bangunan pantai

27
PERENCANAAN BANGUNAN GROIN PENGAMAN PANTAI DI BULU TUBAN Oleh : Iwan Kusumo 121910301033 1

Upload: iwan-sadhega-kusuma

Post on 04-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Tugas yang berisi diskripsi bangunan pantai

TRANSCRIPT

Page 1: Bangunan Pantai

PERENCANAAN BANGUNAN GROIN PENGAMAN

PANTAI DI BULU TUBAN

Oleh :

Iwan Kusumo

121910301033

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2015

1

Page 2: Bangunan Pantai

Bulu merupakan salah satu desa yang terletak di ujung barat kabupaten

Tuban. Batas utara desa Bulu merupakan wilayah pantai berpasir sepanjang ±4

km dan memiliki pesisir yang berimpit dengan garis pantai. Sebagian daerah

pesisir dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti kawasan pemukiman,

pariwisata, perdagangan, industri, dan transportasi. Erosi pantai di kawasan pesisir

Bulu berdampak terhadap terganggunya aktifitas sehari-hari dari masyarakat Bulu.

Untuk melindungi pantai di pantai Bulu dari erosi pantai dan gelombang air laut,

maka dibangun bangunan pelindung pantai.

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus

garis pantai, dan berfungsi untuk menahan transport sedimen sepanjang pantai,

sehingga bisa mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi. Bangunan ini juga

digunakan untuk menahan masuknya transport sedimen sepanjang pantai ke

pelabuhan atau muara sungai. Adapun Keuntungan groin diantaranya yaitu,

1. Memperlebar pantai di bagian updrift dari groin tersebut karena menahan

longshore sediment transport.

2. Pelaksanaan pekerjaan groin lebih mudah karena dapat dilakukan langsung di

darat.

Selain memiliki beberapa keuntungan namun bangunan pengaman pantai

yang berupa groin mempunyai beberapa kerugiannya, diantaranya :

1. Pada bagian downdrift akan terjadi erosi, terutama pada awal pembangunan

yang merupakan suatu proses mencapai keseimbangan.

Potensi perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh bangunan pantai jenis

groin (a) groin tunggal (b) groin parallel.

2

Page 3: Bangunan Pantai

1. Analisis Data

Data Angin

Data angin digunakan untuk menentukan arah dan tinggi gelombang. Data

yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan angin dimana data tersebut

didapatkan dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang tahun 2002 –2011. Dari

data tersebut dibuat dalam bentuk tabel dan gambar windrose seperti pada gambar

berikut ini.

Sumber : BMKG

3

Page 4: Bangunan Pantai

Dengan melihat windrose yang diperoleh serta memperhatikan arah

pantai yang menghadap utara, maka arah angin yang digunakan untuk

perhitungan selanjutnya adalah dari arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut.

Angin dari arah Utara meskipun prosentasenya cukup besar namun kecepatan

anginnya relatif rendah. Sedangkan angin dari arah Barat Laut kecepatannya

relatif lebih tinggi.

Fetch

Fetch efektif akan digunakan pada grafik peramalan gelombang untuk

mengetahui tinggi, durasi dan periode gelombang. Perhitungan panjang fetch

disini menggunakan media bantu Google Earth sehingga memiliki ketepatan

yang cukup tinggi dalam menentukan fetch. Dengan ditarik garis panjang

melalui Pantai Bulu, panjang fetch efektif dengan daerah bangkitan Barat.

Laut, Utara, dan Timur Laut dapat dilihat melalui gambar 4.2 sampai 4.4.

Perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada tabel 4.3.

Gambar Fetch efektif arah barat laut (Sumber : Google Earth)

4

Page 5: Bangunan Pantai

Tabel perhitungan Fetch efektif

Pasang Surut

Data pasang surut yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas II

Maritim Perak Surabaya bulan Maret 2012 diolah sehingga didapat data

pasang surut maksimum dan minimum per hari. Elevasi pasang surut pantai

Tuban bulan Maret 2012 dapat dilihat pada tabel.

Dari data pasang surut tersebut dapat dibuat grafik yang menunjukkan

fluktuasi muka air laut serta dapat digunakan untuk menentukan elevasi muka

air laut. Gambar 4.3 adalah grafik pasang surut selama bulan Maret 2012.

Dalam gambar tersebut ditunjukkan pula beberapa elevasi muka air laut.

Penentuan elevasi muka air:

1. Muka air tinggi tertinggi (HHWL) sebesar 70 cm

2. Muka air rendah terendah (LLWL) sebesar -70 cm

3. Muka air tinggi rata-rata (MHWL) didapat dari rata-rata muka air tinggi

sebesar 28 cm

4. Muka air rendah rata-rata (MLWL) didapat dari rata-rata muka air rendah

sebesar -31 cm

5. Muka air rata-rata (MSL) didapat dari rata-rata muka air tinggi rata dan

muka ait rendah rata-rata sebesar -1 cm

5

Page 6: Bangunan Pantai

Grafik Pasang Surut

Dalam analisis dan perencanaan selanjutnya MSL dipakai sebagai

elevasi acuan dengan kedudukan ± 0 sehingga elevasi muka air yang lain juga

menyesuaikan. Elevasi-elevasi muka air tersebut adalah sebagai berikut :

1. Muka air tinggi tertinggi (HHWL) + 71 cm

2. Muka air tinggi rata-rata (MHWL) adalah + 29 cm

3. Muka air rata-rata (MSL) adalah ± 0

4. Muka air rendah rata-rata (MLWL) adalah - 30 cm,

5. Muka air rendah terendah (LLWL) adalah -69 cm

Tinggi dan Periode Gelombang

Berdasarkan hasil perhitungan fetch dapat dilakukan perhitungan

tinggi dan periode gelombang berdasarkan metode Sverdrup Munk

Bretschneider (SMB) yang telah dimodifikasi Shore Protection Manual,

1984. Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin maksimum

dengan arah angin yang berpengaruh adalah barat laut, utara dan timur laut.

Dalam perhitungan tinggi dan periode gelombang laut dalam

diperlukan tambahan faktor koreksi terhadap kecepatan angin yang ada.

Faktor koreksi yang digunakan adalah faktor koreksi yang disebabkan oleh

perbedaan suhu (RT) dimana di daerah perairan pantai Bulu ini digunakan

faktor koreksi sebesar 1 dan faktor koreksi yang disebabkan oleh adanya

perbedaan lokasi antara pencatatan angin di darat dan di laut (RL) yang dapat

ditentukan melalui grafik faktor koreksi perbedaan lokasi dengan kecepatan

angin di darat dan di laut.

6

Page 7: Bangunan Pantai

Tabel Tinggi gelombang maksimum pertahun yang didapatkan dari

hasil perhitungan metode SMB

Statistik Gelombang

Pengukuran gelombang di suatu tempat memberikan pencatatan muka

air sebagai fungsi waktu. Pengukuran ini dilakukan dalam waktu yang sangat

panjang, sehingga data gelombang akan sangat banyak. Mengingat

kekompleksan dan besarnya jumlah data tersebut, maka gelombang alam

dianalisis secara statistik untuk mendapatkan bentuk gelombang yang

bermanfaat dalam bidang perencanaan dan perancangan.

Perhitungan statistik gelombang yang digunakan untuk Metode

Weibull adalah sebagai berikut :

Tabel 4.8. Perhitungan gelombang dengan periode ulang Arah Barat

Laut (Metode Weibull)

7

Page 8: Bangunan Pantai

Dari tabel diatas 4.8, didapat beberapa parameter yang digunakan

dalam perhitungan gelombang dengan periode ulang, yaitu :

N = 10

K = 10

NT = 10

λ = 1

v = N / NT = 10/10 = 1

Hsm = 20,66 / 10 = 2,07

ym = 16,367/10 = 1,636

Dari berapa nilai di atas selanjutnya dihitung parameter  dan B ˆ

dengan berdasarkan pada data Hsm dan ysm seperti pada Tabel. Perhitungan

tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu menggunakan persamaan

berikut ini :

Hsm = Â ym + B^

Persamaan regresi yang diperoleh adalah : Hsr = 0,305 yr + 1,568

Tabel Tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu arah Barat Laut (Metode Weibull)

8

Page 9: Bangunan Pantai

Gambar Grafik tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu

arah Barat Laut Metode Weibull

Transpor Sedimen

Angkutan sedimen sepanjang pantai di hitung dengan rumus (US

Army, 2002):

Dalam analisa transport sedimen digunakan beberapa asumsi untuk

menyederhanakan perhitungan, yaitu:

1. Skema dari garis pantai

a. Garis pantai 1, panjang 200 m

b. Garis pantai 2, panjang 170 m

c. Garis pantai 3, panjang 160 m

d. Garis pantai 4, panjang 195 m

e. Garis pantai 5, panjang 115 m

f. Garis pantai 6, panjang 165 m

g. Garis pantai 7, panjang 269 m

h. Garis pantai 8, panjang 247 m

i. Garis pantai 9, panjang 145 m

j. Garis pantai 10, panjang 195 m

9

Page 10: Bangunan Pantai

k. Garis pantai 11, panjang 166 m

l. Garis pantai 12, panjang 130 m

m. Garis pantai 13, panjang 233 m

n. Garis pantai 14, panjang 171 m

o. Garis pantai 15, panjang 169 m

p. Garis pantai 16, panjang 209 m

q. Garis pantai 17, panjang 200 m

2. Kontur garis pantai diasumsikan lurus dan paralel.

Dari analisis transpor sedimen didapat hasil perubahan garis pantai

dalam waktu 10 tahun ke depan dan dirangkum pada Tabel.

10

Page 11: Bangunan Pantai

2. Penentuan Layout

Layout Rencana Groin

Dalam perencanaan groin harus ditetapkan terlebih dahulu parameter-

parameter yang berperan dalan perhitungan struktur. Parameter-parameter

tersebut meliputi parameter geomorfologi dan parameter hidrooseanografi

pantai. Parameter-parameter tersebut dapat ditentukan berdasarkan perhitungan

pada bab sebelumnya maupun dari hasil penelitian dan literatur yang telah ada

sebelumnya. Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan ini

adalah :

1. Panjang lokasi perencanaan adalah ± 2,5 km .

2. Gelombang dominan berasal dari arah Barat Laut yang membentuk

sudut sebesar 75° terhadap garis pantai.

3. Nilai gelombang signifikan (Hs) dan periode gelombang signifikan

(Ts) disesuaikan dengan jenis bangunan.

Untuk bangunan fleksibel H10=1,27Hs

Tinggi gelombang signifikan (H10) = 1,27 x 1.76 = 2,23 m

Periode gelombang signifikan (T10) = 7,2 dt

4. Elevasi muka air laut berdasarkan analisa pasang surut pada bab

sebelumnya adalah :

a. Muka air laut tinggi tertinggi, HHWL adalah + 71 cm

b. Muka air laut tinggi rata-rata, MHWL adalah +29 cm

c. Muka air laut rata-rata, MSL adalah ± 0

d. Muka air laut rendah rata-rata, MLWL adalah -30cm

e. Muka air laut randah terendah, LLWL adalah -69 cm

5. Dalam perencanaan ini digunakan durasi angin selama 6 jam. Hal ini

dikarenakan intensitas terjadinya durasi angin selama 6 jam paling

sering.

Untuk perencanan groin perlu ditentukan terlebih dahulu spesifikasi

groin sebagai acuan dalam perencanaan selanjutnya. Spesifikasi-spesifikasi

tersebut adalah :

11

Page 12: Bangunan Pantai

1. Groin merupakan groin parallel yang terdiri dari beberapa segmen.

2. Groin menggunakan konstruksi tumpukan batu dengan kemiringan

dinding 1 : 2.

3. Gelombang transmisi maksimum adalah 1 meter.

4. Batu lindung menggunakan batu pecah bersudut kasar sebanyak 2

lapis dengan berat jenis batu, γr = 2,3 Ton/m3.

5. Berat jenis air laut, γw = 1,03 Ton/m3.

6. Tingkat kerusakan struktur pada akhir umur rencana (S) adalah 2

(mulai rusak).

Potongan melintang groin yang direncanakan dapat dilihat pada gambar

berikut ini :

Potongan melintang groin

Layout Groin

Panjang groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut

menutup lebar surfzone. Namun keadaan tersebut dapat mengakibatkan suplai

sedimen ke daerah hilir terhenti sehingga dapat mengakibatkan erosi di daerah

tersebut. Oleh karena itu panjang groin dibuat 40% sampai dengan 60% dari

lebar surfzone dan jarak antar groin adalah 1-3 kali panjang groin.

12

Page 13: Bangunan Pantai

Potensi perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh bangunan pantai jenis

groin (a) groin tunggal (b) groin parallel

Pada bagian ujung hilir dari pantai yang dilindungi dibuat groin transisi.

Panjang groin berkurang secara berangsur-angsur di bagian ujung hilir pantai

yang dilindungi, dari panjang groin penuh membentuk sudut sekitar 6°

terhadap garis pantai alami, seperti ditunjukkan Gambar 6.3. Jarak antar groin

juga berkurang dengan mempertahankan perbandingan antara Xg dab Lg, yaitu:

Xg = Lg sampai 3 Lg

Layout groin

13

Page 14: Bangunan Pantai

3. Perhitungan Struktur Groin

Umum

Groin yang digunakan dalam tugas akhir ini dipilih groin tipe rubble

mound karena sifatnya yang fleksibel sehingga kerusakan maupun kelongsoran

yang terjadi akibat serangan gelombang tidaklah berakibat fatal karena

bangunan masih dapat berfungsi menahan serangan gelombang. Selain itu

kerusakan yang terjadi masih bisa diperbaiki kembali.

Groin ini dibangun dari kedalaman -1,5 mLWS. Berdasarkan hasil

survey pelaksana pekerjaan, bahan batuan pecah alam tersedia cukup di daerah

Tuban sehingga rencana awal yang menggunakan groin dari tetrapod diganti

menggunakan groin dengan armour batu pecah alam.

Umur Rencana

Groin rubble mound ini dirancang berdasarkan umur rencana groin

dimana untuk Tugas Akhir ini diambil umur rencana 50 tahun. Umur rencana

groin ini dimaksudkan untuk mengetahui tinggi gelombang maksimum yang

mungkin akan terjadi selama periode umur rencana yaitu 50 tahun.

Tinggi gelombang dari laut dalam tersebut selanjutnya direfraksi

menuju kedalaman di depan groin. Tinggi gelombang d idepan groin hasil

refraksi gelombang selanjutnya digunakan dalam penentuan berat dan dimensi

groin dengan sekaligus memperhatikan kondisi gelombang dalam keadaan

normal atau dalam keadaan sudah pecah. Sehingga groin yang direncanakan

mampu menahan gelombang maksimum yang mungkin terjadi selama periode

umur rencana groin.

Wave Run Up

Pada saat gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut

akan naik pada permukaan bangunan. Penentuan tinggi run up gelombang ini

digunakan grafik perbandingan run up gelombang dengan rubble mound pada

beberapa kondisi kemiringan. Grafik ini diambil dari Shore Protection Manual

Vol II, 1984. Data yang dibutuhkan :

H0 = Tinggi gelombang di laut dalam (m)

T0 = Periode gelombang di laut dalam (s)

14

Page 15: Bangunan Pantai

Dari hasil analisa didapatkan:

H0 = 2,76 m

T0 = 7.20 s

H0 / gT02 = 0.0054

R / H0 = 0,85

R = 0,85 H0

= 2,35 m

Digunakan grafik run up gelombang dengan lapisan pelindung

menggunakan batu pecah didapatkan Ru/H = 1,15. Run up yang terjadi setinggi

2,35 m.

Elevasi Puncak

Elevasi puncak groin didasarkan atas boleh tidaknya terjadi limpasan

(overtopping). Hal ini melihat fungsi dari groin itu sendiri, maka groin tidak

boleh terjadi limpasan air laut.

15

Page 16: Bangunan Pantai

Angin dengan kecepatan besar yang terjadi di atas permukaan laut

bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai.

Penentuan elevasi muka air rencana selama terjadinya badai adalah sangat

kompleks yang dipengaruhi interaksi antara angin dan air, perbedaan tekanan

atmosfer dan beberapa parameter lainnya.

Kenaikan elevasi muka air karena badai dapat dihitung dengan

persamaan berikut:

Δh : kenaikan elevasi muka air rencana karena badai (m)

F : panjang fetch (m)

c : konstanta = 3,5 x 10-6

V : kecepatan angin (m/s)

d : kedalaman air (m)

Diameter Batu

Diameter armour layer berdasarkan buku Manual on the Use of Rock in

Coastal and Shoreline Engineering (1991) dapat ditunjukkan pada persamaan

berikut :

Dn50 = diameter batu (m)

W = berat butir batu (t)

γr = berat jenis armour (t/m2)

Tebal Lapisan

Tebal lapisan armour layer berdasarkan Hudson (1953) (dalam

Triatmojo,1990) dapat ditunjukkan pada persamaan berikut :

t = tebal lapis pelindung (m)

n = jumlah lapis batu dalam lapisan (n = 2).

16

Page 17: Bangunan Pantai

kΔ = koefisian lapis

W = berat butir batu (t)

γr = berat jenis armour (t/m2)

Lebar Puncak Tiap Lapisan

Lebar puncak tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi

limpasan diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari tiga

butir batu pelindung yang disusun berdampingan. Untuk bangunan tanpa limpasan

bisa lebih kecil dari itu. Selain itu lebar puncak juga harus menyesuaikan

keperluan operasi peralatan pada waktu pelaksanaan dan perawatan.

Lebar puncak tiap lapis ditunjukkan pada persamaan berikut ini :

B = lebar puncak tiap lapis pelindung (m).

n = jumlah lapis batu dalam lapisan (nmin = 3).

kΔ = koefisian lapis.

W = berat butir batu (t).

γr = berat jenis armour (t/m2).

17

Page 18: Bangunan Pantai

4. Stabilitas Groin

Umum

Suatu bangunan dengan berat massa yang sangat besar memiliki

kemungkinan yang sangat tinggi pula terhadap ketidakstabilan suatu bangunan

baik dari fisik bangunan itu sendiri maupun dari tanah pendukung bangunan

itu. Groin tipe rubble mound yang berbentuk trapesium dengan dimensi yang

cukup besar akan berpengaruh terhadap kestabilan tanah dasar dan fisik groin

itu sendiri maka groin yang direncanakan perlu dilakukan kontrol kestabilan

terhadap daya dukung tanah, kelongsoran (sliding) dan penurunan tanah

(settlement).

Stabilitas Daya Dukung Tanah

Groin rubble mound memiliki berat sendiri yang sangat besar karena

penampangnya yang berbentuk trapesium. Maka semakin dalam perairan,

semakin besar pula berat sendiri breakwater. Berat sendiri groin ini

berpengaruh secara langsung terhadap tanah di bawah groin. Sehingga untuk

mengetahui apakah tanah di bawah groin dapat menahan berat sendiri

konstruksi groin digunakan perhitungan daya dukung tanah. Perhitungan daya

dukung yang digunakan adalah perhitungan daya dukung tanah pondasi

dangkal, hal ini dikarenakan DB

< 4

D = Bagian pondasi yang masuk ke dalam tanah (m)

B = Lebar pondasi (m).

Stabilitas Terhadap Sliding

Kontrol sliding pada struktur groin perku dilakukan untuk mengetahui

apakah struktur groin yang direncanakan tersebut sudah aman terhadap

kemungkinan bahaya longsor (sliding) atau sebaliknya. Perhitungan stabilitas

terhadap sliding ini menggunakan media bantu program Xstable. Program ini

akan menghasilkan angka keamanan tertentu berdasarkan data yang

dimasukkan.

18

Page 19: Bangunan Pantai

Stabilitas Terhadap Penurunan Tanah

Penambahan beban vertikal diatas tanah akan menyebakan tanah

dibawah struktur bangunan terbebani dan tanah di bawah struktur bangunan

tersebut akan mengalami penurunan (settlement). Besarnya penurunan yang

terjadi pada lapisan tanah dasar akibat beban yang berada diatasnya adalah

merupakan penjumlahan dari tiga komponen penurunan tanah, yaitu :

St = Si + Sc + Ss

Dimana :

St = Total settlement

Si = Immediate settlement

Sc = Primary / consolidation settlement

Ss = Secondary settlement

Stabilitas Terhadap Puncture Failure

Kontrol terhadap puncture failure ini bertujuan untuk mengetahui

apakah tanah dibawah timbunan akan ambles apabila dibebani.

19

Page 20: Bangunan Pantai

DAFTAR PUSTAKA

Diposaptono, Subandono. 2001. Erosi Pantai dan Klasifikasinya. BPPT.

Prosiding Konferensi Esdal 2001.

Direktorat Rawa dan Pantai, Ditjen Pengairan. 2009. Pedoman Perencanaan

Bangunan Pengaman Pantai di Indonesia.

Triatmojo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.

Triatmojo, Bambang. 2008. Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.

Triatmojo, Bambang. 2012. Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta: Beta

Offset.

Wahyudi, Herman. 1999. Daya Dukung Pondasi Dangkal.

Surabaya: Penerbit Jurusan Teknik Sipil ITS.

Yuwono, Nur. 1992. Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta:

PAU-IT-UGM.

20