bar

23

Click here to load reader

Upload: suryaningsihkesdam

Post on 14-Aug-2015

25 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bar

B.     KONSEP KEPERAWATAN1.      Pengkajiana.       Identitas    :b.      Umur         : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa

mudac.       Riwayat Masuk

Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien

d.      Riwayat Penyakit DahuluPredileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

e.       Pemeriksaan fisika)      Sistem Integumen

Subyektif         : -Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit

meningkat, kemerahanb)      Sistem Pulmonal

Subyektif         : sesak nafas, dada tertekanObyektif         : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,

penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

c)      Sistem CardiovaskulerSubyektif         : sakit dada

Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

d)     Sistem NeurosensoriSubyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif         : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargie)      Sistem Musculoskeletal

Subyektif         : lemah, cepat lelahObyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

f)       Sistem genitourinariaSubyektif         : -Obyektif          : produksi urine menurun/normal,

g)      Sistem digestifSubyektif         : mual, kadang muntahObyektif          : konsistensi feses normal/diare

f.       Studi Laboratorik  :a)      Hb                                : menurun/normalb)      Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon

darah meningkat/normalc)      Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal

2.      Diagnosa Keperawatan

Page 2: Bar

1)      Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas2)      Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar3)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap

pemasangan selang endotrakeal4)      Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat

ALO5)      Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO

Page 3: Bar
Page 4: Bar

3.      Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional1 Ketidakefektifan

pola nafas berhubungan dengan keadaan tubuh yang lemah

Pola nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil:

-    Tidak terjadi hipoksia atau hipoksemia

-    Tidak sesak-    RR normal (16-

20 × / menit)-    Tidak terdapat

kontraksi otot bantu nafas

-    Tidak terdapat sianosis

1. Berikan informasi pada pasien tentang penyakitnya

2. Atur posisi semi fowler

3. Observasi tanda dan gejala sianosis

4. Berikan terapi oksigenasi

5. Observasi tanda-tanda vital

6. Observasi timbulnya gagal nafas.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan

1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3. Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer .

4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Ketidakmampuan

Page 5: Bar

tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

7. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan

2 Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar

Fungsi pertukaran gas dapat maksimal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam dengan kriteria hasil:

-    Tidak terjadi sianosis

-    Tidak sesak-    RR normal (16-

20 × / menit)-    BGA normal: partial pressure

of oxygen (PaO2): 75-100 mm Hg

 partial pressure of carbon dioxide (PaCO2): 35-45 mm Hg

 oxygen content (O2CT): 15-23%

 oxygen saturation (SaO2): 94-

1.      Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya

2.      Atur posisi pasien semi fowler

3.      Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara sering

4.      Berikan terapi oksigenasi

5.      Observasi tanda – tanda vital

6.      Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan

1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancer

3. Posisi yang berbeda menurunkan resiko perlukaan akibat imobilisasi

4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

5. Dyspneu, sianosis

Page 6: Bar

100% bicarbonate

(HCO3): 22-26 mEq/liter

 pH: 7.35-7.45

merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi keperawatan

3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal

Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria hasil:

-    Pasien mampu mengurangi kontak dengan area pemasangan selang endotrakeal

-    Suhu normal (36,5oC)

1. Berikan penjelasan pada pasien tentang kondisi yang dialaminya

2. Observasi tanda-tanda vital.

3. Observasi daerah pemasangan selang endotrakheal

4. Lakukan tehnik perawatan secara aseptik

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan                                       

1. Informasi yang adekuat dapat membawa pasien lebih kooperatif dalam memberikan terapi

2. Meningkatnya suhu tubuh dpat dijadikan sebagai indicator terjadinya infeksi

3. Kebersihan area pemasangan selang menjadi factor resiko masuknya mikroorganisme

4. Meminimalkan organisme yang kontak dengan pasien dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi

5. Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam

Page 7: Bar

proses terapi keperawatan

4 Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat ALO

Keadekuatan pola napas tercapai setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.Kriteria hasil: RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit

Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahan

Ekspansi dada simetris

Klien mengatakan tidak sesak

1. Motivasi klien untuk napas panjang dan dalam apabila tidak terdapat kontra indikasi

2. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi

3. Kolaborasi aspirasi cairan paru (pungsi) sesuai indikasi

1.      Nafas dalam dapat membantu membebaskan jalan napas

2.      Diuretic dapat membantu proses pengeluaran cairan dari dalam tubuh

3.      Membebaskan jalan napas

5 Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO

Perfusi jaringan adekuat setelah pemberian intervensi selama 1x24 jamKriteria hasil:

        CRT <3 detik        Akral hangat,

kering, merahNadi dalam rentang normal, 60-100 kali/menit Ph darah dalam rentang normal, 7,35-7,45

BGA dalam batas normal

1.      Observasi vital sign pasien

2.      Berikan posisi semi fowler

3.      Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai indikasiMonitoring hasil laboratorium BGA secara berkala

1.      Memantau kondisi klien

2.      Memberi rasa nyaman serta membantu pola napas

Page 8: Bar

4.      Implementasi      Didasarkan pada  diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai

5.      Evaluasi      Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

Page 9: Bar

BAB IIIPENUTUP

A.    KESIMPULAN

     Edema paru (Acute Lung Oedema)  merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Edema paru disebabkan oleh ketidakseimbangan starling forces, perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (adult respiratory distress syndrome), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang tidak diketahui/ tak jelas. Edema paru dibedakan menjadi 2 sebab kardiogenik dan  non-kardiogenik. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Manifestasi klinis dari edema paru dibagi dalam 3 kategori yakni stadium 1, stadium 2, dan stadium 3.     Diagnosa penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, pemeriksaan laboratorium, pulmonary artery catheter (swan-ganz), ekokardiografi, dan pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (BNP). Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru disesuaikan dengan gejala yang timbul.

B.     SARAN     Dengan dibuatnya tulisan ini, diharapkan akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada pasien yang mengalami gangguan edema paru.     Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

Page 10: Bar

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGCSimon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua.

Jakarta: Penerbit ErlanggaHarrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGCGriffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ PublishingLewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by MosbyZimmerman J.L Taylor R.W, Dellinger R.P, Farmer. 1997. Fundamental Critical support.Society

of Critical Care Medicine.http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/edema-paru/. Ifan. Edema Paru. Lamongan, 2010.

Diakses tanggal 20 September 2011.

http://www.dunia-kesehatan.com/ .   Irmawan. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut. Lamongan, 2010. Diakses tanggal 18 September 2010.http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/. Ningrumwahyuni.http://airlanggaprofessionalnurse.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_08.html

Page 11: Bar

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Acute Lung Oedema (ALO)

DEFINISIAcute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan

secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.

Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang meningkat.

ETIOLOGIPenyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Kardiogenik1. Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.

2. KardiomiopatiPenyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).

3. Gangguan katup jantungPada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

4. HipertensiHipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. NON-KARDIOGENIKPada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

Page 12: Bar

1. Infeksi pada paru2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.3. Paparan toxic4. Reaksi alergi5. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)6. Neurogenik

PATOFISIOLOGIALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume

yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.

Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

SIGN and SYMPTOMSGambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3

stadium), walaupun pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut:

1. Stadium 1Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.

2. Stadium 2Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

3. Stadium 3Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

Page 13: Bar

*Ners note:1. Hipokapnia adalah penurunan tekanan CO2 dalam darah arterial.2. Hipoksemia adalah berkurangnya atau penurunan kadar O2 dalam darah arterial.3. Difusi adalah proses penyebaran (pemencaran, perembesan) yang biasanya terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah, atau dapat juga memiliki arti proses bercampurnya zat akibat gerakan zat komponen atom, molekul atau ionnya. Untuk gas, semua komponen bercampur sempurna satu sama lain dan akhirnya menjadi hampir seragam.

PENEGAKAN DIAGNOSA1. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.2. Foto thorax3. Pemeriksaan EKG, dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia, infark miokard dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.4. Pemeriksaan ekokardiografi

*Ners note:1. Takikardia adalah denyut (debaran) jantung yang sangat cepat.2. Iskemia adalah keadaan berkurangnya (ketidakadekuatan) suplai darah ke suatu jaringan atau bagian tubuh.3. Infark adalah gangguan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pembuluh darah.

PENATALAKSANAANTerdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO, yaitu:

1. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu pemberian NTG intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai pada dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal 20-40 mg (1 mg/kg BB).2. Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan tekanan darah sistemik dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema paru. Salah satu contoh vasoldilator yang dapat digunakan adalah Nitroprusid dengan dosis awal 40-80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit setiap 5 menit sampai oedema paru teratasi atau tekanan sistolik arteri turun dibawah 100 mmHg.

Page 14: Bar

3. Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian kaptopril oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam.4. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone).5. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan diuretik ringan.

ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian1. Identitas, umur, jenis kelamin2. Riwayat masuk: Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.3. Riwayat penyakit sebelumnya: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.4. Review of System (ROS)

B1, mungkin terdapat nyeri saat inspirasi, RR↑, sesak napas, sianosis, batuk, suara napas ronki.

B2, terjadi tekanan darah ↑/↓, nadi ↑, adanya demam ataupun tidak, sianosis, perfusi yang dingin.

B3, biasanya disertai penurunan kesadaran pada kasus ALO yang telah memberat.

B4, mungkin terjadi oliguria akibat gangguan fungsi ginjal.B5, jarang ditemukan masalah.B6, mungkin disertai adanya kelemahan (intoleransi aktivitas).

2. Diagnosa dan intervensi keperawatan1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder akibat ALO

Tujuan:Bersihan jalan napas pasien adekuat setelah pemberian intervensi selama 5-10 menit.Kriteria hasil: Tidak terdapat ronki (suara napas vesiluker) Klien mampu melakukan batuk efektif RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit

Page 15: Bar

Klien mengatakan tidak sesakIntervensi keperawatan

1. Observasi pola, irama, frekuensi napas dan suara napas pasien.2. Ajarkan pada pasien teknik batuk efektif3. Kolaborasi pemberian mukolitik atau nebulizer sesuai indikasi4. Lakukan fisioterapi napas sesuai indikasi2. Pola napas tak efektif b.d penurunan ekspansi paru sekunder akibat ALO

Tujuan:Keadekuatan pola napas tercapai setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.Kriteria hasil: RR dalam rentang normal, 14-18 kali/menit Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahan Ekspansi dada simetris Klien mengatakan tidak sesakIntervensi keperawataan

1. Motivasi klien untuk napas panjang dan dalam apabila tidak terdapat kontra indikasi2. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai indikasi3. Kolaborasi aspirasi cairan paru (pungsi) sesuai indikasi3. Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat ALO

Tujuan:Perfusi jaringan adekuat setelah pemberian intervensi selama 1x24 jamKriteria hasil: CRT <3 detik Akral hangat, kering, merah Nadi dalam rentang normal, 60-100 kali/menit Ph darah dalam rentang normal, 7,35-7,45 BGA dalam batas normalIntervensi keperawatan

1. Observasi vital sign pasien2. Berikan posisi semi fowler3. Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai indikasi4. Monitoring hasil laboratorium BGA secara berkala

KASUS

Riwayat penyakit:Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat

beraktivitas sejak ± 1 minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas

Page 16: Bar

memberat sejak 1 hari SMRS. Pada 07/03/2011 pasien dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan dirawat di ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam 07.15, pasien apneu kemudian dilakukan RJPO selama ± 15 menit. Pasien ROSC dan dipindah ke ICCU.

Diagnosa medis: TAVB post TPM + ALO + DC FC + PJK OMI anteroseptal + Asidosis metabolik

Observasi dan pemeriksaan fisik1. Vital sign

TD: 120/60 mmHg Nadi: 82 kali/menit Suhu: 37,1 ®C RR: 24 kali/menit

2. Sistem pernapasan (B1)Sesak, suara napas krekels pada lapang paru lateral sinistra, menggunakan alat bantu napas simple mask dengan O2 flow 10 lpm.Hasil pemeriksaan BGA tanggal 09/03/2011:Ph 7,27 (7,35 - 7,45)pCO2 45 (35 – 45 mmHg)PaO2 127 (88 – 108 mmHg)HCO3¯ 20,7 (21 – 28 mmol/L)Be - 6,2 (- 3 - + 3 mmol/L)SaO2 98% (95 – 98%)Masalah keperawatan: Gangguan pertukaran gas

3. Sistem kardio vaskular (B2)Irama jantung reguler, CRT 3 detik, akral hangat kering, CVP 26 mmH2O. Pasien terpasang TPM, setting HR: 80, sensitivity: 3, output: 3.Masalah keperawatan: PK. Penurunan curah jantung

4. Sistem persyarafan (B3)GCS 456.Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah

5. Sistem perkemihan (B4)Keluhan anuria, produksi urine tidak ada, intake cairan parenteral 500 cc/hari, menggunakan alat bantu folley kateter sejak tanggal 07/24/2011.Masalah keperawatan: Kelebihan volume cairan.

6. Sistem pencernaan (B5)Tidak ditemukan masalah

7. Sisten muskuloskeletal dan integumen (B6)Pasien tampak lemah dan memerlukan bantuan dalam pemenuhan ADL. Pasien mengatakan merasa sesak saat melakukan aktivitas.Masalah keperawatan: Intoleran aktivitas.

Daftar diagnosa keperawatan1. PK Penurunan curah jantung2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan fungsi alveoli dan pertukaran gas sekunder akibat ALO3. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan cardiac output sekunder terhadap OMI

Page 17: Bar

4. Intoleran aktivitas b.d ketidakadekuatan suplai O2 ke jaringan

*Ners note:Diagnosa keperawatan menjadi prioritas adalah PK penurunan curah jantung dikarenakan prioritas penanganan terbaru gawat darurat berupa penatalaksanaan circulation-airways-breathing (CAB) khusus pada kasus kardio. Penurunan curah jantung dapat menyebabkan gagal multi organ karena sirkulasi darah yang membawa oksigen dan nutrisi pada organ-organ vital tidak adekuat.

Rencana intervensi1. PK penurunan curah jantung

Tujuan:Masalah tidak menjadi aktual setelah pemberian intervensi selama 2x24 jam.Kriteria hasil: Tidak terjadi dipsneu pada pasien Vital sign dalam batas normal (TD: 130-110/90-70 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali/menit) Pace maker terpasang dan bekerja secara normal Keseimbangan antara Input dan output kardiologi Hasil pemeriksaan serum elektrolit dalam batas normalIntervensi keperawatan

1. Observasi gejala dan penurunan curah jantung (TD, Nadi, RR, haluaran urine, kesadaran, CRT, disritmia, SaO2)2. Pertahankan tirah baring pasien3. Monitoring keadekuatan setting TPM4. Kolaborasi pemberian O2 masker 10 lpm5. Kolaborasi pemberian inotropik, vasoaktif, trombolitik dan ACE inhibitor

Dopamin 5 meq/kg BB/jam Vascon 5 meq/kg BB/jam ASA 100 mg Captopril 6,25 mg*Ners note:Pemberian Dopamin dan Vascon secara perlahan untuk mendapatkan long acting effect, yaitu melalui penggunaan syringe pump.

2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan fungsi alveoli dan pertukaran gas sekunder akibat ALO

Tujuan:Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi setelah pemberian intervensi selama <24 jamKriteria hasil: Hasil laboratorium BGA dalam rentang normal

Page 18: Bar

Pasien mengatakan tidak sesak Suara napas vesikuler Tidak terjadi dipsneu RR dalam rentang normal, 16 – 20 kali/menit Tidak terdapat retraksi otot bantu napas tambahanRencana intervensi

1. Observasi (auskultasi) adanya suara napas tambahan2. Monitoring dan lakukan pemeriksaan laboratorium BGA secara berkala3. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi

3. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan cardiac output sekunder terhadap OMI

Tujuan:Keadekuatan balance cairan dalam tubuh setelah pemberian intervensi selama 2x24 jamKriteria hasil: Oedema menunjukkan pengurangan secara progresif atau teratasi Keseimbangan intake dan output cairan CVP dalam batas normalRencana intervensi

1. Monitoring adanya oedema dan ascites2. Monitoring intake dan output cairan pasien3. Lakukan pemeriksaan CVP secara berkala4. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium5. Kolaborasi pembatasan intake cairan per oral max. 500 cc/24 jam, atue pemberian cairan parenteral6. Kolaborasi pemberian diuretic sesuai indikasi (Lasix 10 mg, pump)

Daftar Pustaka

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGCColquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London:

BMJPublishingFrizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse

corpGriffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London:

BMJ PublishingHudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGCPrice, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGCSmeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical

Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Page 19: Bar