Sebagian hasil penelitian terakhir pada level

organisasi menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari manajer level

puncak terhadap kinerja organisasi (Lussier dan Achua, 2001: 14; Manz dan

Sims, 2001: 2; Overton, 2002).

Keempat, level masyarakat. Level analisis ini banyak terfokus pada

perilaku pemimpin informal dalam masyarakat pada umumnya. Corak

kepemimpinan di masyarakat sangat dipengaruhi oleh tatanan nilai dan

keyakinan serta norma-norma (adat, kesusilaan, hukum, agama) yang

berkembang dalam masyarakat.

Mencermati beberapa pendapat tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa kepemimpinan mempunyai peran yang sangat strategis dalam sebuah

organisasi. Sunindhia dan Ninik Widyanti (1993:128), ada 3 (tiga) tugas dan

peranan pemimpin yaitu: Meyakinkan, mengambil resko, Melaksanakan

disiplin.

a. Meyakinkan

Page 63: Batal

63

Tidak ada kepemimpinan tanpa adanya kerelaan dari orang-orang

yang dipimpin. Untuk memperoleh kerelaan ini seorang pemimpin biasanya

harus menggunakan keyakinan. Dengan menggunbakan keyakinan seorang

pemimpin berusaha menggunakan semangat orang-orang bawahannya.

Usaha usaha dilakukan untuk mengembangkan sikap tertentu dari orang-

orang bawahan, untuk menimbulkan keyakinan tentang pendapat-pendapat

tertentu atau keyakinan tentang keadaan-keadaan tertentu.

b. Mengambil resiko

Di antara pemimpin-pemimpin kita yang terbaik adalah orang-orang

yang mempunyai ide-ide, percaya sungguh-sungguh akan ide-ide tersebut

dan mengambil resiko yang perlu untuk membuktikannya. Sifat yang terakhir

ini memerlukan keberanian yang sungguh-sungguh dan adalah sangat

penting untuk kepoemimpinan. Pemimpin mau mengambil resiko yang

diperhitungkan atas dasar perhitungannya sendiri yang baik. Ia bukanlah

hanya seorang pemimpin, akan tetapi juga orang yang mengerjakan.

c. Melaksanakan Disiplin

Kebanyakan pekerjaan adalah lebih baik dikerjakan di bawah aturan

disiplin tertentu daripada dikerjakan secara bebas. Pegawai-pegawai ingin

mengetahui status mereka dan apa yang diharapkan dari mereka. Baik

kepuasan maupun produktivitas pegawai bertambah karena disiplin. Disiplin

Page 64: Batal

64

yang baik membantu menjamin bahwa tiap pegawai akan bekerja terus

dengan baik dan tidak melanggar hak-hak dari orang-orang lain. Sering

dikatakan bahwa seorang pemimpin yang pandai/baik adalah seorang

pengajar yang pandai/baik. Mengajar adalah salah satu daripada cara-cara

yang terbaik untuk memajukan orang-orang, mendorong, dan menyadarkan

mereka akan tujuan-tujuan tertentu. Seorang pemimpin menggunakan

kecakapan mengajar apabila ia mengajikan pertanyaan-pertanyaan dan

memnberikan saran-saran sebagai gantinya memberikan perintah-perintah.

Menunjukkan bagaimana menyelesaikan tugas tertentu, membetulkan

kesalahan-kesalahan, dan mempersiapkan pengikut-pengikutnya untuk

memperoleh kemajuan adalah merupakan contoh lainnya mengenai

kecakapan mengajar sebagai suatu ciri kepemimpinan yang penting.

Jadi Seorang pemimpin memahami orang-orang dan mengetahui

kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan mereka. Ia mempunyai

kecakapan untuk bekerja dengan orang-orang dan bersikap sedemikian rupa,

sehingga ia memperoleh kepercayaan dan kesetiaan. Orang-orang suka

bekerja sama dengan dia. Ia suka memberi pertolongan, ingin orang-orang

lain sukses, ramah tamah, dan dapat didekati serta menghargai sudut

pandangan orang-orang lain.

Memimpin orang-orang memerlukan prinsip-prinsip tertentu yang

harus dipahami dan diikuti untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

Page 65: Batal

65

Robert E.Quinn (2000: 43), menjelaskan bahwa ada 8 peran

kepemimpinan/manajerial yang didukung oleh tingkat kecakapan dalam

melaksanakan tugas sebagai pemimpin dimana pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya dapat bertindak sebagai:

1. Direktur harus memiliki tingkat kecakapan dalam mengambil inisiatif,

menentukan sasaran dan dapat mendelagasikan secara efektif.

2. Produser, harus berusaha meningkatkan produktivitas dan motivasi kerja

secara pribadi, juga mampu memberikan motivasi pada orang lain serta

mempu memperhatikan waktu dengan baik dalam arti kata manajemen

waktu yang harus diperhatikan.

3.Koordinator, harus mampu membuat suatu perencanaan , mengelola dan

mendesain serta mengontrol bawahan.

4. Pemantau, harus memiliki kecekapan dalam mengurangi kelebihan beban

informasi, menganalisis informasi dengan pemikiran yang kritis serta

menyajikan informasi, menulis secara efektif.

5.Monitor, harus memiliki kecakapan memahami diri sendiri dan orang lian,

menciptakan komunikasi dan mengbembangkan bawahan.

Page 66: Batal

66

6. Fasilitator, harus memiliki kecerdasan membentuk tim, pengambilan

keputusan yang partisipatif serta menamajemn konflik yang harus

dikuasai.

7.Innovator, harus memiliki kecakapan hidup bersama dengan perubahan,

pemilikiran yang jreatif dan mengelola perubahan.

8.Broker, harus memiliki pengetahuan tentang membangun dan

mempertahankan sebuah pusat kekuatan, merundingkan kesepakatan dan

komitmen serta menyajikan gagasan-gagasan.

Pemimpin yang menjalankan peran tersebut, maka setidaknya

memiliki keahlian atau kecakapan dalam menjalankan kepemimpinannya,

karena peran tersebut tidak terlaksana manakala pemimpin tidak

mengikutsertakan pengikut untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan,

terutama dalam meningkatkan kualitas layanan di sebuh lembaga atau

institusi.

Hasil penelitian Robert E.Quinn (2000: menemukan bahwa jika

pemimpin atau manajer memiliki kecakapan tersebut, maka dia akan bekerja

secara cepat, Karena kecakapan dan pengetahuan berhubungan dengan

perilaku untuk bertindak secara tepat .

b. Teori Kepemimpinan

Page 67: Batal

67

Untuk mendalami kepemimpinan, di sini akan dikemukakan beberapa

teori kepemimpinan yang telah dikenal sejak lama maupun yang masih agak

baru. Pasolong ( 2008: 84) berpendapat bahwa teori kepemimpinan adalah

konsep-konsep keemimpinan yang telah teruji kebenarannya melalu suatu

penelitian ilmiah.

Luthans (2006: 641), menjelaskan dua macam teori kepemimpinan

yaitu teori kepemimpinan tradisional dan teori kepemimpinan moderen. Teori

kepemimpinan tradisional dapat dikategorikan ke dalam, (1) teori pendekatan

sifat, (2) teori pendekatan kelompok, (3) Model kontingensi, (4) Model Hersey

& Blanchard, (5) teori kepemimpinan Path-Goal, Sedangkan teori

kepemimpinan moderen dikelompokkan ke dalam, (1) teori kepemimpinan

kharismatik, (2) teori kepemimpinan transformasional dan teori

kepemimpinan transaksional (Sedarmayanti: 2009:125) mengistilahkan

sebagai teori kepemimpinan dengan pendekatan terkini dan terbaru.

(1) Teori Kepemimpinan Tradisional

a. Teori Pendekatan Sifat

Untuk menganalisis kepemimpinan, maka yang menjadi perhatian

khusus adalah melakukan pendekatan sifat, dalam memahami ciri-ciri umum

seorang pemimpin, sehingga teori sifat ini menyatakan karakteristik atau sifat

tertentu yang dimiliki seseorang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.

Page 68: Batal

68

Kualitas pribadi seseorang sangat menentukan kepemimpinanya. Kualitas

pribadi tersebut tidak dapat dialihkan kepada orang lain . Karena itu tidak

semua orang bisa menjadi pemimpin, kecuali bagi mereka yang memiliki

tingkat kecerdasan yang lebih dari anggotanya.

Jika pendekatan sifat diaplikasikan dalam kepemimpinan organisasi,

hasilnya akan semakin kabur (Luthans: 2006:243). Alasannya karena teori

sifat ini gagal membuktikan keandalannya sebab tak satu pun kombinasi sifat

yang secara konsisten dapat membedakan antara pemimpin dan yang bukan

pemimpin, atau antara pemimpin efektif dan tidak efektif. Juga teori ini tidak

dapat membuktikan adanya hubungan yang kuat antara sifat dengan

kesuksesan kepemimpinan. Salah satu studi membuktikan bahwa efektifitas

kepemimpinan tidak ditentukan sejumlah sifat khusus, akan tetapi tergantung

atas sejauhmana sifat pemimpin sesuai dengan situasi yang dihadapi .

Luthans (2006:645), mengatakan bahwa sesuai pendapat Blanchard

menjelaskan tidak ada sekumpulan sifat yang menjamin kepemimpinan yang

sukses. Sehingga perlu melakukan pengembangan kecakapan, baik pada

pengembangan kecakapan teknis, konseptual maupun kecakapan hubungan

manusia. Dan kecakapan memimpin yaitu kreativitas, organisasi, persuasive,

diplomasi, pengetahuan terhadap tugas, dan kemampuan berbicara dengan

baik

Page 69: Batal

69

b. Pendekatan Kepemimpinan Kelompok-Teori Kepemimpinan

Pertukaran .

Pengembangan teori ini didasarkan pada pendekatan psikologi social

terutama teori pertukaran sosial yang klasikal. Teori ini beranggapan bahwa

pemimpin memberikan manfaat yang lebih besar ketimbang pengorbanan

bawahan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan kelompok, diperlukan

pertukaran yang positif antara pimpinan dengan bawahan.

Luthans (2006:645), menyatakan bahwa dalam organisasi kerja, rekan

kerja yang terlibat dalam hubungan pertukaran unvestasi dan keuantungan

adalah atasan dan bawahan. Atasan menginvestasikan (misalnya upah,

ruangan kantor), dan menerima keuntungan dari atas, dan investasi dan

keuntungan terjadi secara one-to-one pada setiap unit atasan bawahan.

Beberapa studi menunjukkan bahwa pemimpin yang memberi

perhatian kepada bawahannya mempunyai pengaruh positif terhadap sikap,

kepuasan, dan unjuk kerja (Felley: 1976). Penelitian lain menunjukkan bahwa

bawahan pada kenyataannya dapat mempengaruhi pemimpin sebagaimana

pemimpin mempengaruhi bawahan. Greene (1975) menemukan bahwa pada

saat bawahan tidak menunjukkan unjuk kerja yang baik, maka pemimpin

cenderung beriorentasi pada struktur inisiasi, akan tetapi ketika bawahan

melaksanakan pekerjaan dengan baik, pemimpin beriorentasi pada

Page 70: Batal

70

konsiderasi, Barrow (1976) menemukan bahwa kelompok produktivitas lebih

banyak mempengaruhi gaya kepemimpinan dari pada pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap produktivitas.

Pada hakekatnya teori ini berhasil menunjukkan adanya pengaruh

timbal balik antara pemimpin dan bawahan (Green:1975), akan tetapi teori ini

memiliki berbagai keterbatasan. Yukl (1989) menyatakan bahwa teori ini lebih

deskriptif ketimbang preskriptif dan tidak mampu member pedoman khusus

kepada para pemimpin, bagaimana memperoleh kekuasaan dan

menggunakannya secara efektif. Di samping itu, teori ini diuji dilaboratorium

dengan kelompok kecil sebagai percobaan, sementara proses pertukaran

social memerlukan penelitian jangka panjang dalam organisasi berskala

besar untuk menunjukkan hasil yang sama jika proses yang sama dilakukan.

c. Teori Kontingensi

Dasar teori ini bertolak dari asumsi bahwa unjuk kerja suatu kelompok

tergantung pada interaksi diantara gaya kepemimpinan dan kesesuaian

situasi. Kepemimpinan dipandang sebagai hubungan yang didasarkan atas

pengaruh dan kekuasaan. Fiedler (1978) mengembangkan teknik

pengukuran gaya kepemimpinan yang disebut Least Preferred Coworker

(LPC). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara

kepemimpinan dengan unjuk kerja kelompok. Fiedler kemudian

Page 71: Batal

71

mengembangkan model kontingensi kepemimpinan yang efektif (A

Contingency Model of Leadership Effectiveness) dengan memasukkan

peubah situasional. Fiedler (1978) hubungan antara skor LPC dengan

efektivitas kepemimpinan ditentukan oleh peubah situasional yang kompleks

yang disebut sebagai kesesuaian situasi yang dapat dikontrol. Kesesuaian

situasi dimaksud adalah sejauh mana pemimpin berkemampuan mengontrol

situasi yang bersangkutan terhadap bawahannya. Untuk itu Fiedler

mengajukan tiga aspek yang dapat dijadikan ukuran kesesuaian situasi (1)

Hubungan pemimpin-bawahan, yaitu sejauhmana seorang pemimpin diterima

oleh bawahannya, atau menyangkut kualitas hubungan atasan-bawahan. (2)

Struktur tugas, yaitu yang berkaitan dengan prosedur baku dari tugas,

deskripsi yang detail tentang produk dan jasa akhir, dan indicator yang dapat

menunjukkan sejauh mana tugas-tugas dijalankan dengan baik. (3) Posisi

kekuasaan, berhubungan dengan sejauh mana otoritas pemimpin untuk

menilai unjuk kerja, member balas jasa atau pun hukuman kepada

bawahannya .

Walaupun Fiedler berhasil menjelaskan teorinya, akan tetapi teori ini

tidak luput dari kritikan-kritikan . Hersey dan Blanchard (1989) misalnya

mengingatkan, bahwa teori ini kembali kepada suatu rangkaian perilaku

pemimpin yang berdiri sendiri, yang menyatakan bahwa hanya ada dua dasar

perilaku gaya kepemimpinan, yaitu yang beriorentasi tugas dan hubungan .

Page 72: Batal

72

Banyak kenyataan menunjukkan bahwa perilaku pemimpin seharusnya

dipetakan pada dua garis sumbu yang terpisah daripada suatu rangkaian

yang berdiri sendiri . Oleh karena itu seorang pemimpin yang orientasi

tugasnya tinggi tidak selalu tinggi atau rendah pada orientasi hubungan.

Berbagai kombinasi dari dua dimensi itu bias muncul. Kemudian, Yukl (1989)

mengeritik, bahwa model ini menganggap struktur tugas selalu dalam situasi

yang memungkinkan control terhadap bawahan. Akan tetapi, kekuasaan

pemimpin pada dasarnya merupakan bagian dari perbedaan pengetahuan

atas tugas diantara pemimpin dan bawahan. Kekuasaan pemimpin akhli

misalnya, akan tinggi jika ia memiliki pengalaman dan informasi yang lebih

banyak dibanding dengan bawahannya. Situasi seperti ini pada

kenyataannya tidak sinambung dan terutama diperlukan jika bawahan

menginginkan unjuk kerja kelompok yang baik, serta tugas sangat struktur

yang memungkinkan bawahan mempelajari tugas tersebut dengan cepat.

Ashour (1973) menilai bahwa model Fiedler bukanlah teori yang

sesuai dengan kenyataan, sebab ia tidak mampu menjelaskan bagaimana

skor LPC ,mepengaruhi unjuk kerja kelompok. Secara empirik model ini

lemah, sebab secara statistikal tidak mampu menunjukkan korelasi yang

signifikan (Graen, Alvares, Orris, dan Martella, McMahon, Vecchio,1983).

Kerr dan Harlan (1973), menilai bahwa pengukuran peubah situasi dari model

ini tidak bebas dari skor LPC pemimpin, sebab pengukuran LPC dan

Page 73: Batal

73

hubungan pemimpin-bawahan keduanya diperoleh dari pemimpin, dan

keduanya membaur..

d. Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard

Model kepemimpinan ini dikenal dengan nama teori kepemimpinan

siklus kehidupan (life cycle theory of leadership), yang kemudian dirubah

menjadi teori kepemimpinan situasional (situational leadership theory),. Dasar

pemikiran teori ini (Hersey and Blanchard, 1988) adalah hubungan antara :

(a) banyaknya bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan oleh

seorang pemimpin, (b) tingginya perasaan social yang diberikan seorang

pemimpin, (c) kesiapan bawahan melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau

pencapaian sasaran.

Konsep ini dikembangkan untuk membantu oran-orang untuk

mencapai kepemimpinan efektif dalam interaksinya setiap saat dengan orang

lain. Model kepemimpinan ini memberi pemahaman kepada para pemimpin

tentang hubungan antara gaya kepemimpinan efektif dengan tingkat

kesediaan atau kesiapan bawahan mereka. Model kepemimpinan situasional

menekankan pada perilaku hubungan antara pemimpin dengan bawahan.

Model gaya kepemimpinan tergantung atas tingkat kesiapan bawahan yang

akan dipengaruhi oleh pemimpin. Hersey & Blanchard mengidentifikasi

perilaku pemimpin dalam perilaku tugas dan hubungan. Perilaku tugas

Page 74: Batal

74

dimaknakan sebagai keleluasaan pemimpin menjelaskan tugas dan tanggung

jawab individu atau kelompok, seperti penjelasan tentang apa yang

dikerjakan, bagaimana, kapan, dimana, dan siapa yang melakukannya.

Perilaku hubungan diartikan sebagai keleluasaan pemimpin dalam

menggunakan komunikasi dua arah atau berbagai arah, seperti

mendengarkan, menyiapkan, dan menunjang.

Dari kedua perilaku ini, Hersey & Blanchard mengembangkan gaya

kepemimpinan sebagai berikut: (1) Gaya S1 adalah gaya kepemimpinan

yang dicirikan oleh tugas tinggi hubungan rendah, atau gaya

memberitahukan yang berarti pemimpin memberi petunjuk khusus dan

mengawasi unjuk kerja bawahan secara ketat. Jika gaya kepemimpinan ini

dihubungkan dengan kesiapan bawahan, maka gaya kepemimpinan ini efektif

jika diarahkan kepada bawahan yang tidak mampu dan tidak bersedia

memikul tanggung jawab atau pada kuadran dengan tingkat kesiapan rendah

(R1). (2) Gaya S2, gaya kepemimpinan yang dicirikan oleh tugas tinggi

hubungan rendah, atau gaya menjajakan yang berarti pemimpin menjelaskan

setiap keputusan yang diambil dan member kesempatan bawahan untuk

meminta kejelasan dari setiap keputusan tersebut. Gaya kepemimpinan

seperti ini efektif untuk bawahan dengan tingkat kesediaan moderat, atau

bawahan yang tidak mampu tetapi bersedia bertanggungjawab terhadap

tugas yang diberikan (R2). (3) Gaya (S3), gaya kepemimpinan yang ditandai

Page 75: Batal

75

oleh hubungan tinggi dan tugas rendah, atau gaya melibatkan, yang berarti

pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan . Gaya

kepemimpinan ini efektif untuk bawahan dengan tingkat kesediaan moderat

atau mampu, tetapi tidak mau bertanggungjawab (R3), (4) Gaya (S4), gaya

kepemimpinan yang ditandai oleh tugas rendah hubungan rendah, atau gaya

kepemimpinan mendelegasikan, yang berarti pemimpin member

tanggungjawab kepada bawahan atau keputusan yang diamati dan

pelaksanaannya. Gaya kepemimpinan ini efektif untuk bawahan dengan

tingkat kesediaan yang tinggi, atau mempunyai keyakinan tinggi dalam arti

mampu dan atau bertanggungjawab (R4).

Kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan

Blanchard, bahwa efektifitas kepemimpinan sangat tergantung pada variabel

situasional. Akan tetapi, pendekatan ini mengabaikan variabel budaya

sebagai variabel situasional yang sangat menentukan pilihan gaya

kepemimpinan yang efektif. Hofstede (1980) dan Hartanto (1986)

menemukan adanya pengaruh budaya nasional terhadap gaya

kepemimpinan seorang pemimpin terhadap bawahan. Amerika misalnya,

menurut Hofstede (1980), merupakan masyarakat yang memiliki dimensi

budaya kerja individualistic yang tinggi, dengan dimensi jarak kuasa yang

relatif rendah, sangat kontras dengan Indonesia yang memiliki budaya kerja

kolektifistik tinggi, dan dengan jarak kuasa yang relative tinggi. Dua kondisi

Page 76: Batal

76

budaya yang berbeda ini, tidak memungkinkan penerapan gaya

kepemimpinan yang sama.

(2) Teori Kepemimpinan Moderen

Luthans (2006: 651), teori kepemimpinan moderen dikelompokkan ke

dalam, (1) teori kepemimpinan kharismatik, (2) teori kepemimpinan

transformasional, (3) teori kepemimpinan transaksional.

a. Teori Kepemimpinan Transformasional .

Salah satu asumsi dasar dari teori kepemimpinan transformational

yang perlu digaris bawahi bahwa para pemimpin organisasi harus mampu

menghadapi perubahan-perubahan secara berkesinambungan agar bisa

bersaing dalam situasi ekonomi yang perubahnya serba cepat.

Dalam situasi seperti ini setiap organisasi atau perusahaan

menghadapi dua persoalan pokok dimasa yang akan datang. Pertama,

perubahan tekhnologi yang begitu cepat dan berkesinambungan . Kedua,

perubahan social dalam arti arus manusia yang masuk ke dalam angkatan

kerja dan pasar kerja dengan kebutuhan, nilai-nilai, dan sikap yang berbeda

dari generasi sebelumnya.

Angkatan kerja baru ini muncul dengan ragam komposisi demografik,

baik usia maupun jenis kelamin. Kedua perubahan yang cepat itu dalam

Page 77: Batal

77

dekade ini dan dekade mendatang memerlukan kepemimpinan yang luwes,

beriorentasi pembangunan, bersedia menerima perbedaan pandangan atau

pendapat, dan memanfaatkannya, serta mampu menghadapi angkatan kerja

dengan tingkat pendidikan yang relative lebih tinggi. Bass dan Avolio (1990)

memandang kepemimpinan transformasional sebagai suatu kebutuhan yang

mendesak untuk menghadapi permasalahan seperti di atas.

Bass dalam Gibson (1997: 86), menyatakan bahwa kepemimpinan

transformational adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan memotivasi

pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang

direncanakan secara orsinil dan untuk imbalan internal. Dengan

mengungkapkan suatu visi, pemimpin transformasional membujuk para

pengikut untuk bekerja keras mencapai sasaran yang digambarkan. Visi

pemimpin memberikan motivasi bagi pengikut untuk bekerja keras yakni

memberikan penghargaan kepada diri sendiri.

Yukl (1994), mengatakan bahwa konsep kepemimpinan

transformasional pertama kali dikemukakan oleh Burns pada tahun 1978, dari

penelitian deskriptif mengenai kepemimpinan politik. Burns menjelaskan

bahwa kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses yaitu para

pemimpin dan pengikut saling meningkatkan kesadaran dari para pengikut

dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral dengan

menstransformasikan menggerakkan kebutuhan kebutuhan tingkatan yang

Page 78: Batal

78

lebih tinggi sebagaimana hierarkhi kebutuhan Maslow (1965). Kemudian

dikembangkan oleh Bass (1985), dan mendefinisikan kepemimpinan

transformasional sebagai kemampuan yang dimiliki seorang pimpinan untuk

mempengaruhi anak buahnya, sehingga mereka akan percaya, meneladani

dan menghormatinya.

Kompetensi transformasional seorang pemimpin mungkin dapat diukur

dari kemampuannya dalam membangun sinergi dari seluruh pegawai melalui

pengaruh dan kewenangannya sehingga lebih berhasil dalam mencapai misi

dan visi organisasinya. Proses perubahan yang dilakukan pemimpin

transformasional, menurut Bass, dapat dilakukan dengan cara:

(1) Meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya tugas

dan pekerjaan,

(2) Mengarahkan mereka untuk focus dan tujuan kelompok dan organisasi,

bukan pada kepentingan pribadi, dan

(3) Mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Implemntasi

kepemimpinan transformasional ini bukan hanya tepat dilakukan

dilingkungan birokrasi, tetapi juga diberbagai organisasi yang memiliki

banyak tenaga potensial dan berpendidikan.

Secara organisasional Leithwood & Jantzi (1990), menulis bahwa

penerapan model kepemimpinan transformasional sangat bermanfaat untuk

Page 79: Batal

79

(1) membangun budaya kerjasama dan profesionalitas diantra pegawai , (2)

memotivasi pemimpin untuk mengembangkan diri, dan (3) membantu

pemimpin memecahkan masalah secara efektif.

Budaya kerjasama dan profesionalisme dapat dibangun karena

kepemimpinan transformasional akan menfasilitasi pegawainya untuk

berdialog, berdiskusi dan merencanakan pekerjaan bersama. Kerjasama

yang terbentuk dari kegiatan ini akan memudahkan mereka untuk saling

mengingatkan dalam mengerjakan pekerjaan . kebersamaan juga dilakukan

dalam merumuskan dilakukan dalam merumuskan visi dan misi organisasi.,

sehingga komitmen lebih mudah dibangun . Seorang pemimpin

transformasional juga akan membagi kewenangannya melalui pemberdayaan

pegawai, secara aktif mengkomunikasikan norma-norma dan nilai-nilai

organisasi. Untuk mendukung perubahan budaya, Bass ,menyarankan untuk

memanfaatkan mekanisme birokrasi yang selama ini tidak dijalankan.

Harbani Pasolong (2008:130), mengatakan bahwa sebaiknya para

pemimpin transformasional jika ingin melakukan suatu perubahan setidaknya

memperhatikan prinsip kepemimpinan transformasional yaitu menjelaskan

bahwa kepemimpinan yang baik selalu mulai dengan visi yang merefleksikan

tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh pegawai dengan sederhana.

Page 80: Batal

80

Visi tersebut berjalan dengan baik jika kesadaran pegawai, selalu

berusaha untuk meningkatkan terhadap nilai dan pentingnya tugas dan

pekerjaan mereka bagi organisasi. Untuk mencapai visi tersebut maka semua

unsur tetap menjaga dan memelihara komitmen yang telah dibangun

bersama, terutama pada pelopor perubahan harus berani melakukan dan

merespon perubahan apabila diperlukan, dan menjelaskan kepada seluruh

pegawai tentang manfaat perubahan yang dilakukan.

Untuk melakukan perubahan tersebut maka diperlukan

pengembangan diri, mengembangkan diri secara terus menerus melalui

berbagai media pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi

kepemimpinanya dengan memberdayakan pegawai berdasarkan

kepercayaan, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kemauan

mereka, membimbing dan mengembangjkan kreativitas pegawai dan

membantu mereka untuk mendahulukan tujuan kelompok dan organisasi

daripada kepentingan pribadi.

Tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan budaya kerjasama, dan

mengarahkan mereka untuk mendahulukan tujuan kelompok dan organisasi

daripada kepentingan pribadi dan kondusifitas organisasi, serta menciptakan

organisasi yang kondusif dengan mengembangkan budaya kemitraan,

komunikasi, dan menggunakan etika dan moralitas.

Page 81: Batal

81

Dengan demikian kepemimpinan transformasional dapat memberikan

pengaruh positif terhadap pegawai, pemimpin, dan organisasi, dalam era

globalisasi seperti sekarang ini yang membutuhkan lingkungan kerja sama

dari seluruh komponen organisasi untuk memecahkan masalah strategis .

Budaya kerjasama yang terbentuk dapat mengubah sikap mereka

terhadap perkembangan organisasi dan peningkatan kinerja, dan perhatian

yang ditunjukkan oleh pemimpin juga akan menciptakan iklim kondusif dalam

organisasi.

Gaya kepemimpinan transfomasional, pada mulanya dicetuskan oleh

Burns (1978) dan Bass (1985). Munculnya teori ini didasarkan pada teori-

teori terdahulu yang tidak mampu menciptakan perubahan yang lebih

mendasar yang sangat diperlukan saat ini. Perubahan yang diharapkan

adalah perubahan tingkah laku, nilai-nilai dan motivasi/kebutuhan. Perubahan

ini diperlukan agar usaha menghasilkan kinerja yang luar biasa karena

adanya komitmen kerja yang kuat dan sunguh-sungguh sebagai manifestasi

dari motivasi kerja mereka yang semakin meningkat.

Burns (1978) dalam Dwi Suryanto (2007:27), menyatakan bahwa

kepemimpinan transformasionallah yang mampu dengan sukses melakukan

perubahan, karena pemimpin transformasionallah yang mamapu

Page 82: Batal

82

menyediakan visi yang jelas bagi perubahan itu. Ia memiliki tujuan yang jelas

yang bisa membimbing organisasi itu menuju ke arah yang baru.

Teori ini merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan

selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal mengenai model

kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor Burns

yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam

konteks organisasional oleh Bernard Bass (Seperti dikutip oleh Sherly

L.Shipers, Blacwell, 2004).

Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan

transformasional ini. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan

yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo

(kepemimpinan transaksional). Kepemimpinan transformasional inilah yang

sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena

kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan

mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih

sebelumnya.

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan

yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan

kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan

ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan

Page 83: Batal

83

memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran

"tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat

itu (Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy dan Devanna, 1986, seperti dikutip Dwi

Suryanto, 2007) beranggapan bahwa unjuk kerja kepemimpinan yang lebih

baik terjadi bila para pemimpin dapat menjalankan salah satu atau kombinasi

dari empat cara ini, yaitu:

(1) Memberi wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan

kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada

para bawahannya (Idealized Influence-Charisma),

(2) Menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-simbol

untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan

penting dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation),

(3) Meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara

seksama (Intellectual Stimulation), dan

(4) Memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang

secara khusus dan pribadi (Individualized Consideration). Pemimpin yang

seperti ini akan dianggap oleh rekan-rekan atau bawahan mereka

sebagai pemimpin yang efektif dan memuaskan.

John D Politis (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan

transformational adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan memotivasi

Page 84: Batal

84

pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang

direncanakan secara orsinil dan untuk imbalan internal. Dengan

mengungkapkan suatu visi, pemimpin transformasional membujuk para

pengikut untuk bekerja keras mencapai sasaran yang digambarkan. Visi

pemimpin memberikan motivasi bagi pengikut untuk bekerja keras yakni

memberikan penghargaan kepada diri sendiri.

Bass & Reggio (2006:3) mengartikan kepemimpinan transaformasional

sebagai berikut:

Transformational leaders are those stimulate and inspire followers to both achive extraordinary autcome and, in the process, develop their own leadership capacity. Transformational leadres help followers grow and develo pinto leaders by responding to individual followers’ needs by empowering them and by aligning the objective and goals of the individual followers the leaders, the group and the larger organization.

Pada dasarnya kepemimpinan transformatsional yaitu kepemimpinan

yang menstimulasi dan menginspirasi para bawahan untuk mencapai hasil

yang lebih tinggi diluar yang diharapkan dengan berproses lebih baik dan

mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang dimiliki oleh bawahannya.

Kepemimpinan transformasional berupaya membantu menumbuhkan dan

mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimiliki bawahan dengan

merespon kebutuhan-kebutuhannya dengan memberdayakan bawahannya

dengan menyadarkan adanya sasaran dan tujuan individual dari bawahannya

yang lebih tinggi, kelompok dan tujuan organisasi. Kepemimpinan

Page 85: Batal

85

transformasional berusaha menyadarkan kebutuhan yang tinggi dalam diri

bawahan dengan cara meningkatkan kebutuhannya yang tidak sekedar

kebutuhan keamanan sementara tetapi juga menggali kemampuan bawahan

dengan cara merangsang untuk beraktualisasi dalam menyelesaikan

pekerjaan.

Koehler dan Ponkowaki (1997:16) mengartikan kepemimpinan

transfomrasional sebagai berikut:

Transformational leadership is definited a process of inspiring change and empowering fallower to achieve preater heights, to improve themselves and to improve organization process. It is an enabling process cousing followers to accept responsibility and accountability for themselves and the proceesses to which they are assigned.

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa kepemimpinan

transformasional dapat didefinisikan sebagai suatu proses menginspirasi

perubahan dan memberdayakan bawahan untuk mencapai tujuan yang lebih

tinggi, untuk meningkatkan kemampuan mereka miliki dan untuk

meningkatkan kualitas proses-proses keorganisasian, Kesmua itu

dimungkinkan berproses sebab para bawahan menerima tanggungjawab dan

mempertanggungjawabkannya untuk dirinya sendiri dan proses-proses untuk

tugas-tugas yang telah ditetapkan.

Page 86: Batal

86

Dengan demikian kepemimpinan transformasional dapat memberikan

pengaruh positif terhadap pegawai, pemimpin, dan organisasi, dalam era

globalisasi seperti sekarang ini yang membutuhkan lingkungan kerja sama

dari seluruh komponen organisasi untuk memecahkan masalah strategis. dan

kepatuhan.

Kepemimpinan transformasional mendapat pengakuan dari

bawahannya karena bawahan lebih mengakui kekuasaan personal dari

pimpinan organisasi dari pada pengakuan pada kedudukan formal seseorang

sebagai pimpinan organisasi atau kekuasaan otoritas. Proses menginspirasi

perubahan merupakan hasil menemukenali kelemahan, kekuatan dan

pelauang-peluang yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan yang

dinilai lebih baik, sedangkan pemberdayaan kepada pegawai sangat

diperhatikan dengan maksud mendorong prestasi kerja bagi pegawai.

Robbins dan Judge (2008:90) pemimpin transformasional menaruh

perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para bawahannya,

mengubah kesadaran para bawahan pada issu-issu yang ada dengan cara

membantu orang lainmemandang masalah lama dengan cara baru,

menyenangkan hati dan menginspirasi bawahan untuk bekerja keras guna

menjacapai tujuan.

Page 87: Batal

87

Secara grafik, Bass dan Avolio (1990) menjelaskan perbedaan

kepemimpinan transaksional Versus Transformasional pada Gambar berikut

ini:

Pemimpin Transaksional Pemimpin Tramsformasional1. Penghargaan Kontingen: Kontrak

pertukaran penghargaan dengan usaha yang dikeluarkan, menjanjikan penghargaan untuk kinerja baik, mengakui pencapaian/prestasi.

2. Menajemen berdasarkan kekecualiaan (Aktif) mengawasi dan mencari pelanggan terhadap aturan dan estándar, mengambil tindakan korektif

3. Manajemen berdasarkan kekecualiaan (passif) : Intervensi hanya saja jika estándar tidak dipenuhi.

4. Sesuka hati: Menghindari tanggung jawab: menghindari pengambilkan keputusan.

1. Karisma: Memberikan Visi dan Misi, memunculkan rasa bangga, mendapatkan respek dan kepercayaan.

2.Inspirasi: Mengomunikasikan harapan tinggi: menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha:mengekspresikan tujuan penting dalam cara yang sederhana.

3. Stimulasi Intelektual: Menunjukkan intelegensi, rasional, pemecahan masalah secara hati-hati.

4.Memerhatikan individu: menunjukkan perhatian terhadap pribadi, memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati.

Sumber: Bass & Avolio (1990), The Implication of transactional leaedrship for individual, team, and organizational developmen, Research in Organizational Change and development. Vol.4

Berdasarkan gambar tersebut di atas, memberikan perbedaan

karakteristik kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan

transaksional. Meskipun demikian, sebagian pendukung atas perbedaan

karakteritik ini, tetap bertahan bahwa pemimpin sebagai salah satu unsur

yang terpenting kedua-duanya dibutuhkan dalam sebuah organisasi.

Sementara pemimpin transaksional memotivasi pengikut untuk mematuhi

pemimpin melalui proses pertukaran, pemimpin transformasional memotivasi

Page 88: Batal

88

pengikutnya dengan mendorong mereka untuk melakukan yang terbaik demi

pencapaian tujuan dan kepentingan organisasi.

b. Kepemimpinan Transaksional

Kemudian kepemimpinan transaksional pada prinsipnya sangat

tergantung pada pertukaran imbalan antara pimpinan dengan bawahan.

Kesepakatan antara pimpinan dan bawahan tentang apa yang seharusnya

dikerjakan oleh seorang bawahan dimaksudkan untuk memperoleh imbalan

atau agar dapat menghindari hukuman. Namun demikian kepemimpinan

transaksional juga menyangkut nilai-nilai, akan tetapi nilai-nilai tersebut

hanya relevan dengan proses pertukaran atau keuntungan timbale balik.

Dengan demikian seorang pemimpin transaksional juga mengakui kebutuhan

dan keinginan bawahan, serta menjelaskan bahwa ke duanya hanya bisa

dicapai dengan memuaskan jika para bawahan mencurahkan usahanya

sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.

Harbani Pasolong (2008:127), menjelaskan bahwa model

kepemimpinan transaksional mempunyai dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif dimana model transaksional ini terletak pada efisiensi di

dalam pelaksanaan kerja, karena kejelasan pembagian kerja sesuai dengan

tugas pokok dan fungsi masing-masing staf dalam organisasi, standarisasi

Page 89: Batal

89

pedoman dan aturan kerja, dan konsitensi terhadap tata aturan yang telah

ditetapkan.

Di samping itu, kepemimpinan birokrasi transaksional juga menjamin

pencapaian tujuan dalam jangka pendek dan kemudahan dalam pengawasan

dan pengelolaan pegawai. Sedangkan dampak negatif, dari model

kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang beriorentasi pada

kekuasaan yang hierarkis, tidak adanya pemberdayaan pegawai dan

pembagian kewenangan dalam pengambilan keputusan, kondisi yang kurang

kondusif karena penerapan komunikasi Top-Down dan formalitas hubungan

atasan bawahan dan loyalitas berlebihan pada pimpinan.

Marco Tavanti (dalam Antonio Marturano: 2010), Kepemimpinan

transaksional yang paling sering dijelaskan sebagai biaya manfaat-pertukaran

antara pemimpin dan pengikut mereka (Kuhnert dan Lewis, 1987).

The transaction or exchange involves something of value between what the leader possesses or controls and what the follower wants in return for his/her services (Yukl and Van Fleet 1992). Transactional leadership involves leaders clarifying goals and objectives, communicating to organize tasks and activities with the cooperation of their employees to ensure that wider organizational goals aremet (Bass 1974: 341)

Kepemimpinan transaksional melibatkan pemimpin mengklarifikasi

tujuan dan sasaran, berkomunikasi untuk mengatur tugas dan kegiatan

dengan kerja sama karyawan mereka untuk memastikan bahwa tujuan

Page 90: Batal

90

organisasi yang lebih luas akan tercapai. Keberhasilan pemimpin-pengikut

tergantung pada hubungan penerimaan perbedaan hierarkis dan kemampuan

untuk bekerja melalui modus pertukaran.

Transaksional kepemimpinan didasarkan pada asumsi bahwa

bawahan dan sistem kerja lebih baik jika pemimpin memotivasi dengan

memberi reward dan hukuman (Kuhnert 1994). Dengan demikian seorang

pemimpin transaksional juga mengakui kebutuhan dan keinginan bawahan,

menjelaskan bahwa ke duanya hanya bias dicapai dengan memuaskan jika

para bawahan mencurahkan usahanya sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

Veithzal Rivai (2003) menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional

merupakan suatu kemampuan pemimpin untuk memandu atau memotivasi

pengikut kea rah pencapaian tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas

peran dan tuntutan tugas.

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa efektivitas

transaksional semata-mata ditentukan oleh kemampuan seseorang pemimpin

memberi imbalan bagi pekerjaan yang berhasil dan hukuman bagi

pelanggaran aturan main yang disepakati, juga ditentukan oleh kemampuan

seseorang bawahan untuk menilai atau membandingkan antara kebaikan

dengan kekurangan dan transaksi yang dilakukan dengan pemimpinnya.

Kepemimpinan ini mempunyai karakteristik utama yakni pertukaran antara

produktivitas dengan imbalan atau hukuman.

Page 91: Batal

91

Indiriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, (1997) dalam Koman

Ardana dkk (2008:148) , menyatakan bahwa imbalan dapat dipakai sebagai

dorongan atau memotivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan

dorongan pemilihan organisasi sebagai tempat bekerja. Selain itu imbalan

juga dapat memenuhi kebutuhan hubungan kerja. Sedangkan hukuman

merupakan pemberian hasil yang tidak diinginkan (menyakitkan) untuk

mengeliminir perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Sebenarnya hukuman

bukan merupakan cara yang efektif bagi pimpinan untuk mengubah perilaku

dengan alasan bahwa hukuman hanya mempengaruhi perilaku yang bersifat

sementara dan tidak berlangusng lama, dapat menimbulkan perilaku

emosional, dan kurang manusiawi.

Yulk (1998:295-296) menjelaskan bahwa kepemimpinan transaksional

adalah perilaku pemimpin dengan cara memotivasi pengikut dengan

mempertukarkan kepentingan. Para pemimpin politik untuk menukar

pekerjaan, subsidi, dan kontrak-kontrak pemerintah, yang menguntungkan

untuk memperoleh suara dan kontribusi kampanye. Jadi kepemimpinan

transaksional mendapat kepatuhan dari bawahan disebabkan kemampuan

pemimpin tersebut dalam memenuhi pertukaran kepentingan, sehingga

terlaksananya gagasan-gagasannya atau pencapaian sasaran organisasi

sangat tergantung pada kemmapuan sumber daya yang ada dalam

Page 92: Batal

92

kewenangan pemimpin dalam memenuhi pertukaran dengan upaya-upaya

yang dilaksanakan bawahan.

Nilai-nilai yang terkandung dalam kepemimpinan transaksional adalah

nilai-nilai yang relevan dalam proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan,

tanggung jawab, tetapi nilai-nilai tersebut berlaku eksklusif, yakni hanya

mengikat untuk pemimpin dengan pengikut-pengikut yang berinteraksi. Oleh

karenanya kepemimpinan transaksional tidak dapat diharapkan untuk

menghasilkan perubahan system social dalam waktu yang lama. Dalam

kaitan dengan peran pemimpin transaksional dengan upaya organisasi yang

sedang mengalami perubahan, Tichy dan Ulrich (1987) dalam

(Tjiptono,1998:8) menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional

cenderung tetap menghambat pertumbuhan organisasi dan perubahan.

Tanggapan yang senada juga dinyatakan Denhardt & Denhardt (2003:146)

menyatakan bahwa: in case of transactional leadership the two parties come

together in relationship thet advances the interests of both, but there is no

deep or enduring link between them . Kemudian Bass & Reggio (2006:3)

menegaskan bahwa: “

Transactional business leaders offer financial reward for productivity or deny reward for lack of productivity. This exehange is based on the leader discussing with others what is required and specifying the conditions, and rewards these others will receive if fulfill those requirements”.

Page 93: Batal

93

Pada dasarnya pendapat Bass & Reggio di atas mengatakan bahwa

kepemimpinan transaksional sebagai sebuah pertukaran penghargaan

financial untuk produktivitas yang dihasilkan pengikut atau bawahan atau

sebaliknya meniadakan penghargaan untuk kurangnya produktivitas yang

kurang yang dari dipersyaratkan. Kepatuhan dan produktivitas kerja bawahan

dibandingkan dengan penghargaan yang telah disepakati. Pemimpin

transakisonal memotivasi bawahan dengan tiga cara yaitu:

1). Contingent rewards, yakni kontrak pertukaran yang menjanjikan

penghargaan dengan usaha yang menhasilkan kinerja yang baik.

2) active management by exeption, yakni mengawasi dan mencari

penyimpangan terhadap apa yang dilakukan oleh bawahan dengan aturan

dan standar serta mengambil tindakan korektif.

3) passive management by exeption, yakni intervensi hanya jika standar tidak

dipenuhi

Hal ini didukung hasil penelitian Ralp J.Masi &Robert A.Cooke (2000)

dalam Harbani Pasolong (2008:133), judul penelitian " Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional dan transaksional terhadap Motivasi

bawahan dan Produktivitas organisasi", hasil penelitian beliau menemukan

punya hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional

terhadap motivasi kerja pegawai. Sedangkan Randy (2004) dala Harbani

Page 94: Batal

94

Pasolong (2008:134) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional

mempunyai hubungan positif dengan budaya konstruktif, kepemimpinan

transaksional punya hubungan positif dengan budaya definsif.

c. Kepemimpinan Kharismatik

Kepemimpinan kharismatik menjadi salah satu faktor khusus yang perlu

dipertimbangkan dalam suatu pemetaan akan seorang pemimpin yang

nantinya akan memiliki legalitas-otoritas untuk menentukan suatu kebijakan.

Andrew J.DubRin (2005: 44) mendefinisikan kepemimpinan kharismatik

adalah kualitas special dari pemimpin yang tujuannya, kekuasaannya, dan

ketegasannya berbeda dari pemimpin yang lain.

Kepemimpinan kharismatik dapat dilihat dari teori kepemimpinan

Kharismatik Max Weber dan Teori kepemimpinan House.

a. Teori kepemimpinan Max Weber.

Pada pembahasan mengenai Kepemimpinan Kharismatik dapat ditarik

beberapa kesimpulan terkait dengan hal tersebut. Salah satu poin-poin

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pemimpin kharismatik dalam kacamata Weber merupakan suatu

fenomena sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul

terhadap legitimasi otoritas. Weber menekankan bahwa yang menjadi

barometer kebenaran kharisma adalah pengakuan pengikutnya.

Page 95: Batal

95

2) Gejala pemimpin kharismatik tersebut pada umumnya pada saat terjadi

sebuah krisis, baik itu krisis kepemimpinan. Sehingga adanya kharisma

tersebut akan melahirkan sesuatu yang beda dari sebelum adanya

kharisma dengan setelahnya. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul

bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya

seseorang yang memiliki bakat yang luarbiasa, adanya krisis sosial,

adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut,

adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki

kemampuan luarbiasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta

adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami

kesuksesan.    Akan tetapi, ada sisi lain yang juga perlu disentuh dari

kelemahan konsep kharismatik. Terkadang kharisma melahirkan suatu hal

yang paradoksal.

3) Parodoks kharisma adalah bahwa dalam bertindak sebagai salah satu

sumber perubahan sosial, ia dengan mudah sekali merebut hati,

sebaliknya iapun gampang dibasikan oleh karena kelompok-kelompok

sosial pendukungnya menganggap pesan kharismatik tersebut selalu

bersangkut paut dengan situasi kebutuhan-kebuthan material dan

idealnya. Segi paradoksal lainya adalah terletak pada masalah diterimanya

perubahan kharisma oleh kelompok-kelompok sosial. Sebab pemimpin

kharismatik muncul disaat terjadi krisis. Maka akan menjadi persoalan

Page 96: Batal

96

ketika terdapat pesan kharisma yang juga serupa dan lahir dari tokoh yang

berbeda. Hal itu secara implisit akan mengundang persaingan mencari

pengikut dan penganut. Karena akan melahirkan prejudice akan kharisma

palsu atau pseodu charisma:// perengbiru. blogspot.com/ 2011/01/

kepemimpinan-kharismatik-analisis.html.

b. Teori Kepemimpinan Kharismatik dari House

House (1977: 189-207), teori kharismatik didasarkan atas hasil-hasil

penemuan dari berbagai disiplin ilmu social. Ia mengidentifikasi bagaimana

para pemimpin kharismatik berperilaku, bagaimana mereka berbeda dari

orang lain, serta dalam kondisi yang bagaimana mereka memperoleh banyak

kemungkinan untuk berkembang. Selanjutnya dikatakan, seorang pemimpin

kharismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para

pengikut, mereka merasakan bahwa keyakinan-keyakinan pemimpin tersebut

adalah benar, mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakan

lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, mereka merasa

sayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlihat secara emosional dalam

misi kelompok atau organisasi tersebut. Mereka percaya bahwa mereka

dapat member kontribusi terhadap keberhasilan misi tersebut, dan mereka

mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi .

Page 97: Batal

97

Robert House yang terkenal dengan gagasannya mengenai teori jalur-

tujuan mengidentifikasi tiga karakteristik pemimpin kharismatik, yakni:

kepercayaan diri yang luar biasa tinggi, kekuasaan dan keteguhan pada

keyakinan yang dianut (Robbins, et.al., 1994: 499-500). Sedarmayanti

(2009:129) efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi pemimpin

menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan

untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya, Teorinya disebut sebagai

jalur tujuan Karena memfokuskan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi

persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan

tujuan jalan untuk mencapai tujuan.            

Khaedar Akib (2010) Teori kepemimpinan kharismatik merupakan suatu

perluasan dari teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut

membuat atribusi dari kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar

biasa bila mengamati perilaku-perilaku tertentu. Beberapa penulis telah

mengidentifikasi karakteristik pribadi pemimpin kharismatik ini.

Setelah Warren Bennis mempelajari 90 pemimpin yang paling efektif

dan sukses di Amerika serikat disimpulkan bahwa pemimpin kharismatik

mempunyai empat kompetensi yang sama yakni: mempunyai visi atau

pemahaman tujuan; dapat mengkomunikasikan visinya dalam kata-kata yang

jelas sehingga para pengikutnya dapat dengan mudah memihak; dapat

menunjukkan konsistensi dan fokus dalam memburu visi kepemimpinannya;

Page 98: Batal

98

dan tahu kekuatannya sendiri dan memanfaatkannya. Selain itu, analisis

yang paling menyeluruh telah dirampungkan oleh Congger dan Kanungo dari

Universitas McGill. Sebagian kesimpulan yang dibuat menyatakan bahwa

pemimpin kharismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki

komitmen pribadi yang kuat pada tujuan, tidak konvensional, tegas dan

percaya diri, serta sebagai agen perubahan radikal, bukan manajer dari

status quo.

Conger and Kanungo (1987) dalam Syahrir Natsir (2004), menjelaskan

bahwa sebuah teori tentang kepemimpinan kharisamtik yang didasarkan atas

asumsi bahwa kharisma adalah sebuah fenomena atribusi. Dimana dikatakan

bahwa atribusi charisma oleh pengikut tergantung kepada beberapa aspek

perilaku pemimpin. Perilaku-perilaku tersebut tidak diasumsikan ada pada

semua pemimpin kharismatik dengan tingkat yang sama, dan kepentingan

yang relative dari masing-masing perilaku untuk diatribusikan kepada

charisma tergantung sampai tingkat tertentu kepada situasi kepemimpinan.

Dari beberapa teori tentang kepemimpinan kharismatik memberi

sejumlah penjelasan yang saling bersaing bagi proses-proses mempengaruhi

yang terdapat di dalamnya. Penjelasan Conger and Kanungo (1987)

kelihatannya menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama

dan internalisasi sebagai proses skunder. Sedangkan teori House (1977),

menekankan kepada indentifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh

Page 99: Batal

99

pemimpin, dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan-tujuan dan rasa percaya

diri para pengikut.

Menurut Bass (1985) bahwa kharisma adalah bagian penting dari

kepemimpinan transformasional, namun kharisma itu sendiri tidak cukup

untuk proses transformasional. Pemimpin kharismatik lebih dari sekedar

percaya diri pada keyakinannya, melainkan pula melihat dirinya sendiri

seperti mempunyai suatu tujuan dan takdir supranatural. Sementara itu,

pengikutnya bukan saja mempercayai dan menghormati pemimpin yang

kharismatik, melainkan pula memuja dan menyembah pemimpinnya sebagai

seorang pahlawan yang melebihi manusia atau tokoh spiritual. Pemimpin

Model Kepemimpinan Kharismatik(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,

The McGraw-Hill Company, Inc.)

Budaya Organisasi

Perilaku Pemimpin Efek terhadap pengikut dan kelompok kerja

Luaran

Adaptif Pemimpin membangum visi

Pemimpin membangun harapan kinerja yang tinggi dan menunjukkan kepercayaan pada diri dan kepada orang lain, serta kemampuan kolektif untuk merealisasikan visi

Model pemimpin yang mengharapkan agar nilai-nilai, bakat, keyakinan dan perilaku diperlukan

Meningkatkan motivasi intrinsik, orientasi prestasi dan pencapaian tujuan

Meningkatkan identifikasi terhadap pemimpin dan kepentingan kolektif anggota organisasi

Meningkatkan kohesi di antara anggota kelompok

Meningkatkan prestise diri, kemanjura diri, dan perhatian intrinsik terhadap pencapaian tujuan

Meningkatkan pemodelan peran kepemimpinan kharismatik

Komitmen personal terhadap pemimpin dan visi

Perilaku diri sendiri yang disakralkan

Komitmen organisasi

Kebermaknaan dan kepuasan tugas

Meningkatkan kinerja individu, kelompok, organisasi dan masyarakat

Page 100: Batal

100

kharismatik dipandang memiliki kebesaran, sekaligus menjadi katalisator

mekanisme psikodinamik pengikutnya.

Seorang pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya akan lahir

manakala para pengikut membagi sama norma-norma, keyakinan dan fantasi

yang dapat dijadikan sebagai basis bagi seruan emosional dan rasional oleh

pemimpin tersebut. Namun, Bass juga menyatakan bahwa tanggapan

seseorang terhadap pemimpin kharismatik kemungkinannya akan sangat

terpolarisasi, karena pemimpin kharismatik dicintai oleh beberapa orang

namun dibenci oleh yang lainnya. Tanggapan yang terpolarisasi ini

membantu menjelaskan mengapa demikian banyak pemimpin politik yang

kharismatik menjadi sasaran pembunuhan.

Kata akhir yang perlu dipahami dalam hal ini ialah kepemimpinan

kharismatik mungkin tidak selalu diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja

karyawan yang tinggi. Namun, pemimpin kharismatik mungkin paling tepat

jika tugas pengikut memiliki suatu komponen ideologis. Hal ini dapat

menjelaskan mengapa pemimpin kharismatik lebih dimungkinan muncul

dalam konteks politik, agama, waktu perang atau apabila suatu perusahaan

bisnis memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru (baca: produk

kreatif dan inovatif) atau menghadapi suatu krisis yang mengancam

kehidupannya.

Namun beberapa para ahli mengungkapkan tentang kepemimpinan

dengan memberi berbgai definisi, tetapi pada prinsipnya sama yaitu

Page 101: Batal

101

mengarah pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain

untuk bekerjasama mencapai tujuan. Untuk mempengaruhi orang lain

termasuk bawahan agar perilaku dan karakteritik mau berubah, maka para

pimpinan dalam menjalankan kepemimpinan harus menggunakan gaya

kepemimpinan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan bawahan.

Siagian (2002:83), menjelaskan bahwa pada prinsipnya tidak ada perilaku

dan gaya kepemimpinan yang sama efektifnya menghadapi semua situasi

organisasional dan perilaku bawahan. Maksudnya tidak semua gaya

kepemimpinan dapat diterapkan pada semua organisasi, karena manusia

yang terdapat dalam sebuah organisasi memiliki karakteristik-karakteristik

yang berbeda-beda sehingga gaya kepemimpinan yang cocok adalah gaya

kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi bawahan.

Thoha (2004) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan

norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut

mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Hersey dan Blanchard (1982)

menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola-pola perilaku

konsisten yang mereka terapkan dalam bekerja dengan melalui orang lain

seperti dipersepsikan orang-orang itu. Pola-pola itu timbul pada diri orang-

orang lain pada waktu mereka mulai memberikan tanggapan dengan cara

yang sama dalam kondisi yang serupa, pola itu membentuk kebiasaan

tindakan yang setidaknya dapat diperkirakan bagi mereka yang bekerja

dengan pemimpin itu. Keating (1986), membagi dua gaya kepemimpinan

Page 102: Batal

102

yaitu: (1) Kepemimpinan yang beriorentasi pada tugas (task oriented), (2)

Kepemimpinan yang beriorentasi pada manusia (human relationship

oriented). Dalam dua bidang tugas kepemimpinan itu, akhir-akhir ini

dikembangkan teori 4 (empat) gaya kepemimpinan yaitu:

“ Kekompakan Tinggi Kerja

Rendah”

“ Kerja Tinggi Kekompakan Tinggi”

“ Kekompakan Rendah Kerja

Rendah”

“ Kerja Tinggi Kekompakan

Rendah”

Sumber: Keating (1986)

Kekompakan Tinggi dan kerja rendah, gaya kepemimpinan ini

berusaha menjaga hubungan baik, keakraban dan kekompakan kelompok,

tetapi kurang memperhatikan unsur tercapainya tujuan kelompok atau

penyelesaian tugas bersama.

Kerja tinggi dan kekompakan rendah, gaya kepemimpinan ini

menekankan segi penyelesaian tugas dan tercapainya tujuan kelompok.

Gaya kepemimpinan ini menampilkan gaya kepemimpinan direktif. Gaya

kepemimpinan ini baik untuk kelompok yang baru dibentuk, yang

membutuhkan tujuan dan sasaran jelas, dan kelompok yang telah kehilangan

arah, tidak mempunyai lagi tujuan dan sasaran, tidak mempunyai criteria

untuk meninjau lagi hasil kerjanya, yang sudah kacau dan tidak berarti lagi.

Page 103: Batal

103

Karena gaya ini member kejelasan tujuan dan sasaran kerja serta

pengawasan yang ketat atas usaha mencapai tujuan dan sasaran itu. Gaya

kepemimpinan yang direktif ini tepat dipergunakan dalam usaha dagang yang

penuh persaingan, situasi gawat dan dikalangan militer.

Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya kepemimpinan yang menjaga

kerja dan kekompakan kepemimpinan tinggi cocok dipergunakan untuk

membentuk kelompok. Kelompok yang baru dibentuk membutuhkan

kejelasan tujuan dan sasaran, struktur kerja untuk mencapai tujuan dan

sasaran itu, serta usaha untuk membina hubungan antara para anggota.

Waktu menggunakan gaya kepemimpinan itu untuk membentuk kelompok,

pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan

perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Kerja rendah dan

kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang kurang menakankan

penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok untuk kelompok yang

sudah jelas akan tujuan dan sarannya.Gaya kepemimpinan itu merupakan

gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang sudah jadi.

Keputusan untuk mempergunakan gaya kepemimpinan ini amat tergantung

pada sejarah dan keadaan kelompok yang ada.

House (1997), mengemukakan ada empat gaya kepemimpinan

perilaku seorang pemimpin yaitu : (1) Kepemimpinan direktif, pemimpin

memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengetahui apa yang

Page 104: Batal

104

menjadi harapan pimpinannya dan pemimpin tersebut menyatakan kepada

bawahannya tentang bagaimana dapat melaksanakan tugas. Gaya ini

mengandung arti bahwa pemimpin beriorentasi pada hasil . (2)

Kepemimpinan partisipatif , pemimpin berkomunikasi dengan bawahannya

dan bertanya untuk mendapatkan masukan-masukan atau saran-saran

dalam rangka pengambil keputusan. (3) Kepemimpinan Supportif, yaitu

usaha pemimpin untuk menekankan diri dan bersikap ramah serta

menyenangkan bawahannya. (4) Kepemimpinan beriorentasi pada prestasi,

pemimpin menetapkan tujuan-tujuan yang bersifat menantang, pemimpin

tersebut mengharapkan agar bawahan berusaha mencapai tujuan tersebut

secara efektif, serta pemimpin menunjukkan rasa percaya diri kepada

bawahannya bahwa mereka akan memenuhi tuntutan bawahannya.

Model efektivitas kepemimpinan Robert House (1997), yang

menggambarkan hubungan antara pemimpin dalam menggunakan gaya

kepemimpinanya dengan variable situasional dan efektivitas kepemimpinan.

dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Faktor Kontingensi

- Struktur Tugas- System Otoritas/wewenang

Resmi- Kelompok Kerja

Perilaku pemimpin

-Direktif

- Partisipatif

- Prestasi

- Suportif

Page 105: Batal

105

Model Efektivitas Kepemimpinan Robert House (1997)

Dari gambar tersebut di atas, terlihat empat gaya kepemimpinan

disesuaikan dengan karakteristik dan situasi yang dihadapi oleh pemimpin .

Misalnya, jika siatuasi yang dihadapi pemimpin adalah bawahan yang

memiliki kkepercayaan dan keyakinan diri yang rendah, maka gaya

kepemimpinan yang harus diadopsinya adalah gaya suportif. Dengan gaya ini

bawahan akan merasa diperhatikan oleh atasannya, dibantu, dan diberi

dukungan social untuk menghadapi kesulitannya, dan bagaimana cara

menyelesaikan pekerjaan secara baik. Jika situasi yang dihadapi oleh

pemimpin adalah ketidak puasan bawahan atas hadiah yang diberikan

atasan, maka pemimpin harus mengadopsi gaya kepemimpinan partisipatif.

Dengan gaya ini pemimpin mendengarkan dan mengajak bawahannya untuk

Perilaku pemimpin

-Direktif

- Partisipatif

- Prestasi

- Suportif

Hasil

-Kinerja

-Kepuasan

Faktor Kontingensi Bawahan

- Focus Kendali- Pengalaman- Persepsi kemampuan

Page 106: Batal

106

ikut menentukan hadiah seperti apa yang diinginkan. Apakah hadiah yang

bersifat intrinsik seperti tantangan kerja, atau hadiah ekstrinsik seperti bonus,

promosi, atau tunjangan kesejahteraan.

White (1997) melakukan penelitian dan membahas berbagai

hubungan antara perilaku pemimpin yang berbeda , yaitu perilaku otoriter,

demokratis, Laissez Faire dengan berfungsinya kelompok. (1) Gaya

kepemimpinan otokratis, yaitu gaya kepemimpinan otoritarian dapat pula

disebut tukan cerita. Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka

mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan

kebutuhan-kebuthan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung

kepada bawahan. (2) Gaya demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang

dikenal pula sebagai gaya partisipatif. Gaya ini berasumsi bahwa para

anggota organisasi yang ambil bagian secara pribadi dalam proses

pengambilan keputusan akan lebih memungkinkan sebagai suatu akibat

mempunyai komitmen yang jauh lebih besar pada sasaran dan tujuan

organisasi.

Sudiamunawar (2006) menjelaskan bahwa pendekatan tidak berarti

para pemimpin tidak membuat keputusan, tetapi justru seharusnya

memahami terlebih dahulu apakah yang menjadi sasaran organisasi

sehingga ,mereka dapat mempergunakan pengetahuan para anggotanya. (3)

Gaya Laissez Faire yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini

Page 107: Batal

107

bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa

suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-

teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai

sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi.

Hersey & Blanchard (1996), mengatakan bahwa kepemimpinan

situasional, tidak ada satu cara terbaik untuk mempengaruhi perilaku orang-

orang. Gaya kepemimpinan mana yang harus diterapkan pemimpin terhadap

orang-orang atau sekelompok orang bergantung pada level kematangan dari

orang-orang yang akan dipengaruhi oleh pemimpin.

Stoner dkk (1996) menyatakan bahwa teori kepemimpinan situasional

adalah pendekatan kepemimpinan yang oleh Hersey & Blanchard yang

menguraikan bagaimana pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinan

mereka sebagai respon pada keinginan untuk berhasil dalam pekerjaan,

pengalaman, kemampuan, dan kemauan dari bawahan mereka yang terus

berubah.

Tjiptono (2000), menyatakan bahwa kepemimpinan situasional dikenal

pula sebagai kepemimpinan tidak tetap atau kontingensi. Asumsi yang

digunakan dalam toeri ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya

kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam segala kondisi.

Karena itu gaya kepemimpinan situasional akan menrapkan suatu gaya

Page 108: Batal

108

tertentu berdasarkan pertimbangan atas factor-faktor seperti pemimpin,

pengikut, situasi , dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika

kelompok. Ketiga factor tersebut merupakan variable kritis yang saling

berhubungan dan berinteraksi. Pernyataan ini dikenal dengan istilah hukum

situasi.

Thoha (2004) menyatakan kinerja dapat dicapai efektif apabila

pemimpin dalam organisasi tersebut mengembangkan suatu kepemimpinan

situasional. Pendekatan situasional merupakan pendekatan yang

menyatakan bahwa tekhnik manajemen yang paling baik memberikan

konstribusi untuk pencapaian sasaran organisasi dalam situasi atau

lingkungan yang berbeda.

Rivai (2004), menyatakan bahwa kepemimpinan situasional

mendasarkan diri pada saling berhubungan antara sejumlah petunjuk,

pengarahan dan dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pemimpin.

Pendekatan kepemimpinan berdasarkan situasi, karena melalui teori sifat

tidak dapat memberikan banyak jawaban dalam kepemimpinan sehingga

orang beralih pada penelaahan situasi, karena dapat dipercaya bahwa

pemimpin merupakan p-roduk dari situasi. Menurut teori kepemimpinan

situasional, dengan berkembangnya tingkat kematangan bawahan jika dilihat

dari segi kemampuannya untuk melakukan tugas yang bersaifat spesifik,

Page 109: Batal

109

disini pemimpin sudah mulai mengurangi pola orientasi tugas dan menambah

pola orientasi hubungan.

Thoha (2004), mengatakan bahwa untuk memahami kepemimpinan

yang dipertautkan dengan sitausi tertentu, pada hakekatnya telah dikenal dari

usaha-usaha pada penelitian terdahulu seperti Universitas Ohio dan juga

tiga Dimensi Reddin.

Kepemimpinan situasional telah dikembangkan Hersey & Blanchard

(1982), didasarkann pada saling berhubungan dengan (1) Jumlah petunjuk

dan pengarahan yang diberikan pimpinan (2) Jumlah dukungan

sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan, (3) Tingkat kematangan dan

kesiapan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus,

fungsi atau tujuan tertentu. Thoha (2004) mengatakan kepemimpinan

situasional dikembangkan untuk membantu orang menjalankan

kepemimpinan dengan memperhatikan perannya yang efektif di dalam

interaksinya dengan orang lain setiap harinya.

Melihat pendapat Hersey & Blanchard, maka ada 2 hal yang perlu

diperhatikan yang berkaitan dengan perilaku pemimpin, yaitu (1) gaya dasar

antara lain perilaku pengarahan, dan perilaku mendukung, (2) kematangan

bawahan.

Page 110: Batal

110

1) Perilaku mengarahkan, adalah sejumlah mana seorang pemimpin

melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam

komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang

seharusnya dilakukan pengikut, memberitahuykan pengikut tentang apa

yang seharusnya dikerjakan, di mana, bagaimana, melakukannya, dan

melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya.

2) Perilaku mendukung adalah sejauh mana seseorang pemimpin melibatkan

diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan

dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para

pengikut dalam pengambilan keputusan

Ducker (1985), mengemukakan bahwa pemimpin merupakan sumber

daya yang pokok yang paling langka dalam setiap organisasi. Oleh karena itu

berhasil tidaknya suatu organisasi disebabkan karena perilaku pemimpin

yang tidak efektif. Cribbin (1985), mengatakan bahwa seorang pemimpin

yang baik akan menyesuaikan dengan perilakunya dengan tuntutan keadaan.

Perilaku pemimpin mungkin efektif dalam keadaan tertentu tetapi belum tentu

efektif dalam keadaan yang lainnya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu

menyesuaikan perilakunya dengan keadaan.

Berdasarkan konsep yang bersumber dari beberapa para ahli, tentang

gaya kepemimpinan, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa di

Page 111: Batal

111

dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik, maka perlu adanya

dukungan dari unsur pemerintah yang memiliki kemampuan untuk

menerapkan berbagai macam gaya kepemimpinan.

Dessler (1922), komitmen organisasi dapat dilihat dari 3 faktor yaitu: 1)

Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi,

2) Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, 3)

Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.

4. Kualitas Pelayanan Akademik

a. Kualitas Pelayanan

Sebelum membahas tentang pelayanan akademik, maka terlebih

dahulu mengungkapkan beberapa pandangan dari para ahli tentang

pelayanan. Kualitas memegang peranan kunci dalam organisasi, oleh karena

tujuan organisasi tidak akan efektif tanpa ada kualitas. Kualitas pada

dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yakni suatu sikap atau cara

pegawai dalam melayani pelanggan atau masayarakat secara memuaskan.

Berbicara tentang pelayanan baik sebagai pemberi pelayanan maupun

penerima pelayanan semua pasti merasakan terutama yang mempunyai

urusan/keperluan pada suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta.

Page 112: Batal

112

Ketika kita dilayani oleh petugas, saat itu kita merasakan sesuatu. Ada

perasaan senang atau tidak senang. Pada saat kita merasa senang dilayani

oleh petugas tersebut, kita mengatakan bahwa pelayanannya sangat

memuaskan. Karena kepuasan itu, lalu kita mengatakan bahwa

pelayanannya berkualitas. Sebaliknya, ketika kita merasa dirugikan aparat

akibat pelayanannya berbelit-belit, tidak terbuka/transparan tentang apa yang

diinginkan oleh aparat itu, kita mengatakan bahwa pelayanannya tidak

berkualitas. Poltak Sinambela (2006: 3) .mengatakan pada awalnya, konsep

pelayanan prima timbul dari kreativitas para pelaku bisnis, yang kemudian

diikuti oleh organisasi-organisasi nirlaba dan instansi pemerintah, sehingga

dewasa ini budaya pelayanan prima tidak lagi hanya milik dunia bisnis tetapi

milik semua orang.

Moenir (2001:12) Pelayanan secara umum yang didambakan adalah:

kemudahan dalam pengurusan kepentingan, mendapatkan pelayanan wajar,

mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih, mendapatkan

perlakukan yang jujur dan terus terang. Untuk itu, Sedarmayanti (2004: 252)

mengatakan bahwa dalam pemberian pelayanan hendaknya mengacu pada

hal-hal sebagai berikut: (1) Kepuasan total pelanggan, (2). Menjadikan

kualitas sebagai tujuan utama dalam pelayanan, (3). Membangun kualitas

dalam sebuah proses, (4). Menerapkan filosofi, berbicara berdasarkan fakta,

(5). Menjalin kemitraan baik internal maupun eksternal.

Page 113: Batal

113

Russel & Taylor (200:78) mendefinisikan kualitas sebagai totalitas

tampilan dan karakteristik produk dan jasa yang berusaha keras dengan

segenap kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu. Selanjutnya

Russel & Taylor memberikan pemaknaan tentang kualitas pelayanan dengan

memandang dari dua sudut pandang yaitu: produsen dan pengguna atau

pasar. Jika ditinjau dari sudut pandang pasar maka penilaian kualitas

diserahkan pada pengguna, yakni sejahmana desain pelayanan yang

dilaksanakan organisasi berkemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan

(quality of design). Pelanggan melihat kualitas dari karakteristik yang

seharusnya yang ia terima sehingga mencakup value (nilai), fitness for use

(cocok untuk digunakan), support (dukungan), dan psychological impressions

(kesan psikologis), yang kesemuanya dipersepsi secara dinamik. Makna

kualitas dari pelanggan diperoleh dari hasil perbandingan antara harapan

tentang pelayanan (expected service) dan penilaian atas kenyataan

pelayanan yang diterima (perceived service). Sedangkan dari sudut produsen

atau penyedia produk atau jasa, maka kualitas dilihat dari pemenuhan

spesifikasi atau atribut-atribut yang telah dipersyaratkan dan dinayatakan,

termasuk ketentuan biaya-biaya yang menjadi tanggung jawab pengguna.

Pembinaan manajemen dan penggunaan sumber daya organisasi diarahkan

untuk memenuhi persyaratan yang telah dinyatakan, pemenuhan tersebut

dengan tujuan untuk memenuhi harapan pengguna sehingga dihadapkan

Page 114: Batal

114

kepuasan. Kebutuhan yang dipersyaratkan dapat berwujud produk itu sendiri

maupun proses inbteraksi antara warga Negara dengan aparatur pemerintah.

Aparatur pemerintah dalam menjalankan kepemimpinanya, agar

mendapatkan kepercayaan untuk melayani masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung. Perlu menyadari bahwa dirinya dituntut untuk

memahami sosok aparatur pelayan yang dapat memberikan pelayanan prima

yaitu sensitive dan responsive terhadap peluang dan tantangan yang

dihadapi, dapat mengembangkan fungsi instrumental dengan melakukan

terobosan melalui pemikiran yang inovatif dan kreatif, berwawasan futuris

dan sitemik sehingga resiko yang mungkin timbul akan diminimalisir dan

berkemampuan dalam mengoptimalkan sumber daya yang potensial. Namun

Esensi pelayanan prima pada dasarnya mencakup empat prinsip, yaitu

CETAK (cepat, tepat dan akuntabel (Surjadi:2009:46).

Gambar Makna Kualitas Versi Russel & Taylor

The Meaning of Quality

Production

Producer’s Perspective

Quality of Design

-Quality Characteristic

-Price

Consumer’s Perspective

Quality of Conformance

-Comformance to specification

-Cost

Marketing

Page 115: Batal

115

Sumber: Kualitas Versi Russel & Taylor, 2000 Operations Management p.82 New. Jersey: Printice-Hall Inc.

Mencermati gambar tersebut di atas menggambarkan bahwa kualitas

pelayanan tidak lepas dengan perspektif system, artinya kualitas pelayanan

merupakan interaksi timbal balik dari suatu pertukaran sumber daya antara

lingkungan sebagai pengguna dan organisasi sebagai produsen.

Tingkat kepuasan yang diperoleh masayarakat atau pelayanan yang

didapatkan akan member masukan bagi organisasi penyedia layanan dengan

tujuan untuk memperbaiki kinerjanya. Dan sebaliknya apa yang

dipersyaratkan oleh organisasi akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat

atau badan usaha untuk meningkatkan kinerjanya. (1) Karisma: Memberikan

Visi dan Misi, memunculkan rasa bangga, mendapatkan respek dan

kepercayaan. (2) Inspirasi: Mengomunikasikan harapan tinggi menggunakan

simbol-simbol untuk memfokuskan usaha mengekspresikan tujuan penting

dalam cara yang sederhana. (3) Stimulasi Intelektual: Menunjukkan

intelegensi, rasional, pemecahan masalah secara hati-hati. (4) Memerhatikan

individu: menunjukkan perhatian terhadap pribadi, memperlakukan karyawan

secara individual, melatih, menasehati.

Fitness for Consumer Use

Page 116: Batal

116

b. Pelayanan Akademik

Kata pelayanan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari,

misalnya pelayanan publik, pelayanan administratif, pelayanan yang

memuaskan dan sebagainya. Hal ini dapat dimengerti karena masyarakat

semakin kritis untuk mendapatkan haknya. Pelayanan tidak dapat dilepaskan

dengan hak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan diartikan

sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memeroleh imbalan

(uang), atau jasa. Pelayanan juga diartikan sebagai kemudahan yang

diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa (2001: 571).

Muhammad Iqbal (2007:53), pelayanan darai kata ”SERVICE” jika diurai

adalah sebagai berikut:

1. Self Awarness & Self Esteem, Menanamkan kesadaran diri bahwa

melayani adalah tugasnya dan melaksanakannya dengan menjaga

martabat diri dan pihak lain yang dilayani.

2. Empathy & enthuasiasm, mengetengahkan empati dan melayani

pelanggan dengan penuh kegairahan,

3. Reform Vision & Victory, berpandangan ke masa depan dan memberikan

layanan yang baik untuk memenangkan sesama pihak.

4. Initiative & Impressive, memberikan layanan dengan penuh insiatif dan

mengesankan pihak yang dilayani.

Page 117: Batal

117

5. Care & Cooperative, menunjukkan perhatian kepada konsumen dan

membina kerjasama yang baik.

Berbicara masalah pelayanan akademik maka tentu tidak akan terlepas

dari berbicara tentang pelayanan publik, karena pelayanan akademik juga

menyangkut pelayanan publik dalam bidang yang sifatnya khusus. Moenir

(2001: 196) pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur

dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain

sesuai dengan haknya.

Miftah Thoha (1995:26) memberikan definisi pelayanan publik adalah

suatu usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau institusi

tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan masyarakat dalam

rangka mencapai tuijuan tertentu.

Dari ketiga definisi tersebut maka dapat ditarik benang merah

pengertian pelayanan publik yaitu suatu usaha yang dilakukan seseorang

atau sekelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan

pada pemenuhan kebutuhan masyarakat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pelayanan akademik adalah pelayanan yang berkaitan dengan

kegiatan pendidikan di perguruan tinggi.

Page 118: Batal

118

Berdasarkan pengertian tersebut maka pelayanan akademik dapat

diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk

memberikan kemudahan pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dalam hal

yang berkaitan dengan kegiatan akademik.

Sudarman Danim (2003:79) berpendapat bahwa mengingat pentingnya

fungsi pendidikan, adalah keharusan lembaga yang memberi layanan publik

itu secara terus menerus dengan meningkatkan mutu kinerjanya. Ia

menambahkan bahwa bentuk pelayanan pendidikan yang bermutu antara

lain terjadinya kontak intensif antara pelayan dengan pengguna jasa,

pelayanan dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran, perbuatan

melayani dilakukan secara hati-hati dan komprehensif, dan transparan

menghadapi masalah-masalah yang tidak dapat diraba.

Tampubolon (2001) dalam Sugi Rahayu (2010) menyebutkan adanya

lima jenis pelayanan mahasiswa, yaitu:

(1) Jasa kurikuler, meliputi peraturan akademik, perkuliahan, kurikulum,

bimbingan/konsultasi akademik, praktikum, tugas akhir, evaluasi,

termasuk alat Bantu perkuliahan seperti perpustakaan, OHP,

laboratorium, dan lain-lain,

Page 119: Batal

119

(2) Jasa penelitian, meliputi buku pedoman penelitian, lembaga penelitian,

pelaksanaan penelitian, publikasi hasil penelitian, seminar penelitian,

termasuk juga alat Bantu seperti di atas,

(3) Jasa pengabdian masyarakat, termasuk jenis ini adalah buku pedoman,

pelaksanaan program, administrasi program dan publikasi hasil program,

(4) Jasa administrasi, meliputi kebijakan strategis, administrasi kegiatan

akademik(seperti kehadiran perkuliahan, penilaian, praktikum), registrasi,

transkrip, ijazah dan system informasi,

(5) Jasa ekstra kurikuler, meliputi buku informasi atau panduan kegiatan

ekstra kurikuler, pengelolaan program dan kegiatan kemahasiswaan,

pengembangan minat, kesejahteraan, olah raga, kesehatan, serta alat

dan sarana pendukungnya.

Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kepuasan

pelanggan. Guna memuaskan pelanggan dalam dunia bisnis terdapat lima

unsur pelayanan yang dapat ditengarai, yaitu:

(1) cepat, yang dimaksud dengan kecepatan di sini adalah waktu yang

digunakan dalam melayani pelayanan minimal sama dengan batas waktu

dalam standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan,

Page 120: Batal

120

(2) Tepat, tepat dalam bidangnya, tepat dalam waktu, menguasai

pengetahuan dan keterampilan yang mendukung, tepat dalam

menangani keluhan,

(3) Aman, para petugas pelayanan harus mampu memberikan perasaan

aman kepada pelanggan. Rasa aman ini adalah rasa aman fisik dan

psikhis,

(4) Ramah tamah, membuat pelanggan merasa dihargai dan dihormati,

bersikap professional dan ramah pada saat pelanggan mengeluhkan

pelayanan mereka,

(5) Nyaman, memberikan rasa nyaman pada pelanggan (mereka merasa

tenang dan tenteram) (Sugiarto, 1999: 42).

Memberikan pelayanan secara prima kepada pelanggan mempunyai

tujuan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai

suatu kepuasan. Kepuasan itu sendiri terdiri atas dua hal yaitu layanan dan

produk kegiatan pelayanan. Keduanya harus memenuhi syarat agar supaya

dapat memberikan kepuasan kepada penerima layanan. Untuk pelayanan

harus berkualitas. Kualitas pelayanan adalah kesesuaian antara pelayanan

yang diharapkan pelanggan dengan pelayanan yang diharapkan organisasi.

Page 121: Batal

121

Zeithhami-Parasuraman-Berry (1990), Fandy Tjiptono (2001: 70) ada

lima dimensi pokok yang lazim digunakan untuk menilai kualitas pelayanan

yaitu:

(1) Tangible (Bukti langsung), kualitas pelayanan berupa meliputi fasilitas

fisik, perlengkapan dan karyawan, seperti: komputer, ruang tunggu dan

tempat informasi.

(2) Realiability (Keandalan), yakni kemampuan untuk memberikan pelayanan

yangterpercaya atau dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan,

(3) Responsiviness (Daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap

yaitu cepat dsan tepat, sesuai harapan pelanggan.

(4) Assurance (Jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan

atau keramahan dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki oleh para

staf,

(5) Emphaty, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan dan

hubungan pribadi, namun tidak mengabaikan ketegasan dalam

memberikan pelayanan.

Moenir (1995: 124-127). pelayanan publik akan dapat terlaksana

dengan baik dan memuaskan apabila didukung oleh beberapa faktor

Page 122: Batal

122

pendukung, yaitu: (1) kesadaran, (2) aturan, (3) organisasi, (4) pendapatan,

(5) kemampuan-keterampilan, (6) sarana pelayanan.

Berbagai penyesuaian konsep tersebut tentunya dapat diterapkan

dalam memberikan pelayanan akademik kepada mahasiswa. Dalam kaitan

dengan dunia pendidikan, pelayanan dibagi menjadi tiga, yaitu pelayanan

akademik atau kurikuler, administrasi dan ekstra kurikuler. Penelitian ini lebih

menitik beratkan kepada pelayanan akademik dengan tidak

mengesampingkan pelayanan non akademik

Pelayanan akademik dimaksudkan sebagai pelayanan yang terkait

dengan peraturan akademik, perkuliahan, kurikulum, bimbingan/konsultasi

akademik, praktikum, tugas akhir, evaluasi, termasuk alat bantu perkuliahan

seperti perpustakaan, OHP, laboratorium, dan lain-lain.

Beberapa jenis pelayanan akademik akan diuraikan secara singkat.

Pertama, pelayanan akademik tentang perkuliahan melibatkan banyak unsur,

diantaranya: Dosen. Sudarwan Danim (2003: 80) berpendapat bahwa tenaga

kependidikan (termasuk dosen), dilihat sebagai totalitas yang satu sama lain

secara sinergi memberikan sumbangan terhadap proses pendidikan, pada

tempat dimana mereka memberikan pelayanan. Tugas lembaga pendidikan

secara umum adalah memberikan pelayanan optimal kepada peserta didik

khususnya dan customer pendidikan pada umumnya, pada titik di mana

Page 123: Batal

123

pelayanan itu harus dilakukan. Hal senada dikemukakan oleh Mastuhu (2004:

109), bahwa berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan bermutu

tergantung pada jumlah atau mutu para aktor atau petugas yang

melaksanakannya. Dosen memiliki fungsi dominant dalam pelayanan

akademik karena tugas dosen di sini adalah mengajar, membimbing, dan

menguji.

Kedua, pelayanan akademik terkait dengan kurikulum, Nasution seperti

dikutip Suryo Subroto (1984), berpendapat bahwa organisasi kurikulum

adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada

muris-murid. Organisasi kurikulum sangat erat hubungannya dengan tujuan

pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan

mengakibatkan cara penyampaian pelajaran yang berbeda pula.

Ketiga, sarana dan prasarana pendukung. Sarana pendukung meliputi

peralatan, perlengkapan laboratorium, perpustakaan dan alat bantu

pembelajaran. Prasarana atau disebut fasilitas meliputi gedung dengan

segala perlengkapannya, fasilitas komunikasi dan kemudahan lainnya.

Kualitas pendidikan yang berkembang saat ini, model pengukurannya

mencakup beberapa hal yang berhubungan dengan standar nasional yang

telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Soedijarto (2008:291) dalam

mengelola pendidikan yang berkualitas agar berstandar nasional meliputi: 1)

Page 124: Batal

124

Kualitas dan kualifikasi tenaga dosen/.guru dan kependidikan lainnya, 2)

Sarana dan Prasarana, 3) Kurikulum dan proses pembelajaran, 4) Media

pembelajaran seperti buku, laboratorium, dan media pembelajaran lain yang

diperlukan, 5) Sistem evaluasi yang komprehensif, terus menerus dan objektif

dipenuhi persyaratannya.

Selanjutnya dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS

2000-2004), untuk meningkatkan kualitas pada bidang pendidikan terdapat

arah pembangunan dengan program-program sebagai berikut:

1) Perluasan dari pemerataan pendidikan dengan adanya dana yang

mencukupi.

2) Meningkatkan kemampuan dan mutu hidup para pendidik

3) Membenahi kurikulum

4) Memberdayakan lembaga pendidikan

5) Meningkatkan manajemen pendidikan, termasuk upaya desentralisasi

dan otonomi pendidikan.

Oleh karena itu ruang lingkup pelayanan bidang pendidikan

menyangkut kepentingan rakyat banyak, maka pemerintah dalam pelayanan

bidang pendidikan mempunyai porsi yang besar. Namun demikian karena

Page 125: Batal

125

keterbatasan sumber daya pemerintah, maka porsi masyarakat perlu digali

atau diikutsertakan.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan beberapa perspektif teori dan dalam tinjauan pustaka

dan hasil penelitian sebelumnya, maka penulis mengaitkan dengan teori

kepemimpinan yang mendasari argemennya bahwa kepemimpinan

merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mempegaruhi orang lain

untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan. Untuk mempengaruhi orang lain

harus menggunakan suatu strategi (Salusu:1968). Strategi yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang dipergunakan oleh

seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk

mempengaruhi bawahan, karena untuk mempengaruhi bawahan bukan

pekerjaan gampang, karena yang melakukan aktivitas di dalam sebuah

organisasi memiliki sumber daya manusia yang memiliki karkateristik yang

berbeda-beda, sehingga perlu startegi untuk menggerakkan bahwahan agar

mereka mau dan ihklas bergerak menjalankan tugasnya sebagai pelayan

masyarakat kampus. Gaya kepemimpinan yang diterapkan Gatto adalah

gaya kepemimpinan otoriter, partisipatif, konsultatif dan free-rein/delegasi.

Page 126: Batal

126

Gaya inilah yang dapat dijadikan sebagai dimensi untuk mengetahui

kepemimpinan di Universitas Tadulako. Lebih jelasnya dapat dilihat kerangka

pikir dibawah ini:

Gambar Kerangka Pikir

Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan

1. Direktif

2. Partisipatif

3. Konsultatif

4. Free-rein

(Gatto:1992)

Kualitas Pelayanan

1. Realibility

2. Responsiviness

3. Assurance

4. Empaty

5. Tangible

(Parasuraman:1990)

Kepuasan

Page 127: Batal

127

Page 128: Batal

128

dan suka rela yorang yang dipimpin keraj pencapaian suatu tujuannggeta

laksanakan .literature Ada tiga unsur utama yang berpengaruh terhadap

keefektifan pengelolaan pendidikan pada Perguruan Tinggi di Universitas

Tadulako, yaitu: (1) Pendidik, (2) Tenaga kependidikan, (3) Peserta didik.

Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian

Page 129: Batal

129

pada masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi). Tenaga kependidikan

bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,

pengawasan, dan pelayan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada

satuan pendidikan di Unieversitas Tadulako. Sedangkan peserta didik adalah

mahasiswa sebagai pelanggang utama yang sangat membutuhkan

pelayanan yang memuaskan.

Ketiga unsur tersebut memiliki karakteristik tersendiri, ada yang

melayani dan ada yang dilayani ada yang menjadi pemimpin dan ada yang

dipimpin/pengikut. Robert (1999:405) mengatakan bahwa terjadinya

kepemimpinan mengalir dari mereka yang bersedia dipimpin yaitu pengikut.

Dan siapa yang akan diikuti oleh pengikut? seorang yang melayani. Siapa

yang melayani ? tidak lain adalah pemimpin. Jadi kepemimpinan lahir dari

adanaya tindakan-tindakan spesifik seorang pemimpin dalam mengarahkan

dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompok.

Untuk memahami karkateristik dari berbagai unsur tersebut baik yang

memimpin maupun yang dipimpin dapat dilihat dari aspek pendekatan

situasional dalam mempengaruhi bawahan, karena sukses tidaknya

seseorang dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin tergantung pada

penerapan gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan kondisi bawahan

atau yang dipimpin. Jadi kualitas pelayanan akademik bagi masyarakat

kampus dapat tercapai jika pimpinan dan yang dipimpin melakukan

Page 130: Batal

130

kerjasama yang baik untuk melakukan suatu perubahan demi

pengembangan organisasi. Agus Dwiyanto (2002: ) menjelaskan bahwa

untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan dapat dilihat dari

(1) Responsivitas (responsiveness). Responsivitas berkaitan dengan

kecepatan tanggapan yang dilakukan oleh pegawai terhadap kebutuhan

pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah masyarakat yang

membutuhkan pelayanan sebagaimana diatur dalam perundangan yang

berlaku.

(2) Kesopanan (courtesy). Kesopanan berkaitan dengan keramahan yang

ditampilkan oleh aparatur dalam proses pemberian pelayanan publik, di

mana faktor ini secara tidak langsung memberikan iklim organisasi yang

sejuk dan kondusif ketika proses pemberian pelayanan berlangsung.

(3) Akses (access). Akses berkaitan dengan kesediaan aparatur (pegawai)

untuk memberikan pelayanan kepada pengguna jasa secara tanpa

adanya sikap diskriminatif, karena jika kondisi ini berlangsung, maka

akan ada kesenjangan dalam pemberian pelayanan., sehingga

pemerataan pelayanan tidak akan tercapai dan berdampak pada

rendahnya kualitas layanan.

Page 131: Batal

131

(4) Komunikasi (communication), Komunikasi berkaitan dengan kelancaran

hubungan verbal maupun fisik antara apratur (pegawai) dan pengguna

jasa dalam proses pemberian pelayanan.

Jika dilihat dari aspek pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan,

maka dapat dikaji melalui pendekatan gaya kepemimpinan Robert

(1999:406). Wahyu Suprapti (2000:13) pendekatan gaya kepemimpinan

dapat diklasifikasikan pada pendekatan klassik dan pendekatan modern.

Miftha Thoha (1999), Siagian (2000: 205) mengatakan bahwa kepemimpinan

dapat dipelajari dari pola tingkah laku. Pola tingkah laku identik dengan gaya.

Gaya kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karkateristik

para pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya pada saat mereka

berupaya mempengaruhi para anggota kelompok, baik secara perseorangan

maupun kolektif., seperti gaya otoriter, konsultatif, partisipatif dan delegasi

serta kepemimpinan transformasional dan transaksional dan kharismatik.

Kepemimpinan Transformasional memiliki karakteristik, seperti karisma yaitu

memberikan Visi dan Misi, memunculkan rasa bangga, mendapatkan respek

dan kepercayaan. Inspirasi: dalam mengomunikasikan harapan tinggi dengan

menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha:mengekspresikan

tujuan penting dalam cara yang sederhana. Stimulasi Intelektual yang dapat

menunjukkan intelegensi, rasional, pemecahan masalah secara hati-hati.

Page 132: Batal

132

Serta memerhatikan individu: menunjukkan perhatian terhadap pribadi,

memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati

Sedangkan kepemimpinan Transaksional memiliki karakteritik, seperti

Penghargaan Kontingen dan kontrak pertukaran penghargaan dengan usaha

yang dikeluarkan, menjanjikan penghargaan untuk kinerja baik, mengakui

pencapaian/prestasi. Memanajemen berdasarkan kekecualiaan (Aktif)

mengawasi dan mencari pelanggan terhadap aturan dan stándar, mengambil

tindakan korektif. Manajemen berdasarkan kekecualiaan (passif) dengan

Intervensi hanya saja jika stándar tidak dipenuhi. Sesuka hati dengan

menghindari tanggung jawab: menghindari pengambilkan keputusan.

Kemudian kepemimpinan Kharismatik memiliki karakteristik seperti

yang dijelaskan Luthans (2006: 653) mengutip pendapat Bass bahwa

kepemimpinan karismatik hanya sebuah komponen kepemimpinan

transformasional di perluas sehingga dapat dilihat dari dua sisi yaitu etis dan

tidak etis. Karismatik Etis karakteritiknya adalah: (1) Menggunakan

kekuasaan untuk melayani orang lain, (2) Menyelaraskan visi dengan

kebutuhan dan aspirasi pengikut, (3) Memerhatikan dan belajar dari kritik, (4)

Menstimulasi pengikut untuk berpikir independen dan mempertanyakan

pandangan pemimpin, (5) Komunikasi terbuka dua arah, (6) Melatih,

mengembangkan dan mendukung pengikut, membagikan penghargaan

dengan orang lain, (7). Mengadalkan estándar moral internal untuk

Page 133: Batal

133

memuaskan organisasi dan kepentingan orang banyak. Sedangkan

Karismatik Tidak Etis yaitu (1) Menggunakan kekuasaan hanya untuk

keuntungan atau dampak pribadi., (2). Mengedepankan visi pribadi, (3)

Mengabaikan kritik atau pandangan yang berlawanan, (4). Menuntut

keputusannya diterima tanpa pertanyaan, (5) Komunikasi satu arah, (6).

Insentif untuk kebutuhan pengikut, (7). Mengandalkan standar moral

eksternal untuk memuaskan kepentingan pribadi.

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh gambaran bahwa kualitas

pelayanan akademik ditentukan oleh karakteritik kepemimpinan. Karakteristik

kepemimpinan nampak pada pola/gaya kepemimpinan transaksional,

transformasional dan kharismatik yang diterapkan para pemimpin dalam

menjalankan perannya sebagai katalisator, desiminator, motivator dan

katalisator di Universitas Tadulako. Lebih jelasnya dapat dilihat alur pikir

tersebut .

Page 134: Batal

134

..

UNTAD

1.Visi

2. Misi

KEPEMIMPINAN

1.Rektor-PR

2. Dekan- PD

3. Biro Akademik- Staf

Dipimpin:

Masyarakat kampus

Pemimpin

Kualitas Pelayanan

1. Responsiviness

2. Kesopanan

3. Akses

4. Komunikasi

1.

Karakteristik Kepemimpinan

1.Peran kepemimpinan

2. Gaya kepemimpinan

Layanan:

1. Jasa kurikuler

2. Jasa Penelitian

3. Jasa pengabdian

4. Jasa Ekstra kurikuler

Harapan Masyarakat Kampus Layanan yang: Cepat,Tepat, Aman, ramah dan nyaman.

Page 135: Batal

135

Page 136: Batal

136

(1) Jasa kurikuler, meliputi peraturan akademik, perkuliahan, kurikulum,

bimbingan/konsultasi akademik, praktikum, tugas akhir, evaluasi, termasuk

Page 137: Batal

137

alat Bantu perkuliahan seperti perpustakaan, OHP, laboratorium, dan lain-

lain,

(2) Jasa penelitian, meliputi buku pedoman penelitian, lembaga penelitian,

pelaksanaan penelitian, publikasi hasil penelitian, seminar penelitian,

termasuk juga alat Bantu seperti di atas,

(3) Jasa pengabdian masyarakat, termasuk jenis ini adalah buku pedoman,

pelaksanaan program, administrasi program dan publikasi hasil program,

(4) Jasa administrasi, meliputi kebijakan strategis, administrasi kegiatan

akademik(seperti kehadiran perkuliahan, penilaian, praktikum), registrasi,

transkrip, ijazah dan system informasi,

(5) Jasa ekstra kurikuler, meliputi buku informasi atau panduan kegiatan

ekstra kurikuler, pengelolaan program dan kegiatan kemahasiswaan,

pengembangan minat, kesejahteraan, olah raga, kesehatan, serta alat dan

sarana pendukungnya.

Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kepuasan

pelanggan. Guna memuaskan pelanggan dalam dunia bisnis terdapat lima unsur

pelayanan yang dapat ditengarai, yaitu:

(1) cepat, yang dimaksud dengan kecepatan di sini adalah waktu yang

digunakan dalam melayani pelayanan minimal sama dengan batas waktu

dalam standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan,

Page 138: Batal

138

(2) Tepat, tepat dalam bidangnya, tepat dalam waktu, menguasai pengetahuan

dan keterampilan yang mendukung, tepat dalam menangani keluhan,

(3) Aman, para petugas pelayanan harus mampu memberikan perasaan aman

kepada pelanggan. Rasa aman ini adalah rasa aman fisik dan psikhis,

(4) Ramah tamah, membuat pelanggan merasa dihargai dan dihormati,

bersikap professional dan ramah pada saat pelanggan mengeluhkan

pelayanan mereka,

(5) Nyaman, memberikan rasa nyaman pada pelanggan (mereka merasa tenang

dan tenteram) (Sugiarto, 1999: 42).

.

.KEP.TRANSFORMASIONAL

1.Karisma

2.Inspirasi

3. Stimulakasi Intelektual

4. Memerhatikan Individu

KEP,TRANSAKSIONAL

1.Penghargaan Kontingen

2.Manajemen Aktif

3.Manajemen Pasif

4. Sesuka Hati

KEP.KARISMATIK

1.Etis

2. Tidak etis

Yang jelas kepemimpinan karisma adalah kualitas secara personil dimiliki oleh pemimpin yang luar biasa

Page 139: Batal

139

.

.

.

.KUALITAS PELAYANAN AKADEMIK

1. Responsiviness

2. Kesopanan

3. Akses

4. Komunikasi

Pelayanan Akademik PEMIMPIN

1. Rektor dan Pembantu rektor

2. Dekan dan Pembantu Dekan

3. Biro dan ketua lembaga

KEPEMIMPINAN

UNTAD

KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN

1. Gaya Kepemimpinan (Bass &Avolio)

2. Peran Kepemimpinan (Burt &Nanus)

Faktor Yang Tidak Diiedentifikasi

Page 140: Batal

140

.

KEPUASAN: Masyarakat kampus (Internal & Eksternal).