bani abbasiyah peradaban islam di bidang

24
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan yang telah tumbang sebelumnya, yakni Dinasti Umayyah. Masa kekuasaan Dinasti ini selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih berganti memimpin hingga akhirnya tumbang dan digantikan oleh dinasti lain. Di zaman pemerintahan dinasti ini, oleh George Zaydan dilukiskan sebagai zaman keemasan Islam. 1 Hal ini karena telah banyak perubahan dalam berbagai bidang sebagai tanda keberhasilan dan kejayaan para penguasa dalam memutar roda pemerintahan di Kufah dan sekitarnya sebagai wilayahnya. Salah satunya adalah bidang Sosial dan Budaya. Dalam kehidupan bernegara, masalah sosial berkenaan dengan masyarakat sama sekali tidak bisa dipisahkan. Masyarakat sendiri adalah sekumpulan orang dalam wilayah tertentu yang berkumpul dan berinteraksi / bekerjasama untuk mengatur diri dan 1 Dalam beberapa literatur, nama sejarawan “George Zaydan” di tulis dengan “Jarji Zaydan”. Lihat A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang. 1995) Hal. 212 1

Upload: taibah0805

Post on 05-Jan-2016

65 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan yang

telah tumbang sebelumnya, yakni Dinasti Umayyah. Masa kekuasaan Dinasti ini

selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 –

1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih berganti memimpin hingga

akhirnya tumbang dan digantikan oleh dinasti lain.

Di zaman pemerintahan dinasti ini, oleh George Zaydan dilukiskan sebagai

zaman keemasan Islam.1 Hal ini karena telah banyak perubahan dalam berbagai

bidang sebagai tanda keberhasilan dan kejayaan para penguasa dalam memutar

roda pemerintahan di Kufah dan sekitarnya sebagai wilayahnya. Salah satunya

adalah bidang Sosial dan Budaya. Dalam kehidupan bernegara, masalah sosial

berkenaan dengan masyarakat sama sekali tidak bisa dipisahkan. Masyarakat

sendiri adalah sekumpulan orang dalam wilayah tertentu yang berkumpul dan

berinteraksi / bekerjasama untuk mengatur diri dan bersatu dalam kesatuan

sosial.2 Dalam perkumpulan dan interkasi ini kemudian memunculkan apa yang

disebut budaya, yakni hasil cipta, karya dan karsa manusia yang didapat dan

dipelajari sebagai anggota masyarakat.3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Dinasti Abbasiyah?

2. Perkembangan apa saja yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah dalam

bidang Sosial dan Budaya?

BAB II

1 Dalam beberapa literatur, nama sejarawan “George Zaydan” di tulis dengan “Jarji Zaydan”. Lihat A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang. 1995) Hal. 2122 Pengertian singkat ini menurut Ralph Linton. Lihat Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. (Jakarta: Rajawali Press, 2013) hal. 223 Ibid., hal. 150

1

Page 2: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA DINASTI BANI ABBASIYAH

Pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan

dinasti Bani Umayyah yang telah digulingkannya. Dinamakan kekhalifahan

Abbasiyah karena para pendiri dan pengusa dinasti ini adalah keturunan Abbas

bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad. Sebelum menggulingkan

kekuasaan dinasti Bani Umayyah, para keluarga Abbas melakukan berbagai

persiapan dengan melakukan pengaturan strategi yang kuat. Karena menurut

Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas, bahwa perpindahan

kekuasaan dari satu penguasa ke penguasa yang lain memerlukan persiapan yang

matang dan dukungan dari masyarakat. Karena bila tidak, maka usaha untuk

mengambil kekuasaan tidak akan berhasil bahkan akan mengalami kegagalan

total.4

Perubahan secara revolusioner tanpa kesiapan jiwa dan dukungan kuat dari

rakyat hanya akan menimbulkan sia-sia dan tidak membawa hasil yang

maksilmal.oleh karena itu, Muhammad bin Ali meminta kepada pendukungnya

untuk membantu keluarga Nabi Muhammad SAW. Propaganda ini dilakukan

dengan cara yang sangat cermat sehingga banyak tokoh masyarakat dan tokoh

agama yang tertarik dengan propaganda tersebut.

Propaganda Muhammad bin Ali mendapat sambutan luar bisa dari masyarakat

terutama dari kalangan Mawali. Hal itu terjadi karena beberapa faktor:

1. Meningkatkan kekecewaan kelompok Mawali terhadap Dinasti Bani

Umayyah karena selama dinasti ini berkuasa mereka ditempatkan pada

posisi kelas dua dalam sistem sosial Sementara orang-orang Arab

menduduki kelas bangsawan.

4 Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam: Untuk Madrasah Tsanawiyah kelas 2. (Semarang: Karya Thoha Putra, 2005) Hal. 34

2

Page 3: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

2. Pecahnya persatuan antar suku bangsa Arab dengan lahirnya fanatisme

kesukuan antara Arab Utara, yakni Arab Mudhariyyah dengan Arab

Selatan, yakni Arab Himyariyah.

3. Timbulnya kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintah dinasti

Bani Umayyah yang dianggap sekuler. Mereka menginginkan pemimpin

negara yang memiliki pengetahuan, wawasan dan integritas keagamaan

yang mumpuni.

4. Perlawanan dari kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas

kekuasaan yang pernah dirampas Dinasti Bani Umayyah. Mereka tidak

mudah melupakan peristiwa Karbala yang menewaskan keturunan Ali bin

Abi Thalib.

Untuk melancarkan propaganda tersebut, mereka mengangkat 12 orang

propagandis yang disebar di berbagai daerah, seperti Kufah, Khurasan, Makah

dan beberapa tempat strategis lainnya. Di antara isu yang dikembangkan dalam

propaganda tersebut adalah masalah keadilan yang selama itu diterapkan oleh

pemerintah pusat Bani Umayyah yang bermarkas di Damaskus.

Melihat posisinya semakin terpojok, akhirnya Marwan bin Muhammad,

penguasa terakhir dari Dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri dari kejaran

massa yang sedang marah menuju ke wilayah Mesir. Di Mesir inilah, tepatnya di

Fustat, Marwan bin Muhammad terbunuh pada tahun 132 H / 750 M. 5

Masa kekuasaan Dinasti ini selama kurang lebih lima setengah abad, yaitu

dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37 khalifah silih

berganti memimpin, mulai dari masa pemerintahan Abu Abbas as-Saffah (132

H/750 M) hingga masa pemerintahan al-Mu’tashim (656 H/1258 M).6 Tetapi

para sejarawan mengklasifikasikan periode Abbasiyah berbeda-beda. Al-Khudri,

guru besar Ilmu Sejarah dari Universitas Mesir (Egyptian University) membagi

ke dalam lima masa, yaitu:

5 Ibid. Hal. 35-366 Ibid. Hal. 37

3

Page 4: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

1. Masa kuat-kuasa dan bekerja membangun, berjalan 100 tahun lamanya,

dari 132 s/d 232 H.

2. Masa berkuasanya panglima-panglima Turki, berjalan 100 tahun

lamanya, dari 232 s/d 334 H.

3. Masa berkuasanya Bani Buyah (Buwayhid), berjalan 100 tahun lamanya,

dari 334 s/d 447 H.

4. Masa berkuasanya Bani Saljuk (Seljuqiyak), berjalan 100 tahun lamanya,

dari 447 s/d 530 H.

5. Masa gerak balik kekuasaan politik khalifah-khalifah Abbasiyah dengan

merajalelanya para panglima perang, selama 125 tahun, dari 530 H.

Sampai musnahnya Abbasiyah di bawah serbuan Jengiz Khan dan

putrana Hulagu Khan dari Tartar pada tahun 656 H.7

Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada khalifah setelah as-Saffah. Mengutip

dari Philip K. Hitty, bahwa masa keemasan (Golden Prime) Abbasiyah terletak

pada 10 khalifah. Hal ini berbeda dengan Badri Yatim, yang memasukkan 7

khalifah sebagai masa kejayaan Abbasiyah, sedangkan Harun Nasution hanya

memasukkan 6 khalifah ke dalam kategori khalifah yang memajukan Abbasiyah.

Kesepuluh khalifah tersebut adalah:

1. As-Saffah: 750 6. Al-amin: 809

2. Al-Manshur: 754 7. Al-ma’mun: 813

3. Al-mahdi: 775 8. Al-mu’tashim: 833

4. Al-hadi: 785 9. Al-watsiq: 842

5. Ar-Rasyid: 786 10. Al-mutawakkil: 8478

B. PERKEMBANGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN

1. Unsur warga negara

7 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008) Hal. 127 -1288 Ibid., hal. 129

4

Page 5: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

Kehidupan sosial pada zaman daulah Abbasiyah adalah sambungan dari

zaman sebelumnya, yaitu zaman daulah Umayyah.9 Masyarakat yang menjadi

warga negara dinasti Abbasiyah terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan

agama. Perbedaan ras, etnis dan agama tidak menjadi penghambat bagi dinati

Abbasiyah untuk mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan. Salah seorang

sejarawan bernama George Zaydan dalam bukunya Tamadun al-Islam

mengatakan bahwa pada masa dinasti Bani Abbasiyah masyarakat terbagi

menjadi dua kelas sosial, yaitu:

a) Kelas khusus yang terdiri dari:

1) Khalifah

2) Keluarga Khalifah, yaitu Bani Hasyim

3) Para pembesar negara, seperti menteri, gubernur dan para pejabat

negara lainnya

4) Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim, yaitu kaum Quraisy pada

umumnya

5) Para petugas khusus seperti anggota tentara, para pembantu istana

b) Kelas umum yang terdiri dari:

1) Para seniman

2) Para ulama’, fuqaha dan pujangga

3) Para saudagar dan pengusaha

4) Para tukang dan petani

Dengan demikian, maka kelas-kelas sosial yang tumbuh dan berkembang

pada masa itu lebih disebabkan oleh status sosial ekonomi dan latar belakang

kultural serta latar belakang etnis. Hal ini terbukti posisi kelas atas yang masih

dimiliki oleh kelompok masyarakat yang berasal dari masyarakat Arab

keturunan Quraiys, termasuk strata sosial politik dan kekuasaan yang ada saat

itu.

Oleh karena itu, sebenarnya bila dilihat dari strata sosial yang ada, tidak

terjadi perkembangan yang sangat berarti dalam konteks perubahan sosial. 9 A. Hasjmy, Sejarah .... Hal. 243

5

Page 6: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

Sebab nyatanya, kelompok penguasa dan etnis minoritas yang berasal dari

keturunan Arab Quraisy, masih menempati strata sosial tertinggi dalam sistem

sosial kemasyarakatan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, warga negara terdiri dari

berbagai suku bangsa dan agama yang tinggal di wilayah pemerintahannya.

Unsur-unsur tersebut antara lain berasal dari Afrika Utara, Mesir, Syam,

Jazirah Arabia, Irak, Persia, India, Turki dan sebagainya.

Warga negara yang berasal dari berbagai suku bangsa tersebut bersatu

dalam satu ikatan yang sama, yaitu Islam dan berada dalam satu wilayah

kekuasaan, yaitu pemerintahan dinasti Abbasiyah.10 Dari sini kemudian

terjalin menjadi satu kerajaan yang disebut sebagai Mamlakah Islamiyah.11

Kelas sosial lain yang ada pada waktu itu adalah kelas budak. Kelas ini

selalu ada dalam setiap lapisan sosial masyarakat Islam saat itu. Banyak hal

yang menyebabkan munculnya kelas sosial ini, seperti adanya peperangan.

Mereka yang kalah, harta yang mereka bawa menjadi harta rampasan perang,

juga diri mereka sendiri. Karena itu wajar kalau kemudian banyak

bermunculan kelas-kelas sosial ini.12

2. Golongan Taulid

Sebagai akibat dari percampuran bangsa-bangsa dalam daerah-daerah

Kerajaan Islam, terutama kota-kota besarnya, maka terjadi pula perkawinan

campuran antara unsur-unsur bangsa tersebut yang menyebabkan lahir anak-

anak percampuran darah, yang disebut dengan Taulid.

Dalam periode Abbasiyah I terjadi banyak perkawinan campuran yaitu

antara pria Arab dengan wanita turuna bukan Arab. Dalam taraf pertama, yang

banyak melakukan hal ini adalah para khalifah, panglima, gubernur, menteri

dan pembesar; kemudian barulah menyusul para saudagar, seniman dan

sebagainya.

10 Murodi. Sejarah... hal 86-8811 A. Hasymi. Sejarah ... hal. 24412 Murodi. Sejarah... hal 88-89

6

Page 7: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

Dari perkawinan campuran inilah muncul satu unsur negara baru, yaitu

unsur orang peranakan atau taulid. Mereka mempunyai ciri khas dalam

kepribadiannya, sehingga banyak para khalifah dari golongan ini, seperti

Musa al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Makmun dan lain-lain. Golongan taulid ini

sangat menonjol; mereka mempunyai banyak keistimewaan dalam bentuk

tubuh, kecerdasan akal; kecakapan berusaha, keahlian berorganisasi dan

bersiasat serta terkemuka dalam segala bidang.

3. Perjuangan antara Arab dengan Mawali

Satu hal lagi yang berkecamuk dalam kehidupan sosial di zaman daulah

Abbasiyah, yaitu pertarungan merebut pengaruh dan kedudukan antara

Muslimin turunan Arab dengan Muslimin bukan Arab (Mawali).

Pertarungan antara mereka terkadang dianggap seru dan mengakibatkan

hal-hal yang tidak baik dalam pertumbuhan kebudayaan. Orang-orang Arab

merasa dirinya berhak dalam segala bidang kehidupan karena Islam dan

Nabinya turun di tengah-tengah mereka tidak begitu senang karena orang

Muslim turunan lain banyak mendapat kesempatan, sementara orang Muslim

trurunan Mawaly, terutama Persia, merasa dirinya lebih maju dari orang-orang

Arab dan berjasa dalam pembentukan Daulah Abbasiyah, ingin supaya

mereka menguasai segala bidang kehidupan bangsa. Dari sini, maka

berbangkitlah rasa kebangsaan kaum, rasa keagungan asal keturunan dan rasa

kemegahan bangsa.13

4. Islamisasi Masyarakat

Sebanyak 5.000 orang Kristen Banu Tanukh di dekat Alleppo mengikuti

perintah khalifah al-Mahdi untuk masuk Islam. Proses konversi secara normal

berjalan lebih gradual, damai dan bersifat pasti. Kebanyakan konversi yang

dilakukan oleh penduduk taklukan didorong oleh motif kepentingan individu,

agar terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang membatasi, agar

13 A. Hasymi. Sejarah ... hal. 245-246

7

Page 8: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

mendapat pretise sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan

keamanan yang lebih besar. Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam

pada abad ketiga setelah wilayah itu dikuasai Islam. Sebelumnya mereka

menganut zoroaster.14

C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN

1. Seni Bangunan dan Arsitektur

a) Arsitektur Masjid

Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat islam paling menonjol

dari Arsitektur islam. Oleh karena itu, masjid merupakan arsitektur Islam yang

tidak ada tandingannya. Arsitektur Islam yang berkembang pada masa Dinasti

Abbasiyah masih mengacu pada perkembangan arsitektur Islam pada masa-

masa sebelumnya, yakni masa nabi, Khulafa’ur Rasyidun dan Bani Umayyah.

Salah satu masjid yang dirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas

adalah bangunan masjid Samarra, di Bagdad. Masjid ini sangat indah yang

mewakili keindahan seni arsitektur pada zamannya.masjid ini dilengkapi

dengan sahn, sebuah lengkungan menyerupai bentuk piring. Sekeliling pinggir

sahn dilengkapi dengan serambi-serambi. Pada setiap sudut masjid didirikan

mercu berbentuk bulat yang terbuat dari batu bata. Umumnya masjid tidak

menggunakan daun pintu, begitu juga masjid Samarra. Pintu-pintu terbuka ini

berujung satu titik. Dengan demikian, terlihat barisan pintu yang berbentuk

kerucut.15

Yang terpenting dari gaya dan seni arsitektur Masjid Samarra adalah

tiang-tiang yang di pasang beratap lengkung. Tiang-tiang tersebut dibangun

menggunakan batu bata dengan bentuk segi delapan dan didirikan di atas

dasar segi empat. Kemudian dasar-dasar ini ditopang oleh tiang-tiang dari

marmer bersegi delapan. Kemudian disambungkan ke bagian lain dengan

14 Dedi Supriyadi. Sejarah ... hal. 13515 Murodi. Sejarah ... Hal. 89-90

8

Page 9: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

mempergunakan logam atau besi berbentuk lonceng. Masjid ini merupakan

bangunan yang memiliki seni arsitektur sangat megah pada zamannya.

Selain Masjid Samarra, masjid IbnuThulun juga memiliki keistimewaan

dari segi seni bangunan atau arsitekturnya. Masjid ini didirikan pada tahun

876 M oleh Ahmad bin Thulun, salah seorang penguasa di wilayah Mesir.

b) Penataan Kota

Seni bangunan islam masih mempunyai ciri khas dan gaya tersendiri, yang

terwujud dalam bentuk pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung

(muqarnashat) yang menonjol bersusun di depan masjid dan di menara tempat

adzan atau di puncak pilar.

Pembangunan kota-kota baru dan pembaharuan kota-kota di seluruh

wilayah pemerintahan dinasti Abbasiyah telah membuka jalan bagi

pembangunan gedung-gedung, istana, masjid dan sebagainya. Di antara sekian

banyak kota yang dibangun dalam masa pemerintahan dinasti Abbasiyah

adalah sebagai berikut:

Pembangunan Kota Baghdad

Setelah Abu ja’far al-Mansur dilantik menjadi khalifah (137 H/754 M), ia

merasa perlu membangun kota baru sebagai pusat pemerintahan. Dipilihlah

lokasi antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Lokasi ini dipilih karena

berudara segar dan alamnya yang indah. Selain itu mudah untuk menjalin

komunikasi dengan berbagai wilayah kekuasaan Bani Abbas dan menyimpan

sumber alam yang diperlukan bagi kebutuhan khalifah.

Untuk memimpin pembangunan kota ini, khalifah al-Mansur memberikan

kepercayaan penuh kepada dua arsitek terkenal, yakni Hajjaj bin Arthah dan

Amran bin Wadhdhah dengan tenaga kerja sebanyak 100.000 orang.

Arsitektur kota Baghdad berbentuk bundar, gaya baru dari seni bangunan

kota Islam. Di pusat kota dibangun Istana khalifah dan masjid jami’. Di

sekeliling istana dan masjid terdapat alun-alun, selain asrama pegawai, rumah

9

Page 10: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

komandan dan pengawal serta rumah kepala polisi. Istana megah tersebut di

beri nama Qashru al-Dzahab (istana keemasan) yang luasnya sekitar 160.000

Hasta persegi. Dan Masjid Jami’ didepannya memiliki luas areal sekitar

40.000 hasta persegi. Istana dan Masjid tersebut merupakan simbol pusat

kota.

Dalam waktu yang singkat, Baghdad menjadi kota yang ramai dikunjungi

oleh berbagai lapisan masyarakat dari seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu,

Sekitar tahun 157 H, khalifah al-Mansur membangun istana baru di luar kota

yang diberi nama Istana Abadi (Qashrul Khuldi).

Khalifah al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang

masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan

tiap-tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri (otonomi daerah).

Selain itu, khalifah al-Mansur juga membangun kota satelit yang

mengitari Baghdad. Pembangunan ini disebabkan karena kota Baghdad telah

menjadi kota Internasional sehingga membutuhkan daerah atau kota yang

membantu pengembangan kota Baghdad. Kota-kota satelit itu antara lain

adalah kota rusahafah, yang dibangun di sebelah timur sungai tigris dan

berhadapan dengan kota baghdad. Selain itu ada kota Karakh yang dibangun

di sebelah selatan kota baghdad.

Pembangunan Kota Samarra

Setelah Baghdad menjadi kota internasional, maka atas nasihat khalifah

al-Mu’tashim Billah merencanakan pembangunan kota baru untuk ibu kota

negara. Lalu dipilihlah tempat di sebelah timur Sungai Tigris yang berjarak 60

mil dari pusat Kota Baghdad. Pembangunan tersebut dimulai pada tahun 221

H yang kemudian dikenal dengan sebutan Kota Samarra. Kata ini berasal dari

kalimat Surra man ra-a yang artinya orang yang memandang pasti terpesona.

Seperti Kota Baghdad, kota ini juga dilengkapi dengan berbagai bangunan

utama dan bangunan pendukung lainnya, seperti istana, masjid jami’ dan

sebagainya. Kota ini menjadi kota terindah setelah Kota Baghdad.

10

Page 11: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

2. Perkembangan Bahasa dan Sastra

Perkembangan seni bahasa (kesusastraan) baik puisi maupun prosa

mengalami kemajuan yang cukup berarti. Hal ini disebabkan oleh perhatian besar

bani Abbas dan juga para ahli bagian Seniman. Berikut uraian singkatnya:

a. Perkembangan Puisi

Berbeda dengan masa pemerintahan bani Umayah yang belum banyak

melahirkan sastrawan yang membawa aliran baru. Pada masa pemerintahan

Bani Abbas terjadi perubahan dan perkembangan puisi dengan aliran baru

dalam sajak-sajaknya, baik dalam isi, ushlub, tema ataupun sasarannya.

Sehingga dalamhal tersebut, para sastrawan pada zaman ini mengungguli

keterampilan pada zaman sebelumnya.

Para penyair pada masa pemerintahan bani Umayah, masih kental dalam

keaslian warna Arabnya, sehingga mereka menghindari filsafat, bahkan apa

saja yang bukan asli Arab. Sedangkan sastrawan pada zaman pemerintahan

Bani Abbas telah melakukan perubahan kebiasaan tersebut. Mereka telah

mampu mengombinasikannya dengan sesuatu yang bukan berasal dari tradisi

Arab. Oleh karena itu wajar kalau kemudian pada masa pemerintahan Bani

Abbas banyak bermunculan penyair terkenal. Diantara mereka adalah sebagai

berikut :

1) Abu Nuwas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani’. Seorang

penyair naturalis yang sangat perindu, pelopor, pembawa aliran baru

dalam dunia Sastra Arab

2) Abu ‘Athahiyah (130-211 H). Nama aslinya adalah Isma’il bin Qasim

bin Suwaid bin Kisan. Penyair ulung pembawa perubahan, melepaskan

diri dari ikatan lama, menciptakan gaya dan pengertian baru dalam dunia

sastra.

3) Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya adalah Habib bin Auwas atb-

Tha’i. Penyair ini terkenal dengan ratapannya. Memiliki kemampuan

11

Page 12: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

menciptakan ungkapan-ungkapan yang dalam dan menyusun ushlub yang

menawan.

4) Da’bal al-khuza’i (wafat 246 H) nama aslinya adalah Da’bal bin Ali

Razin dari Khuza’ah. Penyair besar yang berwatak kritis. Hampir semua

karya sastra dan sastrawannya mendapat kritikan tajam darinya.

5) Al-Buhtury (206-285 H) nama aslinya adalah Abu Ubadah Walid al

Buhtury al-Quhthany ath-Tha’i. Penyair pemuja dan pelukis alam

mempesona.

6) Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya adalah Abu Hasan Ali bin Abbas.

Penyair yang paling berani menciptakan tema-tema baru dan paling

mampu mengubah sajak-sajak panjang.

7) Al-Mutanabby (303-354 H) nama aslinya adalah Abu Thayib Ahmad bin

Husin al-Kufy. Ialah penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling

handal.

8) Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la al-Mu’arry. Penyair

berbakat yang berpengetahuan luas dan menjadi kesayangan ulama’, para

menteri dan para pejabat pemerintahan.

b. Perkembangan Prosa

Pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah telah terjadi

perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Hal itu disebabkan

karena dukungan para penguasa dan kemampuan personal para sastrawan.

Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra

yang dikarang atau disalin dari bahasa asing.

Diantara tokoh dan pengarang terkemuka pada zaman dinasti Abbas

adalah:

1) Abdullah bin Muqaffa (wafat 143 H). Ia telah merintis jalan baru

bagi pengarang prosa. Buku prosa yang dikarang diantaranya adalah

Kalilah wa Dimnah, kitab ini terjemahan dari bahasa sansekerta karya

12

Page 13: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

seorang filosof India bernama Baidaba. Karya ini disalinnya ke dalam

bahasa arab dengan sangat bagus.

2) Abdul Hamid al-Katib. Ia dipandang sebagai pelopor seni

mengarang surat, sehingga cara-caranya mengarang surat kemudian

menjadi aliran yang memiliki banyak pengikut.

3) Al-Jahidh (wafat 255H). Merupakan pengarang prosa angkatan keuda

pada zaman Dinasti Abbasiyah. Semua karyanya memiliki nilai sastra

tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan bacaan bagi para

sastrawan kemudian. Diantaranya adalah Kitabul Bayan Wat Tabyan,

Kitabut Taj, dan sebagainya.

c. Perkembangan Seni Musik

Pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara

atau seni musik menjadi suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah.

Setelah mereka masuk Islam, bakat musik terus berkembang dengan jiwa dan

semangat baru. Al-Qur’an dengan bahasanya yang sangat indah memberi

nafas baru bagi musik Arab. Hal ini terus berkembang pada masa Bani

Umayah hingga Abbasiyah.

Pada masa pemerintahan dinasti bani Abasiyah, musik Islam mengalami

kejayaan. Karya dan pemikiran seniman merupakan bentuk rasa cinta mereka

terhadap Islam. Hal ini di awali dari:

Penyusunan Kitab Musik

Kegiatan penerjemahan yang dilakukan umat Islam tidak hanya

terbatas dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan filsafat, tetapi juga

mencakup karya-karya musik. Diantara para pengarang karya kitab musik

adalah sebagai berikut:

1) Yunus bin Sulaiman (wafat 765 M) Beliau adalah pengarang teori

musik pertama dalam Islam. Karyanya dalam bidang musik sangat

13

Page 14: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

bernilai, sehingga banyak musikus eropa yang meniru gaya

bermusiknya.

2) Khalil bin Ahmad (wafat 791 M). Beliau mengarang buku-buku teori

musik mengenai not dan irama. Karyanya kemudian dijadikan sebagai

bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik diseluruh dunia.

3) Ishak bin Ibrahim al-Mousuly (wafat 850 M). Ia telah berhasil

memperbaiki musik jahiliyah dengan sistem baru. Buku musiknya

yang terkenal adalah Kitabul Ilhan wal Ghanam. Dia juga mendapat

gelar sebagai Raja Musik (Imamul Mughanniyin).

4) Hunain bin Ishak (wafat 873 M). Ia telah berhasil menerjemahkan

buku-buku teori musik karangan Plato dan Aristoteles.

5) Al-Farabi. Selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai

seniman dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan kedalam

bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para seniman dan

pemusik Eropa

Pendidikan Musik

Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian

yang sangat besar terhadap musik. Untuk kepentingan itu, banyak

didirikan lembaga pendidikan musik. Sekolah musik yang paling baik

adalah sekolah musik yang didirikan oleh Sa’aduddin Mukmin (wafat

1295 M). Karyanya berjudul Syarafiya, menjadi bahan rujukan dan

dikagumi masyarakat music dunia barat.

Latar belakangnya penyebab maraknya lembaga pendidikan musik

bermunculan adalah karena kemampuan bermain musik menjadi salah

satu syarat untuk menjadi pegawai atau untuk memperoleh pekerjaan di

lembaga pemerintahan.16

BAB III

16 Ibid.

14

Page 15: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

PENUTUP

A. KESIPULAN

Masa kekuasaan DinastiAbbasiyah adalah selama kurang lebih lima setengah

abad, yaitu dari tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Selama ini sebanyak 37

khalifah silih berganti memimpin hingga akhirnya tumbang dan digantikan oleh

dinasti lain. Telah banyak perubahan dalam berbagai bidang sebagai tanda

keberhasilan dan kejayaan para penguasa, Salah satunya adalah bidang Sosial dan

Budaya. Diantara perkembangannya yaitu:

1. Bidang Sosial Kemasyarakatan:

a) Adanya kelas sosial dan golongan Taulid

b) Perjuangan antara Arab dengan Mawali

c) Isamisasi masyarakat

2. Bidang Kebudayaan:

a) Perkembangan Puisi dan Prosa yang memunculkan gaya baru

b) Perkembangan Seni Musik:

Penyususnan Kitab Musik

Didirikannya sekolah musik

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Bani Abbasiyah Peradaban Islam Di Bidang

1. Murodi. Sejarah Kebudayaan Islam: Untuk Madrasah Tsanawiyah kelas 2.

2005. Semarang: Karya Thoha Putra.

2. A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam. 1995. Jakarta: Bulan Bintang.

3. Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar. 2013. Jakarta: Rajawali

Press

4. Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. 2008. Bandung: Pustaka Setia.

16