jurnal penelitian perencanaan bangunan alternatif pengaman pantai namrole
DESCRIPTION
Coastal, Engineering, Sipil, Pengaman Pantai, CEDAS, NEMOSTRANSCRIPT
1
PERENCANAAN ALTERNATIF BANGUNAN PENGAMAN PANTAI NAMROLE KAB.
BURU SELATAN - MALUKU
Muhammad Aldin 1), Muh. Arsyad Thaha2), Mukhsan Putra Hatta3)
1)Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Makassar 90245 – email :
[email protected], 2,3) Dosen Pembimbing Laboratorium Riset Teknik Pantai Jurusan Sipil Fakultas Teknik UNHAS
ABSTRAK
Pantai Namrole, sejalan dengan perkembangannya sebagai daerah nelayan dan wisata mengalami
persoalan kerusakan pantai yang disebabkan karena adanya perubahan garis pantai akibat erosi dan juga
pemukiman yang terlalu dekat dengan pantai dimana sempadan pantai sebagai daerah penyangga (buffer
zone) belum direncanakan sehingga pada saat musim gelombang, pemukiman tersebut berada dalam
jangkauan limpasan gelombang laut (wave run up). Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan
untuk mendesain bangunan pelindung pantai yang tepat. Analisa data primer berupa survey topografi
dan batimetri dilakukan untuk pemutakhiran detail wilayah studi, tunggang pasang surut yang diperoleh
sebesar (MHWL-MLWL) sebesar 170.8 cm, dan tinggi BM1 dari MSL sebesar 2.46 meter.Hasil
investigasi tanah diperloeh butir sedimen rata-rata d50 sebesar 2,075 mm.Untuk data sekunder berupa
data angin 10 tahun terakhir diperoleh dari stasiun metereologi Pattimura Ambon, yang selanjutnya
dengan metode Hindcasting diperoleh peramalan gelombang rencana 10 tahun dengan tinggi 4,062 m
dari arah Barat Daya. Hasil analisis pemilihan bangunan pantai dilakukan dengan metode studi alternatif
dan pemodelan bangunan pantai dengan bantuan aplikasi CEDAS-NEMOS, dari beberapa model
bangunan pantai yang dimodelkan, maka dipilih Seawall sebagai bangunan pelindung pantai dengan
karakteristik desain kedalaman kaki diujung bangunan 0,5 m, tinggi gelombang pecah diujung bangunan
0,4 m, elevasi seawall 2,8 MSL dan diameter minimun batu pelindung kaki bangunan sebesar 22 cm.
Kata kunci : bangunan pantai, hindcasting, NEMOS, seawall
ABSTRACT
Namrole coast, in line with its development as a fishing and tourist areas experiencing problems caused
coastal damage due to changes in the coastline due to erosion and also the settlement is too close to the
coast where the coastal border as a buffer zone has not been planned so that when the wave season, The
settlement is within reach of wave run up. Primary and secondary data collection undertaken to design
buildings appropriate coastal protection. Primary analyze data in the form of topographic and
bathymetric surveys conducted to update the details of the study area, riding tides obtained (MHWL-
MLWL) by amounted to 170.8 cm, and a height of MSL at 2:46 BM1 meter. Soil investigation result
obtain average sediment grain amounted D50 2.075 mm. Result of secondary data such as the last 10
years wind data obtained from meteorological stations of Pattimura Ambon, which subsequently
2
obtained by the method of forecasting waves Hindcasting 10-year plan with 4.062 m height of the
direction of Southwestern. The results of the analysis carried out by the election of the beach building
alternative study methods and modeling coastal structures with the help of application CEDAS-Nemos,
of some models of coastal structures being modeled, then selected as the building envelope Seawall
beach with foot depth of the design characteristics of the building at the threshold of 0.5 m, height of
the wave broken tip of buildings 0.4 m, 2.8 MSL elevation seawall and the minimum diameter gaiters
stone building is 22 cm.
Keywords : sea defence bulding, hindcasting, NEMOS, seawall
PENDAHULUAN
Pantai Namrole terletak di Kecamatan
Namrole Kabupaten Buru Selatan. Pantai
Namrole selain terkenal sebagai daerah wisata
juga merupakan daerah nelayan/perikanan yang
cukup terkenal. Jumlah penduduk di pulau ini
terus berkembang. Dengan perkembangan
penduduk ini, maka berbagai kegiatan dialihkan
ke daerah pantai. Kondisi daerah pantainya
memiliki potensi untuk wisata alam. Potensi
pengembangan lahan pantai Namrole baik pada
perairan pantai maupun pada perairan lepas
pantai belum terlihat adanya pemanfaatan
secara khusus. Sejalan dengan makin
berkembangnya daerah ini berbagai
permasalahan mulai timbul, antara lain
penempatan lahan permukiman, bangunan
pemerintah/swasta, rumah ibadat, dan lainnya
semakin dekat dengan garis pantai sehingga
terancam oleh gelombang laut dan erosi pantai.
Terjadinya erosi pantai selain
disebabkan adanya perubahan garis pantai
akibat erosi juga disebabkan pemukiman yang
ada terlalu dekat dengan pantai dimana
sempadan pantai sebagai daerah penyangga
(buffer zone) belum direncanakan sehingga
pada saat musim gelombang, permukiman
tersebut berada dalam jangkauan limpasan
gelombang laut (wave run-up). Oleh karena itu
permasalahan yang akan ditinjau meliputi
peninjauan karakteristik daerah pantai tersebut
dan memfungsikan sempadan pantai serta
bangunan pengaman pantai yang sesuai untuk
membuat alternatif desain pengaman pantai
Kota Namrole.
DASAR-DASAR PERENCANAAN
Pantai
Pantai secara umum diartikan sebagai
batas antara wilayah yang bersifat daratan
dengan wilayah yang bersifat lautan.Pantai
merupakan daerah di tepi perairan yang
dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan surut
terendah. Daerah pantai sering juga disebut
daerah pesisir atau wilayah pesisir.Daerah
pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta
perairannya dimana pada daerah tersebut masih
dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun
oleh aktifitas kelautan (Yuwono, 2005).
3
Gambar 0-1 Definisi Pantai berkaitan dengan
karakteristik gelombang di sekitarnya
Gelombang
Gelombang laut dapat beraneka ragam
tergantung dari gaya pembangkitnya.
Gelombang tersebut dapat berupa gelombang
angin (gelombang yang dibangkitkan oleh
tiupan angin), gelombang pasang surut
(gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik
benda-benda langit terutama gaya tarik
matahari dan bulan terhadap bumi) gelombang
tsunami (gelombang yang terjadi akibat letusan
gunung berapi atau gempa didasar laut),
gelombang kecil (biasanya dibangkitkan oleh
kapal yang bergerak) dan sebagainya.
Dalam hal ini bentuk gelombang yang
umum dipakai adalah gelombang angin dan
gelombang pasang surut. Gelombang biasanya
menimbulkan energi untuk membentuk pantai,
menimbulkan arus dan transpor sedimen
sepanjang pantai. Bentuk gelombang
laut ini sangat komplek dan sulit digambarkan
secara matematis karena ketidaklinearannya,
tiga dimensi dan bentuknya random.
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu
perbandingan antara kedalaman air d dan
panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a) Gelombang di laut dangkal, jika d/L ≤
1/20
b) Gelombang di laut transisi, jika 1/20 ≤
d/L ≤ 1/2
c) Gelombang di laut dalam, jika d/L ≥ 1/2
Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi (naik
turunnya) muka air laut karena adanya gaya
tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan
matahari terhadap massa air laut di bumi. Gaya
tarik menarik antara bulan dengan bumi lebih
mempengaruhi terjadinya pasang surut air laut
daripada gaya tarik menarik antara matahari
dengan bumi, sebab gaya tarik bulan terhadap
bumi nilainya 2,2 kali lebih besar daripada gaya
tarik matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi
karena meskipun massa bulan lebih kecil dari
pada massa matahari, akan terjadi jarak bulan
terhadap bumi jauh lebih dekat dari pada jarak
bumi terhadap matahari (Triatmodjo, 1999).
Pembangkitan Gelombang
Pembahasan kali ini mengenai tentang
pembangkitan gelombang oleh angin. Angin
yang berhembus di atas permukaan air akan
memindahkan energinya ke air. Kecepatan
angin akan menimbulkan tegangan pada
permukaan laut, sehingga permukaan air yang
semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila
kecepatan angin bertambah, riak tersebut
menjadi semakin besar, dan apabila angin
berhembus terus akhirnya akan terbentuk
4
gelombang. Semakin lama dan semakin kuat
angin berhembus, semakin besar gelombang
yang terbentuk.
Prosedur Hindcasting
Salah satu cara peramalan gelombang
adalah dengan melakukan pengolahan data
angin. Prediksi gelombang yang dihitung
berdasarkan kondisi meteorologi yang telah
lampau disebut hindcasting.Gelombang laut
yang akan diramal adalah gelombang di laut
dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh
angin, kemudian merambat ke arah pantai dan
pecah seiring dengan mendangkalnya perairan
di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang
berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan
untuk setiap data angin. Untuk mendapatkan
gelombang rencana, dilakukan peramalan
gelombang berdasarkan data angin jangka
panjang. Metode yang diterapkan mengikuti
metode yang ada di Shore Protection Manual
(SPM) dari US Army Corps of Engineer edisi
1984 vol. 1-1 halaman (3-44). Diagram proses
hindcasting dapat dilihat pada gambar berikut.
HS = Tinggi Gelombang Signifikan
TP = Periode Puncak Gelombang
F = Panjang Fetch Efektif
UA = wind stress factor
Gambar 2. Diagram alir proses hindcasting
(SPM 1984, vol 1-1)
1. Peramalan Tinggi dan Periode
Gelombang
Pembentukan gelombang di laut
dalam dianalisis dengan formula-formula
empiris yang diturunkan dari model parametrik
berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP
(Shore Protection Manual, 1984). Prosedur
peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi
fetch terbatas (fetch limited condition) maupun
kondisi durasi terbatas (duration limited
condition) sebagai berikut :
21
220016,00
A
eff
A
m
U
gF
U
gH
31
222857,0
A
eff
A
p
U
gF
U
gT
32
228,68
A
eff
A
d
U
gF
U
gt
dimana:
Hmo : tinggi gelombang signifikan
menurut energi spektral
Tp : perioda puncak gelombang
td : durasi angin bertiup (detik)
Feff : panjang fetch efektif (m)
g : percepatan gravitasi bumi = 9,81
m/det2
UA : wind stress factor (m/det)
2. Distribusi Fisher-Typpett Tipe I
Tinggi gelombang signifikan
representatif untuk periode ulang 5, 10, 20 dan
25 tahun dengan dihitung dengan metode
distribusi Fisher-Tippett Type I.
5
Konsep Penanganan Abrasi dan Pengaman
Pantai
Alam pada umumnya telah
menyediakan mekanisme perlindungan pantai
alami yang efektif. Pada pantai berpasir,
lindungan alami tersebut berupa hamparan pasir
yang merupakan penghancur energi yang
efektif, serta bukit pasir (sand dune) yang
merupakan cadangan pasir. Disamping itu bukit
pasir juga merupakan pelindung daerah
belakang pantai dari amukan badai yang setiap
saat mengancamnya. Sedangkan pada pantai
lumpur/tanah liat, alam menyediakan tumbuhan
pantai seperti pohon api-api dan bakau
(mangrove) yang dapat tumbuh subur pada jenis
tanah ini. Tumbuhan pantai ini akan
memecahkan energi gelombang yang datang ke
pantai. Akar-akar pohon akan menghambat laju
kecepatan air sehingga terjadi proses
pengendapan material pantai di sekitar
tumbuhan tersebut. Bila lindungan alamiah itu
tidak ada, maka untuk melindungi pantai
terhadap erosi dapat dilakukan dengan cara
artifisial atau buatan, baik dengan membuat
bangunan pengaman pantai maupun dengan
cara-cara lainnya. Pada uraian berikut ini akan
ditinjau beberapa cara perlindungan terhadap
bahaya erosi pantai.
Penanganan yang dapat dilakukan
dapat digolongkan berdasarkan kinerja masing-
masing alternatif, tergantung dari penyebab
timbulnya permasalahan. Terdapat 7 cara
mengurangi atau mencegah kerusakan pantai
akibat erosi, yaitu :
a) Mengubah laju angkutan sedimen sejajar
pantai.
b) Mengurangi energi gelombang yang
mengenai pantai.
c) Memperkuat tebing pantai sehingga
tahan terhadap gempuran gelombang.
d) Meninggikan muka tanah pantai
e) Menambah suplai sedimen ke pantai
(beach nourishment).
f) Mengadakan penghijauan pada daerah
pantai.
g) Penerapan produk hukum
Penanganan Lunak : Sand/Beach
Nourishment
Sand/Beach Nourishment adalah
tindakan pengisian kembali dengan material
bahan sedimen (biasanya pasir) untuk
menggantikan sedimen yang terbawa air laut.
Biasanya pengisian dilakukan setiap tahun
sehingga upaya ini menjadi kurang efisien.
Bahan pengisi pasir dapat diambil dari pasir laut
maupun darat, tergantung ketersediaan bahan di
lapangan dan kemudahan pengangkutannya
dari lokasi pengambilan ke lokasi pengisian.
Penanganan Keras : Bangunan Pelindung
Pantai
Surf zone merupakan lokasi terjadinya
aktivitas angkutan sedimen di daerah pantai.
Maju mundurnya posisi garis pantai sangat
tergantung pada laju dan arah angkutan sedimen
di surf zone. Besar dan arah angkutan sedimen
sangat tergantung pada laju dan arah arus di surf
zone. Arus di surf zone umumnya terjadi akibat
induksi gelombang (wave induced current).
6
Untuk mengurangi energi gelombang dan
intensitas arus sejajar pantai akibat induksi
gelombang, diperlukan suatu bangunan
pemecah gelombang. Dengan adanya bangunan
pemecah gelombang ini diharapkan perilaku
arus sejajar pantai akibat induksi gelombang
dapat dikendalikan sehingga laju angkutan
sedimen di surf zone dapat berkurang.
Berkurangnya laju angkutan sedimen di surf
zone mengakibatkan garis pantai menjadi relatif
stabil.
Jenis-jenis bangunan perlindungan
pantai yang dapat digunakan untuk
mengendalikan posisi garis pantai adalah
sebagai berikut :
a. Seawall dan Reveatment
b. Groin
c. Jetty
d. Detached Breakwater
Program CEDAS (Coastal Engineering
Design Analisys System) modul NEMOS
(Nearshore Evolution Modeling System)
NEMOS (Nearshore Evolution
Modeling System) merupakan seperangkat
program/software yang digunakan sebagai
suatu sistem untuk mensimulasikan perubahan
pantai dalam jangka panjang sebagai reaksi
terhadap kondisi gelombang, struktur pantai
dan kegiatan teknik dipantai. Program ini
dibangun didukung oleh program lainnya untuk
dapat mensimulasikan pekerjaan tersebut
diantaranya GENESIS (model untuk
menghitung perubahan garis pantai terutama
yang disebabkan oleh gerakan gelombang dan
dapat diterapkan pada berbagai kondisi, lokasi
dan kombinasi groin, jetti, breakwater terpisah,
dinding pantai dan juga pengerukan pantai),
Formulasi matematis dari proses
perubahan garis pantai akan melibatkan
persamaan aliran, persamaan angkutan sedimen
dan persamaan konservasi massa atau dikenal
persamaan kontinuitas. Proses kalkulasi
dilakukan dengan melakukan prediksi
longshore transport berdasarkan pada bentuk
muka pantai. Sedangkan untuk peramalan garis
pantai akan dilakukan kalkulasi dengan
mempertimbangkan aspek-aspek longshore
transport yang terjadi.
GENESIS dapat memperhitungkan
pengaruh adanya Groin, Breakwater, seawalls
dan Beach fills terhadap kondisi garis pantai.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
pada penelitian ini adalah pengambilan data
primer dengan metode Investigasi Lapangan,
dan pengolahan data sekunder metode Analisis,
serta pengujian model menggunakan bantuan
bantuan aplikasi komputer/software.
Untuk mendapatkan hasil yang baik
dan terarah, maka dibuat langkah kerja yang
akan dilakukan dalam bentuk bagan alir seperti
pada gambar berikut.
7
Gambar 0-1. Diagram alir penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Buru Selatan mempunyai
luas sekitar 5.060 km2 dan wilayahnya meliputi
sebagian dari Pulau Buru dan pulau-pulau lain
di sekitarnya, baik yang berpenghuni maupun
tidak berpenghuni. Sebagian besar wilayah
kabupaten Buru Selatan berada pada Pulau Buru
(4.754 km2 atau 93,95% dari luas kabupaten).
Pulau yang berpenghuni adalah Pulau Buru,
Pulau Ambalau dan Pulau Tengah (Pasir Putih).
Kecamatan Namrole merupakan kecamatan
induk pada Kabupaten Buru Selatan.
Kecamatan Namrole terletak di antara 2°30' dan
5°50' Lintang Selatan juga antara 125°00' dan
127°00' Bujur Timur. Kecamatan Namrole
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Waeapo, sebelah selatan berbatasan dengan
Laut Banda, di sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Waesama dan di sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Leksula.Sejalan
dengan makin berkembangnya daerah ini
berbagai permasalahan mulai timbul, antara
lain: penempatan lahan permukiman, bangunan
pemerintah/swasta, rumah ibadat, dll. semakin
dekat dengan garis pantai sehingga terancam
oleh gelombang laut dan erosi pantai.
Gambar 2. Gerusan tanah dibelakang bangunan
Revetment akibat gelombang overtopping
Data Angin
Data angin diperlukan untuk
peramalan tinggi dan periode gelombang.
Mengingat data angin di lokasi tidak ada, maka
digunakan data angin dari Stasiun Metereologi
Pattimura Ambon. Data angin yang digunakan
adalah data angin yang terkoreksi pada
ketinggian 10 meter, sedangkan elevasi stasiun
pengukuran adalah 15,4 mdpl. Dari hasil analisa
data angin diperoleh distribusi angin tahunan
Menentukan Maksud, Tujuan dan Batasan Penelitian
Mulai
Analisis Data dan Peramalan Gelombang
Simulasi Pemodelan Bangunan
Pantai dengan program CEDAS-
NEMOS
Alternatif Bangunan Pantai
Desain Bangunan Pantai Terpilih
Selesai
Pengumpulan dan Pengambilan Data:
Pengumpulan Data Primer:
Topografi
Batimetri
Pasang Surut
Arus
Penyelidikan Tanah
Pengumpulan Data Sekunder:
Angin
Sosial Ekonomi
8
yang disajikan dalam bentuk diagram yang
disebut dengan mawar angin (windrose) hasil
rekapitulasi frekuensi kejadian angin tiap arah
mata angin dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 0-3 Grafik windrose dari Stasiun
Metereologi Pattimura Ambon tahun 2004-
2013
(sumber : Stasiun Metereologi Pattimura
Ambon, 2014)
Data Sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi akan
dikumpulkan melalui data dari Badan Pusat
Statistik dan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Data-data ini akan menjadi masukan dalam
menganalisis pola penanganan pengamanan
pantai dikaitkan dengan kegiatan masyarakat
setempat. Pelaksanaan pekerjaan pengambilan
data sosial ekonomi ini meliputi pengambilan
data mengenai keadaan kehidupan sosial dan
ekonomi pada daerah yang dilaksanakan
pembangunan, maupun daerah sekitar, serta
dampaknya pada daerah tersebut.
Analisa Pemodelan Pengaman Pantai
Menggunakan Software CEDAS – NEMOS.
Asumsi dasar dari model perubahan
garis pantai adalah sebagai berikut:
a. Bentuk profil pantai adalah
tetap/konstan.
b. Batasan daerah darat dan laut profil
adalah tetap.
c. Angkutan sedimen yang terjadi
sepanjang pantai disebabkan gelombang.
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Topografi
Elevasi muka air laut yang dipakai
sebagai datum referensi adalah MSL (Mean Sea
Level) yang didapatkan dari pengamatan pasang
surut selama 15 hari. Untuk mendapatkan
ketinggian BM, dilakukan pengikatan patok
ukur dan BM terhadappeilschaal. Dari data
pengamatan pasang surut diperoleh nilai MSL
pada peilschaal, sehingga dengan menentukan
MSL=0,000 m akan diperoleh ketinggian BM
terhadap MSL. BM yang dipasang sebanyak 3
buah mengikuti jalur poligon. Nilai posisi
koordinat dan elevasi BM dapat dilihat pada
tabel berikut :
9
Gambar 1. Elevasi BM referensi terhadap MSL
Batimetri
Proses penggambaran peta batimetri
dilakukan dengan melalui beberapa tahapan.
Data hasil pemeruman ditransfer kedalam
komputer melalui software mapsource, data
koordinat dan kedalaman kemudian ditransfer
ke software Ms. Excel untuk dikoresi
kedalaman menurut surutan MSL. Data XYZ
dari software Ms. Excel kemudian diolah
menggunakan software Autodesk Land
Desktop atau Surfer untuk menggambar garis
kontur berdasarkan interpolasi nilai-nilai
kedalaman yang berdekatan.
Pasang Surut
Hasil pengamatan pasang surut 15
hari (25Juni - 9 Juli 2014) dengan interval
waktu 1 jam, dengan pembacaan elevasi muka
air bedasarkan acuan titik nol adalah titik nol
rambu pasang surut (peilschaal), sebagaimana
disajikan dalam tabel berikut. Dari data tersebut
diatas jika diplot dalam bentuk grafik maka
akan tampak pola amplop pasang surut (tidal
envelope) sebagaimana gambar berikut.
(A) MSL pada Peil 120.94 cm (hasil hitungan eliminasi konstanta pasut metode Least Square)
(B) Beda Peil - BM.1 367.3 cm (levelling menggunakan alat ukur waterpass)
Elevasi BM.1 246.4 cm MSL (B) - (A)
2.46 m MSL
120.94 cm
246.36 cm
367.30 cm
BM
=
=
=
Peil
MSL
=
=
10
Gambar 2. Grafik pasang surut Pantai Kota Namrole Kabupaten Buru Selatan
Dengan mengambil MSL = 0,000
meter sebagai datum vertikal, maka diperoleh
tunggang pasang surut air laut di lokasi studi
sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut :
Gambar 0-3. Tunggang pasang surut Pantai
Kota Namrole Kabupaten Buru Selatan
Arus
Hasil pengukuran arus neap tide
menunjukkan bahwa kecepatan arus dalam
kondisi neap tide pada saat air surut berkisar
antara 0,101~0,195 m/detik dengan kecepatan
rerata sebesar 0,154 m/detik dengan arah arus
ke barat (280o), sedangkan pada saat air pasang
arus berkisar antara 0,082~0,128 m/detik
dengan kecepatan rerata sebesar 0,099 m/detik
dengan arah arus ke timur (90o). Sedangkan
pengukuran arus dalam kondisi spring tide
menghasilkan kecepatan arus pada saat air surut
berkisar antara 0,091~0,167 m/detik dengan
kecepatan rerata sebesar 0,141 m/detik dengan
arah arus ke barat laut (325o), sedangkan pada
saat air pasang arus berkisar antara 0,063~0,124
m/detik dengan kecepatan rerata sebesar 0,084
m/detik dengan arah arus ke timur (100o).
Hasil Penyelidikan Mekanika Tanah
Pengambilan sampel tanah berada di
lokasi yang kritis akibat abrasi. Satu sampel
berada di lokasi permukiman dan satu sampel
berada di lokasi yang sudah ada perlindungan
tetapi mengalami kerusakan. Hasil pengujian
laboratorium mekanika tanah diperoleh nilai
d50 sebesar 0.18 mm, dan hasil lain disajikan
sebagai berikut :
0
50
100
150
200
25
Ju
ni 2
01
4
26
Ju
ni 2
01
4
27
Ju
ni 2
01
4
28
Ju
ni 2
01
4
29
Ju
ni 2
01
4
30 J
un
i 201
4
01
Ju
li 2
01
4
02
Ju
li 2
01
4
03
Ju
li 2
01
4
04
Ju
li 2
01
4
05 J
uli
201
4
06
Ju
li 2
01
4
07
Ju
li 2
01
4
08
Ju
li 2
01
4
09
Ju
li 2
01
4
Ele
vasi
Mu
ka A
ir p
ada
Pe
ilsch
aal (
cm)
Tanggal
Data Pengamatan Duduk Tengah
HAT
HHWL
MHWL
MSL
MLWL
LLWL
LAT
118.1 cm
-118.1 cm
222.6 cm
-85.4 cm
85.4 cm
-111.3 cm
111.3 cm
170.8 cm
1
Tabel 2. Hasil pengujian sampel tanah di laboratorium
No Pengujian Kedalaman (m)
Sampel 1 Sampel 2
1 Kadar Air (%) 23,48 6,00
2 Berat Isi (ү) (gr/cm3) 2,04 1.72
3 Berat Jenis (Gs) 2,60 2,69
4 Geser Langsung :
C (kg/cm2)
ᴓ °
0
21
0
25
5 Batas Cair (LL) (%) Non Plastis Non Plastis
6 Batas Plastis (PL) (%) Non Plastis Non Plastis
7 Indeks Plastis (PI) (%) Non Plastis Non Plastis
8 Analisa Saringan (%) Terlampir
(sumber : hasil pengujian laboratorium, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran hasil uji
laboratorium mekanika tanah)
Peramalan Gelombang
Sebagaimana sudah disebutkan dalam
sub bab sebelumnya bahwa arah angin yang
berpotensi membangkitkan gelombang di
Pantai Kota Namrole yaitu arah tenggara,
selatan dan barat daya.
Dari hasil hindcasting diperoleh nilai
tinggi gelombang signifikan maksimum di laut
dalam. Dari nilai tinggi gelombang signifikan
maksimum pertahun dan per arah ini kemudian
dilakukan analisis harga ekstrim dan analisis
frekuensi gelombang rencana dengan metode
yang digunakan adalah Metode Fisher Tippett
Type 1.
12
Tabel 3. Periode ulang dan tinggi gelombang signifikan di Pantai Kota Namrole
(sumber : hasil perhitungan, 2014)
Dari tabel diatas, tampak bahwa tinggi
gelombang dengan nilai paling besar adalah
tinggi gelombang dengan arah Barat Daya,
untuk data masukan simulasi akan digunakan
tinggi gelombang rencana periode 10 tahun
sebesar 4,062 meter.
Strategi Penanganan
Pemilihan jenis perlindungan pantai
yang strategis sangat dipengaruhi oleh lokasi
dan karakteristik daerah yang hendak
dilindungi. Strategi penanganan dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Tidak dilakukan penanganan
Hal ini dipilih apabila kerusakan
di area pantai tidak menimbulkan dampak
negatif ditinjau dari aspek sosial, ekonomi
serta lingkungan, misalnya areal
perladangan, hutan dan tanah kosong atau
apabila dilakukan penanggulangan akan
memakan biaya yang sangat besar
sehingga ditinjau dari aspek ekonomi tidak
menguntungkan. Pada pantai semacam ini
erosi dibiarkan berlangsung terus sampai
tercapai keseimbangan.
2. Mempertahankan garis pantai yang ada
Pilihan ini dilakukan apabila
pantai yang mengalami kerusakan
merupakan pantai yang relatif
menguntungkan ditinjau dari aspek sosial,
budaya, ekonomi maupun lingkungan.
Ditinjau dari aspek sosial misalnya area
pemukiman penduduk, dari aspek budaya
misalnya tempat peribadatan dan
peninggalan bersejarah, dari aspek
ekonomi misalnya pertambakan atau
persawahan, sedang dari aspek lingkungan
misalnya hutan bakau (mangrove).
3. Mengembalikan garis pantai pada
kedudukan sebelum terjadi erosi
Pilihan ini dilakukan apabila
kerusakan pantai terjadi pada area yang
kemunduran pantainya menyebabkan luas
manfaat pantai untuk kepentingan umum.
Strategi 2 dan 3 adalah strategi
pengamanan terhadap permasalahan yang
ARAH PERIODE ULANG
TINGGI GELOMBANG (H)
PERIODE GELOMBANG (T)
TENG
GARA
2 2.47099 9.19550
5 2.89784 9.71923
10 3.18045 10.06599
20 3.45154 10.39860
25 3.53753 10.50411
50 3.80243 10.82914
100 4.06538 11.15177
SELA
TAN
2 2.44294 9.14530
5 2.79185 9.58081
10 3.02286 9.86915
20 3.24445 10.14574
25 3.31474 10.23348
50 3.53128 10.50376
100 3.74621 10.77204
BARA
T DA
YA
2 3.09289 10.13724
5 3.67642 10.76890
10 4.06276 11.18712
20 4.43335 11.58828
25 4.55091 11.71554
50 4.91304 12.10754
100 5.27251 12.49666
13
terjadi. Masing-masing pilihan strategi harus
dipertimbangkan dampak yang mungkin terjadi.
Semua ini harus didasarkan pada tujuan yang
telah ditetapkan dan pengkajian terhadap
keuntungan dan biaya dari pilihan strategis
tersebut harus dilakukan untuk menetapkan
kelayakan secara ekonomi. Pilihan strategis
yang ditetapkan harus dilakukan secara
berkesinambungan dan dampak negatif sekecil
mungkin.
Sistem Pengamanan Pantai Kota Namrole
Alternatif I : Pemasangan Groin
Berdasarkan analisis gelombang dan
sedimen menunjukkan bahwa arah sedimen
sangat dipengaruhi oleh arah gelombang
datang. Transpor sedimen yang terjadi
didominasi oleh transpor sedimen arah pantai
yang disebabkan arus sejajar pantai (longshore
current). Kondisi ini terlihat dari bentuk muara
sungai yang mengalami sedimentasi di muara
sungai mengarah kearah Timur. Berdasarkan
kondisi tersebut maka penulis mengusulkan
beberapa model groin yang dapat dijadikan
alternatif dalam pemecahan masalah abrasi
pantai di daerah Pantai Kota Namrole.
Pemilihan groin sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah karena groin sangat efektif
dalam meredam transpor sedimen akibat arus
sejajar pantai.
Alternatif II : Pemasangan Pemecah
Gelombang Lepas Pantai
Pemecah gelombang lepas pantai
adalah bangunan yang dibuat sejajar pantai dan
berada pada jarak tertentu dari garis pantai.
Bangunan ini direncanakan untuk melindungi
Pantai Kota Namrole dari serangan gelombang.
Perlindungan oleh pemecah gelombang lepas
pantai terjadi karena berkurangnya energi
gelombang yang sampai di perairan di belakang
bangunan. Dengan kondisi tersebut akan
mengurangi transpor sedimen di daerah
tersebut. Transpor sedimen sepanjang pantai
yang berasal dari daerah di sekitarnya akan
diendapkan di belakang
bangunan.Pengendapan tersebut akan
menyebabkan terbentuknya cuspate. Apabila
bangunan gelombang lepas pantai cukup
panjang terhadap jaraknya dari garis pantai,
maka akan terbentuk tombolo. Pada Pantai Kota
Namrole dapat dibuat pemecah gelombang
lepas pantai berseri dengan panjang tertentu dan
jarak tertentu. Pemecah gelombang lepas pantai
diletakkan pada jarak ±200 meter dari garis
pantai. Elevasi puncak direncanakan sama
dengan elevasi muka air laut rata-rata (MSL).
Dengan demikian dari segi estetika akan
kelihatan indah dan tidak akan mengganggu
jalur pelayaran bagi nelayan-nelayan yang
tinggal di Kota Namrole. Jenis konstruksi dapat
menggunakan tumpukan batu maupun dari
blok-blok beton. Pada bagian bawah konstruksi
ini digunakan geotextile.
Alternatif III : Pemasangan Seawall
Dalam perencanaan tembok laut
(seawall) untuk Pantai Kota Namrole perlu
ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi,
panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah
pondasi, elevasi muka air di depan maupun di
belakang seawall. Seawall dibuat dengan sisi
miring menghadap ke laut dan terbuat dari
14
material tumpukan batu. (rubble mound). Pada
bagian bawah depan bangunan dibuat lapisan
pelindung kaki proteksi (toe protection) dan
pada bagian pondasi menggunakan cerucuk
atau dolken kayu untuk menahan agar tidak
terjadi penurunan. Pada bagian belakang
konstruksi dibuatkan drainase agar air tidak
masuk ke belakang seawall.
Alternatif IV : Kombinasi Pemasangan
Seawall dan Breakwater Lepas Pantai
Selain ketiga kombinasi diatas,
diusulkan pula alternatif ke-4 yang merupakan
kombinasi seawall dan breakwater semi
tenggelam lepas pantai. Pertimbangan
pemilihan alternatif ini dikarenakan kondisi
pantai Buru Selatan yang pada musim-musim
tertentu terjadi gelombang tinggi lebih dari 5
meter, sehingga melimpas melewati seawall
yang ada. Jika menggunakan gelombang pada
musim tersebut sebagai gelombang rencana
maka elevasi puncak seawall akan tinggi sekali
yang dapat mengurangi estetika. Sehingga perlu
dilakukan langkah pengurangan energi
gelombang sebelum sampai ke seawall yaitu
dengan pemasangan breakwater semi
tenggelam lepas pantai.
Pemilihan Alternatif Bangunan Pengendali
Abrasi
Berdasarkan survey lingkungan
pantai sepanjang garis pantai ±3 km, terlihat
bahwa kondisi Pantai Kota Namrole tidak
semuanya sama dan perlu perlakuan yang
berbeda dalam penanganan abrasi pantai. Pada
beberapa lokasi khususnya di daerah muara
sungai dapat direncanakan untuk dibangun
groin karena sangat efektif untuk
menanggulangi transpor sedimen sejajar arah
pantai. Untuk daerah yang berbatasan langsung
dengan pemukiman penduduk, dimungkinkan
untuk merencanakan pembangunan revetment
dan kombinasi antara revetment dan groin.
Pemikiran diatas merupakan usulan awal yang
belum dilandasi perhitungan secara teknis.
Untuk itu pemilihan tipe bangunan pengaman
Pantai Kota Namrole dapat dilakukan setelah
selesai proses simulasi gelombang dan sedimen
sebelum dan sesudah dipasang bangunan
menggunakan pemodelan matematis.
Berdasarkan pemilihan alternatif
konstruksi pengaman pantai pada diatas, maka
penanganan yang dipilih adalah perlindungan
menggunakan groin dan seawall. Dari sisi
kesediaan masyarakat, masyarakat lebih setuju
jika dibangun groin karena kondisi groin yang
sudah ada manfaatnya sudah terasa, selain itu
bangunan groin tidak menghalangi perahu
nelayan. Jadi sebagai usulan awal untuk daerah
permukiman diberi pengaman dengan groin dan
area non permukiman seperti jalan diberi
proteksi seawall.
Simulasi Pemodelan Pengamanan Pantai
Permodelan dilakukan dengan empat
kondisi yaitu pada kondisi existing (dimana
bangunan yang ada sebelumnya diabaikan),
kondisi dengan penambahan seawall sepanjang
garis pantai, penambahan groin dan
penambahan pemecah gelombang (detached
breakwater).
15
Gambar 0-4 Kondisi Existing Pantai Namrole.
Hasil permodelan dengan kondisi Existing.
Dari hasil permodelan selama 10
tahun, sedimentasi maksimum yang terjadi
adalah 68,11 meter. Arah pergerakan transpor
sedimen didominasi ke arah Timur.
Gambar 5 Perubahan garis pantai pada tahun
ke-10.
Hasil permodelan dengan kondisi
penambahan Seawall sepanjang garis pantai.
Dari hasil permodelan selama 10
tahun, sedimentasi maksimum yang terjadi
adalah 46,58 meter.
Gambar 6 Perubahan garis pantai pada tahun
ke-10.
Hasil permodelan dengan kondisi
penambahan Groin.
Penambahan groin dengan panjang 50
meter dan jarak antar bangunan 100 meter
dengan penempatan di desa yang punya dampak
terburuk dari abrasi pantai Namrole, yakni desa
Lektama dan desa Fatmite. Dari hasil
permodelan selama 10 tahun, sedimentasi
maksimum yang terjadi adalah 69,48 meter.
Gambar 7 Perubahan garis pantai pada tahun
ke-10.
16
Hasil permodelan dengan kondisi
penambahan Detached Breakwater
Penambahan detached breakwater
dengan panjang sisi bangunan 100 meter, dan
jarak dari garis pantai sejauh 100 meter, dan
jarak antar bangunan sejauh 100 meter. Posisi
letak permodelan di desa Lektama dan desa
Fatmite. Dari hasil permodelan terdapat kondisi
maksimum dimana tombolo telah terbentuk
pada sisi breakwater, peristiwa ini terjadi pada
tahun ke-6 pemodelan dimana sedimentasi
maksimum yang terjadi adalah 89,83 meter.
Gambar 8 Perubahan garis pantai pada tahun
ke-6.
Rekapitulasi hasil permodelan
Dari tahun ke tahun akan diperoleh gambaran
perubahan garis pantaiyang terjadi untuk kurun
waktu yang telah di tentukan yaitu 10 tahun.
Semakin banyak waktu akan mendekati kondisi
yang terjadi di lapangan serta dapat
mensimulasikan skenario yang akan terjadi ke tahun ke
depannya. Hasil pemodelan menunjukkan
perubahan garis pantai, luasan erosi, dan
sedimentasiyang terjadi serta angkutan sedimen yang
dihasilkan, dan hasil perubahan garis pantai setelah
dibangun bangunan pantai.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil permodelan bangunan pelindung pantai Namrole.
Perhitungan Desain Seawall
Seawall adalah bangunan yang
memisahkan daratan dan perairan pantai, yang
terutama berfungsi sebagai pelindung pantai
terhadap erosi dan limpasan gelombang
(meter) (meter) Barat Timur
1. Existing -73.53 68.11 262.48 28,626.40 Ke-10
2. Seawall 0 46.58 380.78 12,788.96 Ke-10
3. Groin -136.74 69.48 974.02 13,329.60 Ke-10
4. Detached Breakwater -88.74 89.83 459.17 15,854.90 Ke-6
Tahun
Simulasi
MODEL
BANGUNANNO.
Pergerakan Sedimen
Sejajar Pantai per-Grid
(m3)
SedimentasiAbrasi
18
(overtopping) ke darat. Daerah yang dilindungi
adalah daratan tepat di belakang bangunan.
Kondisi Perencanaan
Data perencanaan untuk tembok laut
adalah sebagai berikut :
a) Periode Gelombang di Laut Dalam (T)
= 10,2 detik
b) Kemiringan Pantai (m)
= 1 : 35,4 (diperoleh dari peta
batimetri)
c) Kedalaman di kaki ujung bangunan (ds)
= 0,5 m
d) Mercu tembok laut direncanakan tanpa
overtopping
e) Kemiringan tembok laut
= 1 : 1,5 (Cot Ɵ = 1,5)
f) Data tanah
ʏ = 1,88 ton/m3
Φ = 23 derajat
C = 0 ton/m
Kondisi tanah homogen dari permukaan
higga dasar tembok termasuk lapisan pengisi.
Perhitungan Tinggi Gelombang Pecah
Rencana
Untuk menghitung tinggi gelombang
dipergunakan tinggi gelombang pecah rencana
sebagai berikut :
ds
g T2=
0,5
9,81 x 10,22= 0,0005
Dengan menggunakan grafik Tinggi
Gelombang Pecah rencana di kaki bangunan
dengan nilai ds/gT2 = 0,0005 dan nilai m = 0,03
diperoleh tinggi gelombang pecah yang terjadi
di ujung bangunan adalah 0,4 m.
Perhitungan Elevasi Seawall
Tinggi rayapan/bilangan Irribaren:
𝐼𝑟 = tan 𝜃
(𝐻
𝐿𝑜)
0.5
Dimana :
Ɵ = Sudut kemiringan bangunan
H = Tinggi gelombang di lokasi
bangunan
Lo = Panjang gelombang di laut dalam
Ir = Bilangan Irribaren
Dengan menggunakan Run Up
Gelombang, nilai Ir = 13,421 , untuk rip-rap
diperoleh elevasi mercu seawall
= HWL + Ru + Fb = 0,85 + 0,55 + 1,35
≈ 2,8 meter
Menghitung Berat Batu
Untuk mencegah terjadinya erosi di
kaki tembok, maka didepan kaki tembok perlu
dipasang pelinding kaki. Pelindung kaki
dipasang 1.0 m diatas dasar bangunan, rumus
yang digunakan adalah:
𝑊 = 𝑊𝑟𝐻3
𝐾𝑑3(𝑆𝑟 − 1)3 cot 𝜃
Dimana ;
W = Berat satu unit batuan pelapis/armor
(ton)
Wr = Berat satuan batu ( 2.65 ton/m3 )
Ww = Berat satuan air laut (1.025 ton/m3)
H = Tinggi gelombang rencana di lokasi
bangunan ( 0.4 m )
Kd = Koefisien stabilitas (dari tabel
koefisien stabilitas untuk berbagai
jenis batu ) = 1,9
19
𝑆𝑟 = 𝑊𝑟
𝑊𝑤 =
2,65
1,025 = 2,59
Ɵ = Sudut kemiringan bangunan
Maka, diperoleh diameter batu
minimum yang digunakan adalah 22
cm.
Proteksi Berbasis Lingkungan
Selain dengan penanganan struktural
berupa seawall dilakukan pula pengangan non
struktural berupa penanaman pohon kelapa di
belakang seawall. Penanaman pohon kelapa
diharapkan dapat berfungsi sebagai penghalang
(barrier) gelombang yang pecah di bangunan
seawall pada saat musim ombak besar.
Lokasi penanganan abrasi pantai di
pantai Namrole sebagaimana disajikan pada
Gambar berikut.
Gambar 0-9 Lokasi penanganan abrasi pantai
Namrole
Gambar 10 Potongan Desain Pengaman Pantai Kota Namrole
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan
sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Karakteristik pantai Namrole dari
pengujian dan analisa data diperoleh :
a. Tunggang pasang surut untuk data
perencanaan (MHWL – MLWL) =
170,8 cm.
b. Elevasi BM.1 dari MSL diperoleh =
2,46 meter.
c. Kecepatan arus rerata pada kondisi
spring tide pada saat surut sebesar
0,141 m/det arah ke Barat Laut (325
19
o) dan pada saat pasang diperoleh
sebesar 0,084 m/det ke arah Timur
(100o).
d. Hasil penyelidikan mekanika tanah
yang digunakan untuk perencanaan
adalah : ʏ = 1,88 ton/m3 Φ = 23
derajat, C = 0 ton/m, D50 = 2,075
mm.
e. Hasil hindcasting diperoleh data
rencana 10 tahun dengan gelombang
tertinggi dari arah Barat Daya sebesar
4,062 meter.
2. Hasil simulasi perubahan garis pantai
menggunakan program CEDAS-NEMOS
dengan membandingkan kondisi existing,
penambahan tembok laut (seawall),
detached breakwater dan penambahan
groin, dipilih seawall sebagai solusi
bangunan pengaman pantai.
3. Desain pengaman pantai yang dipilih ada
Seawall sesuai dengan hasil simulasi yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kedalaman kaki diujung bangunan =
0,5 m
b. Tinggi gelombang pecah diujung
bangunan = 0,4 m
c. Elevasi seawall rencana = 2,8 m (dari
MSL)
d. Diameter minimum batu pelindung
kaki bangunan = 22 cm
Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian, garis pantai
Namrole mengalami kemunduran sehingga
disarankan kepada pemerintah setempat
perlu disegerakan pembangunan bangunan
pelindung pantai dalam hal ini Seawall agar
permasalahan tersebut tidak semakin luas
dan menimbulkan kerugian yang
signifikan.
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang abrasi
pantai Namrole akibat transport sedimen
agar kawasan pantai Namrole tetap terjaga ,
serta pemodelan struktur pengaman pantai
yang lebih ekonomis dan efisien.
3. Perlu diadakan pendalaman lebih lanjut
penggunaan software CEDAS-NEMOS
untuk kajian koefisien kalibrasi transpor
sepanjang pantai (K1 dan K2), serta
analisa gross and net sedimen untuk
masing-masing pemodelan bangunan
struktur pengaman pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Namrole
Dalam Angka, CV. Amanjaya, Buru Selatan
CERC (1984), Shore Protection
Manual, Washington: US Army Coastal
Engineering Research Center.
Hariyadi. 2011. Analisis Perubahan
Garis Pantai Selama 10 Tahun Menggunakan
CEDAS (Coastal Engineering Design and
Analisys System) di Perairan Teluk Awur pada
Skenario Penambahan Bangunan Pelindung
Pantai. Dipublikasikan di situs
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma/a
rticle/download/2986/2670 diakses pada 14
Desember 2014 pukul 21.00 WITA.
20
JICA, 1995, Standar Teknis Untuk
Sarana-sarana Pelabuhan Di Jepang, Japan
International Coorporation Agency, Jepang
Kramadibrata, Soedjono, 2002,
Perencanaan Pelabuhan, Penerbit ITB,
Bandung.
Rudolf, Faustinus. 2014. Modul
Nemos dan Cedas. Dipublikasikan di
https://id.scribd.com/doc/228149793/Modul-
Nemos-Dan-Cedas diakses pada tanggal 12
November 2014, pukul 22.30 WITA.
SDC-R-90163, 2009, Manual Design
Bangunan Pengaman Pantai, Sea Defence
Consultants, Indonesia.
Triatmodjo, Bambang, 1996,
Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo, Bambang, 1999, Teknik
Pantai. Beta Offset, Yogyakarta.
Wirekso. 2005. Tugas Akhir
Pembangunan Bangunan Pengaman Pantai
di Daerah Mundu – Balongan. Dipublikasikan
di
http://eprints.undip.ac.id/33837/6/1635_chapte
r_II.pdf diakses pada tanggal 11 Januari 2015
pukul 16.50 WITA.
Yuwono, Nur. 1998, Pedoman Teknis
Perencanaan Tanggul atau tembok laut, Pusat
Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.