baruga karya | edisi pertama

20
satu mata hati satu kata hati Baruga Media Cetak Dalam Badai Konvergensi CSC Pengaruh Pergeseran Nilai, dan Ketergantungan Budaya Pop GCC Citra, Media dan Ekologi Kine Shattered Glass edisi pertama | 2015

Upload: fcrza

Post on 08-Apr-2016

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Baruga Karya adalah kumpulan karya warga Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Kosmik) Unhas dalam bentuk Majalah.

TRANSCRIPT

Page 1: Baruga Karya | Edisi Pertama

satu mata hati satu kata hati

BarugaMedia Cetak Dalam Badai Konvergensi

CSCPengaruh Pergeseran Nilai, dan Ketergantungan Budaya Pop

GCCCitra, Media dan Ekologi

KineShattered Glass

edisi pertama | 2015

Page 2: Baruga Karya | Edisi Pertama

2 BARUGA KARYA | 2015

Page 3: Baruga Karya | Edisi Pertama

3 BARUGA KARYA | 2015

Salam Biru Merah

Sebuah karya hanya akan tercipta seka-li, tapi karya tersebut akan menginspirasi orang berkali-kali dan akan seperti itu se-cara terus-menerus. Segala yang mengi-tari manusia diracik dan disusun menjadi sebuah karya yang dijadikan sebagai sa-rana untuk menyampaikan pesan tertentu kepada penikmatnya. Oleh karena itu, kami berusaha menampilkan berbagai bentuk usaha kami dalam menghasil-kan karya-karya yang semoga mampu menginspirasi.Kali ini Baruga akan menyuguhkan men-genai lika-liku yang dihadapi media ce-tak dengan kemunculan berbagai media baru. Manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan informasi semakin dimanjakan oleh teknologi yang terus berkembang. Pada akhirnya persaingan yang terjadi dengan memanfaatkan berb-agai jenis media menjadi semakin terasa.

Baruga juga menyajikan berbagai karya dari biro-biro yang berada dibawah naun-gan KOSMIK seperti foto, poster, juga tulisan-tulisan yang mampu memberikan informasi juga mengajak Anda untuk meli-hat sebuah fenomena yang terjadi diseki-tar kita.Akhir kata, terima kasih yang sedalam-da-lamnya kami ucapkan kepada seluruh warga KOSMIK yang selalu mampu men-jadi saudara yang selalu mendukung un-tuk terus belajar dan berkarya.

SITI RAFIKAPemimpin Redaksi

Page 4: Baruga Karya | Edisi Pertama

5 10 12

14 18

indexBaruga 5Media Cetak Dalam Badai Konvergensi

CSC 8Pengaruh Pergeseran Nilai, dan Ketergantungan Budaya Pop

Fotografi 10Koran Flyover

Gradient 12Showcase

Kine 14Shattered Glass

Broadcasting 168 Budaya Malu di Dalam Lab Radio

GCC 18Citra, Media dan Ekologi

Page 5: Baruga Karya | Edisi Pertama

5 BARUGA KARYA | 2015

Fenomena perkembangan era komu-nikasi dan informasi saat ini menuntut

media massa di Indonesia untuk melaku-kan sebuah inovasi terbaru, agar dapat diakses secara cepat dan praktis. Mas-yarakat perlu akan informasi yang cepat dan akurat. Selain tuntutan, kemajuan te-knologi komunikasi juga turut mendorong industri media untukmenyesuaikan diri pada era globalisasi berbasis teknologi cyber media. Demi menjawab tantangan tersebut, banyak media yang kemudian melakukan penyatuan atau penggabun-gan saluran-saluran komunikasi massa, atau yang dikenal dengan konvergensi media.

Kompas adalah salah satu media ce-tak nasional yang melakukan konvergen-si media. Kompas cetak versi online tel-ah ada sejak 1995, bahkan berita-berita utama diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Belanda. Kini Kompas telah melengkapi versi cetaknya dengan ver-

si “Kompas e-paper” yang tampilannya sama persis dengan koran cetak.

Bukan hanya media nasional yang melakukan konvergensi. Media-media cetak lokal seperti Harian Fajar turut ser-ta dalam gerakan tersebut. Sejak tahun 2007, Harian Fajar juga menyediakan versi online. Baik itu melalui portal berita di www.fajar.co.id dan fasilitas e-paper Harian Fajar. “Produk utama kita adalah cetak tapi kita juga tidak mau ketinggalan trend pasar. Orang sudah membaca ber-ita melalui internet, berita online, makan-ya kita juga menghadirkan surat kabar itu dalam bentuk e-paper dan dalam bentuk online” ungkap salah seorang redaktur Harian Fajar Dian Muhtadiah Hamna.

Menurut Riza Darma Putra, S.Sos., M.Si., perbedaan media cetak dan me-dia online terletak pada kecepatan, ruang lingkup dan waktu. “Media online unggul karena cepat dan mudah diakses” ung-kapnya dosen Ilmu Komunikasi Universi-

baruga

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengantarkan dunia pada sebuah perubahan yang cukup signifikan. Salah satu perubahannya ada-lah kemunculan internet. Hadirnya internet sebagai artefak budaya dari adanya kemajuan teknologi dan informasi memberikan masyarakat sebuah layanan data dan komunikasi kecepatan tingkat tinggi. McLuhan (2005) juga menyatakan bah-wa internet akan membawa masyarakat dunia kepada sebuah konsep global vil-lage dimana antar manusia dapat terkoneksi satu dengan lainnya tanpa adanya batasan apapun. Internet juga memberikan kemajuan dalam bidang komunikasi dimana teks, audio dan visual dapat diakses secara bersamaan. Hal inilah juga telah membawa dampak signifikan terhadap perubahan aktivitas industri komuni-kasi, khususnya media cetak.

Media Cetak Dalam Badai KonvergensiBy Ainun Jariah Yusuf, Photo by Lia Lestari

Page 6: Baruga Karya | Edisi Pertama

6 BARUGA KARYA | 2015

tas Hasanuddin tersebut.Banyak ramalan yang menyebutkan

bahwa media cetak akan musnah dan menjadi sejarah. Salah satunya Philip Meyer, yang menulis buku “The Vanishing Newspaper”. Menurut Meyer, surat kabar terakhir akan terbit pada April 2040. Aga-knya hal tersebut cukup beralasan melihat fenomena yang terjadi belakangan ini. Di Amerika beberapa media cetak yang cuk-up terkenal terpaksa gulung tikar. Dengan alasan penurunan oplah dan mahalnya harga kertas. Di Indonesia sendiri oplah surat kabar turun dari awal tahun 2005 mencapai 28% menjadi 18% pada tahun 2009 (survey Nielsen Media Research).

Lalu bagaimana media cetak mengh-adapi jaman yang menuntut segala ses-uatu yang cepat dan praktis ini? Menurut Dian Muhtadiah Hamna, eksistensi me-dia cetak bergantung pada manajemen internalnya. Media cetak harus memiliki wartawan yang berkompetensi karena merupakan ujung tombak dari sebuah re-daksi. “Media cetak tidak tertinggal, saat ini dia masih yang terbaik. Karena cara meramu berita yang sangat apik” ungkap-nya Editor Skema Harian Fakar tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh pemimpin redaksi Koran Kampus Iden-titas Waode Asnini Rahayu, agar dapat bertahan media cetak harus mempertah-ankan isu-isu lokal. “Kalau yang saya lihat

Page 7: Baruga Karya | Edisi Pertama

7 BARUGA KARYA | 2015

“”sekarang kecenderungan media lebih

banyak ke online tapi tetap saja cetak itu penting, karena karakter orang Indone-sia yang selalu membutuhkan bukti fisik” jelasnya.

Perkembangan teknologi yang pesat membuat persebaran informasi sangat cepat dan praktis, sehingga beberapa ka-langan kemudian mempertanyakan ten-tang keakuratan informasi yang beredar di komunikasi interaktif di jaringan sosial media atau internet.

“Jurnalisme online menekankan pada kecepatan, sehingga terkadang tidak ada waktu untuk memverifikasi. Akurasi sering terabaikan karena persaingan me-dia yang berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat dalam menyajikan informa-si ke publik” jelas Riza Darma Putra.

Hal ini pula yang mendorong Novian-to Addi untuk tetap memilih Media cetak. Menurutnya mahasiswa Fakultas Ilmu So-

sial dan Ilmu Politik ini, berita dalam media cetak itu lebih lengkap

dan mengarah pada deep reporting. Media online bagi Novianto adalah sal-uran untuk mencari informasi yang lebih variatif.

“Tidak bisa kami pungkiri bahwa pem-baca setia koran Fajar itu masih terjaga. Jika dibandingkan dengan portal berita berbanding tidak jauh berbeda. Karena dalam portal berita memiliki berita yang hanya bersifat informatif, dan untuk isi berita yang selengkapnya hanya ada pada koran. Jadi, di Fajar itu memiliki media cetak dan media online yang sal-ing berkesinambungan, serta saling men-guntungkan dalam penerbitan beritanya” ungkap staff admin www.fajar.co.id Awal Muhal dalam wawancara dengan Kru Ba-ruga.

Manusia semakin dimanjakan dengan adanya teknologi, ada baiknya kita menja-di komunikan yang cerdas dalam memilah dan memilih informasi. Konvergesi hany-alah masalah kemasan yang berbeda, bagaimana teknologi yang lama disatukan dengan teknologi baru yang lebih cang-gih dan modern demi mengiuti perkem-bangan jaman. Pada akhirnya menggu-nakan teknologi adalah tergantung pada diri pengguna, apakah teknologi akan dimanfaatkan untuk hal yang positif, atau sebaliknya.

“Media cetak tidak tertinggal, saat ini dia masih yang terbaik. Karena cara meramu berita yang sangat

apik”

Page 8: Baruga Karya | Edisi Pertama

8 BARUGA KARYA | 2015

CSC

Budaya pop dibangun oleh kelas pen-guasa untuk memenangkan hegemoni, sembari membentuk oposisi. Dengan demikian ia terdiri bukan hanya dari pemberlakuan budaya massa yang

sejalan dengan ideologi dominan atau-pun budaya oposisional yang spontan,

melainkan sebagai area negosiasi antara keduanya di mana—beberapa

tipe budaya yang berbeda dari budaya pop—budaya dominan, subordinan

dan oposisional dengan segenap nilai-nilai dan unsur-unsur ideologis

”tercampur” dalam suatu perubahan yang bersifat sekuensial (Benet, 1986:

xv-xvi).

Budaya yang tinggi adalah budaya yang mendapatkan penerimaan moral

dan estetis yang lebih. Pernyataan bah-wa budaya pop adalah budaya komer-sial yang menjadi dampak dari produksi massal, sangat berlainan dengan budaya tinggi yang merupakan hasil kreativitas individu. Definisi budaya pop sebagai ‘budaya massa’ menyatakan bahwa bu-daya massa secara komersial tidak bisa diharapkan, sementara budaya pop malah mendapatkan pengawasan secara sosiologis untuk mengendalikan sedikit sumbangsihnya. Pierre bodieau pernah mengatakan bahwa perbedaan budaya seringkali dimanfaatkan untuk memper-lebar dan memelihara perbedaan kelas. Misalnya liburan ke pantai dahulu diang-gap budaya para bangsawan dan dalam

tempo 100 tahun berubah menjadi bu-daya pop.

Lahirnya modernisasi kehidupan telah banyak merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah budaya masyarakat yang konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis. Fenome-na ini tidaklah dianggap terlalu aneh untuk dibicarakan bahkan sudah menjadi ba-gian dari budaya baru hasil para importir yaitu para penguasa industri budaya yang sengaja memporak - porandakan tatanan budaya yang sudah mapan selama ber-tahun tahun menjadi bagian dari jatidiri bangsa Indonesia itu.

Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemu-nculan sebuah kebudayaan baru yang

konon lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat. Bahkan masyarakat menengah kebawah pun dapat dengan mudah menerapkannya dalam aktifitas kehidupan.

Sebuah istilah ”Budaya Populer” atau disebut juga dengan ”Budaya Pop”, da-lam penerapannya mendapat dukungan dari penggunaan perangkat berteknologi tinggi ini, sehingga penyebarannya begitu cepat serta mendapat respon oleh seba-gian besar kalangan masyarakat.

Budaya ini tumbuh subur dan cepat mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam masyarakat perkotaan. Keberadaanya memberi pengaruh yang sangat kuat pada kehidupan kaum rema-ja kota. Penyiaran televisi yang kerap kali disalahkan sebagai biang kerok atas re-

By Iqbal Tawakkal, Photo by Lia Lestari

Pengaruh Pergeseran Nilai , dan Ketergantungan Budaya Pop

Page 9: Baruga Karya | Edisi Pertama

9 BARUGA KARYA | 2015

taknya budaya luhur negeri ini dalam taraf yang sangat memprihatinkan. Melalui berbagai tayangan, tercermin budaya impor yang telah dikonstruksi makna dan nilainya itu, telah menawarkan budaya baru hasil biasan dari budaya barat yang mengusung pola keglamoran hidup da-lam masyarakat kapitalis.

Pengaruh , Pergeseran Nilai , dan Ket-ergantungan ”Budaya Pop”

Budaya populer dapat juga diterjemah-kan suatu aktifitas atau praktik - praktik so-sial yang bisa menyenangkan orang dan disukai oleh banyak orang. Dalam per-spektif kacamata industri budaya dinilai sebagai produk kapitalisme yang bersifat massal dan dikelola terus - menerus oleh

jejaring media di mana jarak jangkaunya hampir tak terbatas bahkan bisa menem-bus batas wilayah suatu negara.

Agaknya paradigma terhadap suatu “gaya hidup” sebagai ikon atau symbol masyarakat modern yang membudaya dan sekaligus menjadi ikon sudah sede-mikan menyatu dan menyusup menjadi figur - figur pencari sensasi dalam ruang hiruk pikuk ditengah keberagaman pola hidup masyarakat modern.

Dalam kenyataannya, media telah memfasilitasi tumbuh subur dan berkem-bangnya budaya populer di tengah mas-yarakat. Lihatlah peredaran majalah - ma-jalah yang ada di masyarakat kita yang memuat keanekaragaman artikel tentang pola dan prinsip hidup dari bangsa-bang-sa lain. Produk hedon mulai dari tas,

kalung, sepatu, jam tangan, cincin serta benda lainnya dapat memancing ban-yak orang menjadi lebih konsumtif. Para produsen produkpun menyebarkan iklan melalui media baik cetak maupun elek-stronik dengan gambar dan teks yang tel-ah direkonstruksi sedemikian rupa.

“Saat ini bangsa Indonesia sedang berada di kandungan yang terdalam dari kegelapan hidupnya, baik itu kegelapan intelektual, kegelapan moral, kegelapan spiritual, kegelapan politik dan sebagain-ya, berada hampir pada titik kegelapan total. Tahun 2014 ini adalah tahun keten-tuan dimana kita tidak bisa membayang-kan apa yang akan terjadi apabila Allah tidak menolong kita pada tahun ini. Kita tidak akan tahu bagaimana kita menerus-kan seluruhnya ini dengan kewajaran ber-

pikir dan kewajaran merasakan sesuatu, semua ini harus ditata ulang, dan tahun ini adalah momentum penataan ulang terse-but dimana kita sangat membutuhkan pertolongan Allah dalam hal ini”. Cak Nun dalam salah satu diskusi budaya

Page 10: Baruga Karya | Edisi Pertama

10 BARUGA KARYA | 2015

Flyover atau jembatan layang yang ada di Makassar ini memiliki ban-

yak cerita di bawahnya salah satunya adalah banyaknya penjual koran terma-suk Dg. Mangku’ ibu paruh bayah ini mengakusudahkuranglebih20tahunberjualan koran di area ini. Beliau mer-upakan salah satu di antara beberapa penjual koran yang tertua, beliau men-jualkoranjauhsebelumflyoveriniada.Teman - teman seperjuanganya saat ini sudah banyak yang tidak menjual koran lagi disebabkan oleh faktor umur yang

koranflyover

sudah tidak memungkinkan untuk be-rualan lagi di tengah teriknya mataha-ri.Sekitarpukul06.30danbeliaumulaimenjual koran - korannya hingga pukul 18.00, dulunya beliau bisa menjualhinggapukul22.00tetapikarenasudahtua dan juga harus mengurus cucunya yang setiap hari menungguya di rumah. Pendapatan dalam sehari tergantung dari banyaknya koran yang terjual pada hari itu juga apabila sepi pembeli ter-paksa Dg. Mangku’ harus membawa sisa koranya pulang, terkadang pula

koranya diberikan kepada penjual ko-ran lainya untuk sekedar menjual sisa koran yang belum laku dan hasilnya akan dibagi sesuai keputusan.

Photo and Text by Ahmad Safei Ma’arif

fotografi

Page 11: Baruga Karya | Edisi Pertama

11 BARUGA KARYA | 2015

Page 12: Baruga Karya | Edisi Pertama

12 BARUGA KARYA | 2015

Gradient

City of MakassarFachrul Reza

Rumah LamaTristania Indah

Page 13: Baruga Karya | Edisi Pertama

13 BARUGA KARYA | 2015

ThorikaleBachry Ilman

Makassar LogotypeHaekal Sandewang

Creativity for IdentityZulfikar Fabanyo

Page 14: Baruga Karya | Edisi Pertama

14 BARUGA KARYA | 2015

kine

shatteredglass

Shattered Glass merupakan sebuah karya film yang di sutradarai oleh, Bil-

ly Ray. Film yang dirilis pada tahun 2003 ini menceritakan tentang bagaimana Ste-phen Glass (Hayden Christensen) atau yang akrab disapa Steve, seorang jurnalis muda yang memiliki popularitas dengan tulisan-tulisan beritanya di sebuah media yang cukup terkenal, The New Republic. Namun tulisan-tulisan yang dibuat oleh Steve merupakan tulisan fiktif yang dike-mas dengan menarik dan disodorkan ke-pada para pembacanya sebagai sebuah fakta, melalui majalah The New Republic.

Hal itu telah lama dilakukan oleh Steve sejak Michael Kelly (Hank Azaria), yang merupakan editor pertamanya, masih bekerja di majalah tersebut. Namun ke-bohongan itupun terungkap saat Michael dipecat oleh Marty Peretz (Ted Kotcheff) yang merupakan pemilik The New Re-public, lantaran ketidakakuran keduanya. Michael pun digantikan oleh Chuck Lane (Peter Sarsgaard), yang dulunya merupa-kan partner Steve sebagai sesama jurna-lis. Dipecatnya Michael membuat beber-apa penulis-penulisnya termasuk Steve merasa kehilangan. Sebab, Michael dike-nal dengan kebaikannya terhadap penu-

lis-penulisnya, ditambah ia selalu membe-la penulis-penulisnya saat mendapatkan hukuman akibat kesalahan yang dibuat masing-masing penulis oleh Marty.

Singkat cerita, ”Hack Heaven”, sebuah tulisan yang ditulis oleh Steve, yang juga menjadi tulisan terakhirnya di The New Republic, menarik perhatian Adam Penenberg (Steve Zahn), seorang penulis media online yang merasa ada kejanggalan dalam tulisan Steve terse-but. Investigasi pun dilakukan oleh Adam beserta karyawan-karyawan media on-linenya, dan dari investigasi yang lama tersebut melahirkan keyakinan bagi Adam bahwa tulisan ”Hack Heaven” merupakan fiktif belaka lantaran tidak ditemukannya fakta-fakta yang dapat mendukung tulisan milik Steve itu.

Film ini sangat menarik bagi saya, se-bab, banyak hal yang disampaikan ke pada penonton. Pertama, dalam film ini menjelaskan kepada penonton bahwa bagaimana gaji seorang jurnalis yang ti-daklah besar, memiliki jadwal yang ketat, dan bagaimana tulisan-tulisan itu dapat dibaca oleh orang-orang terkenal. Hal itu juga dirasakan oleh Steve dalam film ini, bagaimana kesenangan Steve dengan

By Fauzi Ramadhan

Page 15: Baruga Karya | Edisi Pertama

15 BARUGA KARYA | 2015

dibacanya tulisan-tulisanya oleh orang-orang terkenal dan salah satunya, Presi-den yang menjabat pada tahun tersebut. Namun sangat disayangkan, Steve harus menulis sebuah tulisan fiktif atau bohong untuk mendongkrak popularitasnya.

Kedua, ingin menyampaikan kepada kita bahwa bagaimana tekanan dari oran-tua Steve, yang memaksanya untuk seko-lah hukum dan menjadi pengacara. Tentu bagi orangtua Steve yang dalam film ini terkesan konservatif, berasumsi bahwa menjadi pengacara adalah pekerjaan yang bergengsi atau lebih terlihat prestige ketimbang menjadi seorang jurnalis. Hal inilah yang mengganggu mental Steve, yang sangat mencintai pekerjaannya se-bagai jurnalis sehingga melakukan kebo-hongan publik untuk meraih popularitas dan akhirnya dapat membuktikan ke pop-ularitasannya ke pada orangtuanya.

Ketiga, film ini juga menjelaskan ke pada kita bagaimana tulisan atau berita diproses dalam sebuah media massa. Ya, dalam film ini menjelaskan bagaima-na sebuah tulisan atau berita diperiksa berulang-ulang, sehingga banyak dilaku-kan revisi tulisan atau berita, sebelum tu-lisan tersebut dicetak. Selain itu, film ini

juga menjelaskan bagaimana media onlie tempat Adam bekerja, menjadi gebrakan besar bagi dunia media online hingga se-karang, setelah berhasil membongkar ke-bohongan tulisan milik Steve.

Masih banyak lagi hal-hal yang disam-paikan dalam film yang meraih 13 award ini. Tentunya, lebih menarik lagi film ini dia-nalisis dengan mengaitkan Kode Etik War-tawan Indonesia (KEWI) ataupun dengan elemen-elemen jurnalistik sehingga, film ini sangat-lah recommended buat para Jurnalis, khususnya Jurnalis di Indonesia.

Page 16: Baruga Karya | Edisi Pertama

16 BARUGA KARYA | 2015

Pertama, saya mau mengucapkan syukur dulu kepada Allah SWT dan pihak jurusan Ilmu Komunikasi

Unhas yang telah menyediakan fasilitas selama perkuliahan, khususnya laborato-rium radio.

Sejak kunci laboratorium diwariskan ke teman angkatan saya, Ams (@rahma-nasir), segalanya terasa lebih lancar dari sebelumnya. Kalau Kosmik mau adakan diskusi atau acara apa, biasanya tinggal hubungi Ams saja, dan tak lama kemudi-an sang juru kunci pun tiba. Fungsi lain dari tempat ini, selain jadi markas buat kerja tugas, juga berguna melindungi dari cuaca gerah di luar sana alias ngadem.

“Mangkal” di tempat ini, kalau tidak salah menjadi cita-cita sebagian dari kami, angkatan 2011. Soalnya waktu se-mester-semester awal, kami belum berke-sempatan sekedar duduk-cantik men- Bos Gibran siap melayani dan mengayomi mahasiswa yang mau

take vocal

8 budaya malu di dalamlab radioBy Rieski Kurniasari

gagumi alat-alat yang ada di dalam sana. He he.

Agar laboratorium ini tetap lestari, kami berusaha menjaga sebaik-baiknya. Suatu hari, saya dan Ams berbelanja di Top Mode buat hang out membeli peralatan kebersihan laboratorium radio. Kemudian, sesuatu menarik perhatian saya:

Papan besar ini tergantung di atas pintu ruang khusus karyawan.

Broadcasting

Page 17: Baruga Karya | Edisi Pertama

17 BARUGA KARYA | 2015

Saya langsung.. waw. Bagaimana ya ka-lau di laboratorium radio juga dipasangi seperti itu? Supaya tetap awet, mungk-inkah kita juga perlu menjaga budaya malu di laboratorium radio? Ya keleus.Jadi, inilah budaya malu yang harus dijun-jung di laboratorium radio versi saya. Agar menjadi mahasiswa penghuni laboratori-um yang mawas diri, beretika, dan bere-sensi, mari kita sama-sama mematuhinya. *Azegg

Saya malu jika:

1 Tidak bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2 Tidak mengikuti poin nomor 1 sampai bawah

3 Bolos kuliah / tidak kerja tugas.

Lebih baik tugas dirapel di detik-detik terakhir, daripada tidak dikerjakan sama sekali. *Iklan layanan masyarakat

4 Datang terlambat

Ini nih penyakit di Kosmik (sama Indone-sia). Kalau ada acara atau kuliah yang telat se-jam yah dimaklumin. Tapi, jujur kadang-kadang saya lega sedikit kalau dosennya datang lebih telat dari saya. He he.

5 Tidak menjaga kebersihanlaboratorium

Jangan harapkan Selfie atau petugas ke-bersihan lain buat bersihkan laboratorium radio. Jangan taruh sampah dalam laci. Jangan buang sampah sembarangan. Jangan main skateboard di dalam studio siaran.

6 Makan

Ini adalah kode buat saya sendiri sebe-narnya, namun saya tetap memegang teguh poin nomor 5.

7 Tidak mematikan AC saat keluar ruangan

Meskipun bukan kita mahasiswa yang bayar uang listriknya kampus, tapi tetap ingat isu global warming ya.

8 Merusak peralatan, tapi tidak bertanggungjawab

Karena kebanyakan dari kita cuma “tau-make” daripada “tau-perbaiki”, jadi alat-alat yang harganya selangit itu, jangan sampai dirusak, plis.

Saya mau cerita sedikit perihal per-ilaku tanggung jawab ini. Alkisah pada Sabtu yang indah teman kita, Gibran (@gibgibran), tersandung chargeran lap-top depan pintu ruang siaran. Kepalanya terbentur, lalu Gibran lupa ingatan… eh, bukan. Kepalanya baik-baik saja, tapi dindingnya jadi berlubang. Untuk menu-tupi dinding yang bocor itu, maka ditutupi dengan poster.

Saya cuma bisa bikin ide delapan bu-daya malu, sisanya silahkan tambahkan sendiri. Lalu, buat apa sebetulnya kita perlu “malu-malu” di laboratorium milik kita sendiri? Soalnya mending “malu-ma-lu” daripada “acuh-acuh”. *Krik~

Untuk semester berikutnya, laboratori-um ini masih kita gunakan seperti sebel-umnya, tapi mudah-mudahan fungsinya bisa bertambah lagi: jadi studio siaran radio streaming.

Page 18: Baruga Karya | Edisi Pertama

18 BARUGA KARYA | 2015

Citra, pagar keliling dari produk-produk jualan. Identitas semu yang diiklankan me-dia, bak mata kail dan umpannya. Mata kail adalah produk dan citra adalah umpan,

Imaji melekat pada produk-produk tersebut, mulai dari produk transportasi hingga ba-rang konsumsi, bisnis properti sampai alat komunikasi. Melalui media perusahan-peru-sahan mengkonstruksi citra, beriklan sana-sini dengan tagline yang mengedapankan mitos-mitos.

Sementara manusia terus mencari pembeda dengan yang lainnya, mengambil pili-han-pilihan yang dianggap beda, namun mencari pembeda justru menjadi penegasan akan kesamaan, cara yang sama dan cetakan yang sama, sebuah dominasi sistem, kapitalis. Orang-orang berbondong membeli mobil tak cukup satu, meramaikan popu-lasi jalan, tak peduli polusi demi reputasi.

Dominasi sistem dengan sifat exploitatif dan anti ekologis membawa perubahan be-rarti bagi bumi. Manusia terus mengeksplore hasrat, alam menjadi korban pada taha-pan awal, melihat alam hanya sebatas variable-variable atau objek-objek di luar diri manusia, bukan sebagai suatu kesatuan. Penebangan hutan untuk pelebaran ladang perkebunan demi mencukupi permintaan kota, bom dan bius menjadi pilihan para ne-layan juga demi kota, Bebatuan carst yang menjulang ditransformasi menjadi rumah tiga tingkat ,bukan untuk tempat pulang tapi investasi jangka panjang.

Kebutuhan dan keingingan kini menjadi samar, tak ada batas jelas antara kamar ke-butuhan juga keingingan, keduanya melebur bersama gaya hidup, sebagai aktualisasi diri masyarakat perkotaan. 10.000 tahun bumi ini terbentuk ,gaya hidup manusia 60 ta-hun belakangan membawa perubahan bentuk. Mewariskan untuk anak cucu material namun lupa akan ketersediaan mineral, menngoleksi emas batangan namun keterse-dian pangan hanya tinggal angan, meninggalkan posisi direktur tapi tak lagi konsumsi sayur. Benarkah hidup demikian yang diingankan anak cucu kita?

GCC

CITRA, MEDIA DAN EKOLOGIBy Aslam Aziz, Ilustration by Aslam Aziz

Page 19: Baruga Karya | Edisi Pertama

19 BARUGA KARYA | 2015

Page 20: Baruga Karya | Edisi Pertama