majalah baruga | wakili siapa ? | edisi 22

56
1

Upload: fcrza

Post on 13-Mar-2016

289 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

Edisi 22, KOSMIK-UH (Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Makassar)

TRANSCRIPT

  • 1

  • Segala puji terhantur untuk segala anugerah dari sang Maha pencipta.

    Kata bisa hilang tapi tulisan tetap abadi. Kami sadari bahwa kerja-kerja jurnalistik adalah kerja yang mulia menuju keabadian. Dan sebagai manusia, kami senantiasa berusaha sebaik mungkin untuk ti-dak mengulangi bahkan menghindari kesalahan. Kami ingin sejarah di rumah ini mencatat bahwa kami pernah berusaha, berproses, terus belajar, dan memblokade rasa takut akan segala prasangka hingga Baruga edisi ke-22 bisa hadir di tengah-tengah Anda.

    Di edisi yang menyapa Anda di tahun yang hangat dengan atribut yang mewarnai kontestasi politik, Baruga hadir dengan liputan tentang atribut politik dan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh para calon legislatif dan partai politik yang mewarnai perhelatan demokrasi di tanah ini hingga tiba pada ke-simpulan apakah atribut-atribut tersebut telah cukup mampu memenuhi hasrat ingin tahu masyarakat dan memutuskan untuk menggunakan hak pilihnya?

    Tidak hanya itu, Baruga mengajak Anda untuk melirik lagi dunia pendidikan kita. Melirik fenomena ketika ketakutan untuk memblokade rasa percaya diri terus menghantui. Selain itu, Baruga mengajak para pembaca memotret kehidupan masyarakat Lembanna, berkelana ke ujung Nusa hingga melirik kehidupan di negara tetangga.

    Akhir kata, terima kasih yang sebesar-besarnya atas wujud cinta kasih yang terhanturkan lewat kritik dan saran ke meja redaksi. Terima kasih untuk keluarga kecil KOSMIK yang senantiasa menyertai dengan penuh cinta. Semoga Tuhan yang Maha Esa menghimpun kita semua dalam samudera cinta-Nya dan da-lam dekapan Kasih-Nya.

    -REDAKSI-

    Penanggung Jawab Hajir Muis (Ketua KOSMIK Unhas)Pemimpin Redaksi Ayu AdriyaniRedaktur Pelaksana Siti Rafika, Rieski KurniasariSekretaris Redaksi Rahmawati NasirBendahara Dessy aristaEditor Risky WulandariKoordinator Liputan Muhammad ZulkarnainReporter Ainun Jariah Yusuf, Rahimah Muslihah, Rasty Pasorong Lia Lestari Lobo, Shella Salsabillah, Aslam Aziz, Siti Athirah, Wa Ode Sri Maulina M, Runi Virnita Mamonto, Annisa Nurul UlfaRedaktur Foto Jung Muhammad Asad

    Fotografer KIFO KOSMIKDesain Grafis Fachrul RezaIlustrator Bachry IlmanPembantu Umum Seluruh warga KOSMIK yang terlibat langsung maupun tidak langsung.Manager Iklan Reza Safitri

    Alamat Redaksi Gedung FIS IV Lantai 2 Jurusan Ilmu Ko-munikasi FISIP Unhas, MakassarFacebook BarugaMagz KOSMIK Unhas

  • 6 Editorial (Wakili) Siapa ?

    10 Laporan Utama Sampah Visual : Ketika Aturan Bukan Apa - Apa Dongeng janji politik Mencari Jarum di Tumpukan Jerami

    16 Liputan Khusus Sedia Jasa Untuk Otak yang Malas

    19 Opini Ust. Dasad Latief : Perubahan Komunikasi Politik di Indonesia Riza Darma Putra : Media, Aktor Politik dan Literacy Media

    24 Profil Muhammad Zulqamar : Setiap Orang Punya Potensi

    27 Interview Erwin Arnada : Karya Bermakna Buat orang Lain Itu Bikin Bahagia

    30 Kaledioskop

    32 Lintas Memotret Lembanna. Memotret Kehidupan Australia : Tentang Bagaimana Keberagaman dihargai

    38 Budaya Adat Manami : Menikmati Sajian di Ujung Nusa

    40 Technoside iOs vs Android

    42 Komunitas Parlemen Muda Indonesia : Trut Andil Untuk Mengerti

    44 Foto Essai

    46 Resensi Film Samsara

    48 Resensi Buku The Alchemist

    50 Cerita Pendek Kita dan Hujan Siang Itu

    52 Puisi Biar Waktu yang Menjawab (Belum Puisi)

    53 Prosa Malam; Rintik-Rintik Hujan Menjelang Berakhirnya

  • Ilustrasi oleh Bachry Ilman

  • 6Hak pilih warga negara Indone-sia pun diagung-agungkan un-tuk membuat para wajah yang

    terpampang dalam hingar bingar kontestasi pemilu Indonesia terca-pai keinginannya untuk menjadi wakil rakyat. Menjelang 2014, stra-tegi jual diri dengan berbagai cara pun dilakukan oleh para calon legis-latif (Caleg) lewat parpolnya dalam rangka memeriahkan panggung demokrasi. Tak pelak ada anggapan yang mengatakan bahwa proses de-mokrasi adalah proses yang mahal. Para calon wakil rakyat pun harus kian pintar bersiasat.

    Walhasil, berbahagialah ru-ang-ruang publik hari ini, karena menjadi rebutan atribut partai po-litik (parpol) dan para caleg. Ya, ruang-ruang publik diterabas tanpa ampun. Berbagai poster, baliho ca-leg terpampang serampangan atas nama popularitas hingga pengge-lembungan citra dan menomor du-akan ideologi politik untuk peme-cahan masalah yang ada di negeri ini.

    Satu hal yang patut disayang-kan dari parpol dan calegnya adalah melupakan tanggung jawabnya un-tuk menjunjung tinggi nilai edukasi yang harusnya mereka usung dalam setiap proses panasnya menjadi wa-kil rakyat, termasuk ketika "meng-eksploitasi" ruang publik. Nilai-nilai yang dimunculkan adalah nilai-nilai yang jauh dari nilai-nilai kemuliaan publik. Mereka larut dalam politik ejek mengejek. Berdandan demi wa-

    jah dan senyum manis yang tersungging dan menawarkan citra paripurna. Huntington menyebutnya sebagai pseudo democracy (Demokrasi Palsu), demokrasi hanya sebatas prosedur-prosedur resmi tanpa makna.

    Nyaris mirip seperti pasar. Anggapan bahwa para pem-beli akan membeli barang yang mereka dagangkan hanya de-ngan melihat chasing luarnya masih jadi anggapan klasik para caleg. Termasuk dengan menyebar muka kemana-mana, maka akan menambah pundi-pundi suara mereka.

    Tidak ada yang bisa menafikkan bahwa kampanye de-ngan berbagai cara termasuk menyebar atribut-atribut politik bertujuan untuk mempersuasi publik. Oleh karenanya, publik seharusnya bisa lebih cerdas dengan melihat jauh lebih dalam mengenai siapa yang akan menjadi wakilnya nanti. Bisa lebih mengenal bibit, bobot, dan bebetnya. Bisa lebih mengenal so-lusi jangka pendek, menengah dan solusi jangka panjang yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi permasalahan pelik di ne-geri ini. Karena keberpihakan kepada rakyat adalah kewajiban, bukan pencapaian apalagi prestasi. Maka seharusnya, menjadi wakil untuk rakyat bukan harga yang bisa ditawar lagi. (Wakili) Siapa? adalah sebuah pertanyaan pengharapan paripurna yang akan bermuara kepada rakyat. Tidak hanya berhenti pada per-tanyaan Siapa? mereka selanjutnya yang akan duduk di kursi kuasa? Namun juga, Wakili Siapa? yang menjadi penegasan bahwa mereka bukanlah individu yang duduk di tahta maha ku-asa dengan tujuan semakin mengokohkan kemapanan pribadi tetapi mereka punya tanggung jawab besar atas siapa yang me-reka wakili.

    Pada dasarnya, kita tidak butuh pemimpin yang hanya mengagung-agungkan nama rakyat, namun menutup mata un-tuk segala kegelisahan sekitar. Toh, buat apa pemimpin yang buta terlebih tuli untuk mendengar keluh kesah rakyatnya? Meskipun perlu disadari bahwa memilih adalah hak setiap warga negara, namun rakyat hari ini pun sudah semakin cerdas. Kualitas para caleg bukan hal yang tidak dipertimbangkan lagi. Semoga para wakil rakyat bisa semakin bijak menikmati proses, sehingga rak-yat pun bisa bijak dalam menggunakan hak pilih. Selamat me-nikmati (pesta) demokrasi.

    ***

    Pemilihan umum (Pemilu) yang

    menjadi kidung dalam panggung

    demokrasi telah di depan mata. Pemi-lu yang kemudian hadir sebagai anak

    kandung demo-krasi ini dijalan-kan sebagai per-wujudan prinsip

    kedaulatan rakyat dalam struktur

    ketatanegaraan.

    (wakili) siapa ?

  • Foto oleh Jung Muhammad

  • Sampah Visual: Ketika Aturan Bukan Apa-Apa

    Sampah Visual: Ketika Aturan Bukan Apa-Apa

  • Atas nama popularitas, penggunaan atribut kampanye bagi kandidat po-litik seringkali melanggar aturan.

    Aturan bukan lagi apa-apa yang men-jadi pedoman untuk melangkah. Kota

    Makassar pun sesak akan sampah visual.

    Ilustrasi oleh Bachry Ilman

  • 11

    Sore itu, Rohani menyusuri sepanjang Jalan Perintis Ke-merdekaan menuju rumahnya di Kompleks Bumi Ta-malanrea Permai (BTP). Sekembalinya dari perantauan,

    warga asli di daerah tersebut, sesekali mengernyitkan dahi. Baginya, ada yang berubah dengan kota kelahirannya ini. Dulu sebelum saya tinggalkan ini Makassar, baliho masih rapi kelihatan, sekarang kenapa tata kota Makassar semakin semrawut, keluhnya dengan logat Makassar yang khas, Sabtu (12/10).

    Rohani meninggalkan Makassar sejak 1988, ketika usaha pembuatan reklame tidak sesukses sekarang. Kini, sepanjang jalan terpampang foto kandidat politik Makassar. Mulai dari baliho, spanduk dan umbul-umbul, hingga sele-baran yang tertempel di berbagai tempat. Pepohonan rin-dang, tiang listrik, tembok-tembok, area pejalan kaki, digilas habis oleh para politisi dan timnya tanpa mempertimbang-kan aturan-aturan dan keindahan tata kota yang ada.

    Berdasarkan data Divisi Pengawasan dan Penindakan Panitia Pengawas Pemillihan Umum Kota Makassar, terda-pat sebanyak 30.820 kasus pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye pemilihan umum di tahun 2013. Pelanggaran ini berdasar pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 (Sumber: Harian Tempo Makassar). Dari data tersebut, Partai Demokrat menduduki posisi pertama dari 12 partai politik yang melakukan pelanggaran, yakni 3.221 ka-sus pelanggaran. Disusul Partai Nasional Demokrat, Golkar, Partai Demokrat Indonesia Perjuangan, Partai Amanat Nasi-onal, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sekitar 98 persen calon legislator pun melakukan pelanggaran.

    Hal ini tercantum pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013 yang mengatur tentang pedo-man pelaksanaan kampanye, Pasal 17 ayat 1a misalnya. Da-lam pasal ini ditegaskan bahwa alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lem-baga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan.

    Atribut kampanye menjelma menjadi sampah-sam-pah visual yang merusak tatanan kota Makassar. Hal ini tidak lepas dari banyaknya ulah orang-orang tidak bertanggung jawab yang memaku pohon. Padahal jelas tertera aturan di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang per-lindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan juga Pera-turan Daerah (Perda) Nomor 25 tahun 1997 tentang penghi-jauan bahwa memaku pohon terlebih di sepanjang jalur-jalur tertentu merupakan pelanggaran.

    Pamflet yang ada merusak tata kota. Dan pada da-sarnya, penggunaannya tidaklah begitu efektif. Selain ber-bahaya bagi pengguna jalan, pemasangan atribut yang tidak pada tempatnya pun akan menjadi masalah bagi visual kota, tutur Dr. Ihsan ST. MT, Pakar Tata Ruang Kota Makassar, Se-nin (2/12).

    Info perbaikan WC, iklan barang dan jasa, iklan politisi, bercampur semua jadi satu, terlihat jadinya satu le-

    vel semua, tambah Ihsan yang juga merupakan Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) ini. Olehnya, Ihsan berpendapat bahwa dibutuhkan perombakan pengaturan pamf-let-pamflet, agar tidak merusak dari segi fungsi, keamanan, juga tata kota Makassar.

    Lebih jauh, atribut kampanye tersebut juga berdampak bagi lingkungan. Dalam sehari, sekitar 600 ton sampah dihasil-kan dari berbagai aktifitas di kota ini. Belum lagi, jika memasuki masa kampanye politik. Jumlah volume sampah akan meningkat lebih besar, terlebih jenisnya termasuk sampah anorganik yang sangat sulit untuk didaur ulang. Biasanya, atribut-atribut ini di-daur ulang oleh perusahaan percetakan. Namun jumlah atribut yang didaur ulang, tidak sebesar jumlah atribut yang tersebar luas hari ini. Hal ini tentunya akan menimbulkan dampak jangka panjang, tutur Direktur Riset IDEC Rahmad M. Arsyad, yang baru saja meneliti tentang dampak demokrasi politik di Makas-sar.

    Lebih lanjut dijelaskan oleh Rahmad mengenai dampak-jangka panjang yang ditinggalkan atribut-atribut tersebut adalah tumpukan sampah dengan volume yang berlebihan. Mengingat atribut-atribut ini terbuat dari bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan, sulit terurai di alam.

    Menurut Pakar Politik Universitas Hasanuddin, Dr. Has-rullah M.A bahwa pelanggaran yang terjadi disebabkan tidak adanya aturan yang melahirkan sanksi, bagi para politisi yang melanggar. Seharusnya ada tim analis media yang bisa menga-nalisis iklan-iklan politik seperti dalam hal analisis konteks, wa-cana, dan framing yang bisa memberikan gambaran dan masuk-an kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) terkait layak atau tidaknya iklan politik tersebut, jelasnya. Akhirnya diharapkan hal tersebut dapat menjadi rambu-rambu bagi para partai dan calon legislatif untuk mempromosikan dirinya.

    Pada akhirnya, satu hal yang harusnya menjadi kesadaran paripurna adalah lingkungan. Tidak ada satu pun pembenaran yang dimaklumi untuk pohon yang di paku, untuk tata kota yang berubah sesak dengan sampah visual, terlebih segala sesuatu yang dilakukan atas nama popularitas.

    Laporan Utama Teks oleh Tim Laput : Rieski W, Dessy A, Wa Ode Sri Maulina, Aslam A, Rahimah M, Ainun J | Foto oleh Jung Muhammad

  • 12

    DONGENG JANJI POLITIK

    Mahasiswa tak menaruh kepercayaan penuh ter-hadap kampanye-kampanye para kandidat partai

    politik. Janji-janji politik nyaris hanya sebagai dongeng sebelum tidur. Hal tersebut terlihat dari

    hasil survey yang dilakukan oleh tim Litbang Baruga.

    Bagi saya politik tidak ada yang jujur, begitulah salah satu jawaban dari jajak pendapat yang dilakukan oleh tim Litbang Baruga pada awal oktober lalu. Dalam bentuk pertanyaan

    terbuka, berbagai respon negatif mengisi kolom jawaban pada polling tersebut.

    Polling yang dilakukan kepada 100 responden yang bera-sal dari seluruh Fakultas di Universitas Hasanuddin (Unhas) ber-tujuan untuk melihat sampai sejauh manakah respon mahasiswa sebagai populasi yang cukup besar dalam setiap proses demo-krasi yang diagung-agungkan di negeri ini. Termasuk, pemilihan kandidat yang akan duduk di jabatan struktural pemerintahan, baik eksekutif maupun yudikatif.

    Iklan-iklan politik yang sebagian besar berada di jalan protokol lebih banyak dilirik oleh mahasiswa. Tempat lain yang cukup menarik perhatian mahasiswa untuk melirik selebaran-selebaran bergambar senyum, bertuliskan janji dan harapan itu

  • 13

    Polling dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 oleh Tim

    Litbang BaruGa. Polling ini meli-batkan 100 mahasiswa S1 selu-

    ruh Fakultas di Unhas.Dengan jumlah respondendisesuaikan dengan besar

    jumlah mahasiswa di seluruh Fakultas di Unhas. Fakultas

    dengan jumlah mahasiswa yang besar mendapat porsi

    responden yang besar, begitu pula sebaliknya. Hasil polling

    ini tidak bermaksudmencerminkan mahasiswa Un-

    has secarakeseluruhan.

    Metodologi:

    adalah transportasi umum. Namun toh ternyata banyak spot di kampus yang juga menarik mata para mahasiswa. Padahal, area pendidikan mestinya bisa menjadi tempat bernafas lega dari se-saknya poster, baliho dan segala atribut partai yang menghiasi kota ini.

    Tidak sia-sia rupanya. Tercatat, sekitar 44 dari 100 res-ponden yang cukup tertarik dengan tampilan dari iklan-iklan visual yang coba digunakan oleh para calon legislatif untuk me-nampilkan dirinya. Selisih satu poin lebih rendah bagi mereka yang merasa tidak tertarik dengan tampilannya.

    Namun, Ketertarikan tak ubahnya hanya sekedar rasa se-saat untuk mengapresiasi usaha yang telah dilakukan oleh para parpol melalui calegnya. Hal ini dikarenakan, ketertarikan terse-but tidak bermuara pada keputusan untuk memilih, keputusan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan mengambil bagian dari perayaan demokrasi di negeri ini. Pada dasarnya, seluruh res-

    ponden telah cukup kritis dengan mempertimbangkan banyak hal dari setiap caleg. Jadi, tidak serta merta hanya dengan pos-ter, baliho, dll. Hal-hal yang menjadi pertimbangan selanjutnya misalnya adalah visi dan misi, bentuk interaksi dengan masya-rakat, bentuk pembawaan dirinya, karakternya, wawasan, latar belakang pendidikan dan yang terpenting adalah rekam jejak sebelum ia mencalonkan diri sebagai kandidat dari satu partai politik.

    Tak heran bila sekitar 38 responden menganggap bahwa iklan politik tidak memberikan pengaruh yang besar. Bahkan dari jumlah responden tersebut, pendapat-pendapat negatif dari mereka pun bermunculan. Merasa bosan dengan janji-janji yang dengan mudah dilafalkan oleh banyak caleg pun tak bisa di-hindarkan. Nyaris seperti dongeng sebelum tidur. Butuh bukti bukan janji, itulah yang kiranya menjawab keresahan mahasiswa kini terhadap kondisi politik di tanah air.

  • 14

    mencari jarum di tumpukan jerami

    Politisi yang edukatif sulit untuk ditemukan. Layaknya mencari ja-rum di dalam tumpukan jerami. Imbasnya, Peraturan Komisi Pemi-

    lihan Umum pun direvisi.

    Dalam sebuah suasana warkop di dae-rah Pengayoman yang temaram. Ir-man Yasin Limpo masih menjalani ru-

    tinitas seperti kala terdaftar sebagai calon Walikota Makassar periode 2013-2016, Sabtu (28/10). Dengan secangkir kopi pekat, ia berkumpul sembari bercerita bersama beberapa orang disekelilingnya. Diketahui sekitar delapan orang diseke-lilingnya itu adalah tim sukses kampanye Irman baru-baru ini.

    Salah seorang keturunan keluarga Limpo itu hadir dalam Pemilu Walikota Makassar beberapa bulan lalu. Ia mencoba mengikuti jejak saudaranya (Syahrul Yasin Limpo,red) bersama pasangannya Busrah Abdullah. Meski hadir dengan ketenaran nama keluarganya saat ini, tapi ia lebih meyakini bahwa kemampuannyalah yang membuat ia betul-betul memilih jalan se-bagai politisi yang baik.

    Saya bisa klaim diri saya adalah politisi yang mengedepankan sisi eduka-tif, tutur Irman. Keyakinannya itu selama ini dikuatkan melalui pengalamannya se-bagai pemimpin di beberapa organisasi. Yakni, Ketua Senat Fakultas Hukum Un-has, Ketua Himpunan Mahasiswa Perdata Unhas, Ketua Osis, Ketua KNPI, dsb.

    Secara nyata, pasangan dari Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan ini hadir dengan kampanye politiknya yang lebih frontal. Iklan saya lebih blak-blakan, ungkapnya. Maka, li-hatlah beberapa iklan politiknya. Dengan kekuatan simbol ia menyerang lawan-lawannya itu. Misalnya, simbol sapi dan Mobil tua yang didorong.

    Kampanye-kampanye politik pa-sangan dari nomor urut ini lebih didomi-nasi pada penyerangan. Ia menganggap itu

    sebagai salah satu bentuk untuk pening-katan kualitas demokrasi.

    Strategi semacam ini, bukan lagi barang baru di ajang peraihan kursi ke-kuasaan. Pada pemilihan Gubernur yang dimenangkan oleh pasangan incumbent, Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Numang di awal tahun lalu misalnya. Proses demokrasi itu mengisahkan pe-rang dingin antar beberapa kandidat. Da-lam kampanye dan iklan politik yang di-sisipkan kalimat yang menyinggung satu sama lain menjadi sangat biasa.

    Bertolak dari hal itu, menurut Pakar Politik, Iqbal Sultan, bahwa dalam iklan ataupun kampanye politik yang menjatuhkan akan mengakibatkan den-dam politik. Dendam politik ini menjadi salah satu faktor yang mendorong adanya gugatan setelah penetapan pemenang pe-milu, tambah dosen Jurusan Ilmu Komu-nikasi ini, Jumat (25/10).

    Iqbal menambahkan bahwa hal itu dilandasi pada sikap tidak siap kalah dalam kompetisi dan adanya peluang. Adanya peluang disini lebih kepada satu pihak yang mengetahui kelemahan dari pihak lain yang kemudian menggunakan itu untuk saling menjatuhkan, tuturnya kepada Baruga yang ditemui di salah satu hotel di Makassar.

    Tak melulu soal itu, bukti nyata adanya praktik politik yang tidak eduka-tif di kalangan partai politik (parpol) dan Calon Legislatif (Caleg) adalah pemasang-an baliho di pohon-pohon yang sangat mudah dijumpai. Padahal, jelas dinyata-kan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 1 pasal 3 bahwa kampanye Pemilu dilakukan dengan prin-sip efisien, ramah lingkungan, akuntabel,

    nondiskriminasi dan tanpa kekurangan.Aturan itulah yang semestinya

    menjadi acuan para parpol dalam melak-sanakan kampanye politiknya. Seharus-nya kampanye berlangsung dengan cerdas dan santun sesuai dengan etika atau ta-tanan yang sudah diatur sehingga tercip-ta praktik politik yang edukatif , tambah Iqbal.

    Sedikit menoleh ke salah satu calon Wali Kota Makassar 2013, Erwin Kallo. Kandidat yang mencalonkan dirinya seca-ra independen ini, memilih untuk kampa-nye siaran langsung di salah satu stasiun televisi lokal di Makassar. Baginya, hal itu untuk tidak menambah sampah-sampah

    Foto oleh Jung Muhammad

  • 15

    visual sehabis kampanye. Selain itu, dengan kampanye seperti ini tidak menimbulkan kemacetan.

    Selain itu, ada pula praktik serangan fajar yang kini me-rupakan rahasia umum. Serangan fajar itu seperti hantu. Hanya bisa dirasakan tapi tidak dapat dilihat secara nyata, ucapnya. Pada dasarnya, praktik serangan fajar ini sangat dekat dengan money politic. Meski tidak semua orang terlibat dalam hal ini. Namun, sangat dibutuhkan kesadaran dari berbagai pihak untuk melangsungkan pesta demokrasi dengan cara yang bersih dan jujur.

    LITERASI POLITIK, WACANA DI RUANG-RUANG KULIAH

    Literasi politik seyogyanya dibutuhkan untuk mengelola cara meraih kekuasaan tanpa adanya praktek-praktek yang sa-

    lah. Namun, bagi Iqbal yang juga merupakan Hu-mas Unhas ini menyatakan bah-wa wacana-waca-na politik edukasi ini hanya ada di ruang-ruang ku-liah.

    S e n a d a dengan Iqbal, mantan Ketua Komisi Pemi-lihan Umum Provinsi Sul-Sel, Jayadi Nas me-ngatakan bahwa hari ini banyak parpol yang telah mengesamping-kan nilai-nilai positif dari proses berpolitik. Ham-pir semua parpol dapat dikatakan

    parpol yang tidak baik, baik dari sisi fungsi komunikasi poli-tik, agregasi, pengaturan konfilk, apalagi rekrutmen politiknya, Ungkapnya.

    Kepala Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dr. Muham-mad, S.IP M.Si. juga berpendapat demikian. Arah kampanye saat ini menggiring masyarakat untuk sekedar memilih dan sa-ngat dimungkinkan untuk menghalalkan segala cara, ungkap-nya.

    Pada akhirnya, untuk mendorong terciptanya politik edu-kasi maka Peraturan KPU nomor 1 direvisi menjadi PKPU no-mor 15. Sebab aturan lama itu cenderung memberi ruang seluas-luasnya kepada calon legislatif untuk mensosialisasikan dirinya langsung ke masyarakat. Ini upaya untuk mencermati kritik yang menganggap aturan lama lebih mementingkan caleg yang kaya, tutur Jayadi, Minggu (28/10).

    Menurutnya, ini cara yang tepat untuk memberikan lite-rasi politik bagi masyarakat sebab ruang yang dibatasi itu semes-tinya menjadi langkah bagi para caleg bersama partainya untuk untuk langsung terjun kemasyarakat.

    Foto oleh Jung Muhammad

  • 16

    Ilustrasi oleh Bachry Ilman

  • 17

    Sedia Jasa Otak Untuk yang Malas

    Isu pendidikan di negeri ini selalu hangat untuk jadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia yang semakin bertambah kuantitasnya. Sama halnya dengan isu politik, yang kualitas prosesnya terus diper-

    tanyakan.

    Melihat keadaan hari ini, sulit untuk menafikkan bahwa setiap perma-salahan di sektor terkuat negeri ini memberi energi yang kuat pula untuk me-narik masalah lama namun selalu dipoles selalu baru, tergantung siapa tokohnya dan kapan waktunya.

    Pendidikan menjadi salah satu tonggak penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di negeri ini. Lemahnya kualitas SDM, berimbas pula pada ku-antitas dan kualitas Lapangan kerja. Di Indonesia, hal ini merupakan salah satu masalah yang menjadi imbas dari semra-wutnya sistem di negeri ini. Pengangguran dimana-mana. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin pun semakin miskin.

    Siklus yang selalu saja seperti ini mengakibatkan munculnya varian aktif-itas yang menjelma menjadi pekerjaan baru yang mendatangkan materi. Mulai dari yang halal hingga yang menghalal-kan segala cara. Jasa jual otak atau Praktik perjokian yang terus merebak dimana-mana, misalnya. Praktik perjokian ini pun banyak jenisnya. Joki three in one, joki penjara, hingga joki tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Joki Tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

    Dunia pendidikan hari ini nam-paknya harus larut dalam kegamangan, terlebih jika terus merebaknya praktik perjokian pada SNMPTN, pada tes yang menjaring calon-calon intelektual bangsa. Anggapan bahwa uang dapat membuat pelajar yang orang tuanya berkantong te-bal masuk ke perguruan tinggi negeri ma-napun yang diinginkan semakin menjadi tenar di kalangan masyarakat.

    Bisnis dengan untung yang besar

    Mengulas lebih dalam mengenai praktik perjokian tes ini, tidak lepas dari peran-peran pelakunya. Parahnya, tidak jarang seorang joki merupakan mahasis-wa yang mencari penghasilan tambahan sendiri. Tony (Nama Samaran) mengung-kapkan bahwa para joki biasanya dipimpin oleh orang yang mereka sebut Bos dan di-rekrut langsung oleh teman mereka yang lebih dulu terjun kedalam praktik bisnis ini. Sejak tahun 2008 saya terlibat dalam kegiatan ini. Awalnya dipanggil oleh te-man, tapi sekarang teman saya sudah ber-henti. Namun saya masih lanjut ungkap-nya saat menjelaskan awal mulanya ia bisa terlibat dalam praktik ini.

    Cara mendapatkan client dalam bisnis ini tergolong sangat mudah namun ampuh. Tony menjelaskan bahwa biasa mereka menggunakan strategi dari mulut ke mulut. Setiap pemakai jasa otak (joki, red) ini diharapkan akan memberitahu saudara, teman, atau kenalannya me-ngenai adanya penyedia jasa otak. Tony mengakui bahwa kontak antara joki dan client harus tetap dijaga sehingga se-waktu-waktu apabila ada informasi pen-ting berkenaan dengan seleksi bisa segera disampaikan.

    Berbeda dangan client yang akan mendatangi joki dengan sendirinya, untuk mendapatkan soal beserta kunci jawaban tes tergolong rumit. Para joki sendiripun tidak mengetahui sumber soal dan kunci jawaban tersebut. Hal ini dikarenakan soal berikut dengan kunci jawabannya telah melewati beberapa joki sebelum sampai ke tangan joki yang bersangkutan.

    Namun yang jelas, soal dan kun-ci jawaban tersebut didapatkan langsung oleh Bos dari percetakannya. Ungkap Tony. Diantara soal dan kunci jawaban

    tersebut biasanya terdapat juga soal yang belum ada jawabannya. Hal ini diakui Tony akan memberi pekerjaan tambahan pada para joki untuk menyewa guru mau-pun dosen untuk membantu mengerjakan soal-soal tersebut.

    Jika disebut bisnis, tidak lengkap rasanya jika tidak membicarakan keun-tungan yang diraup. Untuk setiap orang, para joki menetapkan biaya tergantung Universitas dan lebih khususnya adalah Jurusan yang diinginkan. Tony meng-ungkapkan bahwa untuk masuk di Fakul-tas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat membutuhkan biaya sekitar seratus juta rupiah. Sedangkan untuk Fa-kultas lain selain Fakultas Kedokteran di Kawasan Timur Indonesia (KTI) paling rendah berkisar antara belasan juta hingga puluhan juta rupiah. Namun Tony meng-ungkapkan jika client mengajak teman-temannya, maka dapat diberlakukan po-tongan biaya sebesar 20% dari biaya yang ditetapkan. Selanjutnya, pembagian keun-tungan antara joki dan bos akan dibagi sebanyak 50%.

    Awalnya, saya tidak tahu ada sis-tem seperti ini. Kakak sayalah yang me-ngenalkan saya dengan seseorang yang katanya bisa membantu saya untuk lolos di Fakultas Kedokteran. Meskipun harus membayar mahal untuk hal ini, orang tua saya pun tetap mendukung, ungkap Dina (Nama Samaran). Dina yang berhasil lu-lus di Fakultas yang dia dan orang tuanya inginkan, di salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia ini mengaku bahwa banyak juga teman-temannya yang menempuh jalur ini, meskipun mengaku bisa menger-jakan soal-soalnya sendiri tapi masalah paripurnanya adalah tidak percaya diri.

    Liputan Khusus Teks oleh Runi Virnita Mamonto, Rasti Pasorong, Lia Lestari | Foto oleh Hariandi Hafid

  • 18

    Sistem Canggih

    Tony mengakui bahwa sistem kerja joki saat ini semakin canggih. Hal ini dilakukan khusus untuk menegaskan kembali bahwa ada banyak celah dari sistem pendidikan di negeri ini. Mereka menghitung passing grade setiap jurusan yang ingin di-masuki, kemudian mengacak soal dan jawaban sehingga tidak semua jawaban benar, melainkan jumlah jawaban benar telah mencapai atau melewati sedikit passing grade yang telah diperhi-tungkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengelabui pihak penyelenggara SNMPTN agar hasil tes terlihat seolah-olah mur-ni hasil kerja pelajar tersebut.

    Sistem kerja lainnya yang membuat para joki ini sema-kin canggih saja adalah adanya karantina bagi pengguna jasa joki ini. Karantina biasanya dilaksanakan selama dua hari. Di tempat karantina para pelajar ini akan diberi tahu cara mengisi soal beserta kunci - kunci jawabannya. Tujuan utama karantina ini adalah untuk mengantisipasi adanya penggerebekan oleh pengawas SNMPTN menjelang tes dilaksanakan. Sebab jika menggunakan kontak langsung seperti telepon genggam atau kunci jawaban yang ditulis di atas kertas lebih beresiko untuk tertangkap oleh petugas. Dengan mengikuti karantina mereka akan belajar untuk menghafal serta mempelajari pola - pola jawaban, ungkap Tony.

    Usai mengikuti tes dengan menempuh cara yang beresiko ini, pelajar diharuskan untuk membayar secara cash usai pengu-muman ataupun diangsur sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan. Jika sampai pada waktu yang ditentukan dan mereka tidak membayarnya, maka mereka akan diterror oleh para joki dengan mengancam akan dilaporkan pada jurusan yang ber-sangkutan. Dengan ancaman yang demikian serta hukuman yak-ni dikeluarkan dari perguruan tinggi, maka membayar menjadi jalan satu-satunya.

    Praktik perjokian tidak lepas dari peranan orang-orang yang ingin menghalal-kan segala cara termasuk enggan berusaha lebih keras agar dapat masuk ke Perguruan Tinggi yang diinginkan. Jika sudah be-gitu jalan pintaspun men-jadi pilihan. Jasa jual otak pun semakin marak.

    Ya, Meski penggu-naan joki tidak menjamin lulusnya seseorang pada SNMPTN. Terlebih biaya yang harus dikeluarkan tergolong besar, pengu-naan jasa joki masih tetap jadi pelarian calon pe-mimpin-pemimpin masa depan.

    Berkenaan dengan hal tersebut, Ir. Nasarud-din Salam M.T selaku Wa-

    kil Rektor III bidang Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengatakan bahwa sejauh ini kewajiban pihak universi-tas hanyalah berada dalam tataran mengamankan soal-soal ujian dan mengawasi pada saat pelaksanaan tes. Apabila ada peserta ujian yang kedapatan curang atau dalam hal lain menggunakan jasa joki, tentu dia tidak akan lulus. Dan apabila kedapatan ada mahasiswa yang terlibat dalam praktik perjokian ini, maka ia akan dipecat sebagai mahasiswa karena ini merupakan pelang-garan berat, ungkapnya.

    Nasaruddin berpesan kepada seluruh calon mahasiswa yang akan mengikuti berbagai tes seleksi terutama SNMPTN untuk lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri, menjaga intergitasnya dan percaya diri, bukan lebih memilih untuk me-nempuh jalan pintas.

    Tidak hanya berhenti di ranah perguruan tinggi saja, na-mun juga seyogyanya ada tindak lanjut yang tanggap dari Ke-mentrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyikapi hal ini. Namun sayangnya, tim Baruga tidak berhasil mewawancarai pi-hak Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan untuk mendapat infor-masi lebih lanjut mengenai hal ini.

    Pemerintah sebagai salah satu penentu tonggak arah pen-didikan di negeri ini mestinya harus memutar otak jauh lebih keras lagi untuk memikirkan lagi dan lagi sistem pendidikan di negeri ini. Sistem yang dibangun selama ini adalah sistem kom-petisi yang menomor satukan hasil, tidak peduli bagaimana pro-sesnya. Menjadi malas pun kemudian adalah peluang bagi para penyedia jasa otak. Pada akhirnya, pemerintah punya tanggung jawab yang paling besar untuk membangun kesadaran paripurna dan aksi yang dituangkan dalam banyak hal bahwa pendidikan yang akan menjadi penyaring bagi pemilik masa depan bangsa adalah bukan hanya tentang hasil melainkan juga tentang proses. Semoga pemerintah segera merenung.

  • 19

    Opiniperubahan komunikasi politik

    di indonesiaUst. Dasad Latief

    Dari defenisi ini terkandung setidaknya tiga unsur penting yaitu komunika-tor, komunikan, dan kekuasaan. Ko-munikator politik menurut Dan Nimmo meliputi politikus (wakil rakyat, ideo-log), komunikator profesional (jurnalis, promotor) dan aktivis (para jubir dan pe-muka pendapat). Sedangkan komunikan meliputi khalayak (sifatnya lebih luas dan publik (sifatnya terbatas pada kelompok tertentu). Sementara unsur ketiga adalah kekuasaan (ini sangat erat kaitannya dengan negara dan sistem pemerintah-annya). Dengan demikian komunikasi politik sangat erat kaitannya dengan ke-kuasaan, artinya jika kegiatan komunikasi bersinggungan dengan kekuasaan, maka sesungguhnya saat itu sedang terjadi proses komunikasi politik dan kekuasaan dalam proses ini identik dengan komuni-kator dalam proses komunikasi.

    Pada saat komunikator menyam-

    paikan ide-ide politiknya, komunikator tentu akan melakukan komunikasi dan saat itulah dia menggunakan kata-kata atau bahasa politik. Pemilihan dan penggunaan kata-kata ini tentu sifatnya subjektif, ia tergantung pada komuni-kator, sistem dan orde pemerintahan yang berkuasa saat itu. Demikian yang dikatakan oleh Istvan Meszaros (anggota program Word Finder Thesaurus). lebih jauh Istvan mengatakan bahwa hingga se-karang ini para pakar komunikasi sepakat bahwa makna kata sangat subjektif. Words dont mean, people mean. Bahkan kamus pun yang konon kabarnya menyampaikan makna secara objektif ternyata juga sub-jektif karena maknanya telah diintervensi oleh penyusunnya, demikian komentar Istvan.

    Pendapat serupa juga dikemuka-kan oleh Stephen P. Little John, dengan mengemukakan lima asumsi yaitu dunia

    Apakah komunikasi politik itu? Secara sederhana komunikasi politik dapat diartikan sebagai

    semua jenis penyampaian pesan dari komunikator poltik kepada komunikan. Baik dalam bentuk lambang yang tertulis ataupun

    yang tidak tertulis dalam bentuk kata-kata terucap atau dalam

    bentuk isyarat yang dapat mem-pengaruhi secara langsung kedu-dukan seseorang yang ada dalam suatu struktur kekuasaan dalam

    suatu sistem.

  • 20

    ini tidaklah tampak secara objektif pada pengamat, tetapi dike-tahui melalui pengalaman yang umumnya dipengaruhi bahasa, kategori linguistik yang dipergunakan untuk memahami realitas bersifat situasional, bagaimana realitas dipahami pada waktu tertentu ditentukan oleh konvensi komunikasi yang berlaku pada waktu itu, pemahaman realitas yang terbentuk secara sosi-al membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting, dan dalam wacana politik, ia sangat ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa.

    Bagaimana yang terjadi di Indonesia? Perjalanan bangsa, ternyata pendapat Istvan dan Little John ada benarnya. Sejak kemerdekaan sampai sekarang telah terjadi enam kali pergan-tian kepala negara yang secara langsung berimplikasi pada perubahan komunikasi politik. Mereka memperkenalkan gaya komunikasi politik yang berbeda-beda.

    Pergantian elit penguasa selalu berimpli-kasi pada pergantian bahasa politik. Para elit menyusun kamus bahasa politiknya menurut ideologi dan kepentingannya masing-masing. Dengan kekuasa-an yang dimiliki, elit penguasa berusaha mengkampanyekan kamus mereka dalam memper-tahankan posisinya, bahkan untuk menyerang lawan- lawan politiknya.

    Ketika Presiden Soe-karno memimpin dengan orde lamanya, ia sering memakai kosa kata revolusi, kontrarevo-lusi, nekolim, antek-antek kapi-talis, imprealisme, nasakom dan lain-lain dalam mengkampanyekan sistem pemerintahannya. Hal inipun digunakan sebagai upaya menarik sim-pati agar khalayak mendukung pemerintah.

    Komunikasi politik pada saat orde lama sangat diwarnai oleh sosok Soekarno. Sehingga waca-na politik saat itu sangat ditentukan oleh kamus bahasa politik yang dipergunakan oleh Soekarno.

    Lain lagi halnya dengan rezim Orde Baru. Rezim ini membawa kamus tersendiri dalam komunikasi politik. Dibawa kepemimpinan Soeharto, Orde Baru menjadikan Pemba-ngunan sebagai kata kunci dalam mengkampanyekan sistem pemerintahan.

    Pembangunan menjadi pusat wacana komunikasi politik yang dilemparkan oleh Soeharto sehingga berhasil tidaknya Indonesia sangat ditentukan oleh sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam menggalakkan pembangunan. Meskipun demikian sangat disayangkan, Orde Baru terlalu memfokuskan hanya pada pembangunan ekonomi semata dan melupakan pembangunan bidang lain seperti demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Akibatnya kata-kata ekonoriri sangat mendominasi wacana politik sebutlah misalnya Tinggal Landas, akselerasi, pertumbuhan, teknologi, modernisasi, dan lain-lain.

    Soeharto sebagai komunikator politik sangat piawai

    dalam mempopulerkan kamus kosa kata politiknya sehingga ia berhasil meyakinkan khalayak dan publik bahwa untuk kesi-nambungan pembangunan diperlukan kesinambungan pimpin-an nasional. Untuk mencapai semua itu diperlukan stabilitas na-sional. Stabilitas dianggap kebutuhan tak terkalahkan, termasuk mengalahkan pembicaraan mengenai hak asasi dan demokrasi.

    Dalam orde baru tidak ada bahasa politik antirevolusi. Yang ada anti pembangunan, anti Pancasila, akar, dan yang le-bih sadis adalah kata-kata antek-antek komunis serta subversif. Elit penguasa menggunakan kata-kata tersebut dalam meredam arus kekuatan politik.

    Setelah Orde Baru tumbang yang digantikan Orde Reformasi, komunikasi politik di Indonesia mengalami per-ubahan yang sangat drastis. Kata Pembangunan bukan lagi

    menjadi senjata pamungkas dalam komunikasi politik, ia digantikan dengan kata Reformasi mengiringi

    nama ordenya.Orde Reformasi yang telah mela-

    hirkan empat sosok pemimpin (Habi-bie, Gus Dur, Megawati dan SBY)

    tampil dengan komunikasi politik yang berbeda dengan orde sebelumnya. Kosa kata yang digunakan dalam komunikasi politik seperti KKN (Korup-si, Kolusi, dan Nepotisme), Reformasi, Politik Dinasti, Antek Orde Baru, Pro status quo, reformasi kebablasan,

    serta masih banyak lagi kosa kata politik yang dipergunakan

    oleh elit untuk menyerang dan atau mendukung pemerintahan

    yang berkuasa.Jika dibandingkan perubahan

    komunikasi politik antara orde lama, orde baru dan orde reformasi, mungkin tidak

    terlalu, berlebihan jika dikatakan bahwa masa orde reformasilah komunikasi politik di Indonesia sangat meriah bahkan ada fenomena terlalu membingungkan. Kemeriahan komunikasi politik ini disebabkan oleh gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang lebih mengutamakan citra politiknya daripada Kinerja. Indikasi ke arah itu antara lain, SBY sangat reaktif ketika diserang Pribadinya daripada kinerja. Wajar jika media massa sering membuat tajuk berita seperti, SBY Marah Lagi, Presiden Murka, dan lain sebagainya. Kemarahan SBY ini dipersoalkan oleh banyak pihak karena kemarahannya sudah tidak proporsional bahkan cenderung tidak rasional.

    SBY sebagai presiden seharusnya menyadari bahwa dia adalah komunikator komunikasi politik. Setiap kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi berimplikasi pada situasi politik, juga pada kelanggengan kekuasaannya. Apakah SBY menyadari adanya korelasi antara sikapnya memimpin bangsa dengan perubahan komunikasi politik di Indonesia? Wallahu Alam Bissawab.

  • 21

    media, aktor politik dan literacy media

    Riza Darma Putra

    Ada beberapa alasan mengapa saya mencoba mengurai relasi politik dan media dalam kaitannya dengan Pilkada di Sulawesi Selatan (Sulsel). Per-tama, dalam perspektif komunikasi, hiruk pikuk yang terjadi dalam ranah politik adalah produksi media massa. Artinya media merupakan sarana untuk meng-konstruksi fenomena atau peristiwa poli-tik. Apa yang kita lihat mengenai pilkada merupakan tafsir media atas pilkada. Ke-dua, saya merujuk pada pandangan Brian Mc Nair yang memandang media sebagai aktor politik. Media merupakan sarana bagi aktor politik untuk menyampaikan pesannya pada audience. Program politik, iklan politik, dukungan untuk kandidat tertentu. Konsekuensinya komunikator politik membutuhkan dukungan media dalam menunjang aktualisasinya.

    Pilkada di Sulawesi Selatan dan juga di tempat lain setidaknya sema-kin menguatkan asumsi saya. Jika kita melihat kontestasi pilkada, apa yang saya tangkap seputar Pilkada adalah wacana media massa. Perang urat syaraf, perde-batan antara calon serta perang statement antara tim pemenang, termasuk perang iklan antar kandidat menjadi penanda

    betapa diskursus seputar Pilkada di Sulsel adalah diskursus media. Terlebih lagi me-dia di Sulawesi Selatan dalam amatan saya lebih sibuk melihat Pikada sebagai ajang perebutan kekuasan (horserace).

    Penelitian saya menunjukkan bagaimana pemberitaan media lebih cen-derung melihat Pilkada dalam ranah per-tarungan antar masing-masing kandidat. Hal ini mengesankan seolah-olah Pilkada adalah milik para elit semata. Realitas Pilkada direduksi sebagai pertandingan yang harus ada pemenangnnya. Pemberi-taan di media massa lokal mengarah pada talking journalism (jurnalisme omong-an). Kandidat dimintai komentarnya dan komentar tersebut saling berbalas. Tema pemberitaan juga diarahkan pada aspek pertarungan antar elit. Saya jarang melihat pemberitaan yang melakukan pendalaman program masing-masing kandidat.

    Hal lain yang juga menonjol ada-lah pemilihan narasumber. Narasumber yang dipilih oleh media hanya terfokus pada elit dan pengamat saja. saya melihat suara masyarakat umum sebagai pemilih yang akan memberi mandatnya kurang diberikan ruang. Beberapa fakta di atas

    Beberapa waktu lalu Mahkamah konstitusi memutuskan untuk mengakhiri sengketa Pemilu-kada Makassar. Keberhasilan

    Dany Pomanto dan Syamsu Rizal menjadi walikota dan wakil wa-likota makin dikuatkan dengan keputusan lembaga peradilan

    sengketa Pemilu tersebut. Apa-pun keputusan Mahkamah Kon-stitusi sudah sepatutnya diterima oleh semua pihak. Terlepas dari kontestasi yang mewarnai Pemi-lukada di Makassar dan Sulsel,

    penulis tertarik pada bagaimana relasi antara media dan politik

    yang mewarnai Pemilukada Makassar dan juga di Sulawesi

    Selatan.

    Opini

  • 22

    menunjukkan bahwa realitas Pilkada yang ada adalah realitas Pilkada dalam perspektif media. Merujuk pada teori agenda set-ting, media memiliki sejumlah agenda yang termanifestasi pada berita yang disajikan. Media cenderung mengarahkan khalayak untuk fokus pada sebuah isu dan mengabaikan isu yang lain. Artinya media memiliki agenda sendiri dan boleh jadi menga-rahkan khalayak juga fokus pada agenda mereka.

    Pertanyaan yang muncul kemudian adalah agenda siapakah yang di representasikan oleh media? Apakah media memiliki agenda sendiri atau justru mereka mendapatkan agen-da titipan? Kalau ada agenda titipan, apakah pihak media sadar atau tidak telah dititipi sejumlah agenda tersebut?

    Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan meje-laskan premis kedua dari tulisan ini yang memandang media sebagai aktor politik. Sebagaimana yang telah saya jelaskan sebelumnya, dalam perspektif komunikasi politik. Menyetir pandangan Eric P Low (2005) yang mengatakan politik adalah proses pengambilan keputusan, pertarungan untuk mendapat-kan posisi serta proses untuk mendapatkan legitimasi dalam pengambilan keputusan. Bagi Low proses legitimasi inilah memberikan ruang yang begitu besar kepada media massa. Da-lam kajian komunikasi politik, media berdampak pada proses politik yang mempunyai aspek yang begitu luas.

    Mc Nair kemudian menjelaskan posisi media selain se-bagai medium bagi aktor politik, disaat bersamaan sebagai aktor politik itu sendiri. Pada tahap awal, media dipandang sebagai aktor yang aktif mendefenisikan realitas politik. Melalui penca-rian dan produksi berita, media kemudian mengartikulasikan sejumlah kepentingan politik yang ada. Pada situasi tersebut wartawan berperan sebagai agen penyampai pesan yang diha-dirkan lewat berita.

    Dalam konteks Pilkada di sulsel, saya melihat bagaimana media pada tataran tertentu telah menjadi aktor politik. Media lokal sulsel tak dapat dipisahkan dari sejumlah kepentingan. Artinya media massa bukanlah institusi netral. Mediamedia memiliki sejumlah kepentingan yang beriirisan dengan kepen-tingan kekuatan politik tertentu. Artinya, terdapat hubungan yang resiprokal antara media dan kekuatan politik. Memin-jam istilah Mc Nair, media telah menjadi aktor politik karena kepentingannya. Aktor politik menjadikan media tidak hanya sebagai penyampaian pesan atau mediator informasi, namun memaksa media menjadi pemain layaknya para elit politik. Hal ini diperparah dengan kedekatan orang media dengan elit politik tertentu yang menyebabkan munculnya dugaan terhadap keberpihakan media pada kekuatan politik yang ada. Di satu sisi mereka harus mampu memberikan informasi yang seimbang, di sisi lain media juga memiliki kepentingan yang akan diperju-angkan lewat berita.

    Kepentingan media sebagai aktor politik juga dapat dilihat dari penjelasan Shoemaker tentang elemen-elemen yang berpengaruh pada media. Pertama adalah level Individual. Level ini menjelaskan bagaimana individu berpengaruh pada isi media massa. Hal yang dapat diamati pada level ini antara lain, karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang profesio-nal, kepribadian dan sikap, kekuatan di dalam organisasi serta pengalaman (Mc Quail:2011). Jika dikaitkan dengan pilkada di

    sulsel, wartawan dan individu dalam media tentunya memberikan sejumlah warna. Seca-ra individual wartawan memiliki kepentingan politik yang sedikit banyaknya berpengaruh pada tulisan atau berita yang dibuat. Kedua pengaruh rutinitas media. Apa yang diterima media massa dipengaruhi praktik-praktik komunikasi sehari-hari. Rutinitas ini meliputi deadline, kebiasaan kerja serta standar yang digunakan dalam praktik bermedia. Rutinitas ini juga akan berpengaruh terhadap apa yang disajikan oleh media dalam berbagai pelaksa-naan Pilkada.

    Selanjutnya, ketiga adalah level orga-nisasi. Organisasi media memiliki beberapa tujuan termasuk aspek ekonomis. Dalam kerangka kerjanya, organisasi media juga tak dapat dilepaskan dari aspek teknis, manaje-men dan profesional media. Dalam peng-amatan penulis, organisasi media di sulsel memberi konstribusi terhadap agenda yang dimunculkan dalam pemberitaan. Aspek eko-nomis sebagai konsekuensi logis tata kelola industri media sedikit banyaknya memberi warna dalam pemberitaan Pilkada di sulsel. Ini juga sejalan dengan teori gatekeeper yang meniscayakan penyeleksian isu untuk ditam-pilkan media yang melibatkan struktur orga-nisasi media yang kompleks. Keempat yaitu level ekstra media. Level ini menggambarkan betapa isi media juga sangat ditentukan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang ber-ada di luar media. Misalnya pengiklan, kelompok politik, lem-baga sosial, kelompok penekan serta serikat buruh. Termasuk juga pesaing dan lembaga regulator. Kelompok politik dalam level media sebagai aktor politik boleh jadi mendapat porsi yang lebih besar dalam pengaruhnya terhadap media. Kepentingan politik lokal menjadikan media sebagai arena pertarungan ke-kuasaan. Tak jarang kita melihat pertarungan kekuasaan dalam setiap berita yang hadir di media massa.

    Nah, level terakhir adalah idiologi. Idiologi menggam-barkan fenomena tingkat masyarakat. misalnya saja idiologi kapitalis atau sosialis. Hal ini berlangsung dalam sebuah kerja struktur yang dimapankan.

    Komplesitas media dalam hubungannya dengan politik menjadikan media sebagai tempat bersemainya kepentingan. Merujuk pandangan Shoemaker yang melihat beberapa aspek yang berpengaruh atas isi media, menimbulkan pertanyaan. Apakah media mampu menjadi ruang demokratis dalam rela-sinya dengan aktor politik? bagaimana sebenarnya pertarungan antara elit dan kekuatan internal media dalam memperjuangkan kepentingannya?

    Berdasarkan pemaparan di atas, media sebagai aktor poli-tik sulitlah dihindari. Hadirnya adalah sebuah keniscayaan yang menapak dalam setiap konstalasi politik. Secara sosiologis me-dia merupakan arena kekuasaan untuk melakukan dominasinya.

  • 23

    Dominasi inilah yang mengarahkan isi media seirama dengan kepentingan pihak dominan. Pertarungan antara elit politik dan elit media akan menentukan seajuh mana isi dari media. Akhir-nya ada pihak yang mendominasi yang lain.

    MEMBERDAYAKAN KHALAYAK LEWAT LITERACY ME-DIA

    Nah, disinilah pentingnya media literacy sebagai ke-mampuan yang harus dimiliki oleh khalayak. Media literacy didefinisikan sebagai kemampuan mengakses, mengevaluasi, menganalisis isi media yang ada serta menciptakan media sendiri. Melihat media yang selalu memiliki kepentingan (aktor politik) maka sudah sepatutnya khalayak bersikap kritis atas apa yang media sajikan. Termasuk dengan menciptakan media sendiri yang keluar dari frame mainstream media (social media)

    Berharap agar media massa mampu netral dalam prak-tiknya adalah hal yang sulit. Sekarang yang dapat dimaksimal-kan adalah masyarakat atau khalayak media. Selama ini audiens media diposisikan pasif. Apa yang disajikan media merupakan suatu kebenaran. Informasi Pilkada di media juga bagi sebagian pihak dipandang sebagai sebuah kebenaran. Padahal hal itu merupakan tafsir media atas realitas politik.

    Untuk itu, saya menganggap pentingnya literacy media (melek media) sebagai sebuah bentuk pemberdayaan khalayak. Khalayak harus disadarkan akan realitas politik bentukan me-

    dia. Alih-alih memunculkan realitas sebenarnya, media sedang menciptakan realitasnya sendiri. Pada titik inilah literacy media penting untuk khalayak. Kepasifan audience dapat diubah de-ngan mengasah kekritisan yang menjadi tools dasar dari literacy media. Berkaca dari Pilkada di sulsel kemarin, khalayak harus dicerdaskan dengan sajian isi media yang baik. Namun jika hal itu sulit terwujud, maka audienslah yang harus cerdas menang-kap pesan dari media.

    Pembaca/penonton harus selektif menerima informasi politik yang saban hari di produksi media. Lebih jauh lagi kha-layak memahami bahwa media bukanlah institusi netral yang dapat objektif memberitakan/menginformasikan event politik. Khalayak harus memahami bahwa media massa menampilkan hiperrealitas politik yang pseudo. Untuk itulah literacy media sebagai kajian kritis hadir menemukan ruangnya. Kekritisan itu perlu terus dimunculkan kepada publik agar tercipta diskursus yang seimbang. Dengan kehadiran social media saat ini, saya menganggap counter diskursus yang salah satunya melalui soci-al media dapat dimunculkan untuk menciptakan keseimbangan. Keseimbangan dapat dicapai ketika ruang dialektika dirawat dengan baik. Diskursus akan menjadi baik ketika muncul dalam wajahnya yang beragam bukan seragam. Sekarang terpulang pada kita apakah kita mau merawat dialektika media dan khala-yak dalam bingkai literacy media? Ya, semua terserah anda.

    Foto oleh Jung Muham

    mad

  • 24

    Foto oleh Koleksi Pribadi

  • 25

    Profil Teks dan Wawancara oleh Athirah

    Muhammad Zulqamar: setiap orang punya potensi

    Berawal dari kecintaanya dan hobbi nonton film, pria berkacamata satu ini terinspirasi menjadi seorang su-tradara. Kini impian itu telah terwujud. Dia adalah Wawan Muhammad Zulqamar. Pria kelahiran Palu, 18 September 1983 yang akrab disapa kak Wawan ini salah satu alumni jurusan Ilmu Komunikasi Fi-sip Unhas.

    Sejak kecil, ayahnya seringkali mengajak nonton film seperti Bruce lee le-wat kaset VHS di video tape dan film Saur Sepuh, Tutur Tinular dan nonton di bio-skop ketika liburan. Dari kebiasaan itu ke-tertarikan pun timbul, bahwasanya ketika besar kelak dirinya akan bekerja di dunia perfilman dan akan membuat film hasil karyannya sendiri.

    Ketika dinyatakan lulus di Univer-sitas Hasanuddin pada tahun 2002. Satu tahun setelah itu, dia baru menemukan cita-cita sesungguhnya dalam dunia per-filman, dan menyadari menjadi sutradara ada-lah impian, dan tujuan hidupnya selama ini.

    Ke ing inannya menjadi seorang su-tradara ternyata tidak didukung oleh orang tuanya. Hal itu menjadi tantangan terberat ke-tika memulai karirnya di dunia perfilman.Ke-sulitan yang paling be-rat adalah meyakinkan orang tua dan keluarga kalo anaknya tidak ingin menjadi PNS atau kerja kantoran ungkap Wawan.

    Cita- cita yang telah ditekadkan ti-dak hanya sekedar digenggamnya dalam kata-kata. Tetapi kerja keras dengan penuh keyakinan pun dijalani. Tak menunggu waktu lama untuk berpikir, hingga akhir-nya di bulan Agustus 2005, dia memutus-kan dan memberanikan diri magang di-salah satu perusahaan perfilman terkenal

    yang bernama Dapur Film Community di Jakarta untuk memulai karirnya. Ternyata dengan modal keseriusan untuk berke-cimpung di dunia perfilman, tak diduga-nya, dirinya mendapat kepercayaan penuh mendirect sebuah iklan Eskulin Handsa-nitizer dengan durasi 15detik. Saya te-lah diberikan kepercayaan penuh saat itu walupun posisi saya masih sebagai promo director, ungkapnya.

    Berawal dari itu, semangatnya pun terpacu dan yakin jalan kesuksesan-nya telah ada di depan mata untuk terus berkarya. Sekarang Wawan yang menyu-kai nasi pecel ini telah menjadi Feature Film as Asisstant Director dalam berbagai produksi film seperti JombloSinemart (2005), Lentera Merah Rapi Film (2006), The Tarix Jabrix Starvision (2008), Garu-da di Dadaku , Asmara Dua Diana (2008) As Behind The Scene Director, dan Sang Penari Salto film, Indika Picture dan

    Lynx Film (2011) Selain

    menjadi asisten sutradara film di atas, dia juga si-buk menjadi su-tradara film pen-dek (short film as director), sutra-dara video klip (music mideo as director) seperti Cassandra Cinta Terbaik emotion (2011), Piyu feat

    Inna Kamarie Firasatku emotion (2011) dan beberapa video klip lagu Midori Chandra (2013), selanjutnya sebagai sutra-dara Video Iklan (TVC as Director Esku-lin Kids Handsanitizer (2008), Esia (2008), LG GM200 (2008), Tim Indonesia (2012), Rexonamen Do More Camp (2012), Mie Laiker (2013). Terlebih lagi menjadi TVC as Asisstant Director yang mungkin telah ratusan ungkapnya.

    Pria yang hobbi surfing dan jalan- jalan ini mengakui selalu ikut syuting di dalam negeri maupun di luar negeri mem-bentuk dirinya menjadi seorang sutradara seperti saat ini, yang dimulainya sejak ta-hun 2005. Hal ini telah membawa dirinya memperoleh penghargaan Black Cloud (2008) Winning as BEST PSA and Jury Price Award in Global Warming Compe-tition 2008 dan Save Water (2012) Grand Prize Winner in ADB film festival in Phi-lipines 2012.

    Penghargaan dan pengalaman yang dia dapatkan selama ini, tak membuat dia puas. Saat ini saya masih terus belajar dan tidak berhenti mengejar impian saya sela-ma ini life is beautiful struggle dan saya sangat menikmatinya, Ungkapnya semba-ri tersenyum ceriah.

    Impian yang dia maksud adalah membuat sebuah film hasil karyanya sen-diri yang belum terwujud. Sampai saat ini saya masih terus mengejar cita-cita saya, dan untuk mewujudkannya saya harus te-rus berjuang

    Meluangkan ide kreatifnya dalam sebuah film, memberikan kebahagian ter-sendiri baginya agar apa yang ada di ke-palanya, di pikirannya dan apa yang dia rasakan diketahui orang lain. Hal inilah yang memotivasi Wawan terus berjuang untuk membuat film. Hingga akhirnya ta-hap-demi tahap di tahun ini, telah mulai menggarap sebuah film di Thailand, yang akan menjadi film pertamanya.

    Ketika kembali ke Makassar, Kamis (24/9) dan berbagi ilmu dengan mahasis-wa Unhas yang berminat di bidang per-filman, dia mengatakan bahwa hal yang harus setiap orang percayai dalam hidup ini adalah potensi. Percayalah bahwa se-tiap orang itu mempunyai potensi, kem-bangkanlah dengan apa yang kau sukai dan teruslah berkarya, tutupnya.

    Percayalah bahwa setiap orang itu mem-punyai potensi, kem-bangkanlah dengan apa yang kau sukai

    dan teruslah berkar-ya,

  • 26

  • 27

    Interview Teks dan Wawancara oleh Rieski Kurniasari | Foto oleh Dwi Rahmady

    karya yang bermakna buat orang lain itu bikin bahagiaErwin Arnada

    Menurut Anda, film jenis apa yang paling susah dibuat? tanya salah seorang peserta workshop. Si pemateri segera menjawab, Film yang nggak

    ada ceritanya. Seisi ruangan sontak dipenuhi riuh tawa mendengar jawaban tersebut. Erwin Arnada,

    yang kala itu membawakan materi seputar pe-nyutradaraan kemudian lanjut bercerita seputar pengalamannya menyutradarai film. Siapa Erwin

    Arnada?

    Erwin Arnada mengawali karirnya sebagai jurnalis di tahun 1989. Setelah menjadi jurnalis, Erwin menjajal dunia per-filman dengan berperan sebagai produser di berbagai genre film yang sukses di pasaran seperti Tusuk Jelangkung, 30 Hari Mencari Cinta, Jakarta Undercover, dan lain sebagainya. Sempat menghebohkan tanah air ketika dia berani mendobrak arus ma-instream media cetak dengan menjadi pemimpin redaksi maja-lah Playboy.

    Banyak pihak yang cukup gerah dengan kehadiran ma-jalah Playboy saat itu. Hal ini membuatnya dituntut dua tahun kurungan penjara. Selama di penjara, rupanya Erwin semakin produktif berkarya. Riset yang sebelumnya dia lakukan untuk artikel sebuah majalah dimaanfaatkan menjadi bahan untuk pembuatan novelnya Rumah Seribu Ombak. Setelah bebas, no-vel tersebut kemudian diangkat ke layar lebar dan Erwin sendiri yang menjadi sutradaranya.

    Pada saat workshop yang diadakan September 2013, Er-win mengawali dengan pembahasan seputar Form Follow Fun-ction. Sebuah prinsip yang lebih dulu diterapkan di dunia arsi-tektur ini menjelaskan tentang bagaimana menyalurkan emosi dari filmmaker ke penonton. Sebelum acara dimulai, Erwin me-nyempatkan diri untuk berbincang dengan Tim Baruga seputar karyanya dan dunia perfilman.

    Buku Anda yang terkini, Rabbit versus Goliath ber-cerita tentang apa?Pengalaman dari pertama saya jadi wartawan sampai saya le-pas penjara. Jadi, isinya gimana FPI, gimana saya di penjara, pengalaman saya di penjara, di-gebukin orang, diancam ini-itu, diperas. Ya, macem-macem ter-utama suka dukanya. Bukunya sudah selesai, tapi belum keluar.

    Kabarnya akan difilmkanoleh Amerika?Iya, sudah dibeli right filmnya sama Amerika. Mereka kan ka-lau shooting film lama, karena produksinya bisa sampai berta-hun-tahun. Belum tahu kapan terbitnya, karena saya sudah le-pas haknya. Saya jual copyright nya, olehnya mereka yang akan garap.

    Basic Anda dari jurnalis, terus jadi produser dan sutradara. Itu sebenarnya belajar dari mana?Otodidak. Pada saat saya jadi jurnalis itu kan saya diminta banyak untuk jadi publicist. Bikin media release dan acara press conference dari bebera-pa teman produser. Jadi, saya belajar sedikit-sedikit gitu loh. Pada saat Jelangkung di tahun

    2000, saya yang ngurusin dis-tribusinya semua. Belajar jadi produser, distribusi dan promo-si. Setelah itu, saya mulai berani bikin sendiri (film). Memprodu-seri Tusuk Jelangkung. Setelah itu menjadi sutradara di Ru-mah Seribu Ombak dan Jejak Seribu Hujan. Habis itu mung-kin saya balik lagi ke produser. Cuman mo ngetes aja sih, bisa nggak saya nge-direct.

    Kenapa selalu ada kata se-ribudisetiapjudulfilm?Semua orang nanya gitu. Saya tuh dari kecil, apalagi bulan puasa, selalu didongengin sama ibu saya. Saya deket banget sama ibu saya. Habis sahur, pas udah mau tidur walaupun su-dah SMA sampai kuliah, saya mau tidur di sebelah ibu saya. Karena habis sahur, subuh, dia ngaji. Suara ngaji ibu saya tuh buat saya rekaman yang luar biasa dan (dia) selalu cerita ten-tang betapa hebatnya malam seribu bulan. Malam seribu bu-lan itu, buat saya amat sangat indah. Frase yang berkesan. Jadi, saya ngambil maknanya dari sana aja.

    Dalam film Rumah Seri-bu Ombak, apa yang ingin Anda sampaikan?

  • 28

    Ada satu statement yang ingin saya sampaikan dalam film ini, desa itu gak banyak dikenal di Bali. Saya ngelihatnya gini, orang kan kalau lihat Bali yang bagus-bagus. Buleleng. Saya pingin ada sesuatu yang berubah seperti di Rumah Seribu Ombak. Nelayan-nelayannya, serta kasus pedofilnya itu merubah orang. Jadi, ada dampak positif buat pemain? Pertama, (pemain) anak-anak Singaraja kemarin menang FFI. Kepercayaan diri mereka bertambah dan juga lebih dihargain. Itu desanya miskin sekali, kemudian ada yang yang memberi beasis-wa untuk sekolah. Buat saya itu kan suatu berkah dan kita bisa bantuin orang. Yang bikin bahagia itu, kita bisa bikin makna buat orang lain dari karya kita.

    DiIndonesia,menurutAndafilmdengangenreapayangbagus berkembang?Pada dasarnya, semua film punya pasarnya sendiri-sendiri. Se-

    hingga semua film punya kesempatan yang sama untuk berkem-bang. Hanya saja karena pasar remaja di sini besar, jadi itu yang kelihatannya menonjol. Jadi, cerita-cerita drama remaja yang me-nonjol. Soal bagus atau enggaknya tergantung. Banyak juga dra-ma remaja yang diproduksi dan banyak juga yang jelek. Anda punya batasan genre tertentu dalam menonton film?Kalau saya, harus nonton semua film karena buat masukan kan? Nggak boleh membatas-batasi kalo filmmaker gitu. Kadang-kadang kan kita bikin film gak gitu mulu. Kadang-kadang kita bikin film horror, drama, komedi, musikal. Kalau kita gak nonton film yang lain, kita gak belajar film yang bagus itu kayak gimana. Upin Ipin saja saya nonton. Upin Ipin itu bagus, karakternya kon-sisten.

    Menurut Anda, film di Indonesia sekarang ini gettingbetter or not?Getting worse. Dari jumlah penonton ya. Secara kuantitas, sema-kin banyak film yang diproduksi. Di tahun 2013, kita mungkin produksi 90 100 film. Itu dari segi kuantitas produksi, tapi dari jumlah penonton makin lama makin nggak ada. Jadi, secara bisnis itu semakin memburuk. Secara kualitas, saya sih melihatnya seka-rang nggak begitu baik.

    Saranbuatyangbelajarbikinfilm?Sarannya, salah satunya jangan pernah nonton sinetron. Itu nga-sih referensi buruk buat film making. Gimana kita mau nge-direct, karakter, itu tuh nggak bagus. Kedua, harus banyak referensi, ba-nyak nonton film, banyak baca buku. Sama jangan pernah nunggu untuk mulai. Pada saat punya ide cerita langsung ngerjain. Jangan

    nunggu sempurna. Ada ceritanya, pemain belum ini, pemain be-lum lengkap. Itu kan nunggu sempurna. Ntar nggak jadi-jadi. Ka-lau mau mulai sesuatu nggak usah nunggu sempurna. Yakin aja.

    Lebih dekat dengan :Erwin Arnada

  • 29

  • Foto oleh Jung Muhammad

    K A L E D I O S K O P

    Pengurus Kosmik 2013/2014 bersama Kaisar Kosmik, Hajir Muis berfoto bersama di pelantikan pengurus pada 27/3/2013.

    Komisi Hubungan Internal memaparkan program kerja dalam Rapat Komisi di Rapat Kerja pengurus Kosmik di Tanjung Bayang pada 31/3/2013.

    Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan Kaisar Kosmik membuka ke-giatan pelatihan kepenulisan Timelines yang diadakan Biro Baruga pada 10/5/2013.

    Muhammad Ridwan memberikan materi dalam Basic Course Of Photography (BCOP) yang diadakan Oleh Kifo Kosmik pada 14/6/2013.

  • K A L E D I O S K O P

    Warga Kosmik memberikan persembahan lagu dalam Kosmik Ter-race Party (KTP) pada 31/5/2013.

    Mahasiswa baru ilmu komunikasi 2013 mengikuti Penyambutan dan Penerimaan Mahasiswa Baru (P2MB) pada 21/8/2013.

    Ayu Adriyani memberikan pemaparan men-genai Biro Baruga dalam Sosialisasi Biro pada 9/9/2013.

    Peserta Figur bersemangat mengikuti materi yang dibawakan oleh Idris Muhammad dalam kegiatan Forum Inisiasi Unik dan Radikal (FIGUR 2013) pada 27/10/2013.

  • 32

    Lintas

    Life Style Effect : MEMOTRET LEMBANNA MEMOTRET KEHIDUPAN

    Foto oleh Taher Rabbani

  • 33

    Life Style Effect : MEMOTRET LEMBANNA MEMOTRET KEHIDUPAN

    Tepat pada hari orang-orang menyebutnya weekend, waktu untuk para bos korporasi dan petinggi nega-ra mungkin bermain golf di lapangan yang dulunya hutan, namun kini menjadi hamparan rumput tera-

    wat tempat para kaum kapitalis melawat. Tak peduli hutan dipangkas, toh mengira bisa diperbaiki dengan menampakkan wajah pada iklan layanan masyarakat.

    Ya, karena ekonomi menjadi penentu atas kekuasan tanah dan sumber daya.

  • 34

    Foto oleh Muhammad Akram

  • 35

    Tak seperti pagi biasanya. Tak ada pekik klakson, asap knal-pot dan orang-orang gusar memadati jalan karena tercekik oleh aktivitas tak bisa ditolak. Tenaga dan waktu ditadah oleh

    korporasi yang berkompetisi untuk sebuah produktivitas, meski harus memangkas alam dan dampaknya kembali ke alam pula, sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung.

    Di sebuah tempat, di sudut Kota Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebuah dusun atau tepatnya lingkung-an yang menggunakan asas desentralisasi, bernama Lembanna. Masih bersanding dengan kesunyian pagi, matahari datang me-nyubtitusi dinginnya subuh menjadi kesejukan pagi. Angin ber-hembus, menari diantara dahan pinus, lalu menyapa kulit, seo-lah mengucapkan selamat pagi. Burung berkicau merdu. Ya lebih baik dari suara gaduh para presenter acara musik pagi di televisi.

    Senyum dari bibir penduduk menjadi tanda keramahan. Selain itu mereka masih sangat menjaga semangat gotong ro-yong. Air bersih untuk keperluan minum dan mandi misalnya, tak seperti memperoleh cinderamata dari acara pernikahan dan proses mengerjakannya pun tak seriang orang bernyanyi di ka-mar mandi, tapi diperoleh dengan usaha dan gotong royong yang kuat melalui swadaya masyarakatnya. Begitu juga dengan penga-iran untuk pertanian, meski bersumber dari tempat berbeda tapi proses pengerjaannya sama.

    Terlihat pula bermacam-macam bangunan, mulai dari rumah semi permanen sampai rumah permanen, masjid dan sekolah dasar, namun tak ada bangunan dengan arsitektur me-nonjol. Rumah-rumah yang dijadikan para pendaki untuk ber-istirahat sejenak atau menginap sebelum dan sesudah mendaki.

    Vegetasi disekitarnya juga sangat indah, hamparan ladang dengan kesegaran warna sayuran sebagai pemantik membuat se-buah kisah indah untuk mata. Bias matahari dari balik gunung Bawakaraeng menemani langkah petani ke ladang. Di balut pa-kaian lusuh, beralaskan boot anti air serta topi jerami sebagai pe-lindung kepala, para petani bekerja di ladang seharian. Keringat di wajah seolah menjadi saksi keseharian.

    Dengan tinggi kurang lebih 1700 mdpl, Lembanna menjadi pemasok sayuran hortikultura, seperti wortel, sawi, tomat, kentang dan daun bawang. Dengan jangka waktu panen berbeda-beda, 45 hari sampai 120 hari, tergantung jenis sayuran. Hasil Panennya juga berbeda, banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya cuaca dan permintaan pasar karena tingkat komodi-ti masyarakat. Meski kebanyakan orang-orang di kota mungkin tak pernah bersentuhan langsung dengan lahan dan hutan di da-erah tersebut. Namun, pola konsumsi berlebihan sangat berdam-pak pada pengikisan hutan untuk pelebaran lahan perkebunan.

    Banyak hal sederhana terlihat di tempat ini, mungkin bagi sebagian orang bukanlah hal penting untuk peduli terhadap fe-nomena kecil, tapi banyak dari kita yang masih bisa mengon-sumsi sayuran dan sebagainya tanpa harus menanamnya sendiri. Bukankah kita adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan alam? belajar dari perilaku dasar manusia yang dekat dengan tanah mungkin bisa menjadi awal untuk sebuah kepe-dulian nyata, karena sesungguhnya kita adalah anak murid dari masyarakat. (Aslam)

    Foto oleh Amal Darmawan

  • 36

    Lintas

    australia :tentang bagaimana

    keberagaman dihargaiPenantian panjang itu akhirnya usai juga. Sebuah panggilan telepon berupa pengumuman kelulusan bagaikan pelepas dahaga di siang yang panas dan

    kering. Pemberitahuan yang berhasil mencoret satu poin dari daftar penjang impian yang ha-

    rus dicapai. Tempat-tempat yang tadinya hanya tertempel di dinding kamar akhirnya akan segera

    saya kunjungi, Australia.

    Ya, siang itu saya resmi menjadi satu dari 15 delegasi yang berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar yang diselenggarakan atas kerja sama Universitas Hasanud-din dan University of Technology, Sydney. Saya dan 14 peserta lainnya berhasil menyingkirkan 160 calon peserta yang punya mimpi dan usaha yang sama.

    Bayangan tentang hal-hal yang menyenangkan yang akan saya dapat di sana pun tidak bisa tahan. Namun di sisi lain, ke-khawatiran bagaimana nantinya sikap orang-orang di sana ter-hadap pendatang yang memeluk agama islam pun tidak bisa saya elak.

    Namun pada akhirnya, segera setelah saya menginjakkan kaki di negeri Kangguru, saya percaya tidak ada yang harus di-khawatirkan di sini. Pernah suatu waktu, seorang teman meng-

    ajak saya menunaikan sholat di Multifaith Rooms. Ruang yang terletak di pojok, dekat Cafe dan Queer Space.

    Saya yang masih diselimuti kesenangan sebab baru saja menyantap makanan paling nikmat selama dua hari di Sydney pun terkejut. Dugaan bahwa agak sulitnya menemukan tempat sholat di sini pun terbantahkan. Saya bersama beberapa Delegasi Program Pertukaran Pelajar Universitas Hasanuddin-University Technology, Sydney bergegas menuju ruang Multifaith Rooms.

    Disana, terdapat beberapa bilik yang menjadi tempat ber-ibadah masing-masing penganut agama. Di sudut yang lebih da-lam barulah kami menemukan bilik khusus umat muslim. Sisters Pray Room, tertempel tepat di pintu ruangan yang berwarna biru sebagai penanda ruangan ini. Tanpa berfikir panjang lagi, kami-pun menyegerakan mengambil air wudhu yang letaknya tepat di depan bilik mushallah.

    Di bilik inilah kami mendirikan shalat dan bertemu ma-hasiswi-mahasiswi muslim yang berasal dari berbagai negara, se-perti Arab, India, Bangladesh, Malaysia, dan pastinya Indonesia. Sebagian besar dari mereka tergabung dalam komunitas muslim kampus yang bernama University of Technology, Sydney Muslim Society (UTSMS).

    Mengobati rasa penasaran saya akan tempat ini, seusai menunaikan shalat saya bergegas keluar dan berjalan di sekitar area Multifaith Rooms. Di tempat ini, saya melihat Australia dalam skala kecil. Betapa tidak, Australia yang terkenal dengan penduduk yang berasal dari berbagai macam ras dan agama, da-lam satu waktu dapat saya temui disini. Kampus ini memang di-

    Foto oleh Koleksi Pribadi

  • 37

    rancang untuk menjadi tempat yang adil bagi mereka yang beragam.

    Dalam perjalanan menuju ruang kelas, saya teringat akan ke-khawatiran yang sempat memenuhi pikiran saya tentang bagaimana sikap masyarakat Australia terhadap pen-datang yang memeluk agama Islam dan berjilbab. Bagaimana saya harus tetap menjalankan kewajiban saya sebagai umat muslim meskipun saya menjadi minoritas di tempat ini. Ke-khawatiran-kekhawatiran ini terus membayangi sebelum berangkat ke Negara Kangguru ini. Dan sekarang, kekhawatiran ini pun terhapus sudah.

    Waktu terus merangkak pasti. Hampir dua pekan kami telah berada di Sydney. Tidak dapat dipungkiri, rasa penat pun tak bisa kami elakkan. Kami memutuskan untuk mengun-jungi Pantai Coogee. Di Dolphin Point, ada sebuah patung perunggu setinggi empat meter yang merupa-kan memorial tewasnya dua puluh warga Australia yang bermukim di sekitar lingkungan Coogee pada pe-ristiwa Bom Bali.

    Tidak dapat dipungkiri sejak peristiwa 9/11 pandangan masyara-kat dunia, termasuk Australia, me-munculkan istilah baru yang selalu dikaitkan dengan Islam, Teroris. Pe-nyerangan Bom Bali pada tahun 2002 semakin memperparah keadaan. Ke-takutan akan laki-laki berjenggot dan perempuan berhijab yang berkeliaran di jalanan semakin menjadi-jadi.

    Ketakutan ini pun berimbas pada tidak sedikit umat muslim di Australia, terlebih untuk perempuan yang berjilbab. Inilah yang saya dan teman-teman saya dapatkan. Sore itu, saya dan teman-teman saya ber-jalan bersama-sama, berbaur dengan orang-orang Sydney dan juga penda-tang lainnya. Ya, hari itu adalah hari perayaan The Navy Fleet Review yang jatuh pada tanggal 5 Oktober 2013. Menyaksikan kembang api terbesar selama 25 tahun terakhir di Sydney ini membuat perasaan bahagia mem-buncah tak tertahankan.

    Namun tiba-tiba saja, seorang perempuan berjilbab, mengenakan penutup wajah yang menutupi hi-

    dung dan mulutnya, mendekati saya. Dia adalah teman perempuan saya. Kesehatan yang terganggu memang membuat dia harus menggunakan penutup wajah. Ia menggerutu kesal. Beralasan memang. Ia mengaku bahwa seorang lelaki, tiba-tiba saja mengarahkan kamera tepat di depan wajahnya. Dan tanpa ada kata, lelaki itu berlalu be-gitu saja sambil tertawa-tawa. Tidak hanya itu. Saat sedang menunggu kembang api, teman saya mengaku diusir dari tem-patnya duduk. Hingga harus berpindah tempat tiga kali. Ka-rena kesal, akhirnya ia pulang ke hostel.

    Bisa jadi, kejadian ini hanya satu dari sekian banyak perlakuan kurang mengenakkan bagi penda-tang ataupun masyarakat muslim di Asutralia. Pasca bom Bali, misalnya. Kabarnya, saat itu seorang wanita bercadar bahkan dipaksa membuka cadarnya untuk identifikasi tanda pe-ngenal.

    Australia yang hidup di atas keberagaman memang rentan de-ngan perlakuan-perlakuan semacam ini. Pemerintah Australia pun sudah lama berupaya untuk mengintegrasi-kan perbedaan-perbedaan yang ada di Australia dengan berbagai cara. Salah satunya, pemerintah Austra-lia menyediakan ruang bagi orang-orang non-kulit putih dalam sistem perekrutan pegawai-pegawai pela-yanan publik, contohnya polisi dan petugas bandara.

    Berada di Australia selama tiga minggu membuat saya belajar mengerti dan memahami banyak hal. Menjaga sikap menjadi kunci yang paling utama untuk para pendatang. Tentunya bukan hanya ketika di Aus-tralia, tapi juga di berbagai tempat-tempat baru yang kita kunjungi. Pada dasarnya, tidak ada yang perlu dikha-watirkan saat menjadi pendatang di Australia. Toh, waktu mengajarkan kita, bagaimana keberagaman terus dimaknai dan dihargai. (Rahma)

  • 38

    Budaya Teks oleh Ayu Adriyani & Jayanti Simanjuntak | Foto oleh Kaderia Iqbal

    Adat ManamiAdat Manami adalah salah satu sarana masyara-kat di garda terdepan utara Indonesia melang-

    gengkan diri dengan alam. Miangas, ya Miangas. Di tempat inilah, adat manami terus dijaga.

    Miangas, nusa di ujung utara Indonesia ini berbatasan laut dengan Philipinalebih dekat dengan Philipina dan tetap Indonesia. Miangas yang salah satu artinya adalah mena-ngis karena letaknya yang jauh, sehingga terkadang akses me-nujunya menghalangi distribusi sarana dan prasarana kehidupan ke tempat ini memiliki kekayaan bahari yang sangat melimpah. Letaknya yang mengapung di atas bentangan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, membuat berbagai biota laut dapat dengan mudah dijumpai, tuna, lobster, baboca (gurita), ular laut, dan ke-tam kenari misalnya.

    Tak hanya itu, di atas tanah yang kerap kali menjadi sak-si laut yang kadang berubah garang dan angin yang berhembus ganas ini menjadikan kopra sebagai salah satu komoditas utama untuk tetap membuat masyarakatnya bernafas. Dikaruniai keka-yaan alam yang melimpah tidak membuat masyarakat Pulau Mi-

    angas menjadi rakus dalam mengambil hasil alam. Masyarakat di pulau ini sangat memegang teguh adat istiadat, termasuk dalam hal mengelola hasil alam. Nah, Adat Manami lah yang menjadi salah satu pegangan dalam mengelola hasil alam di Pulau Mi-angas.

    Pada dasarnya, upacara adat Manami merupakan masa ikan dipanen secara bersama-sama. Dengan berkiblat pada bu-lan purnama tepatnya pada Bulan Januari hingga bulan Mei. Upacara ini pun dilaksanakan dengan berbagai prosesinya pada satu hari yang disepakati bersama secara adat. Dulunya, menu-rut tetua adat kita, Manami dilaksanakan di bulan Januari hingga April. Tapi hari ini sudah agak bergeser. Karena biasanya, ada tamu-tamu dari luar Miangas yang khusus datang untuk liat Manami ini. Seperti Pemerintah pusat misalnya, jadi ditunda lagi, ditunda lagi. Sekarang bisa sampai Mei atau bahkan Juni, Ungkap Mama Tina salah seorang warga MiangasMama, Papa adalah panggilan yang lebih mengakrabkan para pendatang de-ngan warga Miangas. Terkhusus untuk kami, Mahasiswa KKN Unhas Gelombang 85.

    Penentuan jadwal kegiatan Manami ditetapkan dalam pertemuan adat antara Mangkubumi I (Ratumbanua) dan II (Inangbanua) masing-masing dengan wakilnya, disertai kepala

    menikmati sajian bahari di ujung nusa

  • 39

    suku, pemuka agama, pemerintah desa dan camat. Biasanya pertemuan tersebut dilakukan di bulan Januari dan saat itu-lah dibahas mengenai waktu pelaksaan upacara Manami.

    Manami dilaksanakan di dua pantai di Miangas. Ya-itu Pantai Wolo dan Pantai Liwua. Oleh karenanya, selama waktu awal manami hingga waktu akhirnya ditetapkan, akan berlaku eha (larangan). Eha ini menjadi masa larangan bagi masyarakat di Pulau Miangas untuk mengambil hasil laut disekitar dua pantai itu.

    Eha dilaksanakan bukan tanpa tujuan. Sekalipun di penghujung waktu manami, pesta menanti untuk saji-an bahari yang melimpah, keharmonisan alam tidak boleh diabaikan. Selama eha berlangsung, tidak boleh ada gang-uan apa pun, termasuk masyarakat yang ingin berkunjung ke kedua pantai tersebut. Dipercaya bahwa, suasana tenang, tanpa adanya gangguan akan memberi kesempatan kepada ikan-ikan untuk berkembang biak secara sempurna. Hal ini dilakukan agar hasil alam tersebut tidak cepat habis dan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya sekalipun telah diambil berbondong-bondong oleh warga Miangas setiap tahunnya. Hari ini, di banyak tempat di muka bumi, banyak dari kita yang hanya tahu mengambil, tanpa tahu caranya menjaga dan melestarikan hingga kita alpa dari teropong masa depan. Seakan alam akan terus berbaik hati memberi dengan segala kelimpahan.

    Tidak main-main, larangan yang dilanggar akan beru-jung denda. Jika kedapatan ada warga yang melanggar, maka akan dikenakan denda sebesar 500.000-1.000.000 Rupiah. Uang hasil denda tersebut akan dikelola oleh penatua adat untuk keperluan adat. Selain mendapat hukuman denda, tiap

    orang yang melanggar akan dikenakan hukuman tambor, yakni diarak keliling Pulau dengan diiringi oleh tabuhan drum sambil mengaku dan meminta maaf dengan mengguna-kan bahasa asli Miangas. Hukuman ini berlaku un-tuk semua orang. Adat di Miangas sangat dipegang teguh dan tidak meman-dang bulu, siapapun yang bersalah harus dihukum sesuai ketentuan dan adat yang berlaku.

    Di bulan Mei-Juni, air laut yang mulai surut dan Bulan Purnama menjadi penanda bahwa masa eha sudah berakhir. Dilakukan acara memo-tong tali hutan yang dia-dakan tiga hari sebelum ritual acara manami digelar. Pada tali itulah janur (daun kelapa muda) dililitkan sampai membentuk ekor ikan yang disebut sammy dalam bahasa setempat. Selain itu, yang harus disiapkan adalah saringan dan jaring yang berbentuk segi empat yang terbuat dari janur. Jaring yang terbuat dari janur tersebut digunakan untuk menjebak ikan.

    Di Miangas penangkapan ikan dilakukan oleh masyara-kat yang dibagi kedalam empat kelompok kerja. Masing-masing dua kelompok kerja akan bersama-sama membuat janur yang nantinya akan digunakan untuk menangkap ikan. Dua kelom-pok, membuat janur yang akan digunakan di Pantai Liwua, dan dua lainnya digunakan di Pantai Wolo. Panjang janur yang dibu-at bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meter.

    Seluruh warga yang ada di Pulau Miangas harus ada di lokasi upacara Manami pada saat upacara manami berlangsung, baik orang tua, dewasa, anak-anak, bahkan pendatang sekalipun. Sejak pukul 08.00 WITA, seluruh warga sudah berkumpul di Pantai Wolo. Seluruh warga memegang janur yang sebelumnya telah dibuat. Setelah menunggu air surut, semua laki-laki (ke-cuali anak-anak) sudah turun ke laut. Ketika air laut kira-kira sudah sampai di leher, seluruh suku yang dibagi kedalam empat kelompok kerja akan turun untuk menangkap ikan secara ber-samaan setelah mendapati kode. Kedua kelompok yang ada di pantai ini akan turun secara bersamaan setelah mendapati kode. Biasanya dengan senjata. Yang memberi kode adalah Tentara bi-asanya. Nah kalo ada bunyi tembakan langsung turun serentak, Ungkap Papa Kamurahan salah seorang warga Miangas.

    Setelah semua ikan telah terkumpul, biasanya yang diberi kesempatan pertama melepaskan tombak pertama ke arah ikan yang tertampung adalah pejabat. Sementara alat yang biasa di-gunakan untuk menombak adalah jubih (panah laut). Nah, Ikan hasil tangkapan itu kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh warga. Namun satu yang tidak boleh dilakukan pasca Manami ini adalah menjual ikan hasil tangkapan pada saat Manami. Hal ini merupakan aturan adat yang ada. Melanggar berarti kena hu-kuman.

    Upacara adat manami adalah pesta bersama sebagai wu-jud rasa syukur atas ke-baikan alam untuk segala sajiannya. Melalui upaca-ra manami, maka seluruh masyarakat bisa kembali berkumpul bersama-sama dan memupuk kembali kesadaran kolektif bahwa kebersamaan, saling bantu, bekerja sama, senantiasa harus dihadirkan.

    Bekerja sama, sa-ling bantu membantu un-tuk mencapai satu tujuan. Sederhana memang, me-nikmati hasil alam secara bersama, memanen ikan.

    Namun tidak jarang di muka bumi ini, kita tidak perlu hal-hal rumit untuk kembali merayakan kebersamaan. Ya, Banyak nilai yang bisa dipetik dari upacara manami ini. Salah satunya adalah kegotong royongan yang hari ini nyaris menjadi dongeng sebe-lum tidur di Negeri ini.

  • 40

    Technoside Teks oleh Siti Rafika

    Persaingan sistem operasi iOS besutan Apple dengan Andro-id milik Google selalu memberikan kesan tersendiri. Mulai dari perang paten sampai perang produk, banyak kisah yang sebenarnya merupakan persaingan dua platform yang kini tercatat paling banyak digunakan. Yang membuat persaingan antar kedua teknologi ini menjadi menarik bukan hanya fitur-fitur yang ditawarkannya saja.

    Persaingan antar kedua Operating System (OS) ini mengingatkan kita kembali pada persaingan antara OS Mac dan Windows pada awal tahun 90an lalu. Dalam hal ini, OS yang diproduksi oleh satu perusahaan saja dan bersifat tertutup (iP-hone), sementara sistem yang lain dapat dipakai pada berbagai macam handphone buatan perusahaan manapun (Android).

    Kala itu Apple membanggakan sistem operasi Macintosh yang dibuatnya, sistem operasi ini menawarkan penggunaan Mouse dan GUI (Graphical User Interface) seperti yang kita gunakan saat ini jauh sebelum Windows memperkenalkannya. Pada saat Apple mengenalkan GUI dalam Macintosh, Microsoft masih berkutat dengan sistem operasi DOS. Lalu Microsoft mengeluarkan sistem operasi Windows yang menawarkan GUI. Hal ini kemudian menjadi perdebatan antara Apple dan Mic-rosoft karena Apple mengklaim bahwa merekalah yang mencip-takan GUI, dan menuding Microsoft meniru mereka.

    Namun pada akhirnya memang penjualan Windows jauh mengalahkan penjualan dari Macintosh. Hal ini bukan semata karena sistem operasi Macintosh kalah dibandingkan dengan Windows saja, tapi strategi pemasaran yang keliru serta terbukanya sistem Windows yang membuat menang. Kala itu hingga hari ini, Macintosh hanya diproduksi oleh Apple saja. Sedangkan Windows, hampir semua komputer rakitan bisa menjalankan Windows. Hal ini menyebabkan harga jual Windows yang lebih murah dan lebih menarik bagi kebanyakan orang.

    KEMBALI KE TAHUN 2010.

    Saat ini terkecuali di Indonesia, penjualan iPhone dan Android mengalami peningkatan yang pesat dan terjadi persa-ingan yang ketat antara keduanya. BlackBerry pun kewalahan

    iOS vs

    androidmenghadapi peningkatan penjualan kedua sistem ini. Pada beberapa waktu yang lalu, di Amerika Serikat, BlackBerry memangkas harga jual BlackBerry Torch jauh dibawah harga awalnya karena kalah bersaing dengan iPhone 4.

    Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah siapa peme-nangnya? Memang kalau dilihat pangsa pasar pada saat ini, pen-jualan iPhone masih sedikit di atas Android, tapi perkembangan Android yang sangat pesat memungkinkan sistem operasi berlogo robot hijau ini untuk menyalip penjualan iPhone.

    Memang agak kurang adil membandingkan penjualan Android dan iPhone, karena dilihat dari variasi handphone yang ditawarkan Android menawarkan lebih dari 30 macam variasi model handphone dari berbagai pabrikan (Samsung, Motorola, HTC, bahkan Nexian). Sedangkan iPhone hanya menawarkan 2 macam tipe saja saat ini (iPhone 3Gs dan iPhone 4). Namun bagaimanapun salah satu ukuran kesuksesan adalah tingkat penjualan.

    Apple tentu sudah belajar banyak dari kesalahan dan kekalahan mereka dari persaingan Mac dan Windows. Tetapi hingga saat ini belum ada langkah dari Apple untuk memperlu-as pembuatan iPhone seperti halnya Android. Saat ini strategi yang dilakukan oleh Apple adalah dengan memperluas peng-gunaan iOS pada iPad, sebuah tablet PC yang dioperasikan dengan touch screen sepenuhnya. Namun hal ini lagi-lagi juga diikuti oleh Android yang mulai memperkenalkan beberapa tablet andalannya.

    Belum lagi dalam setahun ke depan, persaingan Apple dengan iOS-nya dan Google dengan Android-nya nampaknya akan semakin memanas. Untuk melibas Apple, Google akan menggenjot kehadiran 1 miliar smartphone dan tablet berbasis Android. Dengan berbagai produk yang didukung oleh Android dan berbagai tingkatan harga yang ditawarkan, membuat para konsumen cenderung lebih memilih Android.

    Baik Android maupun iOS keduanya masih akan tetap melakukan persaingan ketat. Secara umum, Android akan terus berkembang mengingat usianya yang relatif baru namun jang-kuan pemasarannya sudah sangat luas. Akan tetapi, bagi para penggila belanja aplikasi berbayar akan tetap menjadi sasaran marketing iOS.

  • 41

  • 42

    Regenerasi menjadi sebuah keniscayaan dalam sebuah negara. Regenerasi merupakan langkah paling penting dalam proses pembangunan nasional. Layaknya sebuah organisasi, rege-

    nerasi adalah nafas. Masa depan sebuah negara bergantung pada kesuksesan proses regenerasi yang akhirnya akan bermuara pada lahir dan tumbuhnya bibit-bibit pemimpin masa depan, pemu-da.

    Memulai meneropong masa depan adalah pekerjaan yang harus dilakukan hari ini. Agar regenerasi tidak sekedar mem-perbanyak maka hal ini membutuhkan peningkatan partisipasi para pemuda dalam kegiatan po-litik sejak hari ini demi keber-langsungan bangsa yang jauh lebih cerah di masa depan.

    Disadari bahwa partisi-pasi aktif dalam isu-isu penting akan meningkatkan kesadaran politik para pemuda. Hal ini secara sadar menjadi batu lon-catan untuk mempersiapkan pe-muda dengan segenap kemam-puan dalam mengembangkan dunia dan jiwa kepemimpinan yang lebih baik. Partisipasi ak-tif juga akan melengkapi kema-tangan para pemuda dalam partisipasi kegiatan politik melalui pengalaman dalam membuat kebijakan. Hal ini tentunya menja-di kualitas penting bagi pemimpin masa depan.

    Namun sayangnya, sebagai salah satu negara yang ber-

    Komunitas Teks oleh Raeza Syafitri dan Shella Shalsabillah

    Parlemenmudaindonesia turut andil untuk mengertipedoman pada asas-asas demokrasi terbesar di dunia, ang-ka golongan putih (golput) di kalangan pemilih muda masih terbilang tinggi. Lembaga Survey Indonesia memprediksikan akan ada sebanyak 50% pemilih muda yang memilih untuk golput pada Pemilu 2014 nantinya. Hal inilah tentunya yang harus disikapi secara serius di atas tanah Indonesia ini.

    Berdasar pada masalah yang jelas, Indonesian Futu-re Leaders (IFL) pun tergerak untuk mengomandoi Parlemen Muda Indonesia. Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam pemberdayaan pemuda dalam tiga pilar aksi ya-itu (1) Pengembangan Kapasitas Pemuda; (2) Kegiatan Layanan Masyarakat; (3) Advokasi isu yang berkaitan dengan pemuda menganggap bahwa Parlemen Muda Indonesia bukan sekedar kegiatan simulasi atau seminar, tetapi ajakan bagi generasi pene-rus untuk melihat apa yang bisa dibenahi dalam politik domestik di negeri ini.

    Potret politik bersih hari ini masih lebih difokuskan pada individunya. Nah, di Parlemen Muda kita lebih menumbuhkan kepedulian yang tidak berdasar tokoh. Karena kami sadar bah-wa jika fokus kita hanya ke tokohnya, maka ketika tokohnya hi-lang, politik jadi sesuatu yang sudah tidak punya daya tarik lagi. Karena sesuatu yang menarik di dalamnya sudah tidak ada lagi.

    Jadi Parlemen Muda lebih mene-kankan pada pemahaman bahwa politik itu memang penting oleh karenanya kamu harus terlibat dan lebih peduli terhadapnya, Ungkap Andhyta Firselly Utami selaku Ketua Pelaksana Parle-men Muda tahun ini.

    Memasuki tahun ke-dua, Parlemen Muda Indone-sia berambisi untuk mengajak serta menggaungkan semangat pemuda Indonesia untuk men-jadi lebih peka terhadap, pa-ham tentang dan percaya dalam

    parlemen sebagai salah satu pilar sistem politik dalam negeri. Tidak hanya itu, Parlemen Muda pun menaruh harapan besar atas semangat pemuda Indonesia untuk lebih berpartisipasi ak-tif dalam demokrasi serta proses pembangunan nasional secara

    Ceritakan, maka aku lupa. Tunjukkan, mung-kin aku akan ingat. Libatkan, maka aku pasti

    mengerti Anonim-

  • 43

    keseluruhan.Ketua Pelaksana Parlemen Muda yang lebih akrab disapa

    Afu ini menjelaskan bahwa perhelatan Parlemen Muda di tahun pertama berbeda dengan pelaksanaannya di tahun kedua. Di tahun pertama, tujuan Parlemen Muda lebih menekankan pada pemberdayaan anak muda dan mendengar aspirasinya. Sedang-kan di tahun kedua ini, Parlemen Muda ini lebih menekankan pada edukasi politik. Hal ini menjadi salah satu alasan dalam setiap roadshownya dan di berbagai rangkaian acaranya selalu terselip pesan kalau anak muda harus lebih terlibat dan peduli dengan politik hari ini.

    34 Anggota Parlemen Muda yang mewakili setiap Pro-vinsi di Indonesia akan mengikuti rangkaian kegiatan seperti pembangunan kapasitas, konsultasi regional, dan diskusi mul-tiarah menuju Majelis Pemuda Umum yang berlangsung akhir Januari 2014. Anggota Parlemen Muda merupakan komponen sangat penting yang nantinya akan melanjutkan komitmen ini-siatif yang dicanangkan di Jakarta kembali ke Provinsi yang di-wakilinya.

    Adapun masa bakti untuk satu angkatan Parleme